FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK YANG DIGUNAKAN PADA DIFTERI, PIODERMA, TIFOID, TBC KULIT, LEPRA DAN TETANUS DIFTERI • Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. • Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya dua hingga lima hari. TUJUAN PENGOBATAN • Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin • Membunuh bakteri • Menghentikan produksi toksin • Mencegah penularan organisme pada kontak ANTIBIOTIK PADA DIFTERI Penisilin Eritromisin Klindamisin Rifampisin Tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. • Yang dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin; • eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk pemberantasan pengidap nasofaring. • • • • • • PENISILIN • Mekanisme kerja: menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. • menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang membelah, mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tdk membelah) yang disebut juga sebagai persisters, praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin; kalau pun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik • Tidak tahan asam aktivitas antimikroba menurun bentuk parenteral suspensi air atau minyak • Dieksresi melalui tubuli ginjal kegagalan fungsi ginjal sangat memperlambat ekskresi penisilin • Penisilin G Prokain dengan suspensi aluminium monostearat dalam minyak (repositor) masa kerja diperpanjang, karena absorpsinya terjadi berangsurangsur • Dosis: Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-). • Bagi yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin ERITROMISIN • Mekanisme kerja: menghambat sintesis protein bakteri dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom 50S. • Bentuk Basa akan dirusak dalam asam lambung sehingga digunakan bentuk ester stearat atau etilsuksinat. • Diekskresi terutama melalui hati. • Masa paruh: sekitar 1,6 jam • Sediaan: Kapsul 250 mg dan 500 mg • Syrup (eritomisin stearat) 250mg/5 ml • Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman difteri baik pada infeksi akut maupun pada carrier state dengan dosis 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari. KLINDAMISIN • Tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan di lambung • Hampir lengkap diserap pada pemberian peroral • Setelah pemberian 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1 jam • T1/2: kira-kira 2,7jam • Preparat oral paediatrik: klindamisin palmitat, tidak aktif secara in vitro, tetapi setelah mengalami hidrolisis akan dibebaskan klindamisin yang aktif, setelah pemberian beberapa kali dengan dosis 8-16 mg/kgbb dengan interval 6 jam, tercapai konsentrasi 2-4 mcg/ml • Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin KLINDAMISIN • Masa paruh eliminasi dapat memanjang pada penderita gagal ginjal sehingga diperlukan penyesuaian dosis berdasarkan pengukuran kadar obat dalam plasma. Hal ini dapat pula terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat. • Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi Ndemetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu • Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresikan dalam bentuk asal dalam urin, sejumlah kecil ditemukan dalam feses • Terapi klindamisin pada pasien difteri diberikan selama 14 hari. • Tidak adanya organisme diperoleh sekurangkurangnya dua biakan berturut-turut dari hidung dan tenggorok yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi PIODERMA Jenis pengobatan: 1. Antiobiotik Sistemik • Penisilin: ampisilin, amoksisilin, oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin, amoksisilin-asam klavulanat, ampisilin-sulbaktam • Linkomisin, klindamisin • Makrolid (eritromisin, roksitromisin, klaritromisin) • Sefalosporin 2.. Topikal • Basitrasin, neomisin • Asam fusidat, mupirosin ANTIBIOTIK SISTEMIK UNTUK PIODERMA • Ampisilin Dosis: 4x500 mg, diberikan 1 h ac • Amoksisilin = Dosis ampisilin, pc/ac • Kloksasilin : 3 dd 250 mg ac • Linkomisin : 3 dd 500 mg, selama 5-7 hari dan Klindamisin : 4 dd 150 mg. Pada infeksi berat, dosis dapat dinaikan menjadi 4x300-450 mg sehari. • Efek samping yang mungkin muncul adalah pseudomembranosa meskipun cukup jarang. • Klindamisin saat ini lebih direkomendasikan karena potensi antibakterinya lebih tinggi, efek samping lebih sedikit. Selain itu, pada pemberian oral, obat ini tidak dihambat oleh asam lambung • Eritromisin : 4 dd 500 mg. Efektifitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin atau klindamisin, dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase. • Selain itu, eritromisisn juga cepat menyebabkan resistensi dan dapat memberikan rasa tidak enak di lambung • Sefalosporin Jika pioderma berat atau tidak berespon dengan pengobatan di atas. • Yang dapat digunakan Cefadroksil : 2 dd 500 mg atau 2 dd 1000 mg ANTIBIOTIK TOPIKAL • Antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah Basitrasin, Neomisin dan Mupirosin. Neomisin juga dapat digunakan untuk infeksi gram negatif. • Untuk kompres terbuka, dapat digunakan larutan PK: 1/5000, larutan rivanol 0,1% dan povidone iodine 7,5% yang dilarutkan 10 kali TIFOID • Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. • Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakteri untuk mencegah kekambuhan Antibiotik untuk tifoid ANTIBIOTIK LINI PERTAMA: • Kloramfenikol • Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil) • Trimetoprim-Sulfametoksazol ANTIBIOTIK LINI KEDUA • Seftriakson (diberikan untuk dewasa dan anak) • Cefixime (efektif untuk anak-anak) • Quinolon/Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 thn, karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang KLORAMFENIKOL • Merupakan antibiotik spektrum luas, namun bersifat toksis • Mekanisme kerja: menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S sehingga menghambat pembentukan rantai peptida. • Dosis Dewasa: 4 dd 500 mg selama 14 hari • Dosis Anak: 50-100 Mg/Kg BB max 2 gram selama 10-14 hari dibagi dalam 4 dosis • Pemberian PO/IV • Efek samping: supresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam • Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada anak hal tersebut jarang dilaporkan. AMPISILIN/AMOKSISILIN • Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas yang digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus resistensi terhadap kloramfenikol • Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan memiliki spektrum antibakteri yang sama namun diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. • Dalam hal ini kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. • Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. • Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik secara oral, intramuskular, intravena (Anonim, 2003). TRIMETROPIM-SULFAMETOKSAZOL (KOTRIMOKSAZOL) • Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi karena sifat sinergisnya. Kombinasi keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan pada jalur asam folat • Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu sintesa asam folat bakteri dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat. • mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat • Dosis: Kotrimoksazol dapat diberikan dengan dosis 160 mg trimethoprim dan 800 mg sulfametoksazol 2 kali perhari selama 14 hari SEFALOSPORIN • Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang mirip dengan penisilin. • Mekanisme kerja obat berdasarkan penghambatan sintesis peptidoglikan yang diperlukan bakteri untuk ketangguhan dindingnya. • Seftriakson merupakan generasi ketiga dari sefalosporin. • Dosis anak: 80 mg/kgBB/ hari diberikan dosis tinggal selama 5 hari KUINOLON 1.Fluorokuinolon antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid untuk orang dewasa • Mekanisme kerja obat dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA bakteri terganggu. Antibiotik golongan ini antara lain ialah siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin dan fleroksasin Dosis • • • • • - Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari TBC KULIT Tahap Intensif (2 bulan) Isoniazid (INH) dewasa : 5-10 mg/kgBB/hari , oral, dosis tunggal Dosis anak: 4-6 mg/kgBB/hari, maks. 300 mg/hari Rifampisin : 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada saat lambung kosong (sebelum makan pagi) maks. 600 mg Dosis anak: 8 mg/kgBB/hari, Etambutol (bila ada indikasi ada resistensi) : 15‐25 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal Dosis anak: dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal (hindari anak < 6 thn) Pirazinamid : 20‐30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi, Tahap Lanjut (4 bulan berikut) • INH dewasa : 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal • Rifampisin dewasa : 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada saat lambung kosong (ac mane) • Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus lama, diberikan regimen pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT ) kategori 2. • Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase intensif, ditambah injeksi streptomisin selama dua bulan pertama. Setelah fase intensif kemudian fase lanjutan selama lima bulan. • Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya sama dengan infeksi tuberkulosis lain. • Yang perlu diperhatikan adalah pada terapi untuk anak, dosisnya harus disesuaikan dengan berat badan ISONIAZID Mekanisme kerja: • Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Kerja paling utama menghambat biosintesis asam mikolat. Farmakokinetik: • Per oral kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam. Di hepar mengalami asetilasi, terdifusi kedalam cairan dan jaringan tubuh, ekskresi melalui urin Efek samping: • Hepatitis, periperal neuritis, neuritis optik dan keluhan ini dapat di cegah dengan pemberian piridoksin. Kontra indikasi: • Riwayat hipersensitif dan terjadinya gangguan hepar serta reaksi berat lainnya. Dosis: • Dewasa : 300 mg per hari • Anak : 10 mg/kg/hari RIFAMPISIN Mekanisme kerja: • Bersifat bakterisidal dengan cara menghambat sintesa RNA Farmakokinetik: • Per oral kadar puncak 2-4 jam. Metabolisme dihati dan diekskresi melalui empedu. Waktu paruh 1,5-5 jam. Didistribusi keseluruh tubuh Efek samping obat: • Jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. <4% mengalami efek toksis. Yang paling sering kulit kemerahan, demam, mual dan muntah, gangguan fungsi hati dan flu like syndrome. Kontra indikasi : • Riwayat hipersensitif Dosis : • Dewasa < 50 Kg 450mg • >50 Kg 600 mg sehari sekali • Anak : 10-20 mg/kg/hari ETAMBUTOL Mekanisme Kerja: • Bersifat bakteriostatik. Menghambat arabinosyltransferases . Farmakokinetik: • 75-80% diserap melalui sal. Cerna, waktu paruh 3-4 jam, terdistribusi keseluruh tubuh kecuali CSF , ekskresi melalui urin Efek samping: • Dosis 15 mg/kg/hari efek toksik minimal. Neuritis optika, peninggian asam urat pada 50% penderita Kontra Indikasi • Riwayat hipersensitif, neuritis optika. Dosis:15-25 mg/kg/hari PIRAZINAMID Mekanisme Kerja: • Bersifat bakterisidal atau bakteriostatik tergantung konsentrasi. Mekanismenya belum jelas. Farmakokinetik: • Mudah diserap pada pemberian per oral. Mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam hidropirazinoat. Ekskresi melalui filtrasi glomerolus Efek samping : • Paling sering kelainan hati. Kontra indikasi • Riwayat hipersensitif, gangguan hepar berat, gout aktif. Dosis: • Dewasa : <50 kg: 1.5 g per hari 50-75 kg: 2 g per hari >75 kg: 2.5 g per hari • Anak : 15-30 mg/kg/hari LEPRA Tujuan utama program pemberantasan lepra • Memutus rantai penularan penyakit dengan cara a.l: • Menurunkan insiden penyakit (deteksi dini & pencegahan) • Mengobati dan menyembuhkan penderita • Mencegah timbulnya cacat • Rehabilitasi medik, psikologis & sosial PENGOBATAN Multi Drugs Treatment (MDT): • DDS (Diamino Difenil Sulfon) • Klofazimin (Lamprene) • Rifampisin Pemberian MDT: • Mencegah dan mengobati resistensi • Memperpendek masa pengobatan • Mempercepat pemutusan mata rantai penularan SKEMA REJIMEN MDT-WHO Untuk Pausi-basiler • • Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi) Dapson 100 mg/hari (swakelola) 6 bln (dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari) Untuk Multi-basiler • • • Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi) Dapson 100 mg/ hari (swakelola) Klofazimin 50 mg/ hari atau 100 mg/3x seminggu atau 300 mg/ bulan (diawasi) PENGOBATAN MDT Multibasiler (MB) • Rifampisin 600 mg/bulan • DDS 100 mg/hari • Klofazimin 300 mg/bln diteruskan 50 mg/hari • Diberikan 2 – 3 tahun bakterioskopik (-) • Pemeriksaan klinis setiap bulan • Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan PENGOBATAN MDT Pausibasiler (PB) • Rifampisin 600 mg/bulan • DDS 100 mg/hari • Diberikan 6 – 9 bulan • Pemeriksaan klinis setiap bulan • Pemeriksaan bakterioskopik setelah 6 bulan Obat DDS (4,4 diamino-difenil-sulfon, Dapson) • Bersifat bakteriostatik menghambat enzim dihidrofolat sintetase, bekerja sbg antimetabolit PABA • Dosis tunggal (sampai 6 bulan): • 50 – 100 mg/ hari utk dewasa • 2 mg/ kgBB untuk anak-anak • Efek samping • Insomnia, neuropatia • Erupsi obat nekrolisis epidermal toksika !! • Hepatitis • Leukopenia,anemia hemolitik, methemoglobinemia RIFAMPISIN • merupakan obat paling ampuh dg sifat bakteriostatik kuat utk BTA • bekerja menghambat enzim polimerase RNA dengan ikatan ireversibel, harga mahal • Efek