jurnal sistem penilaian kesehatan bank_2

advertisement
ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM PENILAIAN KESEHATAN BANK
ANTARA SURAT KEPUTUSAN BI NO. 23 TAHUN 1993
DAN SURAT KEPUTUSAN BI NO. 30 TAHUN 1997
Oleh : Erni Karyati
Universitas Gunadarma
Abstrak
Bank Indonesia sudah menentukan peraturan berkaitan dengan masalah sistem
penilaian kesehatan bank. Ukuran kesehatan suatu bank didasarkan pada analisis
CAMEL ( Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity ). Dalam penelitian ini
penulis menganalisis perbedaan antara 2 (dua) surat keputusan Bank Indonesia tentang
penilaian kesehatan bank, yang dititik beratkan pada perbedaan struktur surat
keputusan dan substansinya. Untuk substansinya yang berbeda, misalnya faktor
manajemen, peraturan tahun 1993 terdiri atas lima bagian, sedangkan peraturan 1997
hanya dua bagian yaitu manajemen umum dan manajemen resiko. Penulis juga
menjelaskan kondisi perbankan Indonesia pada periode diberlakukannya sistem
penilaian kesehatan bank, yaitu antara tahun 1993 dan tahun 1997. Pada penelitian ini
analisisnya lebih dititik beratkan pada perubahan komponen atau substansi
penilaiannya. Penulis menggunakan metode analisa kuantitatif yang meliputi data-data
sekunder, untuk mendeskripsikan kondisi perbankan sebelum dan sesudah
pemberlakuan sistem penilaian tahun 1997. Data-data sekunder ini meliputi CAR
(Capital Adequacy Ratio), BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), dan masalah
perkreditan.
Kata Kunci : Sistem Penilaian; Kesehatan Bank
PENDAHULUAN
Industri perbankan Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat, terutama
Universitas Gunadarma
setelah deregulasi perbankan Paket Oktober 1988, sejalan dengan perkembangan
perekonomian selama satu dasawarsa terakhir ini. Bank sebagai lembaga perantara
keuangan (Financial Intermediary) mempunyai posisi strategis dan penting dalam
mendukung pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Indonesia, mengingat fungsi
dan peranannya sebagai agent of trusth, agent of development, dan agent of equality
maupun sebagai instrumen moneter yang memberikan kontribusi terhadap situasi dan
kebijakan moneter yang telah dilakukan selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini
tentunya terkait dengan usaha untuk memperkuat posisi sektor perbankan tersebut
dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Salah satu tonggak yang penting dalam perkembangan perbankan Indonesia adalah
Paket Oktober 1988, yang mendorong jumlah bank yang relatif pesat. Sehingga sampai
Oktober 198,8, tercatat jumlah bank di Indonesia sebanyak 124 buah yang meningkat
menjadi 238 buah bank pada akhir tahun 1997, atau terjadi peningkatan sebesar 192
persen. Secara kuantitas, pertumbuhan yang luar biasa itu tentunya menunjukkan
keberhasilan pakto tersebut yang tujuannya adalah untuk meningkatkan peranan dana
masyarakat dalam pembangunan melalui sektor perbankan yang tangguh yang
berlandaskan prinsip kehati-hatian (prudential banking).
Bank sebagai perantara keuangan mempunyai potensi untuk memobilisasi dana
masyarakat yang merupakan sebagian besar sumber dana bank (source of fund), yang
melalui mekanisme keperantaraan selanjutnya dana tersebut dialokasikan kembali
(Use of fund) ke masyarakat untuk digunakan secara produktif (untuk menunjang
perkembangan sektor riil. Namun paket Oktober 1988 yang menumbuh suburkan
pendirian dan perkembangan bank swasta tidak memberikan batasan tentang tindakan
apa yang akan di ambil apabila nantinya perkembangan bank melebihi jumlah
kebutuhan.
Akhirnya tahun 1997, perekonomian Indonesia mulai mengalami goncangan yang
diawali dengan krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi. Dan tahun 1998
merupakan tahun paling buruk dari seluruh tahun sepanjang tiga dasawarsa terakhir.
Menurut data Biro Riset Info Bank, pada awal tahun 1998, jumlah bank masih 215
Universitas Gunadarma
buah. Tetapi hingga akhir 1998 jumlah itu menyusut menjadi 208 bank karena adanya
pembekuan bank. Jumlah itu terus merosot, sebab pada Maret 1999, kembali terjadi
pembekuan terhadap 38 bank swasta dan 2 bank campuran menyerahkan izinnya
sehingga tinggal 168 bank. Tapi kini berdasarkan Info Bank Edisi Juli 2000 yang
diperingkat tinggal 162 bank. Sebanyak 54 bank diantaranya ada yang dilikuidasi,
diambil alih oleh pemerintah dan dimerger.
