aplikasi model ada keperawatan pa mengalami masalah mangunk

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG
MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
KUSTININGSIH
1006833842
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, DESEMBER 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG
MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak
KUSTININGSIH
1006833842
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, DESEMBER 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku supervisor utama yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, masukan,
dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini;
2. Ibu Happy Hayati, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep., An., selaku supervisor yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, masukan,
dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini;
3. dr. Titis Prawitasari, Sp.A.(K)., selaku penguji karya ilmiah akhir dari RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberi masukan;
4. Ns. Nyimas H. Purwati, M.Kep., Sp.Kep., An, selaku penguji karya ilmiah
akhir yang telah memberi masukan;
5. Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep., An., selaku penguji tesis yang
telah memberi masukan;
6. Seluruh dosen dan staf Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah membantu demi kelancaran belajar dan penyusunan tesis;
7. Ibu Yunisar Gultom, MCINsg, selaku supervisor gedung A lantai 1, kepala
ruangan, perawat primer, dan perawat asosiet gedung A lantai 1 RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan praktik
residensi;
8. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Ketua STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
yang telah memberikan dukungan moril dan materiil untuk kelancaran belajar
dan penyusunan karya ilmiah akhir;
9. Suami tercinta Sigit Yulianta dan putra tersayang Afif Aulia Rahman yang
tulus memberikan doa, motivasi, dan kekuatan besar selama menempuh studi,
serta penyusunan karya ilmiah akhir;
vi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10. Keluarga Rembang dan keluarga Semaki, yang memberikan doa, dan
dukungan selama ini;
11. Sahabat dan teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian karya
ilmiah akhir ini;
12. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan karya ilmiah
ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis merasa banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini, untuk itu
kami mengharapkan kritik, masukan dan saran yang bersifat membangun.
Jakarta, Desember 2013
Penulis
vii
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Karya Ilmiah Akhir, Desember 2013
Kustiningsih
Aplikasi Model Adaptasi Roy Dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak Kanker
Yang Mengalami Masalah Nutrisi Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
xv + 106 halaman + 12 tabel + 2 skema + 2 lampiran
Abstrak
Karya Ilmiah Akhir ini merupakan gambaran kegiatan praktik Residensi Ners
Spesialis Keperawatan Anak dengan tujuan memberikan gambaran aplikasi Model
Adaptasi Roy dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak kanker dengan
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi
keperawatan dilakukan untuk meningkatkan mekanisme koping kognator dan
regulator anak, sehingga mampu beradaptasi dengan masalah yang dialaminya.
Evaluasi adaptasi klien dari lima kasus kelolaan bervariasi. Sebagian besar anak
beradaptasi pada tingkat kompensasi, satu orang anak beradaptasi pada tingkat
kompromi dan satu orang anak beradaptasi pada tingkat integritas.
Kata kunci
: Model Adaptasi Roy, nutrisi, kanker anak
Daftar Pustaka : 72 (1999-2013).
ix
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITY OF INDONESIA
SPECIALIST PEDIATRIC NURSE PROGRAM
FACULTY OF NURSING
Final Assigment, Desember 2013
Kustiningsih
Application of Roy Adaptation Model in nursing children with cancer and
nutrition problems at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
xv + 106 pages + 12 tables + 2 scheme + 2 attachments
Abstract
This study describes the residency activities of child nursing specialist. The aim of
the study is to describe the application of Roy Adaptation Model in nursing
children with cancer and nutritional imbalance (less than the body needs). The
nursing intervention was conducted to improve children's kognator and regulator
coping mechanism, so they could cope with their problems. Adaptation evaluation
of five clients showed varies results. Three children adapted at compensatory
level, one at compromised level, and one at integrated level.
Keywords : Roy Adaptation Model, nutrition, cancer at child
References: 72 (1999-2013)
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME …………………………….…..
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………...…...……
iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..……..
iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………..…
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………..…. viii
ABSTRAK …………………………………………………………..………
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………..…..….… xi
DAFTAR TABEL ………………………..…………………………..……… xiii
DAFTAR SKEMA …………………………………………………..……… xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………
xv
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..……...
1
1.1 Latar Belakang………………………………………..……………
1
1.2 Tujuan Penelitian…………….………………………………..…...
5
1.3 Sistematika Penulisan………………………………………......….
6
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN …………………………………………………
2.1 Gambaran kasus…..……………………...………….......................
2.2 Tinjauan Teoritis...............................................................................
2.2.1 Nutrisi Pada Anak ……………………………………..……
2.2.2 Asuhan Nutrisi Pediatrik …………………………………....
2.2.3 Kanker ………………………………………………………
2.2.3 Nutrisi Pada Anak Dengan kanker………………………….
2.2.4 Kaitan Nutrisi dengan Kanker ………………………………
2.2.5 Konsep Family-Centered Care Pada Pemenuhan Nutrisi Anak
Dengan Kanker
2.3 Integrasi Teori Keperawatan Dalam Proses Keperawatan…………
2.3.1 Model Adaptasi Roy …………………………………..……
2.3.2 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy ………………….
2.4 Aplikasi Model Adaptasi Roy Dalam Proses Keperawatan Anak
Kanker Dengan Gangguan Nutrisi …………………………..……
2.4.1 Pengkajian Perilaku ………………………………………..
2.4.2 Pengkajian Stimulus …………………………..………….…
2.4.3 Diagnosa Keperawatan ………………………..………….…
2.4.4 Tujuan dan Intervensi/ Nursing Care Plan ………………….
2.4.5 Implementasi dan Evaluasi Evaluasi ………………………..
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI ……………………..……………
3.1 Peran sebagai Pemberi Asuhan…………………………..…….…..
3.2 Peran sebagai Pendidik…...…………………………..…………….
xi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
7
7
16
16
16
23
25
32
33
35
35
37
43
43
47
49
52
59
81
81
84
Universitas Indonesia
3.3 Peran Sebagai Peneliti ……………………………………….…...
3.4 Peran Sebagai Inovator dan Pengelola …………..………….….
3.5 Peran Sebagai Advokat …………………………………………...
85
86
87
BAB 4 PEMBAHASAN …………………………………………….…..…
88
4.1 Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan
Anak Kanker Dengan Gangguan Nutrisi ……………………….… 88
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian
Target……………………………………………………………… 103
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………..………..…
105
5.1 Kesimpulan………..………………………..………..…………… 105
5.2 Saran……………………………………………...……………….. 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Grafik penilaian gizi berdasarkan kelompok usia.………………….…
Tabel 2
Penentuan status gizi menurut WHO 2006, dan CDC 2000…………… 18
Tabel 3
Klasifikasi status antropometri………………………...………….
18
Tabel 4
Standar baku indeks antropometri WHO 2006………………..….
19
Tabel 5
Formulasi REE menurut WHO……………….…………….……..
19
Tabel 6
Faktor aktivitas dan stres…………...…………………………..…
20
Tabel 7
RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi dan anak
menurut UVA Health System) 2013…………………………….....
Tabel 8
17
21
RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi & anak
di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo …………………………..… 21
Tabel 9
Indikator positif dan negatif pada Model Adaptasi Roy……..……
37
Tabel 10 Pengkajian Model Adaptasi Roy …………………………………
48
Tabel 11
52
Nursing care plan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy …..…
Tabel. 12 Implementasi dan evaluasi Model Adaptasi Roy ……………....… 59
xiii
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 1
Model Adaptasi Roy …………………………………..….............
Skema 2
Integrasi Model Aadaptasi Roy dalam proses keperawatan
37
anak kanker dengan masalah nutrisi ……………………………..... 43
xiv
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kontrak belajar residensi keperawatan anak
Lampiran 2 : Format pengkajian Model Adaptasi Roy
Lampiran 3 : Asuhan keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy
Lampiran 4 : Laporan proyek inovasi
xv
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahapan tumbuh dan berkembangnya anak menjadi dewasa, tidak jarang
mengalami berbagai macam fase yang mengakibatkan anak berada dalam
kondisi sakit dan harus dilakukan perawatan di rumah sakit. Dewasa ini,
berbagai macam penyakit bisa dialami oleh anak mulai dari penyakit ringan
sampai penyakit yang bisa mengancam nyawa anak, seperti kanker.
Kanker merupakan masalah serius yang selalu menjadi perhatian dunia.
Menurut Permono dkk. (2006), kanker adalah jenis penyakit keganasan yang
disebabkan oleh adanya penyimpangan pertumbuhan sel-sel tubuh yang
membelah secara tidak terkontrol dan menyerang organ tubuh serta merusak
fungsinya. Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
tetapi adanya mutasi gen dalam tubuh seseorang diduga ikut berperan dalam
kejadian kanker. Selain itu adanya infeksi, paparan radiasi dan konsumsi zatzat kimia yang bersifat karsinogen, juga mempengaruhi kejadian kanker.
(American Cancer Society, 2008).
Data World Health Organization (WHO) (2011) menyebutkan, jumlah
penderita baru penyakit kanker tahun 2020 diperkirakan meningkat hampir
20 juta penderita. Pada tahun 2008, sekitar 7,6 juta orang di dunia meninggal
karena kanker atau sekitar 13% dari semua penyebab kematian, dan 70%
kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah (IARC,
2008).
Kanker menjadi penyebab utama dari kasus kematian anak-anak di seluruh
dunia (Hockenberry & Wilson, 2009). Satu dari 600 anak menderita kanker
sebelum umur 16 tahun, dan sekitar 96 ribu kematian karena kanker terjadi
pada anak usia 0-14 tahun (IARC, 2008). Kanker pada anak diperkirakan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
mencapai 1% dari jumlah penyakit kanker secara keseluruhan. Data WHO
(2010) menunjukkan populasi kejadian kanker pada anak di Indonesia
sebanyak 5-7%, jumlah ini meningkat dari tahun 2006 yang hanya 2% atau
4.100 kasus kanker baru setiap tahun. Di Indonesia insidensi kanker pada
anak usia 0-14 tahun dijumpai sekitar 2,5% dari insidensi secara keseluruhan
kanker pada semua usia. Insidensi leukemia sebesar 44,8%, kanker otak dan
sistem saraf sebesar 9,7%, non-Hodgkin limfoma sebesar 7,5%, tumor wilms
sebesar 3,7% (IARC, 2008). Jumlah penderita kanker di RSUPN Dr
Ciptomangunkusumo tahun 2007 mencapai 1.039 orang. Jumlah penderita
kanker pada anak-anak yang menjalani kemoterapi pada bulan JanuariOktober 2013 mencapai 1.694 anak (data rekam medis RSCM, 2013).
Berbagai pilihan terapi bisa dilakukan untuk pengobatan kanker, diantaranya
operasi, radioterapi, kemoterapi dan beberapa metode terapi lainnya. Dari
berbagai macam pilihan terapi untuk kanker, pengobatan dengan kemoterapi
menjadi pilihan paling sering digunakan. Kemoterapi digunakan untuk terapi
kanker sistemik dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis.
Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang sudah dapat
digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih dan sudah lebih dari 10 jenis
kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi, atau sekitar 5% dari
seluruh pasien kanker. Jumlah ini hampir setara dengan 10% dari angka
kematian akibat kanker setiap tahun, termasuk kanker dengan derajat
keganasan tinggi. Pada sebagian kanker lainnya, meskipun tidak dapat
disembuhkan dengan kemoterapi, namun lama harapan hidupnya dapat
diperpanjang (Desen, 2008).
Kanker dan berbagai pengobatan yang dilakukan, memberikan efek samping
yang berhubungan dengan gizi. Menurut Barron dan Pencharz (2007),
sebagian besar kanker pada anak yang diobati dengan terapi kombinasi,
seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan
berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam
keadaan kurang gizi. Pengobatan radiasi pada pasien kanker dapat
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3
menimbulkan berbagai efek pada saluran cerna. Radiasi pada thorax dapat
menimbulkan dysphagia atau gangguan menelan. Radiasi pada daerah
abdomen dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi zat-zat gizi, gastritis,
nausea, vomiting, diare yang selanjutnya dapat merusak bagian lain dari
saluran pencernaan. Obat kemoterapi sering menimbulkan efek samping pada
pasien terutama mual muntah dengan derajat yang bervariasi. Obat
kemoterapi dari golongan Cisplatin, Carmustin dan Cyclophospamid
merupakan obat yang mempunyai derajat potensial mengakibatkan muntah
yang tinggi. Lebih dari 90% pasien yang menggunakan obat golongan ini
mengalami muntah (Hesket, 2008).
Pada kurun waktu tertentu, pasien-pasien dengan kanker akan mengalami
sindroma anoreksia-kaheksia karena kanker/ cancer anorexia-cachexia
syndrome (CACS). Manifestasi sindroma ini terutama berupa anoreksia,
penurunan berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang
tidak adekuat dan perubahan metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada
pasien kanker dan mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien (Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012).
Dalam menghadapi penyakit kronik seperti kanker, anak harus melakukan
adaptasi agar bisa bertahan dari kondisi penyakit. Sebagai ners spesialis anak,
perawat dituntut untuk bisa membantu meningkatkan mekanisme koping
pasien agar mampu beradaptasi dengan kondisi sakitnya, sehingga pasien
mampu mempertahankan integritas dirinya. Salah satu konsep teori
keperawatan yang bisa diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan
pada klien anak dengan kanker adalah Model Adaptasi Roy. Model Adaptasi
Roy berfokus pada adaptasi manusia. Manusia mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan baik eksternal
maupun internal, dimana individu akan mendapatkan stimulus dari
lingkungannya,
kemudian berespon terhadap
stimulus
tersebut
dan
melakukan adaptasi (Tomey & Alligood, 2006). Demikian pula pada anak,
dalam interaksinya dengan lingkungan anak akan mendapatkan stimulus dari
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
4
eksternal ataupun internal
yang akan mempengaruhi kesehatannya.
Mekanisme koping dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan dan
melaksanakan proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada individu
anak ketika sakit (Alligood, 2010).
Model adaptasi Roy telah banyak digunakan pada area keperawatan baik di
rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya. Model adaptasi Roy dapat
diaplikasikan pada populasi, kebutuhan adaptasi dan tingkat perkembangan
yang berbeda (Fawcett, 2005; Philips, 2006 dalam Alligod, 2010). Penelitian
Model Adaptasi Roy pada aspek nutrisi pernah dilakukan oleh Chen, Chang,
Chyun, dan McCorkle (2005). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
dinamika biopsikososial merupakan faktor yang berinteraksi dengan
kesehatan gizi. Model Adaptasi Roy dalam penelitian ini memberikan
gambaran dan kerangka acuan yang mudah diikuti untuk memahami
terjadinya penurunan status gizi pada pasien. Penelitian ini dilakukan pada
bayi di ruang perawatan intensif, yang memberikan kesimpulan bahwa Model
Adaptasi Roy memiliki kapasitas untuk bisa diaplikasikan secara praktis
dalam meningkatkan kualitas keperawatan, dalam fungsinya sebagai
kerangka teoritis untuk menggambarkan, dan menjelaskan situasi ibu, anak,
ayah dan sibling. Model Adaptasi Roy, menjadi kerangka empirik dalam
mengidentifikasi faktor stres dan stimulasi positif yang memperkuat peran
orang tua serta memberikan kerangka untuk memperjelas peran perawat dan
orang tua.
Penelitian lain yang melakukan penerapan Model Adaptasi Roy dalam aspek
nutrisi juga dilakukan oleh Sarimin di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
tahun 2012. Dalam karya ilmiah ini, didapatkan hasil bahwa Model Adaptasi
Roy bisa digunakan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit infeksi yang mengalami gizi buruk. Sedangkan
penelitian pada aspek nutrisi yang menggunakan Model Adaptasi Roy pada
anak-anak dengan kanker, belum pernah dilakukan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
5
Selama melakukan praktik residensi, banyak sekali didapatkan anak-anak
dengan kanker yang dirawat di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo mengalami
gangguan nutrisi yaitu masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Anak-anak ini harus beradaptasi dengan penyakit dan
masalah yang dialaminya. Melihat fenomena dari banyaknya anak-anak yang
dirawat dengan kanker dan mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi di
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo serta fenomena dari mekanisme penyakit
kanker yang selalu berkaitan dengan masalah nutrisi pasien, maka residen
merasa tertarik untuk melakukan aplikasi Model Adaptasi Roy pada pasienpasien anak dengan kanker yang mengalami masalah ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo
Jakarta.
1.2. Tujuan Penulisan
1.1.1. Tujuan Umum
Penyusunan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan
gambaran kegiatan pelaksanaan praktik ners spesialis keperawatan
anak dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi menggunakan Model Adaptasi Roy.
1.1.2. Tujuan Khusus
1. Memberikan gambaran tentang aplikasi Model Adaptasi Roy
dalam pemberian asuhan keperawatan anak-anak dengan kanker
yang mengalami masalah nutrisi di ruang non infeksi RSUPN Dr.
Cipto
Mangunkusumo
Jakarta
serta
memberikan
analisis
pemberian asuhan pada kasus terpilih.
2. Memberikan gambaran tentang pencapaian kompetensi ners
spesialis keperawatan anak selama melakukan praktik residensi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
6
1.3. Sistematika Penulisan
Karya ilmiah akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut, Bab 1
berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah kebutuhan nutrisi,
tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 tentang aplikasi teori
keperawatan pada asuhan keperawatan yang menggambarkan gambaran
kasus kelolaan, tinjauan teori tentang nutrisi pada anak secara umum, teori
nutrisi pada anak dengan kanker, family centered care pada pemenuhan
nutrisi anak dengan kanker, dan integrasi Model Adaptasi Roy dalam proses
keperawatan, serta aplikasi Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan.
Bab 3 berisi pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak. Bab 4
tentang pembahasan aplikasi Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan
kasus kelolaan dan pembahasan praktik ners spesialis keperawatan anak
dalam pencapaian kompetensi. Bab 5 berisi kesimpulan dan saran, serta
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATN
Bab ini menguraikan gambaran tentang kasus kelolaan dan tinjauan teori yang
dipakai tentang kebutuhan nutrisi pada anak dengan kanker serta aplikasi
pemberian asuhan keperawatan pada klien, berdasarkan teori keperawatan.
Konsep teori yang dipakai sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan pada
anak penderita kanker dengan gangguan nutrisi ini adalah Model Adaptasi Roy.
Asuhan keperawatan dengan Model Adaptasi Roy terdiri dari enam tahapan yaitu
pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, tujuan,
intervensi dan evaluasi.
2.1 Gambaran Kasus
Kasus yang akan disajikan dan dibahas dalam karya ilmiah ini terdiri dari 5
kasus klien anak dengan kanker yang mengalami gangguan nutrisi. Adapun
gambaran dari 5 kasus tersebut, akan diuraikan masing-masing sebagai
berikut:
2.1.1 Kasus 1
Pasien anak A.P jenis kelamin laki-laki, usia 1 tahun 11 bulan dengan
Acute Myeloid Leukimia (AML) pro kemoterapi dan gizi buruk
marasmik, masuk rumah sakit tanggal 13 September 2013 jam 10.00
WIB dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Hasil pengkajian
didapatkan perilaku inefektif yaitu keadaan umum pasien lemah,
konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat
perdarahan gusi dan menurut keterangan ibu, terdapat darah dalam
feses anak. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin
7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12.000/µL, eritrosit 3,23
juta/µL, masa perdarahan intra vena lebih dari 10 menit, masa
protombin 16,2 detik, APTT 36,2 detik, kadar fibrinogen 376,5 mg/dL,
angka leukosit 21,73 x103/µL, eosinofil 0,0%, neutrofil 9,0%, limfosit
49,0%, monosit 0,0%, laju enap darah (LED) 127 mm. Hasil
pengukuran antropometrik pasien, didapatkan tinggi badan 80 cm,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
berat badan 8,6 kg, lingkar lengan atas (LILA) 11 cm terdapat wasting,
baggy pant, iga gambang, dan hepatomegali. Pengukuran BB/TB:
82.69% (z score (-3)-(-2) SD), LILA/U: 72,85% (z score <-3SD). Satu
hari sebelum masuk rumah sakit, pasien terjadi perdarahan gusi dan
buang air besar hitam, tetapi perdarahan berhenti sendiri. Pasien
pernah diperiksa di RSU Dr Sudarno Sambas, dan dicurigai menderita
keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Pada tanggal
8 September 2013 pasien masuk ke UGD RSCM dengan perdarahan.
Setelah dilakukan bone marrow puncture (BMP) dan pemeriksaan
kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di
diagnosa
Acute
Myeloid
Leukimia
(AML)
dan
direncanakan
kemoterapi dengan protokol AML minggu I.
Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah potensial
komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan (hemoragie),
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko
ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi
aktivitas, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Selama
perawatan pasien ditemukan diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan
jalan napas tidak efektif, hipertermia dan kerusakan membran mukosa
oral.
Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi anak adalah
memberikan transfusi trombosit, transfusi fresh frozen plasma (FFP),
transfusi packed red blood cell (PRC), memonitor pemberian obat
kemoterapi Doxorubicin 10 mg dan ARA-C 30 mg, monitoring hidrasi
cairan pasien sebelum dan setelah kemoterapi, membantu aktivitas
harian anak bersama dengan orang tua, melakukan stimulasi tumbuh
kembang dengan mengajak anak selalu komunikasi dan cerita dengan
buku-buku cerita, melakukan penimbangan berat badan dan lingkar
lengan atas (LILA) secara teratur, memonitor mual muntah dan diare
anak, memberikan diet anak berupa nasi tim saring 800 kkal dan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
makanan cair 4x100 ml, kemudian diganti F100 4x120 ml + 4x150 ml.
Selanjutnya diet dinaikkan menjadi F100 8x150 ml untuk asupan lebih
saat anak akan dilakukan kemoterapi. Pada tanggal 20 September
status gizi pasien berubah menjadi gizi kurang (berat badan 10,1 kg)
disertai bengkak pada kaki. Pasien kembali mengalami penurunan
berat badan hingga terakhir residen melakukan perawatan dengan berat
badan 8,5 kg, karena dipindah di ruang febrile neutropeni tanggal 26
September 2013. Evaluasi akhir perawatan, pasien beradaptasi pada
tingkat kompensasi terhadap semua masalah keperawatan yang ada.
2.1.2 Kasus 2
Anak M.R laki-laki usia 4 tahun 5 bulan dengan Limfoma Maligna
Non Hodgin (LMNH) pro kemoterapi minggu I. Pasien masuk UGD
tanggal 13 September 2013, dengan keluhan ada pembesaran di leher,
sesak hebat dan terjadi perdarahan dari hidung. Pada hari kedua di
UGD anak dipasang trakeostomi, selanjutnya pasien dipindah ke ruang
non infeksi tanggal 20 September 2013 dan dilakukan pengkajian pada
hari yang sama. Hasil pengkajian didapatkan perilaku inefektif yaitu
anak terdapat batuk berdahak, terpasang trakeostomi, pernapasan (RR)
30x/menit, ada massa di leher ukuran 10x8x4cm dan 6x6x4cm,
keadaan umum pasien sedang, nadi 100x/menit, tekanan darah
90/65mmHg, suhu 36,90C. Pasien mengalami nyeri skala VAS 3. Hasil
pengukuran antropometrik didapatkan berat badan 10 kg, tinggi badan
94 cm, terlihat sangat kurus, BB/TB: 72,46% (z score <-3SD), status
gizi anak buruk. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 10,2 g/dl, hematokrit 29,1%, leukosit 12.100/µL,
trombosit 543.000rb/µL, MCV/MCH/MCHC: 78/28,1/36,1 g/dL.
Masalah keperawatan yang dialami pasien adalah bersihan jalan napas
tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronik, resiko
infeksi, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan,
intoleransi aktivitas, gangguan komunikasi verbal, dan konstipasi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10
Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi pasien adalah
memonitor status respirasi anak, melakukan suction secara berkala,
mengganti kasa jendela trakeostomi sehari sekali, melakukan
kolaborasi pemberian inhalasi dengan NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul
3x sehari, memberikan O2 5 liter/menit saat pasien mengalami sesak
napas mendadak karena mukus plak, memonitor perubahan berat
badan secara teratur, memonitor mual muntah dan diare pasien,
memberikan diet F100 6x200 ml dan ditingkatkan menjadi F100
6x225 tanggal 25 September. Residen keperawatan anak juga
memonitor asupan dan haluaran, memonitor tetesan infus untuk hidrasi
selama kemoterapi, melakukan manajemen nyeri dengan distraksi
(mendengarkan
musik,
bercerita
dengan
buku-buku
cerita),
memotivasi keluarga untuk massage ringan saat anak nyeri, kolaborasi
pemberian obat Ketorolac 3x 10 mg IV, mengevaluasi hasil cek
laboratorium, melakukan kolaborasi pemberian obat Cefotaxim 3x250
mg, membantu aktivitas harian anak bersama dengan keluarga,
menganjurkan anak untuk memberikan kode saat anak menginginkan
sesuatu (pipis, minum, makan dll), melakukan kolaborasi pemberian
obat Lactulax 3x10 mg. Perawatan pada anak M.R dilakukan oleh
residen keperawatan anak mulai tanggal 20 Sepetember dan berakhir
pada tanggal 26 September 2013, karena pasien dipindahkan ke ruang
perawatan lain. Evaluasi selama perawatan, pasien beradaptasi pada
tingkat kompensasi terhadap semua masalah keperawatan yang muncul
(bersihan jalan napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, nyeri kronik, resiko infeksi, resiko ketidakseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan, intoleransi aktivitas, gangguan komunikasi
verbal, dan konstipasi).
2.1.3 Kasus 3
Anak M.T laki-laki usia 1 tahun 7 bulan, masuk UGD tanggal 8
Oktober 2013 dengan pneumonia atipik dan gizi buruk marasmik, post
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
11
kemoterapi AML-M1 fase induksi tanggal 4-9 September 2013 dengan
diagnosa awal AML bulan Agustus 2013. Selanjutnya pasien
dipindahkan ke bangsal non infeksi tanggal 10 Oktober, dan dilakukan
pengkajian oleh residen tanggal 21 Oktober 2013. Hasil dari
pengkajian didapatkan perilaku inefektif pasien yaitu, anak batuk terus
menerus, pernapasan 32x/menit, mengalami melena, keadaan umum
lemah, anak bed rest di tempat tidur dan saat ini baru puasa. Hasil
pengukuran antropometrik berat badan 7,2 kg, panjang badan 77 cm,
LILA 10 cm, terdapat wasting, baggy pant dan hepatomegali.
Pengukuran BB/PB: 72,72% (z score <-3SD), LILA/U: 67,11% (z
score <-3SD), status gizi anak buruk. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin
8,0 g/dl, hematokrit
23,6%, leukosit
10.850/µL, trombosit 16.900rb/µL.
Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah pola napas
tidak efektif, potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan
perdarahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
resiko infeksi, intoleransi aktivitas dan gangguan tumbuh kembang.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi
pasien adalah memonitor tanda-tanda vital (respirasi, nadi, tekanan
darah, melakukan kolaborasi pemeriksaan mantoux test, kolaborasi
pemberian obat batuk Ambroxol 3 mg dan Salbutamol 0,4 mg oral,
melakukan transfusi trombosit dan packed red blood cell (PRC),
memonitor tanda perdarahan/ melena, memberikan dan memonitor
nutrisi parenteral N4(475ml) + D10(25ml) + KCl(10ml) 20,8 ml/jam,
aminoleban 8% 3,6 ml/jam dan lipid 20% 0,7ml/jam. Residen
keperawatan anak juga menimbang berat badan secara rutin,
memonitor mual dan muntah, memonitor BAB, memantau status
hidrasi pasien, mengukur asupan dan haluaran urin, memonitor tandatanda dehidrasi, mengevaluasi toleransi anak terhadap aktivitas harian,
bersama orang tua membantu anak dalam memenuhi kebutuhan harian,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
12
melakukan stimulasi tumbuh kembang anak dengan komunikasi dan
bermain di tempat tidur dengan orang tua. Perawatan dilakukan oleh
residen keperawatan anak selama 10 hari (21-31 Oktober 2013). Pada
hari terakhir perawatan, berat badan anak meningkat menjadi menjadi
8 kg (terjadi peningkatan 0,8 kg) dengan berat badan ideal seharusnya
9,9 kg. Anak masih dirawat di RS sampai praktik residensi berakhir.
Evaluasi akhir perawatan, anak beradaptasi pada tingkat kompensasi
dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif, potensial
komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, intoleransi
aktivitas, dan gangguan tumbuh kembang .
2.1.4 Kasus 4
Anak V perempuan usia 4 tahun 6 bulan, masuk rumah sakit tanggal
25 September 2013 dan dilakukan pengkajian tanggal 11 November
2013. Riwayat masuk rumah sakit, pasien mengalami demam, disertai
bintik kemerahan dikulit seluruh tubuh. Pasien didiagnosa Acute
Myeloid Leukimia (AML) berdasarkan hasil bone marrow puncture
(BMP) tanggal 9 September 2013, dan telah dilakukan kemoterapi
Acute Myeloid Leukimia (AML) fase induksi selesai tanggal 20
September 2013. Selama dirawat di bangsal non infeksi (25
September-11 November 2013), pasien mengalami febrile neutropeni,
anemia, trombositopeni, demam naik turun, BAB cair, muntah, BAB
sulit, keluhan ambeyen, sariawan dan berulang kali sesak. Obat yang
pernah diberikan pada perawatan sebelumnya antara lain Fluconazol
1x100 mg, Piptazobactam 4x1 gr, Gentamizin 1x75 mg, Paracetamol
150 mg, Ibuprofen 100mg, Furosemid 2x5 mg, Digoxin 2x65mg,
Captopril 2x3, 125 mg, kenalog 3x appI, omeprazole 2x10, Mephin
2x5 ml, Bicnat 4x2 tablet, CTM 3x1 tablet. Saat dilakukan pengkajian
tanggal 11 November 2013, didapatkan perilaku inefektif yaitu
keadaan umum pasien lemah, suhu tubuh 38,70C, anak batuk berdahak,
terdapat mukositis tingkat sedang diukur dengan skala Oral Mucositis
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
13
Daily Questionaire (OMDQ), buang air besar hitam, ada bintik/ ptekie
diseluruh tubuh, nyeri perut skala 2 diukur dengan Visual Analog Scale
(VAS). Hasil pengukuran antropometrik didapatkan berat badan 11 kg,
tinggi badan 95,5cm, LILA 12cm. Pengukuran BB/TB: 77,46% (z
score <-3SD), LLA/U: 72,29% (z score <-3SD), status gizi pasien
buruk, saat ini anak baru puasa. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan
hemoglobin
6,4
g/dl,
hematokrit
18,7%,
eritrosit
6
2,31x10 /µL, trombosit 1000/µL, leukosit 12.100/µL, leukosit
0,52rb/µL, eosinofil 0,0,%, neutrofil 15,4%, limfosit 78,8%.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien adalah bersihan jalan
napas tidak efektif, potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan
perdarahan, hipertermi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari
kebutuhan, resiko infeksi, intoleransi aktivitas, gangguan pertumbuhan
dan perkembangan.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi
adalah memberikan inhalasi NaCl 0,9% +Ventolin 1 respul 3x sehari,
memotivasi anak untuk mengeluarkan dahak dengan batuk efektif,
melakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan analisa gas darah
bersama dengan perawat ruangan, melakukan transfusi packed red
blood cell (PRC), melakukan transfusi trombosit per hari, melakukan
kolaborasi dengan divisi nutrisi anak untuk puasa, monitoring
pemberian nutrisi parenteral KCl(10) + NaCl 3%(50ml) + D10%(440
ml) 35 cc/jam, monitoring pemberian aminosteril 5% 9,5 ml/jam dan
ivelip 2,4 ml/jam, memonitor status nutrisi, melakukan pemasangan
nasogastric tube (NGT), melakukan priming minum anak tanggal 15
November 2013 dengan 4-30 ml pregistimil, memberikan diet
pregistimil 8x30 ml tanggal 18 November, melakukan kolaborasi
periksaan albumin. Residen keperawatan anak juga memonitor status
hidrasi pasien, melakukan kolaborasi pemberian obat Meropenem
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
14
3x130 mg (dihentikan tanggal 15 September), melakukan kolaborasi
pemberian obat Metronidazole 3x125mg dan obat ondansentron 3x2
mg, memotivasi anak untuk melakukan oral hiegine teratur,
memotivasi anak untuk kumur-kumur dengan NaCl 0,9%, melakukan
kolaborasi pemberian kenalog3x, melakukan kolaborasi pemberian
obat demam (Farmadol 4x125 mg). Pada tanggal 19 November anak
pucat, keadaan umum lemah, saturasi oksigen 89%, anak dilakukan
pemasangan O2 2 liter/menit, dilakukan pemeriksaan AGD, dilakukan
pemeriksaan
elektrolit
dan
rontgen
thorax,
dengan
hasil
bronkopneumonia, serta anak mengalami hipokalemia. Residen
keperawatan anak, melakukan kolaborasi pemberian koreksi kalium 8
ml + water for injection 10 ml dalam 3 jam. Pada tanggal 20
November kondisi pasien menurun dan dilakukan intubasi dengan
bagging manual. Anak direncanakan pindah PICU, tapi saat itu baru
penuh, pada sift jaga sore anak meninggal dunia. Evaluasi akhir
perawatan, anak beradaptasi pada tingkat kompromi terhadap semua
masalah keperawatan atau anak tidak mampu mempertahankan
integritas diri.
2.1.5 Kasus 5
Anak K perempuan, usia 5 tahun 1 bulan, datang ke UGD tanggal 11
November 2013, post dilakukan kemoterapi protokol Neuroblastoma
high risk (4 November 2013) dengan diare, demam naik turun dan
perdarahan gusi. Anak masuk ruang non infeksi tanggal 14 November
2013 dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Hasil pengkajian
didapatkan perilaku inefektif pasien yaitu, anak mengalami diare 5-6x
perhari, adanya keluhan demam naik turun, suhu saat ini 370C, anak
batuk dan ada dahak. Hasil pengukuran antropometrik didapatkan,
berat badan anak 13,5 kg, tinggi badan 100cm dan status gizi kurang.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 6,3 g/dl,
hematokrit 17,1%, eritrosit 2,31x106/µL, trombosit 5000/µL, leukosit
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
15
70.000/µL, MCV 75,7fl, MCH 27,9pg, MCHC 36,89 g/dl, natrium 132
mEq/L, kalium 2,4 mEq/L, klorida 94 mEq/L.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien adalah bersihan jalan
napas tidak efektif, diare, hipertermi, resiko ketidakseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi
pasien adalah memonitor status respirasi pasien, melakukan kolaborasi
pemberian obat ambroxol 3x1,5 sendok teh, mengevaluasi buang air
besar pasien dari laporan ibu, melakukan kolaborasi pemberian zink
1x20 mg oral, memonitor pemberian diet makan cair (MC) 4x60 ml
dan TPN N5+KCl(10 ml) 48 ml/jam, memonitor status nutrisi pasien,
memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan kolaborasi pemberian obat
Ceftazidime 4x750 mg intra vena, memonitor tanda tanda vital pasien,
memonitor asupan dan haluaran seperti minum, makan, BAB, muntah
dan urin, melakukan kolaborasi untuk mencegah dehidrasi dengan
memberikan cairan renalyte 130 ml setiap kali anak diare. Pasien
dilakukan perawatan oleh residen keperawatan anak, selama 9 hari
(14-22 November 2013), dan dilakukan kolaborasi pemberian antibotik
selama 8 hari dengan hasil pasien tidak ada demam, berat badan pasien
meningkat menjadi 19,5 kg. Pada tanggal 22 November sift jaga sore,
pasien diperbolehkan pulang dan rawat jalan. Evaluasi akhir
perawatan, pasien mampu beradaptasi pada tingkat integritas terhadap
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
hipertermi, diare, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berada dalam tingkat integritas, sedangkan untuk
masalah bersihan jalan napas tidak efektif, anak masih beradaptasi
pada tingkat kompensasi, sehingga masih diperlukan rawat jalan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
16
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1 Nutrisi Pada Anak
Nutrisi merupakan komponen yang penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan anak. Memberikan nutrisi yang cukup dalam
kebutuhan kehidupan anak, berdampak pada pemeliharaan, pemulihan,
peningkatan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental
anak. Nutrisi lengkap dan seimbang harus mengandung cukup sumber
energi dan protein.
Kebutuhan nutrisi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status
nutrisi, umur, keadaan klinis dan penyakit yang diderita. Secara sederhana,
umumnya kebutuhan energi pada anak hampir sama dengan kebutuhan
cairan dan kebutuhan energi nutrisi parenteral lebih sedikit daripada nutrisi
enteral. Prinsipnya kebutuhan energi pada pasien pediatri harus seimbang
antara asupan energi dengan energi yang digunakan ditambah dengan
kebutuhan untuk tumbuh. Kebutuhan bayi lebih tinggi dibandingkan anak
yang terutama digunakan untuk sintesis protein dan pertumbuhan (WHO,
2009).
Prinsip dasar dalam tatalaksana nutrisi pada anak sakit adalah memberikan
diet dengan makanan yang berkualitas dari segi energi dan protein,
makanan dengan kandungan minyak atau lemak juga dapat diberikan
(kira-kira 30-40% dari kebutuhan kalori), jika masih perlu tambahan zat
gizi, berikan tambahan multivitamin dan mineral (WHO, 2009).
2.2.2 Asuhan Nutrisi Pediatrik (APN)
Menurut R. Sjarif et. al (2011), asuhan nutrisi pada pediatrik berdasarkan
rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 diberikan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Assessment (Penilaian)
Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan
dengan proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
17
Anamnesis meliputi asupan makan, pola makan, toleransi makan,
perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar, perubahan
berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang
mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran
panjang/tinggi badan dilakukan dengan cara yang benar dan
menggunakan timbangan yang telah ditera secara berkala. Pemeriksaan
fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya defisiensi
mikronutrien harus dilakukan.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB).
Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik World
Health Organization/ WHO (2006) untuk anak kurang dari 5 tahun dan
grafik Centers for Disease Control and Prevention/ CDC (2000) untuk
anak lebih dari 5 tahun. Grafik World Health Organization/ WHO
(2006) digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan
metodologi dibandingkan Centers for Disease Control and Prevention
/CDC (2000). Perbedaan dengan di negara Amrika Serikat, penilaian
status gizi pada anak usia 0-2 tahun menggunakan grafik World Health
Organization/ WHO sedangkan usia >2-19 tahun menggunakan CDC
2000 (CDC Recommendation, 2013).
Tabel 1. Grafik penilaian gizi berdasarkan kelompok usia.
Usia
0 – 5 tahun
Grafik yang digunakan
WH0 2006
>5-18 tahun
CDC 2000
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk
usia 0-5 tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria
Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
18
Tabel 2. Penentuan status gizi menurut WHO 2006, dan CDC 2000.
Status gizi
Obesitas
Overweight
Normal
Gizi kurang
Gizi buruk
BB/TB
(% median)
>120
>110
> 90
70-90
< 70
BB/TB WHO 2006
> +3
> +2 hingga +3 SD
+2 SD hingga -2 SD
< -2 SD hingga -3 SD
< - 3 SD
IMT CDC 2000
> P95
P85 – P95
Penilaian status nutrisi dengan BB dan TB lebih diutamakan, tetapi
jika pada kondisi tertentu misalnya anak dengan oedem, dehidrasi,
overhidrasi, organomegali dan kondisi tetentu lainnya, biasanya
digunakan antropometrik lainnya. Kombinasi antar beberapa parameter
antropometri disebut dengan indeks antropometri. Ukuran baku hasil
pengukuran antropometri ada bermacam-macam, untuk berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB) digunakan ukuran baku Harvard dan untuk
lingkar lengan atas (LILA) digunakan baku Wolanski (Abad-Jorge,
Morris, Perks, & Roman, 2011).
Tabel 3. Klasifikasi Status Antropometri
BB/U
TB/U
BB/TB
LLA/U
LLA/TB
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
80-100%
95- 100%
90-100%
85-100%
85-100%
60-<80%
85-<95%
70%-<90%
70%-<85%
70%-<85%
<60%
<85%
<70%
<70%
<70%
Indeks antropometri berat badan, panjang badan/ tinggi badan, dan
indeks masa tubuh menurut umur dan tinggi badan dengan melihat
nilai z score pada anak 0-5 tahun digunakan standar WHO, 2006.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
Tabel 4. Standar baku indeks antropometri WHO 2006.
2) Penentuan Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan
kalorimetri indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis.
Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis
tertentu. Untuk kemudahan praktek klinis, kebutuhan kalori ditentukan
berdasarkan:
a. Kondisi sakit kritis (critical illness) :
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
Tabel 5. Formulasi REE menurut WHO
Jenis kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Umur (tahun)
1 - 3
3 - 10
10 - 18
18 - 30
1 - 3
3 - 10
10 - 18
18 - 30
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
REE (kkal/hari)
60,9 BB (kg) - 54
22,7 BB (kg) + 495
17,5 BB (kg) + 651
15,3 BB (kg) + 679
61 BB (kg) – 51
22,5 BB (kg) + 499
12,2 BB (kg) + 746
14,7 BB (kg) + 496
Universitas Indonesia
20
Tabel 6. Faktor Aktivitas dan Stres
Jenis aktivitas Faktor aktivitas
Non ambulatory, diintubasi, disedasi
Tirah baring
Aktifitas ringan
Jenis Stres
Kelaparan
Bedah
Sepsis
Cedera kepala
Trauma
Gagal tumbuh
Luka bakar
Gagal jantung
Trauma 1.5-1.7
R. Sjarif (2011)
Jenis Stres Faktor stress
0.8-0.9
1.0-1.15
1.2-1.3
Faktor stres
0.7-0.9
1.1-1.5
1.2-1.6
1.3
1.1-1.8
1.5-2.0
1.5-2.5
1.2-1.3
b. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)
1. Gizi baik/kurang:
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal
dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi
ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada
grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada
kondisi klinis tertentu (European Society of Paediatric
Research, 2005).
(1) Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau
(2) Berdasarkan perhitungan target BB-ideal:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk
menghindari sindrom refeeding (Afsal, Addai, Fagbemi,
Murich, Thomson, Heuschkel, 2002).
2. Obesitas:
Target pemberian kalori adalah:
BB-ideal x RDA menurut usia tinggi.
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai
target. Sebagai catatan, berat badan ideal adalah berat badan
menurut tinggi badan pada P50 pertumbuhan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
21
RDA (Recommended Dietary Allowances) merupakan ukuran/ standar
penilaian untuk menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan usia dan
tinggi badan anak.
Tabel 7. RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi & anak
Umur
Bayi
Anak
Laki-laki
Perempuan
BB
TB
Kalori
Protein
Cairan
(tahun)
(kg)
(lbs)
(cm)
(in)
(kcal/kg)
(gm/kg)
(ml/kg)
0.0-0.5
6
13
60
24
108
2.2
140-160
0.5-1.0
9
20
71
28
98
1.5
125-145
1-3
13
29
90
35
102
1.23
115-125
4-6
20
44
112
44
90
1.2
90-110
7-10
28
62
132
52
70
1.0
70-85
11-14
45
99
157
62
55
1.0
70-85
15-18
66
145
176
69
45
0.8
50-60
11-14
46
101
157
62
47
1.0
70-85
15-18
55
120
163
64
40
0.8
50-60
Unversity Virginia Health System (UVA Health System) 2013.
RDA (Recommended Dietary Allowances) yang dipergunakan di
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo:
Tabel 8. RDA (Recommended Dietary Allowances) untuk bayi & anak
Umur (tahun)
0-1
1-3
4-6
6-9
10 - 14
14 - 18
(R. Sjarif (2011)
Kecukupan energy (kkal/kg)
Pria
Wanita
110 – 120
110 - 120
100
100
90
90
80 -90
60 – 80
50 – 70
40 – 55
40 - 50
40
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Kecukupan protein
(kg/hari)
2,5
2
1,8
1,5
1-1,5
1-1,5
Universitas Indonesia
22
3) Penentuan Cara Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama.
Jalur parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Kontra
indikasi pemberian makan melalui saluran cerna ialah obstruksi
saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak berfungsinya
saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat
dilakukan
melalui
pipa
nasogastrik
atau
nasoduodenal
atau
nasojejunal. Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan
melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk nutrisi parenteral jangka
pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer, sedangkan
untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral.
4) Penentuan Jenis Makanan
Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan
dengan usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI
dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula di-tambah
makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah ASI
dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis
sediaan
makanan
untuk
enteral
disesuaikan
dengan
fungsi
gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan
untuk fungsi gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi
formula standar dan formula makanan padat kalori.
b. Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer,
protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang medium chain
triglyceride (MCT).
c. Modular, terbuat dari makronutrien tunggal.
Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan
usia, perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan
bayi beberapa asam amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin
merupakan asam amino yang secara khusus/kondisional menjadi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
23
esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa berbeda antara
bayi dan anak (European Society of Paediatric Research, 2005).
5) Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas
atau penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan).
Reaksi simpang yang dapat terjadi pada pemberian enteral antara lain
adalah mual/muntah, konstipasi dan diare. Pada pemberian parenteral
dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis. Selain itu,
diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring pertumbuhan.
Pada pasien rawat inap evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari,
dengan membedakan antara pemberian jalur oral/enteral dan
parenteral. Pada pasien rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai
kebutuhan (Silverspring, 1998 dan Kessler, Baker, Silverman, 2004
dalam R. Sjarif, 2011).
2.2.3 Kanker
1. Pengertian
Kanker dalam bahasa medis biasa disebut karsinoma yaitu sekelompok
penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel
yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2005). Kanker
juga didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan baru yang bersifat
ganas dengan massa abnormal, tidak berfungsi normal, dan motilitas
abnormal, atau disebut juga neoplasma maligna (Otto, 2001). Menurut
National Cancer Institute (NCI) tahun 2011, kanker adalah istilah yang
digunakan untuk penyakit di mana sel-sel abnormal tubuh membelah
tidak terkontrol dan menyerang jaringan lain. Sel-sel kanker dapat
menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui darah dan sistem getah
bening.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
24
2. Jenis kanker
Limfoma hodgkin adalah tumor ganas pada sistem retikuloendotelial
dan limfatik, yang memiliki pola penyebaran melalui nodus berdekatan
(Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005; Otto, 2001), kanker
ini sering terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh abnormal
(Tomlinson & Kline, 2005). Tanda dan gejala limfoma hodgkin yang
umum adalah limfadenopati tanpa rasa sakit. Pada pemeriksaan fisik
kelenjar getah bening, tumor digambarkan dengan batas tegas dan
kenyal, dan sensitif. Terapi yang paling utama diberikan pada limfoma
hodgkin adalah kemoterapi dan radioterapi. Pembedahan yang
dilakukan hanya untuk mendapatkan biopsi jaringan (Tomlinson &
Kline, 2005).
Acute Myeloid Leukemia (AML) merupakan keganasan pada darah
yang disebabkan oleh sarcoma granulocytic atau myeloblastoma, yang
ditandai oleh pucat, kelelahan, kelemahan, petekie, demam, infeksi,
sakit tenggorokan, limfadenopati, lesi pada kulit, nyeri, mual dan
muntah (Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005; Otto, 2001).
Penanganan AML adalah dengan pemberian kemoterapi, tetapi
transplantasi stem sel alogenik juga dapat diberikan pada keadaan
remisi (Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005).
Neuroblastoma
adalah
suatu
jenis
kanker
saraf
yang dapat
menunjukkan gejala bervariasi, tergantung dari lokasinya (Permono
dkk., 2006; Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001). Gejala klinis yang
timbul selain dipengaruhi oleh lokasi, dipengaruhi juga oleh ada
tidaknya metastase. Gejala klasik yang sering muncul adalah proptosis
dan ekimose periorbital akibat infiltrasi tumor ke tulang periorbita,
penyebaran ke tulang dan sumsum tulang menimbulkan gejala nyeri
tulang, anemia, perdarahan, peningkatan resiko infeksi, penyebaran ke
kulit menyebabkan warna kebiruan pada nodul subkutan (Permono
dkk., 2006; Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001; Lanszkowsky,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
25
2005).
Terapi
yang
diberikan
disesuaikan
dengan
stadium
neuroblastoma. Pembedahan, kemoterapi, radioterapi, transplantasi
autologous stem sel, imunoterapi, dan terapi biologi semua dapat
diberikan pada kasus neuroblastoma (Tomlinson & Kline, 2005; Otto,
2001; Permono dkk., 2006).
2.2.4 Nutrisi Pada Anak Kanker
Kanker masih merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di atas
satu tahun. Kanker jenis leukemia dan limfoma menempati 40% dari
penyakit keganasan anak, sisanya 60% berupa tumor solid terutama
sarcoma (Suandi, 1999).
Penyebab kanker masih belum diketahui, tetapi beberapa kelainan berikut
ini dikatakan berperan dalam terjadinya kanker, antar lain:
1. Kelainan genetik
Kelainan ini memiliki peranan penting pada beberapa kasus
keganasan anatara lain: retinoblastoma dan neurofibromatosis.
2. Kelaianan kromosom
Kelainan kromosomal (trisomi 21) atau kromosomal tidak stabil
(anemia hipoplastik Fanconi). Kedua kelainan ini berhubungan erat
dengan tingginya insiden kanker.
3. Perubahan pertumbuhan somatik.
Kelainan hemihipertrofi memiliki hubungan erat dengan tumor
pada hati, ginjal dan adrenal.
4. Defisiensi imunologik.
Beberapa variasi imunologi berperan meningkatkan beberapa tipe
kanker.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker, liomfoma dan leukemia anak
terhadap status gizi adalah malnutrisi berat dan wasting. Gejala mula-mula
tampak berupa kehilangan berat badan, dan selanjutnya dapat terjadi
malabsorbsi bila tumor mengenai saluran cerna atau malabsorbsi timbul
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
sebagai akibat pengobatan kemoterapi dan radiasi. Terjadi pula
hipermetabolisme sebagai akibat pertumbuhan aktif dari tumor atau
adanya infeksi pada penderita. Bila terjadi penurunan berat badan sampai
10% dalam 3 bulan atau kurang, albumin serum < 3,5 gr/dl dan nafsu
makan berkurang, keadaan ini dikenal sebagai compromised nutritional
state (Suandi, 1999).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak dengan keganasn meliputi
hilangnya nafsu makan (anoreksia), perubahan selera makan, dan
perubahan psikologis.3,5. Masalah lain yang dialami penderita berupa
mual muntah, turunnya berat badan, ulkus pada mulut dan tenggorokan,
intoleransi laktosa, enteritis, diare, karies gigi, konstipasi. Pengelolaan diit
pada pasien kanker
adalah dengan memberikan diit
seimbang.
