BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Emosi 2.1.1. Pengertian Emosi Emosi bedasarkan etimologis berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang memiliki pengertian bergerak atau menggerakkan, yang kemudian diberikan tambahan “e-“ sehingga memiliki arti “bergerak menjauh”. Emosi juga merupakan kata serapan dari bahasa inggris yaitu “Emotion” yang memiliki arti menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Walgito (2003) menjelaskan bahwa emosi adalah keadaan yang ditimbulkan dari situasi tertentu, dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya untuk mengarah atau menghindar terhadap sesuatu hal yang terjadi selain itu juga emosi biasanya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang mengalami emosi. Santrock (2007) menyatakan emosi seringkali disamaartikan dengan perasaan atau afek yang melibatkan gabungan antara keterbangkitan fisik (physical arousal) dan perilaku nyata (overt behavior). Emosi merupakan interpretasi terhadap suatu kejadian. Proses emosi dimulai ketika seorang individu memberikan makna secara pribadi terhadap kejadian. Situasi yang sama belum tentu akan menghasilkan emosi yang sama karena tergantung kepada pemaknaan seseorang terhadap situasi tersebut (Mendatu, 2007). 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Sedangkan Lazarus (dalam Yuyun, 2011) mendefinisikan emosi positif sebagai emosi yang sesuai atau sejalan (congruent) dengan tujuan seseorang , misalnya emosi senang atau cinta, dan sebaliknya emosi negatif tidak sejalan (incongruent) dengan tujuan seseorang, misalnya marah atau sedih. Setelah itu Morgan (dalam Yuyun, 2011) menambahkan emosi juga dapat menyebabkan seseorang terlibat masalah jika emosi yang dirasakan terlalu kuat dan mudah terbangkitkan. Intensitas emosi yang terlalu tinggi bisa membuat seseorang tidak dapat mengekspresikan emosinya secara adaptif. Seorang individu dapat mengekspresikan emosinya secara adaptif dengan melakukan pengendalian emosi (regulasi emosi). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah satu respon terhadap suatu situasi tertentu yang membuat seseorang mengarahkan atau menghindar terhadap suatu hal yang terjadi. Emosi juga merupakan cara seseorang menginterpretasikan suatu kejadian lewat pemaknaan bedasarkan pengalaman akan situasi tersebut. 2.1.2. Jenis-jenis emosi Menurut Plutchik (dalam Walgito, 2003) emosi dibagi menjadi beberapa emosi dasar, yaitu antisipasi (anticipation), kegembiraan (joy), penerimaan (acceptance), terkejut (surprise), takut (fear), sedih (sadness), jijik (disgust), yang digambarkan pada sebuah lingkaran berbentuk roda bersama dengan emosiemosi campuran yang dapat sangat beragam. 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Mendatu (2007) membagi emosi berdasarkan nilai positif dan negatif, emosi-emosi tersebut yaitu: 1. Emosi Positif. Emosi positif berperan dalam memicu munculnya kesejahteraan emosional dan dapat memfasilitasi pengaturan emosi negatif. Yang termasuk emosi positif adalah sayang, suka, cinta, bahagia, gembira, bangga, senang dan lain sebagainya. 2. Emosi Negatif. Emosi negatif menghasilkan permasalahan yang menganggu seseorang individu maupun orang-orang lain. Yang termasuk emosi negatif adalah sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik, takut, curiga dan lain sebagainya. Berdasarkan pada pengertian emosi positif dan negatif menurut Mendatu, dijelaskan kembali jenis-jenis emosi secara lebih rinci oleh Lazarus (dalam Yuhana, 2007), yaitu: 1. Emosi Positif a. Happiness. Perasaan senang yang dirasakan seorang individu yang disebabkan karena individu tersebut karena berhasil mencapai sutu tujuan, berhasil mendapatkan sesuatu yang diidam-idamkan dan lain sebagainya. b. Pride. Perasaan bangga yang dirasakan individu yang timbul karena berhasil mencapai sesuatu dan pencapaiannya tersebut dihargai kelaurga dan masyarakat luas. c. Relief. Perasaan lega yang dialami seorang individu karena kondisi yang menimbulkan rasa menimbulkan rasa yang lebih baik. 