Dalam triwulan 111/2000 jumlah bank berkurang sebanyak 8 bank menjadi
sebanyak 153 bank karena proses merger 8 BTO ke bank Danamon. Sejalan dengan
kondisi tersebut, jumlah kantor bank juga berkurang sebanyak 436 kantor menjadi
6522 kantor bank. Penurunan ini disamping dipengaruhi oleh proses merger 8 BTO
dengan Bank Danamon juga dipengaruhi oleh usaha efisiensi dan konsolidasi yang
dilakukan oleh bank-bank.
Bank itu harus sehat. Sebagaimana layaknya manusia dimana kesehatan itu
merupakan hal-hal yang paling penting didalam kehidupan manusia. Begitu pula
dengan perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani
nasabahnya. Disamping itu kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak
yang terkait, baik pemilik maupun pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank
maupun Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank.
Oleh karena itu pesatnya perkembangan yang terjadi dibidang keuangan dan
perbankan yang menimbulkan perubahan terhadap berbagai aspek yang berkaitan
dengau kesehatan bank, maka dipandang perlu untuk menyempurnakan tata cara
penilaian tingkat kesehatan bank umum. Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap
tahun apakah ada peningkatan atau penurunan bagi bank yang kesehatannya terus
meningkat tidak terjadi masalah karena itulah yang diharapkan dan supaya
dipertahankan terus kesehatannya. Akan tetapi bagi bank yang terus menerus tidak
sehat, mungkin harus mendapat teguran dan sanksi dari Bank Indonesia sebagai
pengawas dan pembina bank-bank.
Pada Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 (UU No. 10/1998) bank sebagai
lembaga perantara dan agen pembangunan yang dapat menghimpun dana dari
Universitas Gunadarma
masyarakat dan jumlah yang sesuai dengan kemampuan manajemen bank
bersangkutan untuk memobilisasi, mengelola dan menyalurkan kembali ke
masyarakat, menjadi sangat penting.
Peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1997 (PP 40/1997) merupakan senjata untuk
melakukan pembenahan dan penyehatan bank. Tetapi imbauan saja tampaknya kurang
diperhatikan atau ditanggapi oleh bankir-bankir kita.
Penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia dikenal dengan penilaian analisis
CAMEL yaitu Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity. Selain dengan
analisis CAMEL, yang bisa mempengaruhi hasil penilaian terhadap bank adalah
penilaian terliadap pelanggaran BMPK ( Batas Maksimum Pemberian Kredit ) dan
pelanggaran Posisi Devisa Netto.
Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank yang dianalisa dalam penelitian yang
ditinjau dari aspek yuridisnya, yaitu membandingkan tata cara penilaian tahun 1993
dan tahun 1997. Jadi dalam penelitian ini penulis hanya membatasi permasalahan pada
"perbandingan tata cara penilaian tingkat kesehatan bank antara tahun 1993 dan tahun
1997 ditinjau dari aspek yuridisnya"
Didalam penelitian ini penulis bertujuan untuk membandingkan ketentuan tata cara
penilaian tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari aspek yuridisnya yang berkisar
antara tahun 1993 dan tahun 1997. Serta apa yang menyebabkan adanya perubahan perubahan yang terjadi.
LANDASAN TEORI
Fungsi dan Peranan Bank Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 (UU No. 10/1998) Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk
lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Boediono (1998) menyatakan bahwa bank merupakan penyalur dana dan unit-unit
ekonomi yang mempunyai kelebihan dana (surplus) unit kepada unit-unit ekonomi
Universitas Gunadarma
yang kekurangan dana (defisit) unit. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi intermediasi
(perantaraan) keuangan atau financial intermediation dari bank dan lembaga keuangan
yang serupa. Menurut Cathcart (1982), sebagian besar lembaga keuangan terlibat
dalam perantaraan modal (equity intermediation). Dan bank merupakan lembaga
keuangan yang paling dominan dalam keperantaraan kredit.
Sumber Dana dan Penanaman Modal
Sebagai lembaga keuangan (UU Perbankan No. 10/1998), bank memiliki usaha
pokok berupa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi untuk mencari
dan selanjutnya menghimpun dana dalam bentuk simpanan (deposit) sangat
menentukan pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau
disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh
bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan, misalnya dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian efek-efek atau surat berharga dalam pasar uang.
