perlindungan investasi konstruksi dari serangan

advertisement
PERLINDUNGAN INVESTASI KONSTRUKSI DARI SERANGAN
ORGANISME PERUSAK RAYAP TANAH
TARSIDOH
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul
Perlindungan Investasi Konstruksi Dari Serangan Organisme Perusak
Rayap Tanah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi
Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi
mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Tarsidoh
F44080022
ABSTRAK
TARSIDOH. Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme
Perusak Rayap Tanah. Dibimbing oleh MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA
Perencanaan masa layan suatu konstruksi, agar dapat memiliki kinerja
seperti yang diharapkan sesuai umur layan yang diinginkan diperlukan suatu
gambaran tentang tingkat bahaya serangan organisme di suatu daerah karena
berdasarkan data yang ada kerusakan terbesar konstruksi bangunan yang ada
adalah akibat serangan organisme perusak. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan tingkat intensitas serangan organisme perusak sehingga teknik
perlindungan investasi bangunan yang diterapkan dapat efisien dan efektif sesuai
kondisi daerah. Intensitas serangan rayap tanah berhubungan negatif dengan
indeks iklim dan ketinggian tempat, yang berarti bahwa semakin rendah indeks
iklim dan ketinggian tempat maka intensitas serangan rayap semakin besar.
Berdasarkan Data Intensitas serangan selama 6 bulan pada kayu kelas kuat rendah
(kelas IV) dan sedang (kelas III) untuk masing-masing kota Cirebon, dan Bogor
secara berurutan adalah 31,68%, 26,75%, 86 %, dan 53,04 %. Kayu kelas I dan II
untuk daerah Cirebon tidak terserang rayap, sedangkan intensitas serangan pada
kayu kelas kuat I dan II untuk daerah bogor menunjukkan persentase yang sangat
kecil namun terserang jamur hal ini disebabkan karena kelembaban tanah.
Kata Kunci: Intensitas serangan, perlindungan investasi, kayu, rayap.
ABSTRACT
TARSIDOH. Investment Protection Construction of Termite Land Attack
Destroyer organisms. Supervised MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA
Planning service life of a construction, in order to have the performance
as expected with age desired serviceability needed a picture of the level of danger
of attack because the organisms in an area based on the available data the greatest
damage existing construction is due to attack organisms. The purpose of this study
is to get the level of intensity of destructive organisms that construction
investment protection techniques that can be applied efficiently and effectively
according to local conditions. The intensity of the attack of subterranean termites
negatively related to indices of climate and altitude, which means that the lower
the index, the climate and altitude of the greater intensity of termite attack. Based
on the intensity of attack data for 6 months on a low wood strength class (class
IV) and moderate (grade III) for each city Cirebon and Bogor are respectively
31.68%, 26.75%, 86%, and 53, 04%. Wood class I and II for the Cirebon area is
not attacked by termites, whereas the intensity of the attack on wood strength
class I and II to Bogor area shows a very small percentage of the fungus, but this
is because soil moisture.
Keywords: The intensity of the attack, investment protection, wood, termites.
PERLINDUNGAN INVESTASI KONSTRUKSI DARI SERANGAN
ORGANISME PERUSAK RAYAP TANAH
TARSIDOH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme
Perusak Rayap Tanah
Nama
: Tarsidoh
NIM
: F44080022
Disetujui Oleh
Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M.Sc
Pembimbing
Diketahui Oleh
Prof. Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah perlindungan konstruksi, dengan judul
Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak
Rayap Tanah.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Machmud Arifin
Raimadoya, M.Sc selaku dosen pembimbing, Bapak Andik Pribadi,
S.Tp.,M.Sc, dan Bapak Sutoyo, S.TP,M.Si atas saran dan bimbingannya.
Disamping itu, penghargaan penullis sampaikan kepada teknisi dari
Laboratorium Mekanika Tanah yang telah membantu selama penelitian.
Serta seluruh Dosen dan Staf Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
atas
bimbingan,
dukungan,
dan
bantuannya.
Terimakasih
juga
disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih
sayangnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Tarsidoh
DAFTAR ISI
PRAKATA .......................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................
DAFTAR GAMBAR .........................................................
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................
I. PENDAHULUAN1
1.1 Latar Belakang ........................................................
1.2 Tujuan .....................................................................
1.3 Sasaran ....................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...................................................
1.5 Hipotesis .................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................
2.1 Organisme perusak .................................................
2.2 Iklim Indonesia ......................................................
2.3 Tanah .....................................................................
2.4 Tipe Vegetasi .........................................................
2.5 Faktor Lingkungan .................................................
2.6 Teknik Perlindungan ..............................................
2.7 Efikasi Bahan Pengawet ........................................
III. METODE PENELITIAN .............................................
3.1 Pemilihan Lokasi ...................................................
3.2 Prosedur Penelitian ................................................
3.2.1 Pengkajian Tingkat Serangan Organisme Perusak
Pada Bangunan ..................................................
3.2.2 Pengkajian Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap
Serangan Organisme Perusak… ...........................
3.2.3 Intensitas Serangan Organisme Perusk. ..............
3.2.4 Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis
perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan
organisme perusak .............................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................
4.1 Tingkat Serangan Rayap Pada Bangunan Bogor ...
4.2 Tingkat Serangan Rayap Pada Bangunan Cirebon..
4.3 Keragaman Jenis Rayap ........................................
4.4 Karakteristik Lingkungan .....................................
4.4.1 Tipe Iklim, Suhu, Kelembaban, dan Ketinggian
Tempat Daerah Penelitian ...............................
4.4.2 Unsur Hara dan Kandungan Bahan Organik Sample Tanah
4.4.3 Kadar Air Tanah Sample ..................................
4.5 Intensitas Serangan Rayap ....................................
4.6 Efikasi Bahan Pengawet .......................................
4.7 Teknik Perlindungan ............................................
V. PENUTUP ...................................................................
5.1 KESIMPULAN .....................................................
5.2 SARAN .................................................................
Halaman
ii
iii
v
vi
vii
1
1
2
2
2
2
2
4
5
6
6
7
8
8
8
9
9
9
11
11
11
11
12
13
13
14
16
17
18
18
20
22
22
22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................
23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rataan Presentase serangan jamur biru .......................................... 8
Tabel 2. Keragaman jenis rayap daerah penelitian ..................................... 13
Tabel 3. Data curah hujan Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon
Tahun 1996 – 2005...................................................................... 14
Tabel 4. Frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering
kabupaten Cirebon tahun 1996 – 2005 ......................................... 15
Tabel 5. Data Tipe Iklim Schmidt – Furgeson (SF) .................................. 15
Tabel 6. Iklim, Indeks iklim dan ketinggian tempat ................................... 15
Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Daerah penelitian ..................................... 16
Tabel 8. Data rata-rata Ma, Mb, dan Mc untuk perhitungan kadar air ........ 17
Tabel 9. Data Batas Cair tanah Sampel ..................................................... 17
Tabel 10. Efikasi Bahan Pengawet Golongan CCF dan CCB .................... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Contoh pemasangan kayu umpan ............................................. 10
Gambar 2. Pemasangan kayu umpan ......................................................... 10
Gambar 3. Perlindungan kayu umpan ........................................................ 10
Gambar 4. Intensitas Serangan Rayap Tanah Daerah Cirebon dan Bogor .. 12
Gambar 5. Pengujian Bahan Organik Sample Tanah Cirebon dan Bogor. . 17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Curah Hujan Kota Bogor............................................... 24
Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian Sample Tanah di Laboratorium
Mekanika Tanah IPB .............................................................. 25
Lampiran 3. Foto Identifikasi Rayap ......................................................... 26
1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang
berhubungan dengan masa layan yaitu kekuatan dan keawetan. Berkaitan dengan
aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan
beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang digunakan.
Sedangkan untuk aspek keawetan dikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan
termasuk cuaca dan organisme perusak yang dapat menyebabkan terdegradasinya
bahan bangunan dengan kemampuan bahan untuk menahan serangan dari faktorfaktor tersebut. Aspek kekuatan telah banyak mendapat perhatian melalui
berbagai penelitian bahan, struktur dan konstruksi bangunan.
