Bab V - Nulisbuku.com

advertisement
MODAL SOSIAL – MASYARAKAT
PERKOTAAN
Banyaknya kasus-kasus kekerasan anak dan
perempuan yang terjadi di kota Surabaya telah
menjadi keprihatinan tersendiri. Berbagai upaya
pemberdayaan kelompok sudah dilakukan. Salah
satunya dengan membentuk kelompok peduli anak
dan perempuan yang dimotori oleh para kader dan
relawan. Kelompok ini diharapkan menjadi penggerak
dalam upaya membangun mekanisme perlindungan
anak yang berbasis masyarakat.
Namun dari sekian kelompok yang dibentuk
oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat,
pada akhirnya tidak dapat berjalan sesuai dengan
fungsinya. Kondisi masyarakat urban yang cendrung
individual dan pragmatis selalu menjadi alasan
kenapa kelompok-kelompok tersebut tidak dapat
bertahan. Namun ada juga kelompok yang bertahan
dan menjadi semakin berkembang melebihi harapan
sebelumnya. Kelompok tersebut adalah kelompok
pemerhati anak Crisis Center Cahaya Mentari yang
berada di daerah Kecamatan Sawahan Surabaya.
Berangkat dari latarbelakang inilah, penulis
mencoba untuk mendalami dan meneliti kelompok ini
dari sudut pandang modal sosial yang mereka miliki.
Namun berbeda dengan beberapa penelitian modal
sosial yang pernah dilakukan, penulis mencoba untuk
memahaminya melalui proses interaksi antar individu
didalam kelompok yang kemudian membentuk
kepercayaan, norma atau nilai dan jaringan sosial.
Selain itu peneliti juga mensinergikan modal sosial
tersebut dengan modal-modal lainnya seperti modal
manusia, ekonomi dan fisik. Kekuatan modal sosial ini
kemudian menjadi jembatan untuk melakukan
kerjasama
dengan
berbagai
pihak
yang
mendatangkan
berbagai
sumber
daya
yang
dibutuhkan.
Untuk memahami proses-proses interaksi
sosial yang terjadi didalam kelompok, penulis
menggunakan pendekatan teori sosiologi mikro yaitu
Teori Pertukaran Sosial dari George C. Homans. Teori
ini membahas tentang beberapa proposisi seperti
Proposisi Sukses, Proposisi Stimulus, Proposisi Nilai,
Proposisi Deprivasi -satiasi, dan Proposisi restuagresi.
Teori
pertukaran
sosial
ini
merupakan teori dalam ilmu sosial yang menyatakan
bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur
ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling
mempengaruhi.
Dengan pendekatan metodologi kualitatif
didapatkan hasil analisis bahwa proses terbentuknya
modal sosial didalam kelompok Crisis Center Cahaya
Mentari adalah hasil dari proses-proses pertukaran
antara individu-individu dalam interaksi sosial.
Ganjaran-ganjaran tersebut berupa peningkatan
pengetahuan,
pengalaman,
jaringan
sosial,
penghargaan dari berbagai pihak, dimudahkan dalam
hal materi maupun non materi dan secara moral
mereka merasa ada kepuasan tersendiri karena bisa
menolong orang lain. Proses inilah yang membentuk
dan memperkuat modal sosial yang dimiliki oleh
individu-individu yang terlibat didalam kelompok
Crisis Center Cahaya Mentari.
Modal sosial berupa kepercayaan, norma atau nilai
dan jaringan sosial yang terbentuk dalam kelompok
Crisis Center Cahaya Mentari adalah sebuah hasil
dari proses interaksi dan pertukaran sosial antar
individu-individu yang terlibat didalamnya. Modal
sosial yang mereka miliki menjadi faktor utama yang
memampukan para relawan untuk menolong dan
mendampingi kasus-kasus kekerasan anak dan
perempuan.
