bab ii value proposition

advertisement
BAB II
VALUE PROPOSITION
2.1
Pemasaran dan Nilai Pelanggan
Pemasaran dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting,
karena pemasaran merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, melakukan perkembangan
terhadap perusahaan dan untuk pencapaian tujuan perusahaan dalam memperoleh
laba. Masyarakat awam pada umumnya seringkali menyamakan pemasaran dengan
penjualan. Pandangan ini terlalu sempit karena penjualan hanya satu dari beberapa
aspek yang ada pada pemasaran. Pemasaran berusaha mengidentifikasi kebutuhan
dan keinginan konsumen pasar sasarannya serta bagaimana memuaskan mereka
melalui proses pertukaran dengan tetap memperhatikan semua pihak dan tujuan yang
terkait dengan kepentingan perusahaan.
Pengertian pemasaran (marketing) oleh para ahli dikemukakan berbeda-beda
dalam penyajian dan penekanannya, tetapi semua itu sebenarnya mempunyai
pengertian yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kotler dan
Amstrong (2008:6), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana
pribadi atau organisasi memperoleh yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pemasaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu
18
19
ataupun organisasi yang mencakup proses perencanaan, harga, promosi, dan
distribusi terhadap suatu ide, barang atau jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan.
Lalu, Sanchez-Fernandez (2009) mendefinisikan customer value sebagai nilai
yang dirasakan pelanggan sebagai dua bagian konsep yang terdiri dari manfaat yang
diterima (economic, social dan relational) dan pengorbanan yang dilakukan (price,
time, effort, risk dan convenience) oleh pelanggan.
Berdasarkan pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa customer value
merupakan nilai yang diterima oleh pelanggan yang dihasilkan dari perbandingan
antara manfaat yang diterima, yaitu bisa berupa keuntungan dari segi ekonomi, sosial
dan relasional terhadap pengorbanan yang dikeluarkan, yaitu bisa berupa biaya yang
dikeluarkan, waktu yang diluangkan, usaha yang dilakukan, resiko yang ditanggung
dan kenyamanan yang terganggu.
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, Indonesia saat ini sedang
berusaha untuk meningkatkan ekonomi negara. Hal ini dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya adalah memanfaatkan potensi diaspora yang ada. Konteks
memanfaatkan diaspora disini adalah menjadikan mereka sebagai pelanggan potensial
dari produk dan jasa yang ditawarkan pelaku-pelaku bisnis berkewarganegaraan
Indonesia
Namun demikian, secara akademis studi tentang diaspora baru dikaji dan
menjadi perhatian para ahli pada akhir abad ke-20. Isu sentralnya pada abad ke-20
khususnya telah terjadi krisis pengungsi etnis besar-besaran, karena peperangan dan
bangkitnya nasionalisme, fasisme, komunisme, dan rasisme, serta karena berbagai
20
bencana alam dan kehancuran ekonomi. Pada paruh pertama dari abad ke-20 ratusan
juta orang terpaksa menggungsi di seluruh Eropa, Asia dan Afrika Utara. Banyak dari
para pengungsi yang tidak meninggal (karena kelaparan atau perang), pergi ke Benua
Amerika.
Kumar dan Steenkamp (2013), menangkap beberapa fenomena menarik
tentang pemasaran diaspora. Meskipun pusat ekonomi dunia diklaim bergeser dari
pasar negara maju ke pasar negara berkembang, hanya sedikit perusahaan dari negara
berkembang ini terbilang sukses dalam membangun merek di Barat. Ada beberapa
alasan seperti dikutip dari gagasan Kumar dan Steenkamp (2013). Pertama,
perusahaan-perusahaan besar dari negara berkembang tersebut terbilang terlambat
memasuki pasar global. Kedua, ada persepsi bahwa perusahaan-perusahaan ini
menawarkan
produk-produk
yang
kurang
berkualitas. Ketiga, ada
gagasan
kovensional yang dianut bahwa untuk mengatasi semua halangan tersebut,
perusahaan perlu menggelontorkan dana besar.
Kumar dan Steenkamp (2013) membagi menjadi empat tipe diaspora
ini. Pertama, Assimilator, yaitu kaum diaspora yang cukup senang mengacu pada
produk-produk dari negara tempat mereka tinggal. Kedua, Biculturals yaitu kaum
diaspora yang akan membeli produk dari negara asalnya, bisa membantu
menyebarkan produk di negara tempat tinggal, dan menjadi tempat berpijak untuk
ekspansi global. Ketiga, Ethnic Affirmers, kamu diaspora yang mengacu pada
produk-produk asal mereka. Keempat, Marginals, kaum diaspora yang tidak
mempertimbangkan produk asal negara mereka dan membeli produk berdasarkan
performa fungsional. Berikut gambar lebih jelasnya:
21
Gambar 2.1 Tipe-tipe Diaspora
Sumber: https://hbr.org/2013/10/diaspora-marketing, 2013
Dari penjelasan tersebut, muncul indikasi dimana penduduk yang pergi ke
negara lain dan tinggal di sana tidak mendapatkan produk dan layanan sebagaimana
seperti yang didapatkan di daerah asal mereka. Hal ini terjadi karena ada faktor
geografis, yang menyebabkan perbedaan perilaku penduduk, tren, ketersediaan
sumber daya alam, dan budaya. Jarak yang terbentang serta rantai jalur pasokan
(supply chain) dari negara asal ke negara tempat diaspora itu tinggal pun menjadi
hambatan utama bagi Indonesia dalam usahanya memenuhi permintaan diaspora
tersebut. Namun jika hambatan tersebut dapat diatasi, para diaspora tersebut dapat
menjadi pasar potensial bagi para pelaku bisnis.
22
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, kegiatan pemasaran yang
dilakukan adalah memasarkan produk yang memang dibutuhkan oleh diaspora di
negara tempat mereka tinggal sekarang yang berasal dari negara asal. Customer value
yang dapat dibangun dari kegiatan pemasaran tersebut adalah menyediakan produk
atau layanan yang berasal dari negara asal di negara tempat para diaspora tinggal saat
ini, sehingga memenuhi kebutuhan mereka selaku diaspora.
2.2
Nilai Eksperiensial bagi Pelanggan
Schmitt (dalam Pramudita dan Japarianto, 2012) mendefinisikan experience
adalah kejadian-kejadian yang terjadi sebagai tanggapan stimulasi atau rangsangan,
contohnya sebagaimana diciptakan oleh usaha-usaha sebelum dan sesudah pembelian.
Experience seringkali merupakan hasil dari observasi langsung dan atau partisipasi
dari kegiatan-kegiatan, baik merupakan kenyataan, angan-angan, maupun virtual.
Dengan demikian seorang pemasar perlu menciptakan lingkungan dan pengaturan
yang tepat agar dapat menghasilkan customer experience yang diinginkan.
Brooks (dalam Senjaya, 2013) menjelaskan tentang 5 langkah yang harus
dilakukan perusahaan dalam membangun experience pelanggannya, yaitu:
a. Mengetahui keinginan pelanggan.
b. Proses dan sistem yang baik sehingga mampu memenuhi semua
ekspektasi pelanggan.
c. Buatlah pelanggan senang dan menikmati proses bertransaksi.
d. Buat pelanggan merasa "WOW".
23
e. Buat pelanggan berhasil dengan adanya transaksi tersebut.
Setelah menetapkan kemana pemasaran akan dilakukan serta nilai apa yang
akan ditawarkan dari kegiatan pemasaran tersebut, selanjutnya akan dicari tahu,
berdasarkan pengalaman hidup diaspora, apa yang mereka rasakan dan alami saat
tinggal jauh dari Indonesia.
2.3
Customer Insight
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap diaspora
Indonesia, ditemukan bahwa ternyata para diaspora tersebut mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan akan makanan khas Indonesia. Walaupun ada yang
menjual makanan Indonesia di negara mereka tinggal, ciri khas rasa yang berbeda
dengan masakan Indonesia asli membuat mereka tidak sepenuhnya puas. Selain itu,
harga yang terbilang mahal dan lokasi penjual yang jauh dari jangkauan menghambat
diaspora dalam memenuhi kebutuhan masakannya. Lalu terakhir, ditemukan juga
beberapa menu yang dirindukan oleh diaspora Indonesia, yaitu rendang, pempek, dan
sate (hasil data wawancara dilampirkan).
Selanjutnya, hal yang serupa juga ditemukan dari hasil observasi yang
dilakukan. Dapat dilihat dari banyaknya posting di media sosial Instagram, dengan
jumlah hastag #kangenmakananindonesia (180 post), #kangenindonesia (1.030 post),
#kangenindonesiafood
(15
Post),
#Indonesiafood
(79.951
#missingindonesianfood (79 post). Berikut gambar posting Instagram tersebut:
post),
24
Gambar 2.2 Posting Instagram Diaspora 1
Sumber: observasi penulis, 2016
Pada posting instagram diaspora 1 ini, menunjukkan mereka yang tinggal di luar
negeri (America dan Toronto). Begitu merasa kangen dengan makanan Indonesia,
mereka meminta teman di indonesia untuk membawakan sambal Bu Rudy dan ebi Bu
Rudy. Lalu, ada orang yang tinggal di Amerika merasa kangen dengan “spicy
Indonesia food” karena sangat sulit menemukan sambal. Ia mengakalinya dengan
membawa stock rendang rawit dari Jakarta. Terakhir, ada juga orang yang memposting merasa kangen dengan jajanan pasar seperti pastel, onde-onde, lumpia, kue
ku, kue pepe, namun ia hanya bisa mem-posting untuk mengungkapkan rasa
kangennya.
25
Gambar 2.3 Posting Instagram Diaspora 2
Sumber: observasi penulis, 2016
Pada posting instagram diaspora 2 ini, orang yang mem-posting mengutarakan rasa
rindu akan makanan Indonesia seperti sate ayam, gado-gado, pecel, mie ayam,
rending, ikan pitan, ketoprak, dan tempe yang tidak ditemukan di sana dan mereka
hanya dapat mem-posting dengan caption “rindu ini semua, pengen pulang”, “when
you miss your hometown especially all foods that your mother makes”, serta “aku
cinta tempeh aku cinta ketoprak aku cinta makanan Indonesia”.
26
Gambar 2.4 Posting Instagram Diaspora 3
Sumber: observasi penulis, 2016
Pada posting instagram diaspora 3 ini, gambar pertama berada di Penang dengan
memakan penang chendul, namun menurutnya cendol Indonesia lebih enak. Gambar
kedua merupakan posting orang Indonesia yang berada di Arab, sedang membuat nasi
kuning sendiri. Dan pada gambar ketiga, ada orang yang setelah pulang dari Turkey
langsung memakan soto, nasi uduk dengan ayam goreng, martabak keju, dan sate
ayam, menurutnya tetap makanan indonesia “is the best”.
27
Gambar 2.5 Posting Instagram Diaspora 4
Sumber: observasi penulis, 2016
Pada posting instagram diaspora 4 ini, mereka yang sudah tinggal di US tetap menilai
makanan Indonesia “the win” yaitu nasi goreng dengan sate. Dari kedua gambar
diatas mereka menemukan restoran Indonesia di Los Angeles yaitu Simpang Asia
dengan caption “I take my first dive into Indonesia food” dan “Indonesia cuisine is
the best”.
Observasi pun dilanjutkan kepada artis asal Indonesia yang datang kembali ke
Indonesia setelah tinggal lama di luar negeri, berikut apa yang mereka lakukan
setibanya di Indonesia:
28