Untuk dapat merencanakan masa layan suatu konstruksi, agar dapat
memiliki kinerja seperti yang diharapkan sesuai umur layan yang diinginkan
diperlukan suatu gambaran tentang tingkat bahaya serangan organisme di suatu
daerah karena berdasarkan data yang ada kerusakan terbesar konstruksi bangunan
yang ada adalah akibat serangan organisme perusak.
Organisme perusak bangunan antara lain rayap tanah, rayap kayu kering,
bubuk kayu, dan jamur. Diantara berbagai jenis organisme perusak tersebut yang
menimbulkan kerugian terbesar adalah rayap tanah. Untuk mencegah serangan
rayap tanah pada bangunan baru telah disusun standar Tatacara Pencegahan
Serangan Rayap pada Bangunan (SNI 03-2424-2000). Sedangkan untuk
bangunan yang telah berdiri digunakan standar Tatacara Penanggulangan
Serangan Rayap (SNI 03-2405-2000). Dalam kedua standar tersebut baik dosis
maupun teknik-teknik pencegahan dan penanggulangannya sama untuk seluruh
Indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 untuk kota-kota yang
berada di Pulau Jawa menunjukkan kondisi yang berbeda. Tipe iklim, ketinggian
daerah, jenis tanah dan ada tidaknya kebocoran bangunan sangat menentukan
apakah bangunan yang ada di daerah tersebut mudah diserang rayap atau tidak.
Pada dasarnya klasifikasi intensitas serangan rayap dapat dilakukan berdasarkan
faktor-faktor yang berpengaruh pada suatu lokasi. Dengan adanya klasifikasi
intensitas serangan rayap maka penerapan standar pencegahan maupun
penanggulangan serangan rayap pada bangunan dapat disesuaikan dengan kondisi
daerah berdasarkan kelas intensitas serangannya.
1.2 Tujuan
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat
intensitas serangan organisme perusak sehingga teknik perlindungan investasi
bangunan yang diterapkan dapat efisien dan efektif sesuai kondisi daerah.
2
1.2 Sasaran
Konsep petunjuk teknis perlindungan investasi bangunan sesuai dengan
kelas intensitas serangan.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Membantu pelaksana dalam menentukan penggunaan kayu bangunan dan
bahan pengawet yang disesuaikan dengan intensitas serangan organisme
perusak pada daerah tersebut.
b. Memperkecil kerugian rusaknya kayu bangunan dari serangan organisme
perusak.
1.5 Hipotesis
1. Ketinggian tempat, kelembaban dan suhu mempengaruhi intensitas serangan
rayap.
2. Semakin tinggi suatu daerah semakin rendah intensitas serangan rayap.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Organisme Perusak
Kayu yang digunakan pada bangunan lama kelamaan akan rusak, apalagi
bila digunakan di luar dan bahkan bila berhubungan langsung dengan tanah
lembab. Faktor perusak kayu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor non
biologis dan faktor biologis. Faktor perusak non biologis antara lain faktor
mekanis, udara, cahaya, angin, air, suhu, alkali, asam, garam dan bahan kimia
lainnya. Faktor perusak biologis (organisme perusak) sangat beragam, yang
terpenting menurut Martawijaya dan Supriana (1973) ; Supriana dan Martawijaya
(1976), adalah jamur jelapuk kayu, jamur pelunak kayu, jamur pewarna kayu,
rayap kayu kering, bubuk kayu kering, bubuk kayu basah, dan rayap tanah.
3
Di Indonesia terdapat dua famili rayap tanah, yaitu Rhinotermitidae dan
Termitidae. Golongan rayap ini terutama merusak kayu yang berhubungan dengan
tanah, tetapi kayu yang tidak langsung berhubungan dengan tanah pun dapat
diserang melalui terowongan yang dibuat dari tanah. Salah satu jenis yang
termasuk ke dalam famili Rhinotermitidae adalah Coptotermes yang banyak
merusak kayu, seperti pagar, tiang listrik dan kayu perumahan. Famili Termitidae
dikenal jenis Odontotermes, Microtermes dan Macrotermes. Pusat sarang rayap
ini pada umumnya terdapat di dalam tanah. Beberapa jenis rayap tanah dapat
membangun bukit-bukit kecil di alas sarangnya. Rayap ini selalu mempunyai
hubungan dengan tanah untuk mencukupi kebutuhan air.
Rayap merupakan organisme perusak pada bangunan. Rayap adalah
serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Apabila
rayap tidak berada di dalam koloninya, maka rayap tersebut tidak mempunyai
kemampuan untuk hidup lebih lama. Dalam koloni, rayap terbagi berdasarkan
spesialisasi atau kasta yang masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran
yang berbeda dalam kehidupannya. Kasta tersebut meliputi kasta prajurit, kasta
pekerja atau kasta palsu dan kasta reproduksi. Kasta prajurit dapat dengan mudah
dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata.
Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar,
khususnya semut atau vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang
sangat penting dalam koloni rayap, karena 80 - 90 % populasi dalam koloni
merupakan kasta pekerja (Nandika, D et al, 2003).
Penyebaran rayap berhubungan dengan suhu dan curah hujan sehingga
sebagian besar jenis rayap terdapat di dataran rendah tropika dan hanya sebagian
kecil ditemukan di dataran tinggi. Penyebaran ini tidak hanya di daerah tropika
tetapi juga mencakup daerah sub tropika bahkan meluas ke daerah temperate
dengan batas 50° Lintang Utara dan 50° 50° Lintang Selatan.
Berkembangnya permukiman di berbagai daerah akan cenderung
meningkatkan serangan rayap, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat keawetan
kayu bangunan yang digunakan dan berkurangnya sumber makanan alami bagi
rayap. Usaha pengendalian serangan rayap pada bangunan semakin berkembang,
hal ini terlihat dari munculnya industri termitisida bahkan industri jasa
pengendalian rayap. Pengendalian serangan rayap pada bangunan meliputi usaha
pencegahan dan pemberantasan atau perbaikan bangunan yang terserang rayap.
Tindakan pengendalian yang sangat dianjurkan adalah melakukan pencegahan
serangan rayap pada saat pra konstruksi. Pengendalian ini masih menggunakan
termitisida yang diaplikasikan baik pada kayu bangunan melalui pengawetan kayu
(wood treatment) maupun dengan perlakuan tanah (soil treatment). Di samping
dengan termitisida, juga telah berkembang cara pencegahan serangan rayap yang
ramah lingkungan yaitu dengan bahan penghalang fisik (physical barrier) yang
dapat mencegah penetrasi rayap tanah pada bangunan dan dengan teknologi
pengumpanan (baitinq) yang dapat mengeliminasi koloni rayap. Prosedur untuk
mendeteksi adanya serangan rayap tanah pada bangunan menurut Nandika et al
(2003) sebagai berikut:
a. Pemeriksaan harus membawa peralatan seperti obeng, pahat, pisau, lampu
penerang, respirator dan pakaian kerja. Untuk mengidentifikasi rayap yang
menyerang bangunan, seorang pemeriksa harus membawa bahan dan peralatan
koleksi rayap mengingat identifikasi lebih mudah dilakukan di laboratorium.
4
b. Bagian yang berhubungan dengan tanah harus diperiksa terlebih dahulu,
termasuk bagian fondasi, sloat, lantai dasar, liang, serambi, dasar tangga dan
sebagainya.
c. Tempat-tempat basah atau lembab seperti kamar mandi, ruang cuci, daerah
sekitar AC dan saluran air merupakan tempat yang disenangi rayap dan paling
mungkin terserang.
d. Liang kembara merupakan petunjuk adanya serangan rayap yang paling
penting.
e. Apabila rayap ditemukan menyerang lantai atas tanpa ada serangan di lantai
bawah, maka mungkin rayap menyerang melalui celah-celah pada dinding,
saluran lift, saluran kabel listrik dan telepon.
f. Daerah di sekitar bangunan juga harus diperiksa untuk menemukan tempattempat yang diduga menjadi sarang rayap. Serangan rayap kayu kering
diketahui dengan mengetuk-ngetuk dan menekan kayu dan ditandai dengan
keluarnya butiran-butiran kecil berwarna kecoklatan seperti butiran kayu.
