Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya Alam diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, pertama
adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok dimana sumberdaya ini
dianggap memiliki cadangan yang terbatas yang apabila kita manfaatkan secara
tidak efisien saat ini akan mengurangi persediaan untuk masa yang akan datang,
bahkan mungkin tidak tersedia lagi. Sumberdaya ini biasa disebut sebagai
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui, termasuk ke dalamnya adalah
sumberdaya mineral, logam, minyak dan gas bumi.
Kelompok kedua kita sebut sebagai kelompok “flow” (alur) dimana
sumberdaya ini jumlah kuantitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Berapa yang
kita gunakan saat ini bisa mempengaruhi maupun tidak mempengaruhi
ketersediaan di masa yang akan datang, dengan kata lain sumberdaya ini disebut
sebagai sumberdaya yang dapat diperbarui. Termasuk ke dalamnya air, udara,
ikan, hutan, dan lain- lain (Fauzi, 2004).
Salah satu sumberdaya alam yang penting, namun tidak dapat diperbarui
adalah pertambangan. Kegiatan pertambangan adalah bagian dari pembangunan
nasional yang pada hakekatnya adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya
mineral
dan
lingkungan
untuk
memenuhi
kebutuhan
hidup
sekaligus
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada akhirnya kegiatan pertambangan
perlu mengharmoniskan kenyataan yang berlawanan yaitu di satu pihak kegiatan
pertambangan menghasilkan bahan tambang untuk kebutuhan manusia, tetapi di
pihak lain kegiatan pertambangan mengorbankan atau merusak sumberdaya alam
dan lingkungan sekitarnya, apabila tidak dikelola secara baik.
Proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan
kepuasan bagi pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang
menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif seperti pencemaran. Dalam
perspektif biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual yang
diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah
kemudian residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada
kemampuan penyerapan media lingkungan, seperti air, tanah, dan udara (Perman
et al., 1996). Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari
hilangnya
nilai
ekonomi
sumberdaya
akibat
berkurangnya
kemampuan
sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa,
namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pertambangan emas di Indonesia dinilai masih memiliki prospek yang
menjanjikan di masa yang akan datang. Diperkirakan cadangan emas di Indonesia
mencapai 1300 ton dengan produksi 126.6 ton (tahun 2000, dalam Sinar Harapan,
2003). Jalur tambang emas yang ada di Indonesia merentang dari Aceh sampai
Sulawesi Utara, Irian Jaya dan Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari
8.000 kilometer (Sinar Harapan, 2003).
Gambar 1. Peta Sebaran Cebakan Pertambangan Emas di Indonesia (Sinar Harapan, 2003)
2
Daerah yang sudah diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh,
Muara Sipongi, Salida, Gunung Arum, Bengkulu, Lampung, Banten, Bogor,
Tasikmalaya, Pacitan, Purwantoro, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Sulawesi
Tengah,
Paleleh-Sumalata
(Sulut),
Minahasa,
Kepulauan
Sangir-Talaud,
Kaputusan (Maluku). Kemudian Pegunungan Jayawijaya-Irian Jaya seperti
Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg, Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop,
dan sekitar Jayapura (Sinar Harpan, 2003).
Jalur emas Kalimantan mempunyai dua cabang yaitu Kalimantan BaratKalimantan Timur dan Pegunungan Meratus-Kalimantan Timur. Jalur emas ini
melalui Kalimantan Tengah. Sejumlah perusahaan multinasional dan nasional
yang mengeruk hasil tambang emas di bumi Indonesia antara lain PT Freeport
Indonesia, PT Prima Lirang, PT Indomuro Kencana, PT Monterado Mas, PT
Ampalit Mas Perdana, PT Lusang Mining, PT Aneka Tambang, PT Newmont
Nusa Tenggara (Sumbawa).
Salah satu cebakannya berada di Bogor yang tepatnya berada di Gunung
Pongkor yaitu pertambangan Emas Pongkor merupakan salah satu pertambangan
emas di Indonesia yang telah memiliki Kontrak Karya KP Eksploitasi DU 893/
Jabar tanggal 20 April 1992 untuk waktu 30 tahun dengan luas area 4.058 ha yang
terletak di tiga desa (Bantar Karet, Cisarua, dan Malasari), di Kecamatan
Nanggung. PT. Aneka Tambang yang memulai operasinya sejak pertengahan
tahun 1994 ini memiliki kapasitas produksi 1200 ton per hari. PT. Antam Tbk.
Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah sistem penambangan
bawah tanah (Underground Mining) dengan menggunakan metode “cut and fill”
yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi lalu rongga yang telah kosong diisi
3
kembali dengan material limbah (waste material) berbentuk lumpur (slurry) yang
merupakan limbah hasil pengolahan yang telah bersih dari zat-zat berbahaya.
Terdapat lima tahap siklus penambangan emas di PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor
yaitu tahap Drilling, Blasting, Mucking, Transportation, dan Backfilling.
Awalnya masyarakat yang berada di Kecamatan Nanggung ini tidak
mengetahui potensi emas yang ada di Gunung Pongkor namun setelah adanya
ANTAM, masyarakat sekitar baik penduduk lokal maupun yang berasal dari luar
mulai tertarik dengan keberadaan emas ini, sehingga menimbulkan adanya
Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) yang disebut juga gurandil, dan jumlahnya
cukup banyak. Adanya para penambang liar ini memulai adanya permasalahan
terhadap lingkungan yaitu pencemaran, karena setelah adanya penambang liar ini
yang melakukan pengolahan emas yang mereka dapat dengan cara yang tidak
sesuai dengan AMDAL akan mengakibatkan terjadinya pencemaran.
Biasanya untuk mengikat emas digunakan logam merkuri (Hg), dan para
penambang liar ini menggunakan merkuri (Hg) tersebut setiap mengolah
emasnya. Hal ini diketahui berdasarkan studi terdahulu yang telah dilakukan yaitu
bahwa secara umum Sungai Cikaniki, Sub DAS Cisadane yang merupakan sungai
yang alirannya berada di lokasi pertambangan telah tercemar logam merkuri (Hg)
yang cukup berat, bila dibandingkan batas maksimum Baku Mutu Air dalam PP
No.20 tahun 1995 untuk golongan C dan D. Pencemaran tersebut disebabkan
karena adanya pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor yang menggunakan merkuri.
4
Merkuri dikelompokkan menjadi merkuri anorganik dan merkuri organik
(metil merkuri). Metil merkuri adalah merkuri organik yang berbentuk serbuk
putih dan berbau seperti belerang pada sumber air panas. Metil merkuri memasuki
tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) dan
juga makanan. Senyawa ini mudah terserap oleh organ pencernaan dan dibawa
oleh darah ke dalam otak, liver dan ginjal bahkan ke dalam janin. Apabila metil
merkuri masuk melalui kulit ia akan menyebabkan reaksi alergi pada kulit.
Reaksinya mengambil masa yang singkat, seperti mandi beberapa kali pada air
yang tercemar merkuri, kulit akan segera mengalami iritasi.
Merkuri anorganik dapat berubah menjadi metil merkuri karena
ditransformasi oleh bakteri di perairan. Merkuri organik akan terserap oleh ikan
melalui insang dan saluran pencernaan. Metil merkuri dalam ikan tidak dapat
direduksi dengan memasaknya karena metil merkuri dalam ikan terikat erat pada
protein dan pemanasan pada temperatur yang biasa digunakan saat memasak
kecuali jika ikan dibakar pada suhu diatas 400 dan ikan akan menjadi arang.
Dampak
dari
keracunan
merkuri
adalah
kerusakan
saraf
yang
menimbulkan kecacatan tubuh, tremor, gerakan tangan dan kaki yang abnormal,
dan kelumpuhan lengan. Pada ibu hamil, merkuri meracuni anak yang dikandung
sehingga anak berkembang menjadi dungu, jika tidak autisme. Ciri- ciri menderita
keracunan merkuri adalah sulit tidur, kaki dan tangan merasa dingin, gangguan
penciuman, kerusakan pada otak, hilangnya kesadaran hingga kematian.