Pemberiannya dapat berupa oral. Bila cara ini belum cukup memenuhi
kebutuhan kalori, maka kekurangannya diberikan nutrisi secara enteral
maupun perenteral. Bila kemungkinan absorbsi rendah atau waktu transit
makan panjang, diit diberikan secara elemental untuk memenuhi kalori
yang dibutuhkan. Diit diberikan dalam bentuk langsung/ melalui oral atau
melalui pipa nasogastrik. Formula elemen umumnya mengandung asam
amino atau peptide (sumber protein), oligosakarida/ monosakarida
(sumber karbohidrat) dan trigleserida rantai menengah (sumber lemak).
Nutrisi perenteral sebagian atau total diindikasikan pada penderita dengan
kelaianan saluran cerna, operasi, malabsorbsi berat, diare berat, anoreksia
ektrim dan lama serta kanker stadium lanjut atau prognosa buruk. Nutrisi
parenteral melaui vena cava superior dapat memasukkan glukosa 25-35%
dan 2-5% asam amino. Intralipid yang diinfuskan secara kontinu 23,5gr/kgBB/hari atau secara intermiten minimal 2 gr/kgBB/hari (3 kali
dalam seminggu) untuk memenuhi kebutuhan asam lemak esensial. Nutrisi
parenteral melalui vena perifer memiliki kemampuan terbatas dalam
menerima solusi hiperosmolar. Konsentrasi glukosa yang diperkenankan
5-12 % dan asam amino 2-3%, sedangkan lemak yang diinfuskan secara
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
27
kontinyu dapat diberikan 2-3,5 gr/kgBB/hari. Energi yang bisa masuk
sekitar 60% dari total energy yang diperlukan tubuh (Suandi, 1999).
Malnutrisi adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi
gizi yang tidak sesuai. Hal ini ditandai dengan kekurangan atau kelebihan
energi dengan efek samping yang terukur secara klinis. Keseimbangan
energi dan protein merupakan syarat untuk pertumbuhan yang optimal.
Prevalensi kekurangan nutrisi pada masa anak-anak dengan kanker
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, 1) teknik diagnostik yang
berbeda untuk menilai status gizi, 2) jenis histologis dan stadium
keganasan selama penilaian, 3) kerentanan anak terhadap gizi buruk dan
pengobatan kanker selama perawatan, dan 4) tidak spesifik dalam
diagnosis malnutrisi (Bauer, Jurgens, & Fruhwald 2011).
Penelitian melaporkan kurang lebih 0-50 % kekurangan nutrisi pada anak,
tergantung dari jenis kanker yang diderita (Bauer, Jürgens, & Fruhwald,
2011). Berat badan bukan merupakan satu-satunya penanda untuk
mendeteksi gangguan gizi pada anak-anak dengan kanker, karena
kemungkinan berat badan akan terpengaruh oleh hidrasi selama
kemoterapi dan tidak mengidentifikasi perubahan jangka panjang pada
massa tubuh (White, Davies, & Murphy 2008). Anak dengan berat badan
yang cukup atau lebih, kehilangan massa tubuh tidak terlihat dengan
lemak menjadi berkurang atau masih tetap, tapi otot rangka menipis.
Selain itu, ada juga pengurangan nutrisi yang tidak terdeteksi dari satu atau
lebih mikronutrien dalam tubuh, karena asupan makanan berkurang,
kehilangan nutrisi melalui enteral yang berlebihan, atau faktor lainnya
yang terjadi pada anak
normal atau berat badan lebih (Reilly, 2000,
White, Davies, & Murphy 2008).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
28
Kanker Pada Anak dan Perubahan Nutrisi:
1.
Mekanisme anoreksia dan cachexia kanker
Sindroma anoreksia-kaheksia karena kanker/ cancer anorexiacachexia syndrome (CACS) adalah suatu keadaan yang merusak dan
melemahkan pada setiap tahap keganasan. Manifestasi sindroma ini
terutama berupa anoreksia, penurunan berat badan dan berkurangnya
massa otot akibat asupan oral yang tidak adekuat dan perubahan
metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada pasien kanker dan
mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Mekanisme patogenik CACS adalah mutifaktorial.
Diduga akibat dari interaksi tumor dengan host dan sitokin
mempunyai peran yang bermakna dalam hal ini. Diagnosis cachexia
kanker adalah kompleks, ditinjau dari banyak segi dan membutuhkan
ketelitian pada pemeriksaan klinis pasien (Muliawati, Haroen, &
Rotty 2012).
2.
Efek metabolik kanker dan agen kemoterapi:
a.
Perubahan faktor hormonal
Selama adaptasi terhadap kekurangan gizi, terjadi peningkatan
katekolamin, glukagon, kortisol, tingkat hormon pertumbuhan,
dan sekresi insulin menurun. Gangguan endokrin pada pasien
kanker berbeda dengan dengan pasien kekurangan gizi dalam
bentuk resistensi dan sekresi urin, sebagai peningkatan hormon
pertumbuhan. Produksi hormon tiroid berkurang pada pasien
kurang gizi dengan maupun tanpa kanker akibat aktivasi sistem
saraf simpatik, penurunan sekresi kelenjar, dan pembatasan
nutrisi (Bauer, Jurgens, & Fruhwald 2011).
b.
Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh selama masa bayi yang normal
seperti variasi dalam hidrasi dan kepadatan jaringan tubuh
dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, status pubertas, faktor
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
genetik, gizi, penyakit, dan aktivitas fisik (Warner, 2000 &
Bartelink, 2006). Penentuan komposisi tubuh terdiri dari
pengukuran langsung atau tidak langsung dari lemak tubuh,
massa tubuh tanpa lemak, massa tulang, dan dalam kasus tertentu
distribusi lemak antara kompartemen visceral atau subkutan.
Jaringan lemak memiliki sifat fisik yang relatif seragam selama
proses penuaan, sedangkan jaringan lain dari waktu ke waktu
terjadi penurunan kadar air serta peningkatan protein dan
komposisi mineral, sehingga menyebabkan penurunan rasio
cairan intraseluler dan ekstraseluler.
Pada anak-anak dengan kanker, berat badan dapat dipengaruhi
oleh massa tumor dan hidrasi, terutama selama kemoterapi dan
tidak
terdeteksinya
kehilangan
lemak
dan
otot
rangka.
Pengukuran kompartemen tubuh memberikan informasi yang
berguna tentang status gizi pada saat diagnosis. Cara ini dapat
mengidentifikasi perubahan berikutnya pada fungsi jaringan
selama terapi antineoplastik, dengan menyajikan informasi
tambahan yang diperoleh dari antropometri dan penilaian gizi.
Kompartemen
tubuh
memberikan
peran
penting
dalam
patofisiologi cachexia kanker berkontribusi, seperti sindrom
kelelahan (Servaes, et. al, 2003).
3.
Faktor risiko kekurangan gizi pada anak-anak dengan keganasan:
1.
Faktor risiko terkait jenis, stadium, dan metastasis kanker.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi buruk pada anak
dengan kanker, dipengaruhi oleh jenis, stadium, metastasis
penyakit dan toksisitas terapi kanker kombinasi (Bauer, Jurgens,
Fruhwald, 2011). Selain klasifikasi pasien pada kelompok risiko
tinggi dan rendah kekurangan gizi, faktor risiko obesitas karena
obat kanker juga perlu dipertimbangkan, untuk mengetahui dan
mencegah gizi buruk pada tahap awal penyakit .
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
30
2.
Faktor risiko yang berkaitan dengan terapi kanker
Sebagian besar kanker pada anak yang diobati dengan terapi
kombinasi, seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi
umumnya menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat
menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi
(Barron & Pencharz, 2007). Masing-masing jenis pengobatan ini
dapat menghasilkan cedera organ utama (hati dan pankreas).
Selain
itu,
kombinasi
dari
pengobatan
kanker
dapat
menyebabkan akumulasi efek samping. Jenis terapi kanker
digabungkan dengan efek keganasan itu sendiri mempengaruhi
status gizi dan kerusakan pertumbuhan sel secara cepat,
misalnya, dalam saluran pencernaan. Sehingga timbul diare terus
menerus, muntah, mukositis, dan efek sistemik terapi, sehingga
anak-anak sering mengalami anoreksia/ kehilangan nafsu makan
yang membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan
berdampak pada hilangnya
cairan
dan
elektrolit
tubuh,
berkurangnya protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang
dapat menyebabkan malabsorpsi mikro maupun makronutrien
secara akut ataupun kronis (Donaldson, 1988 dalam
Bauer,
Jurgens, & Fruhwald 2011). Penelitian pada anak-anak dengan
kanker menunjukkan bahwa, pengobatan dengan agen alkylating
atau anthracyclines dan iradiasi tubuh berdampak pada gizi buruk
(Costa & Donaldson, 1979 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald,
2011).
4.
Dampak dari kekurangan nutrisi pada anak dengan kanker:
a.
Morbiditas dan mortalitas
Hasil penelitian menyebutkan, bahwa kekurangan nutrisi pada
pasien dengan kanker menyebabkan terjadinya kelemahan,
penurunan imunitas dan penyembuhan luka, peningkatan
toksisitas obat, serta perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
31
Penelitian lain menunjukkan, bahwa pasien dengan gizi kurang
yang dirawat dengan maupun tanpa kanker prognosisnya lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang bergizi baik (Ross,
et.al, 2004 & Di Fiore, et.al, 2006). Pasien kanker dengan
penurunan
berat
badan
menunjukkan
penurunan
tingkat
kelangsungan hidup, menunjukkan kurang berespon terhadap
untuk cytostatics (Schnadig, et.al, 2008), menunjukkan lama
tinggal di rumah sakit, tingkat remisi lebih tinggi dan
pengurangan kualitas hidup (Petruson, et.al, 2005).
Pada
anak-anak
dengan
kanker,
kekurangan
nutrisi
mengakibatkan prognosis lebih berat yang berdampak signifikan
pada tingkat kelangsungan hidup, terutama pada anak-anak
dengan tumor solid dan metastasis penyakit (Bauer, Jurgens, &
Fruhwald, 2011). Kualitas hidup lebih rendah juga didapatkan
pada anak-anak yang baru terdiagnosa neuroblastoma stadium
IV, leukemia lymphoblastic akut, dan leukemia myeloid akut
(Lobato-Mendizabal, et.al, 2003) yang mengalami penurunan
berat badan (Smith, et.al, 2010) .
b.
Konsekuensi jangka panjang
Anak-anak dengan kanker mentoleransi efek samping akut agen
antineoplastik yang lebih baik daripada orang dewasa, tetapi anak
tumbuh lebih rentan terhadap penyakit jangka panjang yang
memiliki implikasi pada kehidupan (Pieper, et.al, 2008).
Penelitian yang membandingkan BMI anak penderita kanker
pada populasi usia yang sama menunjukkan bahwa, anak yang
selamat dari jenis kanker tertentu menjadi lebih kurus (BMI ≤
18,5 kg/m2). Kelompok ini mencakup anak-anak dengan
sarkoma jaringan lunak, neuroblastoma, limfoma non-Hodgkin,
tumor otak, anak laki-laki dengan leukemia, anak perempuan
dengan kanker tulang tidak amputasi, tumor Wilms, dan penyakit
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
32
Hodgkin (Costa, 1979 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).
Selain itu, selamat dari keganasan kanker pada anak umumnya
beresiko obesitas saat dewasa, yang berkaitan dengan risiko
tinggi terjadinya penyakit jantung dan endokrin (Meacham, et al.
2009).
5.
Teknik Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi enteral merupakan cara yang disukai dan paling
aman untuk penyediaan nutrisi pada anak karena dapat mencegah
atrofi usus, toksisitas, dan komplikasi intravena (Duggan, 2005).
Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral dalam anak dengan kanker
sama dengan penyakit lain atau gangguan metabolisme, seperti
obstruksi usus, muntah permanen, atau perdarahan akut (Arends, et.
al, 2009). Pada kondisi tertentu jika oral atau jenis enteral feeding
tube tidak memungkinkan, maka nutrisi parenteral diindikasikan
tanpa penundaan. Penelitian mengatakan bahwa memulai pemberian
kalori parenteral akan menguntungkan bagi anak-anak yang terbukti
kekurangan energy protein atau anak yang mempunyai riwayat
asupan makanan rendah. Tujuan pemberian nutrisi parenteral parsial
adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi sampai anak mentoleransi
asupan oral atau feeding tube. Nutrisi parenteral lengkap diberikan
dalam jangka pendek pada anak dengan kegagalan penyerapan
enteral dan tidak berespon terhadap suplemen makanan (Forchielli,
Azzi, Cadranel, & Paolucci, 2003).
2.2.5 Kaitan Nutrisi dengan Kanker
Kanker dan berbagai pengobatan yang dilakukan, seperti pembedahan,
radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan berbagai efek
samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan
kurang gizi (Barron & Pencharz, 2007).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
33
Efek samping ini akan merusak sel-sel normal tubuh dan mengakibatkan
cedera organ utama seperti hati, pancreas, saluran cerna, sehingga
menimbulkan diare terus menerus, muntah, mukositis, dan efek sistemik
terapi, sehingga anak-anak sering mengalami anoreksia/ kehilangan nafsu
makan yang membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan
berdampak pada hilangnya cairan dan elektrolit tubuh, berkurangnya
protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang dapat menyebabkan
malabsorpsi mikro maupun makronutrien secara akut ataupun kronis
(Donaldson, 1988 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).
Kondisi ini mengakibatkan anak kurang nutrisi dan mengalami cachexia
kanker. Manifestasi sindroma ini terutama berupa anoreksia, penurunan
berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak
adekuat dan perubahan metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada pasien
kanker dan mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien (Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012).
Kekurangan nutrisi pada pasien dengan kanker menyebabkan terjadinya
kelemahan, penurunan imunitas dan penyembuhan luka, peningkatan
toksisitas obat, perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005), mengakibatkan
prognosis
lebih
berat
yang
berdampak
signifikan
pada
tingkat
kelangsungan hidup (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011).
2.2.6 Konsep Family Centered Care Pada Pemenuhan Nutrisi Anak Dengan
Kanker
Family Centered Care merupakan salah satu bentuk pendekatan asuhan
keperawatan yang melibatkan pemegang kebijakan kesehatan, program
kesehatan, fasilitas kesehatan, interaksi setiap saat antara pasien, keluarga,
perawat dan tenaga kesehatan yang lain. Tenaga kesehatan dalam
menerapkan family centered care selalu melibatkan keluarga yang
berperan dalam kesehatan dan kesejahteraan anak serta semua anggota
keluarga. Semua pelaksana family-centered care harus memahami kondisi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
emosi, kondisi sosial, dan dukungan untuk keluarga sebagai komponen
integral dalam pelayanan kesehatan (American Academy of Paediatric,
2003).
Family Centered Care juga bisa diartikan sebagai asuhan keperawatan
yang berpusat pada keluarga, sebagai bagian penting dalam peningkatan
status kesehatan anak. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang
mempunyai hubungan secara biologis, hubungan secara legal dan
hubungan emosional (American Academy of Paediatric, 2003).
Pendekatan dalam pelaksanaan family centered care adalah melibatkan
keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan pada pelayanan kesehatan,
sehingga diharapkan keluarga mampu membuat keputusan terkait dengan
pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Pada anak dengan kanker yang
mengalami masalah nutrisi, penerapan family centered care dilakukan
dengan melibatkan keluarga dalam melakukan pemberian makan anak,
mengevaluasi mual, muntah, melakukan pemantauan perubahan berat
badan sebelum dan selama anak dirawat di rumah sakit, mengevaluasi
makan dan buang air besar anak yang didokumentasikan orang tua dalam
catatan harian masing-masing.
Peran perawat dalam penerapan family centered care ini dilakukan dengan
memberikan dukungan penuh pada keluarga, menghormati perbedaan
sosial, budaya, ekonomi, dan nilai spiritual yang diyakini oleh keluarga.
Perawat memberikan informasi secara jujur tentang kondisi anak untuk
menguatkan
dan
memberdayakan
anak
beserta
keluarga
dalam
meningkatkan derajat kesehatan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
2.3 Integrasi Teori Keperawatan Dalam Proses Keperawatan
2.3.1 Model Adaptasi Roy
Adaptasi merupakan hasil akhir pengukuran secara empiris respon
tingkah laku manusia terhadap kemampuan fisiologis, kemampuan
melaksanakan fungsi peran, konsep diri, dan interdependensi yang
mencakup aspek sosial dan spiritual seseorang. Dalam kehidupan,
manusia akan menerima stimulus dari lingkungan sekitarnya
kemudian melakukan adaptasi. Roy menggunakan empat paradigma
dalam model adaptasinya, meliputi (Roy & Zhan, 2005 dalam
Alligood (2010) meliputi:
1) Manusia
Manusia merupakan sistem yang adaptif yang digambarkan
secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
kontrol, feed back proses, dan output. Dimana, tugas utama
manusia adalah menjaga integritas terhadap stimuli dari
lingkungan. Integritas merupakan tingkat keutuhan yang
dicapai melalui proses adaptasi terhadap perubahan kebutuhan.
2) Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai lingkungan internal dan
eksternal. Stimulus merupakan kesatuan yang menyebabkan
respon dan merupakan fokus interaksi antara manusia dengan
lingkungan. Stimuli dalam lingkungan ada tiga tipe yaitu fokal,
kontekstual dan residual.
3) Sehat - Sakit
Sehat-sakit merupakan kemampuan beradaptasi terhadap
stimulus. Proses adaptasi termasuk fungsi holistik untuk
mempengaruhi kesehatan secara positif
dan meningkatkan
integritas.
4) Keperawatan
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok
dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan, menyangkut
seluruh kehidupan manusia yang
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
berinteraksi
dengan
Universitas Indonesia
36
perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus internal
dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi.
Adaptasi terjadi ketika individu berespon positif terhadap perubahan
lingkungan. Respon adaptif akan meningkatkan integritas seseorang
untuk menjadi sehat dan ini ditentukan oleh adanya kombinasi
stimulus fokal, kontekstual dan residual. Sementara respon individu
terhadap perubahan lingkungan ditentukan oleh proses koping yang
terjadi dalam individu (Alligood, 2010).
Roy mengkategorikan mekanisme koping dalam sub sistem regulator
dan kognator. Mekanisme koping dari sub sistem regulator melalui
proses neural, kimia dan endokrin. Mekanisme koping dari sub
sistem kognator melalui proses kognitif dan emosi. Proses sub sistem
regulator dan kognator tidak dapat diobservasi secara langsung,
tetapi respon perilaku dapat diobservasi melalui model adaptasi
fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi (Roy, 2009).
Hasil akhir tingkat proses adaptasi individu terbagi tiga yaitu proses
pencapaian integritas, proses kompensasi dan proses kompromi.
Pada tingkat adaptasi pencapaian integritas, individu dapat
mempertahankan struktur dan fungsi proses kehidupan dalam
memenuhi kebutuhannya. Pada tingkat adaptasi proses kompensasi,
individu melakukan mekanisme koping (kognator dan regulator)
yang diaktifkan saat menghadapi stimulus. Sementara pada tingkat
adaptasi kompromi, individu tidak mampu mencapai proses adaptasi
kompensasi dan pencapaian integritas, atau dinamakan ada masalah
adaptasi dalam individu (Roy, 2009; Christensen & Kenney, 2009)
yang bisa dilihat dari gambar berikut ini:
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
37
Input
Proses
Stimuli
1. Fokal
2. Kontekstual
3. Residual
Mekanisme
koping:
1. Regulator
2. Kognator
Efektor
1.
2.
3.
4.
Output
Fungsi fisiologis
Konsep diri
Fungsi peran
Interdependensi
1. Adaptif
2. Inefektif
Skema 1. Model Adaptasi Roy (Sumber: Alligood, 2010)
2.3.2 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy
Model adaptasi Roy dapat diaplikasikan dalam proses keperawatan.
Konsep asuhan keperawatan menurut Roy adalah proses yang
berlangsung dinamis, simultan, dan berkelanjutan. Menurut Roy dan
Andrews (1999) dalam Alligood (2010) proses keperawatan meliputi
pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan,
merumuskan tujuan, dan intervensi. Adapun penjelasan proses
keperawatan menurut Roy adalah sebagai berikut:
2.3.2.1 Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku (behavior assessment) merupakan tuntunan bagi
perawat untuk mengetahui respon pada manusia sebagai sistem
adaptif. Data spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui proses
observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. Faktor yang yang
mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetik, jenis kelamin, tahap
perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi
peran, ketergantungan, pola interaksi sosial, mekanisme koping dan
gaya hidup, stress fisik dan emosi, budaya, lingkungan fisik.
Menurut Taghavi, Aliakbarzadeh-Arani, dan Khari-Arani (2012)
pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku adaptif
dan inefektif klien sebagai sistem adaptasi dihubungkan dengan
empat model adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi, yaitu:
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
38
1. Fungsi Fisiologis
Pada pengkajian fisiologis, terdapat sembilan perilaku respon yang
menjadi perhatian pengkajian perawat antara lain:
a. Oksigenasi
Menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan
respirasi dan sirkulasi.
b. Nutrisi
Menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki
kondisi tubuh dan perkembangan.
c. Eliminasi:
Menggambarkan pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat
Mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
e. Intergritas kulit
Mengambarkan pola fisiologis kulit.
f. Rasa/sense
Menggambarkan fungsi sensoris perseptual berhubungan dengan
panca indra.
g. Cairan dan elektrolit
Menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h. Fungsi neurologis
Menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan
intelektual.
i. Fungsi endokrin
Menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon
stress dan sistem reproduksi.
2. Konsep diri
Mencakup pengkajian terhadap keyakinan atau spiritual, body image,
integritas fisik, prinsip serta ideal dirinya.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
39
3. Fungsi peran
Mengkaji bagaimana hubungan sosial pasien terhadap orang lain.
4. Interdependensi
Mengkaji kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta,
menghargai dan nilai.
Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptif dilaksanakan dengan
pendekatan sistimatis dan holistik. Perilaku yang ditemukan dapat
bervariasi dari apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektif
maupun maladaptif. Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon
yang berkaitan dengan aktivitas subsistem regulator dan subsistem
kognator yang tidak efektif. Indikator kemungkinan kesulitan adaptasi
dari aktivitas regulator seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah, sedangkan dari aktivitas kognator seperti gangguan persepsi dan
tidak mampu membuat keputusan (Senesac, 2007). Berikut ini
merupakan indikator adaptasi positif dan negatif pada keempat model
adaptasi.
Tabel 9. Indikator Positif dan Negatif pada Model Adaptasi Roy
MODEL ADAPTASI
Fisiologis
Oksigenasi
Nutrisi
Eliminasi
Aktivitas & Istirahat
Proteksi
RESPON ADAPTIF
RESPON INEFEKTIF
Proses
ventilasi
stabil,
pertukaran
gas
stabil,
transport O2 adekuat, dan
proses kompensasi adekuat.
Hipoksia, gangguan ventilasi,
ketidakadekuatan
transport
oksigen,
gangguan
perfusi
jaringan dan kompensasi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan
O2.
Penurunan berat badan 20-25%,
nutrisi kurang atau lebih dari
kebutuhan tubuh, anoreksia,
mual, muntah
Diare, inkontinensia bowel atau
urin, konstipasi, retensi urin, dan
ketidakefektifan koping dalam
gangguan eliminasi
Ketidakadekuatan pola istirahat
dan tidur, keterbatasan mobilitas,
intoleransi aktivitas, gangguan
pola tidur, kelelahan.
Proses digesti stabil, pola
nutrisi
sesuai
dengan
kebutuhan tubuh, dan tidak
ada gangguan metabolik
Pola eliminasi bowel stabil,
pola eliminasi urin stabil, dan
koping yang efektif pada
gangguan eliminasi.
Proses
mobilitas
yang
terintegrasi, pola aktivitas dan
istirahat
yang
adekuat,
kompensasi pergerakan yang
efektif.
Integritas
kulit
adekuat,
proses imunitas efektif, proses
Gangguan
integritas
kulit,
infeksi, penekanan berlebih,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
40
MODEL ADAPTASI
Rasa/Sensasi
Cairan & Elektrolit
Fungsi Neurologi
Fungsi Endokrin
Konsep diri
Fungsi peran
Interdepensi
Senesac (2007)
RESPON ADAPTIF
penyembuhan yang adekuat,
perubahan integritas kulit dan
imunitas yang adekuat.
Proses
perasa
efektif,
integrasi sensori informasi
efektif, pola persepsi stabil,
dan koping yang efektif
terhadap perubahan sensasi.
Keseimbangan cairan dan
elektrolit, keseimbangan asam
basa, keseimbangan regulasi
kimia
Proses perhatian yang efektif,
proses berfikir dan perasaan
yang terintegrasi, respon
motorik dan bahasa yang
adekuat.
Regulasi
hormone
dan
metabolik
yang
efektif,
regulasi hormon reproduksi
yang efektif.
Fisik: gambaran diri positif,
fungsi
seksual
efektif,
integritas fisik sesuai dengan
pertumbuhan fisik, koping
yang
efektif
terhadap
kehilangan
Personal: stabilitas fungsi
konsep diri dan koping yang
efektif terhadap ancaman
Efektif peran transisi dan
koping yang efektif terhadap
perubahan peran
Stabil dalam pola memberi
dan menerima, koping yang
efektif dalam perpisahan dan
kesepian.
RESPON INEFEKTIF
reaksi alergi, ketidakefektifan
koping terhadap perubahan status
imun.
Gangguan
sensasi
primer,
gangguan komunikasi, nyeri akut
dan kronik, gangguan persepsi,
ketidakefektifan koping pada
gangguan sensori.
Dehidrasi, edema, syok, retensi
cairan, ketidakseimbangan asam
basa,
ketidakseimbangan
elektrolit, dan ketidakefektifan
regulasi pH.
Penurunan
kesadaran
dan
gangguan proses kognitif, defisit
memori,
ketidakstabilan
perilaku, defisit kognitif, dan
kerusakan otak.
Ketidakefektifan
regulasi
hormone
seperti
fatigue,
irritabilitas, intoleransi jantung,
perkembangan
reproduksi
inefektif, ketidakstabilan irama
sirkadian.
Gangguan
gambaran
diri,
disfungsi seksual, kehilangan,
cemas, ketidakberdayaan, harga
diri rendah, dan merasa bersalah.
Kegagalan peran dan konflik
peran.
Kecemasan terhadap perpisahan
dan kesepian, ketidakefektifan
pola memberi dan menerima.
2.3.2.2 Pengkajian Stimulus
Pengkajian tahap kedua merupakan kelanjutan pengkajian tahap pertama
dan mencakup identifikasi stimulus internal dan eksternal. Pada tahap ini
perawat menganalisis data yang muncul ke dalam pola perilaku pasien
(empat model respon perilaku) untuk mengidentifikasi respon-respon
inefektif atau respon-respon adaptif yang perlu didukung oleh perawat
untuk dipertahankan. Pada fase pengkajian ini perawat mengumpulkan
data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang dimiliki pasien.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
Menurut George, 1995 dalam Alligood (2010), stimulus dalam Model
Adaptasi Roy meliputi:
1. Stimulus Fokal
Stimulus fokal adalah stimulus yang secara langsung dihadapi oleh
individu yang menyebabkan sakit dan ketidakseimbangan.
2. Stimulus kontekstual
Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang terdapat pada
individu dan lingkungan yang mempengaruhi individu, yang dapat
memberikan efek positif maupun negatif seperti pengalaman masa
lalu, kondisi kesehatan, umur, jenis kelamin, budaya, spiritualitas,
tingkat
fungsi
fisik,
dinamika
keluarga,
status
ekonomi,
pengetahuan, dan nilai-nilai budaya serta lingkungan tempat
tinggal.
3. Stimulus residual
Stimulus
residual
termasuk
keyakinan,
sikap
yang
dapat
memberikan dampak pada individu baik positif maupun negatif,
namun efeknya tidak jelas.
2.3.2.3 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Roy merupakan keputusan klinik
terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial dan kebutuhan
adaptasi. Pernyataan diagnosis merupakan arahan untuk melakukan
manajemen stimulus yang mengancam atau meningkatkan adaptasi. Roy
menyimpulkan diagnosis keperawatan merupakan hasil pernyataan yang
menggambarkan status adaptasi terhadap sistem adaptasi manusia.
2.3.2.4 Tujuan Keperawatan
Perumusan tujuan berfokus pada meningkatkan perilaku adaptasi.
Perawat merumuskan tujuan dan kriteria hasil terhadap perilaku yang
diharapkan. Kriteria hasil bersifat realistik dan dapat diukur.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
42
2.3.2.5 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Intervensi
dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan perilaku adaptif klien.
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan pengetahuan tentang stimuli
fokal. Intervensi keperawatan melalui pendekatan peningkatan adaptasi
dan perubagan stimuli yang memperkuat adaptasi
2.3.2.6 Evaluasi
Evaluasi menurut model adaptasi Roy menjawab pertanyaan bagaimana
perubahan klien terhadap adaptasi. Evaluasi dibutuhkan analisis dan
keputusan terhadap perumusan tujuan dan perubahan perilaku. Perawat
juga menilai keefektifan intervensi keperawatan yang diimplementasikan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
Skema 2. Integrasi Model Adaptasi Roy dalam proses keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi
Bauer, Jurgens & Fruhwald (2011), Barron & Pencharz (2007), Alligood (2010), Roy (2009).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
44
2.4 Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan Pada Anak
Dengan Kanker Yang Mengalami Gangguan Nutrisi.
Bagian ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada anak A.P dengan
penyakit AML (Acute Myeloid Leukimia) dan gizi buruk menggunakan Model
Adaptasi Roy:
Anak A.P jenis kelamin laki-laki usia 1 tahun 11 bulan dengan Acute Myeloid
Leukimia (AML) pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik, masuk rumah
sakit tanggal 13 September 2013 dari poli hematologi dan dilakukan
pengkajian oleh residen keperawatan anak pada hari yang sama. Hasil dari
pengkajian didapatkan perilaku inefektif yaitu, pasien datang dengan keluhan
perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, terdapat darah dalam
tinja, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 2x3 dengan
permukaan mengkilat. Riwayat penyakit, satu hari sebelum masuk rumah
sakit, anak didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi tetapi perdarahan
berhenti sendiri. Menurut keterangan ibu, anak A.P belakangan ini (2-3 bulan
terakhir) sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke rumah sakit di
Sambas Kalimantan. Hasil pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas,
pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke
RSCM. Anak A.P dinyatakan positif menderita Acute Myeloid Leukimia
(AML) setelah dilakukan bone marrow puncture (BMP) dan pemeriksaan kimia
darah pada tanggal 10 September 2013, selanjutnya direncanakan kemoterapi
dengan protokol AML minggu I. Pasien masuk ke ruang perawatan non
infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13 September 2013 jam
10.00 WIB.
2.4.1 Pengkajian Perilaku tanggal 13 September 2013
a. Adaptasi Fisiologi
1. Oksigenasi dan Sirkulasi
Hasil pengkajian didapatkan napas anak vesikuler, irama teratur,
pergerakan dada simetris, pernapasan 24x/menit, tidak ada suara
napas tambahan, keadaan umum sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
45
100x/menit, suhu 36,70C, konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie
pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan ada darah dalam tinja,
terdapat hepatomegali, hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin
7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12rb/µL, eritrosit 3,23
juta/µL, masa perdarahan intravena lebih dari 10 menit, masa
protombin 16,2 detik, APTT 36,2 detik, kadar fibrinogen 376,5
mg/dL, leukosit: 21,73 x103/µL, eosinofil: 0,0%, neutrofil: 9,0%,
limfosit:49,0%, monosit: 0,0%, dan LED: 127 mm.
2. Nutrisi
Hasil pengkajian didapatkan usia anak 1 tahun 11 bulan, berat
badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm, lingkar lengan atas (LILA) 11
cm. Pengukuran BB/PB: 82.69% (z score (-3)-(-2) SD), LILA/U:
72,85% (z score <-3SD), berat badan ideal seharusnya
10,4 kg.
Pemeriksaan klinis pasien didapatkan wasting, baggy pan, iga
gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx, status gizi
anak buruk marasmik perawakan sedang, skrining malnutrisi
dengan Strong kids menunjukkan skor 4 (resiko berat malnutrisi),
anak malas makan/ anoreksia, makan hanya mau 3-5 sendok setiap
hari dan tidak mau minum susu, anak hanya mau minum air dan
ASI, mukosa bibir anak kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie
di kaki, warna kulit kemerahan dan kering. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%,
trombosit 12 rb/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, protein total 7,4 g/dL,
albumin 3,77 g/dL, globulin 3,63 g/dL, ratio albumin-globulin 1,0,
bilirubin total 0,34 mg/dL, bilirubin direk 0,16 mg/dL, bilirubin
indirek 0,18 mg/dL, SGOT 23 U/L, SGPT 8 U/L.
3. Eliminasi
Hasil pengkajian didapatkan buang air besar anak teratur 1-2x
sehari, konsistensi lunak, terdapat darah dalam tinja, tidak ada
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
nyeri tekan abdomen, buang air kecil anak spontan, frekuensi 4-5x
sehari dan tidak ada nyeri saat berkemih.
4. Aktivitas dan Istirahat
Hasil pengkajian didapatkan, kondisi anak lemah, terbaring di
tempat tidur, anak tidak melakukan aktivitas/bermain, ibu
mengatakan anak A.P malas melakukan aktivitas dan sering minta
gendong padahal sudah bisa berjalan sejak umur 16 bulan, sejak
sakit terdapat kelemahan pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555
4444/ 4444
5. Proteksi
Hasil pengkajian didapatkan, ada benjolan pada kepala bagian
kanan
diameter
3x4
dengan
permukaan
mengkilat,
hasil
pemeriksaan leukosit 21,73 x 103 / µL, eosinofil 0,0 %, neutrofil
9,0%, limfosit 49,0 %, monosit 0,0 %, dan hasil pemeriksaan LED
127 mm.
6. Sensasi
Hasil pengkajian didapatkan pupil mata anak isokor, palpebra
membuka dan menutup spontan, tidak ada gangguan pada
pengelihatan anak, fungsi penciuman dan pendengaran baik serta
anak tidak terdapat keluhan nyeri.
7. Cairan Elektrolit
Hasil pengkajian didapatkan turgor kulit cukup, mukosa bibir anak
kering, anak hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau
minuman lain, terdapat perdarahan gusi, terdapat ptekie pada kaki,
konjungtiva pucat, terdapat darah dalam tinja, hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%,
trombosit 12rb/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, masa perdarahan
intravena lebih dari 10 menit, masa protombin 16,2 detik,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
pemeriksaan APTT 36,2 detik dan pemeriksaan kadar fibrinogen
376,5 mg/dL.
8. Fungsi Neurologis
Hasil pengkajian didapatkan, kesadaran anak compos mentis, GCS:
E4 M5 V6, artikulasi baik, reflek fisiologis (+) dan tidak ada reflek
patologis.
9. Fungsi Endokrin
Hasil pengkajian didapatkan, perkembangan anak saat ini usia 1
tahun 11 bulan, berat badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm,
pengukuran berat badan menurut panjang badan 82,69% (z score (3)-(-2) SD), pengukuran berat badan menurut umur (12 kg) 71,67%
(z score < (-3) SD), anak dalam status gizi buruk.
b. Adaptasi Konsep Diri
Hasil pengkajian didapatkan anak terlihat murung dan berbaring lemah
di atas tempat tidur, anak mengenali dirinya berada di lingkungan
rumah sakit, anak belum dapat dikaji untuk ideal dirinya.
c. Adaptasi Peran
Hasil pengkajian didapatkan usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, anak
belum dapat melakukan peran sesuai dengan usianya, orang tua
menginginkan anak sembuh dan dapat bermain seperti biasanya.
d. Adaptasi Interdependensi
Hasil pengkajian didapatkan saat ini anak sangat bergantung pada
orang tua dan perawat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
48
2.4.2 Pengkajian Stimulus
Tabel. 10 Pengkajian Model Adaptasi Roy
Model
Adaptasi
Fisiologis
Model
Adaptasi
Fisiologis
1. Oksigenasi
dan
Sirkulasi
Perilaku
Perilaku
Napas vesikuler, irama teratur, pergerakan dada
simetris, RR: 24x/menit, tidak ada suara napas
tambahan.
KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi:
100x/menit, S:36,70C. Konjungtiva pucat,
terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat
perdarahan gusi dan BAB hitam, hepatomegali.
Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV:
>10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT:
36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL.
Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan
PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg. Leukosit: 21,73
x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%,
Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm
Stimulus
Fokal
Kontekstual
Stimulus
Residual
Fokal
Adanya
perdarahan
gusi,
didapati
BAB
kecoklatan
pada
pasien,
ptekie pada
kaki pasien
&
leukositosis
.
Kontekstual
Kelainan sel
darah
pada
sumsum
tulang hasil
BMP tanggal
10 September
2013 (positif
AML)
Residual
Paman
pasien
meninggal
saat masih
kecil tidak
diketahui
penyebab
nya,tapi
mempunyai
gejala yang
mirip
dengan
pasien
sekarang.
2. Nutrisi
Usia: 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 Kg, PB: 80 cm,
LILA: 11 cm. Status gizi BB/PB: 82,69%, Status
gizi LLA/U: 72,85% BBI menurut PB: 10,4 kg.
Klinis pasien: terdapat wasting, baggy pan, iga
gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm
bpx. Kesan: gizi buruk marasmik perawakan
sedang. Skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat
malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia)
hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau
minum susu, hanya minum air dan ASI. Tidak
ada mual muntah, tidak terdapat mukositis, bibir
kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di
kaki. Warna kulit kemerahan dan kering. HB:
7,9 g/dl, Ht :23,7%, Trombosit: 12 rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Protein total: 7,4 g/dL,
Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL, Ratio
Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34
mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek:
0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT : 8 U/L.
Anoreksia
& asupan
oral tidak
mencukupi
kebutuhan
Kondisi
cachexia
(penurunan
berat badan,
massa
otot
dan kelemah
ekstrim yang
terkait
dengan
penyakit
serius
(kanker) dan
hepatomegali
Riwayat
makan
anak
sedikit
3. Eliminasi
BAB teratur 1-2x sehari, konsistensi lunak,
terdapat darah dalam tinja, tidak ada nyeri tekan
abdomen. BAK spontan, frekuensi 4-5x sehari,
tidak ada nyeri saat berkemih.
Perdarahan
pada gusi
& saluran
cerna
AML,
buruk
Adaptif
4. Aktivitas&
Istirahat
Anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak
melakukan aktivitas/bermain, ibu mengatakan
anaknya malas melakukan aktivitas dan sering
minta gendong padahal sudah bisa berjalan sejak
umur 16 bulan, sejak sakit terdapat kelemahan
pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555,
Anemia,
kondisi
malnutrisi,
kelemahan
pada kaki
Adaptif
Gizi
4444/ 4444
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Adaptif
49
Model
Adaptasi
5. Proteksi/
Perlindung
an
Perilaku
Stimulus
Model
Adaptasi
Infiltrasi sel
kanker
ke
organ lain
Perilaku
Adaptif
Terdapat benjolan pada kepala bagian kanan
diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat,
tidak nyeri, Leukosit: 21,73 x 103 / µL
Eosinofil: 0,0 %, Neutrofil: 9,0%, Limfosit: 49,0
%, Monosit: 0,0 %, LED: 127 mm
Imunitas
menurun
6. Sensasi
Pupil mata isokor, palpebra membuka dan
menutup spontan, tidak ada gangguan pada
pengelihatan,
fungsi
penciuman
dan
pendengaran baik, tidak ada nyeri.
Adaptif
Adaptif
Adaptif
7. Cairan
Elektrolit
Turgor kulit cukup, mukosa bibir kering, anak
hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau
minuman lain, terdapat perdarahan gusi, ptekie
pada kaki, konjungtiva pucat, darah dalam tinja,
Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV:
>10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT:
36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL.
Pemasangan IVFD: N5 5 tpm makro/ 20 ml/jam.
Perdarahan
gusi,
saluran
cerna,
ptekie pada
kaki
&
intake
cairan tidak
adekuat
(malas
minum)
Kelainan sel
darah
pada
sumsum
tulang anak
(AML)
Adaptif
8. Fungsi
Neurologis
Kesadaran compos mentis, GCS: E 4 M 5 V 6,
artikulasi baik, reflek fisiologis (+), reflek
patologis tidak ada.
Sistem
neurologi
adaptif
Adaptif
Adaptif
9. Fungsi
Endokrin
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11
bulan. Berat badan 8,6 Kg, panjang badan 80
cm. Status nutrisi berat badan per panjang badan
82,69%, status nutrisi berat badan per umur
(12,0 kg) 71,67% (gizi buruk).
Penyakit
kronik
(kanker) &
gizi buruk
marasmik.
Adaptif
Adaptif
Konsep Diri
Belum dapat dikaji
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Fungsi
Peran
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11,
orang tua menginginkan anaknya sembuh dan
dapat bermain seperti biasanya
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Interdepend
ensi
Saat ini anak kebutuhan sehari-hari anak
dipenuhi oleh orang tua dan perawat.
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
50
2.4.3 Diagnosa Keperawatan
Tanggal 13 September 2013
1. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie),
leukositosis dan penurunan imunitas tubuh.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan
tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
3. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia dan
malnutrisi.
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan
cairan tidak adekuat.
Tanggal 16 September 2013
Pada tanggal 16 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu
bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret dan hipertermia
b.d perjalanan penyakit AML. Prioritas diagnosa keperawatan:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret
2. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie),
leukositosis dan penurunan imunitas tubuh.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan
tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML
5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
6. Keterlambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
b.d
anemia,
malnutrisi.
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang b.d perdarahan,
asupan cairan tidak adekuat
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
51
Tanggal 20 September 2013
Pada tanggal 20 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu
kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi. Prioritas diagnosa
keperawatan:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret.
2. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie)
leukositosis dan penurunan imunitas tubuh.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan
tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML.
5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi.
7. Kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi
8. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan
cairan tidak adekuat.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
52
2.4.4
Tabel. 11 Nursing Care Plan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy .
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Inefektif model adaptasi
sirkulasi:
Fokal:
Perdarahan
gusi,
didapati darah dalam
tinja dan ptekie pada
kaki pasien.
1. PK Kanker: anemia,
Perdarahan
&
hiperleukositosis
(13
September 2013)
Setelah dilakukan perawatan
3x24
jam,
anemia,
perdarahan
dan
hiperleukositosis tidak ada,
dengan kriteria hasil:
 TD: 80/60-110/80mmHg
 Nadi: 80-120x/menit
 Konjungtiva tidak anemis
 Perdarahan tidak ada.
 Hemoglobin:10,5-14,0
g/dL
 Hematokrit:32,0 – 42,0 %
 Eritrosit:3,70–5,30 juta/ μL
 Leukosit:6,0–14,0x103 / μL
 Tombosit:150.000400.000/μL
 Basofil: 0 - 1 %
 Eosinofil: 1 – 3%
 Neutrofil: 52,0-76,0%
 Limfosit: 20-40 %
 Monosit: 2 – 8 %
 LED: 0 – 10 mm
Manajemen Perdarahan
 Kaji tanda perdarahan
 Menentukan jenis dan berat
ringannya perdarahan
 Melakukan pamasangan akses
IV untuk cairan
 Kolaborasi pemberian transfusi
trombosit, FFP, PRC sesuai
kebutuhan.
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium DPL
 Monitor pemberian transfusi
darah
 Kolaborasi pemberian terapi
cairan yang sesuai untuk anak
 Monitor tetesan infus adekuat
(KU sedang, TD: 104/60
mmHg, nadi: 100x/menit,
S:36,70C,
konjungtiva
pucat, terdapat bintik/
ptekie
pada
tungkai,
terdapat perdarahan gusi,
ada darah dalam tinja,
hepatomegali.
Hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb:
7,9
g/dl,
hematokrit:23,7%,
trombosit:12rb/µL,
eritrosit: 3,23 juta/µL,
masa perdarahan IV: >10
menit, masa protombin:
16,2 detik, APTT: 36,2
detik, kadar fibrinogen:
376,5 mg/dL), leukosit:
21,73 x103/µL, eosinofil:
0,0%, neutrofil: 9,0%,
limfosit:49,0%, monosit:
0,0%, LED: 127 mm.
Kontekstual:
Kelainan sel darah pada
sumsum tulang hasil
BMP
tanggal
10
September 2013 (positif
AML).
Residual:
Paman
pasien
meninggal saat masih
kecil tidak diketahui
penyebabnya,
tapi
mempunyai gejala yang
mirip dengan pasien
sekarang.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Manajemen Obat Sitostatistika
 Kaji kondisi klien terhadap
penggunaan obat sitostatistika
 Kolaborasi pemberian obat
sitostatistika sesuai kebutuhan
dan indikasi penyakit klien
 Monitor kondisi klien saat
kemoterapi
 Laporkan perkembangan klien
setelah kemoterapi
Universitas Indonesia
53
No
2.
Perilaku
Inefektif
nutrisi:
model adaptasi
(Usia anak 1 tahun 11
bulan, BB 8,6 Kg, PB 80
cm, LILA 11 cm, BB/PB
82,69%, LLA/U 72,85%,
BBI menurut PB 10,4 kg,
klinis pasien terdapat
wasting, baggy pan, iga
gambang,
terdapat
hepatomegali 3 cm bac, 4
cm bpx, status gizi buruk
marasmik
perawakan
sedang,
skrining
malnutrisi skor 4 (resiko
berat malnutrisi). Anak
malas makan (anoreksia)
hanya 3-5 sendok setiap
hari dan tidak mau minum
susu, hanya minum air dan
ASI, terdapat perdarahan
gusi dan ptekie di kaki,
warna kulit kemerahan
dan
kering,
hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb 7,9 g/dl, hematokrit
23,7%, trombosit: 12
rb/µL,
eritrosit:
3,23
juta/µL,
Stimulus
Fokal:
Anoreksia & asupan
oral tidak mencukupi
kebutuhan
Kontekstual:
Kondisi cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker) dan
hepatomegali
Residual:
Riwayat makan anak
sedikit.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
2. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, intake oral
tidak adekuat & penyakit
kanker
(kondisi
chacexia) (13 September
2013).
Setelah dilakukan perawatan
selama 6x24 jam, nutrisi
anak
seimbang
dengan
kriteria hasil:
Status nutrisi: Intake
makanan dan cairan adekuat:
 Makanan peroral adekuat
 Makanan per NGT sesuai
kebutuhan tubuh
 Cairan
oral
sesuai
kebutuhan
 Cairan IV sesuai kebutuhan
 Nutrisi parenteral adekuat
Status
nutrisi
kadar
biokimia:
 Albumin (3,4-4,8 g/dL)
 Kreatinin (0,6-1,2 mg/dL)
 Hematokrit (35-43%)
Monitoring Nutrisi:
 Timbang BB pasien pada interval
yang sesuai
 Monitor
kecenderungan
penurunan dan penambahan BB
 Monitor kulit kering, pecah-pecah
dan depigmentasi
 Amati pembengkakan
 Monitor mual dan muntah
 Monitor
konjungtiva,
pucat,
merah atau mukosa kering
 Monitor intake kalori dan gizi
 Monitor mulut dan bibir dari
kemerahan, pembengkakan dan
kekeringan
Manajemen Nutrisi:
 Libatkan orang tua dalam
memberikan makan pada anak
 Beri posisi duduk sebelum minum
dan selama minum
 Gunakan teknik bersih saat
pemberian makan per NGT
 Siapkan
keluarga
untuk
pemberian makan
 Monitor albumin, total protein,
Hb, dan hematokrit
Terapi Nutrisi:
 Dorong intake kalori sesuai
kebutuhan tubuh nasi tim saring
(NTS) 800 kkal + makan cair
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
protein total 7,4 g/dL,
albumin:
3,77
g/dL
globulin: 3,63 g/dL, ratio
albumin-globulin
1,0,
bilirubin total 0,34 mg/dL,
bilirubin
direk
0,16
mg/dL, bilirubin indirek
0,18 mg/dL, SGOT 23
U/L, SGPT 8 U/L).
3.
Inefektif model adaptasi
aktivitas dan istirahat :
(anak lemah, terbaring di
tempat
tidur,
tidak
melakukan
aktivitas/
bermain, ibu mengatakan
anaknya sering minta
gendong padahal anak
sudah bisa berjalan sejak
sakit terdapat kelemahan
pada kaki/ kekuatan otot:
Intervensi
(MC) 4x 100 ml atau makan cair
(MC) 800 kkal + formula F100 4
x 100 ml
 Monitor dan koreksi posisi NGT
 Lakukan perawatan mulut dan
hidung tiap shif atau sesuai
kebutuhan
 Ajarkan keluarga bagaimana
merawat NGT
 Lakukan perawatan kulit sekitar
tempat NGT
 Cabut dan ganti NGT sesuai
indikasi
 Cek tetesan pada drips feeding
 Cek residu tiap 6 jam dalam 24
jam pertama kemudian tiap 8 jam
sesudahnya.
Fokal:
Kelemahan pada kaki
dan malnutrisi
Kontekstual:
Adaptif
Residual:
Adaptif
3. Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan fisik, anemia
dan
malnutrisi
(13
September 2013).
Setelah dilakukan perawatan
3x24 jam, anak toleran
dengan
aktivitas
harian
dengan kriteria hasil:
 Melakukan aktivitas harian
 Hb: 10,5-14,0%
 Keadaan umum baik
 Bermain sesuai dengan
usianya
5555/ 5555
4444/ 4444
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
 Mengkaji
kemampuan
anak
terhadap aktivitas harian
 Membantu pasien memenuhi
keperluannya dalam aktivitas
harian dengan melibatkan orang
tua.
 Membantu anak mendapatkan
kemandirian
sesuai
dengan
tumbuh kembangnya dan kondisi
 Melakukan evaluasi kemampuan
anak dalam melakukan aktivitas
harian.
Universitas Indonesia
55
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
4.
Gangguan adaptasi fungsi
endokrin:
Fokal:
Penyakit
kronik
(kanker) & gizi buruk
marasmik
4. Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan b.d
penyakit kronik (kanker)
& gizi buruk marasmik
(13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan,
tumbuh
kembang pasien optimal
dengan kriteria hasil:
Antropometri:
 BB/U : 80-100%
 TB/U : 95-100%
 BB/TB : 90-100 %
 LLA/U : 85-100%
Perkembangan:
 Motorik kasar sesuai usia
 Bahasa sesuai usia
 Motorik halus sesuai usia
 Personal sosial, sesuai
umur 1 tahu 11 bualan.
Developmental care:
 Informasikan pada orang tua
tentang kondisi pengobatan dan
kebutuhan anak saat ini
 Bantu orang tua memiliki harapan
yang realistik
 Hindari pemberian stimulasi yang
berlebih, satu stimulasi untuk
suatu waktu
 Lakukan penggantian posisi anak
 Turunkan kebisingan
 Perhatikan waktu pemberian
perawatan
anak
sehingga
meningkatkan waktu tidur dan
konservasi energi
 Tingkatkan partisipasi orang tua
pada pemberian makan
 Monitor intake nutrisi
 Sediakan
stimulasi
dengan
menggunakan instrument musik,
sentuhan dan pijat yang sesuai
 Edukasi
orang
tua
untuk
melakukan
stimulus
sesuai
tumbuh kembangnya.
