Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 PENENTUAN PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN KEBOCORAN AIR DI PDAM DELTA TIRTA KAB. SIDOARJO DENGAN PENDEKATAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) Iewan Prasetya, Udisubakti Ciptomulyono Mahasiswa Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian tingkat kehilangan air bagi PDAM Delta Tirta sangatlah penting. Hal ini dikarenakan tingkat kehilangan air PDAM Delta Tirta masih di atas standar nasional, yaitu sebesar 32,99%. Apabila penelitian ini berhasil dilaksanakan maka akan dapat memberi kontribusi positif bagi PDAM Delta Tirta. Hal ini akan dapat memberikan masukan kepada perusahaan berupa langkah-langkah efektif dalam menentukan teknologi yang dapat mengendalikan kebocoran air. Sebelum menentukan teknologi, ada yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu menentukan faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi tingkat kebocoran air di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo. Setelah itu menentukan teknologi mana yang paling tepat untuk diimplementasikan di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo sesuai dengan pendekatan multi-criteria decision analysis. Untuk menyelesaikan permasalah di atas akan digunakan sebuah metode multicriteria decision analysis yang lebih dikenal dengan metode Analytic Network Process (ANP). Hal ini dikarenakan hubungan antara faktor-faktor pembentuk tidak dapat dimodelkan secara hierarki. Dari hasil penelitian ternyata yang menjadi pilihan terbaik adalah PRV- Flow & Pressure Logger with Transmitter Module – VSD dengan nilai ideal 1, nilai normal 0,342740, nilai mentah (raw) 0,153973. Kata kunci: Analytic Network Process, ANP, Tingkat Kebocoran Air PDAM Delta Tirta. PENDAHULUAN Alternatif-alternatif Teknologi Pengendalian Kebocoran Air Permasalahan yang sangat penting bagi PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo adalah kebocoran. Kebocoran (Air Tak Berekening-ATR) yang terjadi sebesar 36,26% atau sebesar 11.025.590 m3 sampai dengan tahun 2008 (audit BPKP 2009) kondisi ini lebih besar dari pada tahun 2007 yaitu sebesar 34,55% atau 10.121.105 m 3, tetapi kondisi tahun 2008 masih lebih baik jika dibandingkan pada tahun 2006 dengan ATR 42%. Penyebab kebocoran selain disebabkan oleh bocor fisik, pipa pecah, pemasangan tidak sesuai SOP juga disebabkan oleh bocor nonfisik (meter tidak akurat, pembacaan dan pencatatan yang salah, pencurian air dll). Pengendalian tingkat kebocoran merupakan pekerjaan yang memerlukan komitmen seluruh pegawai, melibatkan semua bagian di PDAM, harus terencana dengan baik, berkelanjutan, dan terus menerus sehingga angka kebocoran tidak tinggi dan berfluktuasi. Penggunaan teknologi monitoring dan pencarian kebocoran yang berteknologi tinggi tidak akan berjalan dengan baik jika proses pembacaan angka Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 pemakaian air pelanggan dan pencatatannya tidak handal, pembacaan angka meter sering terkendala oleh sulitnya akses pembaca meter untuk melihat langsung meter pelanggan karena terhalang oleh pintu pagar terkunci. Penggantian meter pelanggan yang tekesan lambat (maksimal 5 tahun, meter pelanggan harus dikalibrasi dan atau diganti) akan menyebabkan tidak akuratnya pembacaan penggunaan air oleh pelanggan sehingga input dan output tidak akurat dan akan berakibat tingginya kehilangan air PDAM. Kebocoran air merupakan buah simalakama bagi PDAM seluruh Indonesia maupun di negara manapun di muka bumi ini. Penurunan kebocoran air akan mudah dan murah dilakukan pada saat tingkat kebocoran di atas 30%, tetapi penurunan kebocoran akan terasa tidak effektif dan effisien jika menurunkan kebocoran dari kisaran angka 25% karena biaya yang akan dikeluarkan tidak seimbang dengan hasil yang dicapai, rehabilitasi pipa lama yang terbuat dari besi dan juga koneksi pipa sirkulasi / tersier ke sambungan rumah akan membutuhkan