Morgan Oey, saat syuting film selama belasan hari di Korea Selatan, merasa
kangen dengan makanan Indonesia. Saat kembali ke Indonesia, ia langsung
makan nasi padang, rendang, dan ayam pop.
Gambar 2.6 Hasil Observasi Artis Indonesia 1
Sumber: http://www.antaranews.com/berita/537240/syuting-di-korea-morgan-oeykangen-makanan-indonesia, 2015

Shanty, lama menetap di Hongkong bersama keluarganya. Selama tinggal
disana ia sangat merindukan makanan khas Indonesia. Saat ia ke Indonesia
untuk promosi lagu terbarunya, ia langsung mencari makanan kesukaannya,
yaitu bebek bengil.
Gambar 2.7 Hasil Observasi Artis Indonesia 2
Sumber: http://lifestyle.okezone.com/read/2015/12/29/298/1276954/balik-keindonesia-shanty-kangen-makanan-ini, 2015
29

Siti Nurhaliza, sering merasa kangen dengan masakan khas Indonesia, walau
ia asal Malaysia, namun menurutnya makanan Indonesia lebih enak. Masakan
Indonesia yang ia suka adalah nasi padang dan bakso. Walaupun masakan
tersebut tersedia di sana, namun ia menilai lebih enak masakan yang dibuat di
Indonesia.
Gambar 2.8 Hasil Observasi Artis Indonesia 3
Sumber: http://celebrity.okezone.com/read/2016/01/13/33/1286715/alasan-sitinurhaliza-selalu-kangen-indonesia, 2016

Julie Estelle, pergi ke Perancis untuk bertemu keluarganya, namun bertahan
disana paling lama 1 bulan. Dalam 1 minggu pertama, rasa rindu akan
masakan Indonesia mulai muncul. Karena itu, sebelum dilanda rasa kangen, ia
membawa beberapa makanan siap saji untuk dibawa kesana, salah satunya
adalah sambal Roa.
30
Gambar 2.9 Hasil Observasi Artis Indonesia 4
Sumber: http://www.jpnn.com/read/2016/01/27/353154/Di-Prancis,-Julie-EstellePasti-Cari-Makanan-Hot-Ini-, 2016

Siti KDI, sudah tinggal di Istanbul, Turki, selama 4 tahun. Ia pun merasa
kangen pulang ke Indonesia dan memakan makanan khas negara asalanya.
Gambar 2.10 Hasil Observasi Artis Indonesia 5
Sumber: http://showbiz.liputan6.com/read/2319617/kangen-makanan-indonesia-sitikdi-balik-dari-turki, 2015
31
Berikutnya, ditemukan juga pernyataan dari pakar kuliner Indonesia, William
Wongso, yang mengatakan bahwa masih banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh
pelaku bisnis restoran Indonesia di luar negeri. Beliau mengatakan bahwa mayoritas
resep makanan restoran-restoran tersebut disesuaikan dengan selera lokal, sehingga
tidak menciptakan cita rasa asli Indonesia. Menurut beliau, hal ini membuat makanan
Indonesia tidak mempunyai rasa otentik yang menjadi ciri khas. Beliau juga
mencontohkan masakan rendang yang jauh lebih enak bila santannya berasal dari
Indonesia, bukan Thailand. Selain dari segi cita rasa, beliau juga menyayangkan
lokasi resoran Indonesia di luar negeri yang belum berada di tempat-tempat strategis,
sehingga
terkesan
“tersembunyi”
atau
sulit
ditemukan
(sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/06/064001626/Kesalahan.Restoran.I
ndonesia.di.Luar.Negeri). Berikut rangkuman hasil observasi pada artis Indonesia di
atas:
Tabel 2.1 Insight Artis Indonesia
No
1
Artis
Morgan Oey
Negara
Korea
Berapa Lama
Belasan hari
Makanan yang dikangenin
Nasi padang, Rendang, Ayam
pop
2
Shanty
Hongkong
Menetap
Bebek Bengil
3
Siti Nurhaliza
Malaysia
Menetap
Nasi Padang dan Bakso
4
Julie Estelle
Prancis
Seminggu
Sambal Roa
5
Siti KDI
Istanbul Turki
4 tahun
Semua
Indonesia
Sumber: observasi penulis, 2016
makanan
khas
32
Setelah melakukan observasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Diaspora
Indonesia :
1. Dalam waktu satu minggu berada diluar negeri, sudah sangat merindukan
makanan asal negaranya Indonesia.
2. Makanan Indonesia sulit untuk ditemukan di luar negeri.
3. Tidak semua makanan Indonesia di luar negeri tersedia.
4. Makanan yang menyerupai masakan Indonesia, rasanya tidak seenak makanan
Indonesia asli.
5. Saat kangen makanan Indonesia, mereka meminta teman / kerabat yang ada di
Indonesia untuk membawakannya.
6. Hanya makanan-makanan kering dan tahan lama yang dapat dibawa ke luar
negeri.
7. Jajanan pasar yang tidak ada di luar negeri dan juga tidak dapat dibawa karena
tidak tahan lama.
8. Makanan yang biasa dirindukan adalah sate, rendang, padang, sambal, nasi
kuning, soto, dan martabak manis.
9. Restoran Indonesia disana tidak memiliki varian menu yang banyak, dan
harga yang relative mahal.
Dari sisi lain, yaitu harga, ternyata ditemukan bahwa harga msakan Indonesia
yang dijual di negara asing jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harganya saaat
dijual di Indonesia. Berikut data yang menjelaskan hal tersebut:
33
Tabel 2.2 Harga Makanan Indonesia yang Dijual di Luar Negeri
No
Jenis Makanan
Indonesia (Rp)
Luar Negeri (Rp)
1
Indomie
2.000 – 3.000
25.000
USA
2
Tempe
5.000 – 10.000
25.000
Jerman
3
Bakso
10.000
50.000
Singapore
4
Pisang Goreng
1.000-5.000
75.000
Belanda
5
Bika Ambon
23.000 – 28.000
130.000
Belanda
6
Sate Ayam
10.000 – 15.000
150.000
Inggris, Jerman
7
Nasi Goreng
10.000
110.000
USA
8
Soto Ayam
12.000 – 15.000
180.000
Belanda, Jerman
9
Gado-Gado
10.000 – 12.000
110.000
USA
Sumber: http://video.liputan6.com/global/6-makanan-indonesia-ini-dijual-mahal-diluar-negeri-2301342; https://www.brilio.net/news/tak-disangka-10-makanansederhana-indonesia-ini-mahal-di-luar-negeri-1508211.html, 2015
Selanjutnya, didapat data harga makanan Indonesia yang dijual di Simpang
Asia:
Gambar 2.11 Menu dan harga makanan Indonesia di Simpang Asia
Sumber: http://simpangasia.com/menu, 2015
34
Terlihat dari gambar di atas, harga makanan Indonesia yang dijual di Simpang
Asia terbilang jauh lebih mahal daripada harga makanan Indonesia yang dijual di
dalam negeri.
Selanjutnya, ditemukan artikel-artikel mengenai terbatasnya ketersediaan
masakan Indonesia di luar negeri. Meskipun rendang merupakan makanan paling
enak di dunia, nasi goreng di urutan kedua, serta sate Madura di urutan ke-19, namun
makanan Indonesia belum dikenal luas di USA. Menurut Dubes RI di USA, Dr. Dino
Patti Djalal, fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa restoran Indonesia juga
belum banyak ditemukan di USA, padahal USA merupakan surga tempat masakan
internasional,
baik
masakan
Barat
maupun
Timur
(http://news.detik.com/berita/2451497/ketika-masakan-indonesia-jadi-haute-cuisinedi-amerika), 2013).
Lalu di Jepang, makanan olahan Indonesia mempunyai peluang yang besar
dalam mendapat tempat di pasar Jepang. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat
Jepang untuk mencoba sesuatu yang baru dan cita rasa makanan Indonesia yang
memang cenderung cocok di lidah orang Jepang. Duber RI di Jepang, Yusron Ihza
Mahendra, menyatakan bahwa kunci untuk dapat lebih masuk ke pasar Jepang adalah
dengan merancang standarisasi produk, kontinuitas pasokan, jaringan hubungan dan
promosi yang baik. Beliau juga menambahkan saat ini kebutuhan pangan Jepang baru
bisa dipenuhi oleh negaranya sendiri sebesar 60%, sehingga 40% sisanya masih
impor. Hal ini tentu merupakan peluang bagi produk makanan Indonesia di Jepang
35
(http://kbritokyo.jp/berita/japan-food-expo-2015-makanan-olahan-indonesiaberpeluang-di-pasar-jepang/, 2015).
Melihat dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan customer insight
yang diperoleh adalah sebagai berikut, dijelaskan dengan menggunakan pendekatan
bauran pemasaran:
Tabel 2.3 Kesimpulan Customer Insight dengan Pendekatan Bauran Pemasaran
No
Bauran Pemasaran
Penjelasan
(Marketing Mix)
1
Product

Makanan Indonesia sulit ditemukan di luar negeri.