5. Resiko
ketidakseimbangan
volume
cairan
b.d
perdarahan dan intake
cairan oral tidak adekuat.
( 13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 4x24 jam,
status cairan pasien
seimbang dengan kriteria
hasil:
 Cairan dalam 24 jam
balance/seimbang.
 Monitoring Cairan:
 Monitor berat badan, lingkar
perut
 Monitor perdarahan.
 Monitor kebutuhan cairan anak
 Monitor intake dan output
 Monitor serum dan elektrolit.
(perkembangan anak saat
ini usia 1 tahun 11 bulan,
berat badan 8,6 kg,
panjang badan 80 cm,
status nutrisi berat badan
per
panjang
badan
82,69%, status nutrisi
berat badan per umur
(12,0 kg) 71,67%).
Kontekstual:
Kondisi
cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker)
dan
hepatomegali
Residual:
Riwayat makan
sedikit.
5.
Inefektif adaptasi fungsi
cairan dan elektrolit:
(Mukosa bibir kering,
minum sedikit, perdarahan
gusi, ptekie/ bintik pada
kaki, berat badan 8,6 kg,
anak
Fokal:
Perdarahan gusi,
saluran, ptekie pada
kaki & intake cairan
tidak adekuat (malas
minum)
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
56
No
Perilaku
status nutrisi gizi buruk
marasmik).
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Kontekstual:
Kondisi cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker) dan
hepatomegali
Tujuan
Intervensi
 Tidak
ada
tanda
perdarahan.
 BB 10,4 kg.
 Tanda vital normal
 Tidak ada edema/asites
 Berat jenis urin (1,0031030)
 Monitor serum albumin dan
protein total
 Monitor tekanan darah, HR, dan
status respirasi
 Pertahanankan akurasi pencatatan
intake dan output
 Monitor membran mukosa, turgor
kulit
 Monitor warna, banyaknya, dan
berat jenis urin
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam, pola
nafas menjadi efektif dengan
kriteria hasil:
Airway patency&
Ventilation:
 Tidak ada batuk
 Respirasi rate normal.
 Irama nafas reguler
 Mampu membersihkan
 sekret (batuk)
 Tidak terdapat suara
napas tambahan
 Rontgen thorax normal
Airway management & monitoring
respirasi:
 Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan suction
jika diperlukan
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor TTV saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri.
Residual:
Riwayat makan anak
sedikit.
6.
Inefektif model adaptasi
oksigenasi:
Fokal:
Batuk pilek.
(pasien batuk dan pilek
suara napas gargling,
pernapasan 30x/menit,
sesak napas)
Kontekstual:
Penurunan imunitas
tubuh, kondisi penyakit
kronik (kanker)
Residual:
Adaptif
1. Bersihan jalan
napas
tidak
efektif
b.d
penumpukan sekret (16
September 2013)
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
57
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor
pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign
7.
Inefektif model adaptasi
fisiologis:
Fokal:
Peningkatan suhu tubuh
(Suhu tubuh tinggi sampai
38,70C, kulit teraba
hangat).
Kontekstual:
Perjalanan penyakit
AML
Residual:
Adaptif
2. Hipertermi
perjalanan
AML (16
2013).
b.d
penyakit
September
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam,
hipertermi teratasi dengan
kriteria hasil:
 Suhu tubuh dalam batas
normal (35,50C -37,5 0C).
 Kulit tidak teraba hangat
 Tidak
ada
keluhan
demam naik turun
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
 Memantau suhu tubuh pasien
secara teratur
 Memberikan kompres hangat/
tepid water sponge
 Mengevaluasi asupan cairan
yang masuk
 Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antipiretik sesuai
dengan kebutuhan pasien
 Memberikan lingkungan yang
nyaman, dan sirkulasi udara
yang cukup.
 Menganjurkan orang tua untuk
menggunakan pakaian yang tipis
dan menyerap keringat pada
anak.
Universitas Indonesia
58
No
8.
Perilaku
Stimulus
Inefektif model adaptasi
nutrisi:
Fokal:
Mukositis
(mukositis
post
kemoterapi Doxorubicin
dan ARA-C)
Kontekstual:
post kemoterapi
Doxorubicin dan ARAC
Residual:
adaptif
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
3. Kerusakan
membran
mukosa oral b. d efek
samping kemoterapi (20
September 2013)
Setelah dilakukan perawatan
3x 24 jam pasien
menunjukkan hiegene oral
dan integritas jaringan
mukosa yang baik, ditandai
dengan:
Hiegine Oral
 Kebersihan mulut, gusi,
lidah.
 Melakukan hiegine oral
sesuai instruksi
Integritas jaringan Mukosa
 Mukosa mulut dan lidah
lembab
 Warna bibir merah muda
 Tidak ada lesi dan
eritema pada bibir.
Pemulihan Kesehatan Mulut:
 Lakukan perawatan mulut secara
teratur sebelum makan dan
sesuai kebutuhan
 Bantu pasien memilih makanan
yang lembut, lunak dan tidak
asam
 Tingkatkan perawatan mulut
setiap dua jam dan dua kali pada
malam hari jika mukositis tidak
dapat dikendalikan.
 Gunakan sikat gigi berbulu
lembut untuk menghilangkan
debris pada gigi
 Anjurkan orang tuang untuk
membersihkan
mulut
anak
dengan cairan normal salin
(NaCl 0.9%)
 Kolaborasi penggunaan obat
kumur anti jamur atau anestesi
topical oral jika terdapat infeksi
jamur.
 Tekankan program kesehatan
mulut
sebagai
bagian
penyuluhan pemulangan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
59
2.4.5 Tabel. 12 Implementasi dan Evaluasi Model Adaptasi Roy
Tanggal
13 Sep 2013
10.00-14.30
Diagnosa
1,2,3,4,5
WIB
1,2,3,4,5
5
5
5
1,5
1
Implementasi
Evaluasi
Ttd
10.00 WIB
 Mengkaji pasien baru.
Anak A.P 1 tahun 11 bulan dengan AML pro kemoterapi dan
gizi buruk marasmik dari poli hematologi datang dengan
keluhan perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai,
BAB darah, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan
diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat. 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi
berhenti sendiri. Dari keterangan ibu, anaknya sering demam
naik turun, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari
pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai
menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke
RSCM. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah,
pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa
AML (Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi
dengan protokol AML minggu I.
 Melakukan pemeriksaan fisik head to toe.
bentuk kepala normal, ada benjolan pada kepala bagian kanan
2x3 cm, mengkilat, rambut agak jarang, konjungtiva anemis,
jantung tidak ada murmur, gallop, abdomen datar supel, bising
usus (+), hepatomegali 3 bac, 4 bpx, lien tidak teraba, ektrimitas
kelemahan pada kaki.
10.10 WIB
 Mengkaji asupan oral anak
14.30 WIB
1. PK:anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan
imunitas.
Respon Adaptif:
TD:100/65 mmHg, N:97x/menit, S:36,90C, RR:
25x/menit.
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan masih ada perdarahan gusi sedikit. KU
pasien sedang, badan masih lemah, konjungtiva masih
pucat, ptekie pada kaki (+). Anak telah dilakukan
transfusi PRC I 75 ml, golongan darah AB. Hb: 7,9
g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23
juta/µL, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2
detik, Leukosit: 21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%,
Neutrofil: 9,0%, Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED:
127 mm.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia,
perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Perbaikan KU, kolaborasi dengan dokter untuk
transfusi selanjutnya, cek laboratorium setelah
transfusi.
Kustiningsih
 Menilai membran mukosa oral anak
 Menilai turgor kulit anak
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
10.10 WIB
 Mengkaji tanda perdarahan pada pasien pasien.
terdapat perdarahan gusi ptekie di kaki dan berak kecoklatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, skala
muntah baxter:0, anak belum perlu puasa, Protein total:
7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
60
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
13 Sep 2013
1
 Mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium darah.
hasil lab. 12 September 2013: Hb: 7,9 g/dl (rendah),
Hmt:23,7% (rendah), Trombosit:12rb/µL (rendah), Eritrosit:
3,23 juta/µL (rendah), Masa perdarahan IV: >10 menit
(panjang), Masa protombin: 16,2 detik (K:10,9detik, memanjang
1,5x), APTT: 36,2 detik (K: 31,8 detik, memanjang 1,14x),
Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL (dbn), Leukosit: 21,73 x103/µL
(naik), Eosinofil: 0,0% (rendah), Neutrofil: 9,0% (rendah),
Limfosit:49,0% (tinggi), Monosit: 0,0% (rendah), LED: 127 mm
(tinggi).
10.15 WIB
 Melakukan pemasangan akses vena perifer pada tangan kiri
pasien.
 Kolaborasi pemberian cairan intravena.
BB: 8,6 kg, kebutuhan cairan: 8,6 x 100 ml/hari: 860 ml/hari.
 Memberikan cairan infus N5 8 tpm makro atau 32 ml/jam (768
ml/hari)
10.25 WIB
 Melakukan pengkajian tentang nutrisi
 Melakukan anamnesa pada orang tua tentang riwayat makan
anak.
pola makan di rumah: anak makan makan utama 3x sehari,
hanya 3-5 sendok makan, masih minum AS dan air putih, tidak
mau minum susu buatan.
 Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.
hasil lab. Tanggal 12 September 2013: Protein total: 7,4 g/dL
(dbn), Albumin: 3,77 g/dL (dbn), Globulin: 3,63 g/dL (dbn),
Ratio Albumin-Globulin: 1,0 (dbn), Bilirubin Total: 0,34 mg/dL
(dbn), Bil. Direk: 0,16 mg/d (dbn), Bil. Indirek: 0,18 mg/dL
(dbn), SGOT: 23 U/L(dbn), SGPT : 8 U/L (dbn).
 Melakukan pengukuran antropometrik (BB, PB, LILA, LK).
BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm.
10.00-14.30
WIB
1
1
1
2
2
2
2
Evaluasi
Ttd
Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34
mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18
mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT: 8 U/L (semua dalam
batas normal)
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan anak tidak mau makan, makan siang
habis 2 sendok makan, BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, TB/PB:
82,69% atau (-3SD-(-2)SD), LLA/U:72,85%, wasting
(+), baggy pant, iga gambang, terdapat hepatomegali,
mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, ada ptekie
pada kaki.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet NTS/
Nasi Tim Saring: 800 kkal + MC/ makan cair: 4x
400ml.
3. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi dan
kelemahan kaki.
Respon Adaptif:
anak dapat beristirahat siang
Respon Inefektif:
KU sedang, kondisi anak lemah, hanya terbaring di
tempat tidur, semua aktivitas dibantu oaring tua, tidak
melakukan aktivitas permaianan apapun, malnutrisi,
Hb: 7,9 g/dl.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas
pada tingkat kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
61
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
2
 Melakukan pemeriksan klinis pasien
anak tampak sangat kurus (wasting), baggy pant, iga
gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, ada darah
dalam tinja, terdapat ptekie di kaki, konjungtiva anemis).
 Melakukan pengkajian mual muntah
skala
 Menentukan status gizi pasien saat ini:
 BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm, usia 1
tahun 11 bulan (menggunakan grafik/tabel WHO 2006).
BB/U
: 8,6/12 x 100 : 71,67%  ((-3) - (-2) SD)
PB/U
: 80/86,9 x 100: 92,06 %--> ((-3) - (-2) SD)
BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69%  ((-3) - (-2) SD)
LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85%  - (-3 SD)
BBI
: 10,4 kg.
HA (height age) : 1 tahun 4 bulan
Status gizi pasien: gizi buruk marasmik perawakan pendek.
 Menghitung kebutuhan kalori pasien.
BBI x RDA HA: 10,4 x 100: 1.040 kkal
Kebutuhan kalori awal bisa diberikan 50-70%: 520-780 kkal.
 Kolaborasi cara pemberian dan jenis makanan
ASI tidak dibatasi, NTS/ Nasi Tim Saring 800 kkal + MC/
Makan cair 4x100 ml lewat oral
 Kolaborasi dengan dokter hematologi: hasil lab. samar, masih
dimungkinkan perdarahan dari gusi, belum perlu puasa.
11.00 WIB
 Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian
anak terbaring lemah di atas tempat tidur, semua aktivitas
harian dibantu orang tua dan perawat, belum melakukan
aktivitas bermain.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d
malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak usia 1 tahun 11 bulan, perkembangan sesuai
dengan usinya
Respon Inefektif:
BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status
gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat
kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
10.00-14.30
WIB
2
2
2
2
1,2
3
3
3
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d
perdarahan, asupan cairan tidak adekuat
Respon Adaptif:
TD: 100/60 mmHg, Nadi: 97x/menit, RR: 25x/menit,
intake oral belum dicatat, IVFD: N5 8 tpm, masuk 128
cc, turgor baik.
Respon Inefektif:
mukosa bibir kering, minum ASI dan air tidak dicatat,
konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki, Albumin:
3,77 g/dL, Protein total 7,4 g/dL, balance dan diuresis
belum dapat dihitung, urin: belum dicatat.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
62
Tanggal
13 Sep 2013
10.00-14.30
Diagnosa
4
WIB
4
4
4
3,4
2,4
1,5
1,5
1,5
1
1
1,5
1,5
1,5
Implementasi
11.10 WIB
 Mengkaji pertumbuhan dan perkembangan anak saat ini
usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 kg, PB:80 cm,
status gizi buruk, wasting, baggy pant, riwayat perkembangan:
tengkurap usia 3 bulan, duduk 6 bulan, berdiri 13 bulan, jalan 16
bulan, bicara dan tumbuh gigi usia 1 tahun 6 bulan, lahir
spontan, BL: 2900 gram).
 Menginformasikan pada orang tua tentang kondisi anak dan
perawatan saat ini
 Melakukan kontak mata dengan anak dan melakukan stimulasi
dengan komunikasi
 Memotivasi orang tua untuk melakukan stimulasi pada anak
selama sakit (mengajak komunikasi, melakukan kontak fisik)
 Menciptakan lingkungan tenang dan nyaman untuk klien bisa
beristirahat
 Memotivasi orang tua partisipasi orang tua pada pemberian
makan
12.30 WIB
 Memonitor tetesan infus
 Kolaborasi pemberian transfusi PRC.
 Memonitor kondisi pasien sebelum transfusiS: 37,10C, TD:
100/60 mmHg, RR: 25x/menit.
 Memberikan injeksi lasix 7,5 mg IV sebelum transfusi.
 Melakukan crosceck golongan darah (AB), nomor seri transfusi
dan tanggal kadaluwarsa.
 Memberikan transfusi PRC (Packed Red Blood Cell) 75 ml 25
cc/jam.
 Evaluasi respon klien saat transfusi
12.00 WIB
 Memberikan makan nasi tim
13.00 WIB
 Mengevaluasi respon pasien saat setelah transfusi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
dan diuresis per 12 jam.
Kustiningsih
Universitas Indonesia
63
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
2
1,5
1,2,3,4,5
 Mengevaluasi respon klien setelah makan
 Menghitung balance dan diuresis
 Mengkaji kondisi pasien dan melakukan pengukuran TTV.
1,2,3,4,5
14.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada hari perawatan
sebelumnya:
13 Sept 13 jam 20.00-23.00 WIB: telah dilakukan transfusi
FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml. Pasien diberikan diet
MC per NGT pada sift sore, masih ada perdarahan gusi,
ptekie di kaki ,BAB coklat kehitaman, balance cairan dan
diuresis cukup.
14 Sept 13 pagi, NGT ada kecoklatan, kemudian di lepas.
Jam 20.15-21.05 WIB: telah dilakukan transfusi FFP II 90
ml. BAB kehijauan, perdarahan gusi tidak ada, intake sedikit,
masih ada ptekie di kaki sedikit, balance dan dieresis cukup.
15 Sept 13 jam 07.40-10.40 WIB telah dilakukan transfusi
PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml, kondisi anak masih lemah,
tidak ada perdarahan baru, BAB biasa, anak tidak mau nasi
tim. Dokter nutrisi: pasang NGT dipayungi trombosit diet
F100 8x120 ml (960 ml/hr). Sampai tanggal 15 Sept 13
cairan infus yang diberikan N5 32 ml/jam, persiapan
kemoterapi.
16 Sept 13 sift pagi: orang tua menolak dipasang NGT karena
khawatir perdarahan lagi, minum masih oral, intake hanya
sedikit, pasien malas minum kecuali ASI, demam 38, 3 0C
dan batuk pilek, telah diberi paracetamol sirup, perdarahan
gusi tidak ada, ada luka pada kaki dan perdarahan sedikit.
BAB biasa. Telah dilakukan pengambilan darah untuk cek
Evaluasi
Ttd
Kustiningsih
20.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
RR: 32x/menit, batuk, suara grok-grok, pilek, dahak
susah keluar, badan lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
idak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior
Rontgen thorax AP
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66
mmHg. Perdarahan gusi dan kaki tidak ada, BAB tidak
ada darah. Telah dilakukan transfusi FFP (Fresh
Frozen Plasma) I 90 ml tanggal 13 Sept 13, transfusi
FFP II 90 ml tanggal 14 September 2013, transfusi
PRC I & II PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml tanggal 13 &
15 September 2013. Infus N5 32ml/jam aff pada sift
pagi dan mulai diberikan infus KAEN 1B 36 ml/jam
jam 20.00 WIB untuk rehidrasi persiapan kemoterapi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
64
Tanggal
Diagnosa
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
1,2,3,4,5
1
2,7
7
7
7
1,2,4,7
2,7
5
5
5
5
5,6
6
3
3
Implementasi
DPL setelah transfusi, infus N5 32 ml/jam di stop, hanya
dipasang stopper dan persiapan kemoterapi.
 Mengkaji kondisi pasien hari ini
 Pasien muncul diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif dan hipertermi. Prioritas diagnosa
keperawatan hari ini:1. Bersihan jalan napas tidak efektif, 2.PK
kanker: anemia, perdarahan, 3.Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, 4. Hipertermi, 5.Intoleransi
aktivitas, 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 7.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
14.15WIB
 Mengkaji status respirasi anak
RR: 30x/menit, batuk, pilek, ada bunyi grok-grok, dahak
tertahan, tidak memakai O2.
 Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak.
 Menilai status cairan padaanak
 Membran mukosa oral anak
 Menilai turgor kulit anak
14.30 WIB
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor kepatenan akses vena.
15.00 WIB
 Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
 Mengevaluasi perkembangan anak
15.15 WIB
 Mengevaluasi BB pasien hari ini BB: 8,9 kg, PB: 80 cm.
 Memberikan makan per NGT F100 120 ml
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif:
Hasil lab hari ini: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit:
17.810, Trombosit: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%,
Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau
memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang
1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan: Anemia
normositik
normokrom,
Trombositopenia,
Leukositosis.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia,
perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada
tingkat kompensasi.
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 2x100 ml,
cek laboratorium setelah transfusi, rencana pemberian
kemoterapi Doxo dan Citarabine tetap diberikan, IT
tunggu setelah terapi TC.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 8,9
kg, (naik 0,3 kg), intake oral ASI dan minum 30 cc,
mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan anak tidak mau makan nasi tim, Diet
ganti F 100 8x 120 ml/hari, tapi ibu menolak anak
dipasang NGT karena khawatir perdarahan, nutrisi
masih secara oral, intake sedikit, diet F100 habis 30 ml
per oral, anak malas minum, hanya mau ASI. BB saat
ini: 8,9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status
nutrisi BB/PB: 85,58%, baggy pant, hepatomegali
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
65
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
Diagnosa
2,7
WIB
1
3
3
2,7
3
1,2,3,4,5,6,
7
Implementasi
18.00 WIB
 Menerima dan menganalisa hasil laboratorium dari pemeriksaan
darah pada sift pagi: Hb: 9,6 g/dL (naik di banding saat masuk,
tapi masih rendah), Hmt: 28,7% (naik tapi masih dibawah
normal), Leukosit: 17.810 µL (turun dari pada saat masuk, tapi
masih diatas normal), Trombosit: 15.000/µL (naik dari pada saat
masuk, tapi masih di bawah normal), Sel blast: 27,0%, Myelosit:
3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x,
APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2
mg/dL(tinggi). Kesan: Anemia normositik normokrom,
Trombositopenia, Leukositosis.
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 2x sehari
 Motivasi anak untuk makan
 Memotivasi orang tua untuk memberikan diet F100 120ml
20.00 WIB
 Memberikan cairan infus sesuai intruksi: KAEN 1B 36 ml/jam
untuk mulai hidrasi sebelum kemoterapi.
 Evaluasi mual muntah anak setelah makan
F100 diberikan per oral, hanya habis 20-30 cc, muntah tidak
ada
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien
S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: S: 36,90C, RR: 32x/menit, sudah diberikan parasetamol
sirup tadi pagi, akral hangat
Respon Inefektif:
Kemarin malam dan tadi pagi demam tinggi, menurut
ibu demam anak naik turun.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
anak mau diajak komunikasi
Respon Inefektif:
KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa
duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum
melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat
tidur, belum miring kanan kiri
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas
pada tingkat kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
66
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif:
Anak lebih komunikatif daripada pertama kali masuk
Respon Inefektif:
BB: 8,9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status
gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat
kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,9,
N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
F100 masuk 30 cc, intake oral ASI tidak tercatat,
Diuresis: 2.03 ml/kg/jam (cukup). Mulai rehidrasi
KAEN 1B 36 ml/jam.
Respon Inefektif:
balance belum dapat diukur.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
dan diuresis per 12 jam.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
67
Tanggal
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
1,2,3,4,5,6,
7
2,7
3
3
3
3
3
2,7
2,7
4
4,6
6
4
4
2
1
2
1,2,3,4,5,6,
7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
14.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya:
Trombosit tereakhir 15.000/µ, pasien sudah diberikan transfusi
TC 100 cc dan infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan
dexametason 10 tpm mulai jam 07.00 pagi. Batuk masih ada,
demam naik turun.
 Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak.
 Mengkaji perkembangan nutrisi anak: hasil ronde dokter gizi,
nutrisi anak diganti dengan F100 4x120 cc, 4x150 cc untuk
meningkatkan asupan.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 9 kg, PB: 80 cm
 Reedukasi orang tua pasien untuk pemasangan NGT
 Memasang NGT no 6 pada pasien
 Memastikan ketepatan letak NGT setelah pemasangan
15.00
 Melakukan pemasangan infus 2 line untuk kemoterapi.
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
18.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
normal salin 100 ml (1 jam).
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
19.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi ARA-C 30 mg dalam normal
salin 500 mg dalam 24 jam.
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
20.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1
respul, RR: 28x/menit,
Respon Inefektif:
Batuk pilek masih ada, dahak belum keluar, badan
lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior
Rontgen thorax AP
Kustiningsih
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
TD:100/60 mmHg, N: 100x/menit, S:37,70C, RR:
28x/menit. Tidak ada perdarahan. Telah dilakukan
transfusi TC 100 ml pada sift pagi, Diberikan infus
KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason
10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk,
kemoterapi ARA-C 30 mg dalam NaCl 500 ml dalam
24 jam 5 tpm mulai diberikan jam 19.00 WIB, selesai
besok jam 19.00 WIB, mual muntah tidak ada.
Respon Inefektif:
Hasil lab kemarin: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%,
Leukosit: 17.810, Trombosit rendah: 15.000/µL, Sel
blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
68
Tanggal
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
3
1,5,7
3
3
3
3
3
5
5
5
1,2,3,4,5,6,
7
4
4
Implementasi
15.00 WIB
 Memberikan diet F100 120 cc per NGT
15.10 WIB
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm
18.00 WIB
 Motivasi anak untuk makan
 Memberikan diet F100 150 ml sampai habis
19.15 WIB
 Monitor mual muntah anak
 Monitoring nutrisi anak
20.00 WIB
 Memonitor tetesan infus
 Memonitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Memonitor balance cairan
20.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 37,70C
 Memotivasi ibu melakukan kompres hangat
 Memberikan paracetamol sirup 4 ml
Evaluasi
Ttd
detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau
memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan
Anemia normositik normokrom, Trombositopenia,
Leukositosis.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia,
perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada
tingkat kompensasi.
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml,
cek laboratorium setelah transfuse, IT tunggu setelah
terapi TC.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 9
kg, (naik 0,1 kg), diet F100 masuk 270 cc per NGT,
mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
BB saat ini: 9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg.
Status nutrisi BB/PB: 86,54%, kulit tidak kering, BAB
2x biasa, ASI sedikit.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: RR: 28x/menit, sudah dilakukan kompres hangat, sudah
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
69
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
diberikan paracetamol sirup 4 ml.
Respon Inefektif:
S: 37,70C, kulit teraba hangat, anak lemah, masih
terbaring di tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak mau istirahat
Respon Inefektif:
KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa
duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum
melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat
tidur, belum miring kanan kiri.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas
pada tingkat kompensasi
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
BB: 9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status
gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan secara kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
70
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Ttd
1,2,3,4,5,6,
7
08.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya:
Tanggal 18 September 2013, sudah diberikan TC II 100 cc,
ARA-C selesai jam 19.30 kemarin, Diuresis 24 jam: 4,6
ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, demam masih ada, terdapat
bengkak pada kaki, sudah periksa DPL dengan hasil: Hb: 8,9
g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70
x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali)
dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis
ringan. Muncul masalah keperawatan baru: kerusakan
membran mukosa oral b.d efek samping kemoterapi.
Tanggal 19 September 2013: sudah diberikan obat kemoterapi
Cytarabin/ARA-C 30 mg dalam 500 ml NaCl 0,9% 5 tpm
dalam waktu 24 jam mulai diberikan jam 04.00.WIB. BB
naik menjadi 9,9 kg, balance cairan/24 jam: (+ 252 ml),
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
N: 134x/menit, RR: 28x/menit, TD:103/66 mmHg
turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 37,7,.
F100 masuk 270 cc, intake oral ASI tidak tercatat,
Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan
dexametason 10 tpm.
Respon Inefektif:
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
dan diuresis 24 jam.
14.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1
respul, RR: 29x/menit,
Respon Inefektif:
Batuk masih ada, pilek berkurang, dahak keluar saat
batuk, badan lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior 2x5ml, Rontgen thorax AP.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
Kustiningsih
71
Tanggal
Diagnosa
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
2,7
3
3
3
1
2,7
5
5,6
6
5
5
3
8
2
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Diet masih F100 4x120, 4x150
ml. Infus infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 10 tpm.
 Mengkaji tanda perdarahan dan kelebihan cairan anak.
balance/24 jam: + 472, dieresis/24 jam:poliuri hidramnion,
sudah diberikan transfuse PRC 100 ml jam 06.00 selesai jam
08.30 WIB.
 Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah setiap minum
susu, sehingga susu jam 21.00-03.00 WIB tidak diberikan.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 10,1 kg, PB: 80 cm
 Kolaborasi dengan dokter nutrisi:
BB: 10,1 kg ada oedem pada kaki, BBI: 10,4 kg, BB/TB:
97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, saat ini sesuai
dengan gizi kurang, diet ganti makan cair (MC) sesuaikan
kebutuhan hidrasi hematologi 8x 150 ml.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
09.00
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
 Memberikan makan cair 150 ml
 Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral
higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur
menggunakan NaCl
12.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
Tidak ada perdarahan. Telah diberikan transfusi TC
100 ml dan PRC 100 ml, TD:95/60 mmHg, N:
110x/menit, S:370C, RR: 29x/menit, diberikan infus
KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason
10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk
jam 12.00 WIB
Respon Inefektif:
Hasil lab kemarin: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%,
Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin:
3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana
PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan,
terjadi oedem pada kaki.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia,
perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada
tingkat kompensasi.
Kustiningsih
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml,
cek laboratorium setelah transfusi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika
minum susu, sehingga mulai pukul 21.00-03.00 susu
tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg,
(naik 1,1kg), ada oedem di kaki, ronde dokter gizi saat
ini klinis pasien sesuai gizi kurang, diet diganti makan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
72
Tanggal
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
1
2
1,2,3,4,5,6,
7
3
2,7
7
7
3
Implementasi
Evaluasi
normal salin 100 ml (1 jam) 100ml/jam
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
 Memotivasi ibu memberikan makan cair 150 ml
14.00 WIB
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Monitor mual muntah anak
 Monitor tetesan infus
 Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Monitor balance cairan
14.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 370C
Ttd
cair (MC) 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi pasien,
Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian,
mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak
anemis.
Respon Inefektif:
BB saat ini: 10,1 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4
kg. Status nutrisi BB/PB: 97,11%, LILA:12 LLA/U:
12/15,1: 79,47%, ada oedem pada kaki, pemeriksaan
albumin: 3,27g/dL(rendah), status gizi kurang, kulit
tidak kering, BAB 2x biasa, ASI sedikit.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: RR: 29x/menit, S: 370C
Respon Inefektif:
kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak mau istirahat.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
73
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif:
KU lemah, Hb terakhir: 8,9 g/dl, BB: 10,1 kg naik tapi
ada oedem, status gizi kurang masih terbaring di tempat
tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu
oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan
apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas
pada tingkat kompensasi
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
BB: 10,1 kg, PB: 80 cm, LILA: 12 cm, status gizi anak
kurang, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat
tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat
kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 370C,.
N: 120x/menit, RR: 29x/menit, TD:95/60 mmHg, ada
bengkak di kaki, makan cair masuk 150 cc, asupan ASI
tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam +
ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm.
Respon Inefektif:
BB meningkat disertai bengkak pada kaki,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
74
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
tgl 18 September 2013: Diuresis 24 jam: 4,6
ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, tanggal 15
September 2013: balance cairan/24 jam: (+ 252 ml),
Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
dan diuresis 24 jam.
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Ttd
1,2,3,4,5,6,
7,8
08.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada hari sebelumnya:
Tanggal 21 September 2013:
anak masih batuk, terdapat luka di anus, demam masih naik
turun, masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal
20 September-jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013.
Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 10 tpm. Balance cairan/24 jam: +20, dieresis/24
jam: 5,685. Diuresis poliuri didahului episode oliguri.
Dilakukan pemeriksaan ureum creatinin, ronde dokter
8. Kerusakan membran mukosa oral
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Membran mukosa kering, anak mengalami mukositis
ringan, anak belum mau oral higiene dan kumur NaCl
0,9%.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan
membran mukosa oral pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring membran mukosa oral
14.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1
respul, ambroxol 5 ml oral.
Respon Inefektif:
 RR: 30x/menit, pasien masih ada batuk dan keluar
lendir, hasil konsul divisi neurologi: tidak ada papil
edema.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
Kustiningsih
75
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Ada muntah,
BAB: 3x, sariawan, Satus nutrisi: gizi kurang, Diet MC
(makan cair) 8x150 ml, BB menjadi:9,2 kg.
Tanggal 22 September 2013:
Anak masih ada batuk, ada muntah, BAB 5x sehari, demam
tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang,
BB: 8,9 kg mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl
0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 –
17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 60 ml/jam.
tanggal 23 September 2013:
Masih batuk, Anak masih muntah, BAB 4x dalam sehari, BB:
8,7 kg, Diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, telah
dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam,
Balance/24jam: + 700 ml, Diuresis/24 jam: 4,475 (balance +
tidak overload, diuresis cukup), dilakukan IT pertama dengan
MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung
jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan
streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL,
Kesan: ditemukan sel blast.
tanggal 24 September 2013:
Masih batuk sekali-sekali, muntah ada lendir, Diare 5x,
mendapat Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO dan Ketokonazol
1x50 mg PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam, Balance/24jam: 330 ml, Diuresis/24 jam: 5,5 ml/kg/jam (balance negatif tanpa
dehidrasi, poliuri). Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat
jalan. Divisi nutrisi: diet masih MC (makan cair) 8x150 ml,
BB: 8,5 kg, Diberikan vitamin A 200.000 IU.
tanggal 25 September 2013:
Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir putih
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 3x sehari
Ambroxol 5 ml oral
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
Tanggal 21 September 201: masuk ARA-C 20 cc/jam
dari jam 20.00 WIB tanggal 20 September sampai jam
20.00 WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih
KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason
10 tpm. Ronde dokter hematologi rencana IT dengan
dipayungi TC. Tanggal 22 September 2013:
mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl 0,9%
100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 –
17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1
mg dexametason 60 ml/jam. Tanggal 23 September
2013: telah dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml),
Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 60 ml/jam, dilakukan IT pertama dengan
MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya:
hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL,
tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL,
glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast.
Tanggal 24 September 2013: Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan
menjadi 40 ml/jam. Dilakukan cek DPL, jika baik bisa
rawat jalan (hasil
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
76
Tanggal
Diagnosa
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
2,7
3
3
3
2,7
2,7
2,7
5
5,6
6
5
5
Implementasi
kental, dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah mengalami
papil edema karena terdapat muntah 2x dan ditemukan sel blast.
Pasien telah dilakukan cek DPL ulang. Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 40 ml/jam.
Balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam
(balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). BB: 85 kg, status gizi
buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml.
08.15 WIB
 Mengkaji tanda perdarahan pada anak
08.30 WIB.
 Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah 2x dan sampai
pagi ini BAB 2x.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 8,6 kg, PB: 80 cm
 Kolaborasi dengan dokter nutrisi:
BB: 8,6 kg tidak ada oedem, BBI: 10,4 kg, BB/PB: 82,69%,
LILA:11 LLA/U: 11/15,1: 72,85%, saat ini status nutrisi pasien
kembali pada gizi buruk sama seperti saat anak masuk. Diet dari
makan cair (MC) diganti menjadi F100 8x100 ml sejak tanggal
25 September 2013.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
09.00
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
Evaluasi
Ttd
DPL tidak tercatat oleh residen). Tanggal 25 September
2013: dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah
mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan
ditemukan sel blast, hasilnya anak tidak mengalami
papil edema. Anak telah dilakukan cek DPL ulang.
Infus yang terpasang KAEN 1B+ ondansentron 2 mg
dan 1 mg dexametason 40 ml/jam, saat ini tidak ada
perdarahan.
Respon Inefektif:
Hasil periksa DPL kemarin: Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%,
Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ:
0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca2+: 1, 03
mmol/l, Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl.
Kesan: anemia normositik normokrom, leukopenia,
hipokalsemia, hiponatremia.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia,
perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Rencana dilakukan IT dengan MTX 10 mg nanti sore
dan pindahkan anak ke ruang febrile neutropeni.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika
minum susu, sehingga mulai pukul 21.00 sampai 03.00
susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB:
10,1 kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
77
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
3
8
1
1
2
3
2,3,5,7
2
2,7
6
Implementasi
keseharian
 Memberikan makan F100 100 ml
 Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral
higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur
menggunakan NaCl
12.00 WIB
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
 Memberikan obat Ambroxol 5ml PO
 Memberikan Amoxiclav 3x4 (100 mg) PO
 Memotivasi ibu memberikan makan F100 100 ml
 Menerima hasil lab. DPL kemarin: Menerima dan melakukan
analisa hasil lab DPL:Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%,
Trombosit:36rb/µL,
Leukosit:
19,70
x103/µL,
HJ:
2+
0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca : 1, 03 mmol/l,
Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia
normositik
normokrom,
leukopenia,
hipokalsemia,
hiponatremia.
 Pasien diberikan intratekal MTX 10 mg sore ini , melihat dari
hasil pemeriksaan lab. tanggal 23 September 2013 kemarin
(hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak
ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57
mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast).
13.00 WIB
 Memonitor tetesan infuse infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg
dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
 Menganalisa hasil konsulan neurologi: anak mengalami
strabismus/ juling dan matakiri meninjol sejak lahir, dan
semakin membesar 10 hari sebelum masuk RS, ditemukan
adanya pembesaran pada leher 10 cmx8cmx6cm dan anak
tampak sesak. Disarankan pasang trakeostomi. Dan kemoterapi
protokol LMNH.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi
kurang, diet diganti MC 8x150 cc disesuaikan dengan
hidrasi pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x
pemberian, mukosa bibir kering, ada mukositis,
konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
Tanggal 21 September 2013: anak masih ada muntah,
BAB: 3x sehari semalam, sariawan ringan, BB
menjadi:9,2 kg, turun (0,9 kg) dari kemarin (10,1 kg),
BBI: 10,4 kg, masih ada oedem, Satus nutrisi: gizi
kurang, Diet MC (makan cair) 8x150 ml. Tanggal 22
September 2013: ada muntah, BAB 5x sehari, demam
tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak
berkurang, BB: 8,9 kg turun (0,3 kg) dari BB kemarin
(9,2 kg). Anak mendapatkan kemoterapi doxorubicin
10 mg dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25
ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Tanggal 23
September 2013: Anak masih muntah, BAB 4x dalam
sehari, BB: 8,7 kg turun (0,2 kg) dari berat badan
kemarin (8,9kg). Diet masih MC (makan cair) 8x150
ml, dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg, hasil
pemeriksaan lab. protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57
mg/dL. Tanggal 24 September 2013: muntah ada
lendir, Diare 5x, BB: 8,5 kg turun (0,2 kg) dari BB
kemrin (8,7kg). Diberikan vitamin A 200.000 IU, diet
masih MC (makan cair)
8x150 ml, mendapat
Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO. Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan
menjadi 40 ml/jam,. Tanggal 25 September 2013:
Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir
putih kental. BB: 8,5 kg sama dengan BB kemarin,
Universitas Indonesia
Kustiningsih
78
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
1,2,3,4,5,6,
7,8
1,2,7
3
2,7
7
7
4
Implementasi
Evaluasi
tidak ada oedem/ bengkak, berat badan ideal: 10,4kg.
Pengukuran BB/PB: 8,5/10,4: 80,95%. LILA: 10,5 cm.
Pengukuran LLA/U: 10,5/15,1:69,53%, status gizi anak
buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. Saat ini BB klien:
8,5 kg, diberikan diet F100 dan masuk 120 cc dari 2x
pemberian.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
14.00 WIB
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Monitor mual muntah anak
 Monitor tetesan infus
 Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Monitor balance cairan
14.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 370C
Pasien akan dipindah ke ruang Febrile Neutopeni.
Ttd
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif:
Saat ini anak tidak demam, RR: 30x/menit, S: 36,90C
Respon Inefektif:
Pasien mulai muncul demam tanggal 16 September
setelah itu mengalami demam naik turun sampai
sekarang. Demam berkurang dengan pemberian
Paracetamol dan kompres hangat.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada
tingkat kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Saat ini KU lemah, Hb saat ini: 9,8 g/dl, BB: 8,5 kg.
Saat masuk KU pasien lemah, terbaring di tempat tidur,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
79
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
tidak melakukan aktivitas harian atau bermain. Kondisi
badan anak mulai membaik, bisa duduk dan bermain di
tempat tidur pada tanggal 22 September. Kondisi klien
sekarang mulai melemah lagi.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas
pada tingkat kompensasi
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Kondisi anak kembali melemah, BB: 8,5 kg, PB: 80
cm, LILA: 11 cm, status gizi anak saat ini kembali gizi
buruk, anak terbaring di tempat tidur.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat
kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S:
36,90C,. N: 100x/menit, RR: 29x/menit, TD:100/60
mmHg, sudah tidak oedem.
Respon Inefektif:
BB turun menjadi 8,5kg, balance/24jam: - 265 ml,
Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa
dehidrasi, poliuri).
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
80
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
dan diuresis 24 jam.
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
8. Kerusakan membran mukosa oral
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Membran mukosa kering, saat ini anak masih
mengalami mukositis ringan, anak belum mau oral
higien dan kumur NaCl 0,9%.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan
membrane mukosa pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring membrane mukosa
26 Sep 2013
Pasien di pindah ke ruang perawatan Febrile Neutropeni pada
tanggal 26 September 2013 jam 17.00 WIB
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
81
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
Keperawatan merupakan bentuk asuhan profesional sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu keperawatan untuk individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
proses kehidupan (PPNI, 2010). Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
tehnologi kesehatan termasuk ilmu keperawatan, diperlukan kemampuan lebih
untuk
mengatasi
masalah
keperawatan
yang
komplek
sesuai
dengan
kepakarannya. Standar kompetensi ners spesialis keperawatan merefleksikan
kompetensi yang dimiliki oleh seorang ners spesialis keperawatan. Kompetensi
yang harus dimiliki ners spesialis yaitu, 1) Memberikan praktik profesional,
memenuhi standar legal dan etik profesi, 2) Memberi asuhan dan manajemen,
serta 3) Melakukan pengembangan profesional, personal dan kualitas (ICN,
2009).
3.1 Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Program residensi ners spesialis anak dilakukan dalam dua periode. Periode
residensi I dilaksanakan pada tanggal 25 Februari - 14 Juni 2013 dan periode
residensi II pada tanggal 9 September - 22 November 2013. Program
residensi I di laksanakan di ruang perawatan Infeksi Anak, ruang Non Infeksi
dan Perinatologi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo. Program residensi II
dilaksanakan di ruang perawatan non infeksi Anak RSUP Dr. Cipto
Mangunkusumo.
Selama
melaksanakan
program
residensi,
residen
keperawatan anak bertindak sebagai perawat pelaksana atau pemberi asuhan
langsung pada klien anak dan keluarganya. Residen keperawatan anak
menerapkan prinsip-prinsip etik dan legal dalam
memberi asuhan
keperawatan, menghormati hak pasien dan keluarga, menerapkan tehnik
komunikasi teraupetik, menjaga kerahasiaan informasi data dan dokumen
pasien, menerapkan prinsip atarumatic care dan tumbuh kembang pasien
anak serta melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
82
3.1.1 Ruang Perawatan Anak Infeksi
Praktik residensi keperawatan anak di ruang perawatan infeksi
dilaksanakan 6 minggu, mulai tanggal 25 April sampai 5 Februari
2013. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 6 kasus kelolaan
dan 6 kasus resume. Kasus kelolaan meliputi, pasien anak dengan
pneumonia dan atelektasis paru, pasien anak dengan dengan
enchepalitis, pasien anak dengan atresia bilier, pasien anak dengan
CKD (Congenital Kidney Disease), gizi buruk dan HIV, pasien anak
dengan demam dan infeksi saluran kencing, pasien anak dengan
epilepsi, gizi buruk dan kista subepidural. Kasus resume meliputi,
pasien dengan diare akut dan gizi buruk, pasien dengan pneumonia dan
post reseksi tumor intrakanial, pasien dengan diare persisten tanpa
dehidrasi, pneumonia komunitas, gizi buruk dan TB paru, dan paien
bronkiolitis. Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak
meliputi, merawat pasien dengan infeksi pada gangguan pernapasan,
gangguan persyarafan, perkemihan, dan pencernaan, merawat pasien
dengan infeksi tropis, melakukan suction, mengambil darah untuk
AGD, mengenal penatalaksanaan kejang berulang, melakukan
perawatan luka post craniotomi, melakukan tehnik ROM pada pasien
tirah baring lama, memonitor pemberian cairan dan elektrolit,
melakukan
penghitungan
balance
dan
diuresis,
melakukan
pemasangan NGT dan pemberian makan lewat NGT serta melakukan
dokumentasi keperawatan.
3.1.2 Ruang Perawatan Anak Non Infeksi
Praktik ners spesialis anak di ruang non infeksi anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dilaksanakan dalam dua periode. Periode praktik
residensi I dilaksanakan selama 6 minggu mulai tanggal 8 April- 17
Mei 2013. Residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan
pada 6 kasus kelolaan dan dan 6 kasus resume. Kasus kelolaan terdiri
dari asuhan pasien dengan Acute Myeloid Leukimia (AML), pasien
dengan osteosarkoma, pasien dengan Kanker naso faring (KNF),
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
83
pasien dengan Acute Limphoblastic Leukimia (ALL), pasien dengan
retinoblastoma, serta pasien dengan sidrom nefrotik.
Kasus resume terdiri dari kasus primitive neuroectodermal tumor
PNET (Ewing Sarkoma), pasien dengan nefritis, lupus dan CKD grade
II, pasien dengan anemia aplastik, perdarahan saluran cerna dan febrile
neutropeni, pasien dengan Acute Limphoblastic Leukimia (ALL), dan
pasien dengan retinoblastoma. Periode praktik residensi keperawatan
anak II dilaksanakan selama 11 minggu mulai 9 September sampai 22
November 2013. Selama melaksanakan praktik residensi II, residen
keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan pada 2 pasien anak
dengan retinoblastoma, 3 pasien Acute Myeloid Leukimia (AML)
dengan gizi buruk, 2 pasien dengan Lymphoma Malignant NonHodgkins (LMNH), pasien hepatoblastoma dengan gizi buruk, pasien
anak dengan hidronefrosis, hidroureter bilateral post nefrotomi
bilateral, pasien anak dengan limfoma burkit, dan pasien anak dengan
Acute Limphoblastic Leukimia (ALL).
Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak antara lain,
merawat pasien anak dengan keganasan, merawat pasien anak dengan
gangguan perkemihan, merawat pasien anak dengan gangguan
perdarahan, mengenal kondisi kegawatan onkologi, menyiapkan dan
melakukan transfusi, memonitor hidrasi pasien anak sebelum dan
setelah kemoterapi, mengukur keseimbangan cairan, menyiapkan
pasien sebelum dan setelah kemoterapi, kolaborasi pelaksanaan
kemoterapi sesuai protokol, memonitor efek samping kemoterapi
(mual, muntah, diare, konstipasi, mukositis) dengan mengembangkan
skala untuk menilai derajat mukositis anak, mengenal periode
kemoterapi selanjutnya, melakukan pendampingan prosedur IT,
menentukan status nutrisi pasien onkologi dengan antropometri,
mengenal cara pemberian nutrisi, memberikan dan memonitor nutrisi
enteral dan parenteral, mengenal resusitasi pada pasien terminal,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
84
memonitor
O2
pasien,
manajemen
nyeri
pasien,
manajemen
kelemahan dan ketidakberdayaan anak, memotivasi keluarga pada
periode berduka, serta melakukan dokumentasi keperawatan.
3.1.3 Ruang Perawatan Perinatologi
Praktik residensi dilaksanakan selama 4 minggu pada tanggal 20 Mei
sampai 14 Juni 2013. Residen keperawatan anak, melakukan asuhan
keperawatan pada 4 kasus kelolaan yaitu, kasus pasien bayi dengan
atresia esophagus, sepsis, dan gizi buruk marasmik, pasien bayi dengan
hiperbilirubinemia dan hisprung, pasien bayi dengan ARDS/ distress
pernapasan dan pasien bayi dengan sepsis awitan dini. Resume
dilaksanakan pada 4 kasus yaitu, pasien bayi prematur dengan ARDS,
bayi hiperbilirubin dengan oligohidramniaon, bayi dengan sepsis
awitan lama, bayi dengan sepsis dan kelainan kongenital. Kompetensi
yang dicapai residen keperawatan anak meliputi, menilai usia gestasi
bayi prematur dengan Ballard Score, melakukan manajemen laktasi
dan konseling menyusui, melakukan pendampingan perawatan
kangoroo mother care/ perawatan metode kanguru, monitoring alat
bantu kardio-respirasi (CPAP dan ventilator), monitoring pemberian
cairan parenteral, melakukan suction pada bayi dengan alat napas
bantuan, melakukan pemantauan terapi sinar, merawat bayi dengan
gangguan respirasi, merawat bayi dengan gangguan termoregulasi,
merawat bayi dengan gangguan metabolit dan melaksanakan
dokumentsi keperawatan.
3.2 Peran Sebagai Pendidik
Peran residen keperawatan anak sebagai pendidik dilakukan dengan cara
memberikan edukasi dan motivasi pada pasien dan keluarganya selama
perawatan di masing-masing ruang perawatan. Pada ruang infeksi anak
mengajarkan tehnik cuci tangan sebelum dan setelah berinteraksi dengan
anak untuk meminimalkan penularan infeksi, melakukan edukasi cara
penggunaan kamar mandi bersama untuk pasien. Pada ruang non infeksi,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
85
residen keperawatan anak melakukan edukasi keluarga tentang jadwal dan
protokol kemoterapi, pemantauan fisik anak setelah kemoterapi, melakukan
evaluasi keluarga tentang status nutrisi anak sebelum dan setelah sakit,
melakukan pemberian nutrisi per NGT, melakukan discharge planning
pasien pulang (tanda anak harus dibawa ke rumah sakit, efek kemoterapi,
jadwal kemoterapi selanjutnya, nutrisi selama di rumah). Pada ruang
perinatologi, residen keperawatan anak memberikan edukasi tentang tehnik
memberi ASI yang benar, melakukan edukasi tentang ASI ekslusif dan
edukasi tentang perawatan metode kanguru (PMK).
3.3 Peran Sebagai Peneliti
Peran sebagai perawat peneliti bagi seorang ners spesialis dilakukan dengan
aktif melakukan penelitian untuk menemukan sumber ilmu baru dan selalu
mendasarkan tindakan dalam pemberian asuhan pada evidence based nursing
yang dipercaya. Dalam praktek residensi ini, residen keperawatan anak
melakukan peran sebagai peneliti dengan menerapkan evidence based
nursing sesuai dengan ruang praktik, diantaranya:
1.
Massage pada pasien anak dengan kanker bisa meminimalkan rasa
nyeri (Hughes, Ladas E, Rooney D, Kelly K, 2008).
2.
Pemanfaatn terapi sitz bath (rendam duduk) dalam mengatasi iritasi,
daerah panggul setelah kemoterapi (Patient Education Network,
University Health Network, 2011).
3.
Pengembangan instrument penilaian tinggkat mukositis pada pasien
kanker dan kemoterapi dengan OMDQ (Oral Mucositis Daily
Quessionaire)
(Tomlison.D,
Manji.A,
Either.M.C,
Gassas.A,
Maloney.A.M, Sung.L, 2010).
4.
Penggunaan
alcohol
hand rub
dapat
meminimalkan infeksi
(meminimalkan kolonisasi bakteri Klebsiella dan Pseudomonas
aeruginosa) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik (P.P
Saramma, K. Krishnakumar, P.K. Dash, P.S Sarma, 2012).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
86
5.
Pemakaian foto terapi sesuai indikasi dan dosis, lebih meminimalkan
efek samping (Tao Xiong & Yi Qu & Stephanie Cambier & Dezhi
Mu, 2011).
6.
Penggunaan kortikosteroid lebih awal pada ARDS, lebih baik
dilakukan, untuk mengurangi disfungsi organ, nilai cedera paru,
kebutuhan ventilator, dan keperluan perawatan intensif (G.C.
Khilnani, Vijay Hadda, 2011).