Dapat dilihat bahwa kemampuan teknis ibuibu relawan dalam penanganan kasus, setelah
ditingkatkan, mampu membangun kepercayaan diri,
kepercayaan dalam kelompok, dan membangun
jejaring dengan berbagai pihak. Kemampuan teknis
ini di perkuat oleh nilai-nilai kepedulian untuk
menolong orang lain, menghasilkan manfaat dalam
bentuk materi dan non materi bagi kelompok dan
individu-individu didalamnya. Keuangan kelompok
makin membaik dengan banyaknya donasi dan usaha
keluargapun makin meningkat karena kemampuan
mereka makin banyak dikenal oleh masyarakat.
Jaringan yang terbentuk memudahkan akses
terhadap sumber daya yang ada disekitarnya.
Akhirnya mereka bisa mendapatkan legalitas secara
formal dalam bentuk yayasan, diikuti oleh dukungan
infrastruktur lainnya seperti sarana dan prasarana
untuk menjalankan kegiatan organisasi lebih baik
lagi.
Relawan yang menjadi informan penelitian ini,
mengatakan bahwa mereka mendapatkan banyak
manfaat setelah bergabung dengan Crisis Center
Cahaya Mentari. Pengetahuan dan pengalaman
mereka makin meningkat, banyak mitra, dapat
menolong orang lain yang membutuhkan dan disisi
lain
mereka
juga
mengatakan
keluarganya
dimudahkan dalam berbagai hal seperti pendidikan
anak, ekonomi keluarga dan dalam banyak hal yang
tidak mereka pikirkan sebelumnya.
Dari ketiga fungsi modal sosial yang ada,
maka modal sosial yang terbentuk dalam proses
interaksi yang dilakukan Crisis Center Cahaya
Mentari dapat lihat sebagai fungsi modal sosial
‘bridging’ dan ‘linking’.
Sebagai fungsi ‘bridging’
atau fungsi
menjembatani, dapat dilihat dari pembentukan
hubungan atau interaksi berdasarkan nilai-nilai
kebersamaan atau dalam bahasa para relawan,
kekeluargaan. Kekeluargaan dianggap sebagai alat
pemersatu bagi kelompok ini. Selain itu mereka
sangat terbuka dengan berbagai pengetahuan,
jaringan dan kesempatan untuk menolong anak dan
perempuan yang bermasalah.
Sebagai fungsi ‘linking’ modal sosial yang
dimiliki, mampu menjembatani kebutuhan antara
berbagai kelompok dengan kepentingan yang sama
yaitu pemenuhan terhadap hak-hak anak dan
perempuan. Modal sosial yang dimiliki Crisis Center
Cahaya Mentari menjadi jembatan untuk melakukan
kerjasama dengan pemerintah dari tingkat kampung
sampai tingkat nasional, berbagai lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang fokus kepada anak dan
perempuan, akademisi dan tentunya masyarakat yang
mereka layani.
Selain individu-individu yang memiliki hati
yang peduli dan teruji, proses terbentuknya modal
sosial dalam kelompok Crisis Center Cahaya Mentari
dapat ditumbuhkan dari proses pendampingan yang
terencana, konsisten dan berkesinambungan.
Dalam hal ini pendampingan dari Wahana
Visi Indonesia melalui konsep pemberdayaan
masyarakat, mampu menumbuhkan dan berperan
penting dalam terbentuknya kepercayaan, nilai atau
norma
dan
jaringan
dalam
kelompok
ini.
Pendampingan yang dilakukan oleh lembaga ini,
dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2012.
Dari data yang didapatkan bahwa awalnya kelompok
ini hanya ibu-ibu rumah tangga biasa, yang kemudian
difasilitasi dan ditingkatkan kapasitasnya kemudian
berproses dan akhirnya pada tahun 2012 mereka
mampu berdiri sendiri sebagai sebuah yayasan yang
disebut Yayasan Crisis Center Cahaya Mentari.
Akhirnya, penulis selalu percaya bahwa dalam
setiap persoalan yang dihadapi oleh individu,
keluarga, masyarakat baik di konteks rural-desa
maupun urban-kota, selalu ada jawabannya dan selalu
ada pendekatan yang bisa dilakukan untuk
memberdayakan mereka. Penting untuk semua
bidang ilmu tidak lagi berada di menara gading,
namun dipakai untuk menolong masyarakat untuk
keluar dari berbagai persoalan yang dihadapinya.
Praksis…Praksis…Praksis !
Download