Makanan Indonesia yang ada di luar negeri tidak
memiliki cita rasa seperti yang asli dari Indonesia.
2
Price

Harga makanan Indonesia yang dijual di luar negeri
terbilang sangat mahal.
3
Place

Restoran yang menyediakan maskaan Indonesia berada
di tempat yang “tersembunyi” atau jauh dari keramaian.
4
Promotion

Belum dikenal luasnya rendang, nasi goreng, dan satay
yang merupakan 3 menu masakan Indonesia yang
masuk nominasi CNN, mengindikasikan belum adanya
sistem promosi untuk memasarkan makanan-makanan
tersebut.
Sumber: penulis, 2016
36
Disimpulkan dari tabel di atas, bahwa salah satu aspek kebutuhan sehari-hari
yang masih belum bisa dipenuhi menurut diaspora Indonesia adalah terbatasnya
ketersediaan makanan khas Indonesia di luar negeri. Sehingga perlu disediakannya
makanan khas Indonesia yang awet, higienis, sehat,dan terjangkau dari segi harga,
serta didukung oleh sistem promosi yang baik. Jika hal tersebut dapat diaplikasikan
dengan baik, maka para diaspora akan mendapatkan experience mengkonsumsi
makanan khas Indonesia, dan dengan kata lain, kebutuhan para diaspora akan
makanan khas Indonesia akan terpenuhi.
2.4
Inovasi Teknologi Pengawetan Makanan
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, pangan merupakan salah
satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Penyediaan
pangan tersebut berpacu dengan upaya pemenuhan jumlah dan mutu, termasuk
didalamnya keamanan, sehingga penggunaan berbagai metode atau teknologi
memerlukan kehati-hatian dan ketepatan. Salah satu teknologi teknik pengawetan
makan yang terbaru adalah teknik iradiasi. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran
terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk
mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan dari
jasad renik pathogen. Iradiasi pangan dapat disebut juga sebagai pasteurisasi
elektronik atau pasteurisasi dingin. Seperti halnya pasteurisasi tradisional, iradiasi
pangan dapat meningkatkan keamanan pangan tanpa terjadinya perubahan sifat dari
37
mentah
menjadi
matang
(http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/161/Pangan-Iradiasi--alternatif-yang-menjanjikan.html, 2006).
Penggunaan radiasi pengion untuk pengawetam pangan awalnya dikaji oleh
Minsch dari Jerman pada tahun 1896, bersamaan dengan Becquerel yang menemukan
radioaktivitas, setahun setelah von Roentgen menemukan sinar-X tahun 1895.
Iradiasi pangan merupakan proses yang aman dan telah disetujui oleh lebih kurang 50
negara di dunia dan telah diterapkan secara komersial selama puluhan tahun di USA,
Jepang, dan beberapa negara di Eropa. Proses iradiasi dilaksanakan dengan
melewatkan/pemaparn pangan (baik yang dikemas maupun curah) pada radiasi
ionisasi dalam jumlah dan waktu yang terkontrol untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Disamping untuk alasan keamanan pangan, iradiasi juga dapat
dimanfaatkan untuk menunda pematangan beberapa jenis buah-buahan dan sayuran
dengan perubahan proses fisiologi jaringan tanaman serta untuk menghambat
pertunasan dari umbi-umbian. Proses ini tidak akan meningkatkan tingkat
radioaktivitas pangan. Gelombang energy yang dilepas selama proses dapat
mencegah pembelahan mikroorganisme penyebab pembusukan pangan seperti bakteri
dan
jamur
melalui
perubahan
struktur
molekul
(http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/161/Pangan-Iradiasi--alternatif-yang-menjanjikan.html, 2006).
Penetapan ketentuan tentang pangan iradiasi di berbagai negara di dunia
dipengaruhi oleh penetapan standar dunia tentang pangan iradiasi pada tahun 1983.
Standar ditetapkan oleh Codex Aimentarius Commission (CAC), suatu badan
38
gabungan antara Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health
Organization (WHO). Standar ini dijadikan acuan internasional dalam melaksanakan
proses iradiasi dan perdagangan pangan iradiasi. Kecenderungan dunia menggunakan
teknik radiasi terus meningkat karena adanya keuntungan yang diperoleh antara lain
tersediannya pangan yang bebas dari serangan (infestasi) serangga, kontaminasi dan
pembusukan, pencegahan penyakit karena pangan, dan pertumbuhan perdagangan
pangan yang harus memenuhi standar impor dalam hal mutu dan karantina. Iradiasi
pangan memberikan keuntungan praktis jika diterapkan sesuai dengan system
penanganan dan dengan distribusi pangan yang aman.
Dan dengan semakin ketatnya larangan penggunaan insektisida kimia untuk
mengendalikan serangga dan mikroba dalam pangan, maka iradiasi merupakan
alternative yang efektif untuk melindungi pangan dari kerusakan akibat serangga
serta sebgai tindakan karantina untuk produk pangan segar. Sebagai contoh USA dan
Jepang, negara yang melarang importisasi buah yang mengandung bahan kimia
karena dianggap berbahaya bagi kesehatan, menjadi hambatan yang bisa diatasi
karena
adanya
proses
iradiasi.
(http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/161/Pangan-Iradiasi--alternatif-yang-menjanjikan.html, 2006).
Dari penjelasan di atas, maka dirumuskanlah kesimpulan berupa tabel sebagai
berikut:
39
Tabel 2.4 Profil Teknik Pengawetan Iradiasi
No.
1
2
3
Aspek
Prinsip pengawetan
Penjelasan
Membunuh bakteri dan
jamur
penyebab
pembusukan makanan
Persyaratan legalitas iradiasi Codex
Aimentarius
Commission
(CAC),
gabungan dari Food and
Agriculture Organization
(FAO) dan World Health
Organization (WHO)
Prospek pengembangan
Alternatif
yang
teknik iradiasi kedepannya
menjanjikan
untuk
pengawetan makanan
Sumber: penulis, 2016
Implikasi
Makanan akan awet
hingga 2 bulan atau 1,5
tahun lebih lama
Praktek
penggunaan
iradiasi
terjaga
kualitasnya
serta
keamanannya
karena
memiliki
standar
internasional
Diperlukan model bisnis
yang
sesuai
untuk
tujuan komersialisasi
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari segi fungsi, teknik iradiasi
dapat dipergunkaan untuk membuat makanan lebih awet dann sehat. Dari segi
legalitas, teknik iradiasi telah diatur oleh badan internasional yang terkait, sehingga
kualitas dan keamanannya terjamin. Dari segi prospek kedepannya, teknik iradiasi
dapat dikomersialisasikan, namun perlu didukung oleh model bisnis yang sesuai.
2.5
Prospek Kemitraan dengan BATAN
Di Indonesia sendiri, proses iradiasi juga mulai dikenal. Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) sedang mengajukan uji toksisitas serta mendapatkan izin dari
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berbagai jenis makanan siap saji
hasil radiasi, seperti dodol, rendang, dan nugget. Makanan yang dipapar oleh proses
iradiasi yang mampu bertahan berbulan-bulan tersebut dibutuhkan untuk keperluan
40
militer, bantuan bencana alam, penjualan di supermarket, ekspor usaha kecilmenengah, hingga untuk keperluan catering di angkutan udara dan laut. BATAN
sebelumnya memang sudah merilis berbagai bahan pangan hasil radiasi, seperti
rempah-rempah, jamu, ikan asin, hingga udang beku dan telah dimanfaatkan di
pasaran. Selain itu, peran proses iradiasi makanan ini juga dimanfaatkan oleh
BATAN untuk mengirim bantuan ikan pepes untuk para korban bencana tsunami di
Aceh. Jenis radiasi yang digunakan untuk pengawetan makanan bersifat gelombang
elektromagnetik yang tak menyebabkan makanan tersebut menjadi tercemar
radioaktif. Selain Aceh, BATAN juga memanfaatkan proses iradiasi ini untuk
mengirim bantuan bencana gempa di Nepal April 2015 silam. Aktivitas yang
dilakukan BATAN ini membuat International Atomic Energy Agency (IAEA) atau
Badan Tenaga Atom International memberikan apresiasi kepada BATAN. Bantuan
yang diberikan berupa sekitar 80 bungkus rendang dan semur hasil radiasi.
Di Indonesia, pemerintah telah memberikan izin penggunaan teknik iradiasi
pangan untuk tujuan komersial yang dijabarkan dalam peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 701/MENKES/PER/VIII/2009 (http://pipimm.or.id/view.php?view=1&id=32,
2009) yang sekaligus menggantikan peraturan pangan iradiasi sebelumnya. Secara
teknis, aplikasi teknologi radiasi untuk jenis pangan olahan siap saji masih terbatas,
dan sampai saat ini belum diimplementasikan secara komersial di Indonesia.
Penyebaran informasi kepada masyarakat tentang aplikasi teknologi iradiasi
khususnya pada produk pangan masih perlu dilaksanakan secara intensif, sehingga
dapat lebih dimanfaatkan untuk beberapa keperluan, khususnya peningkatan
keamanan dan ketahanan pangan. Tentunya komersialisasi proses iradiasi makanan
41
sangat diperlukan di Indonesia, melihat masih terjadinya fenomena kehilangan atau
kerusakan komoditi dalam proses penyimpanannya, yang disebabkan oleh serangga
gudang, mikroba pembusuk, proses enzimatik, dan lain-lain.
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan penduduk Indonesia mengenai
teknik iradiasi makanan merupakan salah satu agenda Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN), selaku badan yang berwenang melakukan kegiatan penyinaran radiasi
pada makanan.
Gambar 2.12 Logo Badan Tenaga Nuklir Nasional
Sumber: batan.go.id (2016)
Sesuai dengan UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran dan Keppres RI
No. 64/2005, BATAN ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen,
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh
seorang Kepala, yaitu Prof. Dr. Djarot Sulistyo Wisnubroto, dan dikoordinasikan oleh
Mentrei Negara Riset dan Teknologi. Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga
nuklir sesuai ketentuan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
melaksanakan tugas, BATAN menyelenggarakan fungsi:
42

Pengkaijan dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.

Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang
penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir.

Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hokum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Ada pun visi dan misi BATAN adalah sebagai berikut:
Visi:
BATAN Unggul di tingkat regional, berperan dalam percepatan kesejahteraan
menuju kemandirian bangsa.
Misi:
1. Merumuskan kebijakan dan strategi nasional iptek nuklir.
2. Mengembangkan iptek nuklir yang handal, berkelanjutan, dan bermanfaat
bagi masyarakat.
3. Memperkuat peran BATAN sebagai pemimpin di tingkat regional, dan
berperan aktif secara internasional.
4. Melaksanakan layanan prima pemanfaatan iptek nuklir demi kepuasan
pemangku kepentingan.
5. Melaksanakan diseminasi iptek nuklir dengan menekankan pada asas
kemanfaatan, keselamatan, dan keamanan.
43
Salah satu unit aktivitas BATAN adalah melakukan penelitian iradiasi pada
pangan:
Gambar 2.13 Unit Iradiasi Pangan di BATAN
Sumber: observasi penulis, 2016
Ketika Melakukan Observasi, pihak BATAN memberikan sampel makanan
hasil iradiasi untuk dimakan, yaitu rendang dan semur daging:
Gambar 2.14 Contoh Makanan Hasil Iradiasi
Sumber: observasi penulis, 2016
44
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan, pengadaan makanan
untuk para diaspora Indonesia akan ditunjang dengan teknik iradiasi makanan,
dimana implementasinya bekerjasama dengan BATAN. Dengan kata lain, Timun
Mas memposisikan diri sebagai model bisnis yang sesuai untuk mendayagunakan
teknologi pengawetan makanan yang dimiliki oleh BATAN.
2.6
Kuliner Indonesia dan Kaitannya dengan Pariwisata
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, kesuksesan industri kuliner
juga ditunjang dari aspek kepariwisataan. Penelitian menunjukkan bahwa wisatawan
menghabiskan hampir 40% dari anggaran mereka pada makanan saat bepergian
(Boyne, Williams, dan Hall, 2002). Ada juga yang mengatakan bahwa 50% dari
pendapatan restoran dihasilkan oleh wisatawan (Graziani, 2003). Sehingga dapat
disimpulkan, memang terdapat simbiosis antara kuliner dan pariwisata, yang dimana
bisa disebut juga sebagai destination marketing (Pike dan Page, 2014). Hal ini yang
akan diimplementasikan oleh Timun Mas.
Definisi destination marketing penting untuk dipahami dengan cara melihat
istilah destination dan marketing secara terpisah terlebih dahulu. Kata destination
(tujuan) merupakan tempat yang ditetapkan untuk sebuah perjalanan yang dinginkan
oleh turis, dan marketing (pemasaran) merupakan proses berkelanjutan dari aktivitas
pemenuhan kebutuhan dan keinginan melalui sebuah pertukaran. Jika kita
menggabungkan kedua istilah ini, kita dapat mengatakan bahwa destination
45
marketing merupakan proses yang berkelanjutan dalam mengidentifikasi kebutuhan
dan keinginan para wisatawan yang ingin melakukan perjalanan (Sharma, 2013).
Dengan pengimplementasian destination marketing ini, diharapkan 2 hal ini
akan terwujud, yaitu:

