dampak globalisasi perdagangan antara asean-5

advertisement
DAMPAK GLOBALISASI PERDAGANGAN ANTARA
ASEAN-5 DAN CHINA
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Muhammad Rifqi
0710210084
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
DAMPAK GLOBALISASI PERDAGANGAN ANTARA ASEAN-5 DAN
CHINA
Yang disusun oleh :
Nama
:
Muhammad Rifqi
NIM
:
0710210084
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 19 Juli 2013
Malang, 19 Juli 2013
Dosen Pembimbing,
Ferry Prasetya, SE.,M.App.Ec.Int
NIP. 19801228 200501 1 102
DAMPAK GLOBALISASI PERDAGANGAN ANTARA ASEAN-5 DAN CHINA
Muhammad Rifqi
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAKSI
Perdagangan internasional merupakan aspek penting dalam perekonomian negara di
dunia. Dengan adanya perdagangan internasional, akan tercapai keseimbangan penawaran dan
permintaan barang di semua negara. Tujuan perdagangan internasional untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat suatu negara. Pada saat ini, perwujudan integrasi regional menjadi
fokus utama dari berbagai negara. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan yang
mengurangi maupun menghapus hambatan-hambatan perdagangan antara negara-negara yang
berintegrasi ekonomi tersebut. Dengan adanya integrasi perekonomian tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi dari meningkatnya kompetisi, skala ekonomis, rangsangan investasi
dan penggunaan output secara efisien.
Penelitian ini menganalisis pengaruh-pengaruh variabel perdagangan terhadap aktivitas
impor suatu negara antara ASEAN-5 dan China. Dengan menggunakan variabel-variabel
perdagangan dan mengadopsi gravity model. Hasil yang diperoleh adalah PDB, populasi, tarif,
dan jarak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas perdagangan yang diwakili oleh impor suatu
negara. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa negara-negara yang berdagang cenderung
untuk berdagang dengan jarak yang lebih dekat. Untuk tarif, tarif yang tinggi dapat melindungi
produsen dalam negeri, namun juga menjadi hambatan perdagangan antar negara. Oleh sebab
itu. Disinilah peran pemerintah untuk tetap melakukan perdagangan antar negara, tetapi teteap
melindungi produsen dalam negeri.
Kata Kunci: integrasi ekonomi, impor, perdagangan internasional.
A. LATAR BELAKANG
Pengertian dari globalisasi perekonomian adalah suatu proses integrasi antar negara
dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di suatu kawasan menjadi satu
kekuatan pasar tanpa hambatan dan mempedulikan lagi jarak antar negara. Ketika globalisasi
ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi
nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu
pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara
kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk luar negeri ke
dalam pasar domestik. Liberalisasi perdagangan internasional dilakukan untuk meminimalisir
hambatan-hambatan dalam perdagangan sehingga akan timbulnya efisiensi perdagangan dan
kesejahteraan tiap negara. Jika hambatan-hambatan telah diminimalisir, maka akan lebih mudah
untuk mewujudkan globalisasi perdagangan.
Perdagangan secara umum merupakan pertukaran barang maupun jasa antara satu pihak
dengan pihak lain. Sedangkan, perdagangan internasional merupakan proses jual beli yang
melibatkan subyek lebih besar, yaitu suatu negara dengan negara lainnya. Dengan adanya
perdagangan internasional, diharapkan lebih mensejahterakan negara-negara yang melakukannya.
Namun, akan banyak hambatan yang terjadi dalam pewujudannya. Oleh karena itu dibuatlah
kebijakan-kebijakan untuk meminimalisir setiap hambatan. Salah satunya adalah dengan
liberalisasi perdagangan.
Sesuai dengan ide tersebut, pengelompokan regional ASEAN dibentuk pada tanggal 8
Agustus 1967 oleh lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Brunei Darussalam kemudian bergabung pada tahun 1984, diikuti oleh Vietnam pada tahun 1995,
Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan juga Kamboja pada tahun 1999. Di antara tujuan
ASEAN adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bidang lainnya seperti sosial,
budaya, teknis, dan pendidikan melalui kerjasama, dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas
regional.
Sejak tahun 2010 negara-negara ASEAN harus membuka pasar dalam negeri secara luas
kepada negara-negara anggotanya beserta Cina. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari
perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand,
Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN
China Free Trade Agreement (ACFTA). Produk-produk impor dari ASEAN dan China akan lebih
mudah masuk ke negara anggota dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan
penghapusan tarif. Disinilah peluang dan tantangan menjadi satu dan hal itu harus dihadapi demi
perekonomian yang lebih baik.
Utang Luar Negeri merupakan konsekuensi biaya yang harus dibayar sebagai akibat
pengelolaan perekonomian yang tidak seimbang, ditambah lagi proses pemulihan ekonomi yang
tidak komprehensif dan konsisten. Pada masa krisis ekonomi, utang luar negeri Indonesia,
termasuk utang luar negeri pemerintah telah meningkat drastis. Sehingga, pemerintah Indonesia
harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang
telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN
RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas akan membebani
masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.