Dalam usaha menghimpun dana tersebut, sudah barang tentu bank harus mengenal
sumber-sumber dana yang terdapat di dalam berbagai lapisan masyarakat dengan
bentuk yang berbeda-beda pula. Dalam garis besarnya sumber dana bagi sebuah bank
ada tiga, yaitu : Dana yang bersumber dari bank sendiri, Dana yang berasal dari
masyarakat luas dan Dana yang berasal dari lembaga keuangan, baik berbentuk bank
maupun non bank.
Dana yang terhimpun tersebut selanjutnya diputar kembali untuk ditanam atau
dipergunakan oleh masyarakat yang membutuhkan atau oleh bank sendiri sebagai
suatu penanaman dana bai menghasilkan (non earing assets). Dalam memilih alternatif
penanaman dana tersebut, tentunya bank disamping memperhitungkan segi hasilnya
(keuntungan) juga harus memperhitungkan besar resikonya. Penanaman dana bank
dapat dilakukan dalam bentuk pinjaman atau kredit, penanaman dalam bentuk
surat-surat berharga, penyertaan dan penanaman dalam harta tetap atau inventaris.
Jasa-jasa Perbankan
Universitas Gunadarma
Sebagaimana telah dijelaskan dalam UU Perbankan No. 10/1998, yang dimaksud
dengan bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dalam memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Dengan demikian usaha pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan (jasa
perbankan) dalam penanaman dana seperti yang telah diuraikan di atas, sedangkan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran terdiri dari lalu lintas pembayaran dalam negeri
dan lalu lintas pembayaran luar negeri. Lalu lintas pembayaran Dalam Negeri dapat
berupa : Penerimaan uang ( transfer ), Inkaso (collection) dan Pembukaan Letter of
Credit Dalam Negeri (L/C DN). Lalu lintas pembayaran Luar Negeri dapat berupa
Pembukaan L/C Luar Negeri (L/C LN) yaitu suatu cara pembayaran dalam
perdagangan luar negeri dengan penarikan suatu wesel dalam suatu jumlah yang telah
ditentukan dan Inkaso (collection) yaitu warkat-warkat yang dapat diinkasokan dari
dan ke luar negeri berupa wesel bank (bank draft), cek terbatas (limited cheque), cek
perusahaan (company cheque), cek perorangan (personal cheque), cek kasir (chasier
cheque), pesanan dana internasional (international money order), cek peerjalanan /
turis (travellers cheque) yang telah ditandatangani oleh pemiliknya ataupun
warkat-warkat berharga valuta asing lainnya, yang belum/ tidak dapat segera
ditunaikan pada bank, melainkan harus diinkasokan / ditagih dana / coveernya terlebih
dahulu dari bank tertarik (drawee bank).
Jasa-jasa bank lainnya dapat berupa : Jual beli cek perjalanan / turis (travellers
cheque), Jual-beli uang kertas (bank note), Kartu kredit (credit card), Bank garansi
artinya garansi atau jaminan yang diberikan oleh bank, Aktivitas jual-beli surat
berharga, Kotak pengaman simpanan (safe deposit box), Jual beli atau perdagangan
valuta asing, Transaksi dalam perdagangan valuta asing, Pengawas di bidang
penerbitan obligasi, Penanggung di bidang penerbitan obligasi, Penjamin emisi efek
(underwriting), Pengesahan (endosement) dan Mendiskonto.
Fungsi dan Peranan Bank Indonesia
Keberadaan Bank sentral yang independen di Indonesia merupakan suatu pra
syarat untuk dapat dilakukannya pengendalian moneter yang efektif dan efisien.
Universitas Gunadarma
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah diundangkan
pada tanggal 17 Mei 1999 diharapkan dapat menjadi landasan yang kokoh bagi
terselenggaranya bank sentral yang efektif.
Bank Indonesia adalah badan hukum, dimana pengertian badan hukum disini
meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Dalam kedudukannya sebagai
badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan yang mengikat
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagai badan
hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri didalam
dan diluar pengadilan.
Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan
yang khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia tetapi tidak sejajar
dengan DPR, MA, BPK atau pun presiden, namun dalam pelaksanaan tugasnya Bank
Indonesia mempunyai hubungan kerja dengan DPR, BPK serta pemerintah.
Esensi dari status dan kedudukan Bank Indonesia ini adalah agar pelaksanaan tugas
Bank Indonesia dapat lebih efektif. Implikasi Bank Indonesia harus lebih transparan
dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi dan nilai tukar.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga)
tugas utama yaitu: menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi Bank.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka melaksanakan tugasnya mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan
dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan perbankan yang memuat
prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan bank oleh Bank Indonesia terdiri dari
pengawasan langsung dan tidak langsung.
Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan
Universitas Gunadarma
kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/ atau membahayakan perekonomian
nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang perbankan yang berlaku. Tugas mengawasi bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan
dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana
disebutkan akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Sepanjang
lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud belum terbentuk, tugas pengaturan
dan pengawasan Bank Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
METODE PENELITIAN
Didalam penelitian ini data dan informasi yang diperlukan sebagian besar
merupakan data kuantitatif yang diambil dari kumpulan surat keputusan Bank
Indonesia antara tahun 1993 - 2000, dari laboratorium perbankan Universitas
Gunadarma, serta dari internet pada web site Bank Indonesia. Teknis analisa data
dilakukan dengan mengkaji secara mendalam dari berbagai data yang sudah ada
dengan menggunakan Analisa Kwalitatif dan Analisa Kwantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penilaian Kesehatan Bank
Untuk menilai apakah bank itu sehat atau tidak, Bank Indonesia memberikan tata
cara melalui 3 unsur, yaitu faktor, komponen dan bobot. Faktor yang dimaksud disini
adalah permodalan kualitas aset produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Yang dimaksud dengan komponen adalah rasio CAR; rasio aktiva, dan rasio
penghapusan terhadap aktiva dikualifikasikan, manajemen umum dan manajemen
resiko, rasio laba terhadap rata-rata volume usaha dan rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasi, resiko kewajiban bersih call money terhadap aktiva dalam rupiah
dan rasio kredit terhadap dan yang diterima oleh bank dalam rupiah dan valuta asing.
Selanjutnya yang disebut dengan bobot, Bank Indonesia membuat kategori dalam
persentase.
Universitas Gunadarma
Capital Adequacy Ratio/ CAR yang sudah ditentukan Bank Indonesia adalah 8
(delapan) persen, ternyata belum disanggupi oleh sebagian banyak pemilik bank.
Karena para pemegang saham perbankan nasional saat ini diperkirakan enggan
menyuntikan dana guna menambah modal. Hal itu disebabkan investasi dibidang
perbankan sangat berisiko ditengah situasi ekonomi makro yang belum pulih, sehingga
tingkat rentabilitasnya sangat rendah. Disamping itu juga terkait erat dengan kondisi
ekonomi yang belum memungkinkan dunia perbankan berkembang baik, karena saat
ini aturan bank semakin ketat, rambu-rambu makin banyak namun rentabilitasnya
kecil. Dan buruknya iklim usaha menyebabkan ekspansi kredit tidak bertambah.
Sehingga pemegang saham berfikir lebih baik dananya untuk investasi di sektor lain.
Menurut pengamat dan praktisi perbankan, Rijanto Sastroatmodjo ada sekitar 20
bank yang tidak sanggup memenuhi ketentuan rasio kecukupan modal.
Selain faktor-faktor yang sudah dijelaskan diatas, faktor lain yang terkait dengan
komponen penilaian adalah masalah Legal Lending Limit (BMPK), yaitu batas
maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh Bank kepada
peminjam atau kelompok peminjam tertentu. Penyediaan dana adalah pemberian
fasilitas kredit, fasilitas jaminan, pembelian surat berharga atau hal yang serupa, yang
dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau kelompok peminjam.
BMPK bagi satu peminjam dan bagi satu kelompok peminjam yaitu 20 % dari
modal bank. Sejak akhir Maret 1997, ketentuan 20 % dari modal disetor bank ini harus
dipenuhi oleh bank-bank yang memberikan kredit. Sedangkan BMPK bagi
pihak-pihak yang terkait dengan bank, baik untuk satu peminjam maupun keseluruhan,
setinggi-tingginya 10 % dari modal bank.
Selain faktor BMPK, juga ada faktor posisi Devisa Netto, serta faktor judgement
yang mencakup perselisihan intern, windows dressing, praktek dalam bank,
konsistensi pelaporan, dan lain-lain.
2. Perbandingan Sistem Penilaian Tahun 1993 dan tahun 1997
Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
pernah beberapa kali terjadi perubahan. Misalnya tata cara penilaian tahun 1993 dan
Universitas Gunadarma
tahun 1997 yang memang menjadi bahan penulisan bagi penulis dalam menyusun
penelitian ini.
Dalam
ketentuan
tahun
1993
dan
tahun
1997,
disamping
terdapat
persamaan-persamaan isi dan jumlah pasal dalam artian tidak ada perubahan juga
tentunya terdapat perbedaan-perbedaan isi dan jumlah pasal (ada perubahan) secara
garis besarnya dapat dapat penulis dapat kemukakan bahwa peraturan (ketentuan)
tahun 1993 seluruh pasal berjumlah 9 pasal yang terdiri dari 9 ayat, sedangkan
peraturan (ketentuan) tahun 1997 seluruh pasal ada 16 dan ayatnya berjumlah 35.