WNI pergi keluar negeri
Selama ini, WNI memang sudah sering pergi keluar negeri dengan berbagai
jenis kepentingan, mulai dari kerja, belajar, dan liburan. Dengan mengaplikasikan
destination marketing pada Timun Mas, WNI yang ingin pergi keluar negeri akan
lebih mudah bertemu dengan masakan khas Indonesia. Tidak akan ada lagi WNI yang
sulit menemukan masakan khas Indonesia saat mereka berpergian keluar negeri.

WNA datang ke Indonesia
Tersedianya masakan khas Indonesia, selain diperuntukkan untuk WNI yang
tinggal di Negara asing, juga untuk ditawarkan kepada WNA. Diharapkan dari hal
tersebut, WNA akan merasa puas ketika mencicipi masakan khas Indonesia.
Kepuasan tersebut akan membuat WNA untuk tertarik pergi ke Indonesia untuk
mencari tahu asal daerah dari makanan yang ia makan. Sehingga meningkatkan
pendapatan Negara dari sektor pariwisata.
2.7
Value Proposition
Salah satu elemen dari 9 building block ialah value proposition yang
didefisikan sebagai seberapa jauh produk atau layanan yang ditawarkan mempunyai
nilai yang tinggi menurut target pelanggannya (Osterwalder dan Pigneur, 2010:22).
46
Dengan kata lain seberapa jauh perusahaan dapat menawarkan produk atau layanan
yang berbeda dengan para pesaingnya. Tidak hanya berbeda tapi juga mempunyai
nilai tinggi atau disukai oleh konsumen.
Value proporsitions yang nanti akan dijelaskan didapat dari ide bisnis yng
dirangkum menggunakan prinsip 5W1H, yaitu what, where, when, why, how
(Kipling, 2015), sebagai berikut:

What: Timun Mas menawarkan produk masakan khas Indonesia yang melalui
proses iradiasi kepada para WNI yang tinggal di Negara asing menggunakan
bahan asli asal Indonesia.

Where: Timun Mas menawarkan produknya kepada para WNI yang tinggal di
Negara asing, sehingga memiliki basis di Negara-negara tujuan.

When: Timun Mas memiliki rencana untuk membuka operasi bisnisnya pada
tahun 2017.

Why: Timun Mas menawarkan produk masakan khas Indonesia kepada para
WNI yang tinggal di Negara asing untuk memenuhi rasa rindu WNI atas
masakan khas Indonesia.

How: Timun Mas menawarkan produk masakan khas Indonesia kepada para
WNI yang tinggal di Negara asing dengan cara bekerjasama dengan BATAN,
KBRI, Menteri Perdagangan, Menteri Kepariwisataan, serta Partner logistic
yang terpercaya.
47
Dengan demikian, disimpulkan bahwa value proposition yang diberikan oleh
Timun Mas adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan makanan “ready to eat” yang sehat, halal, dan higienis
menggunakan teknik pengawetan iradiasi.
2. Menyediakan makanan khas asli Indonesia untuk memenuhi rasa rindu para
diaspora Indonesia akan masakan Indonesia.
3. Mengasosiasikan
budaya
makanan
Indonesia
dengan
kepariwisataan
Indonesia sebagai satu ikatan elemen pemasaran.
2.7.1 Customer-Value Hierarchy
Produk merupakan elemen kunci dari penawaran untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen. Delam hal ini, pengertian produk tidak hanya berbentuk
fisik, tapi produk diartikan secara luas, bisa berupa jasa manusia, organisasi,
ide/gagasan, atau tempat. Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari
produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas perusahaan serta daya beli pasar. Dalam melakukan sebuah
penawaran, seorang pemasar perlu memahami tingkatan sebuah produk. Setiap
tingkatan produk memiliki nilai tambah bagi pelanggannya yang dapat membentuk
hierarki nilai pelanggan (customer value hierarchy). Menurut Kotler (2011:29)
terdapat 5 level produk, yaitu:
48
1. Manfaat inti (core benefit) merupakan tingkatan yang paling dasar, yaitu
manfaat atas jasa yang sebenarnya dibeli oleh pelanggan.
2. Produk dasar (basic product) merupakan versi dasar dari produk atau manfaat
umum dari produk yang dikonsumsi.
3. Produk yang diharapkan (expected product) merupakan seperangkat atribut
atau kondisi minimal yang diharapkan pembeli ketika membeli suatu produk.
4. Produk yang ditingkatkan (augmented product) merupakan produk yang
memiliki manfaat tambahan yang lebih daripada expected product atau yang
melampaui harapan pelanggan.
5. Calon produk (potetial product) merupakan keseluruhan penyempurnaan dan
perubahan yang mungkin dialami sebuah produk kemudian hari. Produk
potensial menekankan pada evolusi dimana perusahaan mencari cara-cara
baru yang agresif untuk memuaskan dan membedakan tawaran pesaing.
Gambar 2.17 Customer Value Hierarchy
Sumber: Kotler, 2011
49
Berdasarkan customer-value hierarchy dari Kotler, dibentuklah susunan nilainilai apa saja yang akan diberikan oleh Timun Mas dari produk yang ditawarkan,
yaitu:
1. Core benefit
Core benefit dari Timun Mas adalah menyediakan makanan otentik Indonesia
yang sehat dan higienis.
2. Basic product
Basic Product dari Timun Mas adalah menyediakan makanan dalam kemasan
yang telah diawetkan dengan teknik iradiasi.
3. Expected product
Expected product dari Timun Mas adalah makanan otentik Indonesia yang
siap saji yang mudah untuk didapat dan dijual dengan harga yang terjangkau.
4. Augmented product
Augmented product dari Timun Mas adalah desain kemasan yang menarik dan
inovatif, menceritakan keindahan alam dan budaya daerah dimana makanan
tersebut dibuat.
5. Potential product
Potential product dari Timun Mas adalah makanan yang siap untuk dimakan
dibuat secara langsung di Indonesia oleh ahlinya berdasarkan permintaan
pelanggan (by request), secara offline di outlet khusus dan dihadirkan secara
orisinil.
50
2.7.2 Segmenting, Targeting, dan Positioning
Menurut Kotler (2008:46), dalam upaya untuk mendapatkan kepuasan
konsumen ditengah persaingan, perusahaan harus mengerti terlebih dahulu apa
kebutuhan dan keinginan konsumennya. Sebuah perusahaan menyadari bahwa
perusahaan tidak dapat memenuhi keinginan konsumen dengan sempurna dan dapat
menciptakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga perlu diadakannya
pemetaan target pasar yang akan dibidik oleh perusahaan. Proses ini disebut market
segmentation, market targeting, market positioning, dan differentiation.
Segmentasi pasar dapat diartikan sebagai proses mengelompokkan pasar
keseluruhan yang heterogen menjadi kelompok-kelompok atau segmen-segmen yang
memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan, keinginan, perilaku dan/atau respon
terhadap
program
pemasaran
spesifik
(Tjiptono
dan Chandra,
2012:150).
Segementasi pasar merupakan strategi yang sangat penting dalam mengembangkan
program pemasaran. Dengan segmentasi pasar, diharapakan usaha-usaha pemasaran
yang dilakukan perusahaan dapat mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien. Sependapat dengan Tjiptono dan Chandra, Kasali (dalam Setiadi, 2010:384)
juga mendefinisikan segmentasi sebagai proses mengkotak-kotakkan pasar yang
heterogen ke dalam pelanggan potensial yang memiliki kesamaan kebutuhan dan atau
kesamaan karakter yang memiiki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:46), pembagian segementasi terbagi menjadi 4
jenis, yaitu:
1. Geografis
51
Segmentasi secara geografis adalah membagi keseluruhan pasar menjadi
kelompok yang homogeny berdasarkan lokasi. Lokasi geografis tidak
menjamin bahwa semua konsumen dilokasi tersebut mempunyai keputusan
pembelian
yang
sama,
namun
pendekatan
ini
dapat
membantun
mengidentifikasi secara umum akan kebutuhan konsumen di suatu lokasi.
2. Demografis
Segementasi secara geografis terbagi menjadi:

Usia: kebutuhan dan keinginan berubah seiiring usia.

Jenis kelamin: membagi pasar sesuai jenis kelamin.