Untuk memaksimalkan pemanfaatan kelimpahan sumberdaya alam yang dimiliki oleh
Indonesia, maka diperlukan modal dan teknologi untuk mengeksplorasinya, agar pembiayaan
kegiatan ekonomi dalam negeri tidak bergantung pada bantuan instan dari luar negeri, maka oleh
karena itu pemerintah memilih cara alternative yaitu dengan berusaha memaksimalkan investasi.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih
didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri
(terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor
keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut,
termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar
negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli 2006 meningkat menjadi
US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.
Salah satu dampak positif dari kehadiran PMA di Indonesia selama era Orde Baru adalah
pertumbuhan PDB yang pesat, yakni rata-rata per tahun antara 7% hingga 8% yang membuat
Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Tidak bisa dipungkiri
bahwa pertumbuhan investasi dan PMA pada khususnya di Indonesia, didorong oleh stabilitas
politik dan sosial, kepastian hukum, dan kebijakan ekonomi yang kondusif terhadap kegiatan
bisnis di dalam negeri, yang semua ini sejak krisis ekonomi 1997 hingga saat ini sulit sekali
tercapai sepenuhnya.
Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan, studi ini mencoba untuk membahas masalah
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungan dan bagaimana pengaruhnya dengan utang
luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis
Pengaruh Utang Luar Negeri (ULN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia” yang berlangsung selama tahun 1986 hingga tahun 2011 .
Melihat kondisi globalisasi perekonomian yang terus berkembang, maka tema ini
semakin menarik untuk dikaji lebih dalam oleh para peneliti di bidang ekonomi. Pada penelitian
terdahulu, banyak dari jurnal-jurnal yang meneliti tentang dampak globalisasi maupun liberalisasi
perdagangan regional kawasan ASEAN hingga dampak keikutsertaan China dalam globalisasi
perdagangan tersebut. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dampak dari liberalisasi
perdagangan, mulai dari model keseimbangan (CGE model), Global Trade Analysis Project
(GTAP model), gravity model, hingga Reavealed Comparative Advantage model (RCA) untuk
melihat daya saing terhadap produk suatu Negara.
Penggunaan gravity model pernah dilakukan Kien dan Hashimoto (2005) dalam
penelitiannya, untuk menganalisis faktor-faktor penentu arus perdagangan ASEAN Free Trade
Area. Variabel yang digunakan antara lain : PDB eksportir, PDB importir, jarak geografis,
populasi eksportir, populasi importir, nilai tukar, dan bahasa. Pada penelitian ini, PDB, populasi,
dan nilai tukar, berkolerasi positif terhadap variabel dependennya (arus ekspor). Pada awalnya,
penggunaan gravity model dilakukan untuk menganlisis aliran perdagangan internasional oleh
Tinbergen (1962). Gravity model terinspirasi dari hukum gravitasi newton yang menyatakan
bahwa gaya gravitasi antar dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa
dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi oleh jarak kuadrat antar
keduanya. Gravity model awalnya digunakan untuk menganalisis arus barang antara dua pihak
yang memiliki jarak. Gravity Model telah dikenal luas sebagai pendekatan analisis yang sesuai
untuk mengukur pengaruh variabel-variabel ekonomi dalam perdagangan internasional maupun
regional.
Penulis ingin menganalisis dampak globalisasi perdagangan antara ASEAN-5 dan China
sebagai mitra dagang. Alasan memilih negara tersebut dikarenakan ASEAN-5 merupakan negaranegara yang memiliki tren positif dalam perekonomiannya, dan China merupakan negara dengan
perkekonomian yang besar dilihat dari aktivitas perdagangan internasionalnya. Dalam penggunaan
persamaan alat analisis nanti, penulis mengadopsi dari gravity model untuk perdagangan. Di mana
total impor perdagangan sebagai variabel dependen, dan PDB, populasi, kurs, tarif, serta jarak
geografis, sebagai variabel bebasnya. Karena mengadopsi dari gravity model, maka jarak antar
negara menjadi variabel penting dalam penelitian. Sedangkan alasan menggunakan total impor
sebagai variabel dependen dikarenakan besaran impor menggambarkan arus perdagangan antar
dua negara.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini akan diberi judul yang
sesuai, yaitu: “Dampak Globalisasi Perdagangan antara ASEAN-5 dan China” (dalam
kerangka ACFTA).
B. KAJIAN PUSTAKA
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara
anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan
menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non
tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek
kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian anggota-anggota ACFTA dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para Kepala Negara menandatangani
Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and
People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol
perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia.
Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.
Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak ditandatanganinya
Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement pada tanggal 29
November 2004 di Vientiane, Laos.
Sedangkan, persetujuan jasa ACFTA
ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT
ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Persetujuan Investasi ASEAN-China
ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus
2009 di Bangkok, Thailand.