Aktivitas rayap di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
tanah, tipe vegetasi, Iklim, lingkungan dan ketersediaan air.
2.2 Iklim Indonesia
Klasifikasi iklim di Indonesia pada umumnya hanya memakai unsur iklim
curah hujan, hal ini dikarenakan unsur iklim suhu udara di Indonesia sepanjang
tahun hampir konstan, tetapi sebaliknya unsur iklim curah hujan sangat berubah
terhadap musim. Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklim di Indonesia
berdasarkan perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah yang didefinisikan
dengan besaran Q. Nilai Q dihitung dengan rumus:
Q = Jumlah rata-rata bulan kering
Jumlah rata-rata bulan basah
Klasifikasi iklim Indonesia tersebut sebagai berikut:
A = 0 ≤Q < 0,143, daerah sangat basah, hutan hujan tropis;
B = 0,143 ≤Q < 0,333, daerah basah, hutan hujan tropis;
C = 0,333 ≤Q < 0,600, daerah agak basah, hutan rimba peluruh (daun gugur pada
musim kemarau);
D = 0,600 ≤Q < 1,000, daerah sedang, hutan peluruh;
E = 1,000 ≤Q < 1,670, daerah agak kering, padang sabana.
Penyebaran tumbuh-tumbuhan pada zone panas adalah padi, kelapa, kelapa
sawit, jagung, tebu, kopi, dan perkebunan karet (Havea braziliensis). Batas
produktif untuk karet kurang lebih 700 meter di atas permukaan laut. Pada zone
sedang sejuk, umumnya mulai adanya lahan yang cocok untuk perkebunan teh
(Tea assamica dan Tea Cinica) dan perkebunan kina (Cinchonna). Pertanian
hortikultura adalah kol, kacang, tomat, kentang, dan cabe. Zona dingin masih
5
ditumbuhi jenis rumput alpina, rhododendrom, dan lumut. Zone dingin pada
ketinggian 3500 atau 4400 meter dpl, sering tertutup oleh salju seperti Puncak
Jayawijaya, Papua.
Secara umum, Indonesia berada pada zone iklim tropis karena posisi
lintangnya yang terletak antara 6°LU–11°LS. Namun karena adanya berbagai
faktor geografis, pola iklim negara Indonesia memiliki karakteristik tersendiri.
Beberapa faktor yang mem pengaruhi pola iklim Indonesia antara lain sebagai
berikut.
1. Letak wilayah Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan rata-rata suhu
tahunan senantiasa tinggi (suhu bulan terdingin masih di atas 18°C),
karena penyinaran Matahari senantiasa tegak.
2. Letak kepulauan Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan sebagian
besar wilayahnya berada pada kawasan angin tenang (doldrum) sehingga
terbebas dari bencana akibat badai tropis (siklon).
3. Bentuk wilayah Indonesia berupa kepulauan yang dikelilingi laut
mengakibatkan rata-rata kelembapan udara tinggi, bahkan pada musim
kemaraupun kelembapan relatifnya masih di atas 70%–80%.
4. Posisi negara Indonesia yang diapit oleh samudra dan benua
mengakibatkan pola iklim Indonesia dipengaruhi sirkulasi angin muson
yang berembus dari benua Asia atau Australia.
2.3 Tanah
Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi, setempatsetempat dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi,
mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang
pertumbuhan tanaman di luar rumah. Tanah meliputi horison-horison tanah yang
terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang
waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief (Hardjowigeno, S.
1993). Sifat fisik dan sifat kimia tanah meliputi tekstur tanah, kadar air tanah, pH
tanah, suhu dan kelembaban tanah, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah,
menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm – 5μ), debu (50 – 2μ) dan liat
(2μ) di dalam tanah. Berdasarkan diagram segitiga tanah, tekstur tanah
dikelompokkan menjadi 12 kelas tekstur tanah meliputi pasir, pasir lempung,
lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat
berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu dan liat. Komponen
bahan organik yang terpenting adalah kadar C dan N. Kandungan bahan organik
ini merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan
lingkungan yang berbeda.
Tanah bagi rayap berguna sebagai tempat hidup dan dapat mengisolasi
rayap dari suhu dan kelembaban yang sangat ekstrim. Rayap hidup pada tipe tanah
tertentu, namun secara umum rayap tanah lebih menyukai tipe tanah yang banyak
mengandung liat. Rayap tidak menyukai taah berpasir karena tipe tanah ini
6
memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Hanya beberapa jenis rayap
yang hidup di daerah padang pasir, tanah pasir yang terbuka dan memiliki sifat
semi kering dan basah. Pada area berpasir, rayap dapat meningkatkan infiltrasi air
dan mengembalikannya ke bagian atas tanah.
2.4 Tipe Vegetasi
Sarang rayap Anoplotermes paciticus yang terdapat di dalam tanah dapat
dilubangi oleh akar tanaman. Akar-akar tanaman tersebut dimakan oleh rayap,
tapi tidak menyebabkan tanaman tersebut mati, karena sebagian besar akar yang
tidak dimakan oleh rayap dapat menyerap bahan-bahan organik yang ada pada
sarang rayap. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara rayap dengan
tumbuhan yang sama-sama menggunakan tanah sebagai tempat hidupnya.
2.5 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangaan populasi rayap
meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, dan musuh alami.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraki dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang secara bersama-sama
mempengaruhi aktvitas rayap. Perubaahan kondisi lingkungan menyebabkan
perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap.
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan pemicu perkembangan eksternal dan
berguna untuk merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang. Laron
tidak keluar jika curah hujan rendah. Curah hujan yang terlalu tinggi juga
dapat menurunkan aktivitas rayap. Curah hujan umumnya memberikan
pengaruh fisik secara langsung pada kehidupan koloni rayap. Khususnya
yang membangun sarang di dalam atau di permukan tanah. Curah hujan
memberikan pengaruh tidak langsung melalui perubahaan kelembaban dan
kadar air kayu.
b. Kelembaban
Perubahaan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas jelajah
rayap. Pada kelembaban yang rendah, rayap bergerak menuju daerah yang
lebih rendah. Namun demikian rayap dapat menjaga kelembaban di dalam
liang-liang kembaranya sehingga memungkinkan rayap bergerak ke daerah
yang lebih kering.
7
c. Suhu
Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi hidup
serangga, baik terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Pengaruh
suhu pada serangga terbagi menjadi beberapa kisaran. Pertama suhu
maksimum dan minimum yaitu kisaran suhu terendah dan tertinggi yang
dapat menyebabkan kematian pada serangga; yang kedua adalah suhu
estivasi atau hibernasi yaitu kisaran suhu di atas atau di bawah suhu
optimum yang dapat mengakibatkan serangga mengurangi aktivitasnya
atau dorman; dan ketiga adalah kisaran suhu optimum. Pada sebagian
besar serangga suhu optimumnya adalah 15-18°C.
2.6 Teknik Perlindungan
Teknik perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan organisme
perusak yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama pada kayu
bangunan yang digunakan adalah dengan pengawetan kayu yang menggunakan
bahan pengawet. Pengawetan kayu merupakan suatu proses memasukkan bahan
pengawet ke dalam kayu dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan kayu
terhadap serangan organisme perusak, sehingga dapat memperpanjang masa pakai
kayu. Cara pengawetan kayu bangunan yang umum digunakan adalah vakumtekan, rendaman dingin dan rendaman panas dingin. Pengawetan secara vakumtekan dilakukan dengan pemberian vakum dan tekanan salama proses
memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu bangunan. Pengawetan secara
rendaman dingin adalah dengan merendam kayu bangunan ke dalam larutan
bahan pengawet. Sedangkan pengawetan secara rendaman panas-dingin adalah
dengan merendam kayu bangunan ke dalam larutan bahan pengawetan yang
dilakukan secara panas-dingin.
