TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera, kelas Insekta yang dicirikan dengan sayap tertutup oleh sisik. Ordo Lepidoptera mempunyai 47 superfamili, salah satunya adalah Superfamili Papilionoidea. Superfamili Papilionoidea terdiri dari 5 famili, yaitu Papilionidae, Pieridae, Lycaenidae, Nymphalidae, dan Riodinidae. Dalam identifikasi Lepidoptera ke dalam tingkat takson rendah, digunakan karakter berupa bentuk dan pola warna sisik pada sayap, abdomen, dan tungkai (Kristensen et al. 2007). Klasifikasi kupu-kupu Superfamili Papilionoidea menurut Kristensen et al. (2007) ialah sebagai berikut: Kingdom :Animalia Filum : Arthropoda Kelas:Insekta Ordo : Lepidoptera Superfamili : Papilionoidea Famili Papilionidae Famili Pieridae Famili Riodinidae Famili Lycaenidae Famili Nymphalidae Kristensen et al. (2007) memasukkan famili Riodinidae ke dalam superfamili Papilionoidea. Sebelumnya, pada buku Handbook of Zoology (2007) Riodinidae dimasukkan ke dalam family Lycanidae. Kupu-kupu dibedakan dengan ngengat (moth) dalam beberapa hal. Kupukupu bersifat diurnal, sedangkan ngengat nokturnal. Selain itu, bentuk dan corak warna kupu-kupu lebih menarik dibandingkan ngengat (Stavenga et al. 2004). Tubuh kupu-kupu dibedakan menjadi kepala, toraks, dan abdomen (Fleming 1983). Pada kepala kupu-kupu, terdapat sepasang antena yang panjang yang membesar pada ujungnya. Antena tersebut berfungsi sebagai organ peraba dan perasa (Triplehorn & Johnson 2005). 5 Toraks kupu-kupu merupakan sebagai sumber kekuatan tubuh. Toraks terbagi tiga segmen, yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Pada bagian ini terdapat tiga pasang tungkai dan dua pasang sayap, serta sekumpulan otot yang digunakan dalam pergerakan dan terbang (Fleming 1983). Sayap kupu-kupu berupa selaput yang ditutupi sisik. Ukuran, pola dan warna sayap sangat bervariasi pada masing-masing spesies. Sistem venasi sayap sangat penting dalam identifikasi kupu-kupu (Triplehorn & Johnson 2005). Banyak spesies kupu-kupu menunjukkan dimorfisme seksual dengan pola warna sayap berbeda pada kupu-kupu jantan dan betina (Beldade & Brakefield 2002). Abdomen kupu-kupu terdiri dari 10 ruas. Tergum adalah ruas bagian dorsal, sedangkan sternum pada bagian ventralnya. Pada ruas pertama sampai ruas ke tujuh terdapat spirakel yang berfungsi untuk jalan masuk dan keluarnya udara. Dua atau tiga ruas terakhir abdomen mengalami modifikasi membentuk alat genital. Di dalam abdomen terdapat sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem ekskresi, sistem reproduksi, dan sistem otot (Triplehorn & Johnson 2005). Ciri-ciri dari masing-masing famili kupu-kupu dalam Superfamili Papilionoidea adalah sebagai berikut: (Peggie & Amir, 2006) Famili Papilionidae. Famili ini umumnya berwarna menarik, merah, kuning, hijau, dengan kombinasi hitam dan putih, dengan ukuran tubuh sedang sampai besar. Beberapa spesies memiliki ‘ekor’ sebagai perpanjangan sayap belakang. Banyak spesies bersifat dimorfisme seksual, yaitu kupu-kupu jantan dan betina memiliki pola sayap yang berbeda. Pada beberapa spesies, kupu-kupu betina bersifat polymorphic, yaitu memiliki beberapa pola sayap. Pada jantan dan betina yang memiliki pola sayap serupa, maka betina umumnya memiliki sayap yang lebih besar dan lebih membulat. Famili Pieridae. Famili ini umumnya berwarna kuning, putih atau oranye, dengan sedikit hitam atau merah, dan berukuran sedang. Banyak spesies menunjukkan variasi sayap sesuai musim. Selain itu, beberapa spesies juga memiliki kebiasaan bermigrasi. Umumnya, kupu-kupu betina lebih gelap dan dapat dengan mudah dibedakan dari kupu-kupu jantan. 