Tujuan dari ACFTA sendiri, yaitu :
a. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi
antara negara-negara anggota.
b. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta
menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.
c. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan
yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.
d. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru
(Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) dan menjembatani kesenjangan
pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
Adapun peluang dan manfaat yang diperoleh dari berlakunya ACFTA, yaitu:
a. Meningkatnya akses pasar ekspor ke China dengan tingkat tarif yang lebih rendah
bagi produk-produk nasional.
b. Meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan
“Aliansi Strategis”.
c. Meningkatnya akses pasar jasa di China bagi penyedia jasa nasional
d. Meningkatnya arus investasi asing asal China ke Indonesia
e. Terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara.
f.
Terbukanya akses pasar produk pertanian Indonesia ke China pada tahun 2004.
Berlakunya ACFTA bukannya tanpa tantangan, karena persaingan atas produk yang
serupa bisa menjadikan merugi. Oleh karena itu, kita dituntut untuk meningkatkan daya saing
produk, bisa juga meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan
komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobi.
Hubungan Antarvariabel
Penelitian ini membahas 6 variabel, terdiri dari 1 variabel dependen yaitu total impor, dan
5 variabel independen yaitu PDB, populasi, kurs, tarif, dan jarak.
Hubungan PDB dengan Total Impor
Produk domestik bruto diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB
memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut.
Sehingga PDB menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah
produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak.
Ukuran ekonomi suatu negara dapat dilihat dari kemampuan potensial negara tersebut
untuk melakukan perdagangan luar negeri, yaitu kemamapuan kedua negara untuk menjual atau
membeli produk antar negara. Semakin besar ukuran ekonomi negara maka semakin besar pula
kemampuan untuk melakukan produksi barang. Realisasi impor juga ditentukan oleh kemampuan
masyarakat suatu negara untuk membeli barang-barang buatan luar negeri, yang berarti besarnya
impor tergantung dari tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Maka, semakin tinggi tingkat
pendapatan masyarakat, dan semakin rendah kemampuan negara dalam menghasilkan barangbarang tersebut, impor akan semakin tinggi.
PDB diperkirakan memiliki hubungan positif dengan perdagangan. Tingkat pendapatan
yang tinggi di negara pengimpor menunjukkan tingkat konsumsi yang tinggi, sehingga impor
semakin tinggi. Selain itu, PDB secara riil menunjukkan ukuran ekonomi suatu negara. Oleh
karena itu, jika PDB meningkat maka suatu negara akan mengimpor dalam jumlah yang lebih
besar.
Hubungan Populasi dengan Total Impor
Total populasi negara eksportir dan importir seperti pendapatan perkapita. Populasi
digunakan untuk mengukur besarnya negara. Suatu negara yang memiliki ukuran lebih besar
menunjukkan bahwa negara tersebut mempunyai potensi produk yang beragam dan cenderung bisa
memenuhi kebutuhan negaranya sendiri. Sehingga besarnya populasi diperkirakan mempunyai
hubungan yang negatif dengan perdagangan. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi impor, besarnya
populasi menunjukkan potensi pasar yang besar, sehingga populasi berpengaruh positif dengan
perdagangan. Sedangkan menurut peneliti lain, jumlah penduduk yang terus bertambah
mencerminkan padatnya lahan hunian yang digunakan dan menggusur lahan pertanian sehingga
mempercepat eksploitasi sumber daya alam.
Pertambahan populasi pada negara dapat berada pada sisi penawaran maupun sisi
permintaan. Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan produk,
maka suatu negara cenderung meningkatkan impor produk tersebut. Sedangkan pada sisi
penawaran, pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri. Pada kondisi ini,
permintaan produk impor cenderung menurun.
Hubungan Kurs dengan Total Impor
Kurs merupakan nilai mata uang suatu negara dibandingkan nilai mata uang negara
lainnya. Kurs dapat mempengaruhi harga-harga konsumen domestik secara langsung melalui
perubahan harga-harga impor dan secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap permintaan
domestik. Kurs suatu negara akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian makro suatu
negara. Kurs yang terdepresiasi akan menyebabkan barang-barang dalam negeri relatif lebih
murah sehingga masyarakat hanya akan membeli sedikit barang impor. Keadaan sebaliknya adalah
ketika kurs terapresiasi, maka barang-barang dalam negeri menjadi relatif lebih mahal
dibandingkan barang-barang luar negeri. Kondisi ini mendorong masyarakat lebih banyak
membeli barang impor.
Nilai tukar yang terapresiasi membuat barang luar negeri menjadi lebih murah untuk
dikonsumsi, sehingga suatu negara akan melakukan impor lebih banyak. Sebaliknya, ketika mata
uang mengalami depresiasi, harga barang luar negeri menjadi lebih mahal, maka konsumsi barang
luar negeri menurun Jadi, impor suatu negara akan meningkat ketika nilai tukar/kurs negara
tersebut naik daripada sebelumnya, dan impor akan menurun ketika nilai tukar negara tersebut
turun.