3.4 Peran Sebagai Pengelola dan Inovator
Residen keperawatan anak melaksanakan peran inovator dengan melakukan
proyek inovasi pada tempat praktik. Proyek inovasi dilakukan 2 (dua) kali
selama praktik residensi yang semua dilaksanakan di ruang perawatan anak
non infeksi. Proyek inovasi I (satu) dilaksanakan saat praktik residensi 1
(satu) secara kelompok. Tema dalam proyek inovasi I adalah penggunaan
terapi rendam duduk ( sitz bath therapy) dalam meminimalkan iritasi di area
panggul dan fissure anal pada pasien anak post kemoterapi. Proyek inovasi II
(dua) merupakan proyek inovasi mandiri yang dilaksanakan saat praktik
residensi 2 di ruang non infeksi. Inovasi yang dilaksanakan adalah
mengembangkan instrumen pangkajian derajat mukositis dengan skala
OMDQ (Oral Mucositis Daily Quessionaire) pada anak dengan kanker
(Tomlison.D, Manji.A, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010).
Proyek
inovasi
dilaksanakan
berdasarkan
evidence
based
practice.
Pengkajian dilaksanakan dengan metode PICO (populasi/problem, intervensi,
comparation dan outcome), untuk menentukan kebutuhan pasien dan ruang
perawatan, selanjutnya dilakukan penelusuran jurnal terkait dari sumber yang
terpercaya dan melakukan appraise jurnal/artikel. Setelah proses diskusi dan
mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen rumah sakit, residen
keperawatan anak lalu membuat proposal proyek inovasi. Proposal proyek
inovasi dipresentasikan dengan pihak manajemen dan bidang keperawatan
rumah sakit, serta perawat ruangan. Tahap berikutnya, dilakukan sosialisai
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
87
dan implementasi bersama perawat ruangan serta evaluasi terkait pelaksanaan
inovasi dengan laporan terlampir.
Sedangkan peran sebagai pengelola dilakukan residen dengan cara
melakukan kolaborasi dengan profesi lain dan perawat di ruangan dalam
mengelola pasien di ruangan, kebutuhan apa yang saat ini diperlukan untuk
peningkatan kesehatan anak.
3.5 Peran Sebagai Advokat
Tujuan umum advokat pada klien adalah melindungi hak klien. Advokat
memberi informasi kepada klien mengenai hak mereka dan memberikan
mereka informasi yang diperlukan untuk dapat membuat keputusan
berdasarkan informasi tersebut (Kozier, 2011). Kusnanto, (2004),juga
mengatakan sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung
antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun professional. Residen berperan sebagai
advokat pasien dengan mendampingi pasien, menjelaskan hal-hal yang
kurang dimengerti oleh keluarga terkait dengan kondisi kesehatan anaknya.
Mendampingi pasien dan keluarga saat visitasi dokter, membela hak-hak
klien dalam menerima perawatan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
88
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang penerapan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan
anak kanker yang mengalami masalah nutrisi serta pembahasan tentang ners
spesialis dalam pencapaian target kompetensi.
4.1 Penerapan Model Adaptasi Roy Dalam Asuhan Keperawatan Anak
Kanker Yang Mengalami Masalah Kurang Nutrisi.
Nutrisi berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Nutrisi yang baik memungkinkan seorang anak mempertahankan fungsi
tubuh mereka seperti melakukan aktivitas dan bermain, pulih dari penyakit
dan trauma yang dialami, serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tahapannya masing-masing (Bryant, 2003 dalam Royal Collage of Nursing,
2006). Pada perjalanan penyakit kanker pada anak, nutrisi juga banyak
berperan. Nutrisi yang adekuat, bisa meningkatkan imunitas tubuh yang akan
membantu anak melawan infeksi dan membuat anak lebih mentoleransi
pengobatan kanker (Den Broeder et al., 2000). Status nutrisi yang baik juga
akan mempengaruhi prognosis anak-anak dan dewasa muda dengan kanker
(Andreyev et. al., 1998, dalam Cunningham dan Bell , 2000).
Lima kasus terpilih yang akan dibahas antara lain anak A.P dengan Acute
Myeloid Leukimia (AML) pro kemoterapi minggu I dan gizi buruk marasmik,
anak M.R dengan Limfoma Malignum Non Hodgkin (LMNH) pro kemoterapi
minggu I dan gizi buruk marasmik, anak M.T dengan Acute Myeloid
Leukimia (AML) dan gizi buruk marasmik, anak V dengan Acute Myeloid
Leukimia (AML), gizi buruk marasmik, cardiomyopathi dilatasi dan febrile
neutropeni serta anak K dengan Neuroblastoma High Risk post kemoterapi.
Selanjutnya pembahasan akan dilakukan menggunakan Model Adaptasi Roy
sebagai kerangka acuan dan paradigma dalam pemberian asuhan keperawatan
pada anak.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
89
4.1.1 Pengkajian Perilaku
Pengkajian
perilaku
dalam
Model
Adaptasi
Roy
merupakan
pengkajian tahap pertama. Menurut Taghavi, Aliakbarzadeh-Arani,
dan
Khari-Arani
(2012),
pengkajian
tahap
pertama
adalah
mengumpulkan data perilaku adaptif dan inefektif klien sebagai sistem
adaptasi yang dihubungkan dengan empat model adaptif yaitu, fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Pengkajian
yang dilakukan dalam fungsi fisiologis mencakup kemampuan
oksigenasi yang berhubungan dengan sirkulasi, nutrisi, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, proteksi, sensori, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologi serta fungsi endokrin (Alligood & Tomey, 2006).
Pada lima kasus yang menjadi kelolaan residen, semua anak
mengalami perilaku inefektif pada aspek nutrisi. Perilaku inefektif
pada aspek nutrisi ini, ditunjukkan dengan data saat pengukuran
antropometrik masing-masing pasien meliputi tinggi badan atau
panjang badan (TB/PB), berat badan (BB) dan lingkar lengan atas
(LILA). Penentuan status nutrisi lebih diutamakan berdasarkan berat
badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)
(BB/PB atau BB/TB). Selanjutnya grafik pertumbuhan yang digunakan
sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5
tahun dan grafik untuk anak lebih dari 5 tahun menggunakan Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Pada kondisi tertentu
seperti
anak
yang
mengalami
oedem,
dehidrasi,
overhidrasi,
organomegali dan kondisi tertentu lainnya, digunakan pengukuran
antropometrik lainnya (IDAI, 2011). Residen dalam melaksanakan
praktik ini menggunakan penentuan antropometrik berat badan
menurut panjang badan/tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan
menurut umur (LLA/U) untuk anak dengan kondisi khusus. Alasan
penggunaan antropometrik lingkar lengan atas berdasarkan umur
pasien tersebut, karena di tempat praktik ruang anak non infeksi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
90
RSUPN Dr Ciptomangunkusumo juga menggunakan parameter status
nutrisi untuk menilai anak-anak dengan kondisi khusus. Dari lima
kasus kelolaan, 4 diantaranya menunjukkan status gizi buruk dengan
ditemukan wasting pada pemeriksaan klinis anak yaitu anak A.P pada
kasus 1, anak M.R pada kasus 2, anak M.T pada kasus 3 dan anak V
pada kasus 4. Pasien tersebut diagnosa dengan Acute Myeloid
Leukimia (AML) dan diagnosa Limfoma Malignum Non Hodgkin
(LMNH), sedangkan untuk anak K pada kasus 5, pasien menunjukkan
status gizi kurang dengan diagnosa medis Neuroblatoma.
Menurut Suandi (1999), kanker jenis leukemia dan limfoma
menempati 40% dari penyakit keganasan anak, sisanya 60% berupa
tumor solid terutama sarkoma. Komplikasi yang ditimbulkan oleh
kanker liomfoma dan leukemia pada anak terhadap status gizi adalah
malnutrisi berat dan wasting. Gejala mula-mula tampak berupa
kehilangan berat badan, selanjutnya terjadi malabsorbsi bila tumor
mengenai saluran cerna atau malabsorbsi timbul sebagai akibat
pengobatan
kemoterapi
dan
radiasi.
Selain
itu
terjadi
pula
hipermetabolisme sebagai akibat pertumbuhan aktif dari tumor atau
adanya infeksi pada penderita. Selain jenis leukemia dan limfoma,
kanker secara umum juga akan menyebabkan terjadinya kekurangan
nutrisi pada anak yang ditandai dengan anoreksia, penurunan berat
badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak
adekuat serta perubahan metabolik atau dikenal dengan istilah
sindroma anoreksia kaheksia (cancer anorexia-cachexia syndrome)
(Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012).
Keadaan kekurangan nutrisi pada pasien dengan kanker ini akan
menyebabkan
terjadinya
kelemahan,
penurunan
imunitas
dan
penurunan penyembuhan luka, peningkatan toksisitas obat, serta
perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005). Pasien kanker dengan
penurunan berat badan juga menunjukkan kurang berespon terhadap
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
91
cytostatics (Schnadig, 2008), semakin lama dirawat di rumah sakit,
menunjukkan
tingkat
remisi
lebih
tinggi
dan
menunjukkan
pengurangan kualitas hidup (Petruson, et.al, 2005).
Kekurangan nutrisi juga mengakibatkan prognosis penyakit menjadi
lebih berat yang berdampak signifikan pada tingkat kelangsungan
hidup, terutama pada anak-anak dengan tumor solid dan metastasis
penyakit (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011), anak-anak yang baru
terdiagnosa neuroblastoma stadium IV, leukemia lymphoblastic acute
(ALL), dan leukemia myeloid akut (AML) (Lobato-Mendizabal, et.al,
2003). Pada kasus kelolaan ke 4 yaitu anak V dengan leukemia
myeloid acute (AML) dan gizi buruk marasmik, anak tidak mampu
beradaptasi dengan penyakitnya dan akhirnya meninggal dunia pada
tanggal 20 November 2013.
Pada pengkajian perilaku, Roy mengembangkan juga pengkajian
tentang konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Ketiga model
adaptasi dari konsep diri, fungsi peran dan interdepandensi, ini akan
mengaktifkan mekanisme koping kognator seseorang, selain koping
regulator dari adaptasi fungsi fisiologis (Roy, 2009). Model konsep
diri dikatakan adaptif jika gambaran diri positif, terjadi keutuhan fisik
dan perkembangan fisik, kompensasi terhadap perubahan tubuh
adekuat, koping strategi terhadap kehilangan efektif, fungsi harga diri
positif, keutuhan ideal diri efektif (Roy, 2009).
Pada lima kasus kelolaan, tidak semua pasien dapat dilakukan
pengkajian tentang konsep diri. Anak A.P pada kasus 1, anak M.T
pada kasus 3 tidak dapat dilakukan pengkajian tentang konsep diri
karena usisnya yang masih kecil/ kurang dari 2 tahun. Menurut
Hockenberry dan Wilson (2009), konsep diri pada anak mulai
berkembang dan dapat dikaji pada usia toddler. Sedangkan pada anak
M.R dalam kasus 2, juga tidak bisa dilakukan pengkajian tentang
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
92
konsep diri karena terjadi gangguan dalam komunikasi verbal (anak
tidak mampu berbicara karena ada massa tumor pada leher dan sedang
terpasang trakeostomi). Pada anak K dalam kasus 5 menunjukkan tidak
ada gangguan dalam konsep diri, sedangkan pada anak V dalam kasus
4, sebenarnya tidak ada gangguan dalam konsep diri, tetapi karena
kondisinya yang sakit dan sudah lama dirawat di rumah sakit (hampir
2 bulan perawatan), beresiko terjadi gangguan konsep diri. Konsep diri
pada anak dipengaruhi oleh perkembangan fisik, kemampuan berpikir
dan interaksi dengan orang sekitarnya (Roy, 2009).
Pada pengkajian model adaptasi interdependensi, anak yang lebih
besar seperti anak K dalam kasus 5 dan anak M.R pada kasus 2, anak
dapat menjalankan peran sesuai dengan usianya. Sedangkan dalam 3
kasus yang lain, anak tidak mampu berperan sesuai dengan usianya
karena kondisi fisiknya yang sakit. Kelima anak dalam kasus kelolaan
mempunyai
tingkat
ketergantungan
yang
relatif
tinggi
pada
keluarganya. Mereka juga mendapatkan kasih sayang yang baik dari
keluarganya selama dilakukan perawatan di rumah sakit. Indikator
fungsi interdependensi adaptif adalah pola mandiri dan ketergantungan
efektif, strategi koping terhadap perpisahan efektif, hubungan dan
komunikasi efektif (Roy 2009).
4.1.2 Pengkajian Stimulus
Stimulus yang mempengaruhi ketidakefektifan perilaku menurut
model adaptasi Roy meliputi stimulus fokal, stimulus kontekstual dan
stimulus residual (Roy, 2009; Alligood & Tomey, 2006).
Menurut George (1995) dalam Alligood (2010) yang diamaksud
stimulus fokal adalah stimulus yang secara langsung dihadapi oleh
individu yang menyebabkan sakit dan ketidakseimbangan. Stimulus
fokal terjadinya kekurangan nutrisi pada pasien anak dengan kanker
adalah mekanisme perjalanan penyakit kanker dan efek pengobatan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
93
Terapi pengobatan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya
menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan
seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi (Barron & Pencharz,
2007). Jenis terapi kanker digabungkan dengan efek keganasan kanker
akan menyebabkan cedera organ utama seperti hati dan pankreas, serta
kerusakan pada saluran cerna. Akibatnya, akan timbul diare terus
menerus, muntah, mukositis, anoreksia dan efek sistemik terapi lain,
sehingga membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan
berdampak pada hilangnya cairan dan elektrolit tubuh, berkurangnya
protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang dapat menyebabkan
malabsorpsi mikro maupun makronutrien secara akut ataupun kronis
(Donaldson, 1988 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Stimulus
fokal yang didapatkan dari pasien kelolaan terkait dengan masalah
ketidakseimbangan nutrisi adalah karena anoreksi, asupan tidak
adekuat, mual muntah, gangguan menelan dan diare.
Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang terdapat pada
individu dan lingkungan yang mempengaruhi individu, yang dapat
memberikan efek positif maupun negatif seperti kondisi kesehatan,
umur, jenis kelamin, budaya, tingkat fungsi fisik, dinamika keluarga,
status ekonomi, pengetahuan, dan nilai-nilai budaya serta lingkungan
tempat
tinggal
(Alligood
(2010).
Hasil
identifikasi
stimulus
kontekstual pada pasien kelolaan meliputi kondisi cachexia kanker,
adanya penyakit penyerta, menurunnya imunitas tubuh sehingga
mudah terkena penyakit infeksi. Sedangkan stimulus residual yang
ada pada pasien kelolaan terkait dengan nutrisi adalah riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga, faktor ekonomi, upaya pengobatan.
4.1.3 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Roy merupakan keputusan klinik
terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial dan kebutuhan
adaptasi. Pernyataan tentang diagnosis merupakan arahan untuk
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
94
melakukan manajemen stimulus yang mengancam atau meningkatkan
adaptasi.
Roy
menyimpulkan
bahwa
diagnosis
keperawatan
merupakan hasil pernyataan yang menggambarkan status adaptasi
terhadap sistem adaptasi manusia (Roy, 2009).
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam pengelolaan ke 5 kasus
pasien ini menggunakan NANDA (Nursing Diagnosis Definitions and
Classification). Terkait dengan aspek nutrisi, diagnosa keperawatan
yang muncul pada kelima kasus kelolaan ini adalah ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Batasan karakteristik yang harus
ada pada penegakan diagnosa tersebut diantaranya berat badan pasien
kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi
badan, asupan makanan kurang dari metabolik baik kalori total
maupun zat gizi tertentu, kehilangan berat badan dengan asupan
makanan yang adekuat dan dilaporkan asupan makanan yang tidak
adekuat kurang dari Recommended Daily Allowance (RDA) (
Wilkinson, & Nancy 2011).
Faktor yang berhubungan atau terkait dengan munculnya diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
pada pasien kelolaan adalah karena penyakit kronik/kanker, kondisi
anoreksi, mual muntah, asupan nutrisi tidak adekuat, adanya diare,
perdarahan pada saluran cerna (melena), infiltrasi sel ke hepar, dan
kesulitan menelan karena massa di leher seperti pada anak M.R kasus
no 2.
Selain masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi yang ada pada
semua kasus kelolaan, muncul juga diagnosa keperawatan lain. Pada
anak A.P kasus 1, anak M.T kasus 3 dan anak V kasus 4 yang
semuanya dirawat dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) muncul
diagnosa keperawatan potensial yaitu diagnosa potensial komplikasi
kanker: anemia dan perdarahan. Ketiga pasien anak tersebut ketika
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
95
dilakukan pengkajian didapatkan ada perdarahan pada saluran cerna
dan dua diantaranya terdapat ptekie/ bintik kemerahan pada tubuh. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Dalimoenthe (2005) dalam Rofinda
(2012) bahwa, salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah
perdarahan. Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan
berupa ptekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40-70%
penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang
paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung,
ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna berkaitan dengan
nutrisi pasien, karena pada anak-anak dengan perdarahan saluran cerna
akan dipuasakan sampai perdarahan berhenti dan diberikan nutrisi
secara parenteral. Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai akibat
dari berbagai kelainan hemostasis (Nand & Messmore, 1990,
Dalimoenthe, 2005 dalam Rofinda 2012). Perdarahan menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada leukemia akut
terutama pada leukemia mielositik akut dengan diferensiasi monositik
dan leukemia promielositik akut (Tallman, 2003). Komplikasi
perdarahan mengakibatkan mortalitas 7-10% pada pasien leukemia
akut (Creutzig, 1987 & Verschuur, 2004 dalam Rofinda 2012).
Diagnosa keperawatan pada pasien kelolaan yang berkaitan dengan
nutrisi lainnya adalah resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari
kebutuhan tubuh. Nutrisi sangat berkaitan dengan asupan baik
makanan maupun minuman, sehingga evaluasi nutrisi juga melibatkan
pemantauan terhadap asupan dan haluaran. Selain itu pemantauan
cairan pasien juga diperlukan untuk rehidrasi pasien sebelum dan
setelah kemoterapi. Diagnosa keperawatan diare dan kerusakan
membran mukosa oral yang muncul pada kasus kelolaan, juga
berkaitan dengan nutrisi pasien. Diare akan mengakibatkan nutrisi
banyak terbuang sedangkan kerusakan membran mukosa oral/
mukositis akan mempengaruhi asupan makan anak secara oral menjadi
berkurang, sehingga semua masalah keperawatan yang muncul
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
96
tersebut harus bisa diselesaikan dengan baik sesuai tujuan yang
ditetapkan.
4.1.4 Penetapan Tujuan
Tujuan keperawatan dalam Model Adaptasi Roy adalah meningkatkan
adaptasi pada model fisioligis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi yang berkontribusi terhadap kesehatan seseorang,
meningkatkan kualitas hidup dan dapat meninggal dengan tenang
(Fitzpatrick & Wallaca, 2006).
Tujuan keperawatan ditetapkan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditegakkan dan fokus untuk mendukung perilaku anak yang adaptif.
Tujuan
ditetapkan
Clasification
dengan
(NOC)
menggunakan
sesuai
dengan
Nursing
masalah
Outcome
keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang muncul
dari kelima kasus pasien
kelolaan. Tujuan tersebut meliputi
peningkatan status nutrisi anak, dengan melihat rasio berat badan dan
tinggi badan, asupan nutrisi, kelembaban/hidrasi kulit, kadar biokimia
darah seperti albumin, hematrokit dan gula darah. Selain itu juga
ditetapkan tujuan peningkatan asupan makanan dan cairan dengan
melihat asupan makanan per oral, asupan makanan per NGT, asupan
cairan oral, asupan cairan IVFD, asupan nutrisi parenteral dan
peningkatan asupan nutrien seperti kalori, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, zat besi, kalsium dan sodium (Wilkinson & Nancy
2011).
Setelah menetapkan tujuan keperawatan, selanjutnya dibuat rencana
intervensi/ tindakan untuk merubah perilaku anak yang inefektif
menjadi
perilaku
yang
adaptif
serta
memepertahankan
dan
meningkatkan perilaku adaptif yang sudah ada pada diri anak.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
97
4.1.5 Intervensi
Menurut Roy (2009) intervensi keperawatan adalah pendekatan yang
bertujuan untuk mendorong atau menguatkan proses adaptasi melalui
perubahan stimulus. Fokus dalam intervensi keperawatan adalah
perilaku untuk mencapai tujuan, yang didasari atas pengetahuan serta
diarahkan pada stimulus yang dilakukan oleh perawat, sehingga dapat
meningkatkan perilaku adaptif pasien. Dalam melaksanakan proses
keperawatan, perawat harus mengembangkan tehnik dan keterampilan
interpersonal dalam mengkaji dan melakukan intervensi seperti
pendekatan fisik, anticipatory guidance, pendidikan kesehatan dan
konseling (Tomey & Alligood, 2006).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kelima kasus kelolaan dan
berkaitan dengan peningkatan status nutrisi pasien adalah melakukan
manajemen nutrisi, monitoring nutrisi, terapi nutrisi, pemberian makan
enteral dan perenteral. Tindakan yang dilakukan oleh residen dalam
manajemen nutrisi misalnya melibatkan orang tua dalam memberikan
makan pada anak, memberikan posisi yang nyaman saat anak makan,
menjaga prinsip bersih dalam pemberian makan, memonitor albumin,
protein, Hb, dan hematokrit anak. Tindakan yang dilakukan dalam
monitoring nutrisi meliputi penimbangan berat badan pasien 1-3 hari
sekali, memonitor asupan kalori dan gizi pasien, memonitor
kelembaban kulit, memonitor ada tidaknya pembengkakan, mual,
muntah, diare, konjungtiva pucat dan memonitor membran mukosa
mulut. Sedangkan tindakan yang dilakukan residen dalam terapi nutrisi
misalnya memberikan dan memonitor pemberian diet anak sesuai
kebutuhan, melakukan pemasangan NGT untuk diet enteral maupun
monitoring diet secara parenteral.
Pasien anak A.P pada kasus 1, untuk pemenuhan nutrisi awal
dilakukan lewat oral dengan nasi tim saring (NTS) 800 kkal + makan
cair (MC) 4x100 ml, selanjutnya diganti dengan F100 8x150 ml lewat
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
98
NGT. Menurut Kimani dan Sharif (2009), pemberian makan melalui
NGT diperlukan hanya jika pasien tidak cukup intake per oral yaitu
kurang dari 75% dari diet yang diresepkan per hari. Pemberian
makanan melalui NGT diperlukan ketika terdapat satu atau lebih dari
kondisi berikut ini, diantaranya asupan nutrisi kurang dari 75% dari
yang diresepkan dalam 24 jam, pasien penderita pnemonia dengan laju
nafas yang cepat, pasien memiliki lesi di mulut, pasien memiliki
langit-langit sumbing atau kelainan fisik lainnya dan pasien dengan
gangguan kesadaran.
Pada anak M.R kasus 2, diet anak juga diberikan melalui NGT dengan
F100 6x200 ml dan ditingkatkan dengan F100 6x225 ml, karena pasien
terjadi pembesaran massa dileher akibat Limfoma Malignum Non
Hodgkin
(LMNH).
Kondisi
ini
mengakibatkan
anak
susah
mendapatkan asupan secara oral, sehingga diperlukan pemberian
nutrisi enteral dengan NGT. Menurut Duggan (2005), pemberian
nutrisi enteral merupakan cara yang paling diminati dan aman untuk
penyediaan nutrisi pada anak karena dapat mencegah atrofi usus,
toksisitas, dan komplikasi intravena. Kontraindikasi pemberian nutrisi
enteral pada anak dengan kanker sama dengan penyakit lain seperti
obstruksi usus, muntah permanen, atau perdarahan akut (Arends, et. al,
2009).
Pasien anak M.T pada kasus 3, pemenuhan nutrisi awal saat diberikan
secara parenteral dengan TPN N4 (475 ml)+D10% (25ml)+KCl (10ml)
20,8 ml/jam, aminoleban 8% 3,6 ml/jam dan lipid 20% 0,7 ml/jam,
karena pasien dalam kondisi puasa akibat dari melena. Hari berikutnya
pasien mulai dilakukan priming makan cair (MC) 6x30 ml dan diet
dinaikkan dengan makan (MC) 6x50 ml dengan tetap mendapatkan
TPN 20,8 ml/jam, tetapi kembali terjadi melena sehingga pasien
dipuasakan lagi. Pada hari terakhir perawatan yang dilakukan residen
(tanggal 31 Oktober) pasien sudah dapat diet F100 4x25 ml, 4x50 ml
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
99
dan TPN 15,3 ml/jam. Pasien masih terus dirawat sampai praktik
residensi anak berakhir.
Pasien anak V pada kasus 4, untuk pemenuhan nutrisi awal juga
diberikan secara perenteral dengan TPN D10% (440 ml) + NaCl 3%
(50 ml) + KCl (10ml) 35 cc/jam, Amonisteril 5% 9,5 ml/jam, Ivelip
2,4 ml/jam karena pasien puasa dengan melena. Hari perawatan ke 4
pasien mulai minum dengan pregistimil 4-30 cc dan TPN 35 cc/jam,
pada hari perawatan ke 7 diberikan diet pregestimil 8x30 ml dan TPN
23 ml/jam. Pasien mengalami perburukan karena penyakitnya dan
pada hari ke 9 perawatan yang dilakukan residen anak meninggal
dunia. Sedangkan pemberian diet awal anak K pada kasus 5, dilakukan
dengan parenteral N5+KCl (10ml) 45 ml/jam, aminofusin 5% 11,5
ml/jam. Selanjutnya diet diberikan per oral dan perenteral. Diet
parenteral dihentikan 1 hari sebelum pasien diperbolehkan pulang
untuk rawat jalan.
Pada kondisi tertentu jika pemberian diet secara oral atau jenis enteral
feeding
tube
tidak
memungkinkan,
maka
nutrisi
parenteral
diindikasikan tanpa penundaan. Memulai pemberian kalori parenteral
lebih awal, akan menguntungkan anak-anak yang terbukti kekurangan
energi protein atau anak yang mempunyai riwayat asupan makanan
rendah. Tujuan pemberian nutrisi parenteral parsial adalah untuk
memenuhi kebutuhan gizi sampai anak mentoleransi asupan oral atau
feeding tube. Sedangakan nutrisi parenteral lengkap diberikan dalam
jangka pendek pada anak dengan kegagalan penyerapan enteral dan
tidak berespon terhadap suplemen makanan (Forchielli, Azzi,
Cadranel, Paolucci, 2003).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
100
4.1.6 Evaluasi
Dalam model adaptasi Roy, yang dimaksudkan dengan evaluasi proses
keperawatan adalah aktivitas untuk mengetahui apakah klien telah
terjadi perubahan adaptasi, dengan
menyimpulkan keefektifan
intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan (Roy,2009).
Pada masing-masing kasus kelolaan, efektif atau tidaknya intervensi
keperawatan yang telah dilakukan, tergantung dari kondisi masingmasing pasien.
Evaluasi pemenuhan nutrisi anak A.P pada kasus 1, belum sesuai
dengan yang diinginkan. Pasien pada hari terakhir dilakukan
perawatan oleh residen berat badannya tidak naik, saat ini hanya 8,5
kg. Berat badan anak saat masuk rumah sakit 8,6 kg, sedangkan berat
badan ideal seharusnya adalah 10,4 kg. Pasien sebenarnya pernah
mengalami peningkatan berat badan hingga mencapai 10,1 kg pada
tanggal 20 September, tetapi hal ini bisa diakibatkan adanya
peningkatan/ overload cairan saat dilakukan hidrasi untuk kemoterapi.
Hal ini terlihat dari didapatkannya oedem/ bengkak pada kaki.
Selanjutnya pada tanggal 26 September 2013, pasien dipindah ke
ruang perawatan febrile neutropeni. Pada evaluasi akhir didapatkan,
pasien anak A.P beradaptasi pada masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh secara kompensasi.
Evaluasi pada anak M.R kasus no 2, setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 7 hari, berat badan pasien naik menjadi 10,8 kg
dari berat badan masuk 10 kg. Tetapi berat badan anak masih dibawah
berat badan idealnya (13,8 kg). Intervensi keperawatan yang diberikan
untuk masalah pemenuhan nutrisi pasien belum mencapai tujuan yang
diharapkan. Evaluasi akhir, anak M.R beradaptasi dengan masalah
ketidakseimbangan nutrisi secara kompensasi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
101
Pada anak M.T kasus 3, pemenuhan nutrisi yang dilakukan belum
mencapai tujuan yang diharapkan. Pasien saat dikaji berat badannya
7,2 kg dan setelah 10 hari dilakukan perawatan, berat badan hanya
naik menjadi 8 kg dengan berat badan ideal 10 kg. Dalam masa
perawatan yang dilakukan residen, pasien mengalami 3 kali masa
puasa dan priming minum. Awal priming dengan makan cair yang
pertama, anak kembali terjadi melena sehingga harus dipuasakan lagi,
demikian juga untuk priming yang ke dua, anak juga mengalami
melena lagi. Pada priming makan cair yang ke 3 anak tidak mengalami
melena dan diet diteruskan dengan pemberian F100 4x25 ml, 4x50 ml
dan TPN 15,3 ml/jam sampai hari terakhir residen mengelola pasien
(31 Oktober 2013). Hasil evaluasi akhir, anak M.T beradaptasi
terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berada pada tahap kompensasi.
Pada anak V kasus 4, dalam 9 hari perawatan terjadi penurunan berat
badan dari 11,5 kg menjadi 11 kg. Anak menunjukkan perburukan dan
ketidakmampuan
beradaptasi
untuk
mempertahankan
integritas
tubuhnya sehingga harus dilakukan intubasi pada hari ke 9 perawatan
dan sore harinya dinyatakan meninggal dunia. Sedangkan anak K pada
kasus 5, terjadi peningkatan berat badan dari 13,5 kg saat pasien
masuk menjadi 15,2 kg. Berat badan anak sudah mencukupi berat
badan idealnya yaitu 15 kg. Evaluasi akhir, anak K mampu beradaptasi
secara kompromi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh dan diperbolehkan pulang pada tanggal 22
November 2013.
Kemampuan anak dalam beradaptasi terhadap suatu masalah
bermacam-macam. Adaptasi akan terjadi ketika individu berespon
positif terhadap perubahan
lingkungan. Respon adaptif akan
meningkatkan integritas seseorang untuk menjadi sehat, sementara
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
102
respon individu terhadap perubahan lingkungan ini ditentukan oleh
proses koping yang terjadi dalam individu (Alligood, 2010).
Koping yang terjadi pada individu terdiri dari dua subsistem yaitu
mekanisme
regulator
dan
kognator
yang
bertindak
untuk
mempertahankan adaptasi dalam empat model adaptif yaitu model
fisiologis, model konsep diri, model fungsi peran dan model
ineterdependensi. Mekanisme regulator dengan cara adaptasi fisiologis
yaitu respon otomatis melalui syaraf, kimia dan endokrin, serta stimuli
yang berasal dari indra. Sementara subsistem kognator merespon
dengan cara adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi
melalui empat saluran kognitif emosional yaitu, proses informasi,
persepsi, proses belajar, penilaian dan emosi (Roy, 2009; Christensen
& Kenney, 2009).
Tantangan yang dialami residen keperawatan anak dalam melakukan
asuhan pasien menggunakan model adaptasi Roy adalah pengkajian
pada model adaptasi konsep diri. Semakin muda usia anak, semakin
sulit untuk melakukan pengkajian tentang adaptasi konsep diri. Hal ini
disebabkan belum semua anak-anak mengerti bagaimana cara
menjelaskan tentang harga diri, identitas diri dan ideal dirinya. Residen
keperawatan anak mengatasi hal tersebut dengan menjelaskan
menggunakan bahasa yang dimengerti dan difahami anak. Jika anak
tetap tidak mengerti, berarti usia anak tersebut memang belum siap
dilakukan pengkajian untuk model adaptasi konsep diri. Perlu
dilakukan telaah dan pembuktian lebih lanjut dalam pengaplikasian
Model Adaptasi Roy selanjutnya, khususnya pada pengkajian konsep
diri untuk anak-anak di bawah usia toddler.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
103
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target
Waktu keseluruhan yang dipergunakan dalam menempuh pendidikan
residensi anak atau praktik ners spesialis anak adalah 2 semester. Dalam 2
semester tersebut, residen melakukan praktik keperawatan full di ruang
perawatan anak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo yang terdiri dari ruang
perawatan anak infeksi, ruang perawatan anak non infeksi dan ruang
perawatan perinatologi.
Ada banyak sekali ilmu dan kesan yang didapatkan oleh residen selama
menjalani periode praktik. Periode praktik ini dimaksudkan agar residen
belajar dan mempunyai kompetensi yang ditetapkan sebagai calon ners
spesialis anak. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan residen
dengan memberikan pelayanan langsung terhadap pasien anak di ruang
perawatan dan melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain. Peran
sebagai pendidik dilaksanakan dengan melaksanakan berbagai macam
edukasi kepada orang tua pasien dan sharing tentang ilmu keperawatan yang
baru baik residen ke perawat ruangan ataupun sebaliknya. Hal-hal yang
residen belum memahami betul, akan di diskusikan dengan perawat ruangan
terutama dalam pengelolaan pasien di ruangan.
Pencapaian
kompetensi
sebagai
seorang
pengelola
dan
innovator
dilaksanakan dengan melakukan sebuah inovasi di ruang perawatan non
infeksi dengan membuat format pengkajian mukosistis pada anak dengan
kanker. Hanya saja karena keterbatasan tenaga keperawatan di ruangan,
inovasi-inovasi yang dilakukan oleh residen belum ada tindak lanjut. Target
pencapaian kompetensi lain dalam praktik residensi keperawatan anak ini
telah dicapai oleh residen sesuai dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui.
Berbagai macam bentuk dukungan didapatkan oleh residen, mulai dari
penerimaan yang baik dari kepala ruang dan perawat-perawat di ruangan,
dukungan dari pihak managemen RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo untuk
melaksanakan inovasi-inovasi dalam dunia keperawatan yang baru serta
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
104
bimbingan dan supervisor dari akademik yang membantu residen dalam
mencapai target kompetensi yang diharuskan.
Meskipun ada banyak dukungan, tetapi didapatkan juga hambatan dalam
pelaksanaan praktik residensi. Tidak adanya pembimbing klinik yang ada di
lapangan menjadi hambatan tersendiri bagi residen untuk menjalani praktik,
karena saat menghadapi kasus-kasus sulit tidak ada pembimbing untuk
melakukan diskusi. Hambatan lain yang ditemui residen adalah belum adanya
tempat diskusi yang ada di lahan praktik.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
105
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan Model Adaptasi Roy dalam
asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah:
1. Model Adaptasi Roy aplikatif diterapkan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak kanker yang mengalami gangguan nutrisi kurang,
karena Roy mengelompokkan secara khusus pengkajian pada aspek
nutrisi, sehingga bisa ditegakkan diagnosa aktual terkait masalah nutrisi
pada pasien.
2. Model Adaptasi Roy merupakan kerangka acuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, mengevaluasi masalah keperawatan,
memberikan dukungan dan meningkatkan mekanisme koping positif anak
kanker dengan masalah nutrisi, sehingga anak mampu beradaptasi dengan
baik dalam mempertahankan integritas diri.
3. Anak dengan kanker pada kasus kelolaan, sebagian besar beradaptasi
pada tingkat kompensasi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, satu orang anak beradaptasi pada tingkat
kompromi dan satu orang anak beradaptasi pada tingkat integritas.
4. Pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas didukung oleh ners yang
profesional dan kompeten. Kompetensi ners spesialis anak ini, dicapai
melalui proses pembelajaran dengan menjalankan peran sebagai pemberi
asuhan keperawatan, peran sebagai pendidik, peran sebagai advokat
pasien, peran sebagai pengelola serta peran sebagai peneliti selama
menjalani praktik residensi keperawatan anak.
5.2 Saran
1. Model Adaptasi Roy menjadi acuan pemberian asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit kronik yang mengalami gangguan nutrisi di layanan
keperawatan anak, untuk meningkatkan adaptasi dan mekanisme koping.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
106
2. Ners spesialis anak harus senantiasa meningkatkan kemampuan diri secara
keilmuan maupun ketrampilan, dengan cara mengupgrade ilmu-ilmu baru
dalam dunia keperawatan anak melalui seminar atau pelatihan, searching
jurnal, melakukan penelitian, dan mendasarkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan evidence based nursing yang teruji dan terpacaya demi
keamanan pasien anak.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Paediatric. (2003). Family centered care and the pediatrician’s
role. Pediatrics. 112 (3): 691-696.
Abad-Jorge, A., Morris, C.J.A., Perks, P., & Roman, B. (2011). Pediatric nutrition
standards of care based on the nutrition care process model. Virginia: Department
of Nutrition Services University of Virginia Health System and Morrison
Management Specialists.
Afsal, N.A., Addai, S., Fagbemi, A., Murich, S., Thomson, M., & Heuschkel, R. (2002).
Refeeding syndrome with enteral nutrition in children: a case report, literature
review and clinical guidelines. Clin Nutr, 21, 515-20.
Alligood, M.R. (2010). Nursing theory: utilization & application. (4th ed). Missouri:
Mosby Elsevier.
American Cancer Society. (2008). Nutrition for children with cancer. Akses 12
Desember
2013.
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002902-pdf.pdf.
Arends, J., Zuercher, G., Dossett, A., Fietkau, R., Hug M., Schmid I., ….., Zander A.
(2009). Working group for developing the guidelines for parenteral nutrition of
The German Association for Nutritional Medicine. Non-surgical oncology:
guidelines on parenteral nutrition. Ger Med Science, 7, 1–14.
Bartelink, I.H., Rademaker, C.M., Schobben, A.F., & Van den Anker, J.N. (2006).
Guidelines on paediatric dosing on the basis of developmental physiology and
pharmacokinetic considerations. Clin Pharmacokinet, 45, 1077–1097.
Barron, M.A., & Pencharz, P.B. (2007). Nutritional issues in infants with cancer.
Pediatric Blood Cancer, 49 (7), 1093–1096.
Bauer, J., Jürgens, H., & Frühwald, M.C., (2011). Important aspects of nutrition in
children with cancer. Adv. Nutrition. 2, 67–77.
Berkow, R.L., Chairperson, Corrigan, J.J., Feig S.A., Johnson, F.L., Lane, P.A., & Hutter
J.J. (2004). Guidelines for pediatric cancer centers. Akses 12 Desember 2013.
http://pediatrics.aappublications.org/content/113/6/1833.full.pdf+html.
CDC, (2000). Growth charts for the United States: methods and development. Akses 12
Desember 2013. http://www.cdc.gov/growthcharts/2000growthchart-us.pdf.
CDC Recommendation. (2013). Use and interpretation of the WHO and CDC growth
charts for children from birth to 20 years in the United States. Akses 12 Desember
2013. http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/resources/growthchart.pdf.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Chen, C.C.H.,Chang, C.K., Chyun, D.A & McCorkle, R. (2005). Dynamics of nutritional
health in a community sample of american elders a multidimensional approach
using Roy Adaptation Model. Advances in Nursing Science, 28 ( 4): 376-389.
Christensen, P.J., & Kenney, J.W. (2009). Proses keperawatan: aplikasi model
konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Cunningham, R.S., & Bell, R. (2000). Nutrition in cancer: an overview. Seminars in
Oncology Nursing, 16 (2), 90–98.
Den Broeder, E., Lippins, R.J.J., Van’t Hof. M., Tolboom, J.J., Sengers, R.C., &
Staveren, W.A. (2000). Association between the change in nutritional status in
response to tube feeding and the occurrence of infections in children with solid
tumour. Pediatric Hematology Oncology, 17(7), 567–575.
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI.
Di Fiore, F., Lecleire, S., Rigal, O., Galais, M.P., Ben Soussan, E., David, I., …..,
Michel, P., (2006). Predictive factors of survival in patients treated with definitive
chemoradiotherapy for squamous cell esophageal carcinoma. World J
Gastroenteroly, 12, 4185–90.
Duggan, C. (2005). Nutritional assessment in sick or hospitalized children. In: Hendricks
L, Duggan C, editors. Manual pediatric nutrition. 4th ed.Hamilton: BC Decker,
239–251.
European Society of Paediatric Research, (2005). European society of paediatric
gastroenterology, hepatology, and nutrition (ESPGHAN) and European society for
clinical nutrition (ESPEN) guidelines on paediatric parenteral nutrition. J
Pediatric Gastroenterology Nutrition, 41, 5–11.
Fitzpatrick, J., & Wallaca, M. (2006). Encyclopedia of nursing research 2nd ed. USA:
Spinger Publishing Company, Inc.
Flegal, K.M., Graubard, B.I., Williamson, D,F., & Gail, M.H., (2005). Excess deaths
associated with underweight, overweight, and obesity. JAMA, 293, 1861–1867.
Forchielli, M.L., Azzi, N., Cadranel, S., & Paolucci, G. (2003). Total parenteral nutrition
in bone marrow transplant: what is the appropriate energy level? Oncology, 64, 713.
Hesket, P.J. (2008). Chemotherapy induced nausea and vomiting. The New England
Journal of Medicine, 358(23), 2482-2494.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essensials of pediatric nursing (8th
Ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
IARC (2008). International agency for research on cancer: world cancer report 2008.
Akses 6 Desember 2013. http://globocan.iarc.fr/.
ICN. (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Switzerland: ICN.
Kareema, R.S., Brown, R.B., & Ellen, B. (2008). Embracing changes: adaptation by
adolescents
with
cancer.
Akses
12
Desember
2013.
http://search.proquest.com/docview/199459067/1423A5F4C2F1145F363/18?acco
untid=17242.
Kimani, F., & Sharif, S.K. (2009). National guidelines for integreted management of
acute malnutrition. Kenya : Minstry of medical service Kenya-WHO.
Kozier, E., Berman, & Snyder. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses, & praktik. (Ed. 7). Jakarta: EGC.
Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta:
EGC.
Lanzkowsky, P. (2005). Manual of pediatric hematology and oncology (4th Edition).
USA: Elsevier Academic Press.
Lobato-Mendizabal, E., Lopez-Martinez, B., Ruiz-Arguelles, G.J. (2003). A critical
review of the prognostic value of the nutritional status at diagnosis in the outcome
of therapy of children with acute lymphoblastic leukemia. Rev Invest Clin, 55, 3135.
Mary, E.T. (2006). Roy Adaptation Model. Springer Publishing Company New York
UnitedStates. Encyclopedia of Nursing Reseach, 30, 533-535.
Meacham, L.R., Sklar, C.A., Li S., Liu Q., Gimpel N., Yasui Y., ….., Robison L.L.
(2009). Diabetes mellitus in long-term survivors of childhood cancer. Increased
risk associated with radiation therapy: a report for the childhood cancer survivor
study. Arch Intern Med, 169, 1381–1388.
Mercedes, Garza, C., Adelheid, W., Onyango, & Borghi, E. (2007), Comparison of the
WHO child growth standards and the CDC 2000 growth charts1 the journal of
nutrition symposium: A new 21st-century international growth standard for
infants
and
young
children.
Akses
12
Desember
2013.
http://jn.nutrition.org/content/137/1/144.full.pdf+html.
Mosby T.T., Barr, R.D., Penchartz, P.B., (2009). Nutrition assessment of children with
cancer. Pediatric Oncology Nursing, 26 (4), 186-197.
Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L.W.A. (2012). Cancer anorexia-cachexia
syndrome. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal
Medicine,
44:
2.
Akses
13
Desember
2013.
http://www.inaactamedica.org/archives/2012/22745148.pdf.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Muller, H.L., Emser, A., Faldum, A., Bruhnken, G., Etavard-Gorris, N., Gebhardt, U.,
…., Sorensen, N. (2004). Longitudinal study on growth and body mass index
before and after diagnosis of childhood craniopharyngioma. J Clin Endocrinology
Metab, 89, 3298–3305.
Nasar, S.S., Prawitasari, T., Lestari, E.D., Djais, J., & Susanto. (2007). Skrining
malnutrisi pada anak yang dirawat di rumah sakit. Akses 16 Desember 2013.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=r
ja&ved=0CCkQFjAB&url=http%3A%2F%2Fbuk.depkes.go.id%2Findex.php%3F
option%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid%3D274%26Itemid
%3D142&ei=GAixUrqrOq_gsAST9IGQCw&usg=AFQjCNGiJd0XCbs7CdfWc1
w7x_YTSyUfKg.
Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing (4th Edition). St Louis: Mosby.
Permono, H., Sutaryo., Uragense, I.D.G., Windiastuti, E., & Abdusalam, M. (2006).
Buku Ajar: Hematologi – Onkologi Anak. Jakarta: IDAI.
Petruson, K.M., Silander, E.M., & Hammerlid, E.B., (2005). Quality of life as predictor
of weight loss in patients with head and neck cancer. Head Neck, 27, 302–310.
Pieper, S., Ranft, A., Braun-Munzinger, G., Jurgens, H., Paulussen, M., & Dirksen, U.
(2008). Ewing’s tumors over the age of 40: a retrospective analysis of 47 patients
treated according to the international clinical trials EICESS 92 and EUROEWING 99. Onkologie, 31, 657–63.
PPNI. (2010). Standar profesi & kode etik perawat Indonesia. Jakarta:PPNI.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
(Edisi 6). Jakarta: EGC.
Reilly, J.J., Ventham, J.C., Newell, J., Aitchison, T., Wallace, W.H., & Gibson, B.E.
(2000). Risk factors for excess weight gain in children treated for acute
lymphoblastic leukaemia. Int J Obes Relat Metab Disord, 24, 1537–1541.
RISKESDAS (2007). Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Akses 13 Desember 2013.
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/pedomanpengukuran.pdf.
Rofinda, Z.D. (2012). Kelainan hemostasis pada leukemia. Akses 12 Desember 2012.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf.
Ross, P.J., Ashley, S., Norton, A., Priest, K., Waters, J.S., Eisen, T., …., O’Brien, M.E.
(2004). Do patients with weight loss have a worse outcome when undergoing
chemotherapy for lung cancers? Br J Cancer, 90, 1905–1911.
R. Sjarif, D., Nasar, S.S., Devaera, Y., & Tanjung, C. (2011). Rekomendasi IDAI asuhan
nutrisi pediatrik (pediatric nutrition care) UKK nutrisi dan penyakit metabolik
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
2011.
Akses
16
Desember
2013.
http://idai.or.id/wpcontent/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_asuhan-nutrisi-pediatrik.pdf.
Roy, S.C. (2013). Roy's Adaptation Model (RAM). Akses 13 Desember 2013.
http://currentnursing.com/nursing_theory/application_Roy's_adaptation_model.ht
ml.
Roy. (2009). The Roy Adaptation Model. 3rd ed. New Jersey: Upper Saddle River.
Royal Collage of Nursing (RCN). (2006). Nutrition in children and young people with
cancer,
RCN
guidance.
Akses
20
Desember
2013.
http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0010/338689/003805.pdf.
Sarimin, D.S. (2012), Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
pada anak dengan gizi buruk di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Schnadig, I.D., Fromme, E.K., Loprinzi, C.L., Sloan, J.A., Mori, M., …., & Beer, T.M.
(2008). Patient-physician disagreement regarding performance status is associated
with worse survivorship in patients with advanced cancer. Cancer, 113, 2205–14.
Senesac, P. (2007). Implementing the Roy adaptation model: From theory to practice.
Akses
1
Desember
2013.
http://www.bc.edu/schools/son/faculty/theorist/RAM/Practice.html.
Servaes, P., Verhagen, S., Schreuder, H.W., Veth, R.P., & Bleijenberg, G. (2003).
Fatigue after treatment for malignant and benign bone and soft tissue tumors. J
Pain Symptom Manage, 26, 1113–1122.
Smith, M.A., Seibel, N.L., Altekruse, S.F., Ries, L.A., Melbert, D.L., O’Leary, …., &
Reaman, G.H. (2010). Outcomes for children and adolescents with cancer:
challenges for the twenty-first century. J Clin Oncology, 28, 2625–2634.
Suandi, I.K.G. (1999). Diit Pada Anak Sakit. , akses 16 Desember 2013.
http://books.google.co.id/books?id=HqeK8xJ1OEC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=one
page&q&f=false.
Taghavi, T., Aliakbarzadeh-Arani, Z., & Khari-Arani, M. (2012). Adaptation in mothers
of educable mentally retarded children. Nursing and Midwifery Study, 1 (1), 4144.
Tallman, M.S. (2003). Bleeding in acute leukemia. Pathophysiology Haemostatis
Thromb, 33, 48-49.
Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theory & their work. 6th edition. St.
Louis, Missouri: Mosby Elsevier, Inc.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2005). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical
Handbook. Germany: Spinger.
Unversity Virginia Health System (UVA Health System), (2013). Recommended dietary
allowances for infants and children. Akses 18 Desember 2013.
http://www.healthsystem.virginia.edu/pub/peds-nutrition/targets-forinitiation/reqstable3.html.
Verschuur, A,C. (2004). Acute monocytic leukemia. Orphanet Encyclopedia, 1-5.
Warner, J,T. (2000). Reliability of indices of weight and height in assessment of
nutritional state in children. Lancet, 356, 1703–1704.
WHO-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta:
WHO Indonesia.
WHO, (2006). Child growth standards: methods and development length/height-for-age,
weight-for-age, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age.
Akses
12
Desember
2013.
http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_report/en/.
WHO
(2011).
Cancer.
Akses
12
http://www.who.int/features/qa/15/en/index.html.
Desember
2013.
White M., Davies, P., & Murphy, A. (2008). Validation of percent body fat indicators in
pediatric oncology nutrition assessment. J Pediatric Hematology Oncology, 30,
124–129.