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ stress telah hilang dan d. Love. Perasaan cinta dan kasih sayang yang dirasakan seorang individu yang ditunjukan dengan cara berusaha untuk selalu ada, ingin membahagiakan seseorang yang dicintainya. e. Compassion. Perasaan kasihan yang timbul dari seorang individu serta dirinya berusaha untuk memberikan pertolongan untuk meringankan penderitaan orang lain. 2. Emosi Negatif a. Anger. Adalah perasaan marah yang dirasakan individu ketika dirinya mengalami keadaan yang tidak sesuai, mendapat penghinaan, harapan-harapan yang tidak terpenuhi, kegagalan dan penyebab lainnya. b. Anxiety. Adalah perasaan cemas yang dialami seorang individu yang biasanya timbul justru sebelum suatu hal benar-benar terjadi, karena dirinya merasa tidak mampu serta tidak berdaya. c. Guilt. Adalah perasaan bersalah yang dimiliki seorang individu yang biasanya disebabkan oleh suatu pelanggaran nilai-nilai yang berlaku umum serta menjadi norma. d. Fright. Perasaan takut yang timbul karena seorang individu mengalami hal yang tidak mengenakan dan menimbulkan ketidaknyaman pada diri individu tersebut. Hal ini seperti mendengarkan informasi yang menimbulkan tekanan perasaan, mendengar kabar diri atau orang terdekat mengidap suatu penyakit berat. Ketakutan akan kematian akan dirasakan pada saat tersebut. Biasanya seorang yang merasa takut akan menjadi pucat, gemetar, dan mengeluarkan banyak keringat. 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ e. Sadness. Adalah perasaan sedih karena kehilangan sesuatu yang pada umumnya tidak dapat lagi digantikan. Biasanya seorang yang merasakan sedih akan menangis, termenung, serta kehilangan gairah hidupnya. f. Shame. Perasaan malu yang dirasakan seorang individu karena gagal memenuhi apa yang telah dikatakannya atau keinginannya. Atau perasaan ketika seseorang mendengarkan perkataan negative tentang dirinya didepan umum. g. Jealousy. Perasaan yang hadir ketika seseorang merasa kasih sayang yang diberikan seseorang terbagi karena adanya pihak ketika yang mampu mengalihkan perasaan orang yang tadinya memberikan kasih sayang. h. Envy. Perasaan iri hati yang dirasakan seorang individu karena merasa orang lain mampu memiliki dan melakukan sesuatu yang lebih baik dari dirinya. i. Disgust. Perasaan jijik seorang individu ketika berdekatan dengan orang lain karena suatu hal yang tidak disukai atau tidak diharapkan ternyata ada dalam diri orang lain tersebut. 2.2. Regulasi Emosi 2.2.1. Pengertian regulasi emosi Regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan (regulate feeling), reaksi fisiologis (regulate physiology), kognisi yang 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ berhubungan dengan emosi (emotion-related cognitions), dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (emotion-related behavior) (Shaffer dalam Ikhwanisifa, 2008). Sementara itu, Gross (dalam Ikhwanisifa, 2008 ) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif. Gross (dalam Yuhana, 2007) juga mengatakan bahwa regulasi emosi yang dilakukan seorang individu mempengaruhi proses mentalnya dalam hal ini mencakup ingatan dan pengambilan keputusan untuk melakukan tingkah laku yang nyata yaitu tingkah laku menolong. Dengan demikian regulasi emosi sangat penting dilakukan karena beberapa bagian dari otak seorang manusia menginginkan untuk melakukan sesuatu pada situasi tertentu tetapi bagian otak yang lain tidak mengaharapkan hal tersebut terjadi karena menilai hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi nyata sehingga hal ini membuat seorang individu melakukan tindakan yang lain atau malah tidak melakukan tindakan sama sekali. Selain itu regulasi emosi juga dapat membedakan