Pendapatan: membagi pasar sesuai kelom
3. Psikografis
Membagi pasar berdasarkan pengetahuan konsumen, sikap, dan respon
terhadap sebuah produk.
Setelah proses segmentasi pasar dilakukan, hal yang harus dilakukan
perusahaan selanjutnya adalah menrgetkan siapa konsumennya, disebut juga pasar
sasaran atau market targeting. Menurut Tjiptono dan Chandra (2012:162), pasar
sasaran adalah proses mengevaluasi dan memilih satu atau beberapa segmen pasar
yang dinilai paling menarik untuk dilayani dengan program pemasaran spesifik
perusahaan. Sedangkan menurut Daryanto (2011:42), pasar sasaran adalah proses
mengevaluasi daya tarik segmen pasar dan memilih satu atau beberapa segmen untuk
dimasuki. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa targeting adalah
52
kegiatan dimana perusahaan memilih segmen pasar untuk dimasuki dan kemudian
perusahaan dapat menentukan lebih spesifik yang akan dituju.
Menurut Tjiptono dan Chandra (2012:154), terdapat 5 alternatif dalam
memilih pasar sasaran, yaitu:
1. Single-Segment Concentration
Perusahaan
memilih
satu
segmen
pasar
tunggal,
dengan
sejumlah
pertimbangan, misalnya keterbatasan dana yang dimiliki perusahan, adanya
peluang pasar dalam segmen bersangkutan yang belum banyak digarap atau
bahkan diabaikan pesaing, atau perusahaan menganggap segmen tersebut
merupakan segmen yang paling tepat sebagai landasan untuk ekspansi ke
segmen lainnya.
2. Selective Specialization
Dalam strategi ini, perusahaan memilih sejumlah segmen pasar yang atraktif
dan sesuai dengan tujuan dan sumber daya yang dimiliki.
3. Market Specialization
Dalam strategi ini, perusahaan berspesialisasi pada upaya melayani berbagai
kebutuhan dari suatu kelompok pelanggan tertentu.
4. Product Specialization
Dalam spesialisasi produk, perusahaan memusatkan diri pada produk atau jasa
tertentu yang akan dijual kepada berbagai segmen pasar.
5. Full Market Coverage
Dalam strategi ini, perusahaan berusaha melayani semua kelompok pelanggan
dengan semua produk yang mungkin mereka butuhkan. Umumnya hanya
53
perusahaan besar yang sanggup menerapkan strategi ini, karena dibutuhkan
sumber daya yang sangat besar.
Dari penjelasan di atas, Timun Mas memilih market specialization sebagai alternatif
dalam memilih pasar sasaran, karena yang dibidik adalah pasar diaspora Indonesia di
luar negeri.
Setelah melakukan segmentasi dan targeting, perusahaan harus menentukan
posisi produk yang dijual dengan jelas, tepat, dan berbeda untuk bersaing dipikiran
target konsumen. Hal ini disebut juga positioning. Positioning merupakan cara
pemasar menanamkan citra, persepsi, dan imajinasi atas produk yang ditawarkan
kepada konsumen melalui proses komunikasi. Positioning tidak sama dengan
segmentasi. Dengan kata lain, positioning bukan menempatkan produk untuk
kelompok tertentu, tetapi berusaha menanmkan citra produk di benak konsumen pada
segmen yang telah dipilih. Positioning berhubungan dengan bagaimana memainkan
komunikasi agar dalam benak konsumen tertanam suatu citra tertentu. Menurut Hasan
(2008:200), positioning adalah penempatan sebuah merek di bagian pasar, dimana
merek tersebut akan mendapatkan sambutan positif dibandingkan dengan produkproduk lainnya. Begitu juga dengan Kotler (2008:408), yang mendefinisikan
positioning sebagai tindakan merancang produk, dan bauran pemasaran agar dapat
tercipta kesan tertentu di ingatan konsumen. Dalam memasarkan produk kepada
konsumen yang dituju, perusahaan sebelumnya harus menyusun strategi penempatan
produk. Terdapat 5 jenis metode penempatan produk (Kotler, 2008,410), yaitu:
1. Penempatan berdasarkan atribut.
54
Perusahaan memposisikan diri menurut atribut, seperti ukuran, lama
keberadaannya perusahaan.
2. Penempatan berdasarkan manfaat.
Produk diposisikan sebagai pemimpin berdasarkan manfaat tertentu.
3. Penempatan berdasarkan penggunaan/penerapan
Memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan atau
penerapan.
4. Penempatan berdasarkan pemakai
Produk diposisikan sebagai pilihan terbaik untuk kelompok pemakai tertentu.
5. Penempatan berdasarkan mutu/harga
Produk diposisikan sebagai produk yang memiliki nilai jual dan kualitas
terbaik.
Dari penjelasan di atas, maka dirumuskan lah segmenting, targeting, dan positioning
dari Timun Mas, yaitu sebagai berikut:

Segmenting
Segmen pasar Timun Mas secara demografis adalah Warga Negara Indonesia,
pria maupun wanita, berumur 11 tahun – 65 tahun. Secara geografis, Warga
Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar Indonesia.

Targeting
Pasar sasaran dari Timun Mas adalah Warga Negara Indonesia, pria maupun
wanita, berumur 11 tahun – 65 tahun, kelas ekonomi menengah ke atas, dan
55
bertempat tinggal di luar Indonesia, yang memiliki rasa rindu terhadap
makanan khas Indonesia.

Positioning
Penempatan posisi Timun Mas di pasar adalah sebagai penyedia makanan
pemenuh kebutuhan diaspora yang cinta akan makanan asli khas Indonesia
yang ditunajang dengan teknik iradiasi.
2.7.3 Porter’s 5 Forces Analysis
Analisa 5 Forces Porter merupakan sebuah kerangka kerja untuk analisis
industri dan pengembangan strategi bisnis yang dikembangkan oleh Michael E.
Porter di Harvard Business School pada tahun 2009. Analisa ini menggunakan
konsep-konsep yang dikembangkan dalam salah satu bidang ekonomi, yaitu
industrial organization, untuk mendapatkan 5 kekuatan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan intensitas persaingan dan daya tarik pasar.
56
Gambar 2.18 Analisis 5 Forces Porter
Sumber: Porter, 2008
Porter menghubungkan kekuatan-kekuatan ini sebagai lingkungan mikro dimana
terdiri dari kekuatan-kekuatan yang begitu dekat dengan perusahaan dan
mempengaruhi kemampuan perusahaan tersebut dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Perubahan yang terjadi pada
kekuatan tersebut membuat sebuah perusahaan harus menilai ulang pasar. Berikut
penjelasan komponen-komponen didalam analisis 5 Force Porter (Porter, 2008):

Threat of a new entrants
Pasar yang menguntungkan dapat menarik perhatian perusahaan untuk masuk
ke dalamnya. Hal tersebut dapat mempengaruhi keuntungan dari perusahaan
yang telah lebih dahulu berada di pasar. Jika perusahaan baru yang masuk
tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi penurunan keuntungan dan
pangsa pasar dari perusahaan yang telah ada sebelumnya tersebut,
57
menyesuaikan dengan ketatnya persaingan yang terjadi. Selain itu juga akan
mempengaruhi persaingan harga yang ada. Berikut kriteria-kriteria yang
berlaku
(http://strategiccfo.com/wikicfo/threat-of-new-entrants-one-of-
porters-five-forces, 2016):
Threat of a new entrants tinggi ketika:
o Profitabilitas tidak memerlukan skala ekonomi.
o Produk-produk tidak terdiferensiasi.
o Nama-nama merk yang beredar tidak terkenal.
o Investasi modal awal yang rendah.
o Beban konsumen untuk beralih merk rendah.
o Saluran distribusi mudah diakses.
o Lokasi bukan merupakan sesuatu yang penting.
o Kepemilikian atas suatu teknologi bukan merupakan sesuatu yang
penting.
o Kepemilikian atas suatu bahan baku tertentu bukan merupakan sesuatu
yang penting.
o Kebijakan pemerintah bukan merupakan sesuatu yang penting.
Threat of a new entrants rendah ketika:
o Profitabilitas memerlukan skala ekonomi.
o Produk-produk terdiferensiasi.
o Nama-nama merk yang beredar terkenal.
o Investasi modal awal yang tinggi.
58
o Beban konsumen untuk beralih merk tinggi.
o Saluran distribusi sulit diakses.
o Lokasi merupakan sesuatu yang penting.
o Kepemilikian atas suatu teknologi merupakan sesuatu yang penting.
o Kepemilikian atas suatu bahan baku tertenu merupakan sesuatu yang
penting.
o Kebijakan pemerintah merupakan sesuatu yang penting.

Rivalry among existing competitors
Bagi banyak pelaku industri, ini merupakan faktor utama persaingan dalam
industri. Persaingan dapat terjadi di luar faktor harga, seperti inovasi,
pemasaran, dan sebagainya. Kuatnya persaingan yang ada dapat mendorong
penurunan harga dan pihak yang akan diuntungkan dari situasi tersebut adalah
pelanggan. Kriteria dalam menentukan ketat atau tidaknya persaingan dalam
suatu
industri
adalah
(http://valuationacademy.com/competitive-rivalry-
among-existing-firms, 2016):
Rivalry among existing competitors tinggi ketika:
o Jumlah perusahaan yang ada di dalam industri banyak.
o Laju pertumbuhan industri cepat.
o Tingkat biaya tetap atau biaya penyimpanan barang di industri tinggi.
o Perusahaan sulit keluar dari industri.
59
Rivalry among existing competitors rendah ketika:
o Jumlah perusahaan yang ada di dalam industri sedikit.
o Laju pertumbuhan industri lambat.
o Tingkat biaya tetap atau biaya penyimpanan barang di industri rendah.
o Perusahaan mudah keluar dari industri.

Threat of substitute products or services
Keberadaan produk pengganti akan memberikan pelanggan lebih banyak
pilihan atau pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli sebuah
produk dan tentunya dapat mengurangi pangsa pasar perusahaan. Berikut
kriteria-kriteria
yang
berlaku
(http://strategiccfo.com/wikicfo/threat-of-
substitutes-one-of-porters-five-forces, 2016):
Threat of substitute products or services tinggi ketika:
o Beban konsumen untuk beralih merk rendah.
o Produk pengganti lebih murah daripada produk industri.
o Kualitas produk pengganti setara atau lebih unggul daripada kualitas
produk industri.
o Performa produk pengganti setara atau lebih unggul daripada performa
produk industri.
Threat of substitute products or services rendah ketika:
o Beban konsumen untuk beralih merk tinggi.
o Produk pengganti lebih mahal daripada produk industri.
60
o Kualitas produk pengganti berada di bawah kualitas produk industri.
o Performa produk pengganti berada di bawah performa produk industri.
o Tidak tersedianya produk pengganti.

Bargaining power of suppliers
Dapat digunakan sebagai input dari pasar. Penyedia bahan mentah,
komponen-komponen
pekerja,
dan
layanan
(keahlian
tertentu)
bagi
perusahaan dapat menjadi sumber kekuatan yang mempengaruhi perusahaan
tersebut. Pemasok yang memiliki pengaruh yang kuat dapat melakukan upaya
untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari rekan bisnisnya,
yang mana tidak memiliki pilihan lain dan terpaksa mengikuti harga yang
diminta atau harus meninggalkan usaha tersebut. Berikut kriteria-kriterianya
(http://strategiccfo.com/wikicfo/supplier-power-one-of-porters-five-forces/,
2016):
Bargaining power of suppliers tinggi ketika:
o Jumlah pemasok sedikit, jumlah pembeli banyak.
o Beban pembeli untuk berpindah ke pemasok lain tinggi.
o Pemasok mudah melakukan integrasi ke depan (forward integration).
o Pembeli tidak sensitif terhadap harga dan tidak memiliki pengetahuan
mengenai produk.
o Produk dari pemasok terdiferensiasi.
o Pembeli membeli ke pemasok dengan volume yang kecil.
61
o Tidak tersedianya barang substitusi.
Bargaining power of suppliers rendah ketika:
o Jumlah pemasok banyak, jumlah pembeli sedikit.
o Beban pembeli untuk berpindah ke pemasok lain rendah.
o Pemasok sulit melakukan integrasi ke depan (forward integration).
o Pembeli sensitif terhadap harga dan memiliki pengetahuan mengenai
produk.
o Produk dari pemasok tidak terdiferensiasi.
o Pembeli membeli ke pemasok dengan volume yang besar.
o Tersedianya barang substitusi.

