Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi - Journals | STIE Kesuma Negara

advertisement
ISSN. 2088-6268
Vol.3, No. 1, Juni 2011
ISSN 2088-6268
JURNAL
JURNAL KOMPILEK
KOMPILEK
Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi
Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi
Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIE Kesuma
Negara Blitar sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan analisa
DAMPAK PEMBANGUNAN TOL SURABAYA MOJOKERTO
persoalan TERHADAP
ilmu ekonomi
baik studi ekonomi,
manajemen
maupun
akuntansi.
PEREKONOMIAN
DAN TATA
LALU LINTAS
KOTA
Ludi Wishnu Wardana
MOJOKERTO
Sandi Eka Suprajang
ANALISIS STRENGTHS, WEAKNESS,
OPPORTUNITY,
Pelindung:
THREATS (SWOT)
UNTUK
MENENTUKAN
STRATEGI
Ketua
STIE
Kesuma Negara
Blitar
PEMASARAN PADA CV. ZAMIF ENTERTAINMENT KOTA
BLITAR
Rumanintya Lisaria
Putri
ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA PR. RAFINDO
Aris Sunandes SE.,MM
JAYA
Aris Sunandes
PENGARUH FINANCIALSekretaris
KNOWLEDGE
Redaksi:
TERHADAP PERSONAL
FINANCIAL GOALS
Vera Noviana, SE., Ak
(STUDI KASUS PADA MAHASISWA STIEKEN BLITAR)
Retno Murni Sari/
Fitriana Putri
Puspitasari
ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN MELALUI AUDIT
Siti Sunrowiyati, SE., MM
SISTEM KEPASTIAN KUALITAS PADA PDAM KOTA
Sandi
Eka Suprajang SE.,MM
BLITAR
Pemimpin Redaksi:
Pelaksana Redaksi:
JURNAL KOMPILEK
Ida Rosita/Siti
Sunrowiyati
Penyunting:
ANALISIS BIAYA OVERHEAD
PABRIK TERHADAP
PENENTUAN
BEBAN
POKOK PRODUKSI
Prof. Dr.
H. Pudjihardjo,
SE, MS – Universitas Brawijaya
(STUDI
KASUS
PADA
UD SE.,
KARYA
MANDIRI
BLITAR)
Iwan
Setya
Putra,
MM.
Ak. – STIE
Kesuma Negara
Roni Ika Setiawan
PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN
TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA
INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR
Sulistya Dewi
Wahyuningsih
Alamat
Redaksi:
EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI
PROSES
PRODUKSI
Kampus
STIE Kesuma
Negara
MELALUI OPTIMALISASI
SISTEM
PENGENDALIAN
MANAJEMEN
Jl. Mastrip No. 59, Blitar, Jawa Timur - 66111
Iwan Setya Putra
ANALISIS PEMANFAATAN SISTEM
INFORMASI MANAJEMEN
Telepon/Fax:
KAMPUS ATAS SISTEM AKADEMIK BERBASIS WEB PADA
(0342)802330 / (0342)813779
STIE KESUMA NEGARA BLITAR
[Vol 6, No. 2]
Yudhanta Sambharakreshna SE.,Msi.,Ak – Universitas Trunojoyo
on-line:
http//www.stieken.ac.id
Hal. 97 - 235
Desember 2014
E-mail:
[email protected]
Diterbitkan oleh:
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI KESUMA NEGARA BLITAR
Jl. Mastrip 59 Blitar 66111, Telp./Fax : (0342) 802330/813779
Email : [email protected]
[STIE KESUMA NEGARA BLITAR]
Vol.6, No. 2, Desember 2014
ISSN 2088-6268
JURNAL KOMPILEK
Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi
Diterbitkan pleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
STIE Kesuma Negara Blitar sebagai terbitan yang menyajikan informasi dan
analisa persoalan ilmu ekonomi, manajemen, maupun akuntansi.
Pelindung
Iwan Setya Putra, SE., Ak., MM.
Pemimpin Redaksi
Aris Sunandes, SE., MM.
Sekretaris Redaksi
Vera Noviana, SE., Ak.
Pelaksana Redaksi
Siti Sunrowiyati, SE., MM.
Sandi Eka Suprajang, SE., MM.
Penyunting
Tanto Askriyandoko Putro, SE., MM.
Reviewers:
Prof. Dr. HM. Pudjihardjo, SE, MS – Universitas Brawijaya
Iwan Setya Putra, SE., Ak., MM – STIE Kesuma Negara
Yudhanta Sambharakreshna SE., MSi., Ak – Universitas Trunojoyo
Alamat Redaksi:
Kampus STIE Kesuma Negara
Jl. Mastrip No. 59, Blitar, Jawa Timur – 66111
Telepon/Fax:
(0342) 802330 / (0342) 813788
on-line:
http//www.stieken.ac.id
E-mail:
[email protected]
ii
Vol.6, No. 2, Desember 2014
ISSN 2088-6268
JURNAL KOMPILEK
Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi
Daftar Isi :
Ludi Wishnu Wardana
DAMPAK PEMBANGUNAN TOL SURABAYA MOJOKERTO
TERHADAP PEREKONOMIAN DAN TATA LALU LINTAS
KOTA MOJOKERTO
(Hal. 97-111)
Sandi Eka Suprajang
ANALISIS STRENGTHS, WEAKNESS, OPPORTUNITY,
THREATS (SWOT) UNTUK MENENTUKAN STRATEGI
PEMASARAN PADA CV. ZAMIF ENTERTAINMENT KOTA
BLITAR
(Hal. 112-122)
Rumanintya Lisaria
Putri
ANALISIS BIAYA PRODUKSI PADA PR. RAFINDO
JAYA
(Hal. 123-132)
Aris Sunandes
PENGARUH FINANCIAL KNOWLEDGE TERHADAP
PERSONAL FINANCIAL GOALS
(STUDI KASUS PADA MAHASISWA STIEKEN BLITAR)
(Hal. 133-146)
Retno Murni Sari/
Fitriana Putri
Puspitasari
ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN MELALUI AUDIT
SISTEM KEPASTIAN KUALITAS PADA PDAM KOTA
BLITAR
(Hal. 147-163)
Ida Rosita/Siti
Sunrowiyati
ANALISIS BIAYA OVERHEAD PABRIK TERHADAP
PENENTUAN BEBAN POKOK PRODUKSI
(STUDI KASUS PADA UD KARYA MANDIRI BLITAR)
(Hal. 164-181)
Roni Ika Setiawan
PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN
TANGGUNG JAWAB TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA
INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR
(Hal. 182-198)
Sulistya Dewi
Wahyuningsih
EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PROSES PRODUKSI
MELALUI OPTIMALISASI SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN
(Hal. 199-223)
Iwan Setya Putra
ANALISIS PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN KAMPUS ATAS SISTEM AKADEMIK
BERBASIS WEB PADA STIE KESUMA NEGARA BLITAR
(Hal. 224-235)
iii
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
PENGARUH JENJANG KARIR, KEJELASAN TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB
TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA INSTRUKTUR WINNER GYM KOTA BLITAR
Rony Ika Setiawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesuma Negara Blitar
Abstrak:This study aim to examine the effect of Career path,organizational Job
Describtion, and responbility to job satisfaction of employe Winner Gym Blitar
City.Previous researches have shown controversial result on how the effect of career
path on job satisfaction and the role of organizational commitment on it. For data
Analysis, regression statistical method used to confirm effect between variables. Data
collected for 130 employe of Winner Gym Blitar participated in this study by fulfill
questionnaires.The results show high effect significantly between Carrer opportunity,
job organizational job description and respombility to job satisfaction.
Kata Kunci: Career Path, Job Description, Responbility, Job Satisfaction.
PENDAHULUAN
Bidang usaha terus berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Revolusi
dan diversifikasi produk pun kian cepat
mengalami
perubahan.
Hal
ini
mendorong
organisasi
di
dalam
perusahaan bisa semakin efektif dan
efisien di dalam menjalankan aktivitas
usahanya. Organisasi khususnya di
bidang bisnis, dituntut untuk selalu
berkembang, produktif, dan dapat
mencapai tujuan yang dirumuskan.
Oleh
karena
itudiperlukan
suatu
struktur organisasi yang diisi oleh
sumber daya manusia yang profesional
dan
selalu
memperbaharui
pengetahuan dan skill dalam bekerja.
Untuk
meningkatkan
Profesionalitas
dalam
bekerja,
diperlukan sikap kerja yang positif dari
para karyawan. Sikap kerja yang
positif ini bisa dimunculkan kalau
kepuasan kerja karyawan terpenuhi.
Kepuasan kerja karyawan inilah yang
menjadikan
perusahaan
bisa
menjadikan karyawan sebagai salah
satu faktor penentu tercapainya tujuan
perusahaan. Menurut Anoraga (2001),
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap
positif yang menyangkut penyesuaian
diri yang sehat dari para karyawan
terhadap kondisi dan situasi kerja,
termasuk didalamnya masalah upah,
kondisi sosial, kondisi fisik, dan kondisi
psikologis.
Pendapat
lain
yang
memperkuat bahasan kepuasan kerja
dinyatakan oleh Howell dan Dipboye
(dalam Munandar, 2010) memandang
kepuasan
kerja
sebagai
hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka
atau tidak sukanya tenaga kerja
182
terhadap
berbagai
aspek
dari
pekerjaannya.
Kepuasan kerja dapat dilihat dari
sikap kerja karyawan yang bentuknya
positif.
Sikap
kerja
karyawan
merupakan cerminan dari perasaan
karyawan terhadap pekerjaannya. Pada
dasarnya kepuasan kerja merupakan
hal yang bersifat individual. Setiap
individu
akan
memiliki
tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai-nilai yang berlaku
pada
dirinya.
Menurut
Munandar
(2010)
kepuasan
kerja
memiliki
dampak
terhadap
produktivitas,
ketidakhadiran, keluarnya pegawai,
dan dampaknya terhadap kesehatan.
Dalam
bekerja
orang-orang
memerlukan rasa aman, rasa puas,
atau rasa senang. Karyawan yang
merasa mendapat kepuasan dalam
bekerja pada umumnya tidak mau
berhenti dari organisasi tempat mereka
bekerja (Sapila, 2013). Bahasan yang
mendalam terkait kepuasan kerja,
sangat
diperlukan
dikarenakan
kepuasan kerja dapat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Untuk menciptakan kepuasan kerja
yang tinggi di kalangan karyawan,
tentunya ada beberapa faktor yang
diduga mempengaruhinya. Salah satu
faktor
yang
diduga
dapat
mempengaruhi
kepuasan
kerja
karyawan
adalah
jenjang
karir/perencanaan
karir.
Dalam
penelitiannya Nugroho dan Kunartinah
(2012) menghasilkan penemuan bahwa
Perencanaan dan pengembangan karir
yang jelas dalam organisasi dapat
meningkatkan motivasi kerja karyawan
dalam
melaksaakan
pekerjaannya,
sehingga menciptakan rasa puas dalam
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
melaksanakan pekerjaannya. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ekayadi (2009) dan
Nugroho dan Kunartinah (2012) yang
mengungkapkan
bahwa
pengembangan
karir
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
kepuasan
kerja
karyawan.