individu yang satu dengan individu yang lain dimana dalam situasi darurat seorang individu dapat memilih untuk tetap tenang atau menjadi gelisah dan tidak tenang (Gross dalam Yuhana, 2007). Regulasi emosi melibatkan waktu, jarak dan durasi dalam merespon sesuatu yang ditimbulkan oleh rangsangan, hal ini disebabkan karena emosi 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ adalah suatu proses yang bersifat multikomponensial (memiliki banyak komponen seperti proses fisiologis, kognitif dan tingkah laku) (Gross dalam Yuhana, 2007). Berdasarkan pengertian-pengertian regulasi diatas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan suatu proses pergantian atau pengalihan emosi tertentu menjadi emosi yang lain hal ini dikarenakan emosi tersebut tidak sesuai untuk ditampilkan dalam situasi yang terjadi pada keadaan nyata. 2.2.2. Dimensi-dimensi dalam regulasi emosi Garnefski (dalam Yuhana, 2007) menyebutkan bahwa saat menghadapi suatu masalah, seorang individu akan menciptakan pemikiran yang dibentuk berdasarkan pengalaman dan pemahamannya dalam memaknai suatu masalah yang disebut dimensi emosi. Dimensi emosi tersebut dibagi menjadi dua jenis,yaitu: a. Positive-focused cognitive emotion regulation, yang terdiri dari: • Acceptance. Yaitu pemikiran untuk menerima apa yang telah dialami dan pasrah atas apa yang telah terjadi. • Refocus on planning. Yaitu individu memikirkan langkah apa yang akan diambil dan bagaimana menghadapi peristiwa negatif. • Posittif refocusing. Memfokuskan pada hal-hal positif untuk mengurangi pemikiran mengenai kejadian yang sebenarnya. • Positif reappraisal. Pemikiran tentang memberikan makna positif atas peristiwa yang terjadi atau pengambilan hikmah dari peristiwa yang terjadi. Regulasi emosi ini berkorelasi positif dengan optimisme dan self esteem. 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ • Putting into perspective. Yaitu pemikiran bahwa peristiwa tersebut bukanlah suatu hal yang serius atau membandingkan dengan peristiwa lain. Negative-focused cognitive emotion regulation • Self blame. Yaitu pemikiran menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah dialami oleh seseorang. • Blaming others. Pemikiran yang menyalahkan orang lain terhadap kejadian tidak mengenakkan yang terjadi pada seseorang. • Rumination atau focus on thought. Memikirkan mengenai perasaan atau pikiran yang berhubungan dengan peristiwa negatif, tipe regulasi emosi ini berasosiasi dengan depresi. • Catatrosphizing. Yaitu pemikiran yang menekankan bahwa peristiwa tersebut merupakan pengalaman paling buruk yang pernah terjadi. Pada orang-orang yang tidak memiliki masalah psikologis, positivefocused cognitive emotion regulation lebih sering dipakai daripada negativefocused cognitive emotion regulation (Garnefski, et,al., dalam Yuhana, 2007). 2.2.3. Strategi-strategi regulasi emosi Gross (dalam Yuhana, 2007) menyebutkan untuk memahami perbedaan atau variasi individual yang mungkin muncul dalam meregulasi emosi terdapat lima (5) strategi emosi spesifik dari proses regulasi emosi, strategi-strategi tersebut berbeda dalam proses produksi emosi menjadi sebuah perilaku, yaitu: 1. Pemilihan stuasi (situation selection) seorang individu bermaksud untuk mendekati atau menghindari orang, tempat, atau objek tertentu yang dapat mempengaruhi emosi individu. Pada umumnya seorang individu 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ mencari situasi yang konsisten dengan kecenderungan yang dimiliki. Contoh menghindar adalah: saat seorang istri meminta suaminya untuk menemaninya ke dokter, sang suami akan menghindar karena sebenarnya dirinya takut pada dokter. 