Bahan pengawet adalah suatu bahan kimia yang bila dimasukkan ke dalam
kayu dapat meningkatkan ketahanan kayu dari serangan organisme perusak seperti
jamur, serangga dan makhluk perusak kayu lainnya. Selain dengan cara
pengawetan kayu bangunan, teknik perlindungan bangunan dapat juga dilakukan
dengan cara injeksi/penyuntikan bahan pengawet pada tapak bangunan. Pada
bangunan yang sudah berdiri penanggulangan serangan organisme perusakdilakukan baik dengan cara pengawetan kayu bangunan maupun secara
injeksi/penyuntikan pada pondasi, lantai dan dinding.
8
2.7 Efikasi Bahan Pengawet
Efikasi bahan pengawet merupakan besarnya daya tahan bahan pengawet
yang digunakan pada kayu bangunan terhadap serangan organisme perusak.
Arifin, Z dan Irvin D.(2002) mengemukakan bahwa kayu pulai (Alstonia scholaris
RBr.) bila dilakukan pengawetan secara pemulasan, pencelupan dan perendaman
dengan menggunaan larutan bahan pengawet boraks 5%, menunjukkan hasil yang
berbeda terhadap intensitas serangan jamur biru. Rataan persentase serangan
jamur biru dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Presentase serangan jamur biru
Cara Pengawetan
Pemulasaan
Pencelupan
Perendaman
Rataan (%)
64.01
42.20
11.55
Perbedaan intensitas serangan jamur biru pada kayu pulai terjadi karena
peresapan bahan pengawet ke dalam kayu yang berbeda. Ekstrak daun tembakau
di dalam air panas dengan formula 120 gram per 1000 ml air bila digunakan
sebagai bahan pengawet pada kayu kelapa secara rendaman, menyebabkan
mortalitas rayap kayu kering sebesar 96 % (Hadikusumo, S.A. dkk 2002).
3 METODA PENELITIAN
Penelitian ini dikelompokkan dalam beberapa tahapan kegiatan untuk
mencapai sasaran yang diinginkan. Tahapan kegiatan tersebut meliputi:
1). Pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan,
2). Pengkajian pengaruh kondisi lingkungan terhadap serangan organisme
perusak,
3). Intensitas serangan organisme perusak dan
4). Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis perlindungan investasi
konstruksi terhadap serangan organisme perusak.
3.1 Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan
perbedaan ketinggian tempat dan tipe iklim. Ketinggian tempat dikelompokkan
menjadi dua kategori ketinggian yaitu dataran rendah dan dataran sedang.
Pengelompokkan tipe iklim berdasarkan kategori tipe iklim Schmidt dan Ferguson
9
yang membagi menjadi lima tipe yaitu, A, B, C, D dan E. Karna ketrebatasan
jarak maka hanya dipilih dua tipe iklim, yaitu tipe iklim B yang terdapat pada
daerah Bogor dan tipe iklim D pada daerah Cirebon.
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan
Pada kegiatan pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada
bangunan, variabel yang diamati meliputi umur bangunan, peruntukan bangunan,
tipe bangunan, kondisi bangunan dan jenis organisme perusak. Unit contoh yang
dipilih berupa bangunan yang berfungsi sebagai hunian maupun peruntukan lain
yang dipilih secara acak dengan sebaran yang merata di setiap lokasi/kota
penelitian. Pada setiap unit contoh dilakukan pengamatan kondisi bangunan dan
wawancara dengan penghuni atau pemilik bangunan. Pengambilan spesimen
organisme perusak/rayap dilakukan secara langsung dengan tahapan sebagai
berikut:
 Pada setiap bangunan yang diamati, dicari bagian bangunan yang terserang
rayap atau di sekitar bangunan pada tunggak kayu atau potongan kayu, dan
tanaman; atau dapat juga dikumpulkan dari tempat lain asal dari wilayah
yang sama.
 Rayap yang dijumpai dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan
menyertakan kasta pekerja dan prajurit.
 Rayap yang terkumpul dimasukkan pada betel koleksi yang berisi alkohol
70 %.
 Botol koleksi diberi label yang berupa nama lokasi, tanggal pengambilan
dan jumlah rayap.
 Selanjutnya dilakukan identifikasi rayap di laboratorium.
3.2.2 Pengkajian pengaruh
organisme perusak
kondisi
lingkungan
terhadap
serangan
Dalam pengkajian ini dilakukan pengamatan atau pengambilan data
sekunder variabel lingkungan yaitu tipe iklim, ketinggian tempat/daerah, suhu,
kelembaban dan tekstur tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada setiap
lokasi/kota penelitian.
Cara pengambilan sampel tanah sebagai berikut:
 Menggali atau membuat lubang pada tanah dari bagian permukaan tanah
hingga kedalaman 30 cm dengan ukuran lubang tidak terlalu besar.
 Tanah bagian atas hingga kedalaman 30 cm dicampur dan diambil /
dikumpulkan ke dalam kantung plastik sebanyak 0.5 kg.
 Kantung plastik ditutup rapat dan sebelum dikirim ke laboratorium harus
disimpan pada tempat yang teduh/sejuk tidak terpapar sinar matahari
langsung.
10
 Kantung plastik diberi label lokasi dan waktu pengambilan.
Selain pengambilan data tersebut, juga dilakukan pemasangan kayu
umpan. Kayu umpan yang dipasang terdiri dari tiga kelas awet yaitu kayu kelas
awet rendah, kayu kelas awet sedang, dan kayu kelas awet tinggi. Lokasi
pemasangan kayu umpan dipilih sedemikian rupa pada daerah-daerah yang diduga
disukai oleh rayap seperti dekat perakaran tanaman, bukan daerah tergenang air
atau terlalu basah, tidak terkena cucuran air hujan dari atap dan tidak terpapar
sinar matahari yang terlalu tinggi.
Tahapan pemasangan kayu umpan dilakukan sebagai berikut :
 Kayu-kayu umpan yang telah dipersiapkan, ditanam ke dalam tanah pada
lima lokasi pengamatan di setiap lokasi kota penelitian.
 Kedalaman penanaman kayu umpan adalah 17 cm.
 Kayu umpan diletakkan di halaman bangunan yang disurvei yang dipilih
terutama yang telah terserang rayap.
 Lama pengumpanan adalah 45 - 60 hari.
 Setelah 45 - 60 hari kayu umpan dicabut dengan hati-hati dan rayap yang
menyerang kayu umpan dikumpulkan pada betol koleksi.
 Botol koleksi diberi label yang berupa nama lokasi, tanggal pengambilan
dan jumlah rayap.
 Selanjutnya dilakukan identifikasi rayap di laboratorium. Pada kayu
umpan yang terserang rayap, dilakukan penghitungan persen kerusakan
kayu yang terjadi.
Gambar 2. Pemasangan Kayu Umpan
Gambar 3. Perlindungan kayu umpan
11
3.2.3 Intensitas serangan organisme perusak
Intensitas serangan rayap diperoleh dengan menggunakan model yang
dikembangkan berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pengkajian tingkat
serangan organisme perusak pada bangunan dan pengkajian pengaruh kondisi
lingkungan terhadap serangan organisme perusak.
3.2.4 Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis perlindungan
investasi konstruksi terhadap serangan organisme perusak.
Pada kegiatan ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan desk
study. Pengolahan data dan penentuan kelas bahaya rayap pada setiap lokasi/kota
penelitian ditentukan berdasarkan intensitas serangan rayap yang terjadi.