Penggunaan merkuri ini dapat merugikan tidak hanya pengguna, tetapi
orang lain yang tinggal di sekitar tempat merkuri tersebut digunakan. Walau
dampak dari merkuri ini tidak dapat dirasakan langsung, namun membutuhkan
5
waktu yang lama. Tetapi dampak yang akan terjadi sangat berbahaya, yang dapat
mengakibatkan orang yang terkontaminasi tidak dapat melakukan kegiatan lagi
atau bahkan meninggal. Hal ini akan sangat merugikan bagi pengguna maupun
lingkungan sekitarnya baik secara fisik maupun secara finansial. Hal tersebut telah
terjadi pada penduduk Minamata di Jepang, dimana sebagian besar penduduk
Minamata terkena penyakit-penyakit yang telah disebutkan diatas dan tidak
sedikit yang meninggal akibat keracunan merkuri. Dengan adanya kasus tersebut,
maka penelitian mengenai penggunaan merkuri dan zat-zat berbahaya lainnya
oleh para penambang liar untuk mengolah urat emas yang mereka peroleh di
gunung sangat perlu dilakukan, untuk melihat apakah dampak dari penggunaan
merkuri telah terlihat atau kapan akan terasa dampak dari penggunaan merkuri
dan bahan berbahaya tersebut oleh penduduk di sekitar tempat pengambilan dan
pengolahan urat emas.
1.2 Perumusan Masalah
Usaha pertambangan merupakan sektor yang dapat memberikan
pemasukan pendapatan dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, baik
kepada negara, perusahaan swasta, maupun penambang liar, khususnya pada
kawasan-kawasan yang berpotensi mengandung emas asalkan dikelola dengan
baik dan bertanggung jawab. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah
Kecamatan Nanggung pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai
petani tradisional dengan daya beli masyarakat yang rendah karena penghasilan
masyarakat masih belum dapat mencukupi kebutuhan yang normal. Oleh karena
itu sebagian warga masyarakat ada yang beralih menjadi penambang emas liar
atau yang biasa disebut gurandil.
6
Bagi penambang emas yang berhasil, dapat membeli rumah dan mobil,
bahkan istri bisa lebih dari satu serta banyak hiburan khususnya musik dangdut
yang diadakan di lapangan. Namun kondisi tersebut tidak diimbangi dengan
peningkatan pendidikan anak sekolah, tetapi lebih cenderung untuk melatih anakanaknya menjadi penambang juga. Hal tersebut dilakukan Karena proses untuk
menghasilkan uang relatif cepat (Kardina, 2005).
Masyarakat sekitar lokasi pertambangan emas Gunung Pongkor yang
melakukan pertambangan secara liar atau tanpa izin, sudah terbiasa dengan usaha
pertambangan emas yang kemungkinan besar dilakukan secara tradisional yaitu,
dalam mengekstraksi emasnya mereka menggunakan bahan berbahaya dan
sumber air pengolahan yang berasal dari sungai, hal ini karena kurangnya
pengetahuan akan teknologi pengolahan bijih emas yang ramah lingkungan dan
didukung dengan rendahnya tingkat pendidikan.
Penggunaan bahan berbahaya sebagai bahan utama dalam mengekstraksi
emas, akan sangat memudahkan untuk pelepasan bahan berbahaya tersebut ke
alam. Pada pertambangan emas liar tidak dapat dihindarkan akan terjadinya
penyebaran bahan berbahaya ke sekitar wilayah pertambangan sehingga akhirnya
akan terjadi pencemaran bahan berbahaya tersebut.
Pertimbangan dampak pencemaran bahan berbahaya dari penambangan
emas liar ini serta besarnya kerugian dari dampak yang timbul akibat
terkontaminasi merkuri yang menyebabkan harus dilakukan sebuah penelitian
yang mendetail.
7
Kondisi kesehatan masyarakat di Kecamatan Nanggung merupakan
indikator penting dari dampak pencemaran bahan berbahaya yang digunakan
dalam pengolahan bijih emas, dan bahan berbahaya yang biasa digunakan oleh
para penambang liar di sekitar kawasan ini adalah merkuri. Logam merkuri
bersifat akumulatif dalam tubuh dan menyebabkan keracunan kronis bagi manusia
dan makhluk hidup lainnya. Merkuri terserap ke dalam tubuh melalui sistem
pernafasan, pencernaan dan kulit. Merkuri yang terakumulasi dalam tubuh
manusia pada periode tertentu akan merusak sistem syaraf, hati, dan ginjal.
Efek toksisitas dari merkuri tergantung pada bentuk kimianya, uap merkuri
yang terhirup sangat berbahaya terhadap pekerja dan lingkungan tempat kerja.