2. Modifikasi situasi (situation modivication) merupakan usaha-usaha aktif yang dilakukan seorang individu untuk mengubah situasi yang dialami. Sebuah situasi akan “diciptakan” untuk memodifikasi dampak-dampak emosional yang mungkin ditimbulkan. Hal ini dilakukan untuk mengubah dampak emosi dari suatu situasi. Misalnya ketika seorang istri menceritakan kemungkinan dirinya menderita kanker, sang suami yang sebenarnya takut akan hal itu benar-benar jadi kenyataan akan bersikap seperti tidak mendengarkan keluhan istri atau meminta istrinya mengganti topik pembicaraan. 3. Pengoperasian Atensi (attensinal deployment) digunakan untuk memilih suatu aspek dari situasi yang sedang menjadi focus seorang individu.bentuk khusus dari pengoperasian atensi ini ada tiga, yaitu distraksi, konsentrasi, dan refleksi. Distrasi dilakukan individu dalam usaha memfokuskan kembali perhatian terhadap aspek non-emosional dari situasi atau mengalihkan perhatian dari situasi tersebut. Misalnya, U mengalihkan padangannya ke tempat lain ketika diajak berbicara serius dengan seseorang. Pada konsentrasi, seorang individu menciptakan sebuah keadaaan akhir dari peristiwa yang dialaminya, sedangkan refleksi melibatkan pemfokusan perhatian dalam hal perasaan-perasaan yang dialami dan konsekuensinya. 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4. Perubahan kognitif (cognitive change) digunakan seorang individu untuk memilih salah satu dari beberapa makna yang mungkin akan dikenakan pada aspek yang dipilih. Misalnya saat B mendampingi istrinya memeriksakan kondisi tubuhnya, B mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa apa yang akan dijalani istrinya adalah suatu pemeriksaan kesehatan yang biasa dan hasilnya akan baik-baik saja. Pemberian makna ini penting karena mempengaruhi pengalaman, kecenderungan respon tingkah laku, serta fisiologis yang akan dihasilkan pada situasi tertentu. 5. Modifikasi respon (response modification) merupakan usaha-usaha untuk mempengaruhi kecendrungan respon emosi saat emosi sudah muncul. Misalnya, A memodifikasi perasaan sedihnya saat melihat orang terdekatnya sakit dengan berusaha terlihat tegar dihadapannya. Pada level yang paling umum, Gross (dalam Yuhana, 2007) menggolongkan empat komponen pertama sebagai strategi regulasi emosi yang berfokus pada stimulus pencetus emosi (antencedent-focused strategy). Sedangkan, komponen terakhir digolongkan sebagai strategi regulasi emosi yang berfokus pada perubahan respon seorang individu mengenai emosi yang ingin ditampilkan (response-focused strategy). Antencedent-focused strategy adalah hal-hal yang dilakukan sebelum kecenderungan respon emosi individu aktif sepenuhnya dan mengubah respon tingkah laku dan respon fisiologis peripheralnya. Sedangkan response-focused strategy adalah hal-hal yang dilakukan bertepatan dengan kemunculan sebuah emosi, setelah kecenderungan respon telah diproduksi. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi Menurut Gross (dalam Yuhana, 2007) faktor internal regulasi emosi terdiri dari: 1. Tujuan Tujuan individu dalam meregulasi emosi dipengaruhi oleh perbedaan individu dalam kepercayaan mengenai penggantian dari pengalaman emosi, ekspresi, dan respon fisiologis dalam situasi tertentu. 2. Strategi Strategi ini berhubungan dengan seberapa sering individu berusaha untuk meregulasi emosinya dengan berbagai cara-cara tertentu. Setelah itu dilihat seberapa sering individu menggunakan strategi regulasi khusus untuk mencapai tujuan dan regulasi emosinya. 3. Kemampuan Kemampuan ini berhubungan dengan jangkauan tingkah laku regulasi emosi dalam diri individu yang dapat ditunjukkan individu. Selain faktor diatas, ada beberapa faktor internal lain yang mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu : a. Usia Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi, dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol (Maider dalam Coon, 2005). 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ b. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan gendernya. Perempuan menunjukkan sifat feminimnya dengan mengekspresikan emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi dihubungkan dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya. Sedangkan laki-laki lebih mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan dominasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan cemas (Fischer dalam Coon, 2005). d. Kepribadian Orang yang memiliki kepribadian ‘neuroticism’ dengan ciri-ciri sensitif, moody, suka gelisah, sering merasa cemas, panik, harga diri rendah, kurang dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan coping yang efektif terhadap stres akan menunjukkan tingkat regulasi emosi yang rendah (Cohen & Armeli dalam Coon, 2005). a. Religiusitas Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah (Krause dalam Coon, 2005). 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ b. Pola Asuh Beberapa cara yang dilakukan orang tua dalam mengasuh anak dapat membentuk kemampuan anak untuk meregulasi emosinya. Parke (dalam Ikhwanisifa, 2008) mengemukakan beberapa cara orang tua mensosialisasikan emosi kepada anaknya diantaranya melalui: pendekatan tidak langsung dalam interaksi keluarga (antara anak dengan orang tua); teknik teaching dan coaching; dan mencocokkan kesempatan dalam lingkungan. c. Budaya Norma atau belief yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat mempengaruhi cara individu menerima, menerima, menilai suatu pengalaman emosi, dan menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal regulasi emosi apa yang dianggap sesuai atau culturally permissible dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi (Lazarus dalam Ikhwanisifa, 2008). 2.3. Kanker Rahim 2.3.1. Pengertian kanker rahim Menurut Maharani (2009) kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri. Selsel tersebut lalu menyusup ke jaringan sekitarnya dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, serta menyerang organ-organ yang penting dan tulang belakang. 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Lebih lanjut Maharani (2009) menjelaskan dalam keadaan normal, sel hanya akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel yang telah mati dan rusak. Sebaliknya, sel kanker akan terus melakukan pembelahan diri walaupun tidak memerlukannya. Akibat dari pembelahan sel yang abnormal ini, akan terjadi penumpukan sel dan sel-sel tersebut mendesak dan merusak jaringan normal hingga mengganggu organ yang menjadi tempatnya. Selain itu menurut Maharani (2009) rahim (uterus) adalah bagian dari suatu sistem reproduksi wanita. Kandungan berada di panggul (pelvis) diatara kandung kemih dan dubur (rectum). Bagian bawah yang sempit dari kandungan adalah mulut rahim (servix), bagian tengah yang lebar dari kandungan adalah tubuh kandungan (corpus), puncaknya yang berbentuk adalah fundus, sedangkan tabung-tabung fallopian menjulur dari setiap sisi puncak kandungan ke indung-indung telur. Dinding kandungan mempunyai dua lapisan jaringan, yaitu lapisan dalam (endometrium) dan lapisan luar (Myometrium). Kanker rahim adalah sel-sel yang abnormal yang merusak jaringan organ-organ rahim tersebut. 2.3.2. Faktor-faktor resiko kanker rahim Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang wanita berisiko menngidap kanker rahim, yaitu: 1. Umur. Kanker rahim biasanya terjadi pada wanita berusia lebih dari 50 tahun. 2. Endometrial Hyperplasia. Endometrial Hyperplasia adalah peningkatan jumlah sel-sel lapisan uterus. 3. Terapi Pengganti Hormon (Hormone Replacement Therapy). 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4. Esterogen tanpa progresterone. 5. Kegemukan dan kondisi-kondisi yang berkaitan . Tubuh membuat beberapa esterogen dalam jaringan lemak. 6. Tamoxifen. Wanita yang meminum obat tomaxifen untuk mencegah dan merawat kanker payudara beresiko mengidap kanker rahim. 7. Ras. Wanita yang berasal dari ras berkulit putih lebih beresiko terkena kanker rahim daripada wanita berkulit hitam. 