Wilkinson, J.M., & Nancy, R.A. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan, diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil (NOC), edisi 9, alih bahasa Wahyuningsih
E, Widiarti D, Jakarta, EGC.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 1
Kontrak Belajar Residensi
Keperawatan Anak
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
1
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Residen
NPM
Tempat praktik
Mata Ajar
Waktu
: Kustiningsih
: 1006833842
: Ruang Infeksi Anak RSCM Jakarta
: Residensi Keperawatan Anak I
: 25 Februari – 5 April 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
Target
Pencapaian
Kegiatan
Metode
1
Residen
mampu
melakukan
proyek inovasi
keperawatan
dan
menjadi
pembaharu
(change agent)
dalam
pemberian
asuhan
keperawatan
pada anak di
ruang
rawat
infeksi
1. Mampu
melakukan
pengkajian/ need
assessment
dengan analisis
SWOT
2. Mampu
menyusun
proposal
yang
berisi
rencana
penyelesaian
masalah
3. Mampu
mempresentasika
n rencana proyek
inovasi
4. Mampu
menerapkan/
melaksanakan
proyek inovasi
5. Mampu
melakukan
Terlaksananya 1
proyek
inovasi
keperawatan
secara kelompok
di ruang infeksi
anak RSCM
1. Melakukan pengkajian/
need
assessment
dengan analisis SWOT
dan
menentukan
masalah
Wawancara,
kuisioner,
pengamatan,
analisis
SWOT
2. Menyusun
proposal
yang berisi rencana
penyelesaian masalah
Literatur &
bimbingan
supervisor
3. Presentasi
rencana
proyek inovasi
Ceramah,
diskusi
x
4. Menerapkan
inovasi
proyek
Aplikatif
x
5. Melakukan
pelaksanaan
evaluasi
Pengamatan,
analisis
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Feb
25
I
x
4
II
x
x
Maret
11 18
III IV
x
x
25
V
April
1
VI
Keterangan
2
evaluasi
pelaksanaan
proyek inovasi
2
Setelah
melakukan
praktik klinik
di ruang rawat
infeksi, residen
mampu
memberikan
asuhan
keperawatan
pada
pasien
anak
dengan
berbagai usia
yang
mengalami
masalah akut
dan infeksi
1. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan masalah
infeksi respirasi
2. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan gangguan
keseimbangan
cairan
3. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan
HIV/AIDS
4. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan infeksi
saluran kemih
6. Presentasi
pelaksanaan
inovasi
7. Membuat
kegiatan
1. 3 kasus
2. 3 kasus
3. 1 kasus
4. 1 kasus
hasil
proyek
Ceramah,
diskusi
laporan
Literatur &
bimbingan
supervisor
Praktik
klinik
1. Melakukan pengkajian
lanjut
pada
anak
dengan kasus infeksi
respirasi,
saluran
kemih, saluran cerna,
infeksi
pernapasan,
demam
dengue,
HIV/AIDS,
dan
gangguan
keseimbangan cairan:
a. Identifikasi
pemeriksaan fisik
b. Identifkasi
pemeriksaan
dignostik dan
interpretasinya
2. Memvalidasi dan
memodifikasi rencana
asuhan bagi kasus
yang dikelola
3. Mengimplementasikan
tindakan sesuai
rencana dan hasil
modifikasi
4. Melakukan evaluasi
mendalam pada
tindakan yang telah
dilakukan dan
melakukan kajian
ulang
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
3
5. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan infeksi
saluran cerna
6. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan infeksi
persyarafan
(meningitis,
tetanus,
enchephalitis)
7. Mampu
melakukan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan demam
dengue
8. Mampu
melakukan
proses
bimbingan
(preceptorship)
5. 3 kasus
6. Masing-masing
1 kasus
7. 1 kasus
5. Melakukan kolaborasi
dengan displin ilmu
lain dalam setiap tahap
proses keperawatan
6. Melakukan analisis
teori yang
berhubungan dengan
perawatan anak
dengan kasus infeksi
7. Melakukan analisis
EBN terkait tindakan
pada kasus-kasus
tertentu
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik&
analisis
evidence
based
practice
x
x
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan
berupa laporan
logbook
Analisis dan
sintesis
dalam
laporan
residensi
x
x
x
x
x
x
8. 1x
membimbing
(preceptorship)
9. Laporan harian
minggu I, II,
III, IV, V, VI
10. 2 laporan
kasus kelolaan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
4
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Residen
NPM
Tempat praktik
Mata Ajar
Waktu
: Kustiningsih
: 1006833842
: Ruang Non Infeksi Anak RSCM Jakarta
: Residensi Keperawatan Anak I
: 8 April – 17 Mei 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
1
Setelah
melakukan
praktik klinik
di ruang rawat
non
infeksi,
residen mampu
melaksanakan
fungsi-fungsi
perawat anak
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
penyakit
kronik,
keganasan,
dan penyakit
non infeksi
1. Mampu
melakukan asuhan
keperawatan pada
anak
dengan
gangguan nutrisi
2. Mampu
melakukan asuhan
keperawatan pada
anak
dengan
kelainan
darah/
gangguan
pembekuan darah
3. Mampu
melakukan asuhan
keperawatan pada
anak
dengan
gangguan
kardiovaskuler/
penyakit jantung
Target
Pencapaian
1. 3 kasus
2. 1 kasus
3. 1 kasus
Kegiatan
1. Melakukan pengkajian
lanjut pada kasus anak
dengan gangguan
nutrisi, kelainan darah,
gangguan
kardiovaskuler, dan
penyakit ginjal:
a. Identifikasi
pemeriksaan fisik
b. Identifkasi
pemeriksaan
dignostik dan
interpretasinya
2. Memvalidasi dan
memodifikasi rencana
asuhan untuk kasus
yang dikelola
3. Mengimplementasikan
tindakan sesuai rencana
dan hasil modifikasi
Metode
8
I
x
Praktik
klinik
April
15 22
II III
x
x
29
IV
x
6
V
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
x
Mei
13
VI
x
x
x
Keterangan
5
4. Mampu
melakukan asuhan
keperawatan pada
anak dengan
gangguan sistem
perkemihan/
penyakit ginjal
5. Mampu
melakukan proses
bimbingan
(preceptorship)
4. 1 kasus
5. 1x
membimbing
(preceptorship)
6. Laporan harian
minggu I, II,
III, IV, V, VI
7. 2 laporan kasus
kelolaan
4. Melakukan evaluasi
mendalam tindakan
yang telah dilakukan
dan melakukan kajian
ulang
5. Melakukan kolaborasi
dengan displin ilmu lain
dalam setiap tahap
proses keperawatan
6. Melakukan analisis teori
yang berhubungan
dengan perawatan anak
dengan penyakit kronik/
non infeksi
7. Melakukan analisis
EBN terkait tindakan
pada kasus-kasus
tertentu
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik&
analisis
evidence
based
practice
x
x
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan
berupa laporan logbook
Analisis dan
sintesis
dalam
laporan
residensi
x
x
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
6
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Residen
NPM
Tempat praktik
Mata Ajar
Waktu
: Kustiningsih
: 1006833842
: Ruang Perinatologi RSCM Jakarta
: Residensi Keperawatan Anak I
: 20 Mei – 14 Juni 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
1
Setelah
melakukan
praktik klinik
di ruang
perinatologi,
residen mampu
melaksanakan
fungsi-fungsi
perawat anak
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
kepada bayibayi yang
dirawat di
ruang
neonatologi
1. Mampu menilai
masa gestasi
2. Mampu
melakukan
manajemen
laktasi pada ibu
dan bayi yang
dirawat
3. Mampu
melakukan
resusitasi pada
bayi baru lahir
4. Mampu
melakukan
perawatan pada
neonatus dengan
masalah respirasi
5. Mampu
melakukan
perawatan pada
neonatus dengan
gangguan
Target Pencapaian
1. 2 bayi
2. 1 kasus
3. 1 kasus
4. 3 kasus
5. Masingmasing 1 kasus
Kegiatan
1. Melakukan pengkajian
lanjut pada kasus
neonatus dengan
gangguan
metabolisme, respirasi,
penyakit infeksi, dan
menilai masa gestasi:
a. Identifikasi
pemeriksaan fisik
b. Identifkasi
pemeriksaan
dignostik dan
interpretasinya
2. Memvalidasi dan
memodifikasi rencana
asuhan untuk kasus
yang dikelola
3. Mengimplementasikan
tindakan sesuai
rencana dan hasil
modifikasi
Metode
Praktik
klinik
Mei
20 27
I
II
x
x
Juni
3 10
III IV
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Keterangan
7
metabolisme
(hipoglikemia,
hiperglikemia,
bilirubinemia)
6. Mampu
6. 1 kasus
melakukan
perawatan pada
neonatus dengan
penyakit infeksi
7. Mampu
7. 2 kasus
mengoperasikan
alat, memantau
status
kardio
respirasi
bayi
dan melakukan
dokumentasi
8. Mampu
8. 1x
melakukan
membimbing
proses
(preceptorship)
bimbingan
(preceptorship)
9. Laporan harian
minggu I, II,
III, IV.
10. 2 laporan
kasus kelolaan
4. Melakukan evaluasi
mendalam pada
tindakan yang telah
dilakukan dan
melakukan kajian
ulang
5. Melakukan kolaborasi
dengan displin ilmu
lain dalam setiap tahap
proses keperawatan
6. Melakukan analisis
teori yang
berhubungan dengan
perawatan bayi di
ruang perinatologi
7. Melakukan analisis
EBN terkait tindakan
pada kasus-kasus
tertentu
Praktik
klinik
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
Praktik
klinik&
analisis
evidence
based
practice
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan
berupa laporan
logbook
Analisis dan
sintesis
dalam
laporan
residensi
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
1
KONTRAK BELAJAR RESIDENSI II/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK II
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Nama Residen
NPM
Tempat praktik
Mata Ajar
Waktu
: Kustiningsih
: 1006833842
: Ruang Non Infeksi Anak RSCM Jakarta
: Residensi Keperawatan Anak II
: 9 September – 22 November 2013
No
.
Tujuan
1
Setelah
melakukan
praktik
klinik
lanjutan di
ruang rawat
non infeksi,
residen
mampu
melaksanaka
n
fungsifungsi
perawat
anak dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
pada anak
dengan
Kompetensi
1. Mampu
melakukan
asuhan
keperawata
n pada anak
dengan
gangguan
nutrisi
2. Mampu
melakukan
asuhan
keperawata
n pada anak
dengan
kelainan
darah/
gangguan
pembekuan
darah
Target
Pencapaian
Kegiatan
1. 3 kasus
1. Melakukan
pengkajian lanjut
pada kasus anak
dengan gangguan
nutrisi, kelainan
darah, gangguan
kardiovaskuler,
dan penyakit
gangguan sistem
perkemihan:
a. Identifikasi
pemeriksaan
fisik
b. Identifkasi
pemeriksaan
dignostik dan
interpretasinya
2. 1 kasus
Metode
Praktik
klinik
September
9
I
x
16
II
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
23
III
x
Oktober
30
IV
x
1
V
x
14
VI
x
21
VII
x
November
28
VIII
x
4
IX
x
11
X
x
18
XI
x
Ket
2
No
.
Tujuan
Kompetensi
Target
Pencapaian
penyakit
kronik,
keganasan,
dan penyakit
non infeksi
secara lebih
mendalam
dan mandiri
3. Mampu
melakukan
asuhan
keperawata
n pada anak
dengan
gangguan
kardiovask
uler/
penyakit
jantung
3. 1 kasus
4. Mampu
melakukan
asuhan
keperawata
n pada anak
dengan
gangguan
sistem
perkemihan
/ penyakit
ginjal
5. Mampu
melakukan
proses
bimbingan
(preceptors
hip)
4. 1 kasus
5. 1x
membim
bing
(precept
orship)
Kegiatan
2. Memvalidasi dan
memodifikasi
rencana asuhan
untuk kasus yang
dikelola
3. Mengimplemen
tasikan tindakan
sesuai rencana
dan hasil
modifikasi
4. Melakukan
evaluasi
mendalam
tindakan yang
telah dilakukan
dan melakukan
kajian ulang
5. Melakukan
kolaborasi
dengan displin
ilmu lain dalam
setiap tahap
proses
keperawatan
6. Melakukan
analisis teori
yang
berhubungan
dengan
perawatan anak
dengan penyakit
Metode
Praktik
klinik
9
I
x
September
16 23 30
II
III IV
x
x
x
1
V
x
Oktober
14 21
28
VI VII VIII
x
x
x
November
4
11 18
IX X XI
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik
klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Ket
3
No
.
2
Tujuan
Residen
mampu
melakukan
proyek
inovasi
keperawatan
dan menjadi
pembaharu
(change
agent) dalam
pemberian
asuhan
Kompetensi
1. Mampu
melakukan
pengkajian/
need
assessment
dengan
analisis
SWOT
2. Mampu
menyusun
proposal
yang berisi
Target
Pencapaian
Kegiatan
6. Laporan
harian
minggu I
sampai
XI
kronik/ non
infeksi atau
keganasan
Metode
9
I
September
16 23 30
II
III IV
1
V
Oktober
14 21
28
VI VII VIII
November
4
11 18
IX X XI
7. Laporan
kasus
kelolaan
berdasar
kan teori
keperaw
atan
yang
dipilih
(Model
Adaptasi
Roy)
7. Melakukan
analisis EBN
terkait tindakan
pada kasus-kasus
tertentu
Praktik
klinik&
analisis
evidence
based
practice
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
8. Membuat
pencatatan
berupa laporan
logbook
Analisis dan
sintesis
dalam
laporan
residensi
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Terlaksana
nya
1
proyek
inovasi
keperawata
n
secara
mandiri di
ruang non
infeksi
anak
RSCM
1. Melakukan
pengkajian/ need
assessment
dengan analisis
SWOT
dan
menentukan
masalah
Wawancara,
kuisioner,
pengamatan,
analisis
SWOT
x
x
2. Menyusun
proposal
yang
berisi
rencana
penyelesaian
Literatur &
bimbingan
supervisor
x
x
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Ket
4
No
.
Tujuan
keperawatan
pada anak di
ruang rawat
non infeksi
Kompetensi
3. rencana
penyelesaia
n masalah
4. Mampu
mempresent
asikan
rencana
proyek
inovasi
5. Mampu
menerapkan
/melaksana
kan proyek
inovasi
6. Mampu
melakukan
evaluasi
pelaksanaan
proyek
inovasi
Target
Pencapaian
Kegiatan
Metode
September
Oktober
November
9
16
23
30
1
14
21
28
4
11
18
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
x
x
x
masalah
3. Presentasi
rencana proyek
inovasi
Ceramah,
diskusi
4. Menerapkan
proyek inovasi
Aplikatif
5. Melakukan
evaluasi
pelaksanaan
Pengamatan,
analisis
6. Presentasi hasil
pelaksanaan
proyek inovasi
Ceramah,
diskusi
7. Membuat
laporan kegiatan
Literatur &
bimbingan
supervisor
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
x
x
x
x
Ket
LAMPIRAN 2
Format Pengkajian Model Adaptasi Roy
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
FORMAT PENGKAJIAN ANAK DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Identitas Klien
Nama Anak
Tempat/Tgl Lahir
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Suku
Pendidikan
Alamat
Tanggal Masuk RS
Jam/ Ruang Rawat
Tanggal Pengkajian
No. Rekam Medis
Diagnosa Medis
DATA UMUM
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: .............................................................................................................................................
: ……………………………………………….……………………………………………
: .............................................................................................................................................
: ……………………………………………………………………………………………..
: ………………………………………………………………………………………………
: ……………………………………………………………….……………………………..
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama/ Alasan Masuk RS
………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………
Riwayat Reproduksi
Prenatal
Usia ibu saat hamil
: ...……………………………………………………………………….....…………………..
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : …………………………………………………………………….…………………………..
Keluhan selama hamil
: ….……………………………………………………………………………………………..
Obat yang digunakan
: …..……………………………………………………………………………………………
Penyakit/ gangguan saat hamil
: ………………………………………………………………………………………………..
Intranatal
Jenis persalinan
: …………………………………………………………………………….…………………………..
Tempat persalinan
: ………………………………………………………………………….……………………………..
Penolong persalinan
: ………………………………………………………………………….……………………………..
Penyulit persalinan
: ………………………………………………………………………….……………………………..
Kematian ibu saat persalinan : ………………………………………………………………………………………………………
Postnatal
Antropometri
: PB:…….….…cm,
BB:……..….….gr
LK:………….cm
LD:……………cm
Kondisi Lahir
: ( ) Langsung menangis
( ) Kejang
( ) Sianosis
( ) Ikterik
( ) Kelainan kongenital …………………………………………..
Anak ke
: ……………………,
Jumlah saudara: …………………………………………...……..
Riwayat Kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah dialami : …………………………………………………………………………………………………….
Waktu/ tempat dirawat
: …………………………………………………………………………………………………….
Pengobatan
: …………………………………………………………………………………………………….
BB/ pola makan sebelum sakit : ………kg …………………………………………………………………………………………
Imunisasi yang didapat
( ) BCG
( ) Polio
( ) DPT
( ) Campak
( ) Hepatitis B
( ) Lainnya: ……………….….
Riwayat sakit dalam keluarga :
……………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………
A. MODEL ADAPTASI FISIOLOGI ROY
1. OKSIGENISASI DAN SIRKULASI
PENGKAJIAN PERILAKU
Tekanan darah: .............mmHg Respirasi: ........x/mt Nadi: ..........x/mt
Suhu: ...........0C CRT: .......detik
Irama napas
( ) Regular
( ) Ireguler
Jenis pernapasan
( ) Takipnea
( ) Bradipnea
( ) Dispnea
( ) Kusmaul
( ) ChyneStokes
( ) Lain-lain: ………………………..
Suara napas
( ) Vesikuler
( ) Ronkhi
( ) Stridor
( ) Wheezing
( ) Lain-lain: …………………………………..
Sekret/batuk
( ) Ada
( ) Tidak
Pergerakan dada
( ) Simetris
( ) Asimetris
Napas cuping hidung ( ) Ya
( ) Tidak
Retraksi otot bantu napas ( ) Tidak
( ) Ada,…………………... (ICS, Supraklavikula, Substernal, Trakea).
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Sianosis
( ) Ya
( ) Tidak
Capillary Refil Time ( ) < 2 detik
( ) > 2 detik
Akral
( ) Hangat
( ) Dingin
Clubbing finger
( ) Ya
( ) Tidak
Bunyi jantung
( ) Murni
( ) Suara jantung tambahan, .…………
Irama jantung
( ) Regular
( ) Ireguler
Analisa gas darah : Tgl.............. pH : ............... PaO2: ........mmHg PaCO2 :..........mmHg HCO3:.....mmol/L Saturasi O2..........%
Radiologi
: ...............................................................................................................................................................................
EKG
: ...............................................................................................................................................................................
CT Scan
: ................................................................................................................................................................................
Laboratorium
: ................................................................................................................................................................................
Terapi
: ................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
2. NUTRISI
PENGKAJIAN PERILAKU
Antropometri:
Usia
: ………tahun
BB/U
: …………….
BB sebelum sakit :.............Kg
TB/U
: …………….
BB setelah sakit : ………Kg
BB/TB : ……………..
TB
: ............cm
LLA/U : ……………...
LLA
: ............cm
Klinis pasien
: ……………………………………………………………………………………………………………………
Skrining Risiko Malnutrisi (berdasarkan adaptasi STRONG-kids)
Parameter
Anak tampak kurus
Penilaian
( ) Tidak
( ) Ya
( ) Tidak
( ) Ya
Skor
0
1
0
1
Terdapat salah satu kondisi berikut:
 Diare ≥ 5 kali sehari atau muntah > 3 kali/hari dalam seminggu terakhir
 Asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir
( ) Tidak
( ) Ya
0
1
Terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien berisiko mengalami malnutrisi:
Diare kronik ( > dari 2 minggu)
Kelainan anatomi daerah mulut
(Tersangka) penyakit jantung bawaan
Trauma
(Tersangka) HIV
Kelainan metabolik bawaan
(Tersangka) Kanker
Retardasi mental
Penyakit hati kronik
Keterlambatan tumbuh kembang
Penyakit ginjal kronik
Rencana/ pasca operasi mayor
TB paru
Terpasang stoma
Luka bakar luas
( ) Tidak
( ) Ya
0
1
Total skor
………..
Terdapat penurunan BB dalam 1 bulan terakhir (berdasarkan penilaian obyektif BB/ penilaian
subyektif orang tua, untuk bayi < 1 tahun BB tidak naik dalam 3 bulan terakhir)
Interpretasi Skor
( ) skor 0 Risiko rendah
Status gizi:
Nafsu makan
( ) Gizi baik
( ) Anoreksia
( ) skor 1-3 Risiko sedang
( ) Gizi kurang
( ) Mual
( ) Gizi buruk
( ) Muntah
( ) skor 4-5 Risiko Berat
( ) Gizi lebih
( ) Sulit menelan
Skala muntah:
Frekuensi makan: .............../hari
Jenis makanan :..............................................................
Diet khusus:
( ) Ya, ……………………………………………................................
( ) Tidak
Alergi makanan:
( ) Ya, ...................................................................................................
( ) Tidak
Gangguan pengecap ( ) Labiopalatoskizis
( ) Labioskizis
( ) Lainnya,…….…………………………………..
Mukosa
( ) Lembab
( ) Kering
( ) Lesi
( ) Pucat
Mulut
( ) Bersih
( ) Kotor
Lidah
( ) Bersih
( ) Kotor
Gusi
( ) Perdarahan
( ) Radang
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Somatitis/ mukositis ( ) Ya
( ) Tidak
Hasil
Pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire)
1.
Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang dirasakan pasien?
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat berat
0
1
2
3
4
Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami pasien membatasi aktivitas berikut?
Tidak
0
2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
6.
Bicara
Sedikit
1
Sebagian
2
Banyak
3
Tidak mampu
4
Total Nilai VAS
Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6
Tingkatan Mukositis dari rata-rata nilai VAS:
0
: tidak mukositis
>0-2 : mukositis ringan
Derajat mukositis
Warna kulit
Keadaan kulit
Laboratorium
( ) Ringan
( ) Kemerahan
( ) Ruam
HB:............g/dl
( ) Sedang
( ) Ikterik
( ) Kering
Ht :...............%
>2-3 : mukositis sedang
>3-4 : mukositis berat
( ) Berat
( ) Cyanosis
( ) Albino
( ) Lembab
( ) Edema
Trombosit.................rb/µL
( ) Pucat
( ) Ptekie/ Ekimosis
Albumin : ……..g/dl
SGOT: ........U/l
SGPT :.......U/l
Eritrosit :...............juta/ µL
Terapi : ................................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
3. ELIMINASI
PENGKAJIAN PERILAKU
BAB
: ( ) Teratur
( ) Tidak teratur
Frekuensi BAB : ………x/hari
Konsistensi
: ( ) Lunak
( ) Keras
( ) Cair
Warna
: ( ) Kuning
( ) Berdarah
( ) Lainnya,……………………….
Abdomen
: ( ) Nyeri Tekan
( ) Tidak
( ) Supel
( ) Distensi
Frekuensi BAK : ………..x/hari
Nyeri saat BAK : ( ) Ya
( ) Tidak
Warna
: ( ) Jernih
( ) Kuning
( ) Hematuria
Kandung Kemih : ( ) Nyeri Tekan
( ) Tidak
Bentuk Uretra : ( ) Normal
( ) Hipospadia
( ) Epispadia
Lab Urin
: ………………………………………………………………………………………………………………….
Lab Feses
: …………………………………………………………………………………………………………………..
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
4. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT
PENGKAJIAN PERILAKU
Sianosis setelah aktivitas : ( ) Ya
Pergerakan
: ( ) Tidak ada hambatan
( ) Tidak
( ) Terhambat
( ) Kelemahan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Kekuatan otot : ________
ROM terbatas : ( ) Ya
( ) Tidak
( ) Hemiplegia
( ) Hemiparese
Tidur Durasi : .........jam
Lain-lain
:....................................................................................................................................................................................
Terapi
: ...................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
5. PROTEKSI PERLINDUNGAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Pembesaran kelenjar limfe : ( ) Ada
( ) Tidak
Respon peradangan
: ( ) Demam
( ) Kemerahan
( ) Bengkak
( ) Nyeri
Kebersihan Kulit : ( ) Bersih
( ) Kotor
Lesi
: ( ) Ada
( ) Tidak
Turgor
: ( ) Baik
( ) Jelek
Oedem
: ( ) Ada, di…………………………
( ) Tidak
Kebersihan rambut: ( ) Bersih
( ) Kotor
Distribusi rambut : ( ) Merata
( ) Tidak Merata
( ) Aloplesia
Laboratorium
: ................................................................................................................................................................................
Terapi
: ................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
6. SENSASI
PENGKAJIAN PERILAKU
Penglihatan
Pupil
: ( ) Isokor
Skelera
: ( ) Ikterik
Konjungtiva
: ( ) Anemis
Gangguan Penglihatan : ( ) Tidak
Palpebra
: ( ) Cekung
Pendengaran
Ketajaman pendengaran: ( ) Baik
Bentuk telinga
: ( ) Simetris
Kebersihan
: ( ) Bersih
Penciuman
Letak Hidung
: ( ) Simetris
Kebersihan
: ( ) Bersih
Nyeri
: ( ) Tidak
Skala wajah:
FLACC
Wajah
0: Tdk ada ekspresi
1: Kadang menangis
2: Rahang menutup
Mengeritkan dahi
Ekstremitas
0: Posisi rileks
1: Gelisah,tegang
2: Menendang
Menarik kaki
( ) Anisokor
( ) Anikterik
( ) Ananemis
( ) Ya,…………………………
( ) Membuka & menutup spontan
( ) Oedem
( ) Tidak membuka sempurna
( ) Kurang
( ) Asimetris
( ) Kotor
( ) Lain-lain................................
( ) Asimetris
( ) Kotor
( ) Ya (skala 1-10): ........................
Gerakan
0: Berbaring tenang
1: Menggeliat, bolak balik, tegang
2: Posisi tubuh meringkuk
Menangis
0: Tidak menangis
1: Merintih,merengek
2: Menangis tersedu
Total skor : ................
Kemampuan ditenangkan
0: Senang, rileks
1: Dapat ditenangkan dgn sentuhan/pelukan
2: Tdk dapat/sulit ditenangkan
Terapi
: ................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
7. CAIRAN ELEKTROLIT
PENGKAJIAN PERILAKU
Jenis minuman yang dikonsumsi: ( ) ASI
Cara Minum : ( ) Botol susu
( ) Cup
Turgor kulit : ( ) Baik
( ) Menurun
( ) PASI
( ) Lainnya:.......
( ) Jumlah:............................ml
( ) Jelek
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
( ) Jika ASI : frekeunsi..................
Haus
: ( ) Ya
( ) Tidak
Mata cekung : ( ) Ya
( ) Tidak
Tingkat Dehidrasi : ( ) Ringan
( ) Sedang
( ) Berat
Laboratorium : Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ...........mmol/l Chlorida: .............mmol/l
Terapi : IVFD Jenis:................. Jumlah...........tts/mnt Lainnya :.........................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
8. FUNGSI NEUROLOGI
PENGKAJIAN PERILAKU
Kemampuan Mengikuti Perintah : ( ) Baik
( ) Tidak
Artikulasi dan Kefasihan Bicara
: ( ) Baik
( ) Tidak
Kesadaraan : ( ) Compos mentis
( ) Apatis
( ) Somnolent
( ) Soporus Coma
GCS : E….M….V….. Total : ............
Kejang : ( ) Tidak
( ) Ya, Durasi......detik
Refleks : Menangis
( ) Kuat
( ) Lemah
Refleks : Grap
( ) Kuat
( ) Lemah
Sucking
( ) Kuat
( ) Lemah
Moro
( ) Kuat
( ) Lemah
Rooting
( ) Kuat
( ) Lemah
Refleks Fisiologis: ( ) Biseps ......../....... ( ) Trisep......./......... ( ) Patella ......../.......
Refleks Patologis: ( ) Babinski
( ) Budzinski
( ) Kernig
( ) Lain-lain,…………………..
Nervus Cranial : ( ) Normal
( ) Tidak normal, ...........................................................
Tes Diagnostik : .................................................................................................................................................................................
Terapi : ...............................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
9. FUNGSI ENDOKRIN
PENGKAJIAN PERILAKU
Kreatinisme : ( ) Ya
( ) Tidak
Gingantisme : ( ) Ya
( ) Tidak
Laboratorium : GDS..........mg/dl
GDP.........mg/dl
GD2JPP.....mg/dl
Terapi
: ................................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
B. MODEL ADAPTASI KONSEP DIRI
PENGKAJIAN PERILAKU
Keadaan Emosi
: ( ) Senang
( ) Marah
( ) Cemas
( ) Takut
( ) Sedih
( ) Diam
Citra Tubuh
: ………………………………………………………………………………………………………………..
Identitas Diri
: ………………………………………………………………………………………………………………..
Ideal Diri
: ………………………………………………………………………………………………………………..
Harga Diri
: ………………………………………………………………………………………………………………..
Moral, Etik, Spiritual: …………………………………………………………………………………………………………….
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
C. MODEL ADAPTASI FUNGSI PERAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Tingkat perkembangan saat ini : ........................................................................................................................................................
Gambaran interaksi anak dengan orang lain: ……………………………………………………………………………………….
Peran anak dalam keluarga
: …………………………………………………………………………………………………….
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Pengharapan keluarga
: .........................................................................................................................................................
Harapan terhadap diri sendiri : ..........................................................................................................................................................
Peran selama sakit
: ..........................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
D. MODEL ADAPTASI INTERDEPENDEN
PENGKAJIAN PERILAKU
Hubungan dengan Keluarga, Teman, Lingkungan: ( ) Baik
( ) Tidak, ……………………………………………….
Kasih Sayang
: ( ) Mendapatkan
( ) Tidak, ………………………………
Orang Terdekat
: ( ) Orang tua
( ) Saudara
( ) Teman
( ) Lain-lain, ……………………….
Pengasuh anak
: ( ) Orang Tua
( ) Baby Sitter
( ) Nenek/kakek
Tingkat Kemandirian : ( ) Ketergantungan penuh
( ) Mandiri
Pemenuhan kebutuhan sehari hari dibantu oleh: …………………………………………………………………………………….
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: .........................................................................................................................................................................
Stimulus Kontekstual : .........................................................................................................................................................................
Stimulus Residual
: .........................................................................................................................................................................
MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 3
Asuhan Keperawatan Dengan
Pendekatan Model Adaptasi Roy
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
1
KASUS 1
APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK A.P DENGAN ACUTE MYELOID LEUKIMIA (AML) DI RUANG NON
INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
A. GAMBARAN KASUS
Anak A.P jenis kelamin laki-laki usia 1 tahun 11 bulan dengan AML (Acute Myeloid
Leukimia) pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik, masuk rumah sakit tanggal 13
September 2013 dari poli hematologi dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama.
Dari hasil dari pengkajian didapatkan pasien datang dengan keluhan perdarahan gusi,
terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB darah, terdapat benjolan pada kepala bagian
kanan diameter 2x3 dengan permukaan mengkilat, ada pembesaran massa si leher dan
strabismus pada mata kiri. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, didapatkan BAB hitam dan
perdarahan gusi berhenti sendiri. Dari keterangan Ibu, anaknya belakangan ini (2-3 bulan
terakhir) sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan
darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma
kemudian di rujuk ke RSCM. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada
tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia)
dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Pasien masuk ke ruang
perawatan Non Infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13 September 2013
jam 10.00 WIB.
Kondisi pasien saat ini ditemukan perilaku inefektif: KU sedang, kesadaran compos
mentis, TD: 104/ 60 mmHg, nadi: 100x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,7 0C. Konjungtiva
pucat, terdapat hepatomegali, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan
gusi dan BAB kecoklatan. Menurut Ibu, pasien sering mengeluh kakinya lemas. Anak
sering rewel dan minta gendong kalau dirumah. Anak menjadi malas jalan, padahal
sebelumnya anak sudah bisa berjalan sendiri sejak usia 16 bulan. TB: 80 cm, BB: 8,6 kg,
LILA: 11 cm terdapat wasting, baggy pant. Status pasien juga mengalami gizi buruk.
Riwayat hasil pemeriksaan laboratorium hematologi darah tanggal 12 September 2013:
Px. Hematologi
Hb
Hmt
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hasil :
7,9 g/dL
23,7 %
3,23 juta / µL
21,73 x 103 / µL
12.000 / µL
Rujukan :
10,5 – 14,0 g/dL
32,0 – 42,0 %
3,70 – 5,30 juta / μL
6,0 – 14,0 x 103 / μL
150.000 – 400.000 / μL
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
2
MCV / VER
MCH / HER
MCHC / KHER
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
LED
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan IV
Masa Protombin (PT)
Pasien
Kontrol
APTT
Pasien
Kontrol
Kadar Fibrinogen
KIMIA KLINIK
SGOT
SGPT
Protein
Protein Total
Albumin
Globulin
Albumin – Globulin Ratio
Bilirubin
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek
70,4 fL
24,5 Pg
33,3 g / dL
72,0 – 80,0 fL
24 – 30 Pg
32 – 36 g / dl
0,0 %
L 0,0 %
L 9,0%
49,0 %
L 0,0 %
H 127 mm
0-1%
1 – 3%
52,0-76,0%
20-40 %
2–8%
0 – 10 mm
>10 menit
1,00 – 6, 00 menit
H 16, 2 detik
10,9 detik
9,8 – 12,6 detik
36,2 detik
31, 8 detik
376,5 mg/dL
31,0 – 47, 0 detik
23 U/L
8 U/L
< 56 U/L
< 39 U/L
7,4 g/dL
L 3,77 g/dL
3,63 g/dL
1,0
6,0 - 8,0 g/dL
3,8 – 5,4 g/dL
1,80 – 3, 90 g/dL
>= 1
0,34 mg/dL
0,16 mg/dL
0,18 mg/dL
< 12,00 mg/dL
< 0,30 mg/ dL
0,10 – 0,70 mg/dL
Kreatinin Darah
Ureum Darah
L 0,30 mg/dL
20 mg/dL
0,80 – 1,30 mg/dL
< 50 mg/dL
136,0 – 384,0 mg/dL
B. Pengkajian Model Adaptasi Roy
Model
Adaptasi
Fisiologis
1. Oksigenasi
dan
Sirkulasi
2. Nutrisi
Perilaku
Napas vesikuler, irama teratur, pergerakan dada
simetris, RR: 24x/menit, tidak ada suara napas
tambahan.
KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi:
100x/menit, S:36,70C. Konjungtiva pucat,
terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat
perdarahan gusi dan BAB hitam, hepatomegali.
Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV:
>10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT:
36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL.
Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan
PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg. Leukosit: 21,73
x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%,
Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm
Usia: 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 Kg, PB: 80 cm,
LILA: 11 cm. Status gizi BB/PB: 82,69%, Status
gizi LLA/U: 72,85% BBI menurut PB: 10,4 kg.
Klinis pasien: terdapat wasting, baggy pan, iga
Stimulus
Fokal
Adanya
perdarahan
gusi,
didapati
BAB
kecoklatan
pada
pasien,
ptekie pada
kaki pasien
&
leukositosis
.
Kontekstual
Kelainan sel
darah pada
sumsum
tulang hasil
BMP tanggal
10 September
2013 (positif
AML)
Residual
Paman
pasien
meninggal
saat masih
kecil tidak
diketahui
penyebab
nya,tapi
mempunyai
gejala yang
mirip
dengan
pasien
sekarang.
Anoreksia
& asupan
oral tidak
mencukupi
Kondisi
cachexia
(penurunan
berat badan,
Riwayat
makan
anak
sedikit
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
3
3. Eliminasi
4. Aktivitas&
Istirahat
5. Proteksi/
Perlindung
an
6. Sensasi
7. Cairan
Elektrolit
8. Fungsi
Neurologis
9. Fungsi
Endokrin
Konsep Diri
Fungsi
Peran
Interdepend
ensi
gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm
bpx. Kesan: gizi buruk marasmik perawakan
sedang. Skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat
malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia)
hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau
minum susu, hanya minum air dan ASI. Tidak
ada mual muntah, tidak terdapat mukositis, bibir
kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di
kaki. Warna kulit kemerahan dan kering. HB:
7,9 g/dl, Ht :23,7%, Trombosit: 12 rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Protein total: 7,4 g/dL,
Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL, Ratio
Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34
mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek:
0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT : 8 U/L.
BAB teratur 1-2x sehari, konsistensi lunak,
terdapat darah dalam tinja, tidak ada nyeri tekan
abdomen. BAK spontan, frekuensi 4-5x sehari,
tidak ada nyeri saat berkemih.
Anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak
melakukan aktivitas/bermain, ibu mengatakan
anaknya malas melakukan aktivitas dan sering
minta gendong padahal sudah bisa berjalan sejak
umur 16 bulan, sejak sakit terdapat kelemahan
pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555,
kebutuhan
massa otot
dan kelemah
ekstrim yang
terkait
dengan
penyakit
serius
(kanker) dan
hepatomegali
Perdarahan
pada gusi
& saluran
cerna
Anemia,
kondisi
malnutrisi,
kelemahan
pada kaki
AML,
buruk
Adaptif
Adaptif
Terdapat benjolan pada kepala bagian kanan
diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat,
tidak nyeri, Leukosit: 21,73 x 103 / µL
Eosinofil: 0,0 %, Neutrofil: 9,0%, Limfosit: 49,0
%, Monosit: 0,0 %, LED: 127 mm
Pupil mata isokor, palpebra membuka dan
menutup spontan, tidak ada gangguan pada
pengelihatan,
fungsi
penciuman
dan
pendengaran baik, tidak ada nyeri.
Turgor kulit cukup, mukosa bibir kering, anak
hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau
minuman lain, terdapat perdarahan gusi, ptekie
pada kaki, konjungtiva pucat, darah dalam tinja,
Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL,
Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV:
>10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT:
36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL.
Pemasangan IVFD: N5 5 tpm makro/ 20 ml/jam.
Imunitas
menurun
Infiltrasi sel
kanker
ke
organ lain
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Perdarahan
gusi,
saluran
cerna,
ptekie pada
kaki &
intake
cairan tidak
adekuat
(malas
minum)
Sistem
neurologi
adaptif
Penyakit
kronik
(kanker) &
gizi buruk
marasmik.
Adaptif
Kelainan sel
darah
pada
sumsum
tulang anak
(AML)
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
4444/ 4444
Kesadaran compos mentis, GCS: E 4 M 5 V 6,
artikulasi baik, reflek fisiologis (+), reflek
patologis tidak ada.
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11
bulan. Berat badan 8,6 Kg, panjang badan 80
cm. Status nutrisi berat badan per panjang badan
82,69%, status nutrisi berat badan per umur
(12,0 kg) 71,67% (gizi buruk).
Anak murung, ideal diri, harga diri belum bisa
dikaji.
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11,
orang tua menginginkan anaknya sembuh dan
dapat bermain seperti biasanya
Saat ini anak kebutuhan sehari-hari anak
dipenuhi oleh orang tua dan perawat.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Gizi
Adaptif
4
C. Diagnosa Keperawatan
Tanggal 13 September 2013
1. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat,
penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
3. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia, malnutrisi
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat
Tanggal 16 September 2013
Tangga 16 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu: Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d penumpukan secret dan Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML,
prioritas diagnose menjadi:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret
2. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat,
penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML
5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia, malnutrisi
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang b.d perdarahan, asupan cairan tidak
adekuat
Tanggal 20 September 2013
Tanggal 20 September muncul diagnosa keperawatan baru: Kerusakan membran
mukosa oral b.d efek kemoterapi, prioritas diagnosa menjadi:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret
2. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie) leukositosis dan penurunan imunitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat,
penyakit kronik (kanker), malnutrisi.
4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML
5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki.
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi
7. Kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi
8. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
5
D. Nursing Care Plan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy .
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Inefektif model adaptasi
sirkulasi:
Fokal:
Perdarahan
gusi,
didapati darah dalam
tinja dan ptekie pada
kaki pasien.
1. PK Kanker: anemia,
Perdarahan
&
hiperleukositosis
(13
September 2013)
Setelah dilakukan perawatan
3x24
jam,
anemia,
perdarahan
dan
hiperleukositosis
tidak
ada, dengan kriteria hasil:
 TD: 80/60-110/80mmHg
 Nadi: 80-120x/menit
 Konjungtiva tidak anemis
 Perdarahan tidak ada.
 Hemoglobin:10,5-14,0
g/dL
 Hematokrit:32,0 – 42,0 %
 Eritrosit:3,70–5,30 juta/ μL
 Leukosit:6,0–14,0x103 / μL
 Tombosit:150.000400.000/μL
 Basofil: 0 - 1 %
 Eosinofil: 1 – 3%
 Neutrofil: 52,0-76,0%
 Limfosit: 20-40 %
 Monosit: 2 – 8 %
 LED: 0 – 10 mm
Manajemen Perdarahan
 Kaji tanda perdarahan
 Menentukan jenis dan berat
ringannya perdarahan
 Melakukan pamasangan akses
IV untuk cairan
 Kolaborasi pemberian transfusi
trombosit, FFP, PRC sesuai
kebutuhan.
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium DPL
 Monitor pemberian transfusi
darah
 Kolaborasi pemberian terapi
cairan yang sesuai untuk anak
 Monitor tetesan infus adekuat
(KU sedang, TD: 104/60
mmHg, nadi: 100x/menit,
S:36,70C,
konjungtiva
pucat, terdapat bintik/
ptekie
pada
tungkai,
terdapat perdarahan gusi,
ada darah dalam tinja,
hepatomegali.
Hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb:
7,9
g/dl,
hematokrit:23,7%,
trombosit:12rb/µL,
eritrosit: 3,23 juta/µL,
masa perdarahan IV: >10
menit, masa protombin:
16,2 detik, APTT: 36,2
detik, kadar fibrinogen:
376,5 mg/dL), leukosit:
21,73 x103/µL, eosinofil:
0,0%, neutrofil: 9,0%,
limfosit:49,0%, monosit:
0,0%, LED: 127 mm.
Kontekstual:
Kelainan sel darah pada
sumsum tulang hasil
BMP
tanggal
10
September 2013 (positif
AML).
Residual:
Paman
pasien
meninggal saat masih
kecil tidak diketahui
penyebabnya,
tapi
mempunyai gejala yang
mirip dengan pasien
sekarang.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Manajemen Obat Sitostatistika
 Kaji kondisi klien terhadap
penggunaan obat sitostatistika
 Kolaborasi pemberian obat
sitostatistika sesuai kebutuhan
dan indikasi penyakit klien
 Monitor kondisi klien saat
kemoterapi
 Laporkan perkembangan klien
setelah kemoterapi
6
No
2.
Perilaku
Inefektif
nutrisi:
model adaptasi
(Usia anak 1 tahun 11
bulan, BB 8,6 Kg, PB 80
cm, LILA 11 cm, BB/PB
82,69%, LLA/U 72,85%,
BBI menurut PB 10,4 kg,
klinis pasien terdapat
wasting, baggy pan, iga
gambang,
terdapat
hepatomegali 3 cm bac, 4
cm bpx, status gizi buruk
marasmik
perawakan
sedang,
skrining
malnutrisi skor 4 (resiko
berat malnutrisi). Anak
malas makan (anoreksia)
hanya 3-5 sendok setiap
hari dan tidak mau minum
susu, hanya minum air dan
ASI, terdapat perdarahan
gusi dan ptekie di kaki,
warna kulit kemerahan
dan
kering,
hasil
pemeriksaan laboratorium
Hb 7,9 g/dl, hematokrit
23,7%, trombosit: 12
rb/µL,
eritrosit:
3,23
juta/µL,
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Fokal:
Anoreksia & asupan
oral tidak mencukupi
kebutuhan
2. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, intake oral
tidak adekuat & penyakit
kanker
(kondisi
chacexia) (13 September
2013).
Kontekstual:
Kondisi
cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker)
dan
hepatomegali
Residual:
Riwayat makan
sedikit.
anak
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan
selama 6x24 jam, nutrisi
anak seimbang dengan
kriteria hasil:
Status
nutrisi:
Intake
makanan dan cairan
adekuat:
 Makanan peroral adekuat
 Makanan per NGT sesuai
kebutuhan tubuh
 Cairan
oral
sesuai
kebutuhan
 Cairan IV sesuai kebutuhan
 Nutrisi parenteral adekuat
Status nutrisi kadar biokimia:
 Albumin (3,4-4,8 g/dL)
 Kreatinin (0,6-1,2 mg/dL)
 Hematokrit (35-43%)
Intervensi
Monitoring Nutrisi:
 Timbang BB pasien pada interval
yang sesuai
 Monitor
kecenderungan
penurunan dan penambahan BB
 Monitor kulit kering, pecah-pecah
dan depigmentasi
 Amati pembengkakan
 Monitor mual dan muntah
 Monitor
konjungtiva,
pucat,
merah atau mukosa kering
 Monitor intake kalori dan gizi
 Monitor mulut dan bibir dari
kemerahan, pembengkakan dan
kekeringan
Manajemen Nutrisi:
 Libatkan orang tua dalam
memberikan makan pada anak
 Beri posisi duduk sebelum minum
dan selama minum
 Gunakan teknik bersih saat
pemberian makan per NGT
 Siapkan
keluarga
untuk
pemberian makan
 Monitor albumin, total protein,
Hb, dan hematokrit
Terapi Nutrisi:
 Dorong intake kalori sesuai
kebutuhan tubuh nasi tim saring
(NTS) 800 kkal + makan cair
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
7
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
protein total 7,4 g/dL,
albumin:
3,77
g/dL
globulin: 3,63 g/dL, ratio
albumin-globulin
1,0,
bilirubin total 0,34 mg/dL,
bilirubin
direk
0,16
mg/dL, bilirubin indirek
0,18 mg/dL, SGOT 23
U/L, SGPT 8 U/L).
3.
Inefektif model adaptasi
aktivitas dan istirahat :
(anak lemah, terbaring di
tempat
tidur,
tidak
melakukan
aktivitas/
bermain, ibu mengatakan
anaknya sering minta
gendong padahal anak
sudah bisa berjalan sejak
sakit terdapat kelemahan
pada kaki/ kekuatan otot:
5555/ 5555
4444/ 4444
Intervensi
(MC) 4x 100 ml atau makan cair
(MC) 800 kkal + formula F100 4
x 100 ml
 Monitor dan koreksi posisi NGT
 Lakukan perawatan mulut dan
hidung tiap shif atau sesuai
kebutuhan
 Ajarkan keluarga bagaimana
merawat NGT
 Lakukan perawatan kulit sekitar
tempat NGT
 Cabut dan ganti NGT sesuai
indikasi
 Cek tetesan pada drips feeding
 Cek residu tiap 6 jam dalam 24
jam pertama kemudian tiap 8 jam
sesudahnya.
Fokal:
Kelemahan pada kaki
dan malnutrisi
Kontekstual:
Adaptif
Residual:
Adaptif
3. Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan fisik, anemia
dan
malnutrisi
(13
September 2013).
Setelah dilakukan perawatan
3x24 jam, anak toleran
dengan aktivitas harian
dengan kriteria hasil:
 Melakukan aktivitas harian
 Hb: 10,5-14,0%
 Keadaan umum baik
 Bermain sesuai dengan
usianya
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
 Mengkaji
kemampuan
anak
terhadap aktivitas harian
 Membantu pasien memenuhi
keperluannya dalam aktivitas
harian dengan melibatkan orang
tua.
 Membantu anak mendapatkan
kemandirian
sesuai
dengan
tumbuh kembangnya dan kondisi
 Melakukan evaluasi kemampuan
anak dalam melakukan aktivitas
harian.
8
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
4.
Gangguan adaptasi fungsi
endokrin:
Fokal:
Penyakit
kronik
(kanker) & gizi buruk
marasmik
4. Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan b.d
penyakit kronik (kanker)
& gizi buruk marasmik
(13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan,
tumbuh
kembang pasien optimal
dengan kriteria hasil:
Antropometri:
 BB/U : 80-100%
 TB/U : 95-100%
 BB/TB : 90-100 %
 LLA/U : 85-100%
Perkembangan:
 Motorik kasar sesuai usia
 Bahasa sesuai usia
 Motorik halus sesuai usia
 Personal sosial, sesuai
umur 1 tahu 11 bualan.
Developmental care:
 Informasikan pada orang tua
tentang kondisi pengobatan dan
kebutuhan anak saat ini
 Bantu orang tua memiliki harapan
yang realistik
 Hindari pemberian stimulasi yang
berlebih, satu stimulasi untuk
suatu waktu
 Lakukan penggantian posisi anak
 Turunkan kebisingan
 Perhatikan waktu pemberian
perawatan
anak
sehingga
meningkatkan waktu tidur dan
konservasi energi
 Tingkatkan partisipasi orang tua
pada pemberian makan
 Monitor intake nutrisi
 Sediakan
stimulasi
dengan
menggunakan instrument musik,
sentuhan dan pijat yang sesuai
 Edukasi
orang
tua
untuk
melakukan
stimulus
sesuai
tumbuh kembangnya.
5. Resiko
ketidakseimbangan
volume
cairan
b.d
perdarahan dan intake
cairan oral tidak adekuat.
( 13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 4x24 jam,
status
cairan
pasien
seimbang dengan kriteria
hasil:
 Cairan dalam 24 jam
balance/seimbang.
 Monitoring Cairan:
 Monitor berat badan, lingkar
perut
 Monitor perdarahan.
 Monitor kebutuhan cairan anak
 Monitor intake dan output
 Monitor serum dan elektrolit.
(perkembangan anak saat
ini usia 1 tahun 11 bulan,
berat badan 8,6 kg,
panjang badan 80 cm,
status nutrisi berat badan
per
panjang
badan
82,69%, status nutrisi
berat badan per umur
(12,0 kg) 71,67%).
Kontekstual:
Kondisi
cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker)
dan
hepatomegali
Residual:
Riwayat makan
sedikit.
5.
Inefektif adaptasi fungsi
cairan dan elektrolit:
(Mukosa bibir kering,
minum sedikit, perdarahan
gusi, ptekie/ bintik pada
kaki, berat badan 8,6 kg,
anak
Fokal:
Perdarahan
gusi,
saluran, ptekie pada
kaki & intake cairan
tidak adekuat (malas
minum)
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
9
No
Perilaku
Stimulus
status nutrisi gizi buruk
marasmik).
Kontekstual:
Kondisi
cachexia
(penurunan berat badan,
massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait
dengan penyakit serius
(kanker)
dan
hepatomegali
Residual:
Riwayat makan
sedikit.
6.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
 Tidak
ada
tanda
perdarahan.
 BB 10,4 kg.
 Tanda vital normal
 Tidak ada edema/asites
 Berat jenis urin (1,0031030)
 Monitor serum albumin dan
protein total
 Monitor tekanan darah, HR, dan
status respirasi
 Pertahanankan akurasi pencatatan
intake dan output
 Monitor membran mukosa, turgor
kulit
 Monitor warna, banyaknya, dan
berat jenis urin
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam,
pola
nafas
menjadi
efektif dengan kriteria
hasil:
Airway
patency&
Ventilation:
 Tidak ada batuk
 Respirasi rate normal.
 Irama nafas reguler
 Mampu membersihkan
 sekret (batuk)
 Tidak terdapat suara
napas tambahan
 Rontgen thorax normal
Airway management & monitoring
respirasi:
 Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan suction
jika diperlukan
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor TTV saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri.
anak
Inefektif model adaptasi
oksigenasi:
Fokal:
Batuk pilek.
(pasien batuk dan pilek
suara napas gargling,
pernapasan
30x/menit,
sesak napas)
Kontekstual:
Penurunan
imunitas
tubuh, kondisi penyakit
kronik (kanker)
Residual:
Adaptif
Tujuan
1. Bersihan jalan
napas
tidak
efektif
b.d
penumpukan sekret (16
September 2013)
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
10
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor
pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign
7.
Inefektif model adaptasi
fisiologis:
Fokal:
Peningkatan suhu tubuh
(Suhu tubuh tinggi sampai
38,70C,
kulit
teraba
hangat).
Kontekstual:
Perjalanan
penyakit
AML
Residual:
Adaptif
2. Hipertermi
perjalanan
AML (16
2013).
b.d
penyakit
September
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x 24 jam,
hipertermi
teratasi
dengan kriteria hasil:
 Suhu tubuh dalam batas
normal (35,50C -37,5 0C).