biaya besar dan pengerjaannya yang lama. Era globalisasi melahirkan paradigma baru yang menempatkan tekonologi menjadi menjadi faktor kompetitif strategis yang utama dalam kegiatan bisnis. Bahkan teknologi telah mengisi setiap sisi aktivitas ekonomi (Marchard, 2000). Banyak bidang jasa yang mengandalkan teknologi sebagai basis persaingan, technology based competition (Mata, et.al., 1995). Dalam kondisi seperti ini, eksistensi sebuah perusahaan dalam konteks persaingan global sangat ditentukan oleh penciptaan keunggulan daya saing melalui teknologi. Daya saing melalui teknologi akan dapat tercapai apabila dalam menentukan pemilihan dan pemakaian teknologi tersebut dilakukan secara tepat. Hasil dari penelitian yang tepat ditentukan oleh metode penelitian yang tepat pula. Banyak penelitianpenelitian pengambilan keputusan sebelumnya menggunakan sebuah metode yang cukup terkenal, yaitu metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Akan tetapi metode ini banyak dikritik oleh beberapa ilmuwan. Beberapa kekurangan yang terdapat dalam AHP menurut (Belton, 1966); (Mon, et al, 1994); (Meade & Sarkis, 1966) dalam (Yudhistira, 1998): a. Persyaratan independensi antarelemen yang sering kali tidak sesuai dengan realitas. b. Penggunaan sistem hierarki itu sendiri. c. Sifatnya yang statis dalam arti tidak mampu memodelkan lingkungan yang bersifat dinamis dan terintegrasi. Dari informasi tersebut, maka metode pemilihan yang akan digunakan adalah metode yang dapat menjawab kritikan-kritikan di atas. Metode tersebut adalah metode Analityc Network Process (ANP) yang mana dalam pengambilan keputusan akan menggunakan sebuah pendekatan analisis proses jaringan. Hal ini dikarenakan sistem pengambilan keputusan dipengaruhi oleh banyak kriteria yang saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga sulit memodelkannya dalam bentuk hierarki. Dalam pendekatan tersebut, seorang pengambil keputusan akan membandingkan seberapa kuat atau penting masing-masing faktor atau kriteria dengan masing-masing alternatif. Sehingga akan muncul sebuah skema jaringan kerja (network) yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh faktor satu dengan faktor yang lain. Untuk menekan tingkat kebocoran air, PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo mempunyai beberapa alternatif teknologi yang harus dipilih. Hal ini dikarenakan masingmasing teknologi mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oleh sebab itu, metode dengan pendekatan ANP akan digunakan sebagai alat bantu untuk memilih ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 teknologi mana yang paling tepat untuk segera diimplementasikan di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo dalam rangka menurunkan tingkat kebocoran air di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo. Alternatif-alternatif Teknologi Pengendalian Kebocoran Air Menurut artikel yang diterbitkan oleh B.V. Clarke, CIT pada pelatihan “Water Loss Reduction through Pressure Management” menyebutkan bahwa kebocoran air juga dapat disebabkan oleh manajemen tekanan yang keliru. Hal ini dapat dianalogkan dengan sebuah selang air yang berada dirumah. Apabila tekanan air tinggi dan selang air tersebut mengalami kebocoran, maka semakin besar tekanan air maka akan semakin besar pula kehilangan air. Akan tetapi, sebaliknya jika tekanan air berkurang maka kehilangan air juga akan semakin berkurang. Berikut ini adalah tabel pengaruh manajemen tekanan terhadap new break frequency di 10 negara. Tabel 1. The Influence of Pressure Management on New Break Frequency from 112 Systems in 10 Countries Country Australia Bahamas Bosnia Herzegovin Brazil Canada Columbia Cyprus England Brisbane 1 Assessed Initial Maximum Pressure (metres) 100 Gold Coast 10 60-90 50% Yarra Valley New Providence 4 7 100 39 30% 34% Gracanica 3 50 20% Caesb 2 70 33% Sabesp ROP 1 40 30% Sabesp MO 1 58 65% Sabesp MS 1 23 30% SANASA 1 50 70% Sanepar 7 45 