Merkuri yang terhirup pada saat pembakaran amalgam merupakan bahan kimia
dalam bentuk logam Hg 0 , kemudian akan masuk ke paru-paru dan akhirnya
sampai pada darah yang secara cepat berubah bentuk menjadi Hg 2+ (Silver
et.al.,1994) dalam (Kardina, 2005). Sifat racun dari merkuri akan tampak pada
kesehatan manusia setelah terakumulasi di dalam tubuh manusia beberapa tahun
mendatang. Adanya merkuri pada rambut manusia merupakan salah satu indikator
masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia. Hal ini karena merkuri terakumulasi
melalui mekanisme reaksi biologis.
Kasus keracunan yang paling ringan menunjukkan gejala yang tidak
spesifik; seperti cepat lelah, mata kabur dan kesemutan. Gejala biasanya tampak
setelah beberapa minggu, bulan, bahkan tahun kemudian. Kasus yang lebih berat
menunjukkan gangguan mental serta koma dan kadang-kadang dapat disertai
dengan kematian.
8
Tabel 1. Data Kesehatan Penduduk Kecamatan Nanggung Tahun 2002-2003
Jumlah Penderita (Jiwa)
Usia (thn) untuk Tahun 2002
Usia (thn) untuk Tahun 2003
<1
1–4
5 - 59
>60 <1 1 - 4 5 - 59
>60
550
982
0 140 550 982
583
140
335
670
734 281 335 850
734
281
316
850
1255
0 316 670
1255
270
260
576
1350 190 260 576
1350
190
290
465
888 102 291 465
888
102
60
109
376
50
60 109
376
50
52
0
0
0
52
80
0
0
46
85
0
0
46
85
0
0
26
52
157
71
26
52
157
71
14
22
0
0
14
22
0
0
Nama
Penyakit
Diare
Influenza
Dermatitis
ISPA
Demam
Conjungtivitis
Asma
OMP
Scabies
Askaris
Tukak
Lambung
0
0
1290 260
0
0
1205
Sakit kepala
0
0
900 112
0
0
900
Hipertensi
0
0
156
76
0
0
156
Mialgia
0
0
0
68
0
0
0
Disentri
0
80
0
0
0
0
0
Sumber: Laporan tahunan puskesmas Kecamatan Nanggung (2004) dalam (Kardina, 2005)
260
112
76
63
0
Berdasarkan Tabel 4, data kesehatan penduduk di Kecamatan Nanggung
dari tahun 2002-2003 belum terlihat adanya tanda- tanda gejala terkontaminasi
logam merkuri. Hal ini mengingat logam merkuri masuk ke tubuh manusia
melalui media makanan, air, dan udara. Lama kelamaan markuri akan merusak
sistem syaraf yang ditandai dengan erethism (pelupa, imsonia), tremor halus
terutama pada tangan, halusinasi dan kecenderungan ingin bunuh diri. Gejala ini
baru akan timbul atau dirasakan oleh korban setelah seminggu, sebulan, bahkan
bertahun- tahun kemudian. Hal ini berdasarkan dari banyaknya logam merkuri
yang terserap oleh tubuh yang tergantung juga dari sistem kekebalan tubuh si
korban (Kardina, 2005).
1.3 Kerangka Pemikiran
Dalam kehidupan manusia untuk mempertahankan keberlanjutan
hidupnya, mereka akan mengusahakan sumberdaya alam yang berada di
sekitarnya. Hal ini sudah terjadi sejak pertama kali manusia berada di bumi ini.
9
Bahwa demi kehidupan manusia, sumberdaya alam harus dikorbankan adalah
merupakan hal yang biasa, tetapi sebagian besar kerusakan yang ditimbulkan oleh
manusia terhadap lingkungannya inilah yang harus menjadi perhatian utama.
Penelitian ini berawal dari suatu pemikiran sejauh mana kegiatan
pertambangan emas tanpa izin memberikan dampak baik sosial, ekonomi, maupun
ekologis terhadap masyarakat dan wilayah sekitar daerah pertambangan tersebut.
Pemikiran ini dianggap cukup penting mengingat kegiatan pertambangan ini pasti
memberikan pengaruh atau dampak terhadap kondisi masyarakat sekitarnya dan
kondisi ekologis di sekitar tempat pertambangan.
Dalam kegiatan pertambangan emas terdapat proses produksi yaitu
dimulai dari proses penambangan hingga pada tahap pemurnian emas, walau ada
yang tidak melakukan proses pemurnian emas. Dalam proses produksi tersebut
terutama dalam pengolahan bijih emas digunakan bahan berbahaya yang semakin
banyak bijih yang diolah, maka bahan berbahaya tersebut pun semakin banyak
digunakan, dan hal itu akan berdampak baik terhadap kesehatan maupun
lingkungan.