Disamping ini peraturan tahun 1993 tidak terbagi atas bab per bab, tetapi langsung
pasal demi pasal yang terbagi atas ayat demi ayat sedangkan peraturan tahun 1997
terbagi atas bab per bab, yaitu terdiri atas 4 bab. Bab I tentang ketentuan umum terdiri
atas pasal 1 sampai dengan pasal 6. Bab II yaitu mengenai pelaksanaan penilaian yang
dimulai dari pasal 7 sampai dengan pasal 12 (6 pasal). Bab III tentang hasil penilaian
yang terdiri hanya satu pasal saja, yaitu pasal 13. Sedangkan bab IV yaitu merupakan
bab penutup terdiri dari pasal 14 sampai dengan pasal 16.
2.1 Tata Cara Umum
Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik
pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia
selaku pembina dan pengawas bank. Untuk mengetahui tingkat kesehatan suatu bank
maka kita harus mengetahui tata cara penilaiannya.
Surat keputusan tahun 1993 terdiri atas dua (2) ayat sedangkan surat keputusan
tahun 1997 tidak terbagi atas ayat-ayat, tetapi hanya berupa isi pasal saja dan diawali
dengan Bab I sebagai ketentuan Umum.
Pada dasaranya perubahan-perubahan yang terjadi pada pasal 1 hanya pada letak
pasalnya saja, karean isi dari pasal 1 tahun 1993 tetap berlaku di tahun 1997 hanya saja
letaknya bukan di pasal 1 lagi, tetapi berubah menjadi pasal 2, sedangkan isi dari pasal
1 tahun 1997 adalah pengertian dari pada bank dan tambahannya adalah bahwa pasal 1
termasuk pada bab 1 tentang ketentuan umum. Jadi pada pasal 1 dapat penulis jelaskan
bahwa
pada
dasarnya
tidak
ada
pengaruh
yang
sangat
berarti
atas
Universitas Gunadarma
perubahan-perubahan tersebut.
Didalam surat keputusan 1997 ternyata isi ayatnya menjadi 3 karena pada tahun
1993 hanya 2 ayat saja itupun terletak pada pasal 1. Ayat tambahan pada pasal 2 yaitu
ayat ayat (3) tahun 1997 ini menjelaskan bahwa setiap faktor yang dinilai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) terdiri atas beberapa komponen, ternyata terdapat perubahan
pada faktor komponen manajemen beserta bobotnya. Pada tahun 1993 pada faktor
manajemen komponen nya terdiri atas 5 (lima) bagian . Sedangkan ketentuan tahun
1997 faktor komponen manajemen dipersingkat (dipersempit) menjadi dua bagian
saja.
Perubahan yang terjadi pada ayat-ayatnya, yaitu dimana ketentuan tahun 1993
terdiri dari 3 ayat sedangkan tahun 1997 tidak memakai ayat, jadi ketentuan tahun 1997
lebih singkat dan padat.
Didalam pasal 5 ketentuan tahun 1997, ini pasal tidak ada yang berubah, jadi tetap
seperti ketentuan pasal 4 tahun 1993, yaitu terdiri dari 2 ayat. Begitu pula dengan
ketentuan tahun 1993 berlaku ditahun 1997 tetapi menjadi pasal 6 adapun empat
predikat tingkat kesehatan bank sebagai berikut :
a. Predikat sehat, antara nilai kredit 81 sampai dengan 100
b. Predikat cukup sehat, antara nilai kredit 66 sampai dengan 81
c. Predikat kurang, antara nilai kredit 51 sampai dengan 66
d. Predikat tidak sehat antara nilai kredit 0 sampai dengan 51
Ketentuan tahun 1993 menjelaskan tentang belum berlakunya surat keputusan
tersebut bagi jenis Bank Perkreditan Rakyat Tertentu. Sedangkan ketentuan tahun
1997 merupakan pengalihan dari pasal 5 tahun 1993, jadi untuk isi pasalnya tidak ada
yang berubah hanya letaknya saja. Bahkan ditahun 1997 bertambah satu abjad yaitu f,
karena tahun 1993 diawali dari a sampai e saja.
2.2. Penilaian Modal
Didalam aspek permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan
kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank penilaian tersebut didasarkan
kepada CAR (capital Adeqnaci Ratio) yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
Universitas Gunadarma
Perbandingan ratio tersebut adalah rasio modal terhadap aktiva ketimbang menurut
resiko (ATMR) dan sesuai dengan ketentuan pemerintah CAR. Tahun 1999 minimal
harus 8 %.Penilaian permodalan tersebut secara lengkapnya dapat dilihat pada pasal 7
surat keputusan Bank Indonesia nomor 30 tahun 1997 dihalaman lampiran.