Bargaining power of buyers
Digambarkan sebagai output pasar. Kemampuan dari pelanggan untuk
mempengaruhi perusahaan. Sama halnya sepeti kekuatan pemasok, pelanggan
yang memiliki pengaruh yang dapat menekan perusahaan untuk memberikan
potongan harga yang tinggi dan jika perusahaan tidak memiliki alternatif
pelanggan yang lain maka secara terpaksa perusahaan harus menuruti
permintaan tersebut.
Bargaining power of buyers tinggi ketika:
o Pembeli lebih sedikit daripada penjual
o Beban pembeli untuk berpindah merek rendah.
62
o Pembeli mudah melakukan integrasi ke belakang (backward
integration).
o Pembeli sensitif terhadap harga.
o Pembeli memiliki pengetahuan mengenai produk.
o Pembeli membeli produk dalam volume yang besar.
o Produk yang ada tidak terdiferensiasi.
o Tersedianya barang substitusi.
Bargaining power of buyers rendah ketika:
o Pembeli lebih banyak daripada penjual.
o Beban pembeli untuk berpindah merek tinggi.
o Pembeli sulit melakukan integrasi ke belakang (backward integration).
o Pembeli tidak sensitif terhadap harga.
o Pembeli tidak memiliki pengetahuan mengenai produk.
o Pembeli membeli produk dalam volume yang kecil.
o Produk yang ada terdiferensiasi.
o Tidak tersedianya barang substitusi.
Dari penjelasan dan kriteria-kriteria tersebut, maka dibentuk lah analisis 5 Force
Porter dari industri kuliner khas Indonesia di luar negeri, yaitu sebagai berikut:
63

Threat of a new entrants (low)
Potensi pesaing baru untuk memasuki pasar kuliner khas Indonesia di luar
negeri rendah, melihat dari hasil analisis kriteria-kriteria yang telah dijelaskan
sebelumnya. Dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.5 Threat of a new entrants
Threat of a new entrants (high)
o Nama-nama
merk
yang
beredar tidak terkenal.
o Beban
konsumen
beralih merk rendah.
Threat of a new entrants (low)
o Profitabilitas
memerlukan
skala
ekonomi.
untuk
o Produk-produk terdiferensiasi.
o Investasi modal awal yang tinggi.
o Saluran distribusi sulit diakses.
o Lokasi merupakan sesuatu yang penting.
o Kepemilikian
atas
suatu
teknologi
merupakan sesuatu yang penting.
o Kepemilikian atas suatu bahan baku
tertentu
merupakan
sesuatu
yang
penting.
o Kebijakan
pemerintah
merupakan
sesuatu yang penting.
Sumber: Penulis, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan potensi pesaing baru di
industri kuliner khas Indonesia di luar negeri adalah rendah. Tetapi terdapat
dua kritera yang mengarah kepada tingginya potensi pesaing baru. Namanama merk makanan khas Indonesia di luar negeri yang tidak terkenal sesuai
64
dengan insight yang didapat dan telah dijelaskan sebelumnya, yaitu minimnya
informasi yang didapat WNI mengenai makanan khas Indonesia. Beban WNI
untuk berpindah ke jenis makanan serupa atau jenis lain pun tidak dihadang
hambatan apa pun.
Namun selain dua kriteria tersebut, sisa kriteria lainnya mengarah
kepada rendahnya potensi pesaing baru. Industri makanan khas Indonesia di
luar negeri ini membutuhkan skala ekonomi dalam profitabilitasnya, produk
makanannya pun banyak jenisnya (terdiferensiasi), memerlukan investasi
modal awal yang tinggi (biaya makanan dan teknik pengawetan), saluran
distribusi yang sulit diakses (rantai distribusi di negara tujuan dan jalur
ekspor), pentingnya aspek lokasi (titik konsentrasi para WNI tinggal),
pentingnya kepemilikan teknologi (pengawetan makanan), pentingnya
kepemilikan bahan baku (bahan makanan asli dari Indonesia), dan pentingya
kebijakan pemerintah (regulasi ekpor).

Rivalry among existing competitors (moderate)
Persaingan perusahaan yang sudah ada di pasar dimana Timun Mas berada
adalah cukup atau sedang, melihat dari hasil analisis kriteria-kriteria yang
telah dijelaskan sebelumnya. Dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
65
Tabel 2.6 Rivalry among existing competitors
Rivalry
among
competitors (high)
existing Rivalry among existing competitors
(low)
o Perusahaan sulit keluar dari o Jumlah perusahaan yang ada di
industri.
dalam industri sedikit.
o Laju pertumbuhan industri lambat.
o Tingkat
biaya
penyimpanan
tetap
barang
atau
di
biaya
industri
rendah.
Sumber: Penulis, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan persaingan yang ada saat
ini di industri kuliner khas Indonesia di luar negeri adalah rendah. Tetapi
terdapat satu kritera yang mengarah kepada tingginya persaingan yang ada
saat ini. Perusahaan merasa sulit untuk keluar dari industri ini karena investasi
yang dikeluarkan untuk membangun bisnis ini besar.
Namun selain dari satu kriteria tersebut, sisa kriteria lainnya mengarah
kepada rendahnya persaingan yang ada saat ini. Industri makanan khas
Indonesia di luar negeri ini memiliki jumlah pemain yang sedikit (masih
didominasi
kuliner-kuliner lokal), laju pertumbuhannya
pun lambat
(dibandingkan dengan kuliner jenis lain), serta tingkat biaya tetap atau biaya
penyimpanan barang di industri ini rendah (model bisnis mitra usaha).
66

Threat of subtitute products or services (low)
Ancaman barang substitusi dari produk yang ditawarkan Timun Mas adalah
rendah, melihat dari hasil analisis kriteria-kriteria yang telah dijelaskan
sebelumnya. Dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.7 Threat of subtitute products or services
Threat
of
subtitute products
or Threat of
services (high)
or
services (low)
o Beban konsumen untuk beralih
merk rendah.
o Kualitas
produk
pengganti
berada di bawah kualitas produk
o Produk pengganti lebih murah
daripada produk industri.
subtitute products
industri.
o Performa
berada
produk
di
bawah
pengganti
performa
produk industri.
o Tidak
tersedianya
produk
pengganti.
Sumber: Penulis, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan ancaman produk
pengganti di industri kuliner khas Indonesia di luar negeri adalah rendah.
Tetapi terdapat dua kritera yang mengarah kepada tingginya persaingan yang
ada saat ini. Beban konsumen untuk beralih merk makanan adalah rendah,
karena memang konsumen tidak diberatkan ketika berpindah merk. Lalu
produk pengganti makanan Indonesia yaitu makanan lokal, memiliki harga
yang lebih murah. Hal ini sesuai dengan insight dari WNI di bab sebelumnya
67
yang mengatakan makanan Indonesia masih terbilang mahal dibanding
makanan lokal.
Namun selain dari dua kriteria tersebut, sisa kriteria lainnya mengarah
kepada rendahnya ancaman produk pengganti, yaitu kualitas makanan lokal
atau makanan Indonesia yang saat ini dijual di sana memiliki kualitas di
bawah makanan berbahan asli dari Indonesia (insight WNI di bab sebelumnya
yang mengatakan bahwa rendang merupakan makanan paling enak di dunia,
performa makanan lokal atau makanan Indonesia yang saat ini dijual di sana
memiliki performa di bawah makanan berbahan asli dari Indonesia (insight
WNI di bab sebelumnya mengenai rendahnya kualitas rasa makanan
Indonesia yang tidak berbahan asli dari Indonesia yang dijual di sana), dan
tidak adanya produk pengganti (belum adanya produk makanan Indonesia
berbahan asli dari Indonesia yang dijual di sana).

Bargaining power of suppliers (high)
Kekuatan tawar menawar pemasok Timun Mas adalah tinggi, melihat dari
hasil analisis kriteria-kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya. Dijelaskan
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
68
Tabel 2.8 Bargaining power of suppliers
Bargaining power of suppliers (high)
Bargaining power of suppliers
(low)
o Jumlah pemasok sedikit, jumlah
pembeli banyak.
o Pemasok
sulit
melakukan
integrasi ke depan (forward
o Beban pembeli untuk berpindah ke
integration).
o Pembeli membeli ke pemasok
pemasok lain tinggi.
o Pembeli tidak sensitif terhadap harga
dengan volume yang besar.
dan tidak memiliki pengetahuan
mengenai produk.
o Produk dari pemasok terdiferensiasi.
o Tidak tersedianya barang substitusi.
Sumber: Penulis, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan kekuatan tawar menawar
pemasok di industri kuliner khas Indonesia di luar negeri adalah tinggi. Tetapi
terdapat dua kritera yang mengarah kepada rendahnya kekuatan tawar
menawar pemasok di industri ini. Saat ini, pemasok sulit melakukan integrasi
ke depan (mengadakan proses produksi yang menghasilkan makanan
Indonesia di luar negeri), dan pembeli melakukan pembelian ke pemasok
dengan volume yang besar (memberikan jaminan pemasukan yang konsisten
pada pemasok).
Namun selain dari dua kriteria tersebut, sisa kriteria lainnya mengarah
kepada tingginya kekuatan tawar menawar pemasok di industri ini, yaitu
jumlah pemasok yang lebih sedikit daripada jumlah pembeli (menu-menu
69
makanan yang kualitasnya tinggi dan bisa diawetkan ke luar negeri terbatas),
beban pembeli untuk berpindah ke pemasok lain tinggi (terbatasnya penyedia
jasa pengawetan iradiasi makanan), pembeli tidak sensitif terhadap harga dan
tidak memiliki pengetahuan mengenai produk (masih sedikitnya perusahaan
yang mengetahui dan menggunakan prosedur pengawetan iradiasi), produk
dari pemasok terdiferensiasi (beragamnya jenis makanan khas Indonesia), dan
tidak tersedianya barang substitusi (teknik pengawetan selain iradiasi
menghasilkan umur makanan yang masih dibawah teknik iradiasi).