Pengembangan
karir
karyawan
disinyalir menjadi hal yang penting
dalam sebuah organisasi. Hal ini
dikarenakan sumber daya manusia
merupakan aset yang sangat berharga
bagi perusahaan. Perusahaan wajib
mengembangkan
potensi
keahlian
karyawan
dan
bertanggungjawab
terhadap peningkatan kesejahteraan
melalui jenjang karir yang jelas.
Pengembangan sumber daya manusia
yang dilakukan dengan baik dan
terencana, disinyalir akan lebih baik
dibandingkan
dengan
merekrut
karyawan baru dari luar perusahaan.
Ada faktor yang sangat penting yang
tidak bisa dilupakan begitu saja,
Loyalitas, integritas, dan pengalaman
yang sudah teruji secara berkelanjutan
merupakan
faktor
penting
yang
menjadi pertimbangan untuk tidak
rekrut dari luar perusahaan, akantetapi
merencanakan jenjang karir yang
jelas. Hal ini akan searah dengan
pendapat
Anoraga
(2001)
yang
menyatakan alasan mengapa jenjang
karir
sangat
didambakan
oleh
karyawan dengan alasan, penghasilan
makin besar, kedudukan sosio ekonomi
makin tinggi dan mantap, batin merasa
puas karena berhasil mewujudkan jati
diri.
Jika
jenjang
karir
tidak
diperhatikan, “akan terlalu banyak
karyawan mengundurkan diri dari
pekerjaan
Banyak penelitian yang membahas
terkait kepuasan kerja dengan faktorfaktor yang berbeda dari penelitian
terdahulu. Sangat jarang penelitian
yang
menghubungkan
dengan
tanggungjawab.
Berangkat
dari
pemikiran ini diperlukan penelitian
yang membahas terkait tanggungjawab
dihubungkan dengan kejelasan kerja
yang
nantinya
apakah
dapat
mempengaruhi kepuasan kerja.
KAJIAN TEORI
1. Teori Jenjang Karir
Karier (career) adalah pencapaian
posisi
yang
ditempati
seseorang
sepanjang
perjalanan
hidupnya.
Seseorang berusaha mencapai karir
tertentu untuk memeuhi motivasional
dan kebutuhan indiviualnya.
Pada perkembangannya banyak
dari kebutuhan akan hidup itu dapat
dipenuhi hanya dengan mengenal pada
pemberi kerja. Perbedaan antara
perseorangan dan kelompok organisasi
memandang
karirnya
berbeda
signifikan.
Dari sudut pandang individu,
kegagalan
untuk
mencapai
keberhasilan psikologis atau rasa
bangga dan prestasi dalam karierkarier mereka mungkin membuat
mereka
mengubah
karier-karier,
mencari
kerja
diluar
untuk
keberhasilan hidup atau benar-benar
tidak bahagia. Perencanaan karier yang
effektif mempertimbangkan perspektif
yang berpusat pada organisasi dan
perspektif yang berpusat pada individu.
Perencanaan karier yang berpusat
pada organisasi (Organization-centered
career
planning)
berfokus
pada
pekerjaan dan pengidentifikasian jalur
karier yang memberikan kemajuan
yang logis atas orang-orang di antara
pekerjaan dalam organisasi. Individuindividu mengikuti jalan ini seiring
mereka bergerak maju dalam unit-unit
organisasional
tertentu.
Sebagai
contoh, seorang mungkin masuk pada
divisi penjualan sebagai marketing,
kemudian
dipromosikan
menjadi
kepala marketing, menjadi manajer
marketing, dan akhirnya menjadi
direktur marketing.
Manajemen puncak bertanggung jawab
atas
pengembangan
program
perencanaan
karier,
untuk
berkomunikasi
dengan
karyawan
tentang peluang dan untuk membantu
perencanaan, para pemberi kerja
sering kali menggunakan lokakarya
karier. ”Pusat” atau laporan berkala
karier, dan konseling karier. Manajermanajer individual sering kali harus
memainkan peran pelatih dan konselor
dalam kontak langsung mereka dengan
karyawan individual dan dalam sistem
manajemen
karier
berpola
SDM.
Perampingan
organisasi
telah
mengubah
rencana-rencana
karier
untuk banyak orang, semakin banyak
individu
yang
harus
menghadapi
transisi karier dengan kata lain,
mereka harus mencari pekerjaan lain.
Perencanaan karier yang berpusat
pada
individu
(individual-centerred
career planning) lebih berfokus pada
karier individu dari pada kebutuhan
183
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
organisasional.
Perencanaan
ini
dilakukan
oleh
karyawan
sendiri
dengan
menganalisis
tujuan
dan
ketrampilan individual mereka. Usahausaha
seperti
ini
mungkin
mempertimbangkan situasi, baik di
dalam maupun di luar organisasi, yang
dapat mengembangkan karier individu
tersebut.
Empat
karakteristik
individual
umum yang mempengaruhi bagaimana
seseorang
membuat
pilihan karir
mereka:1)
Minat:
Orang-orang
cenderung mengejar karir yang mereka
percaya sesuai dengan minatnya.
Tetapi
sering kali
,minat
orang
berubah, dan keputusan karier pada
akhirnya
dibuat
berdasarkan
keterampilan dan kemampuan khusus,
serta jalan karier mana yang realitas
bagi mereka; 2) Citra diri: Karier
adalah perluasan dari citra seseorang,
begitu pula dengan pembentukan
karakternya, orang-orang mengikuti
karier dimana mereka dapat melihat
dirinya melakukan dan menghindari
karier yang tidak sesuai dengan
persepsi bakat, motivasi, dan nilai
mereka. 3) Kepribadian: Faktor ini
meliputi orientasi pribadi (sebagai
contoh, apabila karyawan tersebut
realistis,giat,
atau
artistik)
dan
kebutuhan pribadi termasuk kebutuhan
akan
afiliasi,
kekuasaan,
dan
pencapaian seseorang karyawan .
individu
yang
memiliki
jenis
kepribadian tertentu cenderung ke
kelompok pekerjaan yang berbeda. 4)
Latar belakang sosial: Status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan
pekerjaan orang tua seseorang juga
merupakan faktor yang termasuk
dalam kategori ini. Anak seorang
dokter atau seorang tukang las tahu
dari orang tua mereka tentang seperti
apa pekerjaan tersebut dan mungkin
mencari
atau menolak pekerjaan
tersebut berdasarkan cara pandang
mereka
terhadap
pekerjaan
orangtuanya.
Ada tiga transisi karier yang
merupakan perhatian khusus bagi
SDM: awal masuk kerja dan sosoalisasi
organisasional,
pemindahan
dan
promosi, serta kehilangan pekerjaan.
Pemindahan dan promosi memberikan
peluang-peluang bagi para karyawan
untuk
berkembang
dan
sering
menimbulkan kenaikan gaji. Akan
tetapi, tidak seperti rekrutan-rekrutan
baru, karyawan sering diharapkan
184
untuk bekerja lebih baik dan cepat
yang
mungkin
tidak
realistis.
Pemindahan
internasional
bahkan
menimbulkan lebih banyak kesulitan
dibanding pemindalan dalam negeri
untuk banyak karyawan Kehilangan
pekerjaan paling sering berkaitan
dengan perampingan, merger, dan
akuisisi.
Kehilangan
pekerjaan
merupakan
peristiwa
yang
menimbulkan tekanan dalam karier
seseorang, sering kali menyebabkan
depresi, kegelisahan, dan perasaan
gugup. Implikasi-implikasi finansial dan
pengaruh-pengaruhnya pada keluarga
biasa jadi sangat ekstrem.
Meskipun tujuan dan perspektif
dalam perencanaan karier mungkin
berbeda
untuk
organisasi
dan
karyawan,
ada
tiga
persoalan
problematis untuk keduanya, mungkin
karena alasan-alasan yang berbeda.
Masa stabil karier ketika generasi baby
boomer mencapai usia tengah baya
(45 – 60 tahun), dan ketika para
pemberi kerja yang besar mengurangi
angkatan kerja meraka, semakin
banyak karyawan karyawan yang
menemukan diri mereka berada dalam
masa stabil karier ini mungkin tampak
seperti tanda kegagalan bagi beberapa
orang, dan karyawan-karyawan yang
mengalami
masa
stabil
dapat
menimbulkan maslah-masalah bagi
para pemberi kerja apabila rasa
frustasi
mereka
mempengaruhi
kinerjanya. (Robert L. Mathis dan John
H.
Jackson,
Human
Resource
Management, edisi 10, 340-348).
2. Konsep Kejelasan Tugas (Job
Description)
Seseorang hanya mungkin dapat
melaksanakan pekerjaannya secara
efektif, jikamereka telah mengetahui
secara pasti tentang perannya di dalam
sebuah organisasitempat kerjanya.Di
dalam kehidupan sehari-hari, istilah
peran
mengandung
pengertian
adanyasekumpulan
perilaku
yang
harus
atau
“sepantasnya”
atau
“diharapkan” dilakukan olehseseorang
yang menduduki suatu posisi tertentu,
baik
posisi
social
maupunorganisasional. Miftah Thoha
(1983), merumuskan peran sebagai
berikut : “suaturangkaian perilaku
yang teratur yang ditimbulkan karena
adanya
suatu
kantor
yangsudah
dikenal, oleh karena peran yang
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
dimaksud di sini menyangkut suatu
jabatan
danjabatan
ini
berisikan
seperangkat tugas, wewenang, hak,
kewajiban dan tanggungjawab yang
lazimnya dalam suatu organisasi formil
semua ini tersimpul dalam suatuuraian
pekerjaan (job discriptions), maka
setiap organisasi formil pada umumnya
berusaha mengembangkan suatu job
disciriptions untuk menjelaskan secara
lebih
terperinci
tentang
tugas,
wewenang, hak dan tanggung jawab
kepada
masing-masingorang
yang
telah ditentukan untuk menduduki
jabatan tersebut”.
Dengan suatu uraian tugas yang
jelas, diharapkan setiap orang akan
memahamidan menerima peran yang
ditetapkan baginya, sehingga dapat
dan
mau
melaksanakantugasnya
dengan baik.Seperti dikemukakan oleh
Awaloedin Djamin (1984), Salah satu
hal yang penting yang harus dimiliki
oleh
birokrasi
yang
sehat
adalahkejelasan
batas
setiap
wewenang
dan
tanggungjawab.
Pokoknya
apa
yang
biasadisebut
sebagai “job discriptions”. Hal ini
sangat penting tidak saja dalam
strukturbirokrasi, tetapi terlebih pada
tugas orang-orangnya. “Jangan heran
kalau melihat banyak pegawai yang
menganggur di kantor-kantor. Itu
bukan karena malas, tetapikarena
batas pekerjaannya tek pernah jelas”.
Namun jangan dikira membuat job
discriptions itu gampang, tetapi sangat
sulit.