Hubungan Tarif dengan Total Impor
Tarif yang dimaksud adalah tarif impor, yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap produk
yang masuk ke suatu negara. Pengenaan tarif impor akan memberikan dampak positif kepada
produsen domestik, karena harga produk domestik menjadi tetap bersaing dibandingkan produk
sejenis yang berasal dari negara asal. Semakin tinggi tarif yang dikenakan maka semakin rendah
perdagangan yang terjadi antar dua negara yang melakukan perdagangan.
Tarif impor merupakan cara proteksi yang lazim digunakan untuk proteksi barang dalam
negeri. Padahal kebijakan ini mengurangi efisiensi ekonomi, karena masyarakat tidak dapat
mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya tarif
adalah produsen dalam negeri. Karena produsen mendapatkan proteksi dari persaingan produk luar
negeri
Adanya integrasi ekonomi yang ditunjukkan oleh berkurangnya tarif antar negara akan
menyebabkan pasar menjadi lebih besar, sehingga akan memperbesar total perdagangan.
Pengurangan tarif akan mengurangi biaya perdagangan dan menguntungkan negara pengekspor.
Oleh karena itu, total impor akan mengalami peningkatan seiring berkurangnya hambatan
perdagangan.
Hubungan Jarak dengan Total Impor
Jarak merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam
melakukan perdagangan. Jarak bersifat konstan tiap tahunnya. Jarak meningkatkan biaya transaksi
pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh jarak yang memisahkan suatu negara
dengan negara lain semakin besar biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya,
sehingga perdagangan menjadi menurun. Walaupun demikian, adanya perkembangan teknologi
transportasi dapat meminimalisir perbedaan waktu tempuh dan biaya pada perbedaan jarak antar
negara tersebut.
Dalam hal ini, Krugman (2009) mempertimbangkan bahwa jarak dua negara yang
berdagang merupakan determinan penting dalam pola perdagangan secara geografis. Semakin
besar jarak, biaya transportasi semakin besar. Oleh karena itu, jarak diperkirakan berkolerasi
negatif dengan perdagangan bilateral. Menurut Krugman, terdapat hubungan negatif antara jarak
geografis dan total perdagangan bilateral. Ini merupakan indikasi bahwa semakin jauh jarak dua
negara yang berdagang, maka semakin tinggi biaya transportasi yang harus ditanggung dalam
proses perdagangan.
Jarak merupakan variabel utama dalam model ini. Karena Jarak merupakan proxy dari
berbagai biaya seperti biaya transportasi, komunikasi, dan transaksi yang diperlukan dalam
melakukan suatu perdagangan. Namun jarak yang dimaksud adalah jarak yang diukur secara garis
lurus dari ibukota negara pengekspor ke ibukota negara pengimpor. Semakin jauh jarak antar
negara, maka semakin kecil transaksi perdagangan yang dilakukan, karena biaya yang dikeluarkan
negara akan semakin besar.
Penelitian Terdahulu
Penulis memiliki beberapa acuan dari penelitian terdahulu dengan tema yang sama.
Pada tahun 2004, Yue mencoba menganalisis dampak kebangkitan dan bergabungnya
China ke WTO terhadap ASEAN. Menggunakan model GTAP (Global Trade Analysis Project).
Variabel yang digunakan antara lain : volume ekspor, volume impor, PDB, populasi, Foreign
Direct Investment, dan tarif . Hasilnya, selain tarif, variabel lain berkolerasi positif terhadap ekspor
suatu negara. Pada beberapa produk Negara-negara ASEAN masih bisa bersaing dengan China,
namun secara keseluruhan , Negara ASEAN masih kalah dalam persaingan dengan China. Oleh
karena itu, Negara Asean harus merestrukturisasi industri, serta meningkatkan keterampilan dan
teknologinya
Masih di tahun yang sama, Liu dan Luo menganalisis perdagangan ASEAN dan China,
namun lebih berfokus pada 5 negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan
Filipina. Mereka mencoba menganalisis dampak keikutsertaan China dalam perdagangan bebas
dengan 5 negara ASEAN yang telah ditentukan di atas. Model yang digunakan adalah MSSR
model, untuk melihat pangsa pasar produk suatu Negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tarif secara signifikan berdampak negatif terhadap arus ekspor suatu Negara. Selain itu, terdapat
persaingan di beberapa sektor industri antara China dan ASEAN-5. Namun, perdagangan ini
memiliki peluang besar bagi tiap negara untuk memperluas pangsa ekspornya jika terus
meningkatkan kualitas pada produk yang berkeunggulan komparatif di negaranya masing-masing.