8. Kanker Kolorektal. Wanita yang telah mendapat bentuk yang telah diwariskan dari kanker kolorektal beresiko yang lebih tinggi menderita kanker rahim dibandingkan wanita lainnya (Maharani, 2009). 2.3.3. Gejala-gejala kanker rahim Menurut Maharani (2009) kanker rahim biasanya terjadi setelah menopause, namun bisa juga terjadi saat ketika masa menopause dimulai. Pendarahan vagina yang tidak normal adalah gejala paling umum dari kanker rahim. Siklus menstruasi yang abnormal, pendarahan diantara dua siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami menstruasi), nyeri perut bagian bawah dan kram panggul, keluar cairan putih dan encer atu jernih (pada wanita padca menopause), nyeri atau kesulitan berkemih, nyeri ketika berhubungan seksual. 2.3.4. Diagnosis kanker rahim Menurut Maharani (2009) jika seorang perempuan mempunyai gejala-gejala terindikasi mengidap kanker rahim, dokter akan memeriksa tanda-tanda umum 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dari kesehatan dan memerintahkan tes-tes darah dan tes urine. Dokter juga akan melaksanakan lebih dari satu pemeriksaan atau tes-tes seperti berikut ini: 1. Pelvic Exam. Dokter lalu memasukan alat yang disebut speculum ke dalam vagina. 2. Pap Test. Dokter mengambil sel-sel dari leher rahim dan vagina bagian atas untuk diteliti di laboratorium medis apakah ada sel-sel yang abnormal. 3. Tranvaginal Ultrasound. Dokter memasukan sesuatu alat ke dalam vagina. 4. Biopsi. Dokter mengangkat suatu sampel jaringan dari lapisan kandungan. 2.3.5. Tingkatan dan ciri-ciri kanker rahim Bedasarkan pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat diketahui tingkatantingkatan kanker yang diidap seseorang, berikut ini adalah tingkatan atau staging pada kanker rahim: 1. Stadium I. kanker hanya berada di dalam bagian rahim, bukan di leher rahim. 2. Stadium II. Kanker telah menyebar dari bagian tubuh rahim ke leher rahim 3. Stadium III. Kanker telah menyebar keluar rahim, namun belum keluar dari pelvis dan kandung kemih. Simpul-simpul getah bening pada pelvis dimungkinkan sudah mengandung sel-sel kanker. 4. Stadium IV. Kanker telah menyebar ke kandung kemih atau menyebar melewati pelvis ke bagian-bagian tubuh lainnya (Maharani, 2009). 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.3.6. Metode pengobatan kanker rahim Pemilihan pengobatan tergantung pada ukuran tumor, stadium, pengaruh hormon terhadap pertumbuhan tumor, serta usia serta keadaan umum pengidap kanker. Berikut ini adalah metode-metode pengobatan kanker menurut Maharani (2009): 1. Pembedahan (Hysterectomy) Kebanyakan pengidap kanker rahim akan menjalani tahap pembedahan untuk mengangkat dua tuba falopy atau mengangkat juga kedua indung telur (ovarium) kanker dapat menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal nantinya kemungkinan dapat terangsang oleh esterogen yang dihasilkan ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker dalam kelenjar getah bening disekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat karena apabila sel-sel kanker ditemukan pada kelenjar getah bening kemungkinan kanker sudah menyebar ke jaringan tubuh lain. 2. Terapi penyinaran (Radiasi) Terapi ini digunakan untuk memperkecil ukuran tumor. Dilakukan dengan menggunakan sinar-sinar berenergi tinggi yang digunakan untuk membunuh selsel kanker. Radiasi adalah pengobatan pada satu area tempat tumor beserta selsel kanker berkembang. Seorang pasien pada stadium I, II dan III menggunakan radiasi dan pembendahan untuk pengobatan. Radiasi sendiri dapat dilakukan sebelum atau setelah operasi untuk memperkecil atau menghilangkan sel-sel kanker yang terdapat dalam jaringan tubuh. 