Membangun Karakter Guru Melalui LESSON STUDY di Madrasah Oleh Ririn Eva Hidayati *) Akhir-akhir ini perhatian para akademisi dan praktisi pendidikan terhadap pendidikan karakter mulai bangkit kembali seiring terbitnya kesadaran akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maraknya perilaku menyimpang di tengah-tengah masyarakat, seperti kenakalan remaja: tawuran, penyalahgunaan narkoba, pornografi, dan sebagainya, maupun kenakalan orang tua yang terlihat dalam berbagai fragmentasi kehidupan: pertikaian di panggung politik, korupsi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan sebagainya, bahkan yang paling memprihatinkan keinginan untuk membangun sifat kejujuran pada anak-anak melalui Kantin Kejujuran di sejumlah sekolah banyak yang mengalami kegagalan, tak pelak mengambinghitamkan dunia pendidikan, tidak terkecuali madrasah sebagai salah satu pihak yang ikut bertanggung jawab. Meskipun pendidikan tidak bisa dikambinghitamkan sebagai satu-satunya penyebab krisis multidimensional, tetapi beberapa pihak mengakui bahwa dunia pendidikan layak dituduh sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab, sebab dunia pendidikan lah yang harus mengajarkan hal-hal yang akan membekali anak didiknya dalam menghadapi kehidupan. Manakala dunia pendidikan mengajarkan kebajikan dan kebaikan maka karakter yang terbentuk adalah karakter yang adiluhur, namun apabila yang diajarkan adalah nilai-nilai keburukan, kebencian dan permusuhan maka karakter serupa itu pula yang akan dibawa para alumninya melintasi ruang dan waktu kehidupan. Dalam konteks ini pendidikan 38 MPA 308 / Mei 2012 karakter diharapkan mampu membentuk pribadi yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan emosional, spiritual, sosial, dan sebagainya. Berbagai kajian tentang pendidikan karakter telah dilakukan dan pada umumnya berbicara tentang bagaimana melakukan pendidikan karakter melalui serangkaian kegiatan pembelajaran, siapa yang bertanggung jawab dan untuk apa pendidikan karakter disajikan. Dari pembahasan tersebut seolah-olah kita lupa bahwa sebelum melaksanakan pendidikan karakter, guru sebagai pembelajar dan pendidik harus melakukan pendidikan karakternya sendiri. Demikian pula para pejabat, pemimpin baik formal maupun non formal, hendaknya berupaya untuk mengembangkan karakternya sendiri. Pembelajar dan pendidik perlu mendapatkan pendidikan karakter karena merekalah yang akan melaksanakan proses pendidikan, merekalah yang akan dijadikan contoh bagi para subyek belajar, serta merekalah yang akan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam materi dan kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Jadi pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Menurut Pusat Kurikulum telah diidentifikasi sejumlah nilai berbentuk karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaan di sekolah maupun di madrasah, Pusat Kurikulum menyarankan agar dimulai dari yang esensial, sederhana dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi sekolah misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun. Implementasi pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan perikehidupan sekolah dirasakan lebih efektif daripada mengubah kurikulum dengan menambahkan materi pendidikan karakter ke dalam muatan kurikulum. Lesson study adalah kegiatan pengkajian terhadap proses pembelajaran di kelas yang nyata oleh beberapa guru secara kolaboratif, dalam rangka meningkatkan keprofesionalan guru untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Kegiatan pengkajian bersama secara kolaboratif memungkinkan terjadinya saling asah dan asuh, saling gesek, saling memberi dan menerima kelebihan dan kekurangan masingmasing. Para guru hendaknya menanamkan sikap saling menghormati, bahwa setiap guru memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada tahap plan, guru melakukan pengkajian mendalam tentang kurikulum, materi, metode yang akan digunakan, media yang harus disiap- kan, waktu yang tersedia, serta kondisi siswa yang akan belajar. Semua kegiatan tersebut memerlukan sikap yang obyektif, teliti, sistematis agar proses pengkajian berjalan dengan baik. Pada tahap do, para guru melakukan pengamatan dengan jeli terhadap proses belajar siswa, bukan proses guru mengajar. Dalam tahap ini diperlukan sikap saling menghormati, disiplin, menghormati hak siswa belajar, melakukan pengamatan secara obyektif, mencatat data hasil pengamatan secara cermat. Demikian juga pada tahap see (refleksi) sikap kritis, toleransi, teliti diperlukan oleh setiap guru dalam melakukan refleksi. Dalam refleksi juga guru tidak diharapkan “membantai” guru model, menyalahkan atau mencela proses pembelajaran. Maka diperlukan sikap tenggang rasa, saling menghormati, berpikir positif dan kritis dan kreatif dalam memecahkan permasalahan. Semuanya itu bila dilakukan berulang-ulang akan dapat berdampak sikap guru dan pandangan guru terhadap dirinya, guru-guru lain dan siswa sehingga terbentuk atau membangun karakter guru. Lesson Study yang dilaksanakan