samping • Ggn Gastrointestinal • Erupsi kulit • Hepatotoksik & nefrotoksik Klofasimin (B-663, Lamprene) • Merupakan derivat zat warna iminofenazin dengan efek bakteriostatik, cara menggangu metabolisme radikal oksigen • Efek anti-inflamasi berguna utk reaksi lepra, harga relatif mahal • Dosis: • 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x seminggu (1 mg/ kgBB sehari) • 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra • Efek samping • Pigmentasi kulit keringat & air mata merah • Gangguan GIT anorexia, vomitus, diare, kadang-kadang nyeri abdomen REAKSI LEPRA • Suatu keadaan akut pd perjalanan peny lepra yg kronik • Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat • Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi • Pembagian: – Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV – Reaksi tipe II ~ (Eritema Nodosum Leprosum) ENL hipersensitifitas tipe III – Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan - berat PENGOBATAN REAKSI Prinsip pengobatan : 1. Pemberian obat anti reaksi 2. Istirahat atau imobilisasi 3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri 4. MDT diteruskan PENGOBATAN REAKSI Pasien sebelum & sesudah pengobatan PENGOBATAN REAKSI Reaksi ENL • Ringan rawat jalan, istirahat • Berat rawat inap • Obat : • Prednison 15 – 30 mg/hr berat/ringan reaksi • Klofazimin 200 – 300 mg/hr • Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-) PENGOBATAN REAKSI Reaksi Reversal • Neuritis (+) • Prednison 15 – 30 mg/hr • Analgetik + sedatif • Anggota gerak yang terkena istirahatkan Neuritis (-) • Kortikosteroid (-) • Analgetik kalau perlu PENGOBATAN Obat Alternatif: • Ofloksasin • Minosiklin • Klaritromisin OBAT LEPRA ALTERNATIF • OFLOKSASIN • Merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif thd M.leprae • Kerja melalui hambatan thdp enzim girase DNA mikobakterium • Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1 bulan OBAT LEPRA ALTERNATIF • MINOSIKLIN • Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya mampu menembus dinding sel kuman • Cara kerjanya menghambat sintesis protein • Obat ini dapat menembus kulit dan mencapai jaringan saraf yang mengandung banyak kuman • Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan OBAT LEPRA ALTERNATIF • KLARITROMISIN • Merupakan obat golongan makrolid (spt eritromisin & roksitromisin) • Mempunyai efek bakterisidal setara dengan ofloksasin & minosiklin ada mencit • Bekerja dengan menghambat sintesis protein • Dosis uji klinis: 500 mg/ hari TETANUS • Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif. • Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. • Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga. DOSIS • Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari. • Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari. • Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G. DOSIS • Pada penderita yang sensitif Penisilin gunakan Tetrasiklin: dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 g/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral. • Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari. Metronidasole • Pemberian metronidazole awal secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. • Hasilnya: menunjukkan angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan tetanus sedang. METRONIDASOL • 1β-hidroksi-etil) 2-metil-5-nitroimidazol • Memperlihatkan daya amubisid langsung, daya trikomoniasid • Farmakokinetik: absorpsi baik. Sat jamsetelah pemberian dosis tunggal 500mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10µg/ml. Dan kebanyakan protozoa dan bakteri sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8µg/ml • Waktu paruh: 8-10 jam • Diekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi; urin berwarna gelap karena mengandung pigmen yang larut • Diekskresi juga melalui air susu, air liur, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar yang rendah METRONIDASOL Efek Samping: • Yang paling sering: sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. (muntah, diare, dan spasme usus jarang terjadi) • ES lain: pusing, vertigo, ataksia, parentesis pada ekstremitas, urtikaria, flushing, pruritis, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut vagina dan vulva • Penderita dengan riwayat penyakit darah atau dengan gangguan SSP pemberian obat tidak dianjurkan • Dosis perlu dikurangi pada pasien dengan penyakit obstruksi hati yang berat, sirosis hepatic dan ggn fungsi ginjal yang berat