MEMOTIVASI KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DENGAN PESERTA DIKLAT Kalau kita harus lebih banyak bicara ketimbang mendengar, kita tentunya punya dua mulut dan hanya satu telinga (Albert Einstein) Betapa indahnya untaian kata yang diungkapkan oleh Albert Einstein tersebut. Maknanya sangat dalam. Dengan memperhatikan ungkapan di atas, kita bisa mengambil makna tentang hakekat proses komunikasi antar sesama manusia, Pada dasarnya, proses komunikasi dapat tercipta , apabila terjadi perasan suka sama suka atau senang sama senang . Contoh dalam fenomena dpergaulan sehari-hariJuga dari sebagianan besar dari kita lebih banyak ingin didengarkan daripada menjadi pendengar yang baik. Ini bisa kita lihat fenomenanya dalam pergaulan kita sehari-hari. Ketika beberapa orang berkumpul dan ada yang bercerita, seringkali kita melihat peristiwa lucu. Belum selesai seseorang bercerita, ada temannya yang tiba-tiba memotong pembicaraan yang sedang berlangsung dan menggantinya dengan topic yang dia miliki. Kalau demikian, bisa kita pahami bahwa secara umum pada prinsipnya orang menunggu giliran untuk berbicara. Pertanyaannya, mengapa manusia melakukan komunikasi? Secara khusus, dalam konteks pendidikan dan pelatihan (Diklat), Fasilitator akan merasakan betapa pentingnya membangun proses komunikasi yang efektif dengan peserta diklat karena akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas. Apalagi kalau dikaitkan dengan durasi mata diklat yang panjang sementara cara berkomunikasi Fasilitatornya kurang efektif, tentu peserta akan merasa bosan, jenuh, bahkan mungkin peserta diklatnya akan mengantuk atau sibuk sendiri di dalam kelas. Berdasarkan hasil evaluasi peserta diklat terhadap Fasilitator dalam proses pembelajaran di kelas, banyak keluhan yang disampaikan diantaranya; 1) Fasilitator asyik sendiri dengan ceramahnya, tidak menghiraukan peserta diklat; 2) penjelasan materi bersifat monoton, kurang humor; 3) bereaksi negatif ketika ada pertanyaan dari peserta diklat; 4) cara menjawab pertanyaan yang bertele-tele; 5) ekspresi wajah kurang ramah; 6) memaksakan pendapat kepada peserta diklat. Nah, itulah keluhan yang muncul dari peserta diklat ketika proses komunikasi dalam pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Dapatkah Anda membayangkan perasaan peserta diklat? Bagaimana pula hasil belajarnya? Sekarang, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana memotivasi proses komunikasi yang efektif dengan peserta diklat agar proses belajar-mengajar berlangsung secara kondusif? Tentu diperlukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dari Fasilitator. Seperti kita ketahui bersama, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membangun komunikasi yang efektif apabila tidak ada keinginan untuk berlatih. Jika kita mau melatih diri meningkatkan kemampuan berkomunikasi, kita akan memiliki kebermaknaan dalam pergaulan hidup baik di tempat bekerja, di dalam keluarga, maupun di lingkungan masayarakat. Melalui kemampuan komunikasi yang efektif pada dasarnya terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. (Thomas M.Scheidel (1976:27). Untuk dapat berkomunikasi dengan efektif, ada baiknya kita pahami dulu makna komunikasi. Kata atau istilah komunikasi (Bahasa Inggris communication ) berasal dari Bahasa Latin communicatus yang berarti berbagi, atau menjadi milik bersama. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian informasi yang dipahami oleh kedua belah pihak, serta saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolik. Sebagai suatu proses penyampaian informasi, maka orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi terutama komunikator perlu merancang dan menyajikan informasi yang benar dan tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut disajikan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar komunikan. Disamping itu komunikator harus mengetahui kondisi peserta siap belajar, dengan menawarkan atau memberikan sesuatu yang paling disukai. Definisi lain tentang komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan. Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam setiap pelaku komunikasi terdapat empat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Ke-empat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Sebagai ilustrasi dapat dianalogikan dalam proses pembelajaran pada sebuah pendidikan dan pelatihan (Diklat). Seorang Fasilitator mempelajari materi diklat yang akan disampaikan pada sebuah proses pembelajaran. Fasilitator mulai membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan. Ini terjadi dalam benak Fasilitator melalui proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada peserta diklat baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pesan yang diterima peserta diklat ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari peserta diklat tersebut. Apabila ini terjadi, maka penerima pesan (peserta diklat) tersebut kembali akan membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah ke–empat tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulangulang. Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, apabila seorang Fasilitator menyampaikan materi diklat (pesan yang disampaikan) kurang dapat dipahami oleh peserta diklat, dapat dibayangkan tentu tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti yang diharapkan. Nah, kalau tujuan pembelajaran tidak tercapai, hasil belajar juga tidak terwujud. Dan pada akhirnya, perubahan perilaku peserta diklat sebagai hasil belajar tidak akan terbentuk. Untuk membangun gaya komunikasi yang efektif dengan peserta diklat dalam proses pembelajaran pada sebuah diklat (apakah itu diklat kepemimpinan, diklat prajabatan, maupun diklat teknis dan fungsional), kita sebagai Fasilitator harus memiliki perilaku efektif. Perilaku efektif dibagi atas dua komponen, yaitu komponen verbal dan non verbal. Menurut Mehrabian, bahwa hampir 90 % pengajar melakukan komunikasi non verbal kepada peserta didiknya, berupa tatapan mata, ekspresi wajah dan tubuh dibanding kalimat yang teratur yang diucapkannya. Bagaimana cara memotivasi komunikasi non verbal dengan peserta diklat agar bermakna ? Kemampuan komunikasi yang baik dapat membantu kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Sementara ini kita kadang menganggap keterampilan komunikasi verbal dan tertulislah yang penting, namun penelitian telah menunjukkan bahwa perilaku nonverbal menjadi bagian besar dari komunikasi interpersonal kita sehari-hari. Ada 3 alasan utama yang harus disadari oleh Fasilitator tentang pentingnya memahami komunikasi nonverbal: 1. Kemampuan membaca perilaku nonverbal memungkinkan kita untuk menerima pesan dengan lebih baik. 2. Kita mampu mengirim sinyal lebih baik. 3. Komunikasi nonverbal akan meningkatkan kedekatan psikologis dengan peserta diklat. Selain hal tersebut di atas, Fasilitator juga perlu memahami beberapa bagian utama perilaku non verbal diantaranya: λ Kontak mata λ Ekspresi wajah λ Postur tubuh λ Jarak fisik Kontak mata: Kontak mata adalah bagian penting komunikasi interpersonal. Dan menunjukkan sinyal minat kepada orang lain. Selanjutnya, kontak mata dengan peserta diklat akan meningkatkan kredibilitas Fasilitator. Fasilitator yang membuat kontak mata dengan peserta diklat membuka arus komunikasi dan menyampaikan bunga, perhatian, kehangatan dan kredibilitas. Ekspresi wajah: Ekspresi wajah akan memberitahu keadaan atau suasana hati ( mood ), apakah Fasilitator sedang berempati dengan peserta diklat atau tidak. Untuk itu cobalah Fasilitator tersenyum, kerutan-kerutan manis di wajah, akan mempererat komunikasi dengan peserta diklat. Hindari ekspresi wajah terkejut, tegang, kecewa, dan masam karena ini akan sangat menghalangi komunikasi yang efektif. Postur tubuh Gerakan tubuh sangat membantu komunikasi menjadi lancar. Cobalah Fasilitator melakukan gerakan tubuh condong ke arah peserta diklat ketika berbicara, akan berbeda hasilnya dengan ketika Fasilitator berbicara sambil memasukkan tangannya ke saku celana. Mehrabian mencatat bahwa bertolak pinggang sering terjadi secara otomatis apabila lawan bicara kita orang yang kurang menyenangkan hati. Sebaliknya, tubuh akan cenderung condong mendekat disaat lawan bicara kita orang yang menyenangkan hati dan menarik untuk didengar. Jarak fisik Jarak merupakan pertanda tersendiri dalam proses komunikasi. Fasilitator akan mengatur posisi berdirinya dengan peserta diklat sekitar 18 inchi (50 cm) ini merupakan jarak intim. Sedangkan jarak social sekitar 4 kaki (1,5 meter), dan jarak public sekitar 12 kaki (3,5 meter) Dengan memperhatikan hal-hal di atas, ternyata membangun komunikasi yang efektif dengan peserta diklat bukanlah hal yang mudah. Fasilitator seringkali mengabaikan hal-hal yang tidak patut dilakukan pada saat melakukan proses komunikasi dengan peserta diklat. Banyak komunikasi yang berlangsung setiap saat seolah berjalan seperti rutinitas yang akhirnya akan membentuk kebiasaan dan menjadi pola perilaku yang menetap. Tentu hal ini akan berdampak munculnya perasaan kecewa dan kesal pada peserta diklat karena tidap dapat menyalurkan pikiran dan perasaannya dengan jelas. Mengapa hal itu terjadi? Karena ketika Fasilitator berkomunikasi dengan peserta diklat sering kehilangan kemampuan untuk mendengar. Pada umumnya Fasilitator mendominasi pembicaraan dan peserta diklat menjadi pendengar pasif. Ada Fasilitator lebih senang berbicara daripada mendengarkan peserta diklatnya. Lemahnya kemampuan mendengar aktif akan mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk dapat memahami perasaan peserta diklat. Bagaimana Caranya Menjadi Pendengar Aktif? Mendengar aktif merupakan suatu teknik mendengar dengan seksama dalam membangun tumbuhnya afiliasi dan empati. Menjadi pendengar aktif sangat berguna ketika menghadapi peserta diklat yang sedang bermasalah. Untuk itu diperlukan suatu proses pemahaman diri tentang apa yang ingin disampaikan oleh peserta diklat. Mendengar aktif berarti benar-benar aktif dan tidak mendengar sepintas saja kata-kata yang diucapkan peserta diklat. Oleh karena itu, perlu strategi agar dapat menjadi pendengar aktif. Strategi menjadi pendengar aktif diantaranya: Λ Berkonsentrasi pada peserta diklat dan masalahnya. Λ Membuka diri dengan sikap dan bahasa tubuh Fasilitator yang siap menerima peserta diklat. Λ Berusahalah memberi komentar yang patut sesuai dengan perasaan, pikiran yang dimaksud Oleh peserta diklat. Jika Fasilitator dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan dan strategi di atas, secara dramatis akan meningkatkan kemampuan Fasilitator untuk berhubungan dengan orang dari semua lapisan dalam kehidupan kita. Ketika kita berhasil mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan orang-orang, maka akan membawa kita pada banyak sekali peluang baru yang tidak tersedia untuk kita sebelumnya. Itulah kekuatan dari keterampilan komunikasi yang efektif. Seperti Apakah Kaidah Komunikasi Yang Efektif? Setelah kita memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif umumnya, maka hal berikut adalah kita perlu memperhatikan lima kaidah komunikasi yang efektif yang telah dikembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri,yaitu REACH, yang secara harfiah berarti menjangkau, mencapai, merengkuh, atau meraih. Sesungguhnya komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, kasih sayang, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, atau respon positif dari orang lain. Perhatikan kaidah komunikasi berikut yang akan memengaruhi cara kita berkomunkasi dan pada gilirannya karier kitadalam organisasi. Kaidah 1 : Respect (hormat) Kaidah pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan kaidah pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Perlu diingat bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerja sama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas kinerja kita, baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Kaidah 2 : Empathy (empati) Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti orang lain. Bahkan kemampuan untuk mendengarkan telah diidentifikasi sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. Inilahyang disebutnya dengan komunikasi empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerja sama atau sinergi dengan orang lain. Kaidah 3 : Audible (dapat didengar dan dipahami) Makna audible antara lain dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu atau mampu menerima balikan dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Kaidah ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui saluran tertentu sehingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Kaidah ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai cara atau alat bantu audio-visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi pribadi hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yangdapat diterima oleh penerima pesan. Kaidah 4 : C lear (jelas) Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka kaidah keempat yang terkait denganitu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri. Hal ini agar tidak menimbulkan tafsiran yang berlainan. Kaidah paling utama dalam menyiapkan korespondensi di setiap tingkat pemerintahan adalah kejelasan pesan. Tidak boleh terjadi multi tafsir. Kesalahan penafsiran pesan dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak sederhana dan boleh jadi sangat merugikan. Kaidah 5 : Humble (rendah bati) Kaidah kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini terkait dengan kaidah pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, yang biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong, dan tidak memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Demikianlah beberapa keterampilan komunikasi yang efektif yang perlu dikuasai oleh Fasilitator sehingga mampu berkomunikasi secara efektif dengan peserta diklat. DAFTAR PUSTAKA Anderson, Ronald H. (1993). Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran ,Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Boolittle, Robert J. (1984). Professional Speaking, A Concise Guide , Scott. Foresman and Company, Glenview, Illinois, USA. Brownell, Judi, (1986). Presentational Speaking, A Model for Success, Suny, Binghanton, Lalolo, Bandung 2001Onong Uchjana, Ilmu Komumkasi, Remaja Rosdakarya, Bandung 1984