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Terdapat dua jenis terapi radiasi atau penyinaran yang digunakan untuk pegobatan kanker rahim, yaitu: • Radiasi Eksternal : menggunakan sebuah mesin radiasi yang besar guna mengarahkan sinar kedaerah tumor. • Radiasi internal: menggunakan sebuah selang kecil yang mengandung senyawa zat radioaktif, yang dimasukan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari. 3. Kemoterapi Kemoterapi adalah perawatan dengan menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi disebut juga terapi sistematis (systemic therapy) karena obat-obatan yang masuk ke dalam aliran darah dapat mempengaruhi sel-sel diseluruh tubuh. Untuk pengobatan kanker serviks biasanya digabungkan dengan terapi radiasi (Maharani, 2009). 2.3.7. Efek samping pengobatan kanker rahim Menurut Maharani (2009) pengobatan kanker pada umumnya dapat merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh yang sehat, karena hal tersebut dapat terjadi efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping yang terjadi tergantung pada beberapa faktor diantaranya jenis dan luas pengobatan. Setelah menjalani histereroktomi, pengidap kanker rahim biasanya akan mengalami nyeri dan merasa sangat lelah. Kebanyakan pengidap kanker rahim akan menjalani aktifitasnya secara normal dalam waktu 4-8 minggu pasca pembedahan. Beberapa wanita mengalami mual dan muntah serta gangguan berkemih dan buang air besar (Maharani, 2009). 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Wanita yang menjalani histerektomi tidak akan mengalami menstruasi dan tidak dapat hamil lagi. Jika ovarium juga diangkat, maka pengidap kanker rahim juga akan mengalami menopause. Pada beberapa pengidap kanker rahim, histerektomi bisa mempengaruhi hubungan seksual karena beberapa dari mereka merasa kehilangan sesuatu bagian tubuh yang terkait dengan sistem reproduksi dan seksual sehingga mengalami kesulitan dalam berhubungan seksual (Maharani, 2009). Efek samping dari terapi penyinaran atau radiasi sangat tergantung pada dosis dan bagian tubuh mana yang disinari. Biasanya kulit menjadi kering dan memerah, rambut akan mengami kerontokan, nafsu makan berkurang dan lelah luar biasa. Beberapa pengidap kanker akan merasakan gatal-gatal, kekeringan dan perih pada vaginanya. Penyinaran juga menyebabkan diare dan sering berkemih. Radiasi juga menyebabkan penurunan sel darah putih (Maharani, 2009). Efek samping kemoterapi tergantung pada obat-obat khusus dan dosisnya. Obat-obatan ini mempengaruhi sel-sel kanker dan sel-sel lain yang membelah dengan cepat. Sel-sel tersebut adalah: • Sel-sel darah. Sel-sel ini melawan infeksi, membantu darah penderita agar dapat menggumpal, serta membawa oksigen keseluruh bagian tubuh. Jika obat-obat mempengaruhi sel-sel darah pengidap kanker, pengidap kanker lebih mungkin mendapat infeksi, memar dan mudah berdarah, serta merasa lemah dan lelah. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ • Sel-sel pada akar rambut. Kemoterapi dapat menyebabkan penderita kehilangan rambut. Rambut akan tumbuh kembali, namun akan tersusun dalam warna dan susunan (texture) yang berbeda. • Sel-sel melapisi saluran pencernaan, dengan kemoterapi dapat menyebabkan tidak nafsu makan, mual, muntah, diare atau luka mulut dan bibir. 2.4. Istri yang menderita kanker rahim Elvira (2009) menjelaskan seorang wanita yang berperan sebagai seorang istri saat akan memikirkan bahwa dirinya akan menghadapi kematian, padahal hal itu belum tentu terjadi karena kesembuhan tetap akan dapat diupayakan. Selanjutnya Elvira (2009) menjelaskan seorang wanita penderita kanker akan mengalami beberapa tahapan dalam proses penerimaan yaitu penyangkalan atau “denial” seperti merasa tidak percaya bahwa dirinya sedang sakit keras. Penderita akan percaya tidak percaya. Setelah itu ia masuk fase marah. Marah kepada Tuhan (Kok saya kena penyakit ini?), marah kepada diri sendiri (Memangnya saya salah apa?). Fase ketiga adalah fase bargaining atau tawar menawar. Artinya, ada satu saat penderita sudah bisa menerima bahwa dia kena kanker rahim, tapi beberapa saat kemudian (bisa 5 menit, satu jam, atau sehari kemudian) ia kembali menyangkal. Berikutnya penderita akan sampai pada fase depresi. Di fase ini penderita merasa sedih. “Ya, sudahlah, memang sudah nasib saya kena kanker, berarti sudah tidak ada harapan lagi.” Setelah depresi, barulah ia masuk fase acceptance. “Di fase ini, penderita sudah bisa menerima kondisi yang ia alami. 