Job description adalah salah satu
upaya
untuk
menjelaskan
peran
seseorang dari luar orang itu, yaitu
organisasi. Sedangkan dari dalam yaitu
dari setiap orang yangberada pada
peran yang telah ditentukan dituntut
pula adanya kemampuan dankemauan
untuk mengerti akan peran yang
didudukinya. Kemampuan mengerti
berartikemampuan untuk memahami
atau
mengetahui
isi
dari
job
descriptions yang telahditetapkan oleh
organisasi,
sedangkan
kemauan
mengerti
artinya
secara
mentalseseorang
mau
menerima
perannya itu, yaitu adanya kecocokan
antara harapan pribadinya terhadap
peran
yang
diberikan
kepadanya.Seseorang
yang
dapat
memahami perannya dan menerima
perannya,
tentuk
akansecara
konsekuen melaksanakan semua tugas
yang melekat pada perannya itu
dengansebaik-baiknya. Tugas bukan
dipandang
sebagai
beban
yang
memberatkan
ataumenjemukan,
melainkan merupakan suatu tantangan
yang menarik untuk diselesaikan dan
mungkin akan menimbulkan suatu
kepuasan
diri
jika
dapat
menyelesaikannya.Di dalam kenyataan
hidup berorganisasi, tidaklah begitu
mudah seseorang memahami maupun
menerima perannya, walaupun telah
ada
job
descriptions.Menurut
Indrawijaya (1983, hal. 124) :Dapat
diperkirakan
bahwa
peran
yang
mendua
akan
menimbulkan
menurunnya rasakepuasan kerja disatu
pihak dan meningkatnya tekanan atau
stress pekerjaan.Cohan, Scotland, dan
Wolfe menyatakan : hasil penelitian
membuktikan bahwakejelasan peran
sebagai lawan peran yang mendua,
mempunyai
kaitan
positif
dengankepuasan
kerja,
sebaliknya
peran yang mendua menyebabkan
terjadinya tekanan pekerjaan.
Tentang pengertian atau definisi
mengenai
kekaburan
peran,
Indrawijaya (1983) mengutip definisi
kekaburan peran yang dikemukakan
oleh R.L. Kahn, sebagaiberikut :Peran
mendua adalah suatu keadaan di mana
seseorang
tidak
begitu
pasti
mengenaiperilaku
yang
diharapkan
darinya. Steers (1980) menyatakan :
kekaburan peran ini diimaksudkan
sebagai suatukeadaan di mana para
individu tidak mempunyai informasi
yang cukup mengenai sifattugas yang
diserahkan pada mereka.Di dalam
suatu organisasi, apalagi organisasi
administrative
pemerintahan
(=birokrasi),
pertanggungjawaban
penyelesaian
suatu
tugas
pada
akhirnya
adalah
ditangan
para
pemimpinnya. Oleh karena itu, jika
terjadi ketidakjelasan peranmaupun
kurang diterimanya peran oleh masingmasing
anggota
organisasi,
pemimpinlah yang semestinya harus
mengatasi hal tersebut. Ketidakjelasan
peranmembutuhkan kemampuan dan
kewenangan
pemimpin
untuk
menjelaskan
pera
nmasing-masing
anggota dengan cara meninjau kembali
pengaturan tugas-tugas, pendelegasian
wewenang,
hak,
kewajiban
dan
tanggung jawab yang telah ditetapkan
dalam job description yang terdahulu,
yang
mungkin
memerlukan
penyesuaian-penyesuaian
baru
menurut
kebutuhan
maupun
185
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
kemampuan
para
anggota
tersebut.Kurang atau tidak diterimanya
peran yang mungkin terjadi, karena
ketidaksesuaianantara
harapan
seseorang
dengan
kenyataan
perannya,
mungkin
perlu
didiskusikanbersama antara pemimpin
dan para pemegang peran tersebut.
Keterbukaan
pemimpin
dan
keberanian untuk mendiskusikan halhal yang menjadi sumber-sumber
ketidaksesuaian harapan, yang pada
umumnya disebabkanoleh perbedaan
persepsi,
mungkin
akan
dapat
membantu meningkatkan kesadaran
diridari
pemegang
peran,
serta
meningkatkan kepercayaan diri dari
anggota-anggota,karena
mereka
diperhatikan oleh atasan. Hal ini tentu
akan berpengaruh terhadapkepuasan
kerja atau semangat kerja, sehingga
akan
meningkatkan
efektifitaspelaksanaan tugas jabatan
yang diemban oleh para Kepala Sub
Bagian, sebagaipejabat atau manajer
yang paling bawah.
3. Konsep Tanggung Jawab
Menurut bahasa Indonesia dalam
KBBI III, tanggung jawab adalah
keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau terjadi apa-apa
boleh
dituntut,
dipersalahkan,
diperkarakan,
dsb)
dan
fungsi
menerima pembebanan, sebagai akibat
sikap pihak sendiri atau pihak lain. Jika
diartikan
secara
singkat,
maka
tanggung jawab adalah menanggung
suatu hal. Dalam laman Wikipedia
bahasa Inggris tentang responsibility
atau tanggung jawab yang artinya jauh
lebih luas daripada cakupanna dalam
bahasa Indonesia, terdapat beberapa
sub pemahaman lain yaitu : Human
responsibilities
(tanggung
jawab
manusia),
social
responsibility
(tanggung
jawab
sosial),
duty
(tugas/kewajiban), dan lain-lain. Lalu
secara singkat dalam laman Wictionary
bahasa Inggris, responsibility adalah
“the state of being responsible,
accountable, or answerable” yang
artinya “keadaan bertanggung jawab
dan dapat menanggung”.3
Tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun
yang tidak di sengaja. Tanggung jawab
juga
berarti
berbuat
sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Seorang
mahasiswa
mempunyai
186
kewajiban belajar, Bila belajar, maka
hal itu berarti ia telah memenuhi
kewajibannya.
Berarti
ia
telah
bertanggung jawab atas bannya.
Sudah tentu bagaimana kegiatan
belajar si mahasiswa, itulah kadar
pertanggung jawabannya, Bila pada
ujian ia mendapat nilai A, B atau C
itulah
kadar
pertanggung
jawabannya.Seseorang
mau
bertanggung
jawab
karena
ada
kesadaran
atau
keinsafan
atau
pengertian atas segala perbuatan dan
akibatnya dan atas kepentingan pihak
lain. Timbulnya tanggung jawab karena
manusia itu hidup bermasyarakat dan
hidup dalam lingkungan alam. Manusia
tidak
boleh
berbuat
semaunya
terhadap manusia lain dan terhadap
alam
lingkungannya.
Manusia
menciptakan
keseimbangan,
keselarasan, antara sesama manusia
dan antara manusia dan lingkungan.
Contoh orang bertanggungjawab yaitu
bonar ialah seorang pegawai yang
tekun dalam melaksanakan tugasnya.
Ia datang sebelum waktu kerja
dimulai.
Tanpa
banyak
bicara
dikerjakan tugasnya. Setelah selesai
tugas yang dikerjakan, ia memberikan
hasil pekerjaannya kepada atasannya
sebagai pertanggungjawabannya. Ia
pun
tidak
banyak
hilir
mudik
dikantornya
untuk
persoalan
kepentingannya sendiri, seperti buang
air, mencari inakanan atau minuman.
Ia pun pulang pada waktu jam
kantornya usai. Bila ada pertanyaan
dari atasannya tentang pekerjaan yang
dilakukan, ia pun memberikan jawaban
secara baik dan pasti. Ia dapat
memberikan pertanggungjawaban atas
tugas-tugas yang diberikan kepadanya,
sehingga
konduitenya
baik,
naik
pangkat
pada
waktunya,
dan
memperoleh
penghargaan
khusus
waktu tertentu.
Manusia itu berjuang memenuhi
keperluannya
sendiri
atau
untuk
keperluan pihak lain. Untuk itu ia
manghadapi
manusia
lain
dalam
masyarakat
atau
menghadapi
lingkungan alam. Dalam usahanya itu
manusia juga menuadari bahwa ada
kekuatan lain yang ikut menentukan
yaitu kekuasaan Tuhan.
a. Tanggung jawab terhadap diri
sendiri
Tanggug jawab terhadap diri sendiri
menuntut kesadaran setiap orang
untuk memenuhi kewajibannya sendiri
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
dalam mengembangkan kepribadian
sebagai manusia pribadi.
b. Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil.
Keluarga terdiri dari suami-istri, ayahibu dan anak-anak, dan juga orang lain
yang menjadi anggota keluarga. Tiap
anggota keluarga wajib bertanggung
jawab kepada keluarganya. Tanggung
jawab ini menyangkut nama baik
keluarga. Tetapi tanggung jawab juga
merupakan
kesejahteraan,
keselamatan,
pendidikan,
dan
kehidupan.
c.
Tanggung
jawab
terhadap
Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa
hidup tanpa bantuan manusia lain,
sesuai dengan kedudukannya sebagai
mahluk sosial.
d. Tanggung jawab kepada Bangsa /
Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap
manusia, tiap individu adalah warga
negara suatu negara. Dalam berpikir,
berbuat, bertindak, bertingkah laku
manusia terikat oleh norma-norma
atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh
negara.Contoh :
Dalam novel jalan tak ada ujung karya
Muchtar Lubis, Gum Isa yang tekenal
sebagai guru yang baik, terpaksa
mencuri barang-barang milik sekolah
demi rumah tangganya., Perbuatan
guru
ini
bisa
pula
dipertanggungjawabkan
kepada
KEPSEK kalau perbuataan itu diketahui
ia dapat berurusan dengan pihak
kepolisian dan pengadilan.
e. Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi
ini bukanlah tanpa tanggung jawab,
melainkan untuk mengisi kehidupannya
manusia mempunyai tanggung jawab
langsang terhadap Tuhan. Sehingga
tindakan manusia tidak bisa lepas dari
hukuman-hukuman
Tuhan
yang
dituangkan dalam berbagai kitab suci
melalui berbagai macam agama.
Wujud
tanggung
jawab
juga
berupa pengabdian dan pengorbanan.
Pengabdian dan pengorbanan adalah
perbuatan baik untuk kepentingan
manusia itu sendiri.
a. Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik
yang berupa pikiran, pendapat ataupun
tenaga sebagai perwujudan kesetiaan,
cinta, kasih sayang, honnat, atau satu
ikatan dan semua itu dilakukan dengan
ikhlas.
b. Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban
atau
kurban
yang
berarti
persembahan, sehinggaa pengorbanan
berarti pemberian untuk menyatakan
kebaktian.
Dengan
demikian
pengorbanan yang bersifat kebaktian
itu mengandung unsur keikhlasan yang
tidak mengandung pamrih. Suatu
pemberian
yang
didasarkan
atas
kesadaran moral yang tulus ikhlas
semata-mata.Perbedaan
antara
pengertian
pengabdian
dan
pengorbanan tidak begitu jclas. Karena
adanya
pengabdian
tentu
ada
pengorbanan. Antara sesama kawan,
sulit dikatakan pengabdian, karena
kata pengabdian mengandung arti
lebih rendah tingkatannya. Tetapi
untuk kata pengorbanan dapat juga
diterapkan kepada sesama teman.
Pengorbanan merupakan akibat dari
pengabdian.
Pengorbanan
dapat
berupa harta benda, pikiran, perasaan,
bahkan dapat juga berupa jiwanya.
Pengorbanan diserahkan secara ikhlas
tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian,
tanpa ada transaksi, kapan saja
diperlukan.Pengabdian lebih banyak
menunjuk
kepada
perbuatan
sedangkan, pengorbanan lebih banyak
menunjuk kepada pemberian sesuatu
misalnya berupa pikiran, perasaan,
tenaga,
biaya,
waktu.