Selain menghasilkan emas, juga dihasilkan sisa yang berupa buangan baik
dari proses penambangan maupun pengolahan bijih emas. Buangan tersebut ada
yang diproses kembali, ada juga yang tidak diproses kembali dan langsung
dibuang atau terbuang. Buangan yang diproses pun ada yang digunakan kembali,
ada pula yang tidak digunakan kembali. Buangan tersebut dapat memberikan
dampak yang bisa bersifat positif, maupun yang bersifat negatif, hal tersebut dapat
dilihat dari besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari buangan tersebut ataupun
besarnya biaya yang harus dikeluarkan akibat buangan tersebut.
10
Untuk melihat pengaruh dari buangan tersebut dapat dilakukan identifikasi
jenis-jenis kerugian yang akan timbul akibat buangan tersebut, juga kemungkinan
penanggulangan yang bisa dilakukan agar dampaknya tidak terlalu besar. Dengan
adanya dampak dari buangan tersebut kita bisa mengetahui pula bagaimana
penanganan yang dilakukan oleh para pihak terkait baik masyarakat, perusahaan,
maupun pemerintah.
Fokus penelitian ini ialah mengidentifikasi dampak serta jenis kerugian
yang ditimbulkan dengan adanya para penambang liar yang menggunakan bahan
berbahaya dalam pengolahan bijih emasnya, dengan dampak yang tidak secara
langsung terlihat namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat
terlihat karena bahan berbahaya yang digunakan bersifat akumulatif. Serta
kemungkinan penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak dari
penggunaan bahan berbahaya tersebut.
11
Tambang Emas
- Modal
Perusahaan
- Tenaga Kerja
- Stok Emas
- Waktu
Kegiatan Tambang
ANTAM
Kegiatan Tambang
liar
Proses produksi
Proses Produksi
Jumlah Produksi/
satuan waktu
Jumlah Produksi/
satuan waktu
Buangan
Tidak
Berbahaya
Proses
(diolah)
Digunakan
Digunakan
Untuk Apa
Buangan
Tidak
Berbahaya
Berbahaya
Tidak
Proses
Tidak
Digunakan
A
- Pengawasan
- Modal
- Waktu
- Tenaga Kerja
- Stok Emas
Tidak
Proses
Proses
Proses
Berbahaya
Tidak
Proses
Proses
Tidak
Proses
A
A
A
A
A
A
A
Buangan dan Jenisnya/
Satuan Waktu
Identifikasi Jenis Kerugian
Kemungkinan Penanggulangan:
ƒ Mengurangi Buangan
ƒ Mengolah Buangan
ƒ Menanggulangi/ Mengurangi Biaya
akibat Buangan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
12
1.4
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4.1 Masalah yang Dihadapi
Adapun beberapa masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para
gurandil?
2. Berapakah jumlah bahan berbahaya yang digunakan dalam setiap proses
produksinya?
3. Apa saja kerugian yang akan ditimbulkan dari dampak penggunaan
bahan berbahaya tersebut?
1.4.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para gurandil.
2. Mengetahui jumlah bahan berbahaya yang digunakan dalam setiap proses
produksi.
3. Mengetahui kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari dampak
penggunaan bahan berbahaya tersebut.
1.4.3 Hipotesis
1. Diduga Proses pengolahan bijih emas yang dilakukan oleh para
penambang liar tidak memenuhi prosedur yang benar.
2. Produksi yang dilakukan oleh para penambang liar semakin menurun
oleh karena pengawasan yang semakin ketat.
3. Penggunaan bahan berbahaya semakin menurun, diikuti dengan
penurunan jumlah produksi.
13
4. Kerugian yang timbul oleh karena penggunaan bahan berbahaya belum
terdeteksi karena dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya dan bersifat
akumulatif berdasarkan waktu.
1.4.4 Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pemerintah, pengusaha
pertambangan, terutama yang memakai merkuri dalam pengolahan bijih
emasnya.
2. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber informasi bagi instansi
terkait dengan persoalan pertambangan.
3. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi bagi para peneliti
selanjutnya mengenai kegiatan produksi para penambang liar.
14
Download