2.3. Penilaian Kwalitas aktiva produktif
Didalam aspek kwalitas aktiva produktif ini yang dinilai adalah jenis-jenis aset
yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan Bank Indonesia
dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang dikalkulasikan. Rasio ini
dapat dilihat dengan neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank
Indonesia. Hanya saja ketentuan rasio PPAP tahun 1993 yang sebesar 1,5 % untuk
setiap kenaikan ditahun 1997 berubah menjadi 1 %.
2.4. Penilaian Faktor Manajemen
Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kwalitas manajemennya.
Kwalitas manajemen dapat dilihat dari kwalitas manajemen dalam bekerja, Kwalitas
manajemen juga di lihat dari pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam
menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi dalam aspek ini yang dinilai adalah
faktor manajemen umum dan faktor manajemen resiko.
Penilaian berdasarkan kepada jawaban dari 185 pertanyaan/ pernyataan yang
diajukan mengenai manajemen yang bersangkutan. Adapun pertanyaan/pernyataan
berdasarkan ketentuan tahun 1997 adalah sebagai berikut :
a.
bagi Bank Devisa sebanyak 100
b.
bagi Bank bukan Devisa sebanyak 85
Jika dibandingkan dengan ketentuan tahun 1993 terdapat perubahan pada jumlah
komponen penilaiannya. Tahun 1993 terdiri dari 5 (lima) komponen yaitu : manajemen
permodalan, manajemen kwalitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas
dan manajemen likuiditas.
2.5. Penilaian Faktor Rentabilitas
Aspek rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan
labanya apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
Universitas Gunadarma
profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang
diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Adapun penilaian terhadap faktor
rentabilitas berdasarkan pasal 10 SK BI. No. 30/1997 adalah penilaian terhadap faktor
rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu :
1) Rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha
dalam periode yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sebesar 0
% atau negatif diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0,015 % mulai dari 0
% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Untuk setiap kenaikan 0,015 %
mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2) Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap pendapatan operasional
dalam periode yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b sebesar
100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan sebesar 0,08%
nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2.6. Penilaian Faktor Likuiditas
Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat
membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito
pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak
dibiayai. Secara umum rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi
dengan hutang lancar. Untuk lebih lengkapnya mengenai penilaian faktor likuiditas ini,
maka bisa dilihat dalam ketentuan pasal 1 SK. BI. No.307 1997 yaitu :
( 1 ) Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) yaitu :
a.
Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar dalam rupiah.
Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) huruf a sebesar 100 % atau lebih dari nilai kredit 0
dan untuk setiap penurunan 1 % mulai dari 100 %.
b.
Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank, dalam rupiah dan valuta
asing. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) huruf b sebesar 115 % atau lebih diberi nilai kredit
0 dan untuk setiap penurunan 1 % mulai dari rasio 115 % nilai kredit
Universitas Gunadarma
ditambah 4 dengan maksimum 100.
( 2 ) Aktiva lancar sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) huruf a meliputi kas, giro
pada Bank Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) dan Surat Berharga Pasar
Uang ( SBPU ) yang telah di endos oleh bank lain.
( 3 ) Dana yang diterima sebagaimana yang dimaksud dalam ayat ( i ) huruf b
meliputi:
a. Kredit Likuiditas Bank Indonesia
b. Giro, deposito dan tabungan masyarakat
c. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan dan tidak
termasuk pinjaman sub ordinasi.
d. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3
bulan.
e. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3
bulan.
f. Modal inti dan modal pinjaman.
2.7. Penilaian faktor-faktor ketentuan lain.
Semua aspek penilaian diatas dikenal dengan penilaian analisis CAMEL (Capital,
Aset, Management, Earning dan Liquidity). Disamping dengan penilaian analisis
CAMEL yang juga mempengaruhi hasil penilaian terhadap kesehatan Bank adalah
penilaian terhadap :
-
Pelanggaran ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering
disebut Legal Lending Limit.
-
Pelanggaran Posisi Devisa Netto (PDN).
3.
Analisa Kondisi Perbankan sebelum dan sesudah Penerapan Sistem
Penilaian Tahun 1993 - 1997
Paket Oktober 1998 (Pakto 88) merupakan salah satu tonggak yang penting dalam
perkembangan perbankan di Indonesia yang mendorong pertumbuhan jumlah bank
yang relatif pesat, melalui kemudahan prosedur perizinan pendirian bank, persyaratan
pemodalan yang diperingan, serta peraturan perbankan yang lebih longgar. Setiap
Universitas Gunadarma
individu atau badan usaha di Indonesia memperoleh kesempatan dan kemudahan besar
untuk mendirikan sebuah bank. Sampai Oktober 1988, tercatat jumlah bank di
Indonesia sebanyak 124 buah yang meningkat menjadi 238 buah bank yang pada akhir
tahun 1997, atau terjadi peningkatan sebesar 192 persen. Secara kuantitas,
pertumbuhan yang luar biasa tersebut tentunya menunjukkan keberhasilan pakto
tersebut yang tujuannya adalah untuk meningkatkan peran dana masyarakat dalam
pembangunan melalui sektor perbankan yang tangguh yang berlandaskan prinsip
kehati-hatian (prudential banking).