Dalam
pengabdian
selalu
dituntut
pengorbanan,
tetapi
pengorbanan
belum tentu menuntut pengabdian.
4. Kepuasan Kerja
a. Definisi Kepuasan Kerja
Steve
M.
Jex
(2002:131)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
“tingkat afeksi positif seorang pekerja
terhadap
pekerjaan
dan
situasi
pekerjaan.” Bagi Jex, kepuasan kerja
melulu berkaitan dengan sikap pekerja
atas pekerjaannya. Sikap tersebut
berlangsung dalam aspek kognitif dan
perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja
adalah kepercayaan pekerja tentang
pekerjaan dan situasi pekerjaan:
Bahwa
pekerja
yakin
bahwa
pekerjaannya menarik, merangsang,
membosankan atau menuntut. Aspek
perilaku
pekerjaan
adalah
kecenderungan perilaku pekerja atas
pekerjaannya yang ditunjukkan lewat
pekerjaan
yang
dilakukan,
terus
bertahan di posisinya, atau bekerja
secara teratur dan disiplin.
187
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
Kepuasan
kerja
biasanya
didefinisikan sebagai tingkat pengaruh
positif
karyawan
terhadap
pekerjaannya atau situasi pekerjaan
(Locke,
1976:
Spector,
1977).
Pengaruh positip pada definisi ini dapat
ditambahkan komponen kognitif dan
perilaku, hal ini sesuai dengan cara
psikologis social mendefinisikan sikap
(Zanna & Rempel, 1988). Kepuasan
kerja nyatanya adalah sikap karyawan
terhadap pekerjaannya. Aspek kognitif
dari
kepuasan
kerja
merupakan
keyakinan
karyawan
tentang
pekerjaannya, yaitu keyakinan bahwa
pekerjaannya menarik, tidak menarik,
banyak tuntutan dsb. Aspek kognitif ini
tidak bebas dari aspek afektif yaitu
sangat terkait dengan perasaan dari
pengaruh positif. Komponen perilaku
merupakan perilaku karyawan atau
lebih sering kecenderungan perilaku
terhadap
pekerjaannya.
Tingkat
kepuasan kerja karyawan juga menjadi
nyata oleh fakta bahwa ia mencoba
untuk mengikuti pekerjaan secara
teratur, bekerja keras, dan berniat
tetap menjadi anggota organisasi utk
waktu yang lama. Dibanding komponen
kognitif dan afektif dari kepuasan
kerja,
komponen
perilaku
sedikit
informative, karna sikap tidak selalu
sesuai
dengan
perilaku,
seperti
seseorang
tidak
suka
dengan
pekerjaannya
tetapi
tetap
sbg
karyawan karna alasan financial.
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J.
Parrish
(2005:180)
mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai “... variabel
afektif yang merupakan hasil dari
pengalaman kerja seseorang.” Fritsche
and Parrish juga mengutip Locke
(1976)
yang
menyatakan
bahwa
kepuasan kerja adalah “ ... keadaan
emosional
yang
positif
dan
menyenangkan yang dihasilkan dari
penghargaan atas pekerjaan atau
pengalaman
kerja
seseorang.”
Singkatnya, kepuasan kerja dapat
menceritakan sejauh mana seseorang
menyukai pekerjaannya.
As’ad (2004 : 104) mengutip
definisi atau pengertian kepuasan
kerja, antara lain:
1) Menurut Wexley & Yukl (1977)
yang disebut kepuasan kerja ialah
“is the way an employee feels
about his her job”. Ini berarti
kepuasan kerja sebagai “perasaan
seseorang terhadap pekerjaan”.
188
2) Vroom (1964) dikatakan sebagai
“refleksi dari job attitude yang
bernilai positif”.
3) Hoppeck
menarik
kesimpulan
setelah mengadakan penelitian
terhadap 309 karyawan pada
suatu perusahaan di New Hope
Pennsylvania
USA
bahwa
kepuasan
kerja
merupakan
penilaian
dari
pekerja
yaitu
seberapa
jauh
pekerjaanpekerjaan
secara
keseluruhan
memuaskan kebutuhannya.
4) Menurut Tiffin (1958) berpendapat
bahwa
kepuasan
kerja
berhubungan erat dengan sikap
karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama
antara pimpinan dengan sesame
karyawan.
5) Kemudian
Blum
(1956)
mengemukakan bahwa kepuasan
kerja merupakan sikap umum
yang
merupakan
hasil
dari
beberapa sikap khusus terhadap
faktor-faktor
pekerjaan,
penyesuaian diri dan hubungan
sosial individual di luar kerja.
b.
Pendekatan
Teoritis
dari
Kepuasan Kerja
Porsi substansi dari penelitian
yang dilakukan pada kepuasan kerja
selama
bertahun-tahun
telah
dikhususkan untuk menjelaskan apa
sebenarnya yang menentukan tingkat
kepuasan kerja karyawan. Memahami
perkembangan dari kepuasan kerja
adalah teori penting pada psikologi
organisasi. Juga kepentingan praktis
organisasi karena mereka berusaha
untuk mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja karyawan dan akhirnya, hasil
penting lainnya.
Terdapat 3 pendekatan umum utk
menjelaskan perkembangan kepuasan
kerja: 1) Pendekatan Karakteristik
Pekerjaan; 2) Pendekatan Proses
Informasi Sosial; and 3) Pendekatan
Disposisional.
Menurut
pendekatan
karakteristik
pekerjaan,
kepuasan
kerja ditentukan terutama oleh sifat
pekerjaan
karyawan
atau
oleh
karakteristik
organisasi
di
mana
mereka
bekerja.
Kepuasan
kerja
sangat ditentukan oleh perbandingan :
apa yang pekerjaan berikan utk
mereka dan apa yang mereka berikan
utk pekerjaan. Setiap aspek seperti
gaji,
kondisi
kerja,
pengawasan
memberi kontribusi utk penilaian
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
kepuasan kerja (Hulin 1991). Locke,
1976
mengusulkan
yang
dikenal
sebagai range of affect theory, premis
dasar dari range of affect theory adalah
bahwa aspek pekerjaan yang berbeda
dipertimbangkan
ketika
karyawan
membuat penilaian tentang kepuasan
kerja.
Pendekatan
karakteristik
pekerjaan
yang
sangat
mendarahdaging terhadap kepuasan
kerja dalam psikologi organisasi (
Campion& Thayer, 1985; Griffin, 1991;
Hackman & Oldham, 1980).
Teori Proses informasi sosial
(Salancik & Pfeffer, 1977, 1978)
mengusulkan dua mekanisme utama
dimana karyawan mengembangkan
rasa puas atau tidak. Mekanisme
pertama
menyatakan
karyawan
melihat
perilaku
mereka
secara
retrospektif dan membentuk sikap
seperti
kepuasan
kerja
untuk
memahaminya, teori ini didasari pada
Bem’s, 1972 dengan Self-Perception
Theory. Mekanisme lain yang paling
dekat dengan Teori Proses informasi
social
adalah
bahwa
karyawan
mengembangkan
sikap
seperti
kepuasan kerja melalui pengolahan
informasi dari lingkungan social, teori
ini didasari pada Festinger’s, 1954
dengan Social Comparison Theory,
yang menyatakan bahwa bahwa orang
sering melihat ke orang lain untuk
menafsirkan
dan
memahami
lingkungan.
Pendekatan yang paling baru
untuk kepuasan kerja didasari pada
disposisi internal. Premis dasar dari
pendekatan
dispositional
terhadap
kepuasan
kerja
adalah
bahwa
beberapa
karyawan
mempunyai
kecenderungan menjadi puas atau
tidak dengan pekerjaannya, terlepas
dari sifat pekerjaan atau organisasi
dimana mereka bekerja. Penelitian dari
pendekatan
ini
diantaranya
yang
dilakukan oleh Weitz, 1952 tentang
kecenderungan
afektif
individu
berinteraksi dengan kepuasan kerja
yang berdampak omset. Staw and
Ross, 1985 menyelidiki kestabilan
kepuasan
kerja
diantara
sampel
pekerja
pria,
penelitian
ini
mendapatkan bahwa ada korelasi
antara kepuasan kerja pada suatu
waktu, dan kepuasan kerja 7 tahun
kemudian.
Ketiga pendekatan di atas secara
bersama-sama menentukan kepuasan
kerja atau dengan kata lain kepuasan
kerja adalah fungsi bersama dari
karakteristik
pekerjaan,
proses
informasi
social
dan
pengaruh
disposisional.
Menurut Wexley dan Yukl (1977)
dalam
bukunya
yang
berjudul
Organisational Behavior And Personnel
Psychology,
teori-teori
tentang
kepuasan kerja ada tiga macam yang
lazim dikenal yaitu:
1)Discrepancy Theory
Teori ini menerangkan bahwa
seorang karyawan akan merasa puas
bila tidak ada perbedaan antara apa
yang diinginkan dengan persepsinya
atas kenyataan yang ada. Dipelopori
oleh Porter (1961) dengan mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan
menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang
dirasakan. Selanjutnya Locke (1969)
menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang
tergantung
kepada
discrepancy
antara
should
be
(expectation, need, atau value) dengan
apa yang menurut perasaannya telah
diperoleh
atau
dicapai
melalui
pekerjaan (Moh. As’ad, 1995:105).
2) Equity Theory
Prinsip dari teori ini adalah bahwa
orang akan merasa puas atau tidak
puas,tergantung apakah ia merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak
atas suatu situasi. Menurut teori ini
equity terdiri dari tiga elemen, yaitu :
a) Input, yaitu segala sesuatu yang
berharga
yang
dirasakan
oleh
karyawan sebagai sumbangan atas
pekerjaannya; b) Out comes, yaitu
segala sesuatu yang berharga yang
dirasakan olehkaryawan sebagai hasil
dari pekerjaannya; c) Comparison
persons, yaitu kepada orang lain atau
dengan
siapa
karyawan
membandingkan
rasio
input
–
outcomes
yang
dimilikinya.
Comparison Persons ini bisa berupa
seseorang di perusahaan yang sama,
atau di tempatlain, atau bisa pula
dengan dirinya sendiri diwaktu lampau.
Sehingga dapat disimpulkan dalam
teori ini adalah setiap karyawan akan
membandingkan rasio input – out
comes dirinya dengan rasio input – out
comes orang lain. Bila perbandingan itu
dianggap cukup adil, maka ia akan
merasa cukup puas. Bila perbandingan
itu
tidak
seimbang
tetapi
menguntungkan, bisa menimbulkan
189
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
kepuasan
tetapi
bisa
pula
tidak.Kelemahan
teori
ini
adalah
kenyataan bahwa kepuasan orang juga
ditentukan oleh individual differences
(misalkan saja pada waktu orang
melamar pekerjaan apabila ditanya
besarnya gaji/upah yang diinginkan).
Selain itu tidak liniernya hubungan
antara besarnya kompensasi dengan
tingkat
kepuasan
lebih
banyak
bertentangan dengan kenyataan (Moh.
As’ad, 1995:106).