 Kulit tidak teraba hangat
 Tidak
ada
keluhan
demam naik turun
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
 Memantau suhu tubuh pasien
secara teratur
 Memberikan kompres hangat/
tepid water sponge
 Mengevaluasi asupan cairan
yang masuk
 Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antipiretik sesuai
dengan kebutuhan pasien
 Memberikan lingkungan yang
nyaman, dan sirkulasi udara
yang cukup.
 Menganjurkan orang tua untuk
menggunakan pakaian yang tipis
dan menyerap keringat pada
anak.
11
No
8.
Perilaku
Inefektif
nutrisi:
model adaptasi
(mukositis
post
kemoterapi Doxorubicin
dan ARA-C)
Stimulus
Fokal:
Mukositis
Kontekstual:
post
kemoterapi
Doxorubicin dan ARAC
Residual:
adaptif
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
3. Kerusakan
membran
mukosa oral b. d efek
samping kemoterapi (20
September 2013)
Setelah dilakukan perawatan
3x 24 jam pasien
menunjukkan
hiegene
oral
dan
integritas
jaringan mukosa yang
baik, ditandai dengan:
Hiegine Oral
 Kebersihan mulut, gusi,
lidah.
 Melakukan hiegine oral
sesuai instruksi
Integritas jaringan Mukosa
 Mukosa mulut dan lidah
lembab
 Warna bibir merah muda
 Tidak ada lesi dan
eritema pada bibir.
Pemulihan Kesehatan Mulut:
 Lakukan perawatan mulut secara
teratur sebelum makan dan
sesuai kebutuhan
 Bantu pasien memilih makanan
yang lembut, lunak dan tidak
asam
 Tingkatkan perawatan mulut
setiap dua jam dan dua kali pada
malam hari jika mukositis tidak
dapat dikendalikan.
 Gunakan sikat gigi berbulu
lembut untuk menghilangkan
debris pada gigi
 Anjurkan orang tuang untuk
membersihkan
mulut
anak
dengan cairan normal salin
(NaCl 0.9%)
 Kolaborasi penggunaan obat
kumur anti jamur atau anestesi
topical oral jika terdapat infeksi
jamur.
 Tekankan program kesehatan
mulut
sebagai
bagian
penyuluhan pemulangan.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
12
E. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal
13 Sep 2013
10.00-14.30
Diagnosa
1,2,3,4,5
WIB
1,2,3,4,5
5
5
5
1,5
1
Implementasi
Evaluasi
Ttd
10.00 WIB
 Mengkaji pasien baru.
Anak A.P 1 tahun 11 bulan dengan AML pro kemoterapi dan gizi
buruk marasmik dari poli hematologi datang dengan keluhan
perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB darah,
terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4
dengan permukaan mengkilat. 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi berhenti
sendiri. Dari keterangan ibu, anaknya sering demam naik turun,
lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di
RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan
Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Setelah dilakukan
BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September
2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia)
dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I.
 Melakukan pemeriksaan fisik head to toe.
bentuk kepala normal, ada benjolan pada kepala bagian kanan
2x3 cm, mengkilat, rambut agak jarang, konjungtiva anemis,
jantung tidak ada murmur, gallop, abdomen datar supel, bising
usus (+), hepatomegali 3 bac, 4 bpx, lien tidak teraba, ektrimitas
kelemahan pada kaki.
10.10 WIB
 Mengkaji asupan oral anak
14.30 WIB
1. PK:anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan
imunitas.
Respon Adaptif:
TD:100/65 mmHg, N:97x/menit, S:36,90C, RR: 25x/menit.
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan masih ada perdarahan gusi sedikit. KU
pasien sedang, badan masih lemah, konjungtiva masih
pucat, ptekie pada kaki (+). Anak telah dilakukan transfusi
PRC I 75 ml, golongan darah AB. Hb: 7,9 g/dl,
Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL,
Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Leukosit:
21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%,
Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan,
leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Planning:
Perbaikan KU, kolaborasi dengan dokter untuk transfusi
selanjutnya, cek laboratorium setelah transfusi.
Kustiningsih
 Menilai membran mukosa oral anak
 Menilai turgor kulit anak
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
10.10 WIB
 Mengkaji tanda perdarahan pada pasien pasien.
terdapat perdarahan gusi ptekie di kaki dan berak kecoklatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, skala
muntah baxter:0, anak belum perlu puasa, Protein total:
7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
13
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
1
 Mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium darah.
hasil lab. 12 September 2013: Hb: 7,9 g/dl (rendah),
Hmt:23,7% (rendah), Trombosit:12rb/µL (rendah), Eritrosit:
3,23 juta/µL (rendah), Masa perdarahan IV: >10 menit
(panjang), Masa protombin: 16,2 detik (K:10,9detik, memanjang
1,5x), APTT: 36,2 detik (K: 31,8 detik, memanjang 1,14x),
Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL (dbn), Leukosit: 21,73 x103/µL
(naik), Eosinofil: 0,0% (rendah), Neutrofil: 9,0% (rendah),
Limfosit:49,0% (tinggi), Monosit: 0,0% (rendah), LED: 127 mm
(tinggi).
10.15 WIB
 Melakukan pemasangan akses vena perifer pada tangan kiri
pasien.
 Kolaborasi pemberian cairan intravena.
BB: 8,6 kg, kebutuhan cairan: 8,6 x 100 ml/hari: 860 ml/hari.
 Memberikan cairan infus N5 8 tpm makro atau 32 ml/jam (768
ml/hari)
10.25 WIB
 Melakukan pengkajian tentang nutrisi
 Melakukan anamnesa pada orang tua tentang riwayat makan
anak.
pola makan di rumah: anak makan makan utama 3x sehari,
hanya 3-5 sendok makan, masih minum AS dan air putih, tidak
mau minum susu buatan.
 Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.
hasil lab. Tanggal 12 September 2013: Protein total: 7,4 g/dL
(dbn), Albumin: 3,77 g/dL (dbn), Globulin: 3,63 g/dL (dbn),
Ratio Albumin-Globulin: 1,0 (dbn), Bilirubin Total: 0,34 mg/dL
(dbn), Bil. Direk: 0,16 mg/d (dbn), Bil. Indirek: 0,18 mg/dL
(dbn), SGOT: 23 U/L(dbn), SGPT : 8 U/L (dbn).
 Melakukan pengukuran antropometrik (BB, PB, LILA, LK).
BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm.
Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34 mg/dL,
Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18 mg/dL, SGOT:
23 U/L, SGPT: 8 U/L (semua dalam batas normal)
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan anak tidak mau makan, makan siang habis
2 sendok makan, BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, TB/PB: 82,69%
atau (-3SD-(-2)SD), LLA/U:72,85%, wasting (+), baggy
pant, iga gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir
kering, konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet NTS/ Nasi
Tim Saring: 800 kkal + MC/ makan cair: 4x 400ml.
Kustiningsih
10.00-14.30
WIB
1
1
1
2
2
2
2
3. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi dan
kelemahan kaki.
Respon Adaptif:
anak dapat beristirahat siang
Respon Inefektif:
KU sedang, kondisi anak lemah, hanya terbaring di tempat
tidur, semua aktivitas dibantu oaring tua, tidak melakukan
aktivitas permaianan apapun, malnutrisi, Hb: 7,9 g/dl.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada
tingkat kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
14
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
2
 Melakukan pemeriksan klinis pasien
anak tampak sangat kurus (wasting), baggy pant, iga
gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, ada darah
dalam tinja, terdapat ptekie di kaki, konjungtiva anemis).
 Melakukan pengkajian mual muntah
skala
 Menentukan status gizi pasien saat ini:
 BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm, usia 1
tahun 11 bulan (menggunakan grafik/tabel WHO 2006).
BB/U
: 8,6/12 x 100 : 71,67%  ((-3) - (-2) SD)
PB/U
: 80/86,9 x 100: 92,06 %--> ((-3) - (-2) SD)
BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69%  ((-3) - (-2) SD)
LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85%  - (-3 SD)
BBI
: 10,4 kg.
HA (height age) : 1 tahun 4 bulan
Status gizi pasien: gizi buruk marasmik perawakan pendek.
 Menghitung kebutuhan kalori pasien.
BBI x RDA HA: 10,4 x 100: 1.040 kkal
Kebutuhan kalori awal bisa diberikan 50-70%: 520-780 kkal.
 Kolaborasi cara pemberian dan jenis makanan
ASI tidak dibatasi, NTS/ Nasi Tim Saring 800 kkal + MC/
Makan cair 4x100 ml lewat oral
 Kolaborasi dengan dokter hematologi: hasil lab. samar, masih
dimungkinkan perdarahan dari gusi, belum perlu puasa.
11.00 WIB
 Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian
anak terbaring lemah di atas tempat tidur, semua aktivitas
harian dibantu orang tua dan perawat, belum melakukan
aktivitas bermain.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d
malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak usia 1 tahun 11 bulan, perkembangan sesuai dengan
usinya
Respon Inefektif:
BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status
gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada tingkat kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
10.00-14.30
WIB
2
2
2
2
1,2
3
3
3
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d
perdarahan, asupan cairan tidak adekuat
Respon Adaptif:
TD: 100/60 mmHg, Nadi: 97x/menit, RR: 25x/menit,
intake oral belum dicatat, IVFD: N5 8 tpm, masuk 128 cc,
turgor baik.
Respon Inefektif:
mukosa bibir kering, minum ASI dan air tidak dicatat,
konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki, Albumin: 3,77
g/dL, Protein total 7,4 g/dL, balance dan diuresis belum
dapat dihitung, urin: belum dicatat.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
15
Tanggal
13 Sep 2013
10.00-14.30
Diagnosa
4
WIB
4
4
4
3,4
2,4
1,5
1,5
1,5
1
1
1,5
1,5
1,5
Implementasi
11.10 WIB
dan diuresis per 12 jam.
 Mengkaji pertumbuhan dan perkembangan anak saat ini
usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 kg, PB:80 cm,
status gizi buruk, wasting, baggy pant, riwayat perkembangan:
tengkurap usia 3 bulan, duduk 6 bulan, berdiri 13 bulan, jalan 16
bulan, bicara dan tumbuh gigi usia 1 tahun 6 bulan, lahir
spontan, BL: 2900 gram).
 Menginformasikan pada orang tua tentang kondisi anak dan
perawatan saat ini
 Melakukan kontak mata dengan anak dan melakukan stimulasi
dengan komunikasi
 Memotivasi orang tua untuk melakukan stimulasi pada anak
selama sakit (mengajak komunikasi, melakukan kontak fisik)
 Menciptakan lingkungan tenang dan nyaman untuk klien bisa
beristirahat
 Memotivasi orang tua partisipasi orang tua pada pemberian
makan
12.30 WIB
 Memonitor tetesan infus
 Kolaborasi pemberian transfusi PRC.
 Memonitor kondisi pasien sebelum transfusiS: 37,10C, TD:
100/60 mmHg, RR: 25x/menit.
 Memberikan injeksi lasix 7,5 mg IV sebelum transfusi.
 Melakukan crosceck golongan darah (AB), nomor seri transfusi
dan tanggal kadaluwarsa.
 Memberikan transfusi PRC (Packed Red Blood Cell) 75 ml 25
cc/jam.
 Evaluasi respon klien saat transfusi
12.00 WIB
 Memberikan makan nasi tim
13.00 WIB
 Mengevaluasi respon pasien saat setelah transfusi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Kustiningsih
16
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
2
1,5
1,2,3,4,5
 Mengevaluasi respon klien setelah makan
 Menghitung balance dan diuresis
 Mengkaji kondisi pasien dan melakukan pengukuran TTV.
1,2,3,4,5
14.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada hari perawatan
sebelumnya:
13 Sept 13 jam 20.00-23.00 WIB: telah dilakukan transfusi
FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml. Pasien diberikan diet
MC per NGT pada sift sore, masih ada perdarahan gusi,
ptekie di kaki ,BAB coklat kehitaman, balance cairan dan
diuresis cukup.
14 Sept 13 pagi, NGT ada kecoklatan, kemudian di lepas.
Jam 20.15-21.05 WIB: telah dilakukan transfusi FFP II 90
ml. BAB kehijauan, perdarahan gusi tidak ada, intake sedikit,
masih ada ptekie di kaki sedikit, balance dan dieresis cukup.
15 Sept 13 jam 07.40-10.40 WIB telah dilakukan transfusi
PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml, kondisi anak masih lemah,
tidak ada perdarahan baru, BAB biasa, anak tidak mau nasi
tim. Dokter nutrisi: pasang NGT dipayungi trombosit diet
F100 8x120 ml (960 ml/hr). Sampai tanggal 15 Sept 13
cairan infus yang diberikan N5 32 ml/jam, persiapan
kemoterapi.
16 Sept 13 sift pagi: orang tua menolak dipasang NGT karena
khawatir perdarahan lagi, minum masih oral, intake hanya
sedikit, pasien malas minum kecuali ASI, demam 38, 3 0C
dan batuk pilek, telah diberi paracetamol sirup, perdarahan
gusi tidak ada, ada luka pada kaki dan perdarahan sedikit.
BAB biasa. Telah dilakukan pengambilan darah untuk cek
Evaluasi
Ttd
Kustiningsih
20.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
RR: 32x/menit, batuk, suara grok-grok, pilek, dahak susah
keluar, badan lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas idak
efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior
Rontgen thorax AP
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
Perdarahan gusi dan kaki tidak ada, BAB tidak ada darah.
Telah dilakukan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90
ml tanggal 13 Sept 13, transfusi FFP II 90 ml tanggal 14
September 2013, transfusi PRC I & II PRC II 75 ml+
Lasix 7,5 ml tanggal 13 & 15 September 2013. Infus N5
32ml/jam aff pada sift pagi dan mulai diberikan infus
KAEN 1B 36 ml/jam jam 20.00 WIB untuk rehidrasi
persiapan kemoterapi.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Kustiningsih
17
Tanggal
Diagnosa
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
1,2,3,4,5
1
2,7
7
7
7
1,2,4,7
2,7
5
5
5
5
5,6
6
3
3
Implementasi
Evaluasi
Ttd
DPL setelah transfusi, infus N5 32 ml/jam di stop, hanya
dipasang stopper dan persiapan kemoterapi.
 Mengkaji kondisi pasien hari ini
 Pasien muncul diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif dan hipertermi. Prioritas diagnosa
keperawatan hari ini:1. Bersihan jalan napas tidak efektif, 2.PK
kanker: anemia, perdarahan, 3.Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, 4. Hipertermi, 5.Intoleransi
aktivitas, 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 7.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
14.15WIB
 Mengkaji status respirasi anak
RR: 30x/menit, batuk, pilek, ada bunyi grok-grok, dahak tertahan,
tidak memakai O2.
 Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak.
 Menilai status cairan padaanak
 Membran mukosa oral anak
 Menilai turgor kulit anak
14.30 WIB
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor kepatenan akses vena.
15.00 WIB
 Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
 Mengevaluasi perkembangan anak
15.15 WIB
 Mengevaluasi BB pasien hari ini BB: 8,9 kg, PB: 80 cm.
 Memberikan makan per NGT F100 120 ml
Respon Inefektif:
Hasil lab hari ini: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit:
17.810, Trombosit: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%, Myelosit:
3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang
1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x,
Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan: Anemia normositik
normokrom, Trombositopenia, Leukositosis.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan,
leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 2x100 ml, cek
laboratorium setelah transfusi, rencana pemberian
kemoterapi Doxo dan Citarabine tetap diberikan, IT
tunggu setelah terapi TC.
Kustiningsih
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 8,9 kg,
(naik 0,3 kg), intake oral ASI dan minum 30 cc, mukosa
bibir kering, konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
Ibu mengatakan anak tidak mau makan nasi tim, Diet ganti
F 100 8x 120 ml/hari, tapi ibu menolak anak dipasang
NGT karena khawatir perdarahan, nutrisi masih secara
oral, intake sedikit, diet F100 habis 30 ml per oral, anak
malas minum, hanya mau ASI. BB saat ini: 8,9 kg, PB: 80
cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB:
85,58%, baggy pant, hepatomegali
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
18
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
Diagnosa
2,7
WIB
1
3
3
2,7
3
1,2,3,4,5,6,
7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
18.00 WIB
 Menerima dan menganalisa hasil laboratorium dari pemeriksaan
darah pada sift pagi: Hb: 9,6 g/dL (naik di banding saat masuk,
tapi masih rendah), Hmt: 28,7% (naik tapi masih dibawah
normal), Leukosit: 17.810 µL (turun dari pada saat masuk, tapi
masih diatas normal), Trombosit: 15.000/µL (naik dari pada saat
masuk, tapi masih di bawah normal), Sel blast: 27,0%, Myelosit:
3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x,
APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2
mg/dL(tinggi). Kesan: Anemia normositik normokrom,
Trombositopenia, Leukositosis.
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 2x sehari
 Motivasi anak untuk makan
 Memotivasi orang tua untuk memberikan diet F100 120ml
20.00 WIB
 Memberikan cairan infus sesuai intruksi: KAEN 1B 36 ml/jam
untuk mulai hidrasi sebelum kemoterapi.
 Evaluasi mual muntah anak setelah makan
F100 diberikan per oral, hanya habis 20-30 cc, muntah tidak ada
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien
S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: S: 36,90C, RR: 32x/menit, sudah diberikan parasetamol
sirup tadi pagi, akral hangat
Respon Inefektif:
Kemarin malam dan tadi pagi demam tinggi, menurut ibu
demam anak naik turun.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat
kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
anak mau diajak komunikasi
Respon Inefektif:
KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa
duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum
melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat
tidur, belum miring kanan kiri
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada
tingkat kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
19
Tanggal
16 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif:
Anak lebih komunikatif daripada pertama kali masuk
Respon Inefektif:
BB: 8,9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status
gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di
tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada tingkat kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,9, N:
134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg. F100
masuk 30 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Diuresis: 2.03
ml/kg/jam (cukup). Mulai rehidrasi KAEN 1B 36 ml/jam.
Respon Inefektif:
balance belum dapat diukur.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan
diuresis per 12 jam.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
20
Tanggal
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
1,2,3,4,5,6,
7
2,7
3
3
3
3
3
2,7
2,7
4
4,6
6
4
4
2
1
2
1,2,3,4,5,6,
7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
14.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya:
Trombosit tereakhir 15.000/µ, pasien sudah diberikan transfusi
TC 100 cc dan infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan
dexametason 10 tpm mulai jam 07.00 pagi. Batuk masih ada,
demam naik turun.
 Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak.
 Mengkaji perkembangan nutrisi anak: hasil ronde dokter gizi,
nutrisi anak diganti dengan F100 4x120 cc, 4x150 cc untuk
meningkatkan asupan.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 9 kg, PB: 80 cm
 Reedukasi orang tua pasien untuk pemasangan NGT
 Memasang NGT no 6 pada pasien
 Memastikan ketepatan letak NGT setelah pemasangan
15.00
 Melakukan pemasangan infus 2 line untuk kemoterapi.
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
18.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
normal salin 100 ml (1 jam).
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
19.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi ARA-C 30 mg dalam normal
salin 500 mg dalam 24 jam.
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
20.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul,
RR: 28x/menit,
Respon Inefektif:
Batuk pilek masih ada, dahak belum keluar, badan lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior
Rontgen thorax AP
Kustiningsih
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
TD:100/60 mmHg, N: 100x/menit, S:37,70C, RR:
28x/menit. Tidak ada perdarahan. Telah dilakukan
transfusi TC 100 ml pada sift pagi, Diberikan infus KAEN
1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm,
kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk, kemoterapi
ARA-C 30 mg dalam NaCl 500 ml dalam 24 jam 5 tpm
mulai diberikan jam 19.00 WIB, selesai besok jam 19.00
WIB, mual muntah tidak ada.
Respon Inefektif:
Hasil lab kemarin: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit:
17.810, Trombosit rendah: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%,
Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
21
Tanggal
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
3
1,5,7
3
3
3
3
3
5
5
5
1,2,3,4,5,6,
7
4
4
Implementasi
Evaluasi
Ttd
15.00 WIB
 Memberikan diet F100 120 cc per NGT
15.10 WIB
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm
18.00 WIB
 Motivasi anak untuk makan
 Memberikan diet F100 150 ml sampai habis
19.15 WIB
 Monitor mual muntah anak
 Monitoring nutrisi anak
20.00 WIB
 Memonitor tetesan infus
 Memonitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Memonitor balance cairan
20.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 37,70C
 Memotivasi ibu melakukan kompres hangat
 Memberikan paracetamol sirup 4 ml
detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau
memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan
Anemia normositik normokrom, Trombositopenia,
Leukositosis.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan,
leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek
laboratorium setelah transfuse, IT tunggu setelah terapi
TC.
Kustiningsih
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 9 kg,
(naik 0,1 kg), diet F100 masuk 270 cc per NGT, mukosa
bibir kering, konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
BB saat ini: 9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg.
Status nutrisi BB/PB: 86,54%, kulit tidak kering, BAB 2x
biasa, ASI sedikit.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: RR: 28x/menit, sudah dilakukan kompres hangat, sudah
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
22
Tanggal
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
diberikan paracetamol sirup 4 ml.
Respon Inefektif:
S: 37,70C, kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring
di tempat tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat
kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
Kustiningsih
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak mau istirahat
Respon Inefektif:
KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa
duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum
melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat
tidur, belum miring kanan kiri.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada
tingkat kompensasi
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
BB: 9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi
anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat
tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan secara kompensasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
23
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
17 Sep 2013
14.00-20.30
WIB
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Evaluasi
1,2,3,4,5,6,
7
08.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya:
Tanggal 18 September 2013, sudah diberikan TC II 100 cc,
ARA-C selesai jam 19.30 kemarin, Diuresis 24 jam: 4,6
ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, demam masih ada, terdapat
bengkak pada kaki, sudah periksa DPL dengan hasil: Hb: 8,9
g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70
x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali)
dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis
ringan. Muncul masalah keperawatan baru: kerusakan
membran mukosa oral b.d efek samping kemoterapi.
Tanggal 19 September 2013: sudah diberikan obat kemoterapi
Cytarabin/ARA-C 30 mg dalam 500 ml NaCl 0,9% 5 tpm
dalam waktu 24 jam mulai diberikan jam 04.00.WIB. BB
naik menjadi 9,9 kg, balance cairan/24 jam: (+ 252 ml),
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
N: 134x/menit, RR: 28x/menit, TD:103/66 mmHg turgor
kulit cukup, membran mukosa kering, S: 37,7,. F100
masuk 270 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Infus KAEN
1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan dexametason 10
tpm.
Respon Inefektif:
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan
diuresis 24 jam.
14.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul,
RR: 29x/menit,
Respon Inefektif:
Batuk masih ada, pilek berkurang, dahak keluar saat batuk,
badan lemah
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari
Rhinos junior 2x5ml, Rontgen thorax AP.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Ttd
Kustiningsih
Kustiningsih
24
Tanggal
Diagnosa
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
2,7
3
3
3
1
2,7
5
5,6
6
5
5
3
8
2
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Diet masih F100 4x120, 4x150 ml.
Infus infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 10 tpm.
 Mengkaji tanda perdarahan dan kelebihan cairan anak.
balance/24 jam: + 472, dieresis/24 jam:poliuri hidramnion,
sudah diberikan transfuse PRC 100 ml jam 06.00 selesai jam
08.30 WIB.
 Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah setiap minum
susu, sehingga susu jam 21.00-03.00 WIB tidak diberikan.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 10,1 kg, PB: 80 cm
 Kolaborasi dengan dokter nutrisi:
BB: 10,1 kg ada oedem pada kaki, BBI: 10,4 kg, BB/TB:
97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, saat ini sesuai
dengan gizi kurang, diet ganti makan cair (MC) sesuaikan
kebutuhan hidrasi hematologi 8x 150 ml.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
09.00
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
keseharian
 Memberikan makan cair 150 ml
 Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral
higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur
menggunakan NaCl
12.00 WIB
 Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
Tidak ada perdarahan. Telah diberikan transfusi TC 100
ml dan PRC 100 ml, TD:95/60 mmHg, N: 110x/menit,
S:370C, RR: 29x/menit, diberikan infus KAEN 1B 1B+
ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm, kemoterapi
Doxorubicin 10 mg sudah masuk jam 12.00 WIB
Respon Inefektif:
Hasil lab kemarin: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%,
Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin:
3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana
PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan, terjadi
oedem pada kaki.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan,
leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Planning:
kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek
laboratorium setelah transfusi
Kustiningsih
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika
minum susu, sehingga mulai pukul 21.00-03.00 susu tidak
diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg, (naik
1,1kg), ada oedem di kaki, ronde dokter gizi saat ini klinis
pasien sesuai gizi kurang, diet diganti makan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
25
Tanggal
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
1
2
1,2,3,4,5,6,
7
3
2,7
7
7
3
Implementasi
normal salin 100 ml (1 jam) 100ml/jam
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
 Memotivasi ibu memberikan makan cair 150 ml
14.00 WIB
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Monitor mual muntah anak
 Monitor tetesan infus
 Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Monitor balance cairan
14.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 370C
Evaluasi
Ttd
cair (MC) 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi pasien,
Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian, mukosa
bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak anemis.
Respon Inefektif:
BB saat ini: 10,1 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg.
Status nutrisi BB/PB: 97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1:
79,47%, ada oedem pada kaki, pemeriksaan albumin:
3,27g/dL(rendah), status gizi kurang, kulit tidak kering,
BAB 2x biasa, ASI sedikit.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif: RR: 29x/menit, S: 370C
Respon Inefektif:
kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di tempat
tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat
kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif:
Anak mau istirahat.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
26
Tanggal
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif:
KU lemah, Hb terakhir: 8,9 g/dl, BB: 10,1 kg naik tapi ada
oedem, status gizi kurang masih terbaring di tempat tidur,
belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring
tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas
tempat tidur, belum miring kanan kiri.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada
tingkat kompensasi
Kustiningsih
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
BB: 10,1 kg, PB: 80 cm, LILA: 12 cm, status gizi anak
kurang, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat
tidur
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada tingkat kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 370C,. N:
120x/menit, RR: 29x/menit, TD:95/60 mmHg, ada
bengkak di kaki, makan cair masuk 150 cc, asupan ASI
tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron
2 mg dan dexametason 10 tpm.
Respon Inefektif:
BB meningkat disertai bengkak pada kaki,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
27
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
20 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Evaluasi
Ttd
balance 24 jam: -4 ml, tanggal 15 September 2013: balance
cairan/24 jam: (+ 252 ml), Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan
diuresis 24 jam.
Kustiningsih
8. Kerusakan membran mukosa oral
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Membran mukosa kering, anak mengalami mukositis
ringan, anak belum mau oral higiene dan kumur NaCl
0,9%.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan
membran mukosa oral pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring membran mukosa oral
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
1,2,3,4,5,6,
7,8
08.00 WIB
 Mengkaji perkembangan pasien pada hari sebelumnya:
Tanggal 21 September 2013:
anak masih batuk, terdapat luka di anus, demam masih naik
turun, masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal
20 September-jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013.
Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 10 tpm. Balance cairan/24 jam: +20, dieresis/24
jam: 5,685. Diuresis poliuri didahului episode oliguri.
Dilakukan pemeriksaan ureum creatinin, ronde dokter
14.30 WIB
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan
sekret
Respon Adaptif:
sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul,
ambroxol 5 ml oral.
Respon Inefektif:
RR: 30x/menit, pasien masih ada batuk dan keluar lendir,
hasil konsul divisi neurologi: tidak ada papil edema.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Kustiningsih
28
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Ada muntah,
BAB: 3x, sariawan, Satus nutrisi: gizi kurang, Diet MC
(makan cair) 8x150 ml, BB menjadi:9,2 kg.
Tanggal 22 September 2013:
Anak masih ada batuk, ada muntah, BAB 5x sehari, demam
tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang,
BB: 8,9 kg mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl
0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 –
17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 60 ml/jam.
tanggal 23 September 2013:
Masih batuk, Anak masih muntah, BAB 4x dalam sehari, BB:
8,7 kg, Diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, telah
dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam,
Balance/24jam: + 700 ml, Diuresis/24 jam: 4,475 (balance +
tidak overload, diuresis cukup), dilakukan IT pertama dengan
MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung
jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan
streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL,
Kesan: ditemukan sel blast.
tanggal 24 September 2013:
Masih batuk sekali-sekali, muntah ada lendir, Diare 5x,
mendapat Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO dan Ketokonazol
1x50 mg PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam, Balance/24jam: 330 ml, Diuresis/24 jam: 5,5 ml/kg/jam (balance negatif tanpa
dehidrasi, poliuri). Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat
jalan. Divisi nutrisi: diet masih MC (makan cair) 8x150 ml,
BB: 8,5 kg, Diberikan vitamin A 200.000 IU.
tanggal 25 September 2013:
Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir putih
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif pada tingkat kompensasi.
Planning:
Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 3x sehari
Ambroxol 5 ml oral
Kustiningsih
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis,
penurunan imunitas
Respon Adaptif:
Tanggal 21 September 201: masuk ARA-C 20 cc/jam dari
jam 20.00 WIB tanggal 20 September sampai jam 20.00
WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Ronde
dokter hematologi rencana IT dengan dipayungi TC.
Tanggal 22 September 2013: mendapatkan kemoterapi
doxorubicin dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25
ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam.
Tanggal 23 September 2013: telah dilakukan transfuse TC
2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan
1 mg dexametason 60 ml/jam, dilakukan IT pertama
dengan MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab,
hasilnya: hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/
µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL,
glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast.
Tanggal 24 September 2013: Infus KAEN 1B+
ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan
menjadi 40 ml/jam. Dilakukan cek DPL, jika baik bisa
rawat jalan (hasil
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
29
Tanggal
Diagnosa
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
2,7
3
3
3
2,7
2,7
2,7
5
5,6
6
5
5
Implementasi
Evaluasi
Ttd
kental, dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah
mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan
ditemukan sel blast. Pasien telah dilakukan cek DPL ulang.
Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason
40 ml/jam. Balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8
ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). BB: 85
kg, status gizi buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml.
08.15 WIB
 Mengkaji tanda perdarahan pada anak
08.30 WIB.
 Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah 2x dan sampai
pagi ini BAB 2x.
 Menimbang BB pasien hari ini BB: 8,6 kg, PB: 80 cm
 Kolaborasi dengan dokter nutrisi:
BB: 8,6 kg tidak ada oedem, BBI: 10,4 kg, BB/PB: 82,69%,
LILA:11 LLA/U: 11/15,1: 72,85%, saat ini status nutrisi pasien
kembali pada gizi buruk sama seperti saat anak masuk. Diet dari
makan cair (MC) diganti menjadi F100 8x100 ml sejak tanggal
25 September 2013.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2
mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
09.00
 Memonitor kepatenan akses vena.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak
 Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat
 Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak
 Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam
 Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
DPL tidak tercatat oleh residen). Tanggal 25 September
2013: dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah
mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan
ditemukan sel blast, hasilnya anak tidak mengalami papil
edema. Anak telah dilakukan cek DPL ulang. Infus yang
terpasang KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg
dexametason 40 ml/jam, saat ini tidak ada perdarahan.
Kustiningsih
Respon Inefektif:
Hasil periksa DPL kemarin: Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%,
Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ:
0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca2+: 1, 03
mmol/l, Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl.
Kesan: anemia normositik normokrom, leukopenia,
hipokalsemia, hiponatremia.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan,
leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Planning:
Rencana dilakukan IT dengan MTX 10 mg nanti sore dan
pindahkan anak ke ruang febrile neutropeni.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Respon Adaptif:
orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika
minum susu, sehingga mulai pukul 21.00 sampai 03.00
susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1
kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
30
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
3
8
1
1
2
3
2,3,5,7
2
2,7
6
Implementasi
Evaluasi
keseharian
ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi kurang,
 Memberikan makan F100 100 ml
diet diganti MC 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi
 Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian,
higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak
menggunakan NaCl
anemis.
12.00 WIB
Respon Inefektif:
 Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul
Tanggal 21 September 2013: anak masih ada muntah,
 Memberikan obat Ambroxol 5ml PO
BAB: 3x sehari semalam, sariawan ringan, BB
 Memberikan Amoxiclav 3x4 (100 mg) PO
menjadi:9,2 kg, turun (0,9 kg) dari kemarin (10,1 kg),
 Memotivasi ibu memberikan makan F100 100 ml
BBI: 10,4 kg, masih ada oedem, Satus nutrisi: gizi kurang,
 Menerima hasil lab. DPL kemarin: Menerima dan melakukan Diet MC (makan cair) 8x150 ml. Tanggal 22 September
analisa hasil lab DPL:Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%, 2013: ada muntah, BAB 5x sehari, demam tidak ada, anak
Trombosit:36rb/µL,
Leukosit:
19,70
x103/µL,
HJ: mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang, BB: 8,9 kg
2+
0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca : 1, 03 mmol/l, turun (0,3 kg) dari BB kemarin (9,2 kg). Anak
Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia mendapatkan kemoterapi doxorubicin 10 mg dalam Nacl
normositik
normokrom,
leukopenia,
hipokalsemia, 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 –
hiponatremia.
17.00 WIB. Tanggal 23 September 2013: Anak masih
 Pasien diberikan intratekal MTX 10 mg sore ini , melihat dari muntah, BAB 4x dalam sehari, BB: 8,7 kg turun (0,2 kg)
hasil pemeriksaan lab. tanggal 23 September 2013 kemarin dari berat badan kemarin (8,9kg). Diet masih MC (makan
(hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak cair) 8x150 ml, dilakukan IT pertama dengan MTX 10
ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg, hasil pemeriksaan lab. protein: 30 mg/dL, glukosa
mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast).
cair: 57 mg/dL. Tanggal 24 September 2013: muntah ada
13.00 WIB
lendir, Diare 5x, BB: 8,5 kg turun (0,2 kg) dari BB kemrin
 Memonitor tetesan infuse infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg (8,7kg). Diberikan vitamin A 200.000 IU, diet masih MC
dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam.
(makan cair) 8x150 ml, mendapat Amoxyclav 2x4 ml
 Menganalisa hasil konsulan neurologi: anak mengalami (100 mg) PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1
strabismus/ juling dan matakiri meninjol sejak lahir, dan mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam,. Tanggal
semakin membesar 10 hari sebelum masuk RS, ditemukan 25 September 2013: Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada,
adanya pembesaran pada leher 10 cmx8cmx6cm dan anak sesak ada, lendir putih kental. BB: 8,5 kg sama dengan BB
tampak sesak. Disarankan pasang trakeostomi. Dan kemoterapi kemarin,
protokol LMNH.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Ttd
Kustiningsih
31
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
1,2,3,4,5,6,
7,8
1,2,7
3
2,7
7
7
4
Implementasi
14.00 WIB
 Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
 Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi
 Monitor mual muntah anak
 Monitor tetesan infus
 Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
 Monitor balance cairan
14.15 WIB
 Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV
S: 370C
Pasien akan dipindah ke ruang Febrile Neutopeni.
Evaluasi
Ttd
tidak ada oedem/ bengkak, berat badan ideal: 10,4kg.
Pengukuran BB/PB: 8,5/10,4: 80,95%. LILA: 10,5 cm.
Pengukuran LLA/U: 10,5/15,1:69,53%, status gizi anak
buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. Saat ini BB klien: 8,5
kg, diberikan diet F100 dan masuk 120 cc dari 2x
pemberian.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan
nutrisi pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML
Respon Adaptif:
Saat ini anak tidak demam, RR: 30x/menit, S: 36,90C
Respon Inefektif:
Pasien mulai muncul demam tanggal 16 September setelah
itu mengalami demam naik turun sampai sekarang.
Demam berkurang dengan pemberian Paracetamol dan
kompres hangat.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat
kompensasi.
Planning:
Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam
Lakukan kompres hangat
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Saat ini KU lemah, Hb saat ini: 9,8 g/dl, BB: 8,5 kg. Saat
masuk KU pasien lemah, terbaring di tempat tidur,
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
32
Tanggal
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
tidak melakukan aktivitas harian atau bermain. Kondisi
badan anak mulai membaik, bisa duduk dan bermain di
tempat tidur pada tanggal 22 September. Kondisi klien
sekarang mulai melemah lagi.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada
tingkat kompensasi
Kustiningsih
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Kondisi anak kembali melemah, BB: 8,5 kg, PB: 80 cm,
LILA: 11 cm, status gizi anak saat ini kembali gizi buruk,
anak terbaring di tempat tidur.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada tingkat kompensasi
Planning:
Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Respon Adaptif:
Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,90C,.
N: 100x/menit, RR: 29x/menit, TD:100/60 mmHg, sudah
tidak oedem.
Respon Inefektif:
BB turun menjadi 8,5kg, balance/24jam: - 265 ml,
Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa
dehidrasi, poliuri).
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
33
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
volume cairan pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan
diuresis 24 jam.
25 Sep 2013
08.00-20.30
WIB
8. Kerusakan membran mukosa oral
Respon Adaptif: Respon Inefektif:
Membran mukosa kering, saat ini anak masih mengalami
mukositis ringan, anak belum mau oral higien dan kumur
NaCl 0,9%.
Proses adaptasi:
anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan
membrane mukosa pada tingkat kompensasi
Planning:
Monitoring membrane mukosa
26 Sep 2013
Pasien di pindah ke ruang perawatan Febrile Neutropeni pada
tanggal 26 September 2013 jam 17.00 WIB
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Ttd
34
Lampiran Kasus 1
FORMAT PENGKAJIAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY PADA
KASUS 1
Identitas Klien
Nama Anak
Tempat/Tgl Lahir
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Suku
Pendidikan
Alamat
Tanggal Masuk RS
Jam/ Ruang Rawat
Tanggal Pengkajian
No. Rekam Medis
Diagnosa Medis
DATA UMUM
: An. A.P
: 18 Oktober 2011
: L
: 1 tahun 11 bulan
: Islam
: Dayak
: Belum sekolah
: Jln. Penjajap Barat RT 004/004 Sambas
: 13 September 2013
: 10.00 WIB/ 112 A
: 13 September 2013
: 388-21-91
: AML (Acute Myeloid Leukimia) & Gizi Buruk Marasmik
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama/ Alasan Masuk RS
Anak A.P usia 1 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan, perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik
pada tungkai, BAB kecoklatan terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan
permukaan mengkilat. Dari keterangan Ibu, anaknya belakangan ini sering demam tinggi, lalu
diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien
dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Tanggal 8
September 2013 pasien dirawat di RSCM, masuk dengan perdarahan. Setelah dilakukan BMP
dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML
(Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I.
Riwayat Reproduksi
Prenatal
Usia ibu saat hamil
: 26 tahun
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : Rutin sebulan sekali
Keluhan selama hamil
: Tidak ada
Obat yang digunakan
: Tidak ada
Penyakit/ gangguan saat hamil
: Tidak ada
Intranatal
Jenis persalinan
: Spontan
Tempat persalinan
: Rumah bersalin Bidan
Penolong persalinan
: Bidan
Penyulit persalinan
: Tidak ada
Kematian ibu saat persalinan : Tidak ada
Postnatal
Antropometri
: PB: - cm,
BB: - gr
LK: - cm
LD: - cm (orang tua lupa)
Kondisi Lahir
: (x) Langsung menangis
(-) Kejang
() Sianosis
(-) Ikterik
(-) Kelainan kongenital
Anak ke
: I
Jumlah saudara: belum punya
Riwayat Kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah dialami, tempat dirawat & pengobatan:
Dari keterangan Ibu, anaknya akhir-akhir ini (2-3 bulan terakhir) sering demam tinggi, lalu
diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien
dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Tanggal 8
September 2013 pasien dirawat di RSCM, masuk dengan perdarahan. Setelah dilakukan BMP
dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
35
(Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Pasien
masuk ke ruang perawatan Non Infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13
September 2013 jam 10.00 WIB.
Imunisasi yang didapat
(x) BCG
(x) Polio
(x)
DPT
(x) Campak
(x) Hepatitis B
(-)
Lainnya
Riwayat sakit dalam keluarga :
Menurut keterangan orang tua dalam keluarga mereka belum ada yang mengalami penyakit
kanker, tapi kakak dari ayah pasien , meninggal saat masih kecil tidak diketahui sebabnya,
dengan gejala yang mirip dengan pasien.
A. MODEL ADAPTASI FISIOLOGIS
1. OKSIGENASI DAN SIRKULASI
PENGKAJIAN PERILAKU
KU anak
: sedang
Tekanan darah: 104/60 mmHg Respirasi: 24 x/mt Nadi: 100 x/mt
Suhu: 36,7 0C CRT:
<3 detik
Irama napas
(x) Regular
(-) Ireguler
Jenis pernapasan
(-) Takipnea
(-) Bradipnea
(-)
Dispnea
(-) Kusmaul
(-) ChyneStokes
(-)
Lain-lain:
Suara napas
(x) Vesikuler
(-) Ronkhi
(-)
Stridor
(-) Wheezing
(-) Lain-lain
Sekret/batuk
(-) Ada
(x) Tidak ada
Pergerakan dada
(x) Simetris
(-) Asimetris
Napas cuping hidung (-) Ya
(x) Tidak
Retraksi otot bantu napas (x) Tidak
(-) Ada (ICS, Supraklavikula, Substernal, Trakea).
Sianosis
(-) Ya
(x) Tidak
Capillary Refil Time (x) < 3 detik
(-) > 3 detik
Akral
(x) Hangat
(-) Dingin
Clubbing finger
(-) Ya
(x) Tidak
Kinjungtiva
(x) Anemis
(-) Tidak anemis
Bunyi jantung
(x) Murni
(-) Suara jantung tambahan
Irama jantung
(x) Regular
(-) Ireguler
Analisa gas darah : Tidak ada pH : - PaO2: - mmHg PaCO2 : - mmHg HCO3: - mmol/L
Saturasi O2: - %
Radiologi
: Tidak ada
EKG
: Tidak ada
CT Scan
: Tidak ada
Laboratorium
: Hb: 7,9 g/dl
Hmt :23,7%
Trombosit: 12 rb/µL
Eritrosit: 3,23 juta/µL
Masa perdarahan IV: >10 menit
Masa protombin: 16,2 detik
APTT: 36,2 detik
Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL
Terapi
: Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5
mg
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: Adanya perdarahan gusi, didapati BAB kecoklatan pada pasien, ptekie
pada kaki pasien.
Stimulus Kontekstual: Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak A.P dimana hasil BMP
tanggal 10 September 2013 menunjukkan positif AML.
Stimulus Residual
: Riwayat kesehatan keluarga, paman pasien (kakak dari ayah pasien)
meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebabnya, tapi mempunyai
gejala yang mirip dengan pasien sekarang.
MASALAH KEPERAWATAN: Potensial komplikasi kanker (AML): anemia, hemoragi/
perdarahan, leukositosis
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
36
2. NUTRISI
PENGKAJIAN PERILAKU
Antropometri:
Usia
: 1 tahun 11 bulan
BB/U
: 8,6/12 x 100 : 71,67%  ((-3) - (-2) SD)
BB sebelum sakit : ortu lupa
PB/U
: 80/86,9 x 100 : 92,06%  ((-3) - (-2) SD)
BB sekarang
: 8,6 Kg
BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69%  ((-3) - (-2) SD)
TB
: 80 cm
LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85%  - (-3 SD)
LLA
: 11 cm
BBI
: 10,4 kg.
LK
: 48 cm
Klinis pasien : terdapat wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4
cm bpx. Anak malas makan hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau
minum susu, hanya minum air dan ASI.
Skrining Risiko Malnutrisi (berdasarkan adaptasi STRONG-kids)
Parameter
Anak tampak kurus
Penilaian
( ) Tidak
(x) Ya
( ) Tidak
(x) Ya
Skor
0
1
0
1
Terdapat salah satu kondisi berikut:
 Diare ≥ 5 kali sehari atau muntah > 3 kali/hari dalam seminggu
terakhir
 Asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir
( ) Tidak
(x) Ya
0
1
Terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien berisiko
mengalami malnutrisi:
Diare kronik ( > dari 2 minggu)
Kelainan anatomi
daerah mulut
(Tersangka) penyakit jantung bawaan
Trauma
(Tersangka) HIV
Kelainan
metabolik bawaan
(Tersangka) Kanker
Retardasi mental
Penyakit hati kronik
Keterlambatan
tumbuh kembang
Penyakit ginjal kronik
Rencana/ pasca
operasi mayor
TB paru
Terpasang stoma
Luka bakar luas
( ) Tidak
(x) Ya
0
1
Terdapat penurunan BB dalam 1 bulan terakhir (berdasarkan penilaian
obyektif BB/ penilaian subyektif orang tua, untuk bayi < 1 tahun BB
tidak naik dalam 3 bulan terakhir)
Total skor
4
Interpretasi Skor
( ) skor 0 Risiko rendah
( ) skor 1-3 Risiko sedang
(x) skor 4-5 Risiko Berat
Status gizi:
( ) Gizi baik
( ) Gizi kurang
(x) Gizi buruk
( ) Gizi lebih
Kesan
: Status gizi buruk, perawakan sedang.
Nafsu makan
(x) Anoreksia
( ) Mual
( ) Muntah
( ) Sulit menelan
Skala muntah:
=0
Frekuensi makan: 3 x/hari, 3-5 sendok makan saja.
Jenis makanan : makananan utama
(nasi).
Diet khusus:
(x) Ya, NTS (Nasi Tim Saring) 800 kkal & MC (Makan Cair) 4x 400 kkal
( ) Tidak
Alergi makanan:
( ) Ya
(x) Tidak
Gangguan pengecap ( ) Labiopalatoskizis
( ) Labioskizis
( ) Lainnya,…….…
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
37
Mukosa
( ) Pucat
Mulut
Lidah
Gusi
Somatitis/ mukositis
( ) Lembab
(x) Kering
(x) Bersih
(x) Bersih
(x) Perdarahan
( ) Ya
( ) Lesi
( ) Kotor
( ) Kotor
( ) Radang
(x) Tidak
Pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire)
1.
Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang dirasakan pasien?
Hasil
0
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat berat
0
1
2
3
4
Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami pasien membatasi aktivitas berikut?
Tidak
0
Sedikit
1
Sebagian
2
Banyak
3
Tidak mampu
4
0
2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
0
6.
Bicara
0
Total Nilai VAS
0
Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6
0
0
0
Tingkatan Mukositis dari rata-rata nilai VAS:
0
: tidak mukositis
>0-2 : mukositis ringan
>2-3 : mukositis sedang
>3-4 : mukositis berat
Derajat mukositis
( ) Ringan
( ) Sedang
( ) Berat
Warna kulit
(x) Kemerahan
( ) Ikterik
( ) Cyanosis
()
Albino
( ) Pucat
Keadaan kulit
( ) Ruam
(x) Kering
( ) Lembab
()
Edema
(x) Ptekie di kaki
Laboratorium:
HB: 7,9 g/dl
Ht :23,7%
Trombosit: 12 rb/µL
Eritrosit: 3,23 juta/µL
Protein total: 7,4 g/dL
Albumin : 3,77 g/dL
Globulin: 3,63 g/dL
Ratio Albumin-Globulin: 1,0
Bilirubin Total: 0,34 mg/dL
Bil. Direk: 0,16 mg/d
Bil. Indirek: 0,18 mg/dL
SGOT: 23 U/L
SGPT : 8 U/L
Terapi : Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: Anoreksia/ penurunan nafsu makan dan asupan makan perhari tidak
mencukupi kebutuhan anak A.P
Stimulus Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah
ekstrim yang terkait dengan penyakit serius seperti kanker) dan infiltrasi
ke organ lain (hepatomegali) yang dialami anak A.P
Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, asupan tidak adekuat & infiltrasi ke organ hati.
3. ELIMINASI
PENGKAJIAN PERILAKU
BAB
: (x) Teratur
( ) Tidak teratur
Frekuensi BAB : 1-2 x/hari
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Tidak
mukositis
38
Konsistensi
Warna
Abdomen
:
:
:
(x) Lunak
( ) Kuning
( ) Nyeri Tekan
( ) Supel
Frekuensi BAK : 4-5 x/hari
Nyeri saat BAK : ( ) Ya
Warna
: (x) Jernih
Kandung Kemih : ( ) Nyeri Tekan
Bentuk Uretra : (x) Normal
BAK
: (x) Spontan
Lab Urin
: Tidak ada
Lab Feses
: Tidak ada
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: -
( ) Keras
(x) Berdarah
(x) Tidak
( ) Distensi
(x) Tidak
( ) Kuning
(x) Tidak
( ) Hipospadia
( ) Kateter
4. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT
PENGKAJIAN PERILAKU
Sianosis setelah aktivitas : ( ) Ya
Pergerakan
: ( ) Tidak ada hambatan
Kelemahan
Kekuatan otot : 5555/ 5555
4444/ 4444
( ) Cair
( ) Lainnya
ROM terbatas : (x) Ya
( ) Tidak
Hemiparese
Tidur Durasi : 1-2 jam siang, malam 8-10 jam.
Lain-lain
:Terapi
:
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: -
( ) Hematuria
( ) Epispadia
(x) Tidak
( ) Terhambat
(x)
( ) Hemiplegia
()
5. PROTEKSI/ PERLINDUNGAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Pembesaran kelenjar limfe : ( ) Ada
(x) Tidak
Respon peradangan
: ( ) Demam
(x) Kemerahan
(x) Bengkak
( ) Nyeri
Kebersihan Kulit : (x) Bersih
( ) Kotor
Lesi
: ( ) Ada
(x) Tidak
Turgor
: (x) Baik
( ) Jelek
Oedem
: ( ) Ada
(x) Tidak
Kebersihan rambut: (x) Bersih
( ) Kotor
Distribusi rambut : (x) Merata
( ) Tidak Merata
( ) Aloplesia
Laboratorium
: Leukosit: 21,73 x 103 / µL
Eosinofil: 0,0 %
Neutrofil: 9,0%
Limfosit: 49,0 %
Monosit: 0,0 %
LED: 127 mm
Terapi
:
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: imunitas menurun
Stimulus Kontekstual : riwayat demam naik turun sebelum di bawa ke RS
Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: PK kanker: leukositosis & penurunan imunitas
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
39
6. SENSASI
PENGKAJIAN PERILAKU
Penglihatan
Pupil
: (x) Isokor
Skelera
: ( ) Ikterik
Konjungtiva
: (x) Anemis
Gangguan Penglihatan : (x) Tidak
Oedem
Palpebra
: ( ) Cekung
Tidak membuka sempurna
Pendengaran
Ketajaman pendengaran: (x) Baik
Bentuk telinga
: (x) Simetris
Lain-lain................................