Berdasarkan angka-angka sumber dan penggunaan dana bank, sektor perbankan
telah menunjukkan keberhasilannya dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan peran
serta dana masyarakat dalam negeri dalam pembiayaan pembangunan.
Namun walaupun perkembangan sektor perbankan tersebut menunjukkan
perkembangan luar biasa secara kuantitatif setelah Pakto 1988, ternyata tidak dibarengi
dengan peningkatan kualitas pengelolaan perbankan, sehingga perekonomian
Indonesia mulai mengalami goncangan yang diawali dengan adanya krisis moneter
yang sampai sekarang belum menunjukkan perbaikan. Sektor perbankan mengalami
goncangan yang berat dan menjadi sorotan utama dalam krisis ini, yang ditandai
dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan dengan
sering terjadinya penarikan dan penagihan dana besar-besaran. Dengan adanya
booming bank maka terjadi kesulitan likuidasi, kesalahan pengelolaan valuta asing,
peningkatan kredit bermasalah, alokasi kredit yang menyalahi legal lending limit atau
persyaratan permodalan yang sangat rendah.
Berbagai masalah tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan
mengenai tata cara penilaian kesehatan bank melalui Paket Pebruari 1991 yang
disempurnakan dengan Paket Mei 1993. Askep-askep yang tercakup dalam sistem
penilaian tersebut secara umum meliputi:
1. Analisis CAMEL, yaitu menyangkut aspek permodalan (Capital), aspek kualitas
kekayaan bank (Asset), aspek pengelolaan operasional bank
(Management),
aspek profitabilitas bank ( Earing) dan aspek likuiditas bank (Liquidity).
Universitas Gunadarma
2. Faktor penambah atau pengurang yang terdiri dari persyaratan, kredit ekspor,
Kredit Usaha Kecil (KUK), Legal Lending Limit dan Posisi Devisa Netto.
3. Faktor judgement yang mencakup perselisihan intern, Windows dressing, praktek
bank dalam bank, konsistensi pelaporan, dan lain-lain.
•
Peningkatan Biaya dana dan Interest Spread
Walaupun rambu-rambu praktek perbankan yang sehat dan hati-hati tersebut relatif
sudah baik, tetapi dalam kenyataannya masih terdapat berbagai masalah-masalah
praktek perbankan yang menunjukkan kinerja bank nasional yang masih rendah.
Booming bank menyebabkan terjadinya perang tingkat suku bunga yang mendorong
semakin mahalnya biaya dana bank sehingga menghambat ekspansi dunia usaha.
Booming bank setelah pakto 1988 menyebabkan tingkat persaingan antar bank
dalam memobilisasi dan menyalurkan dana semakin meningkat. Kondisi persaingan
tersebut mendongkrak tingkat bunga simpanan masyarakat dibank. Perang tingkat
suku bunga tersebut disertai dengan iming-iming hadiah, yang pada prinsipnya akan
dibebankan kembali melalui metode perhitungan Cost of fund, kepada masyarakat
yang memanfaatkan kredit yang disalurkan oleh bank.
Perbedaan tingkat suku bunga simpanan dengan tingkat suku bunga kredit di kenal
dengan interest spread, merupakan salah satu ukuran efisiensi perbankan. Semakin
besar perbedaan tersebut menunjukkan semakin tidak efisien bank tersebut pada
tingkat profit margin yang tetap.
•
Kecukupan Modal Bank
Persyaratan kecukupan modal merupakan masalah yang fundamental bagi
perbankan, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai agent of trust dan
international trust. Kriteria yang digunakan untuk kemampuan kecukupan modal
menurut peraturan BI untuk penilaian kesehatan bank pada Paket Mei 1993 yang
mengacu pada Bank for International Settlement (BIS) adalah Capital Adequacy Ratio
(CAR).