3) Two Factor Theory
Prinsip dari teori ini adalah
kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan dua hal yang berbeda,
artinya kepuasan dan ketidakpuasan
kerja terhadap pekerjaan itu tidak
merupakan
suatu
variabel
yang
kontinyu (Herzberg,1966). Teori ini
pertama dikemukakan oleh Herzberg
melalui hasil penelitian beliau dengan
membagi situasi yang mempengaruhi
sikap
seseorang
terhadap
pekerjaannya menjadi dua kelompok,
yaitu :
a) Kelompok satisfiers, yaitu situasi
yang dibuktikannya sebagai sumber
kepuasan kerja yang terdiri dari
tanggung
jawab,
prestasi,
penghargaan, promosi, dan pekerjaan
itu sendiri. Kehadiran faktor ini akan
menimbulkan kepuasan, tetapi tidak
hadirnya
ini
tidaklah
selalu
mengakibatkan ketidakpuasan.
b) Kelompok dissatisfiers ialah faktorfaktor yang terbukti menjadi sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari kondisi
kerja, gaji, penyelia, teman kerja,
kebijakan administrasi, dan keamanan.
Perbaikan terhadap kondisi ini akan
mengurangi
atau
menghilangkan
ketidakpuasan,
tetapi
tidak
akan
menimbulkan kepuasan karena ia
bukan sumber kepuasan kerja. Yang
menarik dari teori ini justru terletak
pada konsep dasar tentang pemisahan
kepuasan dan ketidakpuasan kerja,
karena
dianggap
kontroversial.
Penelitian yang dilakukan oleh Mills
(1967) terhadap 155 orang karyawan
dari dua buah pabrik besar di Australia,
dimana sampel terdiri dari berbagai
tingkatan umur, kebangsaan, lama
dinas, dan macam jabatan. Hasilnya
seratus persen mendukung teori dua
faktor tersebut (As’ad,1995:108-109).
190
c.
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor yang memberikan kepuasan
kerja menurut Blum (1956) sebagai
berikut: (1) Faktor individual, meliputi
umur, kesehatan, watak dan harapan;
(2) Faktor sosial, meliputi hubungan
kekeluargaan, pandangan masyarakat,
kesempatan
berkreasi,
kegiatan
perserikatan
pekerja,
kebebasan
berpolitik,
dan
hubungan
kemasyarakatan; (3) Faktor utama
dalam
pekerjaan,
meliputi
upah,
pengawasan,
ketentraman
kerja,
kondisi kerja, dan kesempatan untuk
maju. Selain itu juga penghargaan
terhadap kecakapan, hubungan sosial
di dalam pekerjaan, ketepatan dalam
menyelesaikan konflik antar manusia,
perasaan diperlakukan adil baik yang
menyangkut pribadi maupun tugas.
(As’ad, 2004: 114).
Pendapat dari Gilmer (1966) tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan kerja sebagai berikut: (1)
Kesempatan untuk maju, dalam hal ini
ada
tidaknya
kesempatan
untuk
memperoleh
pengalaman
dan
peningkatan
kemampuan
selama
kerja; (2) Keamanan kerja. Faktor ini
sering disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja, baik bagi karyawan
pria maupun wanita. Keadaan yang
aman sangat mempengaruhi perasaan
karyawan selama kerja; (3) Gaji, lebih
banyak menyebabkan ketidakpuasan,
dan jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah
uang
yang
diperolehnya;
(4)
Perusahaan
dan
manajemen.
Perusahaan dan manajemen yang baik
adalah yang mampu memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil.
Faktor ini yang menentukan kepuasan
kerja karyawan; (5) Pengawasan
(Supervise), Bagi karyawan, supervisor
dianggap sebagai figur ayah dan
sekaligus atasannya. Supervisi yang
buruk dapat berakibat absensi dan turn
over;
(6)
Faktor
intrinsik
dari
pekerjaan. Atribut yang ada pada
pekerjaan mensyaratkan ketrampilan
tertentu. Sukar dan mudahnya serta
kebanggaan
akan
tugas
akan
meningkatkan
atau
mengurangi
kepuasan; (7) Kondisi kerja, termasuk
di sini adalah kondisi tempat, ventilasi,
penyinaran, kantin dan tempat parkir;
(8) Aspek sosial dalam pekerjaan,
merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
faktor yang menunjang puas atau tidak
puas dalam kerja; (9) Komunikasi.
Komunikasi
yang
lancar
antar
karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai alasan untuk menyukai
jabatannya. Dalam hal ini adanya
kesediaan pihak atasan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui
pendapat
ataupun
prestasi
karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap
kerja; (10) Fasilitas. Fasilitas Winner
Gym,
cuti,
dana
pensiun,
atau
perumahan merupakan standar suatu
jabatan dan apabila dapat dipenuhi
akan menimbulkan rasa puas (As’ad,
2004: 115).
Harold E. Burt mengemukakan
bahwa
ada
tiga
faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
(As’ad, 1995:112)
1) Faktor hubungan antar karyawan,
antara lain:
a. Hubungan antara manager dengan
karyawan
b. Faktor fisis dan kondisi kerja
c. Hubungan sosial diantara karyawan
d. Sugesti dari teman sekerja
e. Emosi dan situasi kerja
2)
Faktor
Individu,
yaitu
yang
berhubungan dengan:
a. Sikap orang terhadap pekerjaannya
b. Umur orang sewaktu bekerja
c. Jenis kelamin
3) Faktor luar (external), yang
berhubungan dengan:
a. Keadaan keluarga karyawan
b. Rekreasi
c. Pendidikan (training, up grading dan
sebagainya)
Pendapat lain dikemukakan oleh
Ghiselli dan Brown(1950), bahwa ada
lima
faktor
yang
menimbulkan
kepuasan kerja yaitu : 1) Kedudukan
(posisi)
Umumnya
manusia
beranggapan
bahwa
seseorang
yang
bekerja
padapekerjaan yang lebih tinggi akan
merasa lebih puas daripada yang
pekerjaannya
lebih
rendah.
Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu
benar, tetapi justru perubahan dalam
tingkat
pekerjaannyalah
yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
2) Golongan
Seseorang yang memiliki golongan
yang lebih tinggi umumnya memiliki
gaji, wewenang, dan kedudukan yang
lebih dibandingkan yang lain, sehingga
menimbulkan perilaku dan perasaan
yang puas terhadap pekerjaannya.
3) Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan
antara umur dengan kepuasan kerja,
dimana umur antara 25-34 tahun dan
umur 40–45 tahun adalah merupakan
umuryang bisa menimbulkan perasaan
kurang puas terhadap pekerjaan.
4) Jaminan finansial dan jaminan sosial
Jaminan finansial dan jaminan sosial
umumnya
berpengaruh
terhadap
kepuasan kerja.
5) Mutu Pengawasan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan
melalui perhatian dan hubungan yang
baik dari pimpinan dengan bawahan,
sehingga
karyawan
akan
merasa
bahwadirinya merupakan bagian yang
penting dari organisasi kerja (Moh.
As’ad,1995:113).
Dari berbagai pendapat diatas
dapat dirangkum mengenai faktor –
faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu (Moh. As’ad, 1995:115116) : 1) Faktor psikologi, merupakan
faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi
minat, ketentraman dalam bekerja,
sikap
terhadapkerja,
bakat,
dan
ketrampilan;
2)
Faktor
sosial
merupakan faktor yang berhubungan
dengan interaksi sosial baik antar
sesama karyawan, dengan atasannya,
maupun karyawan yang berbeda jenis
pekerjaannya;
3)Faktor
fisik
merupakan faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik lingkungan kerja
dan kondisi fisik karyawan, meliputi
jenis
pekerjaan,pengaturan
waktu
kerja,
dan
waktu
istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
suhu, penerangan, pertukaran udara,
kondisi kesehatan karyawan,umur dan
sebagainya;
4)
Faktor
Finansial,
merupakan faktor yang berhubungan
dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem dan
besarnya gaji, jaminansosial, macammacam
tunjangan,
fasilitas
yang
diberikan, promosi dansebagainya.
d. Pengukuran Kepuasan Kerja
Kita tidak akan pernah bisa
mempelajari tentang kepuasan kerja,
bila saja kita tidak memiliki cara untuk
mengukurnya.
Untungnya
ada
beberapa ukuran kepuasan kerja yang
dapat digunakan. Biasanya ada empat
macam ukuran yang paling sering
dipergunakan secara luas. Namun
191
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
sebelum mempelajari tantang ukuranukuran
kepuasan
kerja,
akan
dijelaskan terlebih dahulu bagaimana
sebuah ukuran dapat disebut valid.
Meskipun
ukuran-ukuran
yang
disebutkan di atas dilihat sebagai
ukuran construct valid dari kepuasan
kerja, namun sangat tidak benar untuk
mengatakan ukuran apapun sebagai
construct valid ataupun tidak construct
valid.
Construct
validity
adalah
masalah level. Ukuran-ukuran yang
disebutkan sebelumnya berasosiasi
dengan level yang tinggi dari buktibukti construct valid itu sendiri.Lantas
bagaimanakah
cara
untuk
menyediakan
bukti-bukti
untuk
construct validity dari sebuah ukuran?
Secara general ada tiga tes untuk
construct validity. Yang pertama, agar
sebuah ukuran dapat disebut sebagai
construct valid, itu harus sangat
berhubungan dengan ukuran-ukuran
lain yang memiliki konstruksi sama. Ini
disebut
juga
dengan
istilah
convergence. Kedua, sebuah ukuran
harus berbeda dari ukuran-ukuran
dengan variabel yang berbeda. Nama
lainnya adalah discrimination. Cara
ketiga yang biasa digunakan para
peneliti untuk menunjukkan bukti dari
construct
validity
adalah
melalui
prediksi teoritikal dasar. Dalam hal ini,
para peneliti mengembangkan sebuah
jaringan nomologikal yang berbasis
teori dari hubungan antara ukuran
yang
akan
dikembangakan
dan
variabel lain yang berkepentingan.
Salah satu dari ukuran kepuasan
kerja
yang
banyak
dipergunakan
secara luas adalah Face Scale yang
dikembangkan
oleh
Kunin
pada
pertengahan tahun 1950an. Face scale
ini terdiri dari serangkaian wajahwajah dengan berbagai ekspresi emosi
yang berbeda. Responden diminta
untuk dapat menunjukkan dari lima
ekspresi wajah yang tersedia ekspresi
wajah manakah yang paling mewakili
perasaan mereka kepada kepuasan
secara keseluruhan terhadap pekerjaan
mereka. Keuntungan utama dari face
scale ini adalah kesimpelannya dan
responden tidak perlu melalui sebuah
jenjang membaca yang tinggi untuk
dapat menyelesaikannya. Sementara,
kerugian potensial dari face scale ini
adalah ia tidak menyediakan informasi
mengenai kepuasan karyawan dengan
aspek yang berbeda dari pekerjaan
mereka.
192
Skala lain yang juga banyak
dipergunakan adalah Job Descriptive
Index (JDI) yang dikembangan pada
akhir tahun 1960an oleh Patricia Cain
Smith
dan
kolega-koleganya
di
Universitas Cornell. Skala JDI dinamai
dengan tepat, karena skala tersebut
membuat reponden mendeskripsikan
pekerjaan
mereka.