30% Halifax 1 56 18% Armenia 25 100 33% Palmira Bogota 5 2 80 55 75% 30% Lemesos 7 52.5 32% Bristol Water 21 62 39% United Utilities 10 47.6 32% 1 1 1 112 Maximum Minimum Median 69 130 199 10% 39% 36% 28% 60% 70% 28% 40% 59% 72% 58% 24% 38% 80% 29% 64% 64% 50% 50% 30% 70% 23% 23% 50% 50% 94% 31% 45% 40% 25% 45% 72% 75% 45% 71% 50% 199 23 57 75% 10% 33% 94% 23% 50% Water Utility or System Torino Umbra USA American Water Total number of systems Italy ISBN : 978-602-97491-2-0 Number of Pressure Managed Sectors in Study A-13-3 Average % Reduction in Maximum Pressure 35% Average % Reduction in New Breaks Mains (M) or Services (S) M,S M S M M,S M S M S M M S M S M S M S M S M S M,S S M S M S M S M,S M,S M All data All data All data Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Country Water Utility or System Number of Pressure Managed Sectors in Study Assessed Initial Maximum Pressure (metres) Average % Reduction in Maximum Pressure Average % Reduction in New Breaks Average 71 38% 52.5% Average 36.5% 48.8% Average 37.1% 49.5% Mains (M) or Services (S) M&S together Mains Only Services Only Sumber: Pressure Management Extends Infrastructure Life and Reduces Unnecessary Costs, J. Thornton and A. Lambert, 2006 Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan manajemen tekanan pada pipa induk (Mains) dan pipa dinas (Services) dapat menurunkan tingkat kebocoran (break frequency) sebesar 52,5%. Salah satu teknologi manajemen tekanan adalah Press Reducing Valve yang dioperasikan oleh pilot. Berikut ini adalah gambar Pilot Operated Press Reducing Valve. Gambar 1. Fully Modulating PRV Controller Selain manajemen tekanan, penyebab kebocoran lain yang signifikan adalah manajemen pembacaan. Faktor kehilangan air nonfisik dipengaruhi oleh akurasi meter, sambungan liar, pencurian, kesalahan pembacaan, dan penanganan data. Hasil pembacaan meter merupakan indikator perhitungan jumlah air terpakai sehingga akurasi pembacaan sangat penting. Masalah yang selama ini terjadi adalah pembacaan sering tidak akurat. Hal ini disebabkan oleh human error atau permasalahan pada water mater pelanggan. Untuk mengoptimalkan hasil pembacaan meter pelanggan dapat dilakukan dengan syarat: 1. Sistem distribusi pengaliran dengan sistem DMA (blok) yang dilengkapi dengan meter blok yang berfungsi baik. Blok harus benar-benar terisolasi tidak berhubungan dengan blok yang lainnya. 2. Pembagian petugas pembacaan meter dilakukan berdasarkan blok . 3. Waktu pembacaan disamakan antara membaca Meter Induk Blok dengan Meter pelanggan Setelah syarat tersebut dipenuhi, hasil total angka bacaaan meter induk dan meter pelanggan tidak boleh selesih > 15%. Apabila lebih dapat disimpulkan bahwa teridentifikasi terjadi kehilangan air yang harus dilakukan pengecekan secara ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 komprehensif pada semua indikator lainnya (pengecekatan jaringan pipa, akurasi meter pelanggan, dsb). Contoh skema dari teknologi pembacaan meter adalah Radio Frequency Data Collector. Dengan menggunakan teknologi ini, perusahaan akan dapat langsung mengambil data jumlah pemakaian pelanggan secara otomatis melalui medio gelombang radio. Lebih lanjut, perusahaan dapat memonitor secara langsung pemakaian pelanggan secara real time. Berikut ini gambar skema dari teknologi Radio Frequency Data Collector. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa setiap meter air pelanggan akan diberi sebuah modul tambahan yang berfungsi sebagai transmitter yang kemudian akan ditangkap oleh receiver yang diletakkan di masing-masing dekat daerah pelanggan. Data akan dikirimkan ke access point melaui media gprs dan kemudian dikirim ke server pusat oleh access point melalui media gprs. Kemudian kantor pusat akan mengakses data tersebut melalui internet/intranet link. Gambar 2. Skema Radio Frequency Data Collector Analytic Network Process (ANP) Analytic Network Process adalah suatu teori pengukuran