6 Famili Nymphalidae. Anggota famili ini sangat bervariasi. Umumnya berwarna coklat, oranye, jingga, kuning, dan hitam. Kupu-kupu ini berukuran beragam, mulai kecil sampai besar. Ciri yang paling penting pada Nymphalidae ialah mengecilnya pasangan tungkai depan (kecuali pada kupu-kupu betina Libytheinae). Pada kupu-kupu jantan, biasanya pasangan tungkai depan ini tertutup oleh kumpulan sisik yang padat menyerupai sikat, sehingga kupu-kupu ini juga dikenal sebagai kupu-kupu bertungkai sikat. Famili Lycaenidae. Famili ini umumnya berukuran kecil, berwarna biru, ungu, atau oranye dengan bercak metalik, hitam, atau putih. Biasanya jantan berwarna lebih terang daripada betina. Banyak spesies mempunyai ‘ekor’ sebagai perpanjangan sayap belakang. Kupu-kupu Lycaenidae umumnya ditemukan saat hari cerah dan di tempat terbuka. Beberapa anggota dari famili ini, terutama pada fase larva, bersimbiosis secara mutualistik dengan semut. Larva dijaga semut dari serangan parasitoid dan semut mendapatkan cairan manis yang dikeluarkan kelenjar pada ruas abdomen larva tersebut. Famili Rionidae. Famili ini banyak ditemukan di Amerika Selatan. Di Indonesia, anggota dari famili ini jarang ditemukan. Ekologi dan Distribusi Kupu-kupu Kupu-kupu banyak dikenal, karena bentuk dan warnanya yang indah dan beragam. Kupu-kupu sering bertebangan diantara dedaunan dan di sekitar bunga untuk mencari pakan. Kupu-kupu menyukai tempat-tempat yang bersih dan sejuk dan tidak terpolusi oleh insektisida, asap, bau yang tidak sedap dan lain-lain. Karena sifatnya yang demikian, maka kupu-kupu menjadi salah satu serangga yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perubahan ekologi. Makin tinggi keragaman spesies kupu-kupu di suatu tempat menandakan lingkungan tersebut masih baik (Odum1993). 7 Keraragaman kupu-kupu dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu antara lain suhu, kelembaban, curah hujan, dan intensitas cahaya. Faktor biotik yang mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu ialah komposisi dan struktur vegetasi, predator, parasit, dan parasitoid (Rizal 2007). Smart (1991) melaporkan ukuran populasi kupu-kupu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dependent (saling tergantung) dan faktor independent (tidak saling tergantung). Faktor dependent ialah faktor yang memiliki ketergantungan terhadap individu yang ada dalam habitat, misalnya ketersediaan sumberdaya (ruang dan pakan). Faktor independent ialah faktor yang pengaruhnya tidak tergantung dari ukuran populasi, misalnya iklim. Faktor dependent merupakan faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kupu-kupu. Komponen habitat yang penting bagi kehidupan kupu-kupu ialah tersedianya vegetasi sebagai sumber pakan, tempat berkembang biak, dan tempat berlindung. Pada daerah dengan jumlah vegetasi yang sedikit, kupu-kupu akan berpindah dan mencari daerah baru yang banyak terdapat vegetasi sebagai sumber pakannya. Selain berperan sebagai sumber pakan bagi kupu-kupu, vegetasi juga sebagai tempat berlindung dari serangan predator, dan tempat untuk berkembang biak (Clark et al. 1996). Whalley (1992) melaporkan kehidupan kupu-kupu sangat tergantung pada tumbuhan dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Terjadinya kerusakan hutan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah tumbuhan inang. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah spesies dan individu kupu-kupu. Keberadaan kupu-kupu di suatu kawasan, selain dipengaruhi oleh kondisi tanaman inangnya, juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, musim dan ketinggian tempat. Amir et al. (2003) melaporkan keragaman spesies kupu-kupu di Taman Nasional Gunung Halimun berbeda dengan keragaman spesies kupu-kupu di taman nasional lainnya di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis-jenis tanaman inang sebagai makanan bagi larvanya. Kupu-kupu memiliki sebaran geografi yang luas. Distribusi spesies kupu-kupu dibatasi oleh faktor geologi, ekologi, dan keberadaan tanaman inang yang menjadi 8 pakan larva maupun dewasa. Braby (2000) melaporkan distribusi kupu-kupu Graphium agamemnon, meliputi India selatan sampai India utara, Nepal, Sri Lanka, Andamans, Nicobars, Banglades, Brunei, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, China selatan (meliputi Hainan), Taiwan, Malaysia, Indonesia (Sumatra, Nias, Mentawai, Bangka, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan), Filipina, dan Australia. Distribusi G. doson meliputi Nepal, Sri Lanka, Banglades, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Cina Selatan, Taiwan, Malaysia, Brunei, Indonesia (Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan), Filipina, Papua Nugini, Solomon dan Australia. Distribusi kupu-kupu tersebut berkaitan dengan keberadaan inang dan iklim yang sesuai. Musuh Alami Kupu-kupu Predator, parasitoid, penyakit, dan serangan cendawan menyebabkan menurunnya populasi kupu-kupu. Kupu-kupu betina dapat menghasilkan sekitar 500 telur. Namun, umumnya kurang dari 100 telur kupu-kupu yang dapat bertahan sekitar 95 dari 100 telur yang dihasilkan oleh kupu-kupu betina dapat menjadi larva dan 90% dari larva biasanya mati akibat dimakan oleh burung, parasitoid, penyakit, dan cendawan. Hanya sekitar 5% telur yang dapat mencapai fase pupa. Seluruh tahap perkembangan kupu-kupu terancam oleh adanya serangan parasitoid yang menyebabkan kematian. Parasitoid yang menyerang kupu-kupu ialah parasitoid (tawon dan lalat) dan cacing parasit. Parasit umumnya menyerang kupu-kupu dewasa dan tidak menyebabkan kematian. Parasitoid menyerang tahap awal perkembangan kupu-kupu (telur, larva dan pupa) dan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan parasitoid yang menyerang telur kupu-kupu ialah tabuhan (wasp), sedangkan Parasitoid yang menyerang larva ialah tabuhan, dan lalat Tachynidae. Parasit pada kupu-kupu dewasa ialah tungau yang menyerang bagian toraks dan tungkai kupu-kupu. Cendawan dan virus patogen juga merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup kupu-kupu saat kelembaban udara tinggi, terutama saat musim hujan . Cendawan dan virus merupakan ancaman bagi kupu-kupu di wilayah tropis. Cendawan patogen yang menyerang kupu-kupu disebut cendawan entomophagous yang memiliki daya serang tinggi dan cepat menyebar di seluruh bagian tubuh 9 kupu-kupu. Larva kupuu-kupu juga dapat diserang oleh nuclear polyhydrosis viruse, virus granulosis (granulosis viruses), dan cytoplasmic polyhydrosis viruses. Serangan cendawan dan virus patogen memiliki daya infeksi yang tinggi (Hoskins 2010). Hampir 50% dari kupu-kupu memiliki predator alami, seperti katak, burung, beberapa spesies insekta karnivora, dan laba-laba. Predator bagi kupu-kupu berperan dalam menjaga kestabilan jaring-jaring makanan di alam (Pippen 2003). Peranan Kupu-kupu Kupu-kupu dengan bentuk, ukuran, dan pola warna yang menarik memiliki nilai estetika tinggi. Para kolektor kupu-kupu berusaha untuk mendapatkan spesies yang indah dan jarang dimiliki orang lain. Para pengumpul biasanya berburu di hutan, tukar menukar dengan pengumpul lainnya, dan bahkan membeli dari pengumpul kupu-kupu dengan harga yang mahal. Warna dan bentuknya yang indah memberikan nilai estetika yang tetap menjadi perhatian para pengumpul dan penggemar kupu-kupu sejak lama, serta menjadi salah satu alasan untuk tetap dipelihara keberadaannya di alam. Kupu-kupu mempunyai nilai yang penting dalam ekosistem hutan, yaitu sebagai penyerbuk (pollinator) untuk menjaga keragaman tumbuhan. Keberadaan kupu-kupu sebagai serangga penyerbuk dapat membantu mempertahankan banyak spesies tumbuhan di habitatnya (Kevan & Baker 1983; Sembel 1993). Beberapa tumbuhan dan serangga mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Beberapa tumbuhan hanya dapat diserbuk oleh serangga tertentu. Namun demikian, dalam bidang pertanian, kupu-kupu juga dapat menjadi hama, terutama pada stadia larva, terutama dari famili Danaidae, Morphinae, Nymphalidae, Papilionidae, Pieridae, dan Hesperidae yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian dan tanaman hias (Salmah 1993). Serangga-serangga tersebut akan menjadi hama potensial, jika terjadi peningkatan jumlah populasi dan tanpa adanya penekanan dari musuh alaminya. Keragaman kupu-kupu dapat memberikan informasi tentang kondisi lingkungan dan sebagai indikator kualitas dan kesehatan lingkungan.