Perbedaannya
dengan face scale, pengguna JDI bisa
mendapatkan skor untuk berbagai
aspek yang berbeda dari pekerjaan dan
lingkungan kerja mereka. Keuntungan
utama dari JDI adalah banyak data
yang menyuport construct validitynya.
Terlebih lagi, bila seorang peneliti atau
konsultan ingin menggunakan JDI
untuk mengukur kepuasan kerja dari
sekelompok pekerja maka ia akan
dapat
membandingkan
skor-skor
sekelompok
pekerja
ini
dengan
seorang sampel normatif dengan
pekerjaan yang sama. Tidak banyak
kerugian yang dimiliki oleh skala JDI
ini. Namun ada satu masalah yang
muncul, yaitu biasanya pada suatu
kasus peneliti hanya berkeinginan
untuk mengukur tingkat kepuasan
pekerja secara keseluruhan, dan skala
JDI tidak dapat melakukan hal ini. Oleh
karena itulah, sang pengembang JDI
ini kemudian membuat sebuah skala
baru yang bernama Job in General
(JIG) Scale. Skala JIG ini dibuat
dibentuk seperti JDI, kecuali pada JIG
ini terdiri dari beberapa adjektif dan
frase tentang pekerjaan secara general
daripada secara aspek-aspek spesifik
dari pekerjaan.
Ukuran kepuasan kerja yang
ketiga yang juga banyak dipergunaka
dan banyak diterima adalah Minnesota
Satisfaction
Questionnaire
(MSQ).
Skala MSQ ini dikembangkan oleh
sebuah tim peneliti yang berasal dari
University of Minnesota pada waktu
hampir sama dengan pengembangan
skala JDI. Form panjang dari skala
MSQ terdiri dari 100 item yang
didesain untuk mengukur 20 macam
aspek kerja. Adapula form pendek dari
skala MSQ, terdiri dari 20 item. Itemitem pada skala MSQ terdiri dari
statement-statement tentang berbagai
macam
aspek
pekerjaan,
dan
responden diminta untuk menunjukkan
tingkat kepuasan mereka terhadap
masing masing aspek. Dibandingan
dengan JDI, skala MSQ merupakan
sebuah ukuran yang menunjukkan
kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
pekerjaan.
Skala
MSQ
juga
menyediakan informasi yang luas
mengenai kepuasan pekerja pada
berbagai macam aspek pekerjaan dan
lingkungan
kerja.
Satu-satunya
kerugian terbesar dari MSQ adalah
panjang dari skala tersebut. Pada form
dengan 100 item, versi penuh dari
MSQ
ini
sangat
sulit
untuk
diadministrasikan, apalagi bila peniliti
berkeinginan untuk mengukur variabel
lainnya. Bahan dengan versi form
pendek (20 item) masih tergolong
panjang bila dibandingkan dengan
ukuran-ukuran lain dari kepuasan yang
pernah tersedia.
Ukuran tingkat kepuasan kerja
yang terakhir adalah Job Satisfaction
Survey (JSS) yang belum pernah
dipergunakan sebanyak ukuran-ukuran
yang telah disebutkan sebelumnya,
namun memiliki bukti yang menyuport
properti
psikometrinya.
Skala
ini
dikembangkan
pertama
kali
oleh
Spector (1985) sebagai insturmen
untuk mengukur kepuasan kerja pada
karyawan Human Sercive. JSS terdiri
dari 36 item yang didesain untuk
mengukur sembilan macam aspek
pekerjaan dan lingkungan kerja. Bila
dibandingkan dengan ukuran-ukuran
lainnya, JSS kurang lebih sama, yaitu
mewakili
statement
mengenai
pekerjaan seseorang ataupun situasi
kerjanya. JSS lebih mirip dengan JDI
karena JSS juga merupakan skala
deskriptif.
Namun
hal
yang
membedakannya dengan JDI adalah
pada JSS skor kepuasan kecara
keseluruhan dapat dihasilkan dengan
cara menjumlahkan skor-skor aspek
pekerjaan dan lingkungan kerja.
Dimensi
Pengukuran
Kepuasan
Kerja
Dalam meneliti kepuasan kerja,
peneliti harus menggunakan ukuran.
Ukuran suatu konsep adalah variabel.
Variabel satu dengan variabel lain
ditentukan
berdasarkan
dimensi
konsep. Dimensi pengukuran kepuasan
kerja
cukup
bervariasi.
Stephen
Robbins mengajukan empat variabel
yang mampu mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang yaitu: (1) Pekerjaan
menantang secara mental; (2) Reward
memadai;
(3)
Kondisi
kerja
mendukung;
dan
(4)
Kolega
mendukung.(Jex. 2002:192-193).
Pekerjaan yang menantang secara
mental. Pekerja cenderung memiliki
pekerjaan
yang
memberikan
kesempatan mereka menggunakan
keahlian
dan
kemampuan
serta
menawarkan variasi tugas, kebebasan,
dan umpan balik seputar sebaik mana
pekerjaan
yang
mereka
lakukan.
Pekerjaan yang kurang menantang
cenderung membosankan, sementara
pekerjaan yang terlalu menantang
cenderung membuat frustasi dan rasa
gagal. Di bawah kondisi moderatmenantang, sebagian besar pekerja
akan
mengalami
pleasure
and
kepuasan.
Reward
yang
memadai.
Kecenderungan
pekerja
dalam
menginginkan sistem penghasilan dan
kebijakan promosi yang diyakini adil,
tidak mendua, dan sejalan dengan
harapannya. Saat pekerja menganggap
bahwa penghasilan yang diterima
setimpal dengan tuntutan pekerjaan,
tingkat keahlian, dan sama berlaku
bagi pekerja lainnya, kepuasan akan
muncul. Tidak semua pekerja mencari
uang,
dan
sebab
itu
promosi
merupakan alternatif lain kepuasan
kerja. Banyak pula pekerja yang
mencari
kewenangan,
promosi,
perkembangan pribadi, dan status
sosial.
Kondisi
kerja
yang
mendukung.
Perhatian pekerja pada lingkungan
kerja, baik kenyamanan ataupun
fasilitas yang memungkinkan mereka
melakukan pekerjaan secara baik.
Studi-studi
membuktikan
bahwa
pekerja cenderung tidak memiliki
lingkungan kerja yang berbahaya atau
tidak nyaman. Temperatur, cahaya,
dan faktor-faktor lingkujngan lain
tidaklah terlampau ekstrim. Mereka
juga cenderung berkerja di lokasi yang
dekat rumah, menggunakan fasilitas
moderen, serta peralatan kerja yang
mencukupi.
Kolega yang mendukung. Pekerja,
selain bekerja juga mencari kehidupan
sosial. Tidak mengejutkan bahwa
dukungan
rekan
kerja
mampu
meningkatkan kepuasan kerja seorang
pekerja. Perilaku atasan juga sangat
mempengaruhi
kepuasan
kerja
seseorang. Studi membuktikan bahwa
kepuasan kerja meningkat tatkala
supervisor dianggap bersahabat dan
mau memahami, melontarkan pujian
untuk kinerja bagus, mendengarkan
pendapat pekerja, dan menunjukkan
minat personal terhadap mereka.
193
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan wawancara singkat yang
dilakukan peneliti pada Manajer Winner
Gym
Kota
Blitar
dan
berdasarkanpenelitian yang dilakukan
oleh
Eric
G.Lambertt,
Shannon
M.Barton dan NancyLynne Hogan yang
berjudul “The Missing Link Between Job
Satisfaction and Correctional Staff
Behavior:The Issue of Organizational
Commitment”ditemukan bukti bahwa
kepuasan kerja memiliki korelasi dan
pengaruh positifterhadap komitmen
organisasi. Oleh karena itu, penulis
mengambil hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
Karyawan
yang
mendapatkan
kepuasan kerja umumnya mempunyai
catatan kehadiran dan peraturan yang
lebih baik, tetapi kurang aktif dalam
kegiatanserikat
karyawan
dan
berprestasi
lebih
baik
daripada
karyawan
yang
tidakmemperoleh
kepuasan kerja (Handoko: 2001, 196).
Secara
historis,karyawan
yang
mendapatkan kepuasan kerja akan
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Permasalahan yang terjadi umumnya
adalah
karyawan
yangkepuasan
kerjanya tinggi tetapi tidak menjadi
karyawan yangproduktivitasnya tinggi.
Banyak
pendapat
mengemukakan
bahwa kepuasan
kerja yang lebih tinggi terutama yang
dihasilkan oleh prestasi kerja. Prestasi
kerja yang lebih baik mengakibatkan
penghargaan
lebih
tinggi.
Bilapenghargaan tersebut dirasakan
adil dan memadai, maka kepuasan
kerjakaryawan akan meningkat karena
mereka menerima penghargaan dalam
proporsi yag sesuai dengan prestasi
kerja mereka. Oleh karena itu,
kepuasan
kerja
mempunyai
arti
penting
bagi
karyawan
maupun
perusahaan
terutamauntuk
menciptakan
keadaan
positif
di
lingkungan kerja perusahaan.
H1a
:
Tingkat
kepuasan
kerja
karyawan Winner Gym Blitar tinggi.
b. Komitmen organisasi merupakan
kondisi dimana pegawai sangat tertarik
terhadap
tujuan,
nilai-nilai,
dan
sasaran
organisasinya.
Komitmen
terhadaporganisasi artinya lebih dari
sekedar keanggotaan formal, karena
meliputisikap menyukai organisasi dan
kesediaan
untuk
mengusahakan
tingkatupaya
yang
tinggi
bagi
194
kepentingan
organisasi
demi
pencapaian tujuan
(Steers, 1979: 224). Maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat komitmen
yang
tinggi
akan
sangat
mempengaruhi produktivitas karyawan
dalam bekerja.
H2a
:
Tingkat
komitmen
kerja/Tanggung jawab kerja karyawan
Winner Gym Blitar tinggi.
c. Karyawan yang memiliki kepuasan
kerja yang tinggi akan mempengaruhi
tingkat
affective
commitment
karyawan. Contohnya saja karyawan
yangmerasa
puas
maka
merasa
adanya keterikatan emosional antara
karyawandan perusahaan sangat kuat.
Hal ini berhubungan positif antar
keduanyademi kemajuan perusahaan.
H11a : Kepuasan kerja berpengaruh
positif terhadap Tanggung jawab
METODE PENELITIAN
Pada
konteks
penelitian
ini
menggunakan
jenis
penelitian
kuantitatif dengan model eksplanatory
research yang menguji pengaruh antar
klausal yaitu variabel dependent dan
independent.
Penelitian
ini
menggunakan analisis data dengan
berbantuan
SPSS
dengan
model
regresi
linier
berganda.
Dalam
penelitian ini populasi adalah seluruh
karyawan Winner Gym Blitar yang
berjumlah 130 orang. Sampel ini
diambil karena dalam banyak kasus
tidak
mungkin
meneliti
seluruh
anggota populasi (Ferdinand, 2006).
Jumlah sampel ditentukan berdasarkan
perhitungan dari rumus Slovin dengan
tingkat kesalahan ditolerir sebesar
10%. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah simple random
sampling yaitu cara pengambilan
sampel dimana setiap anggota populasi
memiliki
kesempatan yang
sama
dengan yang lainnya untuk jadi
anggota sampel (Ferdinand, 2006).