yang umumnya diaplikasikan pada dominasi suatu pengaruh terhadap beberapa stakeholder atau alternatif melalui suatu atribut atau kriteria (Saaty, 2001). Dalam membuat keputusan, perlu dibedakan antara struktur hirarki dan jaringan yang digunakan untuk mencerminkan bagian-bagiannya. Dalam hirarki level disusun secara descending menurut pengaruhnya. Pada jaringan, komponen (sebutan level pada jaringan) tidak disusun pada urutan tertentu, namun dihubungkan secara berpasangan dengan garis lurus. Arah panah mencerminkan pengaruh dari sebuah komponen terhadap komponen yang lain. Perbandingan berpasangan dalam suatu komponen dibuat menurut dominasi pengaruh dari setiap pasangan elemen dalam sistem. Dalam jaringan sistem komponen dapat dianggap sebagai elemen yang berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dengan mengacu pada suatu kriteria. Keunggulan ANP dibandingkan AHP adalah bahwa ANP membebaskan kebutuhan untuk menyusun komponen dalam bentuk rantai lurus seperti dalam hirarki. ANP memungkinkan struktur untuk berkembang lebih alami sehingga merupakan cara ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 yang lebih baik untuk mendiskripsikan apa yang terjadi di dunia nyata. Dan dengan memasukkan dependensi, feedback dan siklus pengaruh pada supermatriks. ANP lebih obyektif dan lebih memungkinkan untuk menangkap apa yang terjadi di dunia nyata. Secara keseluruhan ANP merupakan alat pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan AHP, namun ANP memerlukan kerja lebih untuk menangkap fakta dan interaksi. Sehingga untuk keputusan yang sifatnya sederhana dan harus dilakukan dengan cepat, kerja lebih untuk menangkap fakta dan interaksi tersebut mempersulit penggunannya. Feedback Network Banyak masalah keputusan tidak bisa disusun secara hirarki karena melibatkan interaksi dan dependensi dari elemen yang berada pada level yang lebih tinggi dengan elemen yang berada pada level lebih rendah. Tingkat kepentingan alternatif tidak hanya ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan kriteria namun juga ditentukan berdasarkan tingkat tingkat kepentingan alternatif itu sendiri. Feedback juga memungkinkan untuk memfaktorkan masa depan pada masa ini untuk menentukan apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan masa depan yang diinginkan. Struktur feedback ini tidak memiliki bentuk lurus dari atas ke bawah seperti pada hirarki tapi lebih menyerupai jaringan dengan siklus yang menghubungkan komponen-komponen didalamnya pada komponen itu sendiri. Struktur ini juga memiliki sources dan sinks. Source node adalah asal dari suatu jalur pengaruh dan tidak pernah menjadi tujuan jalur tersebut. Sink node adalah kebalikan dari source node yaitu tujuan dari jalur pengaruh dan tidak akan pernah menjadi sumber dari jalur yang ada. Komponen di dalam node merupakan suatu kumpulan kriteria dan alternatif. Komponen dimana tidak terdapat arah panah yang masuk ke dalam node disebut sebagai komponen source seperti C1 dan C2. Komponen dimana tidak terdapat arah panah yang keluar dari node disebut sebagai komponen Sink seperti C5. Komponen dimana terdapat arah panah yang keluar dan masuk Node C4 membentuk suatu siklus antara dua komponen karena kedua komponen tersebut saling member feedback. C2 dan C4 memiliki loops yang menghubungkan komponen tersebut dengan dirinya sendiri. Loops juga dikenal sebagai inner dependent sedangkan koneksi yang lain antar komponen kemudian disebut sebagai outer dependent. Secara umum, jaringan terdiri atas komponen dan elemen yang ada di dalamnya. Tetapi dalam menciptakan struktur untuk mencerminkan permasalahan ada kemungkinan bagian yang lebih besar dipertimbangkan sebagai komponen. Menurut ukurannya, jaringan memiliki sistem yang dibentuk dari kumpulan sub sistem, dengan sub sistem dibentuk dari komponen-komponen dan setiap komponen dibentuk dari elemen-elemen. Komponen jaringan keputusan disimbolkan dengan , h =l, … m, dan diasumsikan bahwa komponen tersebut memiliki elemen yang disimbolkan dengan , , …, . Pengaruh dari kumpulan elemen yang diberikan dalam sebuah komponen pada setiap elemen dalam sistem disimbolkan oleh vector prioritas yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan seperti cara umum pada AHP. Dari vector prioritas tersebut dapat dibentuk sebuah matriks yang mencerminkan alur pengaruh dari sebuah elemen komponen baik dengan elemen itu sendiri maupun dengan elemen lainnya. Pengaruh elemen dalam jaringan pada elemen lain dalam jaringan tersebut dapat dilihat pada Persamaan 1. ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 ⎡ ⎢ W=⎢ ⎢ ⎢ ⎣ … ⎤ … ⎥ . … . ⎥ . … . ⎥ . … . ⎥ … ⎦ . . . (1) Pada persamaan 2.1, baris pertama dan kolom pertama merupakan nilai vector prioritas untuk komponen yang terdiri atas elemen , ,…, . Baris kedua dan kolom kedua merupakan nilai vektor prioritas untuk komponen yang terdiri atas elemen , ,…, . Baris terakhir dan kolom terakhir merupakan nilai vektor prioritas untuk komponen yang terdiri atas elemen , ,…, . Data masukan dalam supermatriks disebut blok. Blok tersebut adalah matriks dengan susunan seperti pada Persamaan 2. ⎡ ⎢ ⎢ =⎢ ⎢ ⎢ ⎣ . . . . . . … … … … … … . . . ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ (2) Persamaan 2 diatas menunjukkan berapa besar pengaruh elemen yang satu dengan elemen yang lain. Beberapa nilai dapat bernilai 0. Hal ini berarti elemen tersebut tidak memiliki pengaruh apapun pada elemen tertentu. Bagi elemen yang mempengaruhi elemen itu sendiri memiliki nilai matriks identitas I. Prioritas dalam Supermatriks Untuk menghasilkan limit prioritas dari supermatrik, supermatriks tersebut harus diubah menjadi matriks dimana setiap kolom-kolomnya memiliki keseragaman jumlah. Supermatriks yang jumlah nilai setiap kolomnya seragam disebut stochastic matrix. Prioritasdari sebuah elemen dalam komponen adalah indikator dari prioritas komponen tersebut dalam keseluruhan susunan komponen. Untuk itu perlu dibandingkan antara komponen tersebut menurut pengaruh masing-masing komponen dalam supermatriks. Setiap perbandingan menghasilkan vektor prioritas dari pengaruh semua komponen yang ada dibagian atas supematriks. Hal ini dilakukan untuk setiap komponen. Vektor yang dihasilkan digunakan sebagai pembobot blok matriks pada kolom yang ada pada suatu komponen. Masukan yang pertama dimultiplikasi dengan semua elemen yang ada pada blok yang pertama dari kolom tersebut. Masukan yang kedua dimultiplikasi dengan elemen yang ada pada blok yang kedua dan seterusnya. Hasil dari proses ini dikenal sebagai weightes supermatrix yang merupakan stokastik. Matriks stokastik ini dapat digunakan untuk menghasilkan prioritas yang diinginkan dengan mengubahnya menjadi suatu limit matriks. Supermatriks tersebut perlu ditegaskan untuk menagkap transmisi pengaruh pada setiap jalur yang memungkinkan dari sebuah supermatriks. Nilai masukan pada weighted supermatrix tersebut menggambarkan pengaruhu elemen yang lainnya, namun sebuah elemen dapat mempengaruhi elemen lain secara tidak langsung. Semua pengaruh yang dianggap secara tidak langsung. Semua pengaruh yang dianggap secara secara tidak langsung diperoleh dengan menguadratkan matriks tersebut berkali-kali. ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Sehingga diperoleh deretan tak berhingga dari matrix pengaruh tersebut dan disimbolkan sebagai , k = 1, 2, … Untuk mengetahui nilai rata-rata dari N deretan supermatriks ini dengan menggunakan lim Metode ini diketahui sebagai Cesaro sum. →∞ ∑ (3) ALUR PENELITIAN Alur penelitian ini diperlukan agar pada saat melakukan penelitian kita tidak akan keluar dari langkah-langkah yang sudah ditentukan pada alur penelitian ini. Adapun langkah-langkah utama dari penelitian ini adalah: Tahap Identifikasi Awal, Tahap Perancangan, Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data, Tahap Analisis, Tahap Kesimpulan