Kebersihan
: (x) Bersih
Penciuman
Letak Hidung
: (x) Simetris
Kebersihan
: (x) Bersih
Nyeri
: (x) Tidak
Skala wajah:
FLACC
Wajah
0: Tdk ada
ekspresi
1: Kadang
menangis
2: Rahang
menutup
Mengeritkan
dahi
( ) Anisokor
(x) Anikterik
( ) Ananemis
( ) Ya
()
(x) Membuka & menutup spontan
( ) Kurang
( ) Asimetris
()
()
( ) Kotor
( ) Asimetris
( ) Kotor
( ) Ya (skala 1-10)
Ekstremitas
Gerakan
Menangis
0: Posisi rileks
1:
Gelisah,tegang
2: Menendang
Menarik kaki
0: Berbaring tenang
1: Menggeliat, bolak
balik, tegang
2: Posisi tubuh
meringkuk
0: Tidak menangis
1:
Merintih,merengek
2: Menangis tersedu
Total skor : 0
Kemampuan
ditenangkan
0: Senang, rileks
1: Dapat ditenangkan dgn
sentuhan/pelukan
2: Tdk dapat/sulit
ditenangkan
Terapi
:PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: 7. CAIRAN ELEKTROLIT
PENGKAJIAN PERILAKU
Jenis minuman yang dikonsumsi: (x) ASI
( ) PASI
(x) Lainnya: air putih
(x) Jika ASI,
frekeunsi sesuai keinginan anak
Cara Minum : (x) Botol susu
( ) Cup
( ) Jumlah: 20-50 ml
Turgor kulit : (x) Baik
( ) Menurun
( ) Jelek
Haus
: ( ) Ya
(x) Tidak
Mata cekung : ( ) Ya
(x) Tidak
Tingkat Dehidrasi : ( ) Ringan
( ) Sedang
( ) Berat
Laboratorium : Tidak ada
Natrium:........... mmol/l Kalium: ...........mmol/l Chlorida:
.............mmol/l
Terapi : IVFD Jenis: N5
Jumlah: 5 tpm makro atau 20 tts/mnt Lainnya : PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
: Perdarahan pada gusi, saluran cerna, ptekie pada kaki.
Stimulus Kontekstual : Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak (AML).
Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: Resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
40
8. FUNGSI NEUROLOGI
PENGKAJIAN PERILAKU
Kemampuan Mengikuti Perintah : (x) Baik
( ) Tidak
Artikulasi dan Kefasihan Bicara
: (x) Baik
( ) Tidak
Kesadaraan : (x) Compos mentis
( ) Apatis
( ) Somnolent
( ) Soporus Coma
GCS : E 4 M 5 V 6 Total : 15
Kejang : (x) Tidak
( ) Ya, Durasi......detik
Refleks : Menangis
(x) Kuat
( ) Lemah
Refleks : Grap
( ) Kuat
( ) Lemah
Sucking
( ) Kuat
(x) Lemah
Moro
( ) Kuat
( ) Lemah
Rooting
( ) Kuat
( ) Lemah
Refleks Fisiologis: (x) Biseps +/+
(x) Trisep +/+
(-) Patella ......../.......
Refleks Patologis: (-) Babinski
(-) Budzinski
(-) Kernig
( ) Lainlain,…………………..
Nervus Cranial : (x) Normal
( ) Tidak normal, ...........................................................
Tes Diagnostik : Tidak ada
Terapi : Tidak ada
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: 9. FUNGSI ENDOKRIN
PENGKAJIAN PERILAKU
Kreatinisme : ( ) Ya
(x) Tidak
Gingantisme : ( ) Ya
(x) Tidak
Laboratorium : GDS..........mg/dl
GDP.........mg/dl
Terapi
:PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: -
GD2JPP.....mg/dl
B. MODEL ADAPTASI KONSEP DIRI
PENGKAJIAN PERILAKU
Keadaan Emosi
: ( ) Senang
( ) Marah
( ) Cemas
( ) Takut
(x) Sedih
( ) Diam
Citra Tubuh
: anak A.P belum bisa dikaji
Identitas Diri
: anak A.P mengenali dirinya dan lingkungan dimana dia saat ini.
Ideal Diri
: belum bisa dikaji
Harga Diri
: belum bisa dikaji
Moral, Etik, Spiritual: anak A.P dan orang tuanya beragama Islam.
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: C. MODEL ADAPTASI FUNGSI PERAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Tingkat perkembangan saat ini : anak A.P saat ini berusia 1 tahun 11 bulan, belum sesuai dengan
perkembangan anak seusianya. Anak mulai berjalan umur 16
bulan, tapi sejak sakit tidak mampu berjalan lagi karena kakinya
lemah.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
41
Gambaran interaksi anak dengan orang lain: kondisi anak saat ini lemah, hanya mau berinteraksi
dengan orang tua saja.
Peran anak dalam keluarga
: sebagai harapan dan cita-cita orang tuanya.
Pengharapan keluarga
: anak sembuh dan dapat beraktivitas lagi seperti sebelum sakit.
Harapan terhadap diri sendiri : anak belum mengungkapkan keinginannnya.
Peran selama sakit
:
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: D. MODEL ADAPTASI INTERDEPENDENSI
PENGKAJIAN PERILAKU
Hubungan dengan Keluarga, Teman, Lingkungan: (x) Baik
( ) Tidak,
………………………………………….
Kasih Sayang
: (x) Mendapatkan
( ) Tidak, ………………………………
Orang Terdekat
: (x) Orang tua
( ) Saudara
( ) Teman
()
Lain-lain, ……………………….
Pengasuh anak
: (x) Orang Tua
( ) Baby Sitter
( ) Nenek/kakek
Tingkat Kemandirian : (x) Ketergantungan penuh
( ) Mandiri
Pemenuhan kebutuhan sehari hari dibantu oleh: orang tua
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal
:Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual
:MASALAH KEPERAWATAN: -
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
42
Pato Flow AML
Faktor Predisposisi
(Benzene, Radiasi Ionik, Irisomi Kromosom 21 (herediter)
Sindrome Bloom & Anemia Fanconi (genetic))
Faktor Etiologi
( Idiopatik)
Faktor Pencetus
(Pengobatan Sitostatika
Pada Tumor Padat)
Mutasi Somatik Sel Induk ( Myeloid)
 Pemeriksaan Sitogenik : Kelainan
dihubungkan dgn prognosis
Blokade Maturitas Sehingga Proses Deferensiasi sel-sel induk terhenti
pada sel muda (blast) & Proliferasi
Akumulasi Sel-sel Muda Dlm Sumsum Tulang
Kegagalan Sum-Sum Tulang
 Hitung darah Lengkap : Anemia,
Trombositopenia, leukosit
 Aspirasi & Biopsi Sumsum Tlg :
Hiperseluler
 Apusan darah tepi : Adanya sel
muda (Mioblast, Limfoblast,
Monoblast , Eritroblast)
Sel Leukemia
HyperKatabolisme
Penurunan RBC
Anemia
Penurunan WBC
Infeksi
Penurunan Platelet
Perdarahan
Nyeri Tulang
& Sendi
Fraktur Fisiologis
Nyeri Tulang
Peningkatan TD
Infiltrasi Ke Organ
Kerapuhan
Tulang
Tulang
Katabolisme
Meningka
t
Keringat
Mala
m
Darah
Sindroma
Hypervisikosit
as
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Koheksi
Tempat Ektra Medular Lain
Asam Urat
Mening
kat
Gagal
Gin
jal
Lympadenopati, Hepatomegali, Splenomegali,
Meningitis, Lesi Kulit, Pembesaran Testis
Gout
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 4
Laporan Proyek Inovasi
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
LAPORAN PROYEK INOVASI
OPTIMALISASI PENGUKURAN TINGKAT MUKOSITIS
MENGGUNAKAN SKALA OMDQ (ORAL MUCOSITIS DAILY
QUESTIONNAIRE) PADA PASIEN ANAK DENGAN
KEMOTERAPI BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE DI
RUANG NON INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
Oleh :
Kustiningsih
NPM : 1006833842
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kanker merupakan jenis penyakit keganasan disebabkan adanya penyimpangan
pertumbuhan sel-sel tubuh yang membelah secara tidak terkontrol dan menyerang organ
tubuh serta merusak fungsinya (Permono, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) (2011) jumlah penderita baru penyakit
kanker tahun 2020 diperkirakan meningkat hampir 20 juta penderita. Data 2010
menunjukkan populasi kejadian kanker pada anak di Indonesia sebanyak 5-7%,
meningkat dari tahun 2006 yang hanya 2% atau 4.100 kasus kanker baru setiap tahun.
Kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di seluruh dunia
(Hockenberry & Wilson, 2009). Tahun 2008 diperkirakan 7,6 juta orang di dunia
meninggal karena kanker atau sekitar 13% dari semua penyebab kematian, dan 70%
kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah, dan sekitar 96 ribu
terjadi pada anak usia 0-14 tahun, sedangkan angka kematian akibat kanker di seluruh
dunia diperkirakankan akan terus meningkat dengan perkiraan sekitar 12 juta di tahun
2030 (International Agency for Research on Cancer (IARC).
Pengobatan kanker secara umum terdiri dari terapi bedah, radio terapi dan kemoterapi.
Kemoterapi menjadi urutan pertama terapi yang sering digunakan. Bulan JanuariOktober 2013, jumlah anak yang menjalani kemoterapi di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta mencapai 1.694 anak. Efek samping kemoterapi dapat merusak
sel-sel yang mempunyai aktivitas proliferasi berlebih, seperti sumsum tulang dan sel
epitel mukosa sehingga menyebabkan depresi sumsung tulang, mukositis, stomatitis, dan
serostonia (Sutaryo, 2005).
Mukositis merupakan suatu proses reaktif yang menyerupai peradangan pada membran
mukosa orofaring akibat efek samping kemoterapi (Spijkervet, 1996). Mukositis oral
sering menyebabkab ketidaknyamanan yang membuat pasien kesulitan makan, minum,
berbicara bahkan melakukan oral hygiene ( Qutob, Gue, Revesz, Logan & Keefe, 2012).
Proses ini disebabkan adanya interaksi yang kompleks antara kerusakan jaringan mulut,
1
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
keadaan lingkungan di rongga mulut, derajat penekanan sumsum tulang, dan faktor
predisposisi intrinsik pasien (Meraw & Reeve 1998). Keparahan mukositis tergantung
dari tipe terapi kanker dan kondisi kebersihan mulut anak (Spijkervet, 1996).
Secara biologi dijumpai lima fase terbentuknya mukositis yaitu 1) fase inisiasi;
kemoterapi berperan sebagai radikal bebas dapat merusak DNA, 2) fase message
generation; terjadi pengaktifan faktor transkripsi (NFkB) yang akan mengatur jumlah
proinflamatory cytokine/ interleukin 1 beta (IL–1β) dan tumor necrosis factor-alpha
(TNF-α). Sitokin IL-1 β) berperan untuk inflamasi dan dilatasi pembuluh darah sehingga
kemungkinan besar dapat menambah konsentrasi kemoterapi pada daerah tersebut,
sedangkan TNF- α menyebabkan kerusakan jaringan, 3) Fase signaling dan amplification;
TNF-α
mengaktifkan
NFkB,
mitogenactivated
protein
kinase
(MAPK),
dan
sphyngomyelinase pathways yang dapat memperbesar kerusakan sel dan jaringan
sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-5 hari setelah tahap awal
kemoterapi. Trauma kecil dari aktivitas sehari-hari seperti menelan dan mengunyah dapat
menyebabkan terjadinya ulserasi, 4) fase ulserasi/ bakteriologi; bila terjadi neutropenia
diduga terjadi kolonisasi bakteri pada ulkus sehingga di dalam jaringan mukosa banyak
mengandung endotoksin dan selanjutnya terjadi pelepasan IL-1β dan TNF- α, 5) fase
penyembuhan; terjadi repitelisasi pada ulkus yang ditandai dengan berpindahnya sel-sel
epitel ke sebelah bawah dari pseudomembran (fibrin clot) ulkus kemudian berproliferasi
sehingga menebal menjadi mukosa yang normal (Kostler, Hejna, Wenzel, Zielinski, 2001
& Woo, 2006).
Prevalensi mukositis pada pasien keganasan adalah 30%-39% (Ilgenli, 2001). Data
tentang mukositis yang terjadi pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo belum
terdokumentasikan secara jelas, akan tetapi berdasarkan pengamatan dan wawancara
terhadap perawat dan keluarga pasien anak di ruang non infeksi didapatkan sebagian
besar anak mengalami mukositis oral akibat kemoterapi. Selama praktek di ruang non
infeksi, residen menjumpai pasien anak dengan mukositis lebih dari 20 anak. Hasil
wawancara dengan head nurse ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo juga
mengungkapkan bahwa sebagian besar atau hampir 80% pasien anak mengalami
mukositis oral setelah kemoterapi.
2
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala ruang dan supervisor di ruang anak
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, instrumen atau format pengkajian untuk menilai skala
mukositis pada anak belum ada dan selama ini belum ada dokumentasi skala dan jumlah
anak yang mengalami mukositis di ruangan. Penilaian hasil pengkajian sangat penting
untuk mengevaluasi penatalaksanaan mukositis oral (Brown & Wingard , 2004). Untuk
melakukan uji klinis dalam pencegahan dan pengobatan mukositis, diperlukan instrumen
yang handal, valid, sensitif, dan mudah digunakan (Eilers & Epstein , 2004). Banyak
pengkajian mukositis yang digunakan pada orang dewasa yang menjalani kemoterapi dan
radioterapi, tetapi instrumen tersebut tidak divalidasi untuk menilai mukositis pada anakanak.
Beberapa intrumen untuk mengukur skala mukositis oral yang pernah digunakan
diantaranya WHO (Oral Toxicity Scale/ WHO Score), NCI-CTC (National Cancer
Institute Common Toxicity), RTOG (Radiation Therapy Oncology Group), OMAS (Oral
Mucositis Assessment Scale), OAG (Oral Mucositis Assessment Scale), OMDQ (Oral
Mucositis Daily Questionnaire), DMS (Daily Mucositis Scale), OEG (Oral Examination
Guide), WCCNR (Western Consortium of Cancer Nursing Research Scale), OMI (Oral
Mucositis Index), (Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L, 2008).
Menurut Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008), dalam
systematic review yang dilakukan pada 21 jurnal yang relevan melakukan pengikuran
skala mukositis oral (OM), menyebutkan diantara instrumen pengkajian mukositis yang
pernah digunakan pada anak dengan kanker meliputi skala WHO (Oral Toxicity Scale/
WHO Score), NCI-CTC (National Cancer Institute Common Toxicity), OMAS (Oral
Mucositis Assessment Scale), OAG (Oral Mucositis Assessment Scale). Dari berbagai
skala mukositis yang direview didapatkan hasil tidak ada standarisasi dalam penggunaan
skala OM (Oral Mucositis) pada anak, bahkan dalam penelitian untuk dewasa (Sonis &
Costello, 1995). Belum ada skala mukositis yang dikhususkan dan divalidasi khusus
untuk anak-anak. Sistematic review ini merupakan langkah awal pengembangan item
dalam skala mucositis yang sesuai untuk anak.
Berdasarkan penelitian Tomlison.D, Manji.A, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M,
Sung.L, (2010) pada anak ≥ 12 tahun dengan leukemia/ limfoma atau yang menjalani
transplantasi sel, menggunakan modifikasi skala OMDQ (Oral Mucositis Daily
3
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Questionnaire) yang dikhususkan untuk mengukur skala mukositis pada anak yang
mendapat kemoterapi didapatkan hasil bahwa, skala OMDQ (Oral Mucositis Daily
Questionnaire) valid dan reliable untuk menilai mukositis pada anak.
OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) yang sudah dimodifikasi untuk anak,
merupakan skala mukositis yang terdiri dari 6 pertanyaan berupa adanya nyeri pada mulut
dan tenggorokan, dan sebatas mana nyeri yang dirasakan pasien mempengaruhi/
mengganggu tidur, menelan, minum, makan dan bicara pasien. Masing-masing pilihan
pertanyaan mempunyai rentang nilai 0-4, dimana nilai tersebut akan menunjukkan
tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan, semakin besar tingkatan/ derajat
mukositis yang dialami pasien anak. Skala ini akan dipantau dalam aktivitas harian klien.
Skala ini memungkinkan anak melaporkan gangguan fungsi oral yang dirasakan tanpa
harus setiap hari membuka mulut untuk diperiksa, karena pada sebagian anak hal ini
merupakan tindakan yang menyakitkan dan biasanya anak menolak. Hal ini bisa
mengakibatkan obyektivitas dalam menilai mukositis akan terganggu, jika skala yang
dipakai mengharuskan kita mengekplorasi mulut anak untuk menentukan derajat
mukositis (Tomlinson et al, 2007). Pengalaman selama melakukan pemeriksaan oral pada
pasien, banyak anak menolak untuk dilakukan pemeriksaan mulut dalam menilai
mukositis yang dialami, terlebih lagi bila menggunakan spatel lidah sehingga hasilnya
kurang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, residen tertarik untuk menerapkan penggunaan skala
OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) yang terus berkembang dalam menilai
mukositis pada anak dan adanya dukungan dari pihak manajer operasional serta pihak
ruangan lantai I gedung A, maka residen membuat proyek inovasi dengan judul “
Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral Mucositis Daily
Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi berdasarkan Evidence Based
Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”.
2. Tujuan
3.1 Tujuan Umum
Mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas melalui pengkajian yang komprehensif
dalam menilai mukositis yang terjadi pada anak dengan kanker atau menjalani
kemoterapi berdasarkan evidence base practice.
4
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
3.2 Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran format pengkajian untuk menilai skala mukositis yang terjadi
pada anak dengan kanker atau mendapatkan kemoterapi sehingga dapat meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas.
b. Mendeteksi lebih awal tanda dan gejala mukositis yang terjadi pada anak, sehingga
bisa menentukan penanganan yang tepat.
c. Menerapkan intervensi keperawatan berdasarkan evidence base practice.
3. Manfaat
4.1 Rumah sakit
Menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk menerapkan dan mengembangkan
format pengkajian dalam menilai skala mukositis yang terjadi pada pasien anak di ruang
non infeksi RSUPN Dr, Cipto Mangunkusumo.
4.2 Perawat
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang penilaian skala mukositis yang terjadi
selama anak menjalani perawatan atau mendapatkan kemoterapi. berdasarkan evidence
base practice.
4.3 Pasien dan Keluarga
Memberikan perlindungan terhadap peningkatan keselamatan pasien dan memberikan
kenyamanan terhadap tindakan yang diberikan terutama pasien dengan masalah
hematologi dan onkologi yang mendapatkan kemoterapi.
5
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Mucositis Oral
1. Definisi
Mukositis oral adalah salah satu gangguan kesehatan mulut dimana terjadi inflasi
dan ulserasi pada membran mukosa sebagai efek samping dari kemoterapi dan
pengobatan radiasi untuk kanker (Sonis et.al 2004).
2. Penyebab Mukositis
Mukositis disebabkan oleh iatrogenik, bakteri, virus dan jamur. Penyebab
iatrogenik adalah mukositis yang disebabkan karena pemberian kemoterapi, yang
mengakibatkan komplikasi langsung pada mulut karena efek stomatotoksik dari
obat-obat antineoplasma yang menyebabkan mukositis, dan juga efek tidak
langsung yang berupa mielosupresi yang mengakibatkan perdarahan dan infeksi
pada mulut (Tomlinson & Kline, 2005).
Selain iatrogenik, mukositis juga disebabkan oleh mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, dan jamur (Tomlinson & Kline, 2005). Bakteri yang sering menyebabkan
mukositis pada pasien anak dengan kanker adalah bakteri anaerob gram negatif,
Klebseilla, Enterobacter, Serratia, Proteus dan Escherichia coli (Tomlinson &
Kline, 2005).
Sedangkan virus yang menyebabkan mukositis diantaranya Herpes simplex,
Cytomegalovirus,
Varicella
zoster,
dan
Epstein
Barr
virus.
Menurut
UKCCSGPONF (2006) bahwa virus yang menyebabkan mukositis pada anak
dengan kanker disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) sekitar 80%, dan
Candida albicans adalah jenis jamur yang sering menyebabkan mukositis
(Tomlinson & Kline, 2005; UKCCSG-PONF, 2006).
3. Patofisiologi Mukositis
Patofisiologi mukositis tidak dijelaskan secara penuh, tetapi dapat dibagi menjadi
2 (dua) yaitu mukositis langsung dan mukositis tidak langsung (Tomlinson &
Kline, 2010). Mukositis langsung terjadi pada sel-sel epitel mukosa mulut yang
6
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
mangalami perubahan, dan melalui mekanisme toksisitas langsung pada sel-sel
mukosa.
Kemoterapi
dan
radioterapi
mempengaruhi
kematangan
dan
pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada
mukosa yang normal dan kematian sel. Mukositis ini bisanya terjadi pada hari ke
7 sampai 14 (Otto, 2001).
Mukositis tidak langsung disebabkan oleh invasi langsung dari bakteri gram
negatif dan jamur. Mukositis ini terjadi melalui mekanisme tidak langsung pada
sumsum tulang yang menyebabkan granulositopenia sehingga mempermudah
terjadinya infeksi dan perdarahan pada mukosa. Lapisan mukosa rongga mulut
yang diyakini sebelumnya akan sangat rentan terhadap kerusakan selama
menjalani terapi kanker, dikarenakan sebagian besar perawatan untuk kanker tidak
dapat embedakan antara sel-sel sehat dan sel kanker. Kemoterapi juga biasanya
menyebabkan pembelahan pada sel seperti sel mukosa mulut dan tenggorokan,
sehingga sel menjadi rusak selama pengobatan (Sonis, 2007).
Mukositis terbagi menjadi 4 fase, yaitu fase inflamasi, fase epitel, fase ulserasi
dan fase penyembuhan. Fase yang pertama adalah fase inflamasi, pada fase ini sel
epitel, endothelial dan jaringan konektif dalam mukosa mulut terkena radikal
bebas, sehingga memacu respon inflamasi dengan pengeluaran sitokinin,
interleukin IB, prostaglandin, dan faktor nekrosis tumor (TNF). Mediatormediator
inflamasi ini menyebabkan kerusakan secara langsung maupun tidak langsung
pada mukosa mulut dengan meningkatkan permeabilitas membran (Scardina,
Pisano & Messina, 2010; Sieracki et al., 2009).
Pada fase kedua atau fase epitel terjadi penghambatan pembelahan sel epitel pada
mukosa mulut, menyebabkan sel-sel epitel berkurang dan tidak segera diganti oleh
sel epitel yang baru, hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan epitel, epitel
menjadi atrofi dan terjadi eritema karena peningkatan vaskularisasi. Pada fase ini
pasien mengalami kesulitan bicara dan menelan, dan ketika mengunyah makanan
dapat menyebabkan ulserasi (Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004).
7
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Fase ke tiga disebut fase ulserasi, dimana kerusakan epitel menyebabkan eksudasi
dan pembentukan pseudomembran. Pada fase ini terjadi kolonisasi mikroba pada
permukaan mukosa yang rusak, hal ini dapat diperburuk oleh keadaan netropenia
(Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004). Pada fase ini luka pada mukosa
menembus epitel sampai lapisan submukosa yang menyebabkan rasa nyeri dan
mengalami disfungsi.
Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan, dimana terjadi pembentukan sel-sel
epitel yang baru, fase ini biasanya terjadi pada hari ke 12-16, tetapi tergantung
oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi epitel, pembentukan kembali flora
normal, tidak adanya faktor yang mengganggu penyembuhan luka, infeksi dan
iritasi mekanis (Sonis, 2004).
Sedangkan menurut Kostler, Hejna, Wenzel, Zielinski, 2001 & Woo, 2006, ada
lima fase terbentuknya mukositis yaitu 1) fase inisiasi; kemoterapi berperan
sebagai radikal bebas dapat merusak DNA, 2) fase message generation; terjadi
pengaktifan faktor transkripsi (NFkB) yang akan mengatur jumlah proinflamatory
cytokine/ interleukin 1 beta (IL–1β) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α).
Sitokin IL-1 β) berperan untuk inflamasi dan dilatasi pembuluh darah sehingga
kemungkinan besar dapat menambah konsentrasi kemoterapi pada daerah
tersebut, sedangkan TNF- α menyebabkan kerusakan jaringan, 3) Fase signaling
dan amplification; TNF-α mengaktifkan NFkB, mitogenactivated protein kinase
(MAPK), dan sphyngomyelinase pathways yang dapat memperbesar kerusakan sel
dan jaringan sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-5 hari setelah
tahap awal kemoterapi. Trauma kecil dari aktivitas sehari-hari seperti menelan dan
mengunyah dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, 4) fase ulserasi/ bakteriologi;
bila terjadi neutropenia diduga terjadi kolonisasi bakteri pada ulkus sehingga di
dalam jaringan mukosa banyak mengandung endotoksin dan selanjutnya terjadi
pelepasan IL-1β dan TNF- α, 5) fase penyembuhan; terjadi repitelisasi pada ulkus
yang ditandai dengan berpindahnya sel-sel epitel ke sebelah bawah dari
pseudomembran (fibrin clot) ulkus kemudian berproliferasi sehingga menebal
menjadi mukosa yang normal.
8
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mukositis
Faktor yang mempengaruhi mukositis diantaranya adalah usia, status gizi, jenis
kanker, pemberian kemoterapi, dan pemberian radioterapi. Menurut Beck (1999)
dalam Eilers (2004) pada anak-anak dan lansia mempunyai resiko lebih tinggi
mengalami mukositis dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya. Pada
anak-anak sel-sel epitel pada membran mukosa lebih sensitif mengalami
toksisitas, dan keganasan hematologi mengakibatkan mielosupresi
yang
mempengaruhi terjadinya mukositis. Sedangkan pada lansia diketahui mengalami
penurunan pertumbuhan sel yang baru, dan berkaitan dengan fungsi ginjal.
Status gizi juga mempengaruhi terjadinya mukositis, pada asupan tinggi glukosa
atau protein, dan malnutrisi kekurangan protein menyebabkan terjadinya
peningkatan sakit gigi, dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya dehidrasi
yang menyebabkan iritasi dan penurunan pertumbuhan sel-sel epitel mukosa
(Eilers, 2004). Indikator status gizi memberikan gambaran tentang keadaan
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh, yang ditandai oleh
pertumbuhan fisik berupa ukuran tubuh yaitu berat badan, tinggi badan dan yang
lainnya. Status gizi ditentukan berdasarkan Body Massa Index (BMI) menurut
usia yang berdasarkan grafik z-score WHO (2007). Status gizi dibagi menjadi 5
kriteria yaitu sangat kurus pada persentil <-3SD, kurus antara persentil -3SD
sampai dengan -2SD, normal pada persentil -2SD sampai dengan +1SD, gemuk
persentil +1SD sampai dengan +2SD, dan obesitas pada persentil lebih dari +2SD
(WHO, 2007).
5. Instrumen Pengkajian Mukositis
Dalam menentukan terjadinya mukositis dan stadium mukositis perlu dilakukan
penilaian mulut untuk mengkaji mukositis (Tomlinson & Kline, 2005; Otto,
2001), penilaian kondisi mulut yang efektif sebaiknya dilakukan setiap hari atau
dua kali sehari (Garcia & Caple, 2011)
a. Oral Exam Guide (OEG)
Pengkajian
mulut,
menggunakan
OEG
ini
yang
dinilai
meliputi
inspkesi/observasi, persepsi pasien, dan kondisi fisik. Inspkesi/observasi
dilakukan oleh klinisi meliputi: bibir (tekstur, warna, kelembaban), lidah
9
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
(tekstur, warna, kelembaban), membran mukosa palatum, uvula dan tonsil
(warna, kelembaban), gusi (warna, kelembaban), gigi (kebersihan, keutuhan),
saliva, suara, kemampuan menelan. Setiap aspek dinilai dengan skala nominal
1 sampai 4, 1 apabila normal/tidak ada masalah, dengan peningkatan
perubahan atau masalah, skala yang paling tinggi adalah 3 (Eilers & Eipsten,
2004).
b. Oral Assessment Giude (OAG)
Pengkajian mulut menggunakan OAG dilakukan melalui pengkajian klinis
meliputi suara, menelan, bibir, lidah, saliva, membran mukosa, gusi, dan gigi.
Setiap aspek dinilai dengan skor 1 sampai 3, skor 1 apabila normal, skor 2 bila
terjadi perubahan fungsi tetapi tidak semua, atau kerusakan ringan, dan skor 3
apabila terjadi kerusakan dan hilangnya fungsi dari aspek tersebut (Scardina,
Pisano & Messina, 2010, Eilers & Eipsten, 2004). Skor tersebut kemudian
ditambahkan untuk menghasilkan skor mukositis antara 8 – 24. Pengkajian
mulut menggunakan instrumen OAG dapat digunakan untuk anak-anak,
Karena sederhana, dan hanya membutuhkan waktu 3-4 menit untuk
melakukannya.
c. Oral Mucosa Rating Scale (OMRS)
Pada pengkajian menggunakan OMRS hal yang dikaji adalah tipe dan
perubahan mukosa mulut meliputi: atropi, eritema, ulserasi, pseudomembran,
hiperkeratin, lichenoid, dan edema, termasuk skala nyeri dan keringnya
mukosa mulut. Beberapa aspek dinilai dengan skor 0 sampai 3 dari yang
normal sampai yang berat. Sedangkan skala visual analog meliputi tidak
terjadi kekeringan dan kekeringan yang sangat berat., serta tidak ada nyeri dan
rasa nyeri yang sangat hebat (Eilers & Eipsten, 2004).
d. Oral Mucositis Index (OMI)
Pengkajian keadaan mulut pada OMI terdapat jenis yaitu yang pertama terdiri
dari 34 item, dan yang kedua terdiri dari 20 item. Pada 34 item yang biasanya
dilakukan oleh ahli gigi yang professional meliputi: 11 item yang
menunjukkan atrofi (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, palatum,
10
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
dan lidah); 11 item ulser (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut,
lidah); 10 item eritema (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, lidah).
Pengkajian menggunakan OMI juga meliputi 20 item dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang lainnya, yang terdiri dari rata-rata empat tipe perubahan
mukosa dalam 9 area yaitu: atrofi (ujung lidah), edema (samping lidah),
eritema atas dan bawah mukosa bibir, eritema mukosa pipi kanan dan kiri,
dasar mulut, palatum, lidah; ulserasi atau pseudomembran (atas dan bawah
mukosa bibir, kanan dan kiri mukosa pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah).
Atropi, ulserasi, eritema, dan edema diberikan skor antara 0 (tidak ada gejala)
sampai 3 (gejala yang berat), dan kemudian skor dijumlahkan menjadi skor
total (Eilers & Eipsten, 2004).
e. Oral Mucositis Assessment Scale (OMAS)
Pengkajian menggunakan OMAS meliputi dua komponen yaitu pengkajian
klinis untuk menilai mukositis (eritema, ulserasi/psudomembran pada bagianbagian mulut) dan laporan pasien mengenai rasa nyeri dan kesulitan menelan
serta kemampuan makan. Pada eritema diberi skor 0 (tidak ada gejala) sampai
2 (gejala berat), ulserasi diberikan skor 0 (tidak ada) sampai 3 (ulserasi >
3cm). keluhan pasien diberikan dalam 100mm skala visual analog, dengan
skor antara 0 (tidak ada masalah) sampai 100 (masalah yang berat).
Kemampuan untuk makan menggunakan skala kategori jenis makanan (Eiliers
& Eipsten, 2004).
f. Oral Mucositis Daily Questionnaire/ OMDQ
Merupakan skala mukositis yang terdiri dari 6 pertanyaan yang dianalogikan
dengan skala VAS dari rentang nila 0-4. Pertanyaan meliputi 1) ada tidaknya
nyeri pada mulut dan tenggorokan, 2) apakah nyeri yang dirasakan pasien
menggangu mengganggu tidur, 3) apakah nyeri mengganggu saat menelan, 3)
apakah nyeri mengganggu saat minum, 5) apakah nyeri mengganggu saat
makan dan 5) apakah nyeri mengganggu bicara pasien. Nilai VAS 0-4 dalam
OMDQ menunjukkan tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan,
semakin besar tingkatan/ derajat mukositis yang dialami pasien anak
(Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C, Gassas, A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010).
11
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Rata-rata skala VAS 0: menunjukkan tidak ada mukositis. Jika rata-rata nilai
VAS dari 6 pertanyaan yang ada >0 sampai 2 (rata-rata VAS pada skala >0-2)
menunjukkan mukositis ringan. Rata-rata nilai VAS antara >2 sampai 3 (ratarata VAS >2-3) menunjukkan tingkat mukositis sedang. Rata-rata nilai VAS
antara >3-4 (rata-rata VAS >3-4) menunjukkan tingkat mukositis berat. Skala
ini dapat memantau mukositis anak pada hari-hari selanjutnya.
6. Penatalaksanaan Mukositis
Dalam menangani mukositis dapat diberikan terapi farmakologis maupun
nonfarmakologis. Pemberian terapi farmakologis berupa pemberian obat-obatan.
Obat-obatan yang diberikan adalah obat untuk mengatasi penyebab mukositis,
seperti obat antibakteri, antiinflamasi, anti jamur, maupun obat yang digunakan
untuk mengatasi nyeri yang ditimbulkan oleh mukositis, atau dapat juga diberikan
terapi obat-obatan yang dapat membantu percepatan pertumbuhan jaringan.
Obat-obat antibakteri yang diberikan pada pasien dengan mukositis biasanya
diberikan
antibiotik
seperti
polimyxin,
tobramycin,
amphotericin
B,
cotrimoxazole, gentamicin dan protegrin (Donnelly et al., 2003) pemberian
antibiotik ini bertujuan untuk melawan bakteri yang menyebabkan mukositis.
Obat antifungal yang diberikan pada anak dengan kanker yang mengalami
mukositis, diantaranya flukonazole, ketokonazole, mikonazole, itranazole, dan
nistatin (UKCCSG-PONF, 2006), Sedangkan pemberian antiinflamasi berguna
untuk menekan peradangan yang terjadi pada mukositis, obat antiinflamasi yang
diberikan pada pasien dengan mukositis adalah pemberian allopurinol, predison
atau kortikosteroid lainnya (Kwong, 2004; UKCCSG-PONF, 2006), dan obat
antivirus
yang
diberikan
untuk
menangani
mukositis
adalah
asiklovir
(UKCCSGPONF, 2006).
Selain pemberian antimikroba, pada mukositis juga diberikan obat-obatan yang
berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan, sehingga jaringan yang baru
cepat tumbuh, obat-obatan yang diberikan untuk mempercepat pertumbuhan
jaringan adalah granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF),
granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), palifermin, zinc, vitamin E dan
12
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Lalanyn L-Glutamin (Harris et al, 2008; UKCSSG-PONF, 2006). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Stiff, et al. (2006) dan Vadhan-Raj, et al. (2010)
palifermin terbukti dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru dengan
diproduksinya keratin, sehingga palifermin direkomendasikan untuk menangani
mukositis (Harris et al., 2008; UKCSSG-PONF, 2006).
Mukositis sering menimbulkan rasa nyeri, sehingga diperlukan analgesik,
analgesik yang diberikan bergantung pada skala nyeri yang dialami pasien. Pada
skala nyeri yang ringan jenis analgesik adalah analgesik jenis nonsteroid
antiinflamasi agen, sedangkan pada nyeri yang hebat dapat diberikan analgesic
jenis opiat atau narkotik (Tomlinson & Kline, 2005) atau pemberian polyvalent
intramuskular immunoglobulin (UKCSSG-PONF, 2006). Selain itu untuk
mengurangi nyeri dapat pula diberikan anesteri lokal seperti lidocain solution,
dyclonine hydrochloride, cocaine solution, aluminium hydroxide suspension
(Otto, 2001).
Terapi non farmakologis pada mukositis yang dilakukan adalah dengan
melakukan perawatan mulut. Perawatan mulut merupakan cara terbaik untuk
menjaga kesehatan, integritas, dan fungsi mulut. Menurut Cheng (2003) dalam
Tomlinson, & Kline (2005) perawatan mulut dapat mengurangi insidensi dan
keparahan mukositis, dan menurut Rogers (2001) agen kumur yang digunakan
yang tidak menyebabkan iritasi mekanik adalah normal saline dan sodium
bikarbonat (Tomlinson, & Kline, 2005), atau bisa menggunakan kombinasi
keduanya (Otto, 2001). Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah
dengan berkumur-kumur minimal empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005),
atau melakukan perawatan mulut minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan
setiap 2 jam sekali bila sudah mengalami mukositis (Otto, 2001).
Perawatan mulut dengan menyikat gigi sebaiknya menggunakan sikat gigi yang
berbulu lembut, dan dilakukan selama kondisi mulut pasien memungkinkan
(Tomlinson & Kline, 2005), sedangkan bila jumlah leukosit kurang dari
1000/mm3, jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 perawatan mulut dengan
cara menyikat gigi dan flossing tidak boleh dilakukan (Otto, 2001).
13
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Pada pasien yang mengalami mukositis dan menggunakan gigi palsu, sebaiknya
gigi palsu dilepas, karena akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme (Otto,
2001). Sedangkan pada keadaan bibir kering dan pecah-pecah dapat diberikan
pelumas bibir yang berfungsi untuk melembabkan dan mencegah keparahan bibir
yang pecah-pecah (Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001). Perawatan mulut harus
memperhatikan derajat mukositis, pada mukositis derajat ringan sampai sedang
perawatan mulut diakukan setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari,
sedangkan pada derajat mukositis berat perawatan mulut setiap 1 sampai 2 jam
pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4 jam pada malam hari (Otto, 2001).
Penderita mukositis sebaiknya menghindari obat kumur yang menyebabkan iritasi,
alkohol, tembakau, makanan panas, asam, pedas, atau keras (Otto, 2001),
sedangkan untuk meminimalkan komplikasi dengan memodifikasi asupan
makanan dengan jenis makanan yang lembut atau makanan cair tinggi kalori
tinggi protein, yang disajikan pada suhu kamar (Otto, 2001; Tomlinson & Kline,
2005). Pada mukositis berat berikan nutrisi enteral maupun parenteral (Otto, 2001;
Tomlinson & Kline, 2005).
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat sitostatika dalam pengobatan kanker. Agen
kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah
secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada traktus gastro intestinal.
Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang
memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual,
muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna, sedangkan pada sel rambut
mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi
misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena
efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel
normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih
cepat pulih dari pada sel kanker.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,
yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis
pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya
14
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan
salah satu efek samping pemberian kemoterapi. Untuk menghindari efek samping
intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung
secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang
menggunakan ukuran berat badan (Kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan
adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik,
koma, asites, sesak), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status gizi,
status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada
poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis
obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ
tersebut lebih minimal.
Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan mukositis terutama jenis kemoterapi yang
bersifat toksik terhadap mukosa seperti dalam 1)Antimetebolite: Capecitabine,
Cytosine arabinoside, Fludarabine, Fluorouracil, Gemcitabine, Mercaptopurine,
Methotrexate, Thioguanine, Trimetrexate, 2)Comptothecins: Irinotecan, Topotecan,
3)Miscellaneous: Hydroxyurea, Procarbazine, 4)Alkylating agents: Busulfan,
Carboplatin, Chlorambucil, Cisplatin, Cyclophosphamide, Ifosfamide, Melphalan
5)Plant Alkaloids: Etoposide, Teniposide Vinblastine, Vincristine, Vinorelbine,
6)Taxanes:
Daunorubicn,
Docetaxel,
Paclitaxel,
Doxorubicin,
7)Antibiotics:
Bleomicyn,
Dactinomycin,
Epirubicin,Idarubicin,
Mitomycin,
Mitoxantrone,
Plicamycin, 8)Ablative Doses: all antineoplastic (Otto, 2001; Hockenberry & Wilson,
2009; Tomlinson & Kline, 2010, Catane et al., 2006).
15
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB III
PENGKAJIAN DAN IDENTIFIKASI MASALAH
1. Hasil Pengkajian Kebutuhan Proyek Inovasi
A. Profil singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
1. VISI
Memberikan pelayanan keperawatan paripurna yang bermutu dan professional
dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia pasifik tahun
2014.
2. MISI
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat
2. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan
3. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel
3. MOTTO
R: Respek
S: Sigap
C: Cermat
M: Mulia
4. KOMITMEN
Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen kami. Senantiasa
memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan
menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami.
B. Analisis SWOT
1. STRENGTH (Kekuatan)
a.
RSCM sebagai rumah sakit yang sudah terakreditasi JCI dan rujukan tingkat
nasional, mengutamakan pelayanan asuhan keperawatan yang terbaik untuk
pasien.
b.
Monitoring dan evaluasi terus dilakukan terkait dengan 6 standar International
Patient Safety Goals.
c.
Dukungan dari manajemen dan perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan evidence base practice.
16
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
d.
Perawat ruangan anak sebagian sudah mendapatkan pelatihan tentang research
keperawatan dan evidence base nursing.
e.
Perawat ruang anak melakukan pengkajian keperawatan menggunakan format
pengkajian berstandar yang berlaku di RSCM.
f.
Tersedia SOP mengenai oral hygiene pada pasien dengan total care.
g.
Tersedia media edukasi/ leaflet tentang mukositis dan penatalaksanaannya.
h.
Pemberian pendidikan kesehatan sudah dilaksanakan sejak awal pasien masuk
sampai dipulangkan.
2.
WEAKNESS (Kelemahan)
a.
Belum tersedia format pengkajian status kesehatan mulut atau pengkajian
mukositis untuk menilai skala/ derajat mukositis khusus pada anak
berdasarkan evidence base practice dan mudah dilakukan oleh perawat.
b.
Kepala ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mengungkapkan bahwa
sebagian besar atau hampir 80% pasien anak mengalami mukositis oral setelah
pemberian kemoterapi.
c.
Belum ada dokumentasi tentang angka kejadian mukositis dan skala mukositis
yang terjadi pada pasien anak, meskipun selama ini kasusnya banyak
ditemukan.
3.
OPPORTUNITY (Kesempatan)
a.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan RS pendidikan dan terbuka
untuk proses berubah.
b.
Adanya perhatian dari
manajemen
gedung A dan ruangan untuk
mengoptimalkan pemberian tindakan keperawatan berbasis evidence base
nursing.
c.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan nasional,
selalu berkomitmen untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan
pelanggan.
d.
Tingginya pelayanan untuk tindakan kemoterapi pada anak di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo (Januari-Oktober 2013 mencapai 1.694 kemoterapi),
meningkatkan angka kejadian mukositis sebagai efek samping dari
kemoterapi.
17
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
e.
Adanya pengkajian skala mukositis pada anak, melengkapi format pengkajian
keperawatan yang ada dan meningkatkan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
4.
THREAT (Ancaman)
a.
Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan
kualitas pelayanan keperawatan.
b.
Masyarakat yang semakin kritis terhadap kualitas asuhan keperawatan.
c.
Program speak up yang dicanangkan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
memberi kesempatan masyarakat untuk lebih kritis terhadap pelayanan yang
diberikan oleh perawat.
d.
Responsibilitas dan akuntabilitas perawat telah diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan RI.
2. Identifikasi Masalah
1. Angka kejadian mukositis oral pada anak dengan kanker dan kemoterapi tinggi.
2. Tidak adanya format pengkajian untuk menilai skala atau derajat mukositis oral
khusus pada anak dan yang mudah dilaksanakan oleh perawat (Oral Mucositis
Daily Quessionnaire) di ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
3. Proyek Inovasi yang Dilaksanakan
Optimalisasi Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral
Mucositis Daily Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi
berdasarkan Evidence Based Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
4. Srategi Pemecahan Masalah
1. Tahap Persiapan
a.
Pembuatan pertanyaan klinik berdasarkan model PICO (P: population/
problem/ patient; I: Intervention C: Comparison O: Out come).
b.
Searching studi literatur/ jurnal terkait dengan penelitian penggunaan skala
mukositis oral (Oral Mucositis) pada anak. Hasil searching didapatkan jurnal
systematic review dengan judul Establising Literature-Based Items for an Oral
Mucositis Assessment Tool in Children. Dalam jurnal ini dinyatakan dari
18
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
banyak artikel yang di review, telah menggunakan metode RCT (Randomized
Control Trial), walaupun belum semua artikel, sehingga level evidence based
jurnal ini bisa dipakai dan dipercaya. Hasil searching berikutnya didapatkan
jurnal Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for
child self-report and importance of mucositis in children treated with
chemotherapy.
Appraise literatur dengan menggunakan systematic review work sheet dan
c.
worksheet therapy. Hasil systematic review menyebutkan belum ada
standarisasi penggunaan skala mukositis pada anak, sehingga masih perlu
terus dikembangkan. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) salah satu
skala mukositis yang sudah dimodifikasi, hasilnya valid dan reliabel untuk
menilai mukositis anak, dengan menghilangkan pertanyaan tentang diare.
d.
Melakukan uji coba skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) hari
Rabu, 6 November 2013 pada 3 pasien anak dengan kanker/ kemoterapi dan 6
perawat ruangan non infeksi gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Satu pasien ditanya 2 kali oleh perawat, hasil pengkajian menunjukkan hasil
yang sama.
e.
Pembuatan kerangka acuan proyek inovasi.
f.
Konsultasi dengan supervisor utama dan pihak manajemen gedung A RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo.
g.
Koordinasi dengan supervisor dan kepala ruangan anak non infeksi gedung A
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
2.
Tahap pelaksanaan:
a.
Presentasi dan sosialisai tentang format pengkajian skala mukositis (Oral
Mucositis Daily Quetionnaire) berdasarkan evidence base practice.
b.
Melakukan role play pada perawat tentang penggunaan format pengkajian
Oral Mucositis Daily Quetionnaire dalam menilai skala atau derajat mukositis
pada pasien anak dengan kanker atau setelah kemoterapi.
c.
Menentukan skala atau derajat mukositis yang terjadi pada anak setelah
dilakukan pengkajian dengan Oral Mucositis Daily Quetionnaire.
19
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
3.
Tahap Terminasi
Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melakukan pemantauan
langsung pada perawat yang melakukan pengkajian dan pasien anak yang dikaji
skala mukositisnya menggunakan OMDQ/ Oral Mucositis Daily Quetionnaire
sampai praktik residensi berakhir di ruangan non infeksi lantai 1 gedung A
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk jangka panjang diharapkan
penggunaan skala OMDQ/ Oral Mucositis Daily Quetionnaire, akan tetap
digunakan di ruang perawatan anak sampai ditemukan evidence based terbaru
tentang skala pengukuran mukositis pada anak.
5. Planing of Action
No
1.
2.
3.
Kegiatan
Persiapan dan studi
literature (evidence
base practice) dan
proses konsultasi.
Pembuatan
dan
konsultasi proposal
Presentasi proposal
dan sosialisasi
4.
Perencanaan
persiapan
implementasi
5.
Implementasi
6.
Evaluasi
proses
kegiatan
Evaluasi hasil dan
penyusunan laporan
7.
dan
15 Sep30 Okt
2013
21-4
Nov
2013
Waktu
7-10
Nov
2013
11-17
Nov
2013
18-22
Nov
2013
PJ
PRODUK
Mahasiswa,
head
nurse,
supervisor
gedung
A
lantai 1
Mahasiswa
dan
perawat
primer (PP)
Presentasi dengan
perawat
ruangan
gedung A lantai I
Mahasiswa,
PP, PA dan
keluarga
Mahasiswa
dan keluarga
Mahasiswa
Penyediaan format
sitz bath guide dan
media
edukasi
(lembar balik dan
leaflet)
Hasil dokumentasi
Laporan
rekomendasi
6. Sasaran
Sasaran proyek inovasi adalah semua pasien anak dengan resiko tinggi terkena mukositis,
masalah kanker yang mendapatkan kemoterapi beserta keluarga, dan perawat ruang non
infeksi di lantai 1 gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
20
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
dan
7. Media
1. LCD + laptop
2. Format pengkajian mukositis
8. Anggaran Kegiatan
a. Persiapan
Foto Copy dan ATK
Konsumsi presentasi proposal dan hasil
Pembuatan proposal
:
:
:
Rp. 50.000,00
Rp. 300.000,00
Rp. 50.000,00
:
:
Rp. 50.000,00
Rp. 450.000,00
b. Evaluasi
Penyusunan Laporan
JUMLAH
21
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB IV
APPRAISE JURNAL
A. Evidance Based Practice
Pencarian evidance based practice melalui model PICO dan appraise artikel
terlampir. Berikut model PICO diuraikan sebagai berikut:
Population
: Pasien anak dengan kanker atau yang mendapat kemoterapi.
Intervension
: Format pengkajian skala mukositis.
Comparation : Outcome
: Format pengkajian skala mukositis yang sesuai untuk anak dengan
kanker/ mendapat kemoterapi.
Write out your question:
Pertanyaan: Pengkajian skala mukositis seperti apa yang sesuai untuk pasien anak
dengan kanker atau mendapat kemoterapi?
List the main topics and term from your question that you can use the search.
Mucositis oral assessment or Mucositis oral tools or Mucositis oral Scale
Children or Pediatrics and Cancer or Chemotherapy
Check any limit that may pertain to your search:
X Age __ Language __ Year of publication.
Type of study/publication you want to include in your search:
X Systematic Review or Meta-Analysis
X Individual Research Studies
Check the databases you searched:
X CINAHL
Proquest
PubMed Clinical Queries
What What information did you find to help answer your question?
1. Cochrane: Not Found
22
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
2. AHRQ Evidence Reports: Not Found
3. National Guidelines Clearinghouse: Not Found
4. EBSCO-CHINAL: ditemukan
5. Proquest:
Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M, Sung.L, (2010).
Psychometric properties of the Oral Mucositis daily Questionanaire for child
self-report and importance of mucositis in children tread with chemotherapy.
The objectives of this study were to examine the psychometric properties of the
self-report Oral Mucositis Daily Questionnaire (OMDQ) and to measure the
importance of mucositis in children receiving intensive chemotherapy.
Children
≥12
years
of
age
receiving
intensive
chemotherapy
for
leukemia/lymphoma or undergoing stem cell transplantation were asked to
complete the OMDQ daily for 21 days after chemotherapy. Other measures of
mucositis obtained concurrently withOMDQ included theWorld Health
Organization (WHO) mucositis scale, the pain visual analog scale (VAS), and
the Functional Assessment of Cancer Therapy Esophageal Cancer Sub-scale
(FACT-ECS). The importance of mucositis was estimated using a VAS, time
trade-off technique, and willingness to pay to avoid mucositis.
Test–retest reliability demonstrated at least moderate correlation for all
questions within the OMDQ. Assessment of construct validity of the OMDQ
revealed at least moderate correlation with WHO, VAS, and FACT-ECS for
questions regarding pain, swallowing, drinking, and eating. Effect on sleeping
and talking had lower correlations than that expected a priori. The diarrhea
question of the OMDQ did not correlate with other measures of mucositis.
Severe mucositis is important to children, while mild mucositis is less important
to them. Children were willing to pay moderate amounts of money to prevent
mucositis.
The OMDQ exhibits test–retest reliability, and most questions show construct
validity with the exceptions of the sleep, talking, and diarrhea questions. Severe
mucositis is of importance to these children.
23
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
6. Pubmed
Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008). Establising
literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children:
systematic review. Pediatrics Hematology/Oncology Nursing, 25 (3).