Secara matematis, sebuah bank yang sumber dan penyalurannya dananya
Universitas Gunadarma
meningkat tanpa dibarengi penambahan modal akan mengakibatkan nilai CAR-nya
menurun. Atau semakin berisiko investasi bank maka harus di imbangi dengan
kenaikan kecukupan modalnya. Nilai CAR minimal yang harus dipenuhi bank di
Indonesia sampai tahun 1993 adalah sebesar 8 persen. Kondisi nilai CAR perbankan
Indonesia sampai tahun 1991 dapat dilihat pada gambar 3. Terlihat bahwa kemampuan
pemodalan perbankan nasional masih relatif rendah, yang 61 persen diantaranya
mempunyai CAR yang kurang dari 8 persen.
• Loan To Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan rasio antara total kredit yang disalurkan dengan dana masyarakat
yang dimobilisasi. Semakin tinggi jumlah kredit yang disalurkan dengan dana
masyarakat yang tetap, maka nilai LDR bank tersebut akan meningkat. Nilai LDR yang
tinggi (dan juga likuiditas rendah).
Selain masalah tingginya biaya dana yang dipengaruhi tingkat suku bunga kredit
yang sudah dijelaskan sebelumnya, masalah lain yang terkait dengan perkreditan
perbankan adalah kemampuan analisis kredit yang masih rendah dan ketidakadilan
dalam pengalokasiannya. Kedua faktor tersebut memberikan sumbangan yang besar
terhadap kredit macet.
Masalah lain yang lebih erat adalah pelanggaran batas maksimum pemberian kredit
(legal lending limit), yang menurut Paket Mei 1993 ditetapkan sebesar 10 persen
terhadap modal bank untuk debitur atau kelompok debitur yang terkait dengan bank,
dan 20 persen untuk debitur/kelompok debitur yang terkait dengan bank. Parahnya
pelanggaran
tersebut
menyebabkan
otoritas
moneter
memberikan
toleransi
pemberlakuan aturan selama 5 tahun, atau mulai berlaku pada tahun 1998 sekarang.
Ada kecenderungan setiap bank menyalurkan kreditnya ke kelompoknya sendiri
dengan jumlah yang relatif besar. Contoh klasik pelanggaran legal lending limit adalah
kredit yang disalurkan BAPINDO sebesar 800 milyar rupiah kesalah satu debiturnya.
Secara teknis perbankan, penyaluran kredit itu seharusnya adalah maksimal sebesar
120 milyar (20 persen dari modal BAPINDO sebesar 600 milyar).
Universitas Gunadarma
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap data-data yang diperoleh, maka
dapat disimpulan sebagai berikut :
1. Untuk menilai apakah bank itu sehat atau tidak, Bank Indonesia memberikan
tatacara penilaian tingkat kesehatan bank melalui 3 (tiga) unsur, yaitu faktor,
komponen dan bobot. Faktornya adalah permodalan, kualitas asset produktif,
manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Komponennya adalah rasio CAR, rasio
aktiva dan rasio penghapusan terhadap aktiva yang dikualifikasikan, manajemen
umum dan manajemen resiko, rasio laba terhadap rata-rata volume usaha dan rasio
biaya operasional terhadap pendapatan operasi, rasio kewajiban bersih call money
terhadapaktivalancardalam rupiah dan rasio kredit dan valuta asing. Dan bobotnya,
Bank Indonesia membuat kategori dalam presentase untuk setiap komponen
penilaian.
2. Ternyata setelah diberlakukan sistem penilaian kesehatan bank, baik melalui paket
Mei 1993 ataupun melalui paket April 1997 tatacara penilaian tingkat kesehatan
bank belum banyak disanggupi dan dilaksanakan dengan efektif oleh para pemilik
bank.
3. Evaluasi kondisi perbankan di Indonesia, menunjukkan bahwa walaupun
rambu-rambu pengawasan bank sudah tersedia, perkembangan perbankan
Indonesia belum menunjukkan kinerja yang baik. Terlepas dari aspek penegakan
hokum dan kemandirian bank sentral dalam membuat kebijakan moneter, sistem
penilaian kesehatan belum bias mewujudkan perbankan nasional yang tangguh
dan sehat.
Universitas Gunadarma
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. Ekonomi Moneter. Penerbit BPFE, Yogyakarta, 1998.
Cathcart, Charles D. Money Credit and Economy Activity, Richard D Irwin, Inc,
Illinouis, 1982.
• Undang-undang Bank Indonesia 1999. Sinar Grafika, Jakarta, 1999.
• Undang-undang Perbankan. Sinar Grafika, Jakarta, 1999.
• Perkembangan Perbankan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta, 2000.
• Evaluasi Kebijakan dan Perkembangan.Bank Indonesia, Jakarta 2000.
• Perkembangan Ekonomi dan Moneter. Bank Indonesia, Jakarta, 1997.
• Indikator Ekonomi Indonesia. BPS, Jakarta, 1998.
Universitas Gunadarma
Download