dan Saran Agar lebih mudah dipahami, maka secara sistematis pada gambar 3, dijelaskan alur metodologi penelitian untuk masing–masing tahapan penelitian. Tahap Identifikasi Awal Observasi Pendahuluan Perumusan Masalah Penetapan Tujuan Tinjauan Pustaka Studi Lapangan Tahap Perancangan Brainstorming dengan Expert Identifikasi Faktor Dominan Kebocoran Penentuan Alternatif Keputusan Penentuan Kriteria Pengambil Keputusan Perancangan Network Process Perancangan Kuesioner ANP Tahap Pengumpulan Pengolahan Data Wawancara dengan Expert dan Pengolahan Data Weight dan Relationship Strength dengan Software Super Decisions Analisis Hasil Pengolahan Data Tahap Analisis Analisis Sensitivitas Kesimpulan dan Saran Tahap Kesimpulan dan Saran Gambar 3. Alur Metodologi Penelitian ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-8 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 PERHITUNGAN ANP Sebelum melakukan perhitungan ANP dengan bantuan software Super Decisions maka kita harus membuat model dari network yang ada. Untuk membangun model kita harus membuat cluster-cluster dan node-node yang kemudian akan kita beri tanda hubungan untuk masing-masing cluster atau node yang mempunyai keterkaitan. Berikut ini adalah gambar model dari Penentuan Pemilihan Teknologi Pengendalian Kebocoran Air di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo. Gambar 4. Model ANP Penentuan Pemilihan Teknologi Pengendalian Kebocoran Air Dari nilai pembobotan yang telah diperoleh maka dapat dilakukan perangkingkan setiap alternatif. Tabel berikut merupakan hasil dari perangkingan tersebut. Bobot pada kolom total adalah eigenvektor yang dihasilkan dari limiting supermatrix pada kondisi steady state. Bobot pada kolom normal adalah bobot yang telah dinormalisasi sehingga jumlah totalnya adalah satu. Sedangkan pada kolom ideal adalah bobot ideal dengan nilai terbesar sama dengan satu yang diperoleh dengan membagi bobot pada kolom normal dengan nilai terbesarnya. Dari hasil tersebut dipilih penentuan alternatif penentuan teknologi pengendalian kebocoran air yang akan menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam skenario perencanaan adalah: ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-9 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Gambar 5. Hasil Sintesis Perhitungan ANP Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa hasil perhitungan sintesis ANP untuk penentuan teknologi pengendalian kebocoran air yang terpilih sebagai alternatif terbaik adalah: 1. PRV – Flow & Pressure Logger with Transmitter Module – VSD dengan nilai ideal 1, nilai normal 0,342740, nilai mentah (raw) 0,153973 2. RF Data Collector dengan nilai ideal 0,887012, nilai normal 0,304014, nilai mentah (raw) 0,136576 3. PRV – Flow & Pressure Logger with Transmitter Module dengan nilai ideal 0,457505, nilai normal 0,156805, nilai mentah (raw) 0,070443 4. PRV dengan nilai ideal 0,303929, nilai normal 0,104169, nilai mentah (raw) 0,046797 5. Barcode Data Collector dengan nilai ideal 0,269222, nilai normal 0,092273, nilai mentah (raw) 0,041453 Setelah melakukan sintesis terhadap model yang dibangun seperti di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh masih tetap konsisten atau untuk mengetahui apakah ada kemungkinan posisi prioritas berubah atau tidak. Jika ada, dengan merubah variabel bebas yang mana. Perubahan prioritas berubah atau tidak tergantung dari nilai sintesis yang ada. Apabila ada selisih nilai yang tidak terlalu jauh / nilai mutlak maka ada kemungkinan posisi prioritas berubah. Untuk kasus pada penelitian ini, nilai prioritas pertama PRVFlow & Pressure with Transmitter Logger-VSD adalah 1 sedangkan prioritas kedua RF Data Collector adalah 0,887012. Selisih dari kedua prioritas ini adalah 0,112988. Nilai ini menunjukkan kemungkinan adanya perubahan posisi prioritas alternatif. Setelah mengetahui ada kemungkinan maka langkah selanjutnya adalah melakukan trial and error. Kita harus melihat satu-persatu variabel mana yang dapat mempengaruhi posisi prioritas. Hal ini dilihat dari adanya perpotongan garis pada grafik uji sensitivitas. ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-10 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Apabila ada, berarti variabel bebas tersebut dapat mempengaruhi posisi prioritas. Dalam penelitian ini adapun variabel bebas yang dapat merubah posisi prioritas adalah Biaya Instalasi, Biaya Operation Maintenance, Kebocoran Menurun, Kontinyuitas Distribusi Meningkat. Adapun grafik analisis sensitivitas adalah sebagai berikut: Gambar 6. Grafik Sensitivitas Biaya Instalasi - RF Data Collector Gambar 8. Grafik Sensitivitas Kebocoran Menurun – RF Data Collector ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-11 Gambar 7. Grafik Sensitivitas Biaya Operation aintenanance – RF Collector Gambar 9. Grafik Sensitivitas Kontinyuitas Debit Air Meningkat RF Data Collector Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 PENUTUP Dari hasil penelitian diperoleh sebuah hasil kesimpulan bahwa dari beberapa faktor yang paling berpengaruh terhadap kebocoran air di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo adalah faktor manajemen pembacaan dan faktor manajemen tekanan. Hal ini sesuai dengan hasil brainstorming dengan para expert yang ada di PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo. Setelah kita mengetahui faktor utama yang mempengaruhi kebocoran maka langkah selanjutnya adalah mem-breakdown faktor-faktor tersebut. Adapun yang perlu kita breakdown adalah alternatif-alternatif teknologi yang akan dipilih, cluster-cluster maupun node-node. Setelah itu hubungkan dengan cara membuat model network. Hasil dari perhitungan di atas dengan menggunakan software Super Decisions adalah teknologi yang paling tepat digunakan untuk mengatasi kebocoran di PDAM Delta Tirta adalah PRV-Flow & Pressure Logger with Transmitter Module-VSD dengan nilai ideal 1, nilai normal 0,342740, nilai mentah (raw) 0,153973. DAFTAR PUSTAKA DPD Perpamsi Prov. DKI Jakarta, (2008), Upaya Penurunan Non Revenue Water (Nrw) untuk Peningkatan Pelayanan Air Minum, Non Revenue Water (NRW) Workshop Handout, DPD Perpamsi Prov. DKI Jakarta, Jakarta. Handayani, D., (2003), Implementasi Pendekatan ANP (Analytic Network Process) Dalam Metode Teknometrik untuk Analisa Kandungan Teknologi, Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Haryono, ( 2005), Analitycal Hierarchy Process, Lecture handout: MCDM, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo, (2010), Profil Perusahaan-PDAM Delta Tirta Kab. Sidoarjo, PDAM DeltaTirta Kab.Sidoarjo, Sidoarjo. Pujawan, I.N., (2004), Ekonomi Teknik, Edisi pertama, Penerbit Guna Widya, Surabaya. Rachman, A., (2007), Analisis Kandungan Teknologi dengan Pendekatan Teknometrik dan AHP di Instalasi Radiodiagnostik RSU Haji Surabaya sebagai Dasar Strategi Kebijakan Manajemen Rumah Sakit. Tesis Magister, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Saaty, L., (2001), Decision Making with Dependence and Feeback: The analytic Network Process, 2nd edition, RWS Publications, Pittsburgh. Thornton, J. & Lamber, A., (2006), Pressure Management Extends Infrastructure Life and Reduces Unnecessary Costs Thuesen, G.J. & Fabrycky, W.J., (2001). Engineering economy, 9th edition, Prentice Hall International, .S.l. Vanany, I., (2003), “Aplikasi analytic network process (ANP) pada perancangan pengukuran kinerja”, Jurnal Teknik Industri, Vol. 5, No. 1, hal. 50-62. ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-12 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Yudhistira, T., (2002), Studi Komparatif Metode Pengambilan Keputusan dengan Kriteria-Kriteria Interdependen Menggunakan ANP dan Fuzzy AHP, INSAHP II, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Zeleny, M., (1986), Multiple Criteria Decision Making, Mc.Graw Hill Book Company, New York. ISBN : 978-602-97491-2-0 A-13-13