Penelitian ini menggunakan jenis
data primer yang diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner yang disebarkan
kepada karyawan Winner Gym Kota
Blitar. Dalam penelitian ini juga
menggunakan data Skunder. Data
sekunder merupakan data primer yang
telah diolah lebih lanjut dan disajikan
baik oleh pengumpul data primer atau
oleh pihak lain misalnya dalam
bentuktabel-tabel
atau
diagram-
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
diagram (Ferdinand, 2006). Sumber
sekunder merupakan sumber yang
tidak
langsung
memberikan data
kepada
pengumpul
data,
misalnyamelalui pihak lain dengan
menggunakan
dokumen-dokumen
(Sugiyono, 2004).Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dengan
menggunakan
kuesioner
yang
menggunakan skala likert 1-5 dengan
kriteria 1 adalah sangat tidak setuju, 2
tidak setuju, 3 ragu-ragu, 4 setuju,
dan 5 sangat setuju. Dalam penelitian
ini untuk mendukung data yang
dihasilkan agar lebih kuat lagi hasilnya
digunakan teknik wawancara juga.
Dalam penelitian ini menggunakan
dua metode analisis, yaitu: 1. Analisis
Kualitatif yaitu bentuk analisa yang
berdasarkan dari data yang dinyatakan
dalam bentuk uraian. Data kualitatif
merupakan data yang hanyadapat
diukur
secara
langsung
(Hadi,
2001).Proses analisis kualitatif ini
dilakukan dalam tahapan sebagai
berikut:a.
Pengeditan
(Editing),
Pengeditan
adalah
memilih
atau
mengambil
data
yang
perlu
danmembuang data yang diangap tidak
perlu, untuk memudahkan perhitungan
dalam
pengujian
hipotesa;
b.
Pemberian Skor (Scoring), Mengubah
data yang bersifat kualitatif ke dalam
bentuk kuantitatif.Dalam penelitian ini
urutan pemberian skor menggunakan
skala Likert. Tingkatan skala Likert
yang digunakan dalam penelitian; c.
Tabulating, Pengelompokkan data atas
jawaban dengan benar dan teliti,
kemudiandihitung
dan dijumlahkan
sampai
berwujud
dalam
bentuk
Karakteristik
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Umur
21.25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
35-44 tahun
Pendidikan Terakhir
SMP
SMA
Masa Kerja
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
15-26 tahun
Status Perkawinan
Menikah
yangberguna.
Berdasarkan
hasil
tabulasi tersebut akan disepakati untuk
membuat data tabel agar mendapatkan
hubungan
atau
pengaruh
antara
variabel-variabel yang ada. 2. Analisis
Kuantitatif, Analisis kuantitatif adalah
bentuk analisa yang menggunakan
angka-angkadan perhitungan dengan
metode statistik, maka data tersebut
harus diklasifikasikan dalam kategori
tertentu dengan menggunakan tabel –
tabeltertentu, untuk mempermudah
dalam
menganalisis
dengan
menggunakanprogram
SPSS
for
windows.Uji validitas dan reabilitas
juga digunakan dalam menguji tingkat
keandalan
dan
keterpercayaan
terhadap alat ukur kuesioner yang
digunakan. Dalam penelitian ini juga
digunakan uji asumsi klasik yang
digunakan sebagai prasyarat dari
analisis regresi yang yang dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Data Lapangan
Identitas Responden
Dari total 130 Karyawan di Winner
Gym
Blitar,
130
karyawan
berpartisipasi dalam studi ini. Tabel 1
merangkum karakteristik demografi
dari karyawan. Hampir dua per
tiga(66,15%) karyawan adalah pria.
Lebih dari 50% (57,69%) karyawan
adalah kelompokberusia 26-30 tahun.
Mayoritas karyawan (83,85%) memiliki
pendidikan
terakhir
SMA
dengan
kelompok
masa
kerja
terbanyak
(46,92%) adalah 1-5 tahun.Hampir
seluruh karyawan (80,77%) sudah
menikah.
Tabel 1
Karakteristik Demografi Responden
Jumlah
Presentase
86
44
66.15
33.85
17
75
29
9
13.08
57.69
22.31
6.92
109
21
83.85
16.15
61
60
7
2
46.92
46.15
5.39
1.54
105
80.77
195
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
Belum Menikah
25
Sumber: data primer diolah tahun 2013
Kuesioner
dan
data
yang
digunakan
telah
diuji
validitas,
reliabilitas,
linieritas,dan
normalitasnya.
Hasil
pengujianmenunjukkan bahwa data
19.23
seluruh variabel valid, reliabel, linier,
dan normal. Setelah semua asumsi
terpenuhi,
dilakukan
ujihipotesis
dengan menggunakan uji t. Hasil uji
hipotesis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Hipotesis
Beta
Hubungan
(Standardized)
Jenjang Karir-Kepuasan Kerja
0.623
Kejelasan Tugas-Kepuasan Kerja
0.342
Tanggung Jawab-Kepuasan Kerja
0.289
t
Sig.
6.645
3.870
3.016
0.000
0.003
0.006
Sumber: data primer diolah tahun 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa
semua nilai t lebih besar dari pada t
tabel dan semua nilai p lebih kecil dari
0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1,
H2, dan H3 diterima. Berarti,kepuasan
kerja
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
kepuasan
kerja,maka semakin tinggi jenjang
karir, kejelasan tugas, dan tanggung
jawab karyawanmaka semakin tinggi
pula kepuasan kerja karyawan tersebut
terhadap
perusahaan.
Komitmen
organisasional berpengaruh positif dan
signifikanterhadap kinerja karyawan,
maka
semakin
tinggi
komitmen
organisasional karyawansemakin tinggi
pula kinerja yang ditunjukkan oleh
karyawan. Kepuasan kerjaberpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan,
maka
semakin
tinggikepuasan kerja, semakin tinggi
pula kinerja karyawan.Hasil analisis
jalur menunjukkan bahwa kepuasan
kerja
dapat
berpengaruhterhadap
kinerja karyawan secara langsung, dan
tidak
langsung
dengan
melalui
variabelkomitmen organisasional.
Tabel 3
Koefisien Determinasi
Hubungan
R Square
Jenjang Karir-Kepuasan Kerja
Kejelasan Tugas-Kepuasan Kerja
Tanggung Jawab-Kepuasan Kerja
0.289
0.235
0.291
Adjusted
R Square
0.293
0.250
0.386
Sumber: data primer diolah tahun 2013
Dari Tabel 3 dapat dilakukan
pemeriksaan validitas model dengan
perhitungan
koefisien
determinasi
total: e1 = 0,8591; e2 = 0,8538; R2m
=
0,4620.
Perhitungankoefisien
determinasi total diperoleh angka
0,4620.
Hal
ini
berarti
bahwa
informasiyang terkandung dalam data
46,20% dapat dijelaskan oleh model,
sedangkan
sisanyadijelaskan
oleh
variabel
lain
dan
error.
Theory
trimming dilakukan dengan melihat
nilaip dari uji t pada setiap jalur untuk
pengaruh langsung. Dilihat darihasil
analisis, nilai pmemiliki signifikansi <
0,05. Hal ini berarti keseluruhan model
memiliki jalur yang signifikan.
194
Dari
hasil
analisis
tersebut,
tampak
bahwa
pengaruh
total
kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasional lebih besar daripada
pengaruh
total
kepuasan
kerja
terhadapkinerja.
Berarti
di
sini
pengaruh kepuasan kerja terhadap
komitmen
organisasional
lebih
dominan. Pengaruh intervening diuji
dengan Sobel test dan dihasilkan nilai t
hitung
=
3,271,maka
dapat
disimpulkan
bahwa
koefisien
intervening
adalah
signifikan.
Berartikomitmen
organisasional
mampu beroperasi sebagai variabel
intervening dalamhubungan kepuasan
kerja terhadap kinerja karyawan.
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
Pembahasan
Kepuasan
kerja
berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap
komitmen
organisasional.
Semakin
tinggi
kepuasan
kerja
karyawan,
komitmen
organisasional
karyawanakan semakin tinggi juga. Hal
ini sesuai dengan hasil studi yang
dilakukan oleh Al-Aameri (2000) dan
Wu & Norman (2005 dalam Al
Hussami, 2008) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang positif
antara kepuasan kerja dan komitmen
organisasional. Ketika karyawan puas
dengan pekerjaan mereka, mereka
melihat diri mereka sebagai bagian
integral dari organisasi, sehingga
mereka akan mendedikasikan diri
mereka pada organisasi (Tanriverdi,
2008 dalam Gaur, 2009). Komitmen
organisasional
berpengaruh
secara
positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan. Semakin tinggi komitmen
organisasional
karyawan,
semakin
tinggi kinerja karyawan. Karyawan
yang memiliki komitmen organisasional
yang tinggi akan memiliki tingkat
kinerja yang lebih tinggi, karena
karyawan yang berkomitmen tinggi
mau bekerja keras dan melakukan
pengorbanan yang dibutuhkan untuk
organisasi itu (Greenberg & Baron,
2003).
Individu
akan
mengambil
pekerjaan, mengidentifikasikan dengan
peran terkait pekerjaan, mereka akan
menjadi
berkomitmen
untuk
melakukan pekerjaan dan berlaku
sesuai
dengan
harapan
terhadap
pekerjaan itu (Lee & Olshfski, 2002).
Kepuasan
kerja
juga
ditemukan
berpengaruh
secara
positif
dan
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Semakin
tinggi
kepuasan
kerja
karyawan, semakin tinggi kinerja
karyawan.
Hasil
penelitian
ini
mendukung
penelitian
sebelumnya
yang dilakukan olehAbdel-Halim (1980)
dan Al-Ahmadi (2009) yaitu kinerja
ditemukan berhubunganpositif dengan
kepuasan kerja secara keseluruhan
(segi kepuasan meliputi kepuasan
dengan pekerjaan itu sendiri, supervisi,
hubungan dalam kerja, pembayaran,
kesempatan promosi, dan kondisi
kerja). Kepuasan kerja mempengaruhi
kinerja
yang
dihasilkankarena
kepuasan kerja juga dikorelasikan
dengan
kurangnya
sabotase
pencurian,melakukan
pekerjaan
dengan buruk untuk suatu tujuan, dan
menyebarkan rumor ataugosip untuk
menyebabkan masalah (Mangoine dan
Quinn, 1975 dalam Argyle, 2010).Dari
hasil
penelitian,
diketahui
bahwa
kepuasan
kerja
dapat
memiliki
pengaruhlangsung terhadap kinerja
karyawan dan dapat memiliki pengaruh
tidak
langsungterhadap
kinerja
karyawan dengan melalui komitmen
organisasional.
Hasil
penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
komitmen
organisasional
merupakan
variabel
interveningyang
signifikan
dalam
hubungan antara kepuasan kerja dan
kinerja
karyawan.
Komitmenorganisasional dapat menjadi
mediator antara kepuasan kerja dan
kinerja, karena tingkatkepuasan kerja
mempengaruhi
tingkat
komitmen
anggota
organisasi
pada
organisasinyadan
sebagai
konsekuensinya, komitmen membawa
kepada usaha anggota organisasipada
pekerjaannya dan pada tingkat kinerja
mereka (Zhang & Zheng, 2009).