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Namun, dijelaskan kembali oleh Elvira (2009) meski sudah sampai fase acceptance, tak sedikit penderita yang tiba-tiba kembali lagi ke fase awal. Pemicunya bermacam-macam, dari kondisi tubuh yang tiba-tiba menurun, melihat atau membaca berita di media, melihat saudaranya sakit, dan sebagainya. Siklus atau fase kejiwaan ini lamanya berbeda-beda pada masingmasing orang. Ada penderita yang fase denial-nya memakan waktu cuma beberapa menit, berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan, “Tergantung kepribadian dan kematangan, pengetahuan tentang penyakit tersebut, dan yang tak kalah penting adalah pemberian dukungan dari keluarga serta orang-orang terdekat yang mampu memberikan semangat hidup kembali pada diri penderita kanker. 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5. Kerangka Pemikiran Pernikahan Istri mengidap kanker Emosi yang dirasakan suami Emosi Positif Emosi Negatif Regulasi Emosi Dimensi-dimensi regulasi emosi Positif Negatif Strategi regulasi emosi 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Seorang pria dan wanita pada usia dewasa awal menikah atas dasar cinta. Mereka membangun rumah tangga yang diharapkan dapat berjalan dengan baik serta mereka berdua dapat bersinergi dalam membentuk rumah tangga yang bahagia. Setiap orang tentu menginginkan rumah tangga yang bahagia aman dan sejahtera. Tetapi tidak semua orang dapat merasakan hal tersebut. Berbagai masalah akan muncul sebagai cobaan dalam kehidupan rumah tangga. Salah satunya adalah masalah gangguan kesehatan yang dialami seorang istri, yaitu kanker rahim. Selain istri, suami sebagai pendamping istri juga mengalami fase-fase sulit tersebut. Seorang suami harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi. Untuk dapat melakukan hal tersebut seorang suami harus dapat mengenali, menerima, mengelola berbagai emosi dengan baik. Emosi yang dirasakan suami dapat terdiri dari berbagai pola emosi-emosi dasar dan merupakan emosi negatif dan positif (Mendatu, 2007). Berbagai emosi dirasakan suami saat mendampingi istri saat melakukan tes, terdiagnosis kanker rahim, menjalani perawatan untuk penyembuhan kanker. Selain itu perubahanperubahan fisik dan emosional istri juga harus dihadapi suami. Untuk dapat bertahan dengan kondisi yang berubah serta dapat menuju ke keadaan yang lebih baik seorang suami melakukan regulasi terhadap emosiemosi yang dirasakan sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat itu (Gross dalam Yuhana, 2007). Menurut Garnefski (dalam Yuhana, 2007) dimensi regulasi emosi terdiri dari regulasi emosi positif yang mengarah pada optimisme, harapan serta keadaan yang lebih baik sedangkan regulasi emosi negatif mengarah kepada stagnansi dan depresi serta hal-hal negatif lainnya. Regulasi emosi yang kurang baik dapat berpengaruh pada diri suami sendiri yang merasa tidak 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ berdaya, bersalah serta berperilaku mengarah pada depresi, selain itu juga regulasi emosi yang negatif ini berdampak pada emosi sang istri serta menghambat kemajuan kesembuhan, secara luas akan berdampak pada lingkungan sekitarnya. Setelah merasakan adanya dimensi regulasi emosi, seorang suami akan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan strategi regulasi emosi untuk mengatasi situasi emosional yang dihadapinya. 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/