In reviewing the mucositis literature, found almost no standardization in the use
of OM scales, even within adult studies (Sonis & Costello, 1995). Pediatric OM
scales have almost always been modified versions of scales originally developed
for use in adults.
B. Hasil Appraise Jurnal
1. Establising Literature-Based Items For An Oral Mucositis Assessment Tool In
Children.
Jurnal ini merupakan sistematik review, dengan tujuan utama menggambarkan
item yang harus dipertimbangkan dalam memilih skala mukositis pada anak.
Selain
itu
bertujuan
untuk
menggambarkan
isu-isu
lain
yang
harus
dipertimbangkan ketika menilai mukositis pada anak-anak. Untuk mencapai
tujuan utama, yang harus dipertimbangkan dalam skala mucositis pada anak
adalah (1) item obyektif (2) item subyektif, dan (3) item fungsional. Isu-isu lain
yang harus dipertimbangkan adalah (1) penilaian rongga mulut pada anak-anak
dan (2) dampak penilaian etiologi mucositis.
Metode dalam melakukan ulasan sistematis, adalah pencarian literatur yang
dilakukan dengan menggunakan database PubMed dari tahun 1966 sampai 1 Juni
2007 dengan kata kunci “ mucositis”, “scores,” “assessment,” dan “oral
assessment guide” dan dibatasi hanya publikasi Inggris. Hasil pencarian sebanyak
235 artikel, hanya didapatkan 21 artikel yang dianggap relevan melaporkan
penggunaan evaluasi OM (Oral Mucositis).
Hasil dari review tentang skala pengkajian mukositis oral dari 3 item meliputi:
a. Skala yang menilai mukositis secara obyektivitas:
1) Erythema/kemerahan pada mukosa: (skala NCI-CTC, WHO, DMS, OAG,
OEG, Walsh, WCCNR, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s, Tardieu).
2) Ulcer/pseudomembran: ( skala NCI-CTC, RTOG, WHO, OAG, OEG,
Tardieu, Walsh, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s).
24
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
3) Plaq/bercak putih: ( skala Tardieu, MacDibb’s, Spijkervet).
4) Nekrosis: (skala NCI-CTC, RTOG).
5) Perdarahan: (skala NCI-CTC, RTOG, OAG, OEG, Tardieu, WCCNR,
Walsh).
6) Lesi: (scala DMS, MacDibb’s, WCCNR).
7) Edema: (skala DMS, OAG, Tardieu, Walsh, OMI).
8) Perubahan papilla lidah: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh, OMI).
9) Plak atau kotoran pada gigi/ garis bantalan gigi tiruan: (skala OAG, OEG,
Walsh).
10) Atropi pada mukosa: (skala OMI).
11) Jumlah dan viskositas saliva: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh).
12) Kering/perubahan kelembaban bibir: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh).
13) Mulut kering: (Scale Tardieu).
14) Perubahan kualitas suara: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh).
b. Skala yang menilai mukositis secara subyektif:
1) Nyeri tenggorokan: (skala RTOG, WHO, DMS, MacDibb’s, OMDQ,
Tardieu, Walsh).
2) Mulut kering (skala MacDibb’s).
3) Perubahan pengecap: (skala MacDibb’s).
c.
Skala yang menilai mukositis secara fungsional:
1) Difficulty eating or drinking: (Scale NCI-CTC, WHO, MacDibb’s,
OMDQ).
2) Difficulty swallowing: (Scale DMS, MacDibb’s, OAG, OEG, OMDQ,
Tardieu, Walsh).
3) Respiration affected: (Scale NCI-CTC).
4) Problems with talking/changes in voice: (Scale MacDibb’s, OMDQ).
5) Difficulty sleeping: (Scale OMDQ).
Skala pengkajian mukositis pada anak dengan kanker yang pernah dipakai, dari
jurnal yang direview menyebutkan penggunaan skala diantaranya:
a. Skala WHO/NI-CTC pada 62 anak, dengan umur rata-rata 4.4 sampai 13
tahun pada penelitian efek energi laser yang rendah pada OM anak-anak (
25
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Cruz dkk , 2007 )hasil tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan
perawatan laser untuk pencegahan OM .
b. Skala WHO pada 150 anak,
usia rata-rata 10 tahun, pada penelitian
Efektivitas pemberian vitamin E dalam pengobatan OM pada anak yang
menjalani kemoterapi (El-Housseiny, Saleh, El-Masry, & Allam, 2007) hasil
aplikasi vitamin E topikal merupakan langkah yang efektif dalam
pengobatan OM dibandingkan dengan administrasi sistemik .
c. Skala NCI-CTC dan OMAS pada 33 anak, rentang usia 2 sampai 13 tahun,
pada penelitian Pencegahan lesi oral pada anak dengan leukemia
lymphoblastic akut ( Pereira Pinto et al , 2006) hasil pencegahan sistematis
dengan klorheksidin glukonat 0,12% dan kebersihan mulut mengurangi
terjadinya komplikasi oral.
d. Skala Walsh yang dimodifikasi, pada 110 anak, rentang usia 7,9-11,1 tahun,
pada penelitian glutamin oral dalam pencegahan OM (Aquino et al, 2005)
hasil Glutamin aman dan bermanfaat dalam pengurangan OM .
e. Skala OAG, pada 30 anak, rentang usia 2-17 tahun, pada penelitian Penilaian
komplikasi oral kemoterapi pada anak-anak dengan kanker (Chen et al, 2004)
hasil pengkajian oral dan oral hygien berkhasiat dalam mengurangi
keparahan komplikasi oral.
f. Skala Modified Walsh, pada 16 anak , rentang usia 4 sampai 17 tahun, pada
penelitian glutamin oral dalam pengurangan OM (Anderson, Schroeder, &
Skubitz, 1998)hasil glutamin aman dan bermanfaat dalam pengurangan
OM.
g. Skala OAG modifikasi, pada 34 anak (17 dalam setiap kelompok ), rentang
usia 6 sampai 17 tahun, pada penelitian perbandingan 2 protokol perawatan
mulut dalam pencegahan OM (Cheng et al, 2004 )mengakibatkan insiden
lebih rendah OM dilaporkan menggunakan protokol dengan chlorhexidine
dibandingkan benzdamine.
Kesimpulan Jurnal:
Dari berbagai skala mukositis yang direview didapatkan hasil tidak ada
standarisasi dalam penggunaan skala OM (Oral Mucositis). Belum ada skala
mukositis yang dikhususkan dan divalidasi khusus untuk anak-anak.
26
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Sistematic review ini merupakan langkah awal pengembangan item dalam
skala mukositis yang sesuai untuk anak.
2. Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji skala Oral Mucositis Daily
Qiessionannaire (OMDQ) dan mengukur pentingnya mukositis pada anak yang
menerima kemoterapi intensif . Metode penelitian: anak-anak ≥12 tahun dengan
leukemia/ limfoma atau yang menjalani transplantasi sel dan menerima
kemoterapi intensif diminta untuk menyelesaikan OMDQ harian selama 21 hari
setelah kemoterapi. Hasil penelitian, melibatkan lima belas anak ikut
berpartisipasi. Test reliabilitas menunjukkan ada korelasi sedang untuk semua
pertanyaan dalam OMDQ. Penilaian validitas dari OMDQ mengungkapkan ada
korelasi sedang dengan skala WHO, VAS, dan Functional Assessment of Cancer
Therapy Esophageal Cancer Sub-scale (FACT-ECS), untuk pertanyaan tentang
rasa sakit, menelan, minum, dan makan. Efek pada tidur dan berbicara memiliki
nilai korelasi lebih rendah dari yang diharapkan, tetapi bisa digunakan. Sedangkan
pertanyaan diare dari OMDQ tidak berkorelasi dengan skala mukositis yang lain.
Kesimpulan Jurnal:
OMDQ (Oral Mucositis Daily Qiessionannaire) valid dan reliabel untuk menilai
skala mukositis pada anak dengan 6 pertanyaan, meliputi rasa sakit/nyeri mulut
dan tenggorokan, kesulitan menelan, minum, makan, tidur dan bicara dengan
menghilangkan pertanyaan tentang diare.
27
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB V
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan
Pelaksanan kegiatan proyek inovasi yang dilakukan di Gedung A lantai 1 Ruang Non
Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
1. Tahap Persiapan
Studi literatur dan proses konsultasi dengan pembimbing dan pihak manajemen
gedung A dilaksanakan mulai 15 September - 20 Oktober 2013. Pembuatan dan
konsultasi proposal dilaksanakan tanggal 21 Oktober - 4 November 2013. Uji
coba penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Qiessionannaire) pada
pasien anak dengan kemoterapi dilaksanakan tanggal 6 November 2013.
Presentasi proposal proyek inovasi dilakukan pada hari Jum’at, 8 November 2013
di aula/ ruang Serba Guna lantai 8 gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Presentasi yang dilaksanakan
merupakan gabungan dari proyek inovasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa
Residensi II Anak dan KMB. Acara dihadiri oleh Kepala Unit gedung A,
Penanggung jawab layanan medik gedung A, Kepala Bidang Keperawatan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Supervisor ruangan, Head Nurse, Perawat
Primer (PP), Perawat Asosiet (PA) perwakilan dari ruang perawatan Anak
Gedung A lantai 1 dan ruang perawatan Dewasa Gedung A serta supervisor/
pembimbing akademik serta tamu undangan lain dan mahasiswa. Presentasi
dilaksanakan secara panel dalam dua sesi. Sesi pertama, presentasi dan tanya
jawab dari 3 residen KMB II. Sesi ke dua, presentasi proposal proyek inovasi dari
6 residen Anak II di ruang Infeksi dan Non Infeksi Anak gedung A lantai. Saat
kegiatan tersebut, residen mempresentasikan proposal proyek inovasi tentang
“Optimalisasi Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral
Mucositis Daily Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi
berdasarkan Evidence Based Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta”. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab.
Dalam diskusi, ada dua pertanyaan yang diajukan terkait dengan skala OMDQ
(Oral Mucositis Daily Questionnaire), semuanya bisa dijawab dengan baik. Hasil
dari kegiatan presentasi ini didapatkan:
a. Dukungan dan persetujuan dari Kepala Bidang Keperawatan, pihak
manajemen gedung A, supervisor ruangan, head nurse serta perawat
28
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
primer untuk mengaplikasikan penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis
Daily Questionnaire) dalam menilai mukositis pasien anak dengan kanker
atau menjalani kemoterapi di ruang Non Infeksi gedung A lantai 1 RSUPN
dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
b. Rencana sosialisasi dan role play penggunaan skala OMDQ (Oral
Mucositis Daily Questionnaire) pada perawat dan pasien di ruang Non
Infeksi gedung A lantai 1 RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
c. Rencana pelaksanaan pengukuran skala mukositis dengan OMDQ (Oral
Mucositis Daily Questionnaire) di ruang Non Infeksi.
d. Rencana evaluasi dan tindak lanjut.
2. Pelaksanaan Proyek Inovasi Pengukuran Tingkat Mukositis dengan skala OMDQ
(Oral Mucositis Daily Questionnaire).
Pelaksanaan proyek inovasi dilaksanakan mulai dari tanggal 11-15 November
2013 sebagai berikut:
a. Sosialisasi & Role play Penggunaan Skala OMDQ.
Kegiatan sosialisasi dan role play
penggunaan skala mukositis
menggunakan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire), dilaksanakan
tanggal 11-12 Mei 2013 pada perawat dan pasien kanker yang mendapat
kemoterapi beserta keluarganya di semua ruang perawatan Non Infeksi
Anak meliputi ruang 109, 110, 111, 112, dan 113. Sosialisasi dan role
play dilaksanakan per ruangan masing-masing, tergantung dengan kondisi
pasien maupun perawat diikuti oleh tanya jawab bila ada yang perlu
diklarifikasi.
b. Pelaksanaan pengukuran mukositis dengan skala OMDQ pada pasien.
Pelaksanaan pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis
Daily Questionnaire) pada pasien anak di ruang Non Infeksi, dilaksanakan
dari tanggal 13 - 15 November 2013. Langkah-langkah yang dilakukan:
1) Mengidentifikasi seluruh pasien anak yang dirawat di ruang Non
Infeksi lantai 1 dari ruang 109, 110, 111, 112, 113 dan ruang
kemoterapi anak lantai 2 meliputi ruang 203 dan 204, yang sedang
dilakukan atau setelah dilakukan kemoterapi dan beresiko untuk
terjadi mukositis.
29
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
2) Setelah dilakukan identifikasi, pasien-pasien yang memiliki resiko
tinggi terjadi mukositis (yang menjalani atau setelah menjalani
kemoterapi)
dilakukan
pengukuran
derajat
atau
tingkatan
mukositisnya menggunakan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily
Questionnaire).
3) Pengukuran mukositis dilakukan setiap hari selama 3 hari (13-15
November 2013).
3. Hasil Pelaksanaan
Hasil yang didapatkan, jumlah pasien yang dirawat di ruang Non Infeksi (ruang
109-113) berjumlah: 29 pasien. Jumlah pasien di lantai 2 Anak (ruang 203 &
204) berjumlah: 7 pasien. Total pasien anak yang dirawat di ruang Non Infeksi
berjumlah: 36 pasien. Dari total pasien yang dirawat, selanjutnya diidentifikasi
yang memiliki resiko tinggi terjadi mukositis (pasien sedang menjalani atau
setelah menjalani kemoterapi), sebanyak 66,67% (24 pasien). Sebanyak 5,55% (2
pasien) kemoterapinya ditunda karena masalah jaminan. Sebanyak 27, 78% (10
pasien), dirawat dengan diagnosa medis selain kanker atau tidak mendapat
kemoterapi. Selama rentang waktu 13-15 November 2013, dari 66,67% (24
pasien) yang beresiko terjadi mukositis, setelah dilakukan pengukuran
menggunakan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) didapatkan:
1) Mengalami Mukositis.
Pasien post kemoterapi yang mengalami mukositis sebanyak 37,5% (9
pasien). Rentang usia <6 tahun sebanyak 44,44% (4 pasien), usia >6 tahun
sebanyak 55,56% (5 pasien). Pasien dengan tingkat mukositis sedang
sebanyak 8,33% (2 pasien) dan 29,17% (7 pasien) mengalami mukositis
ringan. Diagnosa penyakit dari total pasien yang mengalami mukositis (9
pasien) didapatkan, ALL sebanyak 44,44% (4 pasien), AML sebanyak
22,22% (2 pasien), LMNH sebanyak 22,22% (2 pasien) dan Osteosarkoma
sebanyak 11,11% (1 pasien). Jenis kemoterapi yang didapatkan pasien,
Methotrexate
(MTX)
sebanyak
77,78%
(7
pasien),
kemoterapi
Cyclofosfamin 11,11% (1 pasien), dan 11, 11% (1 pasien) belum
mendapatkan kemoterapi, tapi sudah mengalami mukositis derajat ringan.
Rencana pasien mendapatkan kemoterapi Methotrexate. Obat yang
diberikan pada pasien yang mengalami mukositis berupa: Minosep,
30
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari dan NaCl kumur. Penilaian hari
pertama, ke dua dan ke tiga (13-15 November 2013) menunjukkan
tingkatan mukositis yang sama, tetapi dari nilai VAS penilaian untuk
mukositis (nyeri mulut dan tenggorokan, kesulitan menelan, minum,
makan, tidur dan bicara) menunjukkan penurunan. Kejadian mukositis
dilihat dari pemberian kemoterapi didapatkan 11,11% (1 pasien) sudah
terjadi mukositis sebelum pemberian kemoterapi, 33,33% (3 pasien)
mengalami mukositis ≤ 1 minggu setelah kemoterapi dan 55,55% (5
pasien) mengalami mukositis > 1 minggu post kemoterapi.
2) Tidak Mengalami Mukositis.
Pasien dengan kemoterapi/ post kemoterapi yang tidak mengalami
mukositis sebanyak 62,5% (15 pasien). Rentang usia <6 tahun sebanyak
60,0% (9 pasien), usia >6 tahun sebanyak 40,0% (6 pasien). Diagnosa
penyakit dari total pasien kemoterapi yang tidak mengalami mukositis (15
pasien) didapatkan, ALL sebanyak 20,0% (3 pasien), AML sebanyak
13,33% (2 pasien), LMNH sebanyak 20,0% (3 pasien), Osteosarkoma
sebanyak 6,67% (1 pasien), Retinoblastoma sebanyak 20,0% (2 pasien),
Neuroblastoma sebanyak 6,67% (1 pasien), KNF sebanyak 6,67% (1
pasien), Yolk Sach sebanyak 6,67% (1 pasien) dan Teratoma sebanyak
6,67% (1 pasien). Jenis kemoterapi yang didapatkan pasien, Methotrexate
(MTX), Etoposide, Vincristin + (Adriamicin, Cisplatin, Etoposide,
Carboplatin, CPA), Cyclofosfamin, ARA-C, Cisplatin+ 5FU. Obat yang
diberikan untuk pencegahan mukositis pada pasien berupa: NaCl kumur,
Minosep, Enkasari, larutan garam buatan sendiri dan gosok gigi teratur.
Penilaian hari pertama, ke dua dan ke tiga (13-15 November 2013)
menunjukkan tidak ada mukositis atau mukositis tidak muncul pada 3 hari
pengukuran dengan skala OMDQ. 1 pasien pulang pada hari ke 3. Ratarata pasien, post kemoterapi hari 1-2.
4. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan inovasi
Kendala yang ada pada pelaksanaan inovasi ini adalah:
a) Pada pasien yang usianya <6 tahun, rata-rata penilaian dibantu
keluarganya sampai menentukan jawaban.
31
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
b) Dalam penilaian mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily
Questionnaire) pasien harus dalam keadaan sadar, sehingga pada kondisi
pasien tidak sadar mukositis tidak dapat diukur menggunakan skala ini.
c) Tidak semua pasien kooperatif dengan penilaian terutama yang masih
kecil, sehingga banyak dibantu keluarga.
5. Faktor pendukung yang ditemui dalam pelaksanaan inovasi
Hal yang mendukung pelaksanaan proyek inovasi, perawat di ruang-ruang
perawatan berespon baik dan membantu pelaksanaan inovasi. Sebagian besar
pasien dan keluarganya kooperatif dengan penilaian, terutama pasien yang lebih
besar.
6. Evaluasi
a) Evaluasi Proses
Proses pelaksanaan inovasi penilaian mukositis menggunakan skala
OMDQ Oral Mucositis Daily Questionnaire) berjalan dengan lancar sesuai
dengan yang telah direncanakan. Beberapa kendala ditemui saat
pelaksanaan, yaitu pada pasien yang kecil belum bisa kooperatif, sehingga
keluarga banyak membantu dalam menentukan jawaban.
b) Evaluasi Hasil
Hasil pelaksanaan inovasi di ruang Non Infeksi Gedung A lantai 1
menunjukkan bahwa skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire)
mampu
menilai derajat/ tingkatan mukositis pada anak dengan
kemoterapi, sejak sebelum, saat dan setelah kemoterapi karena dapat
dilakukan evaluasi harian kapanpun diperlukan. OMDQ (Oral Mucositis
Daily Questionnaire) efektif digunakan pada anak >6 tahun, karena
mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam pertanyaan di skala OMDQ.
Pada anak-anak <6 tahun, masih bisa digunakan tapi dengan bantuan orang
tua. Dari kemoterapi yang dilakukan, antara pasien yang mengalami
mukositis dengan pasien yang tidak mengalami, jenis kemoterapinya
hampir sama, tetapi pada pasien yang mengalami mukositis lebih banyak
menggunakan MTX. Dari segi waktu, pasien mulai muncul mukositis
kurang dari 1 minggu post kemoterapi dan lebih banyak mengalami
32
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
mukositis > 1 minggu post kemoterapi. Pada pasien yang tidak mengalami
mukositis, rata-rata post kemoterapi hari 1-2. Pada pasien mukositis sudah
diberikan obat seperti: Minosep, Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari
dan NaCl kumur . Rata-rata pasien yang menjalani kemoterapi dan belum
muncul mukositis, sudah diberikan NaCl kumur, Minosep, Enkasari,
larutan garam buatan sendiri maupun pemberitahuan oral higiens/ sikat
gigi secara teratur untuk preventif. Evaluasi hasil pelaksanaan inovasi
pengukuran mukositis dengan OMDQ dipaparkan dalam presentasi hasil
hari Jum’at, 22 November 2013 di ruang Non Infeksi Gedung A lantai 1.
B. Pembahasan
OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) merupakan skala mukositis yang terdiri
dari 6 pertanyaan yang dianalogikan dengan skala VAS dari rentang nila 0-4. Pertanyaan
meliputi 1) ada tidaknya nyeri pada mulut dan tenggorokan, 2) apakah nyeri yang
dirasakan pasien menggangu mengganggu tidur, 3) apakah nyeri mengganggu saat
menelan, 3) apakah nyeri mengganggu saat minum, 5) apakah nyeri mengganggu saat
makan dan 5) apakah nyeri mengganggu bicara pasien. Nilai VAS 0-4 dalam OMDQ
menunjukkan tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan, semakin besar
tingkatan/ derajat mukositis yang dialami pasien anak (Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C,
Gassas, A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010). OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire)
mampu
menilai derajat/ tingkatan mukositis pada anak dengan kemoterapi, sejak
sebelum, saat dan setelah kemoterapi karena dapat dilakukan evaluasi harian atau
kapanpun diperlukan.
Pada pelaksanaan inovasi OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) efektif
digunakan pada anak >6 tahun, karena mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam
pertanyaan di skala OMDQ sesuai yang mereka alami. Pada anak-anak <6 tahun, masih
bisa digunakan tapi dengan bantuan orang tua. Penelitian Manji A, Tomlison D, Eiter
M.C, Gassas A, Maloney A.M, Sung L, (2010) dalam penelitian yang berjudul
Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child self-report
and importance of mucositis in children treated with chemotherapy, dalam mengukur
tingkat mukositis pada anak setelah kemoterapi juga menggunakan anak-anak ≥ 12 tahun.
33
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Jenis kemoterapi pada pasien yang mengalami mukositis dengan pasien yang tidak
mengalami mukositis hampir sama seperti: Methotrexate (MTX), Etoposide,
Vincristin+(Adriamicin, Cisplatin, Etoposide, Carboplatin, CPA), Cyclofosfamin,
ARA-C, Cisplatin+ 5FU. Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan mukositis
terutama jenis kemoterapi yang bersifat toksik terhadap mukosa seperti dalam
1)Antimetebolite: Capecitabine, Cytosine arabinoside, Fludarabine, Fluorouracil,
Gemcitabine,
Mercaptopurine,
2)Comptothecins:
Irinotecan,
Methotrexate,
Topotecan,
Thioguanine,
Trimetrexate,
3)Miscellaneous:
Hydroxyurea,
Procarbazine, 4)Alkylating agents: Busulfan, Carboplatin, Chlorambucil, Cisplatin,
Cyclophosphamide, Ifosfamide, Melphalan 5)Plant Alkaloids: Etoposide, Teniposide
Vinblastine, Vincristine, Vinorelbine, 6)Taxanes: Docetaxel, Paclitaxel, 7)Antibiotics:
Bleomicyn,
Dactinomycin,
Daunorubicn,
Doxorubicin,
Epirubicin,Idarubicin,
Mitomycin, Mitoxantrone, Plicamycin, 8)Ablative Doses: all antineoplastic (Otto,
2001; Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010, Catane et al., 2006).
Pasien mulai muncul mukositis < 1 minggu post kemoterapi dan lebih banyak
mengalami mukositis > 1 minggu post kemoterapi. Pada pasien yang tidak mengalami
mukositis, rata-rata post kemoterapi hari 1-2. Menurut Kostler, Hejna, Wenzel,
Zielinski, 2001 & Woo, 2006, pada 4-5 hari setelah tahap awal kemoterapi terjadi
kerusakan sel dan jaringan yang menyebabkan eritema & atropi epithelial.
Kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi kematangan dan
pertumbuhan sel-sel
epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa yang normal
dan kematian sel. Mukositis ini bisanya terjadi pada hari ke 7 sampai 14 (Otto, 2001).
Pada hari ke 12-16 terjadi fase penyembuhan, dimana terjadi pembentukan sel-sel
epitel yang baru, tetapi tergantung oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi epitel,
pembentukan kembali flora normal, tidak adanya faktor yang mengganggu
penyembuhan luka, infeksi dan iritasi mekanis (Sonis, 2004).
Tingkat mukositis yang dialami pasien selama pelaksanaan inovasi adalah rentang
mukositis ringan-sedang. Pasien disini sudah mendapatkan obat kemoterapi berupa:
Minosep, Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari dan NaCl kumur. Residen telah
menginfomasikan pada pasien dan keluarganya untuk menggunakan obat sesuai
dengan dosis yang diberikan dan melakukan perawatan mulut secara teratur.
Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah dengan berkumur-kumur minimal
34
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005), atau melakukan perawatan mulut
minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah
mengalami mukositis (Otto, 2001). Perawatan mulut harus memperhatikan derajat
mukositis, pada mukositis derajat ringan sampai sedang perawatan mulut diakukan
setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari, sedangkan pada derajat mukositis
berat perawatan mulut setiap 1 sampai 2 jam pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4
jam pada malam hari (Otto, 2001). Pasien yang belum muncul mukositis setelah
kemoterapi, juga sudah diberikan NaCl kumur, Minosep, Enkasari, larutan garam
buatan sendiri maupun pemberitahuan oral higiens/ sikat gigi secara teratur untuk
preventif.
35
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) mampu menilai derajat/ tingkatan
mukositis pada anak dengan kemoterapi, sejak sebelum, saat dan setelah kemoterapi
dan bisa dilakukan setiap hari sesuai yang diperlukan pasien.
2. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) efektif digunakan pada anak >6 tahun,
karena mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam pertanyaan di skala OMDQ.
Pada anak-anak <6 tahun, masih bisa digunakan tapi dengan bantuan orang tua.
3. Hasil pengukuran mukositis pasien dengan kemoterapi di ruang Non Infeksi berada
pada tingkat mukositis ringan-sedang.
4. Penatalaksanaan mukositis tingkat ringan sedang adalah dengan perawatan mulut
setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari.
5. Obat kemoterapi yang banyak memberikan efek mukositis adalah Methotrexate
(MTX), baik yang diberikan sendiri maupun bersamaan dengan obat kemoterapi yang
lain.
6. Mukositis muncul sebelum hari-7 post kemoterapi dan lebih banyak muncul setelah
hari-7 post kemoterapi.
B. Saran
1. Pengukuran mukositis dengan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire)
hendaknya dilakukan pada saat pasien dalam kondisi sadar/ compos mentis.
C. Rekomendasi
Penatalaksanaan Mukositis:
1. Terapi Farmakologis
a. Obat antibakteri/ antibiotik seperti polimyxin, tobramycin, amphotericin B,
cotrimoxazole, gentamicin dan protegrin, pemberian antibiotik ini bertujuan untuk
melawan bakteri yang menyebabkan mukositis.
b. Obat antifungal yang diberikan pada anak dengan kanker yang mengalami
mukositis, diantaranya flukonazole, ketokonazole, mikonazole, itranazole, dan
nistatin.
36
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
c. Obat antiinflamasi yang diberikan pada pasien dengan mukositis adalah
pemberian allopurinol, predison atau kortikosteroid lainnya, yang berguna untuk
menekan peradangan yang terjadi pada mukositis.
d. Obat antivirus yang diberikan untuk menangani mukositis adalah asiklovir.
e. Obat yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan, sehingga
jaringan yang baru cepat tumbuh, seperti granulocyte macrophage colony
stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF),
palifermin, zinc, vitamin E dan Lalanyn L-Glutamin.
f. Pemberian analgesik sesuai skala nyeri yang dialami pasien. Pada skala nyeri yang
ringan jenis analgesik adalah analgesik jenis nonsteroid antiinflamasi agen,
sedangkan pada nyeri yang hebat dapat diberikan analgesik jenis opiat atau
narkotik atau pemberian polyvalent intramuskular immunoglobulin. Selain itu
untuk mengurangi nyeri dapat pula diberikan anesteri lokal seperti lidocain
solution, dyclonine hydrochloride, cocaine solution, aluminium hydroxide
suspension.
2. Terapi Nonfarmakologis.
a. Terapi non farmakologis pada mukositis yang dilakukan adalah dengan
melakukan perawatan mulut. Perawatan mulut merupakan cara terbaik untuk
menjaga kesehatan, integritas, dan fungsi mulut. Perawatan mulut dapat
mengurangi insidensi dan keparahan mukositis.
b. Agen kumur yang digunakan yang tidak menyebabkan iritasi mekanik seperti
normal saline dan sodium bikarbonat atau bisa menggunakan kombinasi
keduanya (Otto, 2001).
c. Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah dengan berkumur-kumur
minimal empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005), atau melakukan perawatan
mulut minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila
sudah mengalami mukositis (Otto, 2001).
d. Perawatan mulut dengan menyikat gigi sebaiknya menggunakan sikat gigi yang
berbulu lembut, dan dilakukan selama kondisi mulut pasien memungkinkan
(Tomlinson & Kline, 2005), sedangkan bila jumlah leukosit kurang dari
1000/mm3, jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 perawatan mulut dengan
cara menyikat gigi dan flossing tidak boleh dilakukan (Otto, 2001).
37
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
e. Pasien yang mengalami mukositis dan menggunakan gigi palsu, sebaiknya gigi
palsu dilepas, karena akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme (Otto,
2001).
f. Pada keadaan bibir kering dan pecah-pecah dapat diberikan pelumas bibir yang
berfungsi untuk melembabkan dan mencegah keparahan bibir yang pecah-pecah
(Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001).
g. Perawatan mulut harus memperhatikan derajat mukositis, pada mukositis derajat
ringan sampai sedang perawatan mulut diakukan setiap 2 jam, atau setiap 4 jam
pada malam hari, sedangkan pada derajat mukositis berat perawatan mulut setiap
1 sampai 2 jam pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4 jam pada malam hari (Otto,
2001).
h. Penderita mukositis sebaiknya menghindari obat kumur yang menyebabkan iritasi,
alkohol, tembakau, makanan panas, asam, pedas, atau keras (Otto, 2001),
i. Meminimalkan komplikasi dengan memodifikasi asupan makanan dengan jenis
makanan yang lembut atau makanan cair tinggi kalori tinggi protein, yang
disajikan pada suhu kamar (Otto, 2001; Tomlinson & Kline, 2005). Pada
mukositis berat berikan nutrisi enteral maupun parenteral (Otto, 2001; Tomlinson
& Kline, 2005).
38
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
1. Catane, R., Cherny, N.I., Kloke, M., Tanneberger, S., & Schrijvers, D. (2006).
Hanbook of Advanced Cancer Care. USA: Taylor & Francis.
2. Eilers, J., & Eipstein, J.B. (2004). Assessment and Measurement of Oral
Mucositis. Seminars in Oncology Nursing, 20(1), 22-29.
3. Harris, D. J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B. J., & Maxwell, C. (2008).
Putting Evidence Into Practice: evidence-based interventions for the management
of oral mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing, 12(1), 141-152.
4. Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s Essensial of Pediatric Nursing.
Eight Edition, St. Louis: Mosby.
5. Ilgenli. T, Oren. H, Uysal. K. The acut effect of chemotheraphy upon the oral
cavity: prevention and management. Turkish J of Cancer 2001;31:93-9.
6. IARC (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh 25 Oktober 2013.
7. Köstler WJ, Hejna M, Wenzel C, Zielinski CC. Oral mucositis complicating
chemotherapy and/or radiotherapy: options for p revention and treatment. CA
Cancer J Clin 2001;51:290-315.
8. Manji A, Tomlison D, Eiter M.C, Gassas A, Maloney A.M, Sung L, (2010),
Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy.
9. Meraw SJ, Reeve CM. Dental considerations and treatment of the oncology
patient receiving radiation therapy. JADA 1998;129:201-5.
10. Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing (4th Edition). St Louis: Mosby.
11. Permono B, Ugrasena IDG. Leukimia akut dalam: Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Yogyakarta: IDAI; 2005.h.236-45.
12. Scardina, G. A., Pisano, T., & Messina, P. (2010). Oral mucositis. Review of
literature. New York State Dental Journal, 76(1), 34-38.
13. Sieracki, R.L., Voelz, L.M., Johannik, T.M., Kopaczewski, D.M., & Hubert, K.,
(2009). Development and Implementation of an Oral Care Protocol for Patients
With Cancer. Clinical Journal of Oncology Nursing.
14. Sonis, S.T. (2004). Pathobiology of Mucositis. Seminars in Oncology Nursing.
20(1). 11-15.
15. Sonis. (2010). Efficacy of Palifermin (keratinocyte growth factor-1) in the
amelioration of oral mucositis. Core Evid. 15(4). 199-205.
39
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
16. Sonis, S.T., et al. (2004). Perspectives on Cancer Therapy Induced Mucosal
Injury Pathogenesis, Measurement, Epidemiology, and Consequences for
Patients. Supplement to Cancer. 100(90).
17. Spijkervet FKL. Mukositis akibat radiasi pencegahan dan pengobatan
(terjemahan). Edisi ke-1. Jakarta: KDT; 1996.h.1-3.
18. Stiff, P.J., Emmanouilides, C., Bensinger, W.I., Gentile, T., Blazar, B., Shea, T.C.,
Lu, J., Isitt, J., Cesano, A., & Spielberger, R. (2006). Palifermin Reduces Patient
Reported Mouth and Thoart Soreness and Improves Patient Functioning in the
Hematopoietic Stem Cell Transplantation Setting. Journal of Clinical Oncology,
5186-519.
19. Stiff P.J, Eder H, Bensinger W.I, Emmanouilides C, Gentile T, Isitt J, Lu ZJ,
Spielberger.R, (2006) Reliability and validity of apetient self-administered daily
questionnaire to assess impact of oral mucositis (OM) on pain and daily
functioning in patients undergoing autologous hematopoietic stem cell
transplantation (HSCT). Bone Marrow Transplantation 37:393-401.
20. Sutaryo. Prinsip kemoterapi pada kanker anak. Dalam: Permono B, Ugrasena
IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Yogyakarta. IDAI; 2005.h.227-34.
21. Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2005). Pediatric Oncology Nursing Advanced
Clinical Handbook. Germany: Spinger.
22. Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008), Establising
literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children,
Homocysteine, Vitamin B12 and Folate Status in Pediatric Acute Lymphoblastic
Leukemia. Indian Journal of Pediatrics.75.
23. UKCCSG-PONF. (2006). Mouth Care for Children and Young People with
Cancer: Evidence-based Guidelines, Guideline Report. UKCCSG-PONF Mouth
Care Group.
24. Vadhan-Raj, S., Trent, J., Patel, S., Zhou, X., Johnson, M. M., Araujo, D., &
Benjamin, R. S. (2010). Single-dose palifermin prevents severe oral mucositis
during multicycle chemotherapy in patients with cancer: a randomized trial.
Annals of Internal Medicine, 153(6), 358-367. doi: 10.1059/0003-4819-153-6201009210-00003.
25. WHO (2007). WHO Child Growth Standards: Length/height-for-age, weightforage, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age:
40
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Methods
and
development.
Geneva:
World
Health
Organization.
http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_report/en.
26. WHO (2011). Cancer. http://www.who.int/features/qa/15/en/index.html. diunduh
29 Oktober 2013.
27. Woo,S.B.
(2006)
Chemotherapy-induced
oral
mucositis..
Didapat
dari:
http://www.eMedicine.com. Diakses tanggal: 20/10/2013.
41
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Appraise artikel
Citation:
Establising
review.
SYSTEMATIC REVIEW (of Therapy) WORKSHEET
literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children: systematic
Are the results of this systematic review of therapy
valid?
1. Is this a systematic review of randomized trials?
 This systematic reviews (SRs) were is clinical trial
of oral mucositis assessment.
2. Does it include a methods section that describes:
(a) Finding and including all the relevant trials?
(b) Assessing their individual validity?
 To undertake this systematic review, a literature
search was conducted using the PubMed database
from 1966 to June 1, 2007. The Medical Subject
Headings (MeSHs) and/or text words “mucositis,”
“scores,” “assessment,” and “oral assessment guide”
were entered, and the resultant set was limited to
English publications.
 This search resulted in 235 citations of which 21
were considered relevant on the premise that they
were original studies that had reported on the use of
OM evaluation. These relevant articles were
combined with a hand search of articles or
documents that the authors were familiar with that
were concerned with assessment of cancer symptoms
and, also, articles that the authors found when
searching related articles or links within the PubMed
search.
 To achieve the first objective of describing items that
should be considered in a pediatric mucositis scale,
we divided this section into (1) objective items, (2)
subjective items, and (3) functional items. For the
second objective of describing other issues that
should be considered, we focused on (1) conditions
for assessment of the oral cavity in children and (2)
impact of the etiology of mucositis on assessment.
 Initial review of the literature revealed the various
scales that have been used to evaluate OM. None of
these scales was developed specifically for use in
children.
3. Were the results consistent from study to study?
 Lists items included in these OM assessment scales,
divided into objective, subjective, and functional
categories:
1. Objective:
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
 Erythema/redness of the mucosa: (scale NCICTC, WHO, DMS, OAG, OEG, Walsh,
WCCNR,
OMI,
OMAS,
Spijkervet,
MacDibb’s, Tardieu).
 Ulcers/pseudomembranes: ( scale NCI-CTC,
RTOG, WHO, OAG, OEG, Tardieu, Walsh,
OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s).
 Plaques/white patches: ( Scale Tardieu,
MacDibb’s, Spijkervet).
 Necrosis: (Scale NCI-CTC, RTOG).
 Hemorrhage: (Scale NCI-CTC, RTOG, OAG,
OEG, Tardieu, WCCNR, Walsh).
 Lesions (undefined): (Scale DMS, MacDibb’s,
WCCNR).
 Edema: (Scale DMS, OAG, Tardieu, Walsh,
OMI).
 Altered papilli on tongue: (Scale OAG, OEG,
Tardieu, Walsh, OMI).
 Plaque or debris on teeth/denture bearing line:
(Scale OAG, OEG, Walsh).
 Atrophy of mucosa: (Scale OMI).
 Amount and viscosity of saliva: (Scale OAG,
OEG, Tardieu, Walsh).
 Dryness/changes to lips: (Scale OAG, OEG,
Tardieu, Walsh).
 Dry mouth: (Scale Tardieu).
 Changes in voice quality: (Scale OAG, OEG,
Tardieu, Walsh).
2. Subjective
 Pain/soreness: (Scale RTOG, WHO, DMS,
MacDibb’s, OMDQ, Tardieu, Walsh).
 Mouth dryness: (Scale MacDibb’s).
 Taste changes: (Scale MacDibb’s).
3. Functional
 Difficulty eating or drinking: (Scale NCI-CTC,
WHO, MacDibb’s, OMDQ).
 Difficulty
swallowing:
(Scale
DMS,
MacDibb’s, OAG, OEG, OMDQ, Tardieu,
Walsh).
 Respiration affected: (Scale NCI-CTC).
 Problems with talking/changes in voice: (Scale
MacDibb’s, OMDQ).
 Difficulty sleeping: (Scale OMDQ).
 14 studies that have investigated OM in children
with cancer, showed little consistency in the scales
or items used in the assessment of OM in children,
with the exception of studies by Cheng and
colleagues.
1) Low-energy laser effects on OM in children (Cruz
et al., 2007):
Scale WHO/NI-CTC, 62 children, age range
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
4.4 to 13 years, result no evidence to support the
use of laser treatment for the prevention of OM.
2) The effectiveness of vitamin E in the treatment of
OM in children receiving treatment of OM
compared with chemotherapy (El-Housseiny,
Saleh, El-Masry, & Allam,2007):
Scale WHO, 150 children, age range 10 year,
result topical application of vitamin E is an
effective measure in the its systemic
administration.
3) Prevention of oral lesions in children with acute
with lymphoblastic leukemia (Pereira Pinto et al.,
2006):
Scale NCI-CTC and OMAS, 33 children, age
range 2 to 13 year, result systematic preventive
treatment 0.12% chlorhexidine gluconate and oral
hygiene reduced the occurrence of oral
complications.
4) Oral glutamine in the prevention of OM (Aquino
et al., 2005):
Scale Modified Walsh, 110 children, age range
7.9 to 11.1 year, result Glutamine appeared safe
and beneficial in the reduction of OM.
5) Assessment of chemotherapy induced oral
complication in children with cancer (Chen et al.,
2004):
 Scale OAG 30 children, age range 2 to 17
year, result Oral assessment and oral hygiene
appear efficacious in the reduction of severity of
oral complications.
6) Evaluation of an oral preventative protocol in
children with acute lymphoblastic leukemia
(Costa, Fernandes, Quinder, de Souza, & Pinto,
2003)
No scale used. Objective observation for
presence of lesions, 14 children, age range 2 to 10
year, result systematic preventive treatment with
0.12% chlorhexidine gluconate and oral hygiene
reduced the occurrence of oral complications.
7) Oral glutamine in the reduction of OM
(Anderson, Schroeder, & Skubitz, 1998):
Scale Modified Eastern Cooperative Oncology
Group grading system, 16 children, age range 4 to
17 year, result glutamine appeared safe and
beneficial in the reduction of OM.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
8) Comparison of 2 oral care protocols in the
prevention of OM (Cheng et al., 2004): scale
Modified OAG, 34 children (17 in each group),
age range 6 to 17 year, result lower incidence of
OM reported using protocol with chlorhexidine
than benzdamine.
9) Palliation of OM symptoms (Cheng & Chang,
2003):
Scale WHO and 10-point VAS for pain, As
above, age range 6 to 17, result As above.
10) Oral care intervention in the prevention of OM—
pilot study (Cheng et al., 2002):
scale Modified OAG (Wong-Baker faces pain
scale), 14 children, age range 8 to 16 year, result
oral ulcerative lesions less in those exposed to
oral care protocol compared with control group.
11) Oral care intervention in the prevention of OM
(Cheng et al., 2001):
Scale modified OAG (Wong-Baker faces pain
scale), 42 children, age range 6 to 17 years, result
oral care protocol associated with reduction in
incidence and severity of OM.
12) Incidence of oral complications and application of
a preventative protocol in children with acute
leukemia (Levy-Polack, Sebelli, & Polack, 1998):
Scale various objective variables examined:
plaque, mucositis, candidiasis, bleeding, dryness,
dysphagia. Established scale not used, 96
children, age range 1 to 16 year, result systematic
application of apreventive protocol significantly
reduces the incidence of oral complications.
Identified need to include pediatric dentist in
multidisciplinary team that provides oral care for
cancer patients
13) A longitudinal study of the effects on the oral
mucosa for acute childhood leukemia (Williams
& Martin, 1992):
Scale no established scale. Objective
examination, 12 children, age range 4.08 to11.83
year, result reports difficult data collection.
Ulceration was associated with of treatment
neutropenia of less than 1.0 x109 per liter.
14) OM and salivary methotrexate concentration
(Ishii et al., 1989):
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Scale classification grades 0 (no OM) to 3
(severe), 6 children, age range 3.0 to 9.9 year,
result correlation found between salivary
methotrexate concentration and severity of
mucositis.
4. Were individual patient data used in the analysis or
aggregate data? (may important in meta-analysis)
Are the valid results of the systematic review important?
-
1. What is the magnitude of the treatment effect?
To conduct clinical trials in the prevention and
treatment of mucositis, instruments are required that
are reliable, valid, sensitive,and easy to use.
2. How precise is the treatment effect?
Confidence intervals not this article.
Will the results help me in caring for my patients?
3. Is our patient so different from those in the study
that its results cannot apply?
These result especially to oral mucositis tools/ scale at
children with cancer/ chemotherapy have not been
agree.
4. Is the treatment feasible in our setting?
Our patient have a inclusion criteria such, Scale
WHO/NI-CTC use children age range 4.4 to 13 years,
scale NCI-CTC and OMAS at children age range 2 to
13 year.
5. What are our patient’s potential benefits and harms
form the
Potential benefit, patient can identification scale
mucositis experienced, so can do prevention and
treatment of mucositis early.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Lampiran: 2
Appraise artikel
THERAPY WORKSHEET
Citation: Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy.
Are the results of this single preventive or therapeutic trial valid?
Was the assignment of patients to treatments The assignment of patients treatments is not
randomized? And was the randomization list randomized.
concealed?
Was follow-up of patients sufficiently long
The follow-up of patients is sufficiently long
and complete?
and complete.
And were they analyzed in the groups to
The patient is analyzed in the groups not
which they were randomized?
were randomized.
Were patients and clinicians kept "blind" to
The patients and clinicians kept not "blind"
treatment received?
to treatment received.
Were the groups treated equally, apart from
Patient in the the groups treated equally.
the experimental treatment?
Were the groups similar at the start of the
The groups not similar at the start of the trial
trial?
Are the valid results of this randomized trial important?
YOUR CALCULATIONS:
Download Cinical
Calculator
CER
EER
Relative Risk
Reduction
RRR
CER – EER
CER
Absolute Risk
Risk Reduction
ARR
CER - EER
Number Needed to
Treat
NNT
1/ARR
CER = control event rate EER = experimental event rate
Are these valid, important results applicable to our patient?
Is your patient so different from those in the The patient different from those in the study that
study that its results cannot apply?
its results cannot apply.
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Is the treatment feasible in our setting?
The treatment feasible in our setting.
How great would the potential benefit of Result the jurnal very great potential benefit to
therapy actually be for your individual
patient because can modified mucositis scale
patient?
(Oral Mucositis Daily Quesionnaire) to children
with cancer or chemotherapy
What are our patient’s values and Mucositis scale (Oral Mucositis Daily
expectations for both the outcome we are
Quesionnaire) to children with cancer or
trying to prevent and the treatment we are
offering?
chemotherapy
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Lampiran 3
HASIL PENGUKURAN TINGKAT MUKOSITIS (13-15 November 2013)
No
1.
INITIAL
PASIEN
AG
USIA
(Th)
17 th
2.
RM
3.
4.
DIAGNOSA MEDIS
ALL
PEMBERIAN
KEMOTERAPI
7 Nov 2013
JENIS
KEMOTERAPI
MTX-HD
OBAT
MUKOSITIS
NaCl kumur,
Alloclair
Kandistin,
Alloclair
Larutan anak
Belum ada
NILAI VAS & TINGKATAN MUKOSITIS
13 Nov 13
14 Nov 13
15 Nov 13
6 (Ringan)
6 (Ringan)
4 (ringan)
13 th
Osteosarkoma
30 Okt 2013
MTX, Cisplatin
AD
IC
5 th
5 th
ALL Standar Risk
LMNH
12 Nov 2013
12 Nov 2013
5.
6.
7.
IF
GR
GY
16 th
3 th
4 th
KNF
Yolk Sac Tumor
Retinoblastoma
11 & 12 Nov 13
12 Nov 2013
12 Nov 2013
MTX-HD
Vincristin,
Adriamicin
Cisplatin & 5 FU
Etoposite
Vincristin,
Etoposide
8.
VS
4 th
AML, Febrile
3 Nov 2013
9.
MS
16 th
AML Febrile
10.
DN
3 th
ALL High Risk
11.
ST
3 th
Retinoblastoma
12.
NZ
5 th
Teratoma
11 Nov 2013
13.
RA
1 th
ALL
12& 13 Nov 13
5 Nov 2013
13 Nov 2013
-
13 (sedang)
13 (sedang)
14 (sedang)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
Bibir kering
Bibir kering
NaCl kumur
NaCl kumur
Tidak ada
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
pulang
MTX,
Hydrocotisone
Minosep,
Kenalog
13 (sedang)
13 (sedang
13 (sedang)
5 Nov 2013
MTX
8 (ringan)
8 (ringan)
7 (ringan)
6 Nov 2013
9-11 Nov 2013
11 Nov 2013
12 Nov 2013
MTX
 Leucovurin
Vincristine
Etoposide &
Carboplatin
Bleomycin &
Etoposide
Cisplatin
MTX
CPA
Minosep, NaCl
kumur
Enkasari, Nacl
kumur
Tidak ada
Ortu: anak
tdk pernah
mukositis
stlh kemo
Anak
menolak
diberi
kenalog
-
5 (ringan)
5 (ringan)
3 (ringan)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
Teratur
sikat gigi
Minosep
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Enkasari
6 (ringan)
6 (ringan)
5 (ringan)
-
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
KET
14.
IS
18 th
ALL
9 Nov 2013
13 Nov 2013
7 & 12 Nov 2013
17 & 28 Okt
2013, 4 Nov 2013
MTX
Rescovulin
MTX + Dexa
MTX IV
15.
16.
MC
SY
3 th
16 th
ALL-Relaps
LMNH
17.
IN
12 th
Neuroblastoma
12 Nov 2013
9 th
AML
8& 11 Nov 13
9& 12 Nov 13
Carblopatin &
Etoposide
Doxorubicin
Cysplatin
18.
WK
19.
20.
RR
AA
8 th
13,5 th
AML
Osteosarkoma
11 Nov 2013
Belum diberikan
21.
MB
13 th
Limfoma Burkit
22.
23.
DK
AR
13 th
4 th
NHL (Lhimpoma)
LMNH
1 Okt 2013
7 Okt 2013
8 Nov 2013
4 Nov 2013
24.
MA
5 th
ALL
Belum mulai
kemo
Ara-C
Rencana dapat
Cisplatin &
Manitol
CPA
Vincristin
Cyclofosfamin
Vincristin &
Siklofosfamin
Rencana: MTX
NaCl kumur
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Enkasari
NaCl kumur,
Kandistatin,
Minosep
Minosep
0 (tidak)
9 (ringan)
0 (tidak)
9 (ringan)
2 (ringan)
8 (ringan)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Kumur air
garam buatan
sendiri
NaCl kumur
Tidak ada
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
Bibir kering
-
Tidak ada
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Minosep
2 (ringan)
Blm terkaji
(anak blm
sadar)
8 (ringan)
2 (ringan)
0 (tidak)
pulang
0 (tidak)
-
8 (ringan)
8 (ringan)
Belum
mulai kemo,
tapi sudah
muncul
mukositis
NaCl kumur
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Skala Pengukuran Mukositis Anak
Nama
: ___________________________________
Lahir
: ____, _________________, ____________
Diagnosa
: ___________________________________
Kemoterapi : ___________________________________
Item Penilaian
Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang
dirasakan pasien?
Tgl:
Hasil
Tgl:
1.
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang
0
1
2
Nyeri berat
3
Sangat berat
4
Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami
pasien membatasi aktivitas berikut?
Tidak
0
2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
6.
Bicara
Sedikit
1
Sebagian
2
Banyak
3
Tidak mampu
4
Total Nilai VAS
Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6
Tingkatan Mukositis
Oral Mucositis Daily Questionnaire/ OMDQ (Stiff et all, 2006)
Ket:
Tingkat Mukositis dari rata-rata nilai VAS:
0
: tidak mukositis
>0-2 : mukositis ringan
>2-3 : mukositis sedang
>3-4 : mukositis berat
Aplikasi model... ,Kustiningsih, FIK UI, 2013
Tgl:
Download