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik
beberapa
kesimpulan.
Pertama,
kepuasan kerja berpengaruh secara
positif
dan
signifikan
terhadap
komitmen
organisasional.
Dengandemikian,
komitmen
yang
dimiliki oleh tenaga kekaryawanan di
Winner Gym Blitarsemakin tinggi jika
kepuasan kerja yang dirasakan mereka
semakin baik. Pengaruhkepuasan kerja
terhadap
komitmen
organisasional
merupakan
pengaruh
yang
dominan.Kedua,
komitmen
organisasional memiliki pengaruh yang
positif dan signifikanterhadap variabel
kinerja karyawan. Berarti, kinerja
karyawanWinner Gym Blitar semakin
baik apabila komitmen organisasional
yang dimiliki oleh karyawan semakin
tinggi.Ketiga, kepuasan kerja juga
memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan
terhadapvariabel
kinerja
karyawan.
Jadi,
kinerja
karyawanWinner Gym Blitar semakin
baik
apabilakepuasan
kerja
yang
dirasakan oleh karyawan semakin baik.
Keempat,
komitmenorganisasional
mampu beroperasi sebagai variabel
intervening
dalam
hubungan
antarakepuasan kerja dan kinerja
karyawan. Hal ini memberikan makna
bahwa kinerja karyawanWinner Gym
Blitar semakin baik apabila pengaruh
195
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
kepuasan kerja semakin baik dengan
didahului terciptanya komitmen yang
semakin
tinggi
yang
dimiliki
olehindividu terhadap organisasinya.
Beberapa implikasi kebijakan yang
dapat diberikan penelitian ini untuk
Winner Gym Blitar, antara lain:1.
Memperhatikan aspek kepuasan kerja
karena
adanya
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
komitmen
organisasional
dan
kinerja.
Peningkatan kepuasan kerja dapat
dilakukan dengan peningkatan dari
segi penghargaan (finansial dan non
finansial)yang sepadan dengan beban
dan tanggung jawab pekerjaan dan
denganmemperhatikan kondisi maupun
sarana prasarana yang digunakan
sebagaipenunjang
dalam
melaksanakan
pekerjaan;
2.
Memperhatikan
aspek
komitmen
karena adanya pengaruh terhadap
kinerjakaryawan.
Peningkatan
komitmen
organisasional
dapat
dilakukan dengan carasosialisasi lebih
mendalam
tentang
Winner
Gym;
memaksimalkan keterlibatankaryawan
dalam Winner gym yang tak lepas dari
keinginan pegawai untuk menjadi
bagian dari organisasi karena adanya
ikatan emosional; dan membentuk
wadahkhusus bagi karyawan untuk
berinteraksi.
Penelitian ini memiliki berbagai
keterbatasan. Pertama, hasil penelitian
ini tidakdapat digeneralisasi pada
kasus lain, yaitu pada kasus-kasus
Winner gym swasta. Kedua, penelitian
ini dilakukan pada karyawanWinner
gym yang memiliki jam kerja yang
padat,sehingga data yang diperoleh
tidak maksimal. Ketiga, saat penelitian
ini dilakukan, barusaja terjadi rotasi
besar-besaran di Winner gym sehingga
hal ini mempengaruhi jawabanyang
diberikan oleh responden. Penelitian
mendatang
dapat
mengarahkan
penelitian
pada
obyek
penelitian
yanglebih luas dengan mengambil
obyek Winner gym
swasta dan
pemerintah, sertamenambah variabel
lain
yang
mempengaruhi
kinerja
karyawan.
DAFTAR REFERENSI
Abdel-Halim, A.A, 1980, “Effects of
Higher Order Need Strength on
the
Job
Performance-Job
Satisfaction
Relationship”,
Personnel Psychology, Vol.33;
196
Al-Aameri,
A.S.,
2000,
“Job
Satisfaction and Organizational
Commitment for Employe”, Saudi
Medical Journal, Vol. 21 (6): 531535
Al-Ahmadi,
H.,
2009,
“Factors
Affecting Performance of Hospital
Employe in Riyadh Region, Saudi
Arabia”, International Journal of
Health Care QualityAssurance, Vol.
22, No. 1, pp. 40-54
Al-Hussami, M., 2008, “A Study of
Employe' Job Satisfaction: The
Relationship
to
Organizational
Commitment,
Perceived
Organizational
Support,
TransactionalLeadership,
Transformational Leadership, and
Level
of
Education”,
EuropeanJournal
of
Scientific
Research, Vol.22 No.2, pp.286295
Argyle, M, 2010, “Do Happy Workers
Work Harder? The Effect of Job
Satisfaction on Work Performance”
Brown, D. and M.A. Sargeant, 2007,
“Job Satisfaction, Organizational
Commitment,
and
Religious
Commitment
of
Full-Time
University Employees”, Journal
ofResearch on Christian Education,
Vol.16, Iss.2, pg.211-241
Carmeli, A. and A. Freund, 2004,
“Work
Commitment,
Job
Satisfaction, and JobPerformance:
An
Empirical
Investigation”,
International
Journal
ofOrganization
Theory
and
Behavior, Fall, Vol 7 No 3
Chen, S.J., P.F. Lin, C.M. Lu, and
C.W.
Tsao,
2007,
“The
Moderation Effect of HR Strength
on the Relationship Between
Employee
Commitment
and
JobPerformance”, Social Behavior
and Personality, Vol. 35, No.8, pg.
1121 – 1138
Chugtai, A.A and S. Zafar, 2006,
“Antecedents and Consequences
of Organizational Commitment
among
Pakistani
University
Teachers”, Journal of Applied
HRMResearch, Vol 11 No 1, pg 3964 Crossman, A. and B. AbouZaki, 2003, “Job Satisfaction and
Employee
Performance
of
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
Lebanese Banking Staff”, Journal
of Managerial Psychology, Vol.18,
No.4, pg.368-376
Eka
Idham Lewa dan Subowo,
2005, “Pengaruh Kepemimpinan,
Lingkungan
Kerja
Fisik
dan
Kompensasi
terhadap
Kinerja
Karywan
di
PT
Pertamina
(Persero)Daerah
Operasi
Hulu
Jawa Bagian Barat, Cirebon”,
Sinergi, Edisi Khusus on Human
Resources, Hal. 129-140
Gaur, S.S., Y. Xu, K. Song, 2009,
“Impact of Critical Sales Events on
Salesperson’s Job Satisfaction”,
ANZMAC 2009
Greenberg, J. and R.A. Baron, 2003,
Behavior in Organizations, 8th
edition, Pearson Education, Inc.,
New Jersey
Jimoh,
A.M.,
2008,
“Emotional
Labour, Conscientiousness and Job
Tenure as Predictors of Job
Performance Among University
Administrative
Workers
inSouthwestern
Nigerian”,
International Journal of African &
African American Studies, Vol.VII,
No.2
Khan, M.R., Ziauddin, F.A. Jam, and
M.I. Ramay, 2010, “The Impacts
of Organizational Commitment on
Employee
Job
Performance”,
European
Journalof
Social
Sciences, Volume 15, Number 3,
page 292-298
Lee, S.H and D. Olshfski, 2002,
“Employee
Commitment
and
Firefighters: It’s My Job”, Public
Administration Review, Vol.62,
pg.108
Luthans, F, 2006, Perilaku Organisasi,
Edisi
10,
Penerbit
Andi,
Yogyakarta.
MacKenzie, S.B., P.M. Podsakoff
and M. Ahearne, 1998, “Some
Possible
Antecendents
and
Consequences of In-Role and
Extra-Role
Salesperson
Performance”,
Journalof
Marketing, Vol. 62, pg.87-98.
Marhaeni Wahyu Handayani, dan
Suhartini,
2005,
“Pengaruh
Faktor-Faktor
Kepuasan
Kerja
terhadap
Kinerja
Karyawan
Pelaksana di Lingkungan Badan
Pusat
StatistikPropinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta”,
Sinergi
Kajian Bisnis dan Manajemen,Edisi
Khusus on Human Resources,
hal.37-57.
McNeese-Smith,
D.,
1996,
“Increasing Employee Productivity,
Job
Satisfaction,
and
Organizational
Commitment”,
Hospital
&
Health
Services
Administration,Summer, 41, 2;
abi/inform Global, pg. 160
Meyer, J.P., N.J. Allen, and C.A.
Smith, 1993, “Commitment to
Organizations and Occupations:
Extention and Test of a Three –
Component
Conceptualization”,Journal
of
Applied Psychology, Vol 78 No 4
p.538-551
Mrayyan, M.T., and I. Al-Faouri,
2008, “Career Commitment and
Job Performance of Jordanian
Employe”, Nursing Forum, Vol. 43
No. 1, pg. 24-37
Muthuveloo, R. and R.C. Rose,
2005,
“Antecendents
and
Outcomes
of
Organisational
Commitment among Malaysian
Engineers”, American Journal of
AppliedSciences,
Vol.2
No.6,
p.1095-1100
Okpara, J.O., 2004, “Job Satisfaction
and Organizational Commitment:
Are there Differences between
American and Nigerian Managers
Employed in the USMNCs in
Nigeria?”,
http://www.sba.muohio.edu/abas/200
4/montreux/Okpara_2004%20ABA
S%20Co
nference%20in%20Montreux,%20Swit
zerland%20,%20Jun%85.pdf
didownloadpada tanggal 30 Maret
2014.
Pettijohn, C.E., L.S. Pettijohn, and
A.J. Taylor, 2000, “Research
Note: An Exploratory Analysis of
Salesperson Perceptions of the
Criteria
Used
in
PerformanceAppraisals,
Job
Satisfaction, and Organizational
Commitment”, Journal ofPersonal
197
Jurnal KompilekVol. 6 No. 2 Desember 2014
Selling and Sales Management,
Vol.20, No.2, pg.77-80.
Petty, M.M., G.W. McGee, and J.W.
Cavender,
1984,
“A
MetaAnalysis of the Relationships
Between
Individual
Job
Satisfaction
and
Individual
Performance”,The
Academy
of
Management Review, Vol. 9, No.
4, pg.712-721
Salami, S.O., 2008, “Demographic
and
Psychological
Factors
Predicting
Organizational
Commitment among Industrial
Workers”, Anthropologist, Vol.10
(1): 31-38
Suliman, A and P. Iles, 2000, “Is
Continuance
Commitment
Beneficial
To
Organizations?
198
Commitment-Performance
Relationship: A New Look”, Journal
of Managerial Psychology, Vol. 15,
Iss. 5; pg. 407
Tsui, A.S., J.L. Pearce, L.W. Porter,
and
A.
M.
Tripoli,
1997,
“Alternative Approach to the
Employee-Organization
Relationship: Does Investment in
Employees PayOff?”, Academy of
Management Journal, Vol. 40
No.5, pg.1089
Zhang, J and W. Zheng, 2009, “How
Does Satisfaction Translate into
Performance? AnExamination of
Commitment and Cultural Values”,
Human Resource
Development Quarterly, Vol. 20, No.
3,
Fall
2009.
Download