PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan di Indonesia pada saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan, padahal kebutuhan produk hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini dapat dilihat pada tingkat konsumsi daging nasional maupun regional yang terus meningkat. Tingkat konsumsi di wilayah Jawa Barat sebesar 227.093 ton pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 351.780 ton pada tahun 2006 (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2006). Data statistik menunjukkan bahwa produksi daging domba wilayah Jawa Barat sebesar 27.425 ton pada tahun 2005 dan sebesar 30.316 ton pada tahun 2006 (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2006). Data statistik volume impor daging pada tahun 2004 sebesar 519,7 ton dan meningkat menjadi 829,6 ton pada tahun 2005 (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2006). Berdasarkan data tersebut maka tingkat konsumsi daging lebih tinggi dari pada produksi daging yang dihasilkan, sehingga diperlukan impor daging domba dari negara-negara maju. Permintaan daging yang terus meningkat tersebut seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang kemungkinan dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Terdapat beberapa aspek yang menjadi keunggulan ternak domba, antara lain domba dapat berkembang biak dengan cepat dan mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan serta daging domba relatif digemari oleh masyarakat luas. Ternak domba tersebut harus ditingkatkan produktifitasnya, agar dapat memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat. Penggemukan merupakan salah satu cara guna memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat dan turut menunjang program pemerintah untuk menjadikan domba sebagai salah satu komoditi ekspor yang sejajar dengan komoditi lainnya. Usaha penggemukan domba mulai banyak diminati oleh beberapa pengusaha sebagai usaha ternak komersial karena memiliki nilai yang lebih ekonomis, modal relatif rendah, relatif cepat pengembalian modalnya, dan lebih praktis. Penggemukan di tingkat petani belum dilakukan secara komersial penuh karena usaha peternakan masih sebagai usaha sambilan serta belum dilakukan secara intensif sehingga tidak diketahui tingkat konsumsinya. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Sistem pemeliharaan pada penelitian ini dilakukan secara intensif yaitu ternak dikandangkan penuh sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk daging (Mathius, 1998). Pengembangan usaha penggemukan domba harus didukung oleh ketersediaan pakan ternak yang cukup. Pakan yang selama ini umum digunakan untuk ternak ruminansia terdiri atas hijauan dan konsentrat. Adanya beberapa kendala dalam penyediaan hijauan dan semakin mahalnya harga konsentrat menuntut adanya informasi mengenai bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti hijauan dan konsentrat dengan harga murah, mudah didapat, tidak tergantung pada musim, dan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup. Beberapa limbah hasil pertanian dapat digunakan dan salah satu limbah hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan adalah kulit singkong. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi kulit singkong terhadap hijauan (rumput Brachiaria humidicola) pada performa produksi domba ekor tipis jantan (Ovis aries) yang meliputi konsumsi pakan, konsumsi zat makanan, pertambahan bobot badan harian, konversi pakan, dan Income Over Feed Cost (IOFC). Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam memanfaatkan kulit singkong sebagai pakan alternatif pengganti hijauan dan konsentrat untuk ternak domba dan dapat membantu peternak dalam melakukan usaha penggemukan ternak domba.