Pengelompokan kelas bahaya dilakukan dengan analisis gerombol atau cluster.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tingkat Serangan Rayap pada Bangunan – Bogor
Di Kota Bogor tingkat serangan rayap pada bangunan yang sudah berdiri
relatif tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa bangunan yang disurvei telah
mengalami kerusakan akibat serangan rayap, yang berdasarkan infomasi pemilik
bangunan telah dilakukan beberapa kali penggantian komponen bangunan seperti
kusen pintu, kusen jendela, daun pintu dan sebagainya. Bahkan ada satu bangunan
yang telah direnovasi sekitar satu tahun yang lalu telah diserang rayap tanah
hingga ke rangka atap, namun sepintas terlihat rangka atapnya belum mengalami
kerusakan yang parah. Serangan ini terjadi kemungkinan karena bangunan di
sebelahnya telah terserang rayap tanah, walaupun ada jarak antara bangunan
tersebut. Secara umum serangan rayap pada bangunan di kota ini sebagian besar
hingga ke rangka atap, hal ini terlihat secara langsung karena sebagian besar
bangunan tidak menggunakan platen dan pada rangka atap terlihat saluran atau
liang-liang kembara rayap. Di samping itu bangunan yang terserang telah berumur
puluhan tahun dan pada umumnya bangunan menggunakan kayu sebagai
komponen utama. Kayu yang digunakan secara umum tidak dilakukan tindakan
pengawetan karena kurangnya informasi kepada masyarakat. Namun ada sebagian
masyarakat yang telah menggunakan residu untuk pengawetan kayu pada
bangunan dan diyakini dapat mencegah serangan rayap. Bila residu tersebut habis
atau hilang dari kayu, maka kayu tersebut dapat diserang rayap.
12
4.2 Tingkat Serangan Rayap pada Bangunan – Cirebon
Tingkat serangan rayap pada bangunan di kota Cirebon relatif sedang, hal
ini terlihat dari sebagian besar bangunan yang disurvei tidak mengalami
kerusakan serius akibat serangan rayap tanah, walaupun bangunan tersebut telah
berumur puluhan tahun. Kerusakan bangunan pada kusen jendela, kusen pintu dan
sebagainya pada umumnya terserang oleh rayap kayu kering dan bangunan
tersebut telah berumur puluhan tahun. Sebagian masyarakat telah menggunakan
residu atau oli bekas sebagai bahan pengawet kayu yang digunakan pada
bangunan maupun pada fondasi sebelum bangunan tersebut berdiri. Masyarakat
mempunyai keyakinan bahwa penggunaan residu ini mampu menghalau serangan
rayap. Organisme perusak yang dijumpai adalah rayap kayu kering, hal ini terlihat
dari butiran kecil-kecil halus berbentuk lonjong yang berwarna coklat dan
merupakan kotoran rayap tersebut yang terdapat di dalam kayu. Pengambilan
specimen rayap kayu kering, kesulitan untuk dilakukan karena pada umumnya
pemilik atau penghuni bangunan tidak mengijinkan dengan alasan memperparah
kerusakan kayu. Sementara organisme perusak rayap tanah tidak ditemukan
menyerang bangunan.
a. Serangan rayap pada
bangunan kota bogor
d. Serangan Rayap Pada
bangunan Kota Cirebon
b. Liang kembebara pada
bangunan Kota Bogor
c. hasil penanaman umpan
kota bogor
e. Serangan Rayap pada
f. Hasil penanaman Umpan
Bangunan Kota Cirebon Kota Cirebon
Gambar 4. Intensitas Serangan Rayap Tanah Daerah Cirebon dan Bogor
13
4.3 Keragaman Jenis Rayap
Keragaman jenis rayap yang menyerang bangunan maupun yang
menyerang contoh kayu umpan dan yang diketemukan di sekitar bangunan yang
menyerang tanaman atau memakan serasah di beberapa wilayah seperti Kota
Bogor dan Cirebon, secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Keragaman Jenis Rayap Daerah Penelitian
No
Kota
Cirebon
1
2
Bogor
Jenis Rayap
Odontotermes
Microtermes
Coptotermes
Microtermes
Macrotermes
Rayap tanah Coptotermes merupakan jenis yang paling mampu
beradaptasi di dalam lingkungan permukiman yang menjadi habitat manusia
termasuk menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan mikro di dalam bangunan.
Oleh karena itu rayap jenis ini paling sering dijumpai menyerang bangunan dan
bahkan mampu membuat sarang-sarang antara di dalamnya (secondary nest) pada
tempat-tempat yang tidak secara langsung berhubungan dengan tanah. Di samping
itu kemampuannya dalam menyerang bangunan ditunjang oleh kemampuan
jelajahnya yang tinggi baik pada arah jelajah horisontal maupun vertikal dan
ukuran populasinya yang besar. Kehadiran rayap Coptotermes pada bangunan
maupun di lingkungan permukiman merupakan indikasi bahaya rayap yang
potensial atau hama bangunan yang utama, karena mampu menyerang bagianbagian komponen bangunan yang tinggi seperti rangka atap dengan tingkat
kerusakan yang tinggi.
Jenis rayap tanah yang lain dan menyerang kayu pada bangunan adalah
Macrotermes, Microtermes dan Odontotermes. Rayap tanah Macrotermes
merupakan hama bangunan sekunder, hanya mampu menyerang bagian-bagian
komponen bangunan yang rendah seperti kusen pintu maupun jendela dan tidak
menyerang struktur atap. Di sekitar bangunan lebih berperan sebagai hama
tanaman. Rayap microtermes sangat jarang menyerang bangunan dan lebih
berperan sebagai hama tanaman dan decomposer.
4.4 Karakteristik Lingkungan
Ada beberapa karakteristik lingkungan yang mempengaruhi kehidupan
rayap tanah diantaranya yaitu: tipe iklim, suhu, kelembaban dan ketinggian tempat
suatu daerah.
14
4.4.1 Tipe Iklim, Suhu, Kelembaban, dan Ketinggian Tempat Daerah
Penelitian
Iklim merupakan keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dalam waktu yang lama dan meliputi wilayah yang luas. Untuk
menentukan tipe iklim pada daerah penelitian digunakan perhitungan berdasarkan
kategori tipe iklim Schmidt & Ferguson sebagai berikut:
Q = Md/Mw x 100%
Dengan Q : Tipe iklim SF
Md : Rata-rata Bulan kering
Mw : Rata-rata Bulan Basah
Adapun kondisi curah hujan pada daerah penelitian berdasarkan
pengamatan curah hujan selama 10 tahun (1996-2005) yang diperoleh dari UPTD
PSDA Kecamatan Panguragan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Curah Hujan Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon Tahun 1996 –
2005
TAHU
N
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Jan Fe
b
28 28
4
1
45 20
7
6
13 48
4
8
50 16
1
8
41 81
0
31 26
5
2
30 24
9
2
33 31
6
3
30 34
2
3
34 21
4
6
Ma Ap
r
r
191 11
6
212 14
1
383 21
4
552 49
1
260 17
7
248 24
6
140 13
3
119 16
6
280 52
Me
i
14
BULAN
Ju Ju Agus
n
l
t
41 23 30
51
0
0
12
3
12
9
19
4
12
6
44
17
79 38
16
8
70 67
0
10
4
12
1
0
70 1
5
31 0
4
90
61
0
96
280 52
96
Ok
t
19
9
0
No
v
181
13
6
44
201
243
2
19
5
76
0
0
0
113
0
0
63
310
49
44 0
0
0
220
49
44 0
0
0
220
0
Sep
t
19
0
35
418
362
De
s
38
1
33
8
28
9
18
5
27
4
22
4
15
1
13
8
22
3
22
3
Sumber: UPTD PSDA Kecamatan Panguragan, 2005.
Berdasarkan data tabel diatas maka dapat disimpulkan jumlah bulan basah,
bulan kering, dan bulan lembab adalah:
15
Tabel 4. Frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering kabupaten Cirebon tahun
1996 – 2005
No
1
2
3
Kriteria Bulan
Bulan Kering (Ch < 60 mm)
Bulan Lembab (Ch 60 – 100 mm)
Bulan Basah (> 100 mm)
TOTAL
Frekuensi
45
10
65
120
Dari data frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering
didapatkan nilai Md (rata-rata bulan kering), dan Mw (rata-rata bulan basah)
berturut-turut, 4,5 dan 6,5. Dari data tersebut maka dihasilkan nilai Q daerah
Cirebon sebesar 69,2%.
Nilai Q untuk menentukan klasifikasi Schmidt – Ferguson dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Tipe Iklim Schmidt – Ferguson
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Nilai Q
0 – 14.3
14.3 – 33.3
33.3 – 60
60 – 100
100 – 167
167 – 300
300 – 700
≥700
Tipe Iklim
A
B
C
D
E
F
G
H
Sifat
Sangat basah
Basah
Agak basah
Sedang
Agak kering
Kering
Sangat kering
Luar biasa kering
Sumber:Rafi’i, 1995
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa menurut klasifikasi
Schmidt dan Furgeson daerah penelitian Cirebon diperoleh nilai Q = 69.2%. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa kota Cirebon termasuk kedalam tipe iklim D yang
memiliki sifat sedang. Adapun suhu minimun rata-rata 26°C, dan suhu maksimum
rata-rata adalah 28 °C.
Dengan perhitungan yang sama dari data curah hujan di Bogor, dapat
disimpulkan Kota Bogor termasuk ke dalam tipe iklim B yang memiliki sifat
basah, dengan suhu minimum rata-rata 21.8 °C, dan suhu maksimum rata-rata
adalah 26 °C.
Indeks iklim dan ketinggian tempat yang dimiliki oleh setiap lokasi
penelitian sebagai berikut:
Tabel 6. Iklim, Indeks iklim dan ketinggian tempat.
No kota
Iklim
Indeks Iklim
1
Cirebon
Bogor
D
B
69.2%
19.13%
Ketinggian Tempat
(mdpl)
7,5
190
16
Suhu dan kelembaban rata-rata setiap lokasi penelitian terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Suhu dan Kelembaban daerah penelitian
No Kota
Suhu (°C)
Cirebon
26 – 28 °C
1
Bogor
21.8 – 26 °C
2
Kelembaban (%)
58%
70 %
Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan serangga,
baik terhadap perkembangan hidup maupun aktivitasnya. Pengaruh suhu terhadap
perkembangan serangga terbagi dalam kisaran suhu yaitu suhu maksimum dan
minimum yang merupakan kisaran suhu tertinggi dan terendah yang dapat
menyebabkan kematian serangga, suhu estivasi atau hibernasi merupakan kisaran
suhu di atas atau di bawah suhu optimum yang mengakibatkan serangga
mengurangi aktivitasnya atau dorman, dan kisaran suhu optimum yang merupakan
kisaran suhu dimana serangga dapat berkembangbiak dan menjalankan
aktivitasnya. Pada sebagian besar serangga kisaran suhu optimumnya adalah 15
°C - 38°C.
Dari data suhu yang diperoleh, menunjukkan bahwa daerah Bogor
memungkinkan perkembangan hidup dan aktivitas serangga termasuk rayap.
Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas jelajah rayap. Pada
kelembaban yang rendah, rayap bergerak menuju daerah dengan suhu yang lebih
rendah. Rayap mempunyai kemampuan untuk menjaga kelembaban di dalam
liang-liang kembara sehingga rayap dapat bergerak ke daerah yang lebih kering.
Rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, Odontotermes dan sebagainya
memerlukan kelembaban yang tinggi. Kelembaban optimum untuk aktivitas dan
perkembangan rayap sebesar 75% - 90%. Pada rayap kayu kering Cryptotermes
tidak memerlukan kelembaban yang tinggi. Suhu dan kelembaban merupakan
faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan
kondisi lingkungan akan mengakibatkan perubahan perkembangan, aktivitas dan
perilaku rayap.
4.4.2 Unsur Hara dan Kandungan Bahan Organik Sampel Tanah
Rayap tanah lebih menyukai tanah dengan kadar unsur hara dan bahan
organik yang tinggi. Karena bahan organik dan unsur hara di dalam tanah sangat
berpengaruh bagi perkembangan dan aktivitas rayap. Sampel tanah yang banyak
mengandung bahan organik mudah terbakar atau cepat habis. Dari hasil pengujian
laboratorium sampel tanah Bogor lebih mudah terbakar dan cepat habis
dibandingkan dengan sampel tanah Cirebon, hal ini menunjukkan sampel tanah
Bogor lebih banyak mengandung bahan organik dibandingkan dengan sampel
tanah Cirebon.
17
a. Pengujian bahan organik
Sampel tanah bogor
b. Pengujian bahan organik
Sampel tanah Cirebon
Gambar 5. Pengujian Bahan Organik Sample tanah Cirebon dan Bogor
4.4.3 Kadar air Tanah Sampel
Tabel 8. Data rata-rata Ma, Mb, dan Mc untuk perhitungan kadar air.
SAMPEL
Mc
Ma
Mb
TANAH
23.3
56.02
47.98
CIREBON
23.58
49.82
40.7
BOGOR
Keterangan:
Mc = Berat wadah
Ma = Berat wadah dan tanah sebelum di oven
Mb = Berat wadah dan tanah setelah di oven
w = Kadar air tanah
w
34.036%
53.27%
Dari data tersebut dihasilkan kadar air tanah masing-masing daerah
penelitian Cirebon dan Bogor berturut-turut adalah 34,036% dan 53,27%, Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan kadar air sampel tanah Bogor lebih tinggi
tanah dengan kadar air yang tinggi lebih disenangi oleh rayap tanah, sehingga
daerah Bogor lebih mudah terserang rayap tanah dibandingkan dengan daerah
Cirebon yang memiliki kadar air lebih rendah dari kadar air Bogor.
Memperhatikan hasil analisis tekstur tanah terlihat bahwa tanah yang
banyak mengandung pasir dan sedikit mengandung liat adalah tanah dari Cirebon.
Melihat karakteristik tekstur tanah tersebut dapat dikatakan bahwa pada daerah
tersebut tidak disukai oleh rayap tanah. Rayap tanah sangat menyukai tanah
dengan kandungan liat yang tinggi. Tanah dengan kandungan pasir rendah dan
kandungan liat tinggi adalah pada tanah dari Bogor. Karakteristik tanah inilah
yang paling disukai oleh rayap tanah.
18
4.5 Intensitas Serangan Rayap
Intensitas serangan rayap menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi
pada bangunan akibat serangan rayap. Dari hasil pemasangan contoh kayu umpan
pada daerah Bogor, terlihat bahwa baik kayu kelas awet rendah maupun kayu
kelas awet sedang telah terserang rayap tanah pada umur pemasangan 2 bulan.
Kayu kelas awet rendah (Kelas IV) rata-rata telah terserang rayap sebesar 30 %
dan kayu kelas awet sedang (III) terserang 20 %. Kondisi ini menggambarkan
bahwa serangan rayap di daerah ini relatif tinggi. Sedangkan hasil pemasangan
kayu umpan yang berumur 2 bulan pada daerah Cirebon menunjukan hanya kayu
kelas awet rendah (kelas IV) yang terserang rayap tanah dengan kerusakan sebesar
10 %.
Berdasarkan Data Intensitas serangan selama 6 bulan pada kayu kelas kuat
rendah (kelas IV) dan sedang (kelas III) untuk masing-masing kota Cirebon, dan
Bogor secara berurutan adalah 31.68%, 26.75%, 86 %, dan 53.04 %. Kayu kelas I
dan II untuk daerah Cirebon tidak terserang rayap, sedangkan intensitas serangan
pada kayu kelas kuat I dan II untuk daerah bogor menunjukan persentase yang
sangat kecil namun terserang jamur hal ini disebabkan karena kelembaban tanah.
Perbedaan intensitas serangan rayap ini disebabkan oleh perbedaan jenis
rayap yang menyerang bangunan dan kondisi bangunan. Rayap Coptotermes
memberikan dampak perusakan yang paling besar dibandingkan rayap tanah
lainnya, karena rayap ini mampu menyerang tidak saja kayu non struktural seperti
kusen pintu maupun jendela tetapi juga menyerang struktur atap dan plate. Rayap
tanah Microtermes dan Macrotermes lebih banyak dijumpai menyerang kayu non
struktural seperi kusen pintu dan jendela, dan tidak banyak dijumpai menyerang
struktur atap. Selain itu pada bagian bangunan yang lebih rendah, lebih mudah
diserang rayap karena beberapa jenis rayap tanah mempunyai kemampuan untuk
menyerang pada bagian tersebut. Rayap tanah pada umumnya menyerang bagian
dinding bangunan seperti di Bogor. Sementara di Cirebon lebih banyak
menyerang bagian kusen dan jendela.
19
4.6
Efikasi Bahan Pengawet
Bahan pengawet yang digunakan dalam pengawetan kayu bangunan, telah
dilakukan pengujian efikasi bahan pengawet terhadap organisme perusak.
Beberapa hasil pengujian efikasi bahan pengawet terhadap organisme perusak
disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 10. Efikasi Bahan Pengawet Golongan CCF dan CCB
No Tipe Bahan Organisme
Jenis
Konsentasi
Pengawet
Perusak
Kayu
larutan (%)
CCF
Coptotermes
Karet
4.0
1
Cryptotermes
10
CCB
(1)
Coptotermes
Karet
6.4
2
Cryptotermes
>6.4
Cryptotermes
6.4
CCB (2)
Coptotermes
Pinus
>10
3
Coptotermes
Karet
<2.0
Cryptotermes
4.0
CCB (3)
Coptotermes
Pinus
>4.6
4
Coptotermes
Karet
<4.5
Cryptotermes
>4.6
Cryptotermes
10
Cryptotermes
<4.5
Retensi
(%)
7.7
45.1
15.6
>14.1
39.6
>73.7
<6.2
19.6
>21.0
<18.2
>9.5
42.7
<26.3
Organisme perusak yang dimaksud antara lain rayap tanah. Retensi bahan
pengawet merupakan banyaknya bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu,
yang dinyatakan dalam satuan kg
. Dari data di alas, khususnya untuk bahan
pengawet dari golongan CCF (tembaga, khrom, flour) pada jasad penguji rayap
tanah Coptotermes, dengan konsentrasi larutan 4 % dan retensi yang dicapai 7.7
, menunjukkan kematian pada rayap tersebut. Bila memperhatikan
kg
ketentuan dalam standar Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung (SNI
03-5010.1-1999) besarnya retensi yang harus dicapai pada pengawetan kayu
untuk penggunaan di luar atap sebesar 8.6 kg/m3, maka persyaratan besaran
retensi tersebut dapat dikurangi, karena hasil efikasi bahan pengawet retensinya
lebih rendah. Pada jasad penguji rayap Cryptotermes, besaran retensi yang harus
dengan konsentrasi larutan 10 %. Untuk bahan
dicapai adalah 45.1 kg
pengawet golongan CCB (tembaga, khrom, boron) pada jasad penguji rayap tanah
Coptotermes menunjukkan besaran retensi bahan pengawet yang bervariasi. Pada
kayu pinus, retensi bahan pengawet yang dapat mematikan sebesar >73.7 kg
dengan konsentrasi larutan > 10 % untuk bahan pengawet CCB (2) dan > 21.0
dengan konsentrasi larutan > 4.6 % untuk bahan pengawet CCB (3).
kg
Sementara retensi bahan pengawet pada jenis kayu karat sebesar 15.6 kg
20
dengan konsentrasi larutan 6.4 % untuk bahan pengawet CCB (1), retensi sebesar
≤ 6.2 kg
dengan konsentrasi larutan ≤ 2.0 % untuk bahan pengawet CCB (2),
dan ≤ 18.2 kg
dengan konsentrasi larutan ≤4.5 % untuk bahan pengawet CCB
(3).
Jenis kayu pinus sangat mempengaruhi besarnya retensi yang dapat
mematikan rayap tanah Coptotermes, hal ini kemungkinan disebabkan zat kimia
yang terkandung di dalam kayu tersebut dapat menetralisir sebagian bahan
pengawet yang masuk ke dalam kayu pinus. Mempertimbangkan hat tersebut,
untuk kayu-kayu yang berasal dari kelompok kayu lunak (softwood) besarnya
retensi bahan pengawet yang terdapat di dalam standar sebaiknya ditinjau
kembali. Hal ini berkaitan dengan hasil pengujian pada rayap Coptotermes, retensi
bahan pengawet yang mematikan rayap tersebut lebih besar dari ketentuan
standar. Sementara pada kayu-kayu keras (hardwood), hasil pengujian
menunjukkan ada besaran retensi bahan pengawet yang lebih rendah maupun
yang lebih tinggi dari standar yang mematikan rayap tanah Coptotermes. Khusus
bahan pengawet CCB (2), retensi yang mematikan rayap tanah sebesar ≤ 6.2
kg
, besarnya retensi ini lebih rendah daripada ketentuan standar. Sementara
untuk bahan pengawet CCB (3) retensi yang mematikan rayap tanah sebesar
≤18.2 kg
, hal ini lebih tinggi dari ketentuan standar. Bila memperhatikan
ketentuan dalam standar Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung (SNI
03-5010.1-1999) besamya retensi yang harus dicapai pada pengawetan kayu untuk
penggunaan di luar atap sebesar 8.6 kg
.
4.7
Teknik Perlindungan
Beberapa teknik perlindungan bangunan terhadap serangan rayap yang
telah dilakukan oleh masyarakat antara lain dengan pengawetan kayu bangunan
baik dengan bahan pengawet maupun dengan menggunakan residu atau oli bekas.
Residu ini bukan merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk
menahan serangan rayap, namun bahan ini sudah memasyarakat dan mudah
didapat di setiap toko material. Masyarakat percaya bahwa dengan menggunakan
residu, bangunannya akan terhindar dari serangan rayap. Pengawetan kayu dengan
residu biasanya dilakukan dengan cara pengecatan. Selain dengan residu,
masyarakat mempercayai bahwa dengan melakukan pengecatan pada kayu
bangunan dengan cat kayu juga dapat menghindarkan kayu tersebut dari serangan
rayap. Disamping pengawetan kayu, masyarakat juga telah melakukan perlakuan
tanah atau pondasi dengan menggunakan residu dengan cara menaburkannya pada
bagian tersebut.
Pengawetan kayu bangunan dengan bahan pengawet juga telah dilakukan
oleh masyarakat, namum jumlahnya relatif sedikit. Hal ini terjadi kemungkinan
karena harga bahan pengawet kayu yang relatif mahal dan masyarakat belum
menyadari keuntungan yang diperoleh bila telah melakukan pengawetan kayu
bangunan. Biasanya apabila bangunan yang dimiliki sudah terkena serangan
rayap, pemiliknya baru menyadari keuntungan melakukan pencegahan serangan
21
rayap pada bangunan. Disamping pengawetan kayu, masyarakat melakukan
perlindungan bangunan dengan memperbaiki bagian-bagian bangunan yang
mengalami kerusakan akibat kebocoran serta menjaga kebersihan bangunan
tersebut.
Pada bangunan gedung atau pemerintah terutama yang mendapat bantuan
dana dari luar negeri mensyaratkan dalam pembangunannya untuk melakukan
pengawetan kayu dan perlakuan tanah pada bangunan yang akan didirikan.
Sedangkan pada bangunan yang sudah berdiri, akan dilakukan penanggulangan
serangan rayap bila serangan tersebut sudah dianggap parah dan membahayakan
keselamatan penghuni. Dalam standar SNI 03-2404-2000 tatacara pencegahan
serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung, pada bangunan yang akan
didirikan terlebih dahulu dilakukan perlakuan tanah/tapak dimana bangunan
tersebut didirikan dan dilakukan pengawetan kayu bangunan yang mempunyai
kelas awet III - V serta kayu gubal kelas awet I - II. Demikian juga dalam SNI 032405-2000 tatacara penanggulangan serangan rayap pada bangunan rumah dan
gedung, namun dilakukan pengeboran dan injeksi pada tanah dan dinding. Selain
itu pengawetan kayu dapat juga dilakukan dengan injeksi larutan bahan pengawet
atau dengan pasak pengawet. Kedua standar tersebut berlaku untuk seluruh
wilayah Indonesia.
Hubungan Intensitas Serangan Rayap dengan Faktor lingkungan Dari
hasil analisis regresi hubungan intensitas serangan rayap dengan indeks iklim dan
ketinggian tempat berdasarkan data hasil penelitian Departemen Pekerjaan Umum
Kota Bandung, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
IS = 2,71 - 0,0133IK- 0,134 KT
Keterangan:
IS = intensitas serangan
IK = indeks iklim
KT = ketinggian tempat
Nilai koefisien determinasi sebesar 53.4 %, hal ini menggambarkan bahwa
bila terjadi perubahan pada intensitas serangan rayap, hanya dapat dijelaskan
sebesar 53.4 % saja oleh indeks iklim dan ketinggian tempat. Sedangkan sisanya
sebesar 46.6 % disebabkan faktor-faktor lain. Dalam persamaan tersebut terlihat
bahwa indeks iklim dan ketinggian tempat berpengaruh nyata pada taraf 40 %.
Intensitas serangan berhubungan negatif dengan indeks iklim dan ketinggian
tempat, yang berarti semakin rendah indeks iklim dan ketinggian tempat maka
intensitas serangan rayap semakin besar. Sedangkan hasil penelitian ini
menunjukan bahwa ketinggian tempat berhubungan positif dengan intensitas
serangan rayap tanah, yang berarti semakin tinggi ketinggian tempat maka
intensitas serangan semakin besar.
Hasil analisis regresi hubungan antara frekuensi serangan rayap pada
bangunan dengan indeks iklim dan ketinggian tempat berdasarkan data penelitian
Departemen Pekerjaan Umum Kota Bandung, diperoleh persamaan sebagai
berikut:
F =68,4 - 0,263 IK - 1,15 KT
Nilai koefisien determinasi dari persaman tersebut sebesar 56.8 % yang
menunjukkan bahwa bila terjadi perubahan pada frekuensi serangan rayap, hanya
dapat dijelaskan sebesar 56.8 % saja oleh indeks iklim dan ketinggian tempat,
22
sedangkan 43.2 % sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dalam persamaan
tersebut juga terlihat bahwa indeks iklim berpengaruh nyata pada taraf 25 %.
Sedangkan ketinggian tempat tidak berpengaruh nyata. Frekuensi serangan rayap
berhubungan negatif dengan indeks iklim yang berarti bahwa semakin rendah
indeks iklim maka frekuensi serangan rayap semakin besar.
5. PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Genus-genus rayap yang ditemukan di lingkungan permukiman di lokasi
penelitian adalah genus Microtermes, Coptotermes, Macrotermes, dan
Cryptotermes. Intensitas serangan rayap tanah berhubungan negatif dengan indeks
iklim, yang berarti bahwa semakin rendah indeks iklim maka intensitas serangan
rayap semakin tinggi sedangkan intensitas serangan rayap tanah berhubungan
positif dengan ketinggian tempat, yang berarti semakin tinggi suatu tempat maka
intensitas rayap tanah semakin tinggi. Sehingga intensitas serangan rayap pada
daerah Bogor lah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Cirebon. Kondisi
lingkungan antara lain suhu, kelembaban, jenis tanah dan iklim daerah penelitian,
memungkinkan perkembangan rayap di daerah tersebut. Kondisi lingkungan
daerah Bogor yang paling di kondusif untuk aktivitas hidup rayap tanah. Kayu
kelas kuat satu dan kelas kuat dua yang tahan terhadap serangang rayap tanah
pada kota penelitian (Bogor dan Cirebon). Hasil pengujian efikasi bahan pengawet
untuk besaran retensi menunjukkan hasil yang berbeda dengan ketentuan standar
yang berlaku.
5.2 SARAN
Teknik perlindungan konstruksi dari serangan rayap pada suatu daerah
harus berdasarkan besarnya retensi dari masing-masing jenis rayap. Karena
besaran retensi menunjukan hasil yang berbeda dengan ketentuan SNI.
23
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z dan Irvin, D. 2002. Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris R.
Br).dan Pengaruhnya terhadap Intensitas Serangan Jamur Biru. Prosiding
Seminar Nasional V Mapeki. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan dengan
Mapeki. Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 1991. Tatacara Pencegahan Serangan Rayap pada
Bangunan Rumah dan Gedung dengan Termitisida. SNI 03-2404-1991.
Badan Standardisasi Nasional. 1991. Tatacara PenanggulanganSerangan Rayap
pada Bangunan Rumah dan Gedung dengan Termitisida. SN I. 03_24051991.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. Tatacara Pengawetan Kayu untuk Bangunan
Rumah dan Gedung. SNI 03-3233-1998.
Badarn Standardisasi Nasional. 2002. Spesifikasi Kayu Awet untuk Perumahan
dan Gedung. SNI 03-6839-2002.
Hadikusumo, S.A. dkk. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Tembakau sebagai Bahan
Pengawet Kayu terhadap Serangan Rayap Kayu Kering pada Kayu Kelapa.
21 Prosiding Seminar Nasional V Mapeki. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan
dengan Mapeki. Bogor.
Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.
Nandika, Yudi R dan Farah D. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya.
Muhammadiyah University Press. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Supriana, N dan A. Martawijaya. 1973. Risalah Pengawetan Kayu. No. 35.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
24
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Curah Hujan Bogor Tahun 1994 – 2003
TAHUN
Bulan
1994 1995
1996
1997 1998
1999 2000
2001
2002 2003 Jumlah
Ratarata
mm
Januari
280
178
221
137
114
190
238
284
294
46
1980
198
Februari
268
128
211
190
223
137
90
129
111
228
1715
172
Maret
154
192
196
106
290
186
176
174
151
226
1851
185
April
148
164
177
167
264
117
229
128
175
119
1688
169
Mei
80
104
44
191
164
135
146
118
28
78
1086
107
Juni
15
104
42,2
0
145
14
51
50
116
18
555
56
Juli
0
42
72
20
47
26
26
54
96
2
385
38
Agustus
10
0,3
40
0
61
28
27
37
10
15
229
23
September 40
27
75
3
99
0,6
27
62
0
51
384
38
Oktober
7
104
236
13
166
195
122
192
13
183
1230
123
November
142
279
349
133
120
280
181
245
190
190
2109
211
Desember
188
84
203
258
132
146
78
32
221
200
1542
154
Jumlah
1332 1406
1867
1015 1823
1505
1405 1356 1229,50 122,95
Rata-rata
94,0
117,0 156,0 84,6
152,0 1210 116,0 126,0 1170 1130
BB
6
8
7
7
9
8
6
7
7
6
BK
5
3
3
5
1
4
4
4
4
5
1453 1391
25
Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian Sample Tanah di Laboratorium
Mekanika Tanah IPB
Sampel tanah Cirebon dan Bogor
Uji unsur Organik Tanah
Uji Agreget Tanah
26
Lanjutan Lampiran 2
Lampiran 3. Foto Identifikasi Rayap
a. Macrotermes, sp
d. Cryptotermes,sp
b. Coptotermes,sp
c. Microtermes,sp
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal
28 April 1989 dari ayah Abdul Rohim dan ibu
Dayu. Penulis adalah putri ke enam dari delapan
bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari MAN
MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengajar matematika tingkat
SD untuk anak-anak lingkar kampus. Penulis juga aktif sebagai staf soskemas di
KSR IPB, staf syiar di Forum Bina Islami (FBI) FATETA IPB, dan ketua
Perhimpunan Mahasiswa Peduli (PMP) Balumbang Jaya Bogor.
Penulis juga aktif mengikuti program kreatifitas tingkat mahasiswa dalam
bidang kewirausahaan seperti, Indocement Awards 2010, PKM DIKTI pada tahun
2010 dan 2012 yang ke dua-duanya lolos didanai, serta Program Wirausaha Muda
yang diselenggarakan oleh Bank BNI tahun 2012 lolos didanai dan mendapat
bingbingan dari pihak Bank BNI sampai saat ini. Dan selama menyelesaikan
study-nya penulis menjadi guru kima di SMA Daarul Qur’an Cikarang.
Download