Penelitian selanjutnya di tahun 2005 Kien bersama Hashimoto menganalisis faktor-faktor
penentu arus perdagangan AFTA. Dengan menggunakan gravity model. Variabel yang dianalisis
antara lain, PDB, jarak, populasi, nilai tukar, dan bahasa. Hasilnya, PDB, populasi, nilai tukar, dan
bahasa berkolerasi positif terhadap arus ekspor, sedangkan jarak berkolerasi negatif. Penelitian ini
juga menghasilkan kesimpulan bahwa AFTA hanya melakukan perdagangan di antara anggotanya,
dan juga perdagangan lebih besar terjadi pada negara yang memiliki preferensi identik. Selain itu,
penelitian ini mengungkapkan bahwa jarak bisa menjadi hambatan dalam perdagangan.
Dari Indonesia, Ibrahim bersama Permata dan Wibowo meneliti dampak ACFTA terhadap
ekspor Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010. Model yang digunakan, yaitu GTAP
model, CGE model, serta beberapa model analisis lanjutan. Hasil dari penelitian ini, bahwa tarif
berkolerasi negatif terhadap ekspor suatu negara. Ekspor Indonesia mengalami peningkatan ke
China, dan pada beberapa sektor produk lainnya, ekspor Indonesia ke China berpeluang
meningkat.
C. METODE PENELITIAN
Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk panel data, yaitu
penggabungan time series dan cross section yang bersifat kuantitatif. Kurun waktu data time series
adalah 1996-2010 (15 tahun) dan cross section 6 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, dan China).
Sumber Data
Sumber data merupakan sarana untuk mencari data yang akan dibutuhkan. Sumber data
penelitian ini diambil dari website World Bank, International Monetary Funds (IMF). Commodity
and Trade Database (COMTRADE), Asean Statistical Yearbook, dan Bank Indonesia, serta
beberapa referensi lain yang sesuai dengan tema penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah kegiatan melakukan pencatatan langsung mengenai data
yang dipergunakan seperti data total PDB, populasi, kurs, tarif, dan jarak dari 6 negara yang
merupakan objek penelitian yang tersedia dan dipublikasikan oleh World Bank, International
Monetary Funds (IMF), Bank Indonesia, dan beberapa laporan, jurnal ilmiah, literatur serta
sumber-sumber lainnya yang mendukung dan memiliki hubungan dengan kajian penelitian ini.
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau
konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan
suatu operasional yang diperlukan untuk mengatur konstrak atau variabel tersebut. Definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1 : Definisi Operasional Penelitian
No
Variabel
Deskripsi
1
Total Impor
Total pembelian
komoditas dari suatu
negara ke negara lain
Sumber
Acuan
Yue (2004),
Kien dan
Mitsuyo
(2009), Hoa
(2003),
Rajan dan
Sumber Data
Asian
Development
Bank
No
Variabel
Deskripsi
2
PDB
Nilai pasar semua
barang dan jasa yang
diproduksi suatu
negara pada waktu
tertentu
3
Populasi
Kumpulan individu
yang berada di suatu
negara pada waktu
tertentu
4
Kurs
Nilai mata
uang suatu negara
terhadap mata uang
Amerika
5
Tarif
Pajak yang
dikenakan untuk
setiap produk impor
dari negara lain
6
Jarak Geografis
Jarak antar Negara
diukur secara garis
lurus antar ibukota
negara yang
berdagang.
Sumber
Acuan
Sen (2004).
Ibrahim
(2010).
Widyasanti
(2010).
Yue (2004),
Kien dan
Hashimoto
(2005),
Mitsuyo
(2009), Hoa
(2003).
Yue (2004),
Kien dan
Hashimoto
(2005),
Mitsuyo
(2009), Hoa
(2003).
Kien dan
Hashimoto
(2005), Liu
dan Luo
(2004)
Yue (2004),
Liu dan
Luo (2004),
Mitsuyo
(2009).
Kien dan
Hashimoto
(2005), Hoa
(2003).
Sumber Data
World Bank
World Bank
Oanda
World Bank
Geobytes
Spesifikasi Model dan Analisa
Secara umum ada 2 jenis variabel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu variabel
terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Model persamaan ini
diadopsi dari gravity model. Di mana gravity model merupakan salah satu alat analisis yang dapat
digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu
wilayah. Adapun model persamaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
Ln(IM ) = β + β ln(PDB ) + β ln(PDB ) + β ln(POP ) + β ln(POP ) + β (ER ) + β (Tarif ) +
ijt
0
1
it
β ln(Jarak ) + ε
8
ijt
2
jt
3
ijt
Di mana :
IM : Total impor negara i dari negara j pada tahun t
ijt
PDB : PDB negara i pada tahun t
it
PDB : PDB negara j pada tahun t
jt
POP : populasi negara i pada tahun t
it
POP : populasi negara j pada tahun t
jt
ER : kurs negara i dan j pada tahun t
ijt
Tarif : tarif impor negara i pada tahun t
it
it
4
jt
5
ijt
6
it
Jarak : jarak Negara I dan j pada tahun t diukur secara garis lurus antar ibukota negara.
ijt
D. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Regresi pada Model
Persamaan regresi dapat menjelaskan bagaimana bentuk pengaruh dari setiap variabel
bebas pada variabel respon. Persamaan regresi yang diperoleh pada impor ASEAN-5 adalah
sebagai berikut:
Tabel 2 : Hasil Regresi ASEAN-5
Dependent Variable: LN_IM?