Bargaining power of buyers (low)
Kekuatan tawar menawar konsumen Timun Mas adalah rendah, melihat dari
hasil analisis kriteria-kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya. Dijelaskan
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.9 Bargaining power of buyers
Bargaining power of buyers (high)
o Pembeli sensitif terhadap harga.
o Pembeli
memiliki
pengetahuan
mengenai produk.
o Beban pembeli untuk berpindah
merek rendah.
Bargaining power of buyers (low)
o Pembeli lebih banyak daripada
penjual.
o Pembeli
sulit
melakukan
integrasi
ke
belakang
(backward integration).
o Pembeli
membeli
produk
dalam volume yang kecil.
o Produk
yang
ada
70
terdiferensiasi.
o Tidak
tersedianya
barang
substitusi.
Sumber: Penulis, 2016
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan kekuatan tawar menawar
konsumen di industri kuliner khas Indonesia di luar negeri adalah rendah.
Tetapi terdapat tiga kritera yang mengarah kepada tingginya kekuatan tawar
menawar konsumen di industri ini. Saat ini, konsumen sensitif terhadap harga
(Insight WNI di bab sebelumnya yang mengeluhkan harga makanan Indonesia
di luar negeri terbilang mahal), pembeli memiliki pengetahuan mengenai
produk (konsumen dapat merasakan perbedaan makanan berbahan asli dari
indonesia dengan yang tidak, seperti yang didapat dari insight WNI di bab
sebelumnya), dan beban pembeli untuk berpindah merek rendah (konsumen
tidak dibebankan apa pun).
Namun selain dari dua kriteria tersebut, sisa kriteria lainnya mengarah
kepada rendahnya kekuatan tawar menawar konsumen di industri ini, yaitu
jumlah konsumen yang lebih banyak daripada penjual (jumlah WNI di luar
negeri berjumlah sekita 4 juta orang), pembeli sulit melakukan integrasi ke
belakang (pembeli sulit menyediakan sendiri proses produksi makanan asli
khas Indonesia), pembeli membeli produk dalam volume yang kecil
(perusahaan yang menjual tidak bergantung pada konsumen yang membeli
71
volume yang besar), produk yang ada terdiferensiasi (beragamnya makanan
khas Indonesia), dan tidak tersedianya barang substitusi (belum adanya
produk makanan Indonesia yang berbahan asli dari Indonesia).
2.7.4 TOWS Analysis
Menurut Kurtz (2008:45), analisis SWOT adalah suatu alat perencanaan
strategic yang penting untuk membantu perencana dalam membandingkan kekuatan
dan kelemahan internal organisasi dengan peluang dan ancaman dari eksternal
organisasi. Analisis SWOT meliputi:

Strength (kekuatan)
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan
lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin
dilayani
oleh
perusahaan.
Kekuatan
merupakan
kompetensi
khusus
(distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif bagi
perusahaan di pasar. Kekuatan ini dapat terkandung dalam sumber daya
keuangan, citra, kepemimpinan di pasar, hubungan pembeli dengan pemasok,
dan faktor-faktor internal lainnya.

Weaknesses (kelemahan)
Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,
keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif
perusahaan.
72

Opportunities (peluang)
Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu
sumber peluang. Peluang perusahaan dapat berupa identifikasi segmen pasar
yang awalnya terabaikan, perubahan pada persaingan atau peraturan,
perubahan teknologi, serta membaiknya hubungan dengan pembeli atau
pemasok.

Threats (ancaman)
Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan bagi kinerja
perusahaan. Ancaman merupakan penganggu utama bagi posisi sekarang atau
yang diinginkan perusahaan. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan
pasar, meningkatnya tawar menawar pembeli atau pemasok, perubahan
teknologi, serta peraturan baru atau yang direvisi dapat menjadi ancaman bagi
perusahaan.
Dari penjelasan tersebut, maka dibentuklah analisis SWOT dari Timun Mas, yaitu
sebagai berikut:

Strength
S1
Timun Mas menyediakan masakan yang memiliki cita rasa asli
Indonesia.
S2
Timun Mas menyediakan makanan yang sehat, higienis, dan
73
memiliki tingkat keawetan dalam jangka waktu yang panjang.
S3
Timun Mas memiliki strategi pemasaran yang unik.
S4
Timun Mas menggunakan mobile application dalam proses
bisnisnya.
S5
Timun Mas merupakan produk fast food terbaru yang
menggunakan teknik iradiasi.


Weaknesses
W1
Lebarnya harga yang terpatok.
W2
Ketergantungan yang tinggi dengan key partnership.
Opportunities
O1
Masakan indonesia sudah diakui secara international (sumber:
http://travel.cnn.com/explorations/eat/readers-choice-worlds50-most-delicious-foods-012321/)..
O2
Terbatasnya ketersediaan masakan Indonesia di luar negeri
(bersumber dari customer insight yang telah dijelaskan
sebelumnya)..
O3

Pemasok makanan khas Indonesia yang banyak
Threats
T1
Sulitnya
prosedur
legalitas
beserta
dokumen-dokumen
74
perizinan bisnis, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Majelis Ulama Indonesia, Hazard Analysis Critical Control
Point, serta regulasi di negara tujuan lainnya.
T2
Pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai iradiasi makanan
masih kurang (sumber: http://doktersehat.com/mensterilkanmakanan-dengan-iradiasi-pangan/).
T3
Kemungkinan adanya kompetitor yang meniru.
T4
Investasi awal yang besar
Untuk lebih jelas, hasil SWOT dibentuk dalam tabel berikut:
Tabel 2.10 Hasil Analisis SWOT Timun Mas
Strengths
Opportunities
S1 - Timun Mas menyediakan masakan yang O1 - Masakan indonesia sudah diakui
memiliki cita rasa asli Indonesia.
secara international.
S2 - Timun Mas menyediakan makanan yang O2 - Terbatasnya ketersediaan masakan
sehat, higienis, dan memiliki tingkat Indonesia di luar negeri.
keawetan dalam jangka waktu yang panjang.
O3 - Pemasok makanan khas Indonesia
S3 - Timun Mas memiliki strategi pemasaran yang banyak.
yang unik.
S4 - Timun Mas menggunakan mobile
application dalam proses bisnisnya.
S5 - Timun Mas merupakan produk fast food
terbaru yang menggunakan teknik iradiasi.
75
Weaknesses
Threats
W1 - Lebarnya harga yang terpatok.
T1 - Sulitnya prosedur legalitas beserta
dokumen-dokumen perizinan bisnis.
W2 - Ketergantungan yang tinggi dengan key
partnership.
T2 - Pengetahuan masyarakat Indonesia
mengenai iradiasi makanan masih kurang.
T3 - Kemungkinan adanya kompetitor yang
meniru.
T4 - Investasi awal yang besar.
Sumber: Penulis, 2016
Selanjutnya, setelah merancang analisis SWOT pada bisnis ini, dilakukanlah
analisis matriks TOWS. Menurut David (2013:206), analisis matriks TOWS adalah
sebuah alat pencocokan yang penting, membantu para manajer mengembangkan
empat jenis strategi, yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahanpeluang), strategi ST (kekuatan-ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman).

Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik
keuntungan dari peluang eksternal.

Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara
mengambil keuntungan dari peluang eksternal.

Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari
atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
76
Dari penjelasan tersebut dan analisis SWOT yang tellah dibentuk sebelumnya, maka
dibentuklah analisis TOWS matriks dari Timun Mas, yaitu sebagai berikut:

Strategi SO (S1, S2, S3, S5, O1, O2) yang digunakan adalah melakukan
pengembangkan produk berupa makanan siap saji khas Indonesia yang dijual
kepada diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri, menggunakan teknik
pengawetan terbaru, yaitu teknik iradiasi.

Strategi WO (W2, O3) yang digunakan adalah membangun jaringan kerja
dengan pemasok guna mengurangi bargaining power of supplier dari Timun
Mas.

Strategi ST (S4, S5, T2) yang digunakan adalah membangun jaringan dengan
co-seller dan pelanggan, untuk memberikan pengetahuan dan informasi
mengenai iradiasi makanan serta Timun Mas itu sendiri.

Strategi WT (W1, T1, T3) yang digunakan adalah mendesain opsi-opsi bentuk
kemitraan yang saling menguntungkan pemasok, BATAN, dan co-seller.
Untuk lebih jelas, hasil analisis matriks TOWS dibentuk dalam tabel berikut:
Tabel 2.11 Hasil Analisis Matriks TOWS Timun Mas
Strengths
Opportunities
Threats
Strategi SO (S1, S2, S3, S5, O1, O2)
- melakukan pengembangkan produk
berupa makanan siap saji khas
Indonesia yang dijual kepada
diaspora Indonesia yang tinggal di
Strategi ST (S4, S5, T2) membangun jaringan dengan coseller dan pelanggan, untuk
memberikan pengetahuan dan
informasi mengenai iradiasi
77
luar negeri, menggunakan teknik makanan serta Timun Mas itu
pengawetan terbaru, yaitu teknik sendiri.
iradiasi.
Weaknesses
Strategi WO (W2, O3) - membangun
jaringan kerja dengan pemasok guna
mengurangi bargaining power of
supplier dari Timun Mas.
Strategi WT (W1, T1, T3) mendesain opsi-opsi bentuk
kemitraan
yang
saling
menguntungkan
pemasok,
BATAN, dan co-seller.
Sumber: Penulis, 2016
Dengan menggunakan pendekatan the ten types of innovation oleh Keeley, (2013),
strategi-strategi yang dihasilkan dari matriks TOWS diklasifikasi sebagai berikut:

Strategi SO – product performance strategy
How you develop distinguishing features and functionality. Strategi ini
meurpakan invoasi dari suatu produk yang ditawarkan oleh suatu bisnis.
Inovasi yang terjadi bisa berupa penambahan nilai produk, fitur, serta
peningkatan kualitas.

Strategi WO – channel strategy
How you deliver your offerings to customers and users. Strategi ini
merupakan inovasi dari suatu bisnis mengenai bagaimana cara pebisnis untuk
menyampaikan nilai-nilai yang ditawarkan kepada pelanggan. Tujuan strategi
ini adalah memastikan pelanggan membeli apa yang mereka butuhkan, di saat
yang tepat, dan dengan cara yang tepat, dengan meminimalisir hambatan dan
biaya dan memaksimalkan rasa puas pelanggan.
78

Strategi ST – network strategy
How you connect with others to create value. Strategi ini merupakan inovasi
dari cara suatu bisnis memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan lain, seperti proses, teknologi, merk, dan komponen bisnis
lainnya. Strategi ini juga membantu pelaku bisnis untuk berbagi resiko dalam
pengembangan bisnis.