di madrasah diharapkan dapat membentuk karakter pribadi guru menjadi pribadi muslim yang sempurna. Hal ini disebabkan karena madrasah merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan yang memiliki kekhasan di bidang agama Islam. Selain mengajarkan pendidikan agama Islam, madrasah juga mengajarkan pendidikan umum. Karakter pendidikan Islam yang mendasar, yakni (1) pendidikan Islam di madrasah berusaha menanamkan nilai-nilai dalam rangka membentuk kepribadian Islami pada peserta didik. Nilai-nilai itu bersumber dari ajaran Islam, dan (2) bidang garapan pendidikan Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat formal maupun tidak; bersifat duniawi dan ukhrawi sekaligus. Bagaimana Membangun Karakter di Madrasah? Membangun karakter adalah membangun mindset, yang membutuhkan suatu proses yang agak panjang karena menyangkut perubahan sikap, dan pandangan hidup seseorang. Proses itu hendaknya dimulai dari keluarga dan lingkungan di sekitar, misalnya lingkungan sosial, tempat kerja, institusi pendidikan dan lingkungan lainnya. Dari manakah pembangunan karakter itu harus dimulai? Membangun karakter dimulai dari hal yang paling kecil dalam lingkungan keluarga. Dari kebiasan terkecil ini, kemudian beranjak ke hal-hal yang besar. Kok harus dimulai dari hal yang paling kecil? Sama halnya dengan tekad anda untuk sukses. Tentu berawal dari melakukan hal paling kecil. Seseorang yang telah sukses, tidak langsung sukses. Tentu juga orang tersebut berawal darikesuksesan pada hal paling kecil. Terdapat 3 hal yang mesti diperhatikan ketika ingin membangun bangsa melalui pendidikan berbasis karakter yakni melalui: (1) pembiasaan; dan (2) contoh atau tauladan; dan (3) pendidikan/pembelajaran secara terintegrasi. Pendidikan dan pembelajaran berbasis karakter, berbasis nilai, berbasis moral dan Islam hendaknya dirancang secara terintegrasi dengan pendidikan dan pembelajaran lainnya. Pendidikan karakter tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu matapelajaran (tidak bisa monodisiplin). Di sinilah letak posisi strategis madrasah sebagai lembaga pendidikan, karena selain mengajarkan pendidikan agama, madrasah juga mengajarkan pendidikan umum. Kultur kepesantrenan yang dimiliki oleh madrasah menjadi daya dukung terlaksananya pendidikan karakter di madrasah. Dalam dunia pesantren sosok seorang ustad/kyai/guru adalah sosok yang sangat berpengaruh, karena itulah dengan melaksanakan Lesson Study di madrasah diharapkan lahir guru-guru yang professional yang dapat diteladani oleh para peserta didik. Madrasah selain mengajarkan nilai-nilai mulia melalui proses pembelajaran juga telah mendidik peserta didiknya untuk dapat mengamalkan apa yang telah dipelajari melalui beberapa kegiatan pembiasaan seperti sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, bersedekah dan berzakat. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan peserta didik akan terbiasa untuk mengamalkan segala hal yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi la- rangan-Nya, sehingga dari sini dapat dilahirkan insan kamil yang mampu melaksanakan segala peran dalam kehidupan bermasyarakat.Untuk melakukan pendidikan memiliki karakter di madrasah, diharapkan juga para pendidiknya memiliki karakter islami sehingga dapat membelajarkan dan sekaligus dijadikan model oleh para siswanya. Dengan demikian posisi guru menempati posisi yang strategis dalam pendidikan karakter. Jadi, pendidikan karakter bagi guru merupakan upaya yang sangat penting untuk dilaksanakan. Lesson Studydi madrasah merupakan suatu kegiatan pengkajian pembelajaran oleh sekelompok guru yang dilakukan secara kolaboratif di kelas yang nyata untuk meningkatkan keprofesional guru di madrasah. LessonStudymemerlukan waktu yang lama untuk mengubah sikap dan pandangan guru. Dengan demikian Lesson Study dapat dijadikan sebagai wahana untuk melakukan pendidikan karakter bagi guru. Menambah muatan pendidikan karakter ke dalam kegiatan Lesson Study bukanlah menambah subtansi dan materi Lesson Study. Karakter yang menjadi tujuan pendidikan karakter akan tercapai dengan sendirinya, karena selama proses Lesson Study di dalamnya mengandung kegiatan-kegiatan positif untuk memunculkan kebiasaan dan pada akhirnya akan membentuk karakter positif. Kegiatan-kegiatan itu misalnya: menganalisis kurikulum dan materi pembelajaran (antara lain memuat pendidikan karakter kritis, obyektif, teliti, tekun, tidak putus asa, disiplin); berkolaborasi menyusun skenario pembelajaran (antara lain memuat pendidikan karakter kerjasama, tenggang rasa, kritis, objektif, tekun, disiplin, kreatif, berpikir efektif dan efisien, mengelola waktu); melakukan open class (disiplin, taat asas, percaya diri, objektif, rasional, kerjasama, tenggang rasa, kritis, tekun, disiplin); melakukan diskusi refleksi (komunikasi, kemampuan bergaul, kemampuan berempati, objektif, rasional, tenggang rasa, menahan diri, kerjasama, disiplin, taat asas, saling menghormati, bekerja sama). *) Guru MAN Denanyar Jombang MPA 308 / Mei 2012 39