Method: Pooled Least Squares
Date: 07/15/13 Time: 00:33
Sample: 1996 2010
Included observations: 15
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 75
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LN_PDB?
LN_PDB_CHN?
LN_POP?
LN_POP_CHN?
KURS?
TARIF?
LN_JARAK?
Fixed Effects (Cross)
_INDONESIA--C
_MALAYSIA--C
_SINGAPURA--C
_THAILAND--C
_FILIPINA--C
-318.7661
1.073485
-0.248668
-0.985181
21.43332
1.132152
-0.032140
-13.48331
136.5071
0.177276
0.253444
1.271258
5.774538
0.972073
0.021374
10.13022
-2.335162
6.055447
-0.981154
-0.774965
3.711694
1.164679
-1.503713
-1.330999
0.0227
0.0000
0.3303
0.4413
0.0004
0.2485
0.1377
0.1880
4.694168
1.130160
-0.133817
-1.521118
-4.169393
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.967311
0.961603
0.206825
2.694929
18.30898
169.4776
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
22.37777
1.055497
-0.168239
0.202559
-0.020184
0.832796
IMPOR ASEAN-5 = -318,766 + 2,925 PDB ASEAN-5 – 0,779 PDB CHINA – 0,373 POP
ASEAN-5 + 20,300 POP CHINA + 1,132 KURS – 0,032 TARIF – 1,39 JARAK
Dari model regresi yang terbentuk di atas, dapat dijelaskan bahwa, nilai konstanta sebesar
318,766 bertanda negatif menggambarkan, bahwa tanpa adanya pengaruh dari variabel PDB
ASEAN-5, PDB China, populasi ASEAN-5, populasi China, kurs ASEAN-5, kurs China, tarif,
dan jarak, maka nilai impor ASEAN-5 defisit sebesar 318,766 US$. Nilai koefisien variabel PDB
ASEAN-5 sebesar 2,925 dan bertanda positif menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1 US$ PDB
ASEAN-5 maka akan meningkatkan impor ASEAN-5 sebesar 2,925 US$. Untuk negara China,
koefisien PDB sebesar 0,779 dan bertanda negatif menggambarkan bahwa setiap peningkatan 1
US$ PDB China maka akan menurunkan impor ASEAN-5 sebesar 0,779 US$.
Pada variabel lain, populasi ASEAN-5
sebesar 0,373 dan bertanda negatif
menggambarkan bahwa setiap tambahan 1 populasi di ASEAN-5 maka akan menurunkan impor
ASEAN-5 sebesar 0,373 US$. Sedangkan untuk negara China setiap kenaikan 1 populasi di China
maka akan meningkatkan impor ASEAN-5 sebesar 20,300 US$. Nilai koefisien kurs sebesar 1,132
dan bertanda positif menggambarkan setiap kurs ASEAN-5 DAN China mengalami apresiasi
maka impor ASEAN-5 akan naik 20,300 US$. Nilai koefisien tarif sebesar 0,032 dan bertanda
negatif berarti setiap kenaikan 1% tarif akan menurunkan impor bagi negara-negara ASEAN-5,
sebesar 0,032 US$. Pada variabel jarak, koefisiennya sebesar 1,39 dan bertanda negatif
menggambarkan bahwa semakin bertambah 1km jarak antar negara maka impor ASEAN-5 akan
turun sebesar 1,39 US$.
Tabel 3 : Hasil Regresi China
Dependent Variable: LN_IM_CHN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 07/15/13 Time: 00:32
Sample: 1996 2010
Included observations: 15
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 75
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LN_PDB?
LN_PDB_CHN?
LN_POP?
LN_POP_CHN?
KURS?
TARIF?
LN_JARAK?
Fixed Effects (Cross)
_INDONESIA--C
_MALAYSIA--C
_SINGAPURA--C
_THAILAND--C
_FILIPINA--C
139.3007
0.179135
0.305441
5.333007
1.557232
-1.551485
-0.114446
-30.80937
167.0470
0.216937
0.310146
1.555669
7.066441
1.189549
0.026155
12.39659
0.833901
0.825748
0.984831
3.428113
0.220370
-1.304263
-4.375636
-2.485309
0.4075
0.4121
0.3285
0.0011
0.8263
0.1969
0.0000
0.0156
-0.948027
6.526591
16.70618
-7.085939
-15.19881
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.961933
0.955286
0.253097
4.035657
3.166569
144.7237
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
22.51044
1.196919
0.235558
0.606356
0.383614
0.924552
IMPOR CHINA = 139,300 + 1,357 PDB CHINA + 1,196 PDB ASEAN-5 + 4,745 POP CHINA
+ 20,705 POP ASEAN-5 – 1,551 KURS – 0,114 TARIF – 4,17 JARAK
Dari model regresi yang diperoleh pada impor China di atas, dapat dijelaskan bahwa, nilai
konstanta sebesar 139,300 dan bertanda positif menyatakan bahwa tanpa adanya pengaruh dari
variabel PDB ASEAN-5, PDB China, populasi ASEAN-5, populasi China, kurs ASEAN-5, kurs
China, tarif, dan jarak maka nilai impor China naik sebesar 139,300 US$. Nilai koefisien variabel
PDB China sebesar 1,357 dan bertanda positif menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1 US$ PDB
China maka akan meningkatkan impor China sebesar 1,357 US$. Sedangkan koefisien variabel
PDB ASEAN-5 sebesar 1,196 dan bertanda positif menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1 US$
PDB ASEAN-5 akan meningkatkan impor China sebesar 1,1196 US$.
Untuk variabel populasi, nilai koefisien populasi China sebesar 4,745 dan bertanda positif
menggambarkan bahwa setiap peningkatan 1 populasi di China maka akan meningkatkan impor
China sebesar 4,745 US$. Sedangkan nilai koefisien populasi ASEAN-5 sebesar 20,705 dan
bertanda positif menggambarkan bahwa setiap peningkatan 1 populasi di negara ASEAN-5 maka
akan meningkatkan impor China sebesar 20,705 US$. Untuk variabel kurs, koefisien sebesar 1,551
dan bertanda negatif menggambarkan setiap kurs China dan ASEAN-5 mengalami depresiasi
maka akan meningkatkan impor dari China sebesar 1,551 US$. Pada variabel tarif, nilai koefisien
tarif sebesar 0,114 dan bertanda negatif, menggambarkan bahwa setiap peningkatan 1% tarif akan
menurunkan impor China sebesar 0,114 US$. Dan untuk variabel jarak, koefisien sebesar 4,17 dan
bertanda negatif menggambarkan bahwa semakin bertambah 1km antar negara akan mengurangi
impor China sebesar 4,17 US$.
Dari hasil uji pada impor ASEAN-5 didapatkan nilai F hitung sebesar 169,477 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Nilai F tabel dengan db 1=8 dan db2=66 dan alpha 5% adalah sebesar
2,082. Karena nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (169,477>2,082) atau nilai signifikansi
lebih kecil dari alpha 5% (0,000<0,050), maka hipotesis H 0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa
secara bersama-sama terdapat pengaruh yang nyata dari variabel PDB ASEAN-5, PDB China,
populasi ASEAN-5, populasi China, kurs, tarif, dan jarak terhadap variabel impor ASEAN-5
dengan tingkat kesalahan 5%.
Nilai koefisien determinasi (R2) yang didapatkan adalah sebesar 0,967, maka besarnya
pengaruh total variabel PDB ASEAN-5, PDB China, populasi ASEAN-5, populasi China, kurs,
tarif, dan jarak pada variabel impor ASEAN-5 adalah sebesar 0,967 atau sekitar 96,7%, dan
sisanya sebesar 3,3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian.
Dari hasil uji pada impor China didapatkan nilai F hitung sebesar 144,723 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Nilai F tabel dengan db 1=8 dan db2=66 dan alpha 5% adalah sebesar
2,082. Karena nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (144,723>2,082) atau nilai signifikansi
lebih kecil dari alpha 5% (0,000<0,050), maka hipotesis H 0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa
secara bersama-sama terdapat pengaruh yang nyata dari variabel PDB ASEAN-5, PDB China,
populasi ASEAN-5, populasi China, kurs, tarif, dan jarak terhadap variabel impor China dengan
tingkat kesalahan 5%.
Nilai koefisien determinasi (R2) yang didapatkan adalah sebesar 0,961, maka besarnya
pengaruh total variabel PDB ASEAN-5, PDB China, populasi ASEAN-5, populasi China, kurs,
tarif, dan jarak pada variabel impor China adalah sebesar 0,961 atau sekitar 96,1%, dan sisanya
sebesar 3,9% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah menganalisis dan menguji variabel-variabel yang mempengaruhi total impor
antara ASEAN-5 dan China, maka kesimpulan yang didapat adalah :
1.
Bagi negara-negara ASEAN-5, perdagangan dengan China merupakan suatu
manfaat yang besar. Hal ini ditunjang dengan keunggulan PDB yang
cenderung naik setiap tahunnya dan kurs yang stabil dari negara-negara
ASEAN-5. Dengan memiliki modal PDB yang baik, negara-negara ASEAN5 untuk lebih meningkatkan perdagangannya dengan negara lain.
Pemerintah dapat berperan dengan kebijakan fiskal, dengan meningkatkan
konsumsi dan investasi. Yaitu pengeluaran pemerintah yang bersifat
produktif dan diharapkan memacu pertumbuhan ekonomi.
2.
Untuk negara China, pertambahan populasi dan menguatnya nilai tukar mata
uangnya akan meningkatkan total impor negara China, sedangkan pengaruh
PDB terhadap total impor pada negara China tidak terlalu tinggi. Selain itu,
meningkatnya tarif maupun jarak di negara asal barang akan mengurangi
impor yang dilakukan oleh China. Oleh karena itu, China harus
memanfaatkan jumlah populasinya yang besar dalam perdagangan, dengan
meningkatkan produktivitasnya.
Saran
Setelah menyimpulkan hasil yang didapat dari pengujian dan analisis, maka saran yang
dapat saya berikan untuk peningkatan perdagangan antara ASEAN-5 dan China yaitu:
1.
Beberapa implikasi kebijakan dapat diterapkan oleh negara-negara ASEAN5 sehingga mampu berkompetisi dengan China dan memeperoleh manfaat
yang lebih besar dari globalisasi perdagangan yang semakin nyata.
Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya dengan mengembangkan industriindustri yang menyerap banyak tenaga kerja terutama di negara-negara
berkembang yang memiliki jumlah tenaga kerja relatif melimpah seperti
Indonesia, Filipina dan China.
2.
Untuk negara-negara ASEAN-5 sebaiknya meningkatkan PDB karena faktor
inilah yang terbukti meningkatkan impor negara-negara ASEAN-5, serta
meningkatkan sumber daya manusianya. Sedangkan untuk negara China,
peningkatan yang perlu dilakukan terkait dengan sumber daya manusia,
karena dengan total populasi yang besar tesebut, potensi untuk memproduksi
barang sangat besar. Pemerintah ikut berperan dengan mengalokasikan
pengeluaran yang bersifat produktif dan investasi, sekaligus untuk
peningkatan fasilitasi perdagangan.
3.
Dengan stabilitas perkonomian yang dimiliki China, dan semakin
terbukanya akses pasar antar negara, negara ASEAN-5 perlu membuat
kebijakan untuk melindungi keberlangsungan produsen dalam negeri,
dengan cara penyesuaian tarif pada produk-produk yang belum bisa
bersaing, peningkatan infrastruktur, sehingga memacu produsen dalam
negeri untuk terus meningkatkan daya saing produknya.
4.
Bagi tiap negara agar semakain gencar untuk terlibat dalam perjanjian
perdagangan bebas antar negara, di mana pengurangan hingga penghapusan
tarif menjadi salah satu kesepakatannya. Sehingga akan semakin
meningkatlah impor yang bisa dilakukan suatu negara. Hal ini dilakukan
dengan persiapan yang matang terlebih dahulu menyangkut kesiapan SDM,
infrastuktur, hingga transportasi dalam menunjang globalisasi perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shohcrul R. dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai EViews. Jakarta : Salemba Empat.
ASEAN. 2010. ASEAN Statistical Yearbook 2010. Asean Secretariat. Jakarta.
Bank Indonesia, 2010. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan
I 2010. Jakarta.
Barthelon, Matias and Freund, Caroline. 2008. On the conversation of distance in international
trade. Journal of International Economics, (No.75) : 310-320.
Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga.
Hoa, Tran Van. 2003. New Asian Regionalism: Evidence on ASEAN+3 Free Trade Agreement
From Extended Gravity Theory and New Modelling Approach. Department of
Economics, University of Wollongong.
Ibrahim dan Permata, Meily Ika. 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA terhadap Perdagangan
Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia : 2473.
Jeong, Young-Kyu. 2004. Kajian tentang FTA antara AFTA dan Cina. Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia, Vol.4 (No.2) : 121-136.
Kien, Nguyen Trung and Hashimoto, Yoshizo. 2005. Economic Analysis of Asean Free Trade
Area. Discussions Papers in Economics and Business : 5-12.
Krugman, Paul R and Obstfeld, Maurice. 2009. International Economics :Theory & Policy. 4th
Edition. Boston : Addison Wesley.
Liu, Yunhua and Luo, Hang. 2004. Impact of Globalization on International Trade Between
ASEAN-5 and China Opportunities and Challenges. Global Economy Journal, Vol.4,
(No.1) : 1-18.
Mitsuyo, Ando. 2009. Impacts of FTA’s in East Asia: CGE Simulation Analysis. The Research
Institute of Economy Trade and Industry.
Park, Donghyun and Park, Innwon. 2008. Prospects of an ASEAN–People’s Republic of China
Free Trade Area: A Qualitative and Quantitative Analysis. Asean Development Bank,
(No.130): 1-17.
Rajan, Ramkishen S. and Sen, Rahul. 2004. The New Wave of FTAs in Asia: With particular
Reference to Asean, China and India. Freeman Scholar at the Department of Economics,
Claremont McKenna College.
Widyasanti, Amalia Adininggar. 2010. Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor:
Kasus Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia : 6-22.
Yue, Siow Yue. 2004. ASEAN-China Free Trade Area. Singapore Institue of International Affairs
: 1-16.
Download