MODAL SOSIAL – MASYARAKAT PERKOTAAN Banyaknya kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di kota Surabaya telah menjadi keprihatinan tersendiri. Berbagai upaya pemberdayaan kelompok sudah dilakukan. Salah satunya dengan membentuk kelompok peduli anak dan perempuan yang dimotori oleh para kader dan relawan. Kelompok ini diharapkan menjadi penggerak dalam upaya membangun mekanisme perlindungan anak yang berbasis masyarakat. Namun dari sekian kelompok yang dibentuk oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, pada akhirnya tidak dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Kondisi masyarakat urban yang cendrung individual dan pragmatis selalu menjadi alasan kenapa kelompok-kelompok tersebut tidak dapat bertahan. Namun ada juga kelompok yang bertahan dan menjadi semakin berkembang melebihi harapan sebelumnya. Kelompok tersebut adalah kelompok pemerhati anak Crisis Center Cahaya Mentari yang berada di daerah Kecamatan Sawahan Surabaya. Berangkat dari latarbelakang inilah, penulis mencoba untuk mendalami dan meneliti kelompok ini dari sudut pandang modal sosial yang mereka miliki. Namun berbeda dengan beberapa penelitian modal sosial yang pernah dilakukan, penulis mencoba untuk memahaminya melalui proses interaksi antar individu didalam kelompok yang kemudian membentuk kepercayaan, norma atau nilai dan jaringan sosial. Selain itu peneliti juga mensinergikan modal sosial tersebut dengan modal-modal lainnya seperti modal manusia, ekonomi dan fisik. Kekuatan modal sosial ini kemudian menjadi jembatan untuk melakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang mendatangkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan. Untuk memahami proses-proses interaksi sosial yang terjadi didalam kelompok, penulis menggunakan pendekatan teori sosiologi mikro yaitu Teori Pertukaran Sosial dari George C. Homans. Teori ini membahas tentang beberapa proposisi seperti Proposisi Sukses, Proposisi Stimulus, Proposisi Nilai, Proposisi Deprivasi -satiasi, dan Proposisi restuagresi. Teori pertukaran sosial ini merupakan teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Dengan pendekatan metodologi kualitatif didapatkan hasil analisis bahwa proses terbentuknya modal sosial didalam kelompok Crisis Center Cahaya Mentari adalah hasil dari proses-proses pertukaran antara individu-individu dalam interaksi sosial. Ganjaran-ganjaran tersebut berupa peningkatan pengetahuan, pengalaman, jaringan sosial, penghargaan dari berbagai pihak, dimudahkan dalam hal materi maupun non materi dan secara moral mereka merasa ada kepuasan tersendiri karena bisa menolong orang lain. Proses inilah yang membentuk dan memperkuat modal sosial yang dimiliki oleh individu-individu yang terlibat didalam kelompok Crisis Center Cahaya Mentari. Modal sosial berupa kepercayaan, norma atau nilai dan jaringan sosial yang terbentuk dalam kelompok Crisis Center Cahaya Mentari adalah sebuah hasil dari proses interaksi dan pertukaran sosial antar individu-individu yang terlibat didalamnya. Modal sosial yang mereka miliki menjadi faktor utama yang memampukan para relawan untuk menolong dan mendampingi kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan. Dapat dilihat bahwa kemampuan teknis ibuibu relawan dalam penanganan kasus, setelah ditingkatkan, mampu membangun kepercayaan diri, kepercayaan dalam kelompok, dan membangun jejaring dengan berbagai pihak. Kemampuan teknis ini di perkuat oleh nilai-nilai kepedulian untuk menolong orang lain, menghasilkan manfaat dalam bentuk materi dan non materi bagi kelompok dan individu-individu didalamnya. Keuangan kelompok makin membaik dengan banyaknya donasi dan usaha keluargapun makin meningkat karena kemampuan mereka makin banyak dikenal oleh masyarakat. Jaringan yang terbentuk memudahkan akses terhadap sumber daya yang ada disekitarnya. Akhirnya mereka bisa mendapatkan legalitas secara formal dalam bentuk yayasan, diikuti oleh dukungan infrastruktur lainnya seperti sarana dan prasarana untuk menjalankan kegiatan organisasi lebih baik lagi. Relawan yang menjadi informan penelitian ini, mengatakan bahwa mereka mendapatkan banyak manfaat setelah bergabung dengan Crisis Center Cahaya Mentari. Pengetahuan dan pengalaman mereka makin meningkat, banyak mitra, dapat menolong orang lain yang membutuhkan dan disisi lain mereka juga mengatakan keluarganya dimudahkan dalam berbagai hal seperti pendidikan anak, ekonomi keluarga dan dalam banyak hal yang tidak mereka pikirkan sebelumnya. Dari ketiga fungsi modal sosial yang ada, maka modal sosial yang terbentuk dalam proses interaksi yang dilakukan Crisis Center Cahaya Mentari dapat lihat sebagai fungsi modal sosial ‘bridging’ dan ‘linking’. Sebagai fungsi ‘bridging’ atau fungsi menjembatani, dapat dilihat dari pembentukan hubungan atau interaksi berdasarkan nilai-nilai kebersamaan atau dalam bahasa para relawan, kekeluargaan. Kekeluargaan dianggap sebagai alat pemersatu bagi kelompok ini. Selain itu mereka sangat terbuka dengan berbagai pengetahuan, jaringan dan kesempatan untuk menolong anak dan perempuan yang bermasalah. Sebagai fungsi ‘linking’ modal sosial yang dimiliki, mampu menjembatani kebutuhan antara berbagai kelompok dