ISSN. 2088-6268 Vol.3, No. 1, Juni 2011 ISSN 2088-6268 JURNAL JURNAL KOMPILEK KOMPILEK Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIE Kesuma Negara Blitar sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan analisa DAMPAK PEMBANGUNAN TOL SURABAYA MOJOKERTO persoalan TERHADAP ilmu ekonomi baik studi ekonomi, manajemen maupun akuntansi. PEREKONOMIAN DAN TATA LALU LINTAS KOTA Ludi Wishnu Wardana MOJOKERTO Sandi Eka Suprajang ANALISIS STRENGTHS, WEAKNESS, OPPORTUNITY, Pelindung: THREATS (SWOT) UNTUK MENENTUKAN STRATEGI Ketua STIE Kesuma Negara Blitar PEMASARAN PADA CV. ZAMIF ENTERTAINMENT KOTA BLITAR Rumanintya Lisaria Putri ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA PR. RAFINDO Aris Sunandes SE.,MM JAYA Aris Sunandes PENGARUH FINANCIALSekretaris KNOWLEDGE Redaksi: TERHADAP PERSONAL FINANCIAL GOALS Vera Noviana, SE., Ak (STUDI KASUS PADA MAHASISWA STIEKEN BLITAR) Retno Murni Sari/ Fitriana Putri Puspitasari ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN MELALUI AUDIT Siti Sunrowiyati, SE., MM SISTEM KEPASTIAN KUALITAS PADA PDAM KOTA Sandi Eka Suprajang SE.,MM BLITAR Pemimpin Redaksi: Pelaksana Redaksi: JURNAL KOMPILEK Ida Rosita/Siti Sunrowiyati Penyunting: ANALISIS BIAYA OVERHEAD PABRIK TERHADAP PENENTUAN BEBAN POKOK PRODUKSI Prof. Dr. H. Pudjihardjo, SE, MS – Universitas Brawijaya (STUDI KASUS PADA UD SE., KARYA MANDIRI BLITAR) Iwan Setya Putra, MM. Ak. – STIE Kesuma Negara Roni Ika Setiawan PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR Sulistya Dewi Wahyuningsih Alamat Redaksi: EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PROSES PRODUKSI Kampus STIE Kesuma Negara MELALUI OPTIMALISASI SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN Jl. Mastrip No. 59, Blitar, Jawa Timur - 66111 Iwan Setya Putra ANALISIS PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Telepon/Fax: KAMPUS ATAS SISTEM AKADEMIK BERBASIS WEB PADA (0342)802330 / (0342)813779 STIE KESUMA NEGARA BLITAR [Vol 6, No. 2] Yudhanta Sambharakreshna SE.,Msi.,Ak – Universitas Trunojoyo on-line: http//www.stieken.ac.id Hal. 97 - 235 Desember 2014 E-mail: [email protected] Diterbitkan oleh: LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI KESUMA NEGARA BLITAR Jl. Mastrip 59 Blitar 66111, Telp./Fax : (0342) 802330/813779 Email : [email protected] [STIE KESUMA NEGARA BLITAR] Vol.6, No. 2, Desember 2014 ISSN 2088-6268 JURNAL KOMPILEK Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi Diterbitkan pleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIE Kesuma Negara Blitar sebagai terbitan yang menyajikan informasi dan analisa persoalan ilmu ekonomi, manajemen, maupun akuntansi. Pelindung Iwan Setya Putra, SE., Ak., MM. Pemimpin Redaksi Aris Sunandes, SE., MM. Sekretaris Redaksi Vera Noviana, SE., Ak. Pelaksana Redaksi Siti Sunrowiyati, SE., MM. Sandi Eka Suprajang, SE., MM. Penyunting Tanto Askriyandoko Putro, SE., MM. Reviewers: Prof. Dr. HM. Pudjihardjo, SE, MS – Universitas Brawijaya Iwan Setya Putra, SE., Ak., MM – STIE Kesuma Negara Yudhanta Sambharakreshna SE., MSi., Ak – Universitas Trunojoyo Alamat Redaksi: Kampus STIE Kesuma Negara Jl. Mastrip No. 59, Blitar, Jawa Timur – 66111 Telepon/Fax: (0342) 802330 / (0342) 813788 on-line: http//www.stieken.ac.id E-mail: [email protected] ii Vol.6, No. 2, Desember 2014 ISSN 2088-6268 JURNAL KOMPILEK Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi Daftar Isi : Ludi Wishnu Wardana DAMPAK PEMBANGUNAN TOL SURABAYA MOJOKERTO TERHADAP PEREKONOMIAN DAN TATA LALU LINTAS KOTA MOJOKERTO (Hal. 97-111) Sandi Eka Suprajang ANALISIS STRENGTHS, WEAKNESS, OPPORTUNITY, THREATS (SWOT) UNTUK MENENTUKAN STRATEGI PEMASARAN PADA CV. ZAMIF ENTERTAINMENT KOTA BLITAR (Hal. 112-122) Rumanintya Lisaria Putri ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA PR. RAFINDO JAYA (Hal. 123-132) Aris Sunandes PENGARUH FINANCIAL KNOWLEDGE TERHADAP PERSONAL FINANCIAL GOALS (STUDI KASUS PADA MAHASISWA STIEKEN BLITAR) (Hal. 133-146) Retno Murni Sari/ Fitriana Putri Puspitasari ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN MELALUI AUDIT SISTEM KEPASTIAN KUALITAS PADA PDAM KOTA BLITAR (Hal. 147-163) Ida Rosita/Siti Sunrowiyati ANALISIS BIAYA OVERHEAD PABRIK TERHADAP PENENTUAN BEBAN POKOK PRODUKSI (STUDI KASUS PADA UD KARYA MANDIRI BLITAR) (Hal. 164-181) Roni Ika Setiawan PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR (Hal. 182-198) Sulistya Dewi Wahyuningsih EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PROSES PRODUKSI MELALUI OPTIMALISASI SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN (Hal. 199-223) Iwan Setya Putra ANALISIS PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KAMPUS ATAS SISTEM AKADEMIK BERBASIS WEB PADA STIE KESUMA NEGARA BLITAR (Hal. 224-235) iii Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR Rony Ika Setiawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesuma Negara Blitar Abstrak:This study aim to examine the effect of Career path,organizational Job Describtion, and responbility to job satisfaction of employe Winner Gym Blitar City.Previous researches have shown controversial result on how the effect of career path on job satisfaction and the role of organizational commitment on it. For data Analysis, regression statistical method used to confirm effect between variables. Data collected for 130 employe of Winner Gym Blitar participated in this study by fulfill questionnaires.The results show high effect significantly between Carrer opportunity, job organizational job description and respombility to job satisfaction. Kata Kunci: Career Path, Job Description, Responbility, Job Satisfaction. PENDAHULUAN Bidang usaha terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Revolusi dan diversifikasi produk pun kian cepat mengalami perubahan. Hal ini mendorong organisasi di dalam perusahaan bisa semakin efektif dan efisien di dalam menjalankan aktivitas usahanya. Organisasi khususnya di bidang bisnis, dituntut untuk selalu berkembang, produktif, dan dapat mencapai tujuan yang dirumuskan. Oleh karena itudiperlukan suatu struktur organisasi yang diisi oleh sumber daya manusia yang profesional dan selalu memperbaharui pengetahuan dan skill dalam bekerja. Untuk meningkatkan Profesionalitas dalam bekerja, diperlukan sikap kerja yang positif dari para karyawan. Sikap kerja yang positif ini bisa dimunculkan kalau kepuasan kerja karyawan terpenuhi. Kepuasan kerja karyawan inilah yang menjadikan perusahaan bisa menjadikan karyawan sebagai salah satu faktor penentu tercapainya tujuan perusahaan. Menurut Anoraga (2001), Kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja, termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik, dan kondisi psikologis. Pendapat lain yang memperkuat bahasan kepuasan kerja dinyatakan oleh Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2010) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja 182 terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Kepuasan kerja dapat dilihat dari sikap kerja karyawan yang bentuknya positif. Sikap kerja karyawan merupakan cerminan dari perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Menurut Munandar (2010) kepuasan kerja memiliki dampak terhadap produktivitas, ketidakhadiran, keluarnya pegawai, dan dampaknya terhadap kesehatan. Dalam bekerja orang-orang memerlukan rasa aman, rasa puas, atau rasa senang. Karyawan yang merasa mendapat kepuasan dalam bekerja pada umumnya tidak mau berhenti dari organisasi tempat mereka bekerja (Sapila, 2013). Bahasan yang mendalam terkait kepuasan kerja, sangat diperlukan dikarenakan kepuasan kerja dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Untuk menciptakan kepuasan kerja yang tinggi di kalangan karyawan, tentunya ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya. Salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah jenjang karir/perencanaan karir. Dalam penelitiannya Nugroho dan Kunartinah (2012) menghasilkan penemuan bahwa Perencanaan dan pengembangan karir yang jelas dalam organisasi dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam melaksaakan pekerjaannya, sehingga menciptakan rasa puas dalam Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 melaksanakan pekerjaannya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekayadi (2009) dan Nugroho dan Kunartinah (2012) yang mengungkapkan bahwa pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Pengembangan karir karyawan disinyalir menjadi hal yang penting dalam sebuah organisasi. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Perusahaan wajib mengembangkan potensi keahlian karyawan dan bertanggungjawab terhadap peningkatan kesejahteraan melalui jenjang karir yang jelas. Pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan baik dan terencana, disinyalir akan lebih baik dibandingkan dengan merekrut karyawan baru dari luar perusahaan. Ada faktor yang sangat penting yang tidak bisa dilupakan begitu saja, Loyalitas, integritas, dan pengalaman yang sudah teruji secara berkelanjutan merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan untuk tidak rekrut dari luar perusahaan, akantetapi merencanakan jenjang karir yang jelas. Hal ini akan searah dengan pendapat Anoraga (2001) yang menyatakan alasan mengapa jenjang karir sangat didambakan oleh karyawan dengan alasan, penghasilan makin besar, kedudukan sosio ekonomi makin tinggi dan mantap, batin merasa puas karena berhasil mewujudkan jati diri. Jika jenjang karir tidak diperhatikan, “akan terlalu banyak karyawan mengundurkan diri dari pekerjaan Banyak penelitian yang membahas terkait kepuasan kerja dengan faktorfaktor yang berbeda dari penelitian terdahulu. Sangat jarang penelitian yang menghubungkan dengan tanggungjawab. Berangkat dari pemikiran ini diperlukan penelitian yang membahas terkait tanggungjawab dihubungkan dengan kejelasan kerja yang nantinya apakah dapat mempengaruhi kepuasan kerja. KAJIAN TEORI 1. Teori Jenjang Karir Karier (career) adalah pencapaian posisi yang ditempati seseorang sepanjang perjalanan hidupnya. Seseorang berusaha mencapai karir tertentu untuk memeuhi motivasional dan kebutuhan indiviualnya. Pada perkembangannya banyak dari kebutuhan akan hidup itu dapat dipenuhi hanya dengan mengenal pada pemberi kerja. Perbedaan antara perseorangan dan kelompok organisasi memandang karirnya berbeda signifikan. Dari sudut pandang individu, kegagalan untuk mencapai keberhasilan psikologis atau rasa bangga dan prestasi dalam karierkarier mereka mungkin membuat mereka mengubah karier-karier, mencari kerja diluar untuk keberhasilan hidup atau benar-benar tidak bahagia. Perencanaan karier yang effektif mempertimbangkan perspektif yang berpusat pada organisasi dan perspektif yang berpusat pada individu. Perencanaan karier yang berpusat pada organisasi (Organization-centered career planning) berfokus pada pekerjaan dan pengidentifikasian jalur karier yang memberikan kemajuan yang logis atas orang-orang di antara pekerjaan dalam organisasi. Individuindividu mengikuti jalan ini seiring mereka bergerak maju dalam unit-unit organisasional tertentu. Sebagai contoh, seorang mungkin masuk pada divisi penjualan sebagai marketing, kemudian dipromosikan menjadi kepala marketing, menjadi manajer marketing, dan akhirnya menjadi direktur marketing. Manajemen puncak bertanggung jawab atas pengembangan program perencanaan karier, untuk berkomunikasi dengan karyawan tentang peluang dan untuk membantu perencanaan, para pemberi kerja sering kali menggunakan lokakarya karier. ”Pusat” atau laporan berkala karier, dan konseling karier. Manajermanajer individual sering kali harus memainkan peran pelatih dan konselor dalam kontak langsung mereka dengan karyawan individual dan dalam sistem manajemen karier berpola SDM. Perampingan organisasi telah mengubah rencana-rencana karier untuk banyak orang, semakin banyak individu yang harus menghadapi transisi karier dengan kata lain, mereka harus mencari pekerjaan lain. Perencanaan karier yang berpusat pada individu (individual-centerred career planning) lebih berfokus pada karier individu dari pada kebutuhan 183 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 organisasional. Perencanaan ini dilakukan oleh karyawan sendiri dengan menganalisis tujuan dan ketrampilan individual mereka. Usahausaha seperti ini mungkin mempertimbangkan situasi, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang dapat mengembangkan karier individu tersebut. Empat karakteristik individual umum yang mempengaruhi bagaimana seseorang membuat pilihan karir mereka:1) Minat: Orang-orang cenderung mengejar karir yang mereka percaya sesuai dengan minatnya. Tetapi sering kali ,minat orang berubah, dan keputusan karier pada akhirnya dibuat berdasarkan keterampilan dan kemampuan khusus, serta jalan karier mana yang realitas bagi mereka; 2) Citra diri: Karier adalah perluasan dari citra seseorang, begitu pula dengan pembentukan karakternya, orang-orang mengikuti karier dimana mereka dapat melihat dirinya melakukan dan menghindari karier yang tidak sesuai dengan persepsi bakat, motivasi, dan nilai mereka. 3) Kepribadian: Faktor ini meliputi orientasi pribadi (sebagai contoh, apabila karyawan tersebut realistis,giat, atau artistik) dan kebutuhan pribadi termasuk kebutuhan akan afiliasi, kekuasaan, dan pencapaian seseorang karyawan . individu yang memiliki jenis kepribadian tertentu cenderung ke kelompok pekerjaan yang berbeda. 4) Latar belakang sosial: Status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan pekerjaan orang tua seseorang juga merupakan faktor yang termasuk dalam kategori ini. Anak seorang dokter atau seorang tukang las tahu dari orang tua mereka tentang seperti apa pekerjaan tersebut dan mungkin mencari atau menolak pekerjaan tersebut berdasarkan cara pandang mereka terhadap pekerjaan orangtuanya. Ada tiga transisi karier yang merupakan perhatian khusus bagi SDM: awal masuk kerja dan sosoalisasi organisasional, pemindahan dan promosi, serta kehilangan pekerjaan. Pemindahan dan promosi memberikan peluang-peluang bagi para karyawan untuk berkembang dan sering menimbulkan kenaikan gaji. Akan tetapi, tidak seperti rekrutan-rekrutan baru, karyawan sering diharapkan 184 untuk bekerja lebih baik dan cepat yang mungkin tidak realistis. Pemindahan internasional bahkan menimbulkan lebih banyak kesulitan dibanding pemindalan dalam negeri untuk banyak karyawan Kehilangan pekerjaan paling sering berkaitan dengan perampingan, merger, dan akuisisi. Kehilangan pekerjaan merupakan peristiwa yang menimbulkan tekanan dalam karier seseorang, sering kali menyebabkan depresi, kegelisahan, dan perasaan gugup. Implikasi-implikasi finansial dan pengaruh-pengaruhnya pada keluarga biasa jadi sangat ekstrem. Meskipun tujuan dan perspektif dalam perencanaan karier mungkin berbeda untuk organisasi dan karyawan, ada tiga persoalan problematis untuk keduanya, mungkin karena alasan-alasan yang berbeda. Masa stabil karier ketika generasi baby boomer mencapai usia tengah baya (45 – 60 tahun), dan ketika para pemberi kerja yang besar mengurangi angkatan kerja meraka, semakin banyak karyawan karyawan yang menemukan diri mereka berada dalam masa stabil karier ini mungkin tampak seperti tanda kegagalan bagi beberapa orang, dan karyawan-karyawan yang mengalami masa stabil dapat menimbulkan maslah-masalah bagi para pemberi kerja apabila rasa frustasi mereka mempengaruhi kinerjanya. (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, Human Resource Management, edisi 10, 340-348). 2. Konsep Kejelasan Tugas (Job Description) Seseorang hanya mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya secara efektif, jikamereka telah mengetahui secara pasti tentang perannya di dalam sebuah organisasitempat kerjanya.Di dalam kehidupan sehari-hari, istilah peran mengandung pengertian adanyasekumpulan perilaku yang harus atau “sepantasnya” atau “diharapkan” dilakukan olehseseorang yang menduduki suatu posisi tertentu, baik posisi social maupunorganisasional. Miftah Thoha (1983), merumuskan peran sebagai berikut : “suaturangkaian perilaku yang teratur yang ditimbulkan karena adanya suatu kantor yangsudah dikenal, oleh karena peran yang Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 dimaksud di sini menyangkut suatu jabatan danjabatan ini berisikan seperangkat tugas, wewenang, hak, kewajiban dan tanggungjawab yang lazimnya dalam suatu organisasi formil semua ini tersimpul dalam suatuuraian pekerjaan (job discriptions), maka setiap organisasi formil pada umumnya berusaha mengembangkan suatu job disciriptions untuk menjelaskan secara lebih terperinci tentang tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab kepada masing-masingorang yang telah ditentukan untuk menduduki jabatan tersebut”. Dengan suatu uraian tugas yang jelas, diharapkan setiap orang akan memahamidan menerima peran yang ditetapkan baginya, sehingga dapat dan mau melaksanakantugasnya dengan baik.Seperti dikemukakan oleh Awaloedin Djamin (1984), Salah satu hal yang penting yang harus dimiliki oleh birokrasi yang sehat adalahkejelasan batas setiap wewenang dan tanggungjawab. Pokoknya apa yang biasadisebut sebagai “job discriptions”. Hal ini sangat penting tidak saja dalam strukturbirokrasi, tetapi terlebih pada tugas orang-orangnya. “Jangan heran kalau melihat banyak pegawai yang menganggur di kantor-kantor. Itu bukan karena malas, tetapikarena batas pekerjaannya tek pernah jelas”. Namun jangan dikira membuat job discriptions itu gampang, tetapi sangat sulit. Job description adalah salah satu upaya untuk menjelaskan peran seseorang dari luar orang itu, yaitu organisasi. Sedangkan dari dalam yaitu dari setiap orang yangberada pada peran yang telah ditentukan dituntut pula adanya kemampuan dankemauan untuk mengerti akan peran yang didudukinya. Kemampuan mengerti berartikemampuan untuk memahami atau mengetahui isi dari job descriptions yang telahditetapkan oleh organisasi, sedangkan kemauan mengerti artinya secara mentalseseorang mau menerima perannya itu, yaitu adanya kecocokan antara harapan pribadinya terhadap peran yang diberikan kepadanya.Seseorang yang dapat memahami perannya dan menerima perannya, tentuk akansecara konsekuen melaksanakan semua tugas yang melekat pada perannya itu dengansebaik-baiknya. Tugas bukan dipandang sebagai beban yang memberatkan ataumenjemukan, melainkan merupakan suatu tantangan yang menarik untuk diselesaikan dan mungkin akan menimbulkan suatu kepuasan diri jika dapat menyelesaikannya.Di dalam kenyataan hidup berorganisasi, tidaklah begitu mudah seseorang memahami maupun menerima perannya, walaupun telah ada job descriptions.Menurut Indrawijaya (1983, hal. 124) :Dapat diperkirakan bahwa peran yang mendua akan menimbulkan menurunnya rasakepuasan kerja disatu pihak dan meningkatnya tekanan atau stress pekerjaan.Cohan, Scotland, dan Wolfe menyatakan : hasil penelitian membuktikan bahwakejelasan peran sebagai lawan peran yang mendua, mempunyai kaitan positif dengankepuasan kerja, sebaliknya peran yang mendua menyebabkan terjadinya tekanan pekerjaan. Tentang pengertian atau definisi mengenai kekaburan peran, Indrawijaya (1983) mengutip definisi kekaburan peran yang dikemukakan oleh R.L. Kahn, sebagaiberikut :Peran mendua adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak begitu pasti mengenaiperilaku yang diharapkan darinya. Steers (1980) menyatakan : kekaburan peran ini diimaksudkan sebagai suatukeadaan di mana para individu tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai sifattugas yang diserahkan pada mereka.Di dalam suatu organisasi, apalagi organisasi administrative pemerintahan (=birokrasi), pertanggungjawaban penyelesaian suatu tugas pada akhirnya adalah ditangan para pemimpinnya. Oleh karena itu, jika terjadi ketidakjelasan peranmaupun kurang diterimanya peran oleh masingmasing anggota organisasi, pemimpinlah yang semestinya harus mengatasi hal tersebut. Ketidakjelasan peranmembutuhkan kemampuan dan kewenangan pemimpin untuk menjelaskan pera nmasing-masing anggota dengan cara meninjau kembali pengaturan tugas-tugas, pendelegasian wewenang, hak, kewajiban dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dalam job description yang terdahulu, yang mungkin memerlukan penyesuaian-penyesuaian baru menurut kebutuhan maupun 185 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 kemampuan para anggota tersebut.Kurang atau tidak diterimanya peran yang mungkin terjadi, karena ketidaksesuaianantara harapan seseorang dengan kenyataan perannya, mungkin perlu didiskusikanbersama antara pemimpin dan para pemegang peran tersebut. Keterbukaan pemimpin dan keberanian untuk mendiskusikan halhal yang menjadi sumber-sumber ketidaksesuaian harapan, yang pada umumnya disebabkanoleh perbedaan persepsi, mungkin akan dapat membantu meningkatkan kesadaran diridari pemegang peran, serta meningkatkan kepercayaan diri dari anggota-anggota,karena mereka diperhatikan oleh atasan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadapkepuasan kerja atau semangat kerja, sehingga akan meningkatkan efektifitaspelaksanaan tugas jabatan yang diemban oleh para Kepala Sub Bagian, sebagaipejabat atau manajer yang paling bawah. 3. Konsep Tanggung Jawab Menurut bahasa Indonesia dalam KBBI III, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb) dan fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. Jika diartikan secara singkat, maka tanggung jawab adalah menanggung suatu hal. Dalam laman Wikipedia bahasa Inggris tentang responsibility atau tanggung jawab yang artinya jauh lebih luas daripada cakupanna dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa sub pemahaman lain yaitu : Human responsibilities (tanggung jawab manusia), social responsibility (tanggung jawab sosial), duty (tugas/kewajiban), dan lain-lain. Lalu secara singkat dalam laman Wictionary bahasa Inggris, responsibility adalah “the state of being responsible, accountable, or answerable” yang artinya “keadaan bertanggung jawab dan dapat menanggung”.3 Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Seorang mahasiswa mempunyai 186 kewajiban belajar, Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Berarti ia telah bertanggung jawab atas bannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa, itulah kadar pertanggung jawabannya, Bila pada ujian ia mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung jawabannya.Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan terhadap alam lingkungannya. Manusia menciptakan keseimbangan, keselarasan, antara sesama manusia dan antara manusia dan lingkungan. Contoh orang bertanggungjawab yaitu bonar ialah seorang pegawai yang tekun dalam melaksanakan tugasnya. Ia datang sebelum waktu kerja dimulai. Tanpa banyak bicara dikerjakan tugasnya. Setelah selesai tugas yang dikerjakan, ia memberikan hasil pekerjaannya kepada atasannya sebagai pertanggungjawabannya. Ia pun tidak banyak hilir mudik dikantornya untuk persoalan kepentingannya sendiri, seperti buang air, mencari inakanan atau minuman. Ia pun pulang pada waktu jam kantornya usai. Bila ada pertanyaan dari atasannya tentang pekerjaan yang dilakukan, ia pun memberikan jawaban secara baik dan pasti. Ia dapat memberikan pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya, sehingga konduitenya baik, naik pangkat pada waktunya, dan memperoleh penghargaan khusus waktu tertentu. Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu ia manghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juga menuadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. a. Tanggung jawab terhadap diri sendiri Tanggug jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. b. Tanggung jawab terhadap keluarga Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayahibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. c. Tanggung jawab terhadap Masyarakat Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. d. Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.Contoh : Dalam novel jalan tak ada ujung karya Muchtar Lubis, Gum Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya., Perbuatan guru ini bisa pula dipertanggungjawabkan kepada KEPSEK kalau perbuataan itu diketahui ia dapat berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan. e. Tanggung jawab terhadap Tuhan Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsang terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu sendiri. a. Pengabdian Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, honnat, atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. b. Pengorbanan Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehinggaa pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.Perbedaan antara pengertian pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jclas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah tingkatannya. Tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman. Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan.Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan sedangkan, pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian. 4. Kepuasan Kerja a. Definisi Kepuasan Kerja Steve M. Jex (2002:131) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “tingkat afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan.” Bagi Jex, kepuasan kerja melulu berkaitan dengan sikap pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan: Bahwa pekerja yakin bahwa pekerjaannya menarik, merangsang, membosankan atau menuntut. Aspek perilaku pekerjaan adalah kecenderungan perilaku pekerja atas pekerjaannya yang ditunjukkan lewat pekerjaan yang dilakukan, terus bertahan di posisinya, atau bekerja secara teratur dan disiplin. 187 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 Kepuasan kerja biasanya didefinisikan sebagai tingkat pengaruh positif karyawan terhadap pekerjaannya atau situasi pekerjaan (Locke, 1976: Spector, 1977). Pengaruh positip pada definisi ini dapat ditambahkan komponen kognitif dan perilaku, hal ini sesuai dengan cara psikologis social mendefinisikan sikap (Zanna & Rempel, 1988). Kepuasan kerja nyatanya adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Aspek kognitif dari kepuasan kerja merupakan keyakinan karyawan tentang pekerjaannya, yaitu keyakinan bahwa pekerjaannya menarik, tidak menarik, banyak tuntutan dsb. Aspek kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat terkait dengan perasaan dari pengaruh positif. Komponen perilaku merupakan perilaku karyawan atau lebih sering kecenderungan perilaku terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja karyawan juga menjadi nyata oleh fakta bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap menjadi anggota organisasi utk waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari kepuasan kerja, komponen perilaku sedikit informative, karna sikap tidak selalu sesuai dengan perilaku, seperti seseorang tidak suka dengan pekerjaannya tetapi tetap sbg karyawan karna alasan financial. Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish (2005:180) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “... variabel afektif yang merupakan hasil dari pengalaman kerja seseorang.” Fritsche and Parrish juga mengutip Locke (1976) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “ ... keadaan emosional yang positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan atas pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.” Singkatnya, kepuasan kerja dapat menceritakan sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya. As’ad (2004 : 104) mengutip definisi atau pengertian kepuasan kerja, antara lain: 1) Menurut Wexley & Yukl (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah “is the way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai “perasaan seseorang terhadap pekerjaan”. 188 2) Vroom (1964) dikatakan sebagai “refleksi dari job attitude yang bernilai positif”. 3) Hoppeck menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania USA bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaanpekerjaan secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. 4) Menurut Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesame karyawan. 5) Kemudian Blum (1956) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja. b. Pendekatan Teoritis dari Kepuasan Kerja Porsi substansi dari penelitian yang dilakukan pada kepuasan kerja selama bertahun-tahun telah dikhususkan untuk menjelaskan apa sebenarnya yang menentukan tingkat kepuasan kerja karyawan. Memahami perkembangan dari kepuasan kerja adalah teori penting pada psikologi organisasi. Juga kepentingan praktis organisasi karena mereka berusaha untuk mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan dan akhirnya, hasil penting lainnya. Terdapat 3 pendekatan umum utk menjelaskan perkembangan kepuasan kerja: 1) Pendekatan Karakteristik Pekerjaan; 2) Pendekatan Proses Informasi Sosial; and 3) Pendekatan Disposisional. Menurut pendekatan karakteristik pekerjaan, kepuasan kerja ditentukan terutama oleh sifat pekerjaan karyawan atau oleh karakteristik organisasi di mana mereka bekerja. Kepuasan kerja sangat ditentukan oleh perbandingan : apa yang pekerjaan berikan utk mereka dan apa yang mereka berikan utk pekerjaan. Setiap aspek seperti gaji, kondisi kerja, pengawasan memberi kontribusi utk penilaian Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 kepuasan kerja (Hulin 1991). Locke, 1976 mengusulkan yang dikenal sebagai range of affect theory, premis dasar dari range of affect theory adalah bahwa aspek pekerjaan yang berbeda dipertimbangkan ketika karyawan membuat penilaian tentang kepuasan kerja. Pendekatan karakteristik pekerjaan yang sangat mendarahdaging terhadap kepuasan kerja dalam psikologi organisasi ( Campion& Thayer, 1985; Griffin, 1991; Hackman & Oldham, 1980). Teori Proses informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1977, 1978) mengusulkan dua mekanisme utama dimana karyawan mengembangkan rasa puas atau tidak. Mekanisme pertama menyatakan karyawan melihat perilaku mereka secara retrospektif dan membentuk sikap seperti kepuasan kerja untuk memahaminya, teori ini didasari pada Bem’s, 1972 dengan Self-Perception Theory. Mekanisme lain yang paling dekat dengan Teori Proses informasi social adalah bahwa karyawan mengembangkan sikap seperti kepuasan kerja melalui pengolahan informasi dari lingkungan social, teori ini didasari pada Festinger’s, 1954 dengan Social Comparison Theory, yang menyatakan bahwa bahwa orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan dan memahami lingkungan. Pendekatan yang paling baru untuk kepuasan kerja didasari pada disposisi internal. Premis dasar dari pendekatan dispositional terhadap kepuasan kerja adalah bahwa beberapa karyawan mempunyai kecenderungan menjadi puas atau tidak dengan pekerjaannya, terlepas dari sifat pekerjaan atau organisasi dimana mereka bekerja. Penelitian dari pendekatan ini diantaranya yang dilakukan oleh Weitz, 1952 tentang kecenderungan afektif individu berinteraksi dengan kepuasan kerja yang berdampak omset. Staw and Ross, 1985 menyelidiki kestabilan kepuasan kerja diantara sampel pekerja pria, penelitian ini mendapatkan bahwa ada korelasi antara kepuasan kerja pada suatu waktu, dan kepuasan kerja 7 tahun kemudian. Ketiga pendekatan di atas secara bersama-sama menentukan kepuasan kerja atau dengan kata lain kepuasan kerja adalah fungsi bersama dari karakteristik pekerjaan, proses informasi social dan pengaruh disposisional. Menurut Wexley dan Yukl (1977) dalam bukunya yang berjudul Organisational Behavior And Personnel Psychology, teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu: 1)Discrepancy Theory Teori ini menerangkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan yang ada. Dipelopori oleh Porter (1961) dengan mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Selanjutnya Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung kepada discrepancy antara should be (expectation, need, atau value) dengan apa yang menurut perasaannya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan (Moh. As’ad, 1995:105). 2) Equity Theory Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Menurut teori ini equity terdiri dari tiga elemen, yaitu : a) Input, yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan atas pekerjaannya; b) Out comes, yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan olehkaryawan sebagai hasil dari pekerjaannya; c) Comparison persons, yaitu kepada orang lain atau dengan siapa karyawan membandingkan rasio input – outcomes yang dimilikinya. Comparison Persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempatlain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri diwaktu lampau. Sehingga dapat disimpulkan dalam teori ini adalah setiap karyawan akan membandingkan rasio input – out comes dirinya dengan rasio input – out comes orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka ia akan merasa cukup puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan 189 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 kepuasan tetapi bisa pula tidak.Kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan oleh individual differences (misalkan saja pada waktu orang melamar pekerjaan apabila ditanya besarnya gaji/upah yang diinginkan). Selain itu tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Moh. As’ad, 1995:106). 3) Two Factor Theory Prinsip dari teori ini adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan kerja terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu (Herzberg,1966). Teori ini pertama dikemukakan oleh Herzberg melalui hasil penelitian beliau dengan membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu : a) Kelompok satisfiers, yaitu situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari tanggung jawab, prestasi, penghargaan, promosi, dan pekerjaan itu sendiri. Kehadiran faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. b) Kelompok dissatisfiers ialah faktorfaktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari kondisi kerja, gaji, penyelia, teman kerja, kebijakan administrasi, dan keamanan. Perbaikan terhadap kondisi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Yang menarik dari teori ini justru terletak pada konsep dasar tentang pemisahan kepuasan dan ketidakpuasan kerja, karena dianggap kontroversial. Penelitian yang dilakukan oleh Mills (1967) terhadap 155 orang karyawan dari dua buah pabrik besar di Australia, dimana sampel terdiri dari berbagai tingkatan umur, kebangsaan, lama dinas, dan macam jabatan. Hasilnya seratus persen mendukung teori dua faktor tersebut (As’ad,1995:108-109). 190 c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut: (1) Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan; (2) Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (3) Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. (As’ad, 2004: 114). Pendapat dari Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut: (1) Kesempatan untuk maju, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja; (2) Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja; (3) Gaji, lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya; (4) Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan; (5) Pengawasan (Supervise), Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over; (6) Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan; (7) Kondisi kerja, termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir; (8) Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja; (9) Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja; (10) Fasilitas. Fasilitas Winner Gym, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (As’ad, 2004: 115). Harold E. Burt mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: (As’ad, 1995:112) 1) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain: a. Hubungan antara manager dengan karyawan b. Faktor fisis dan kondisi kerja c. Hubungan sosial diantara karyawan d. Sugesti dari teman sekerja e. Emosi dan situasi kerja 2) Faktor Individu, yaitu yang berhubungan dengan: a. Sikap orang terhadap pekerjaannya b. Umur orang sewaktu bekerja c. Jenis kelamin 3) Faktor luar (external), yang berhubungan dengan: a. Keadaan keluarga karyawan b. Rekreasi c. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya) Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown(1950), bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu : 1) Kedudukan (posisi) Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja padapekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang pekerjaannya lebih rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaannyalah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 2) Golongan Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji, wewenang, dan kedudukan yang lebih dibandingkan yang lain, sehingga menimbulkan perilaku dan perasaan yang puas terhadap pekerjaannya. 3) Umur Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja, dimana umur antara 25-34 tahun dan umur 40–45 tahun adalah merupakan umuryang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. 4) Jaminan finansial dan jaminan sosial Jaminan finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 5) Mutu Pengawasan Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dengan bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwadirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (Moh. As’ad,1995:113). Dari berbagai pendapat diatas dapat dirangkum mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu (Moh. As’ad, 1995:115116) : 1) Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadapkerja, bakat, dan ketrampilan; 2) Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya; 3)Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,pengaturan waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan,umur dan sebagainya; 4) Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminansosial, macammacam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dansebagainya. d. Pengukuran Kepuasan Kerja Kita tidak akan pernah bisa mempelajari tentang kepuasan kerja, bila saja kita tidak memiliki cara untuk mengukurnya. Untungnya ada beberapa ukuran kepuasan kerja yang dapat digunakan. Biasanya ada empat macam ukuran yang paling sering dipergunakan secara luas. Namun 191 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 sebelum mempelajari tantang ukuranukuran kepuasan kerja, akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana sebuah ukuran dapat disebut valid. Meskipun ukuran-ukuran yang disebutkan di atas dilihat sebagai ukuran construct valid dari kepuasan kerja, namun sangat tidak benar untuk mengatakan ukuran apapun sebagai construct valid ataupun tidak construct valid. Construct validity adalah masalah level. Ukuran-ukuran yang disebutkan sebelumnya berasosiasi dengan level yang tinggi dari buktibukti construct valid itu sendiri.Lantas bagaimanakah cara untuk menyediakan bukti-bukti untuk construct validity dari sebuah ukuran? Secara general ada tiga tes untuk construct validity. Yang pertama, agar sebuah ukuran dapat disebut sebagai construct valid, itu harus sangat berhubungan dengan ukuran-ukuran lain yang memiliki konstruksi sama. Ini disebut juga dengan istilah convergence. Kedua, sebuah ukuran harus berbeda dari ukuran-ukuran dengan variabel yang berbeda. Nama lainnya adalah discrimination. Cara ketiga yang biasa digunakan para peneliti untuk menunjukkan bukti dari construct validity adalah melalui prediksi teoritikal dasar. Dalam hal ini, para peneliti mengembangkan sebuah jaringan nomologikal yang berbasis teori dari hubungan antara ukuran yang akan dikembangakan dan variabel lain yang berkepentingan. Salah satu dari ukuran kepuasan kerja yang banyak dipergunakan secara luas adalah Face Scale yang dikembangkan oleh Kunin pada pertengahan tahun 1950an. Face scale ini terdiri dari serangkaian wajahwajah dengan berbagai ekspresi emosi yang berbeda. Responden diminta untuk dapat menunjukkan dari lima ekspresi wajah yang tersedia ekspresi wajah manakah yang paling mewakili perasaan mereka kepada kepuasan secara keseluruhan terhadap pekerjaan mereka. Keuntungan utama dari face scale ini adalah kesimpelannya dan responden tidak perlu melalui sebuah jenjang membaca yang tinggi untuk dapat menyelesaikannya. Sementara, kerugian potensial dari face scale ini adalah ia tidak menyediakan informasi mengenai kepuasan karyawan dengan aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka. 192 Skala lain yang juga banyak dipergunakan adalah Job Descriptive Index (JDI) yang dikembangan pada akhir tahun 1960an oleh Patricia Cain Smith dan kolega-koleganya di Universitas Cornell. Skala JDI dinamai dengan tepat, karena skala tersebut membuat reponden mendeskripsikan pekerjaan mereka. Perbedaannya dengan face scale, pengguna JDI bisa mendapatkan skor untuk berbagai aspek yang berbeda dari pekerjaan dan lingkungan kerja mereka. Keuntungan utama dari JDI adalah banyak data yang menyuport construct validitynya. Terlebih lagi, bila seorang peneliti atau konsultan ingin menggunakan JDI untuk mengukur kepuasan kerja dari sekelompok pekerja maka ia akan dapat membandingkan skor-skor sekelompok pekerja ini dengan seorang sampel normatif dengan pekerjaan yang sama. Tidak banyak kerugian yang dimiliki oleh skala JDI ini. Namun ada satu masalah yang muncul, yaitu biasanya pada suatu kasus peneliti hanya berkeinginan untuk mengukur tingkat kepuasan pekerja secara keseluruhan, dan skala JDI tidak dapat melakukan hal ini. Oleh karena itulah, sang pengembang JDI ini kemudian membuat sebuah skala baru yang bernama Job in General (JIG) Scale. Skala JIG ini dibuat dibentuk seperti JDI, kecuali pada JIG ini terdiri dari beberapa adjektif dan frase tentang pekerjaan secara general daripada secara aspek-aspek spesifik dari pekerjaan. Ukuran kepuasan kerja yang ketiga yang juga banyak dipergunaka dan banyak diterima adalah Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Skala MSQ ini dikembangkan oleh sebuah tim peneliti yang berasal dari University of Minnesota pada waktu hampir sama dengan pengembangan skala JDI. Form panjang dari skala MSQ terdiri dari 100 item yang didesain untuk mengukur 20 macam aspek kerja. Adapula form pendek dari skala MSQ, terdiri dari 20 item. Itemitem pada skala MSQ terdiri dari statement-statement tentang berbagai macam aspek pekerjaan, dan responden diminta untuk menunjukkan tingkat kepuasan mereka terhadap masing masing aspek. Dibandingan dengan JDI, skala MSQ merupakan sebuah ukuran yang menunjukkan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 pekerjaan. Skala MSQ juga menyediakan informasi yang luas mengenai kepuasan pekerja pada berbagai macam aspek pekerjaan dan lingkungan kerja. Satu-satunya kerugian terbesar dari MSQ adalah panjang dari skala tersebut. Pada form dengan 100 item, versi penuh dari MSQ ini sangat sulit untuk diadministrasikan, apalagi bila peniliti berkeinginan untuk mengukur variabel lainnya. Bahan dengan versi form pendek (20 item) masih tergolong panjang bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran lain dari kepuasan yang pernah tersedia. Ukuran tingkat kepuasan kerja yang terakhir adalah Job Satisfaction Survey (JSS) yang belum pernah dipergunakan sebanyak ukuran-ukuran yang telah disebutkan sebelumnya, namun memiliki bukti yang menyuport properti psikometrinya. Skala ini dikembangkan pertama kali oleh Spector (1985) sebagai insturmen untuk mengukur kepuasan kerja pada karyawan Human Sercive. JSS terdiri dari 36 item yang didesain untuk mengukur sembilan macam aspek pekerjaan dan lingkungan kerja. Bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran lainnya, JSS kurang lebih sama, yaitu mewakili statement mengenai pekerjaan seseorang ataupun situasi kerjanya. JSS lebih mirip dengan JDI karena JSS juga merupakan skala deskriptif. Namun hal yang membedakannya dengan JDI adalah pada JSS skor kepuasan kecara keseluruhan dapat dihasilkan dengan cara menjumlahkan skor-skor aspek pekerjaan dan lingkungan kerja. Dimensi Pengukuran Kepuasan Kerja Dalam meneliti kepuasan kerja, peneliti harus menggunakan ukuran. Ukuran suatu konsep adalah variabel. Variabel satu dengan variabel lain ditentukan berdasarkan dimensi konsep. Dimensi pengukuran kepuasan kerja cukup bervariasi. Stephen Robbins mengajukan empat variabel yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja seseorang yaitu: (1) Pekerjaan menantang secara mental; (2) Reward memadai; (3) Kondisi kerja mendukung; dan (4) Kolega mendukung.(Jex. 2002:192-193). Pekerjaan yang menantang secara mental. Pekerja cenderung memiliki pekerjaan yang memberikan kesempatan mereka menggunakan keahlian dan kemampuan serta menawarkan variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik seputar sebaik mana pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang cenderung membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu menantang cenderung membuat frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi moderatmenantang, sebagian besar pekerja akan mengalami pleasure and kepuasan. Reward yang memadai. Kecenderungan pekerja dalam menginginkan sistem penghasilan dan kebijakan promosi yang diyakini adil, tidak mendua, dan sejalan dengan harapannya. Saat pekerja menganggap bahwa penghasilan yang diterima setimpal dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keahlian, dan sama berlaku bagi pekerja lainnya, kepuasan akan muncul. Tidak semua pekerja mencari uang, dan sebab itu promosi merupakan alternatif lain kepuasan kerja. Banyak pula pekerja yang mencari kewenangan, promosi, perkembangan pribadi, dan status sosial. Kondisi kerja yang mendukung. Perhatian pekerja pada lingkungan kerja, baik kenyamanan ataupun fasilitas yang memungkinkan mereka melakukan pekerjaan secara baik. Studi-studi membuktikan bahwa pekerja cenderung tidak memiliki lingkungan kerja yang berbahaya atau tidak nyaman. Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lingkujngan lain tidaklah terlampau ekstrim. Mereka juga cenderung berkerja di lokasi yang dekat rumah, menggunakan fasilitas moderen, serta peralatan kerja yang mencukupi. Kolega yang mendukung. Pekerja, selain bekerja juga mencari kehidupan sosial. Tidak mengejutkan bahwa dukungan rekan kerja mampu meningkatkan kepuasan kerja seorang pekerja. Perilaku atasan juga sangat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Studi membuktikan bahwa kepuasan kerja meningkat tatkala supervisor dianggap bersahabat dan mau memahami, melontarkan pujian untuk kinerja bagus, mendengarkan pendapat pekerja, dan menunjukkan minat personal terhadap mereka. 193 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 5. Hipotesis Penelitian Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan peneliti pada Manajer Winner Gym Kota Blitar dan berdasarkanpenelitian yang dilakukan oleh Eric G.Lambertt, Shannon M.Barton dan NancyLynne Hogan yang berjudul “The Missing Link Between Job Satisfaction and Correctional Staff Behavior:The Issue of Organizational Commitment”ditemukan bukti bahwa kepuasan kerja memiliki korelasi dan pengaruh positifterhadap komitmen organisasi. Oleh karena itu, penulis mengambil hipotesis dalam penelitian ini adalah : Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja umumnya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatanserikat karyawan dan berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidakmemperoleh kepuasan kerja (Handoko: 2001, 196). Secara historis,karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Permasalahan yang terjadi umumnya adalah karyawan yangkepuasan kerjanya tinggi tetapi tidak menjadi karyawan yangproduktivitasnya tinggi. Banyak pendapat mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja. Prestasi kerja yang lebih baik mengakibatkan penghargaan lebih tinggi. Bilapenghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerjakaryawan akan meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yag sesuai dengan prestasi kerja mereka. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi karyawan maupun perusahaan terutamauntuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja perusahaan. H1a : Tingkat kepuasan kerja karyawan Winner Gym Blitar tinggi. b. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadaporganisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputisikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkatupaya yang tinggi bagi 194 kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan (Steers, 1979: 224). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat komitmen yang tinggi akan sangat mempengaruhi produktivitas karyawan dalam bekerja. H2a : Tingkat komitmen kerja/Tanggung jawab kerja karyawan Winner Gym Blitar tinggi. c. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan mempengaruhi tingkat affective commitment karyawan. Contohnya saja karyawan yangmerasa puas maka merasa adanya keterikatan emosional antara karyawandan perusahaan sangat kuat. Hal ini berhubungan positif antar keduanyademi kemajuan perusahaan. H11a : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap Tanggung jawab METODE PENELITIAN Pada konteks penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan model eksplanatory research yang menguji pengaruh antar klausal yaitu variabel dependent dan independent. Penelitian ini menggunakan analisis data dengan berbantuan SPSS dengan model regresi linier berganda. Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh karyawan Winner Gym Blitar yang berjumlah 130 orang. Sampel ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin meneliti seluruh anggota populasi (Ferdinand, 2006). Jumlah sampel ditentukan berdasarkan perhitungan dari rumus Slovin dengan tingkat kesalahan ditolerir sebesar 10%. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling yaitu cara pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk jadi anggota sampel (Ferdinand, 2006). Penelitian ini menggunakan jenis data primer yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang disebarkan kepada karyawan Winner Gym Kota Blitar. Dalam penelitian ini juga menggunakan data Skunder. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuktabel-tabel atau diagram- Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 diagram (Ferdinand, 2006). Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnyamelalui pihak lain dengan menggunakan dokumen-dokumen (Sugiyono, 2004).Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner yang menggunakan skala likert 1-5 dengan kriteria 1 adalah sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 ragu-ragu, 4 setuju, dan 5 sangat setuju. Dalam penelitian ini untuk mendukung data yang dihasilkan agar lebih kuat lagi hasilnya digunakan teknik wawancara juga. Dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu: 1. Analisis Kualitatif yaitu bentuk analisa yang berdasarkan dari data yang dinyatakan dalam bentuk uraian. Data kualitatif merupakan data yang hanyadapat diukur secara langsung (Hadi, 2001).Proses analisis kualitatif ini dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:a. Pengeditan (Editing), Pengeditan adalah memilih atau mengambil data yang perlu danmembuang data yang diangap tidak perlu, untuk memudahkan perhitungan dalam pengujian hipotesa; b. Pemberian Skor (Scoring), Mengubah data yang bersifat kualitatif ke dalam bentuk kuantitatif.Dalam penelitian ini urutan pemberian skor menggunakan skala Likert. Tingkatan skala Likert yang digunakan dalam penelitian; c. Tabulating, Pengelompokkan data atas jawaban dengan benar dan teliti, kemudiandihitung dan dijumlahkan sampai berwujud dalam bentuk Karakteristik Jenis Kelamin Pria Wanita Umur 21.25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 35-44 tahun Pendidikan Terakhir SMP SMA Masa Kerja 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 15-26 tahun Status Perkawinan Menikah yangberguna. Berdasarkan hasil tabulasi tersebut akan disepakati untuk membuat data tabel agar mendapatkan hubungan atau pengaruh antara variabel-variabel yang ada. 2. Analisis Kuantitatif, Analisis kuantitatif adalah bentuk analisa yang menggunakan angka-angkadan perhitungan dengan metode statistik, maka data tersebut harus diklasifikasikan dalam kategori tertentu dengan menggunakan tabel – tabeltertentu, untuk mempermudah dalam menganalisis dengan menggunakanprogram SPSS for windows.Uji validitas dan reabilitas juga digunakan dalam menguji tingkat keandalan dan keterpercayaan terhadap alat ukur kuesioner yang digunakan. Dalam penelitian ini juga digunakan uji asumsi klasik yang digunakan sebagai prasyarat dari analisis regresi yang yang dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data Lapangan Identitas Responden Dari total 130 Karyawan di Winner Gym Blitar, 130 karyawan berpartisipasi dalam studi ini. Tabel 1 merangkum karakteristik demografi dari karyawan. Hampir dua per tiga(66,15%) karyawan adalah pria. Lebih dari 50% (57,69%) karyawan adalah kelompokberusia 26-30 tahun. Mayoritas karyawan (83,85%) memiliki pendidikan terakhir SMA dengan kelompok masa kerja terbanyak (46,92%) adalah 1-5 tahun.Hampir seluruh karyawan (80,77%) sudah menikah. Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden Jumlah Presentase 86 44 66.15 33.85 17 75 29 9 13.08 57.69 22.31 6.92 109 21 83.85 16.15 61 60 7 2 46.92 46.15 5.39 1.54 105 80.77 195 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 Belum Menikah 25 Sumber: data primer diolah tahun 2013 Kuesioner dan data yang digunakan telah diuji validitas, reliabilitas, linieritas,dan normalitasnya. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa data 19.23 seluruh variabel valid, reliabel, linier, dan normal. Setelah semua asumsi terpenuhi, dilakukan ujihipotesis dengan menggunakan uji t. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis Beta Hubungan (Standardized) Jenjang Karir-Kepuasan Kerja 0.623 Kejelasan Tugas-Kepuasan Kerja 0.342 Tanggung Jawab-Kepuasan Kerja 0.289 t Sig. 6.645 3.870 3.016 0.000 0.003 0.006 Sumber: data primer diolah tahun 2013 Tabel 2 menunjukkan bahwa semua nilai t lebih besar dari pada t tabel dan semua nilai p lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1, H2, dan H3 diterima. Berarti,kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,maka semakin tinggi jenjang karir, kejelasan tugas, dan tanggung jawab karyawanmaka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan tersebut terhadap perusahaan. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikanterhadap kinerja karyawan, maka semakin tinggi komitmen organisasional karyawansemakin tinggi pula kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan. Kepuasan kerjaberpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, maka semakin tinggikepuasan kerja, semakin tinggi pula kinerja karyawan.Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat berpengaruhterhadap kinerja karyawan secara langsung, dan tidak langsung dengan melalui variabelkomitmen organisasional. Tabel 3 Koefisien Determinasi Hubungan R Square Jenjang Karir-Kepuasan Kerja Kejelasan Tugas-Kepuasan Kerja Tanggung Jawab-Kepuasan Kerja 0.289 0.235 0.291 Adjusted R Square 0.293 0.250 0.386 Sumber: data primer diolah tahun 2013 Dari Tabel 3 dapat dilakukan pemeriksaan validitas model dengan perhitungan koefisien determinasi total: e1 = 0,8591; e2 = 0,8538; R2m = 0,4620. Perhitungankoefisien determinasi total diperoleh angka 0,4620. Hal ini berarti bahwa informasiyang terkandung dalam data 46,20% dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanyadijelaskan oleh variabel lain dan error. Theory trimming dilakukan dengan melihat nilaip dari uji t pada setiap jalur untuk pengaruh langsung. Dilihat darihasil analisis, nilai pmemiliki signifikansi < 0,05. Hal ini berarti keseluruhan model memiliki jalur yang signifikan. 194 Dari hasil analisis tersebut, tampak bahwa pengaruh total kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional lebih besar daripada pengaruh total kepuasan kerja terhadapkinerja. Berarti di sini pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional lebih dominan. Pengaruh intervening diuji dengan Sobel test dan dihasilkan nilai t hitung = 3,271,maka dapat disimpulkan bahwa koefisien intervening adalah signifikan. Berartikomitmen organisasional mampu beroperasi sebagai variabel intervening dalamhubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 Pembahasan Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan, komitmen organisasional karyawanakan semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh Al-Aameri (2000) dan Wu & Norman (2005 dalam Al Hussami, 2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Ketika karyawan puas dengan pekerjaan mereka, mereka melihat diri mereka sebagai bagian integral dari organisasi, sehingga mereka akan mendedikasikan diri mereka pada organisasi (Tanriverdi, 2008 dalam Gaur, 2009). Komitmen organisasional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi komitmen organisasional karyawan, semakin tinggi kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan memiliki tingkat kinerja yang lebih tinggi, karena karyawan yang berkomitmen tinggi mau bekerja keras dan melakukan pengorbanan yang dibutuhkan untuk organisasi itu (Greenberg & Baron, 2003). Individu akan mengambil pekerjaan, mengidentifikasikan dengan peran terkait pekerjaan, mereka akan menjadi berkomitmen untuk melakukan pekerjaan dan berlaku sesuai dengan harapan terhadap pekerjaan itu (Lee & Olshfski, 2002). Kepuasan kerja juga ditemukan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan, semakin tinggi kinerja karyawan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan olehAbdel-Halim (1980) dan Al-Ahmadi (2009) yaitu kinerja ditemukan berhubunganpositif dengan kepuasan kerja secara keseluruhan (segi kepuasan meliputi kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri, supervisi, hubungan dalam kerja, pembayaran, kesempatan promosi, dan kondisi kerja). Kepuasan kerja mempengaruhi kinerja yang dihasilkankarena kepuasan kerja juga dikorelasikan dengan kurangnya sabotase pencurian,melakukan pekerjaan dengan buruk untuk suatu tujuan, dan menyebarkan rumor ataugosip untuk menyebabkan masalah (Mangoine dan Quinn, 1975 dalam Argyle, 2010).Dari hasil penelitian, diketahui bahwa kepuasan kerja dapat memiliki pengaruhlangsung terhadap kinerja karyawan dan dapat memiliki pengaruh tidak langsungterhadap kinerja karyawan dengan melalui komitmen organisasional. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komitmen organisasional merupakan variabel interveningyang signifikan dalam hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Komitmenorganisasional dapat menjadi mediator antara kepuasan kerja dan kinerja, karena tingkatkepuasan kerja mempengaruhi tingkat komitmen anggota organisasi pada organisasinyadan sebagai konsekuensinya, komitmen membawa kepada usaha anggota organisasipada pekerjaannya dan pada tingkat kinerja mereka (Zhang & Zheng, 2009). KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Dengandemikian, komitmen yang dimiliki oleh tenaga kekaryawanan di Winner Gym Blitarsemakin tinggi jika kepuasan kerja yang dirasakan mereka semakin baik. Pengaruhkepuasan kerja terhadap komitmen organisasional merupakan pengaruh yang dominan.Kedua, komitmen organisasional memiliki pengaruh yang positif dan signifikanterhadap variabel kinerja karyawan. Berarti, kinerja karyawanWinner Gym Blitar semakin baik apabila komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan semakin tinggi.Ketiga, kepuasan kerja juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadapvariabel kinerja karyawan. Jadi, kinerja karyawanWinner Gym Blitar semakin baik apabilakepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan semakin baik. Keempat, komitmenorganisasional mampu beroperasi sebagai variabel intervening dalam hubungan antarakepuasan kerja dan kinerja karyawan. Hal ini memberikan makna bahwa kinerja karyawanWinner Gym Blitar semakin baik apabila pengaruh 195 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 kepuasan kerja semakin baik dengan didahului terciptanya komitmen yang semakin tinggi yang dimiliki olehindividu terhadap organisasinya. Beberapa implikasi kebijakan yang dapat diberikan penelitian ini untuk Winner Gym Blitar, antara lain:1. Memperhatikan aspek kepuasan kerja karena adanya pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasional dan kinerja. Peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan dengan peningkatan dari segi penghargaan (finansial dan non finansial)yang sepadan dengan beban dan tanggung jawab pekerjaan dan denganmemperhatikan kondisi maupun sarana prasarana yang digunakan sebagaipenunjang dalam melaksanakan pekerjaan; 2. Memperhatikan aspek komitmen karena adanya pengaruh terhadap kinerjakaryawan. Peningkatan komitmen organisasional dapat dilakukan dengan carasosialisasi lebih mendalam tentang Winner Gym; memaksimalkan keterlibatankaryawan dalam Winner gym yang tak lepas dari keinginan pegawai untuk menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional; dan membentuk wadahkhusus bagi karyawan untuk berinteraksi. Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Pertama, hasil penelitian ini tidakdapat digeneralisasi pada kasus lain, yaitu pada kasus-kasus Winner gym swasta. Kedua, penelitian ini dilakukan pada karyawanWinner gym yang memiliki jam kerja yang padat,sehingga data yang diperoleh tidak maksimal. Ketiga, saat penelitian ini dilakukan, barusaja terjadi rotasi besar-besaran di Winner gym sehingga hal ini mempengaruhi jawabanyang diberikan oleh responden. Penelitian mendatang dapat mengarahkan penelitian pada obyek penelitian yanglebih luas dengan mengambil obyek Winner gym swasta dan pemerintah, sertamenambah variabel lain yang mempengaruhi kinerja karyawan. DAFTAR REFERENSI Abdel-Halim, A.A, 1980, “Effects of Higher Order Need Strength on the Job Performance-Job Satisfaction Relationship”, Personnel Psychology, Vol.33; 196 Al-Aameri, A.S., 2000, “Job Satisfaction and Organizational Commitment for Employe”, Saudi Medical Journal, Vol. 21 (6): 531535 Al-Ahmadi, H., 2009, “Factors Affecting Performance of Hospital Employe in Riyadh Region, Saudi Arabia”, International Journal of Health Care QualityAssurance, Vol. 22, No. 1, pp. 40-54 Al-Hussami, M., 2008, “A Study of Employe' Job Satisfaction: The Relationship to Organizational Commitment, Perceived Organizational Support, TransactionalLeadership, Transformational Leadership, and Level of Education”, EuropeanJournal of Scientific Research, Vol.22 No.2, pp.286295 Argyle, M, 2010, “Do Happy Workers Work Harder? The Effect of Job Satisfaction on Work Performance” Brown, D. and M.A. Sargeant, 2007, “Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Religious Commitment of Full-Time University Employees”, Journal ofResearch on Christian Education, Vol.16, Iss.2, pg.211-241 Carmeli, A. and A. Freund, 2004, “Work Commitment, Job Satisfaction, and JobPerformance: An Empirical Investigation”, International Journal ofOrganization Theory and Behavior, Fall, Vol 7 No 3 Chen, S.J., P.F. Lin, C.M. Lu, and C.W. Tsao, 2007, “The Moderation Effect of HR Strength on the Relationship Between Employee Commitment and JobPerformance”, Social Behavior and Personality, Vol. 35, No.8, pg. 1121 – 1138 Chugtai, A.A and S. Zafar, 2006, “Antecedents and Consequences of Organizational Commitment among Pakistani University Teachers”, Journal of Applied HRMResearch, Vol 11 No 1, pg 3964 Crossman, A. and B. AbouZaki, 2003, “Job Satisfaction and Employee Performance of Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 Lebanese Banking Staff”, Journal of Managerial Psychology, Vol.18, No.4, pg.368-376 Eka Idham Lewa dan Subowo, 2005, “Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik dan Kompensasi terhadap Kinerja Karywan di PT Pertamina (Persero)Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Cirebon”, Sinergi, Edisi Khusus on Human Resources, Hal. 129-140 Gaur, S.S., Y. Xu, K. Song, 2009, “Impact of Critical Sales Events on Salesperson’s Job Satisfaction”, ANZMAC 2009 Greenberg, J. and R.A. Baron, 2003, Behavior in Organizations, 8th edition, Pearson Education, Inc., New Jersey Jimoh, A.M., 2008, “Emotional Labour, Conscientiousness and Job Tenure as Predictors of Job Performance Among University Administrative Workers inSouthwestern Nigerian”, International Journal of African & African American Studies, Vol.VII, No.2 Khan, M.R., Ziauddin, F.A. Jam, and M.I. Ramay, 2010, “The Impacts of Organizational Commitment on Employee Job Performance”, European Journalof Social Sciences, Volume 15, Number 3, page 292-298 Lee, S.H and D. Olshfski, 2002, “Employee Commitment and Firefighters: It’s My Job”, Public Administration Review, Vol.62, pg.108 Luthans, F, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi 10, Penerbit Andi, Yogyakarta. MacKenzie, S.B., P.M. Podsakoff and M. Ahearne, 1998, “Some Possible Antecendents and Consequences of In-Role and Extra-Role Salesperson Performance”, Journalof Marketing, Vol. 62, pg.87-98. Marhaeni Wahyu Handayani, dan Suhartini, 2005, “Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pelaksana di Lingkungan Badan Pusat StatistikPropinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen,Edisi Khusus on Human Resources, hal.37-57. McNeese-Smith, D., 1996, “Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Commitment”, Hospital & Health Services Administration,Summer, 41, 2; abi/inform Global, pg. 160 Meyer, J.P., N.J. Allen, and C.A. Smith, 1993, “Commitment to Organizations and Occupations: Extention and Test of a Three – Component Conceptualization”,Journal of Applied Psychology, Vol 78 No 4 p.538-551 Mrayyan, M.T., and I. Al-Faouri, 2008, “Career Commitment and Job Performance of Jordanian Employe”, Nursing Forum, Vol. 43 No. 1, pg. 24-37 Muthuveloo, R. and R.C. Rose, 2005, “Antecendents and Outcomes of Organisational Commitment among Malaysian Engineers”, American Journal of AppliedSciences, Vol.2 No.6, p.1095-1100 Okpara, J.O., 2004, “Job Satisfaction and Organizational Commitment: Are there Differences between American and Nigerian Managers Employed in the USMNCs in Nigeria?”, http://www.sba.muohio.edu/abas/200 4/montreux/Okpara_2004%20ABA S%20Co nference%20in%20Montreux,%20Swit zerland%20,%20Jun%85.pdf didownloadpada tanggal 30 Maret 2014. Pettijohn, C.E., L.S. Pettijohn, and A.J. Taylor, 2000, “Research Note: An Exploratory Analysis of Salesperson Perceptions of the Criteria Used in PerformanceAppraisals, Job Satisfaction, and Organizational Commitment”, Journal ofPersonal 197 Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014 Selling and Sales Management, Vol.20, No.2, pg.77-80. Petty, M.M., G.W. McGee, and J.W. Cavender, 1984, “A MetaAnalysis of the Relationships Between Individual Job Satisfaction and Individual Performance”,The Academy of Management Review, Vol. 9, No. 4, pg.712-721 Salami, S.O., 2008, “Demographic and Psychological Factors Predicting Organizational Commitment among Industrial Workers”, Anthropologist, Vol.10 (1): 31-38 Suliman, A and P. Iles, 2000, “Is Continuance Commitment Beneficial To Organizations? 198 Commitment-Performance Relationship: A New Look”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 15, Iss. 5; pg. 407 Tsui, A.S., J.L. Pearce, L.W. Porter, and A. M. Tripoli, 1997, “Alternative Approach to the Employee-Organization Relationship: Does Investment in Employees PayOff?”, Academy of Management Journal, Vol. 40 No.5, pg.1089 Zhang, J and W. Zheng, 2009, “How Does Satisfaction Translate into Performance? AnExamination of Commitment and Cultural Values”, Human Resource Development Quarterly, Vol. 20, No. 3, Fall 2009.