Strategi WT – profit model strategy
How you make money. Strategi ini merupakan inovasi dari cara suatu bisnis
untuk mengkonversikan apa yang diberikan kepada pelanggan menjadi
pendapatan dan meraih laba.
2.7.5 Costumer-Based Brand Equity
Dalam membentuk brand, salah satu tools yang dapat digunakan adalah
customer-based brand equity. The American Marketing Association (2006:430)
mendefinisikan merek (brand) sebagai berikut:
“a brand as name, term, sign, symbol, or design, or combination of them,
intended to identify the goods or service of one seller or group of seller and
to differentiate them form those of competitors.”
79
Dapat diartikan sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau kombinasinya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau
kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari pesaing.
Menurut Kotler dan Keller (2006:264), suatu merek harus mengandung 6
elemen berikut, yaitu:
1. Memorable
Mudah diingat, mudah diterima, cocok untuk dibeli dan dikonsumsi.
2. Meaningful
Dapat memberikan suatu penjelasan mengenai komponen dalam produk/jasa
atau tipe konsumen yang sesuai untuk memakai produk tersebut. Dapat
memberikan penjelasan kemampuan produk yang dapat dilihat dari nama
merek.
3. Likeability
Konsumen dapat memilih produk atau jasa dari bentuk yang indah yang
mengandung ketertarikan secara visual, verbal, dan semacamnya.
4. Transferable
Suatu merek dapat digunakan untuk memberikan pengenalan pada produk
baru yang berkategori sama atau tidak.
5. Adaptable
Sejauh mana merek dapat beradaptasi dalam mencerminkan kepribadian
konumen.
80
6. Protectable
Seberapa besar merek dapat melindungi dari pesaing, dan tidak mudah ditiru
oleh pesaing.
Secara lebih spesifik, Keller (2007) mengembangkan model ekuitas merek
berbasis pelanggan (Customer-Based Brand Equity) yang menjelaskan tahapantahapan dalam membentuk merek yang kuat. Asumsi pokok model ini menekankan
bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat,
dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil pengalamannya
sepanjang waktu.
Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki customer-based
brand equity positif apabila pelanggan bereaksi lebih positif terhadap suatu produk
dan cara produk tersebut dipasarkan. Keller (2007) mengajukan proses 4 langkah
dalam membangun merek, yakni menyusun identitas merek yang tepat, menciptakan
makna merek yang sesuai, menstimulasi respon merek yang diharapkan, dan menjalin
relasi merek yang tepat bagi pelanggan. Dengan kata lain, 4 langkah ini
mencerminkan 4 pertanyaan fundamental:
1. Who are you? (identitas merek)
2. What are you? (makna merek)
3. What about you, what do I think about you? (respon merek)
4. What about you and me? What kind association and how much of a
connection would I like to havr with you? (relasi merek)
81
Proses implementasi 4 tahap ini membutuhkan 6 brand building blocks utama
(Keller, 2001), yaitu brand salience, brand performance, brand imagery, brand
judgements, brand feelings, dan brand resonance.
1. Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek,
seperti seberapa sering dan mudahkan merek diingat dan dikenali dalam
berbagai situasi. Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek
menjalankan fungsinya sebagai pengeidentifikasian produk. Brand awareness
bukan sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan
pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek (nama
merek, logo, simbol, dan seterusny) dengan asosiasi-asosiasi tertentu.
2. Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam
memenuhi kebutuhan fungsional konsumen, secara garis besar ada 5 atribut
dan manfaat produk yang mendasari kinerja merek, yaitu:
a. Unsur primer dan fitur suplemen.
b. Reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk.
c. Efektifitas, efisiensi, dan empati layanan
d. .Model dan desain.
e. Harga.
Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan properti intrinsik dalam hal
karakteristik bawaan sebuah produk dan jasa.
3. Brand imagery, menyangkut properti ekstrinsik produk atau hasa, yaitu
kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial
82
pelanggan. Brand imagery bisa berbentuk secara langsung dan tidak langsung.
Berikut 4 kategori brand imagery:
a. Profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografi deskriptif (seperti
usia, gender, ras, pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti
sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi
politik).
b. Situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,
kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan
dan dimana merek digunakan).
c. Kepribadian dan nilai-nilai.
d. Sejarah, warisan, dan pengalaman.
4. Brand judgements, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen
terhadap merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand
judgements meliputi:
a. Brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan
yang dirasakannya.
b. Brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel
dalam
hal
expertise
(kompeten,
inovatif,
pemimpin
pasar),
trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan
pelanggan), dan likeability (menarik, memang layak untuk dipilih dan
digunakan).
c. Brand
consideration,
yaitu
sejauh
mana
sebuah
dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan oleh konsumen.
merek
83
d. Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek
bersangkutan unik dan lebih baik dibanding dengan merek-merek lain.
5. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap suatu
merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement,
security, social approval, dan self-respect.
6. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan
terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan
ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang
ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha, dan
waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya).
Secara khusus, resonansi meliputi loyalitas behavioral (share of category
requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan
brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists
dan brand ambassadors).
Gambar 2.19 Customer-Based Brand Equity Pyramid
Sumber: Keller, 2001
84
2.7.6 Integrated Marketing Communication
Sebuah perusahaan perlu memiliki sebuah rencana pemasaran yang
terintegrasi. Tujuannya agar kegiatan pemasaran yang dijalankan sesuai dengan target
yang ingin dicapai dan dapat berjalan secara optimal. Menurut Belch (2009:26),
komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication atau IMC)
adalah proses penggabungan perencanaan, pengeksekusian, mengevaluasi, dan
mengontrol kegunaan dari variasi campuran alat promosi untuk mengkomunikasikan
produk dan jasa secara efektif kepada konsumen. IMC menerapkan 5 strategi
pemasaran secara bersama yaitu:
1. Direct marketing (pemasaran langsung)
Pemasaran langsung diartikan sebagai cara organisasi mengkomunikasikan
secara langsung atas produk, jasa, atau ide kepada target pasar untuk
menciptakan respon atau transaksi. Beberapa kegiatan pemasaran langsung
adalah penjualan langsung, telemarketing, dan surat elektronik.
2. Sales Promotion (promosi penjualan)
Promosi
penjualan
didefinisikan
sebagai
kegiatan
pemasaran
yang
menciptakan nilai tambah atau insentif kepada pelaku penjualan, distributor
dan dapat menstimulasi untuk penjualan dalam jangka pendek.
85
3. Public Relations (hubungan masyarakat)
Publisitas yang dibangun untuk membangun hubungan dengan masyarakat
diartikan sebagai alat komunikasi, dimana bukan dilakukan secara langsung
oleh organisasi, melainkan organisasi mencoba melalui media untuk
memaparkan cerita akan produk, jasa, akibat, atau acara yang menyebabkan
terbentuknya suatu kesadaran oleh konsumen. Contoh publisitas adalah press
conference, artikel, foto, dan film.
4. Personal Selling (penjualan personal)
Suatu bentuk komunikasi perusahaan dengan bentuk individu ke individu
dimana penjual secara langsung membantu atau mempengaruhi pembeli
prospektif untuk membeli produk atau jasas yang ditawarkan. Penting bagi
penjual untuk membangun hubungan yang baik dengan pembeli agar
mempermudah dalam pengambilan keputusan pembeli.
5. Advertising (perikalanan)
Iklan diartikan sebagai segala bentuk yang dikeluarkan sebagai komunikasi
melalui media yang dapat mengantarkan pesan untuk kelompok besar maupun
individu untuk memberi pengenalan tentang perusahaan, produk, jasa, atau
merek.
Strategi push dan pull juga digunakan untuk meningkatkan pemasaran.
Menurut Kotler (2003) kedua strategi tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1. Push strategy
Strategi ini bersifat aktif baik melalui tenaga penjual, produk yang akan dijual,
dan kegiatan pameran penjualan. Strategi ini merupakan strategi promosi yang
86
menggunakan tenaga penjual dan promosi perdagangan untuk “mendorong”
produk lewat saluran distribusi. Timun Mas melakukan hal ini dengan cara
mengedukasi pasar mengenai iradiasi, berupa bazaar atau food expo untuk
memperkenalkan produk Timun Mas, serta didukung dengan pengaplikasian
word of mouth dari para konsumen yang telah membeli produk Timun Mas
nantinya.
2. Pull strategy
Strategi ini bersifat pasif karena peningkatan penjualan dilakukan melalui
media iklan dan program promosi yang diharapkan konsumen menjadi lebih
aware dan bersedia mengunjungi sales point dan media penjualan lainnya.
Hal ini dilakukan dengan cara menggaet public figure yang mewakili
eksistensi Indonesia di negara luar dengan prestasinya, untuk melakukan
endorsement pada produk Timun Mas, seperti Anggun, Joey Alexander, Rio
Haryanto, dan lain-lain.
2.7.7 Teori Studi Kelayakan Bisnis
Untuk menjelaskan strategi finansial, terlebih dahulu akan dijelaskan teori
mengenai aspek finansial di dalam suatu bisnis, yang didalamnya terdapat 2 jenis
laporan keuangan berikut:

Income Statement
Menurut Ainsworth dan Deines (2009:19), income statement dibuat untuk
menunjukkan net income (total pendapatan dikurangi oleh total biaya) dari sebuah
87
perusahaan dalam kurun wktu tertentu (biasanya 1 tahun). Income statement berisi
informasi mengenai sumber dan jenis pendapatan dan pengeluaran di dalam suatu
bisnis.

Cash Flow
Menurut Ainsworth dan Deines (2009:20), cash flow menunjukkan arus masuk
kas dan arus keluar kas dari sebuah perusahaan dalam waktu periode tertentu dan
biasanya
menyesuaikan
dengan
periode
income
statement.
Dengan
mengklasifikasikan cash flow sebagai arus kas untuk operasional atau arus kas
untuk investasi, sebuah perusahaan bisa menunjukkan jenis atau pun kegiatan
yang disediakan atau pun kas yang digunakan.
Setelah perusahaan memiliki proyeksi keuangan perushaan yaitu income
statement dan cash flow, selanjutnya dijalankanlah analisa studi kelayakan bisnis,
dilihat dari perhitungan NPV, PP, PI, IRR, dan ROI.

NPV
Net present value merupakan selisih antara present value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang.
Untuk menghitung nilai sekarang diperlukan tingkat bunga yang relevan. Rumus
net present value:
∑
88
Dimana:
I0 = investasi awal
k
= tingkat diskonto atau return yang diharapkan
CFi = arus kas tahun i
n = tahun

PP
Payback period merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan
biaya investasi yang dikeluarkan perusahaan di awal usahanya. Rumus payback
period jika arus kas dari suatu rencana investasi/proyek berbeda jumlahnya setiap
tahun:
Dimana:
n = tahun terakhir dimana arus kas masih belum bisa menutupi investasi awal
a = jumlah investasi awal
b = jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n
c = jumlah kumulatif kas pada tahun ke-n+1
89

PI
Profitability index adalah rasio atau perbandingan antara jumlah nilai sekarang
arus kas selama umur ekonominya dan pengeluaran awal proyek. Rumus
profitability index:
∑
Dimana:
I0
= investasi awal
k
= tingkat diskonto atau return yang diharapkan
CFi = arus kas tahun i
n = tahun

IRR
Internal rate of return merupakan metode penilaian kelayakan proyek dengan
menggunakan perluasan metode nilai sekarang. Rumus internal rate of return:
×(
Dimana:
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif
i1 = i positif
i2 = i negatif
)
90

ROI
Return on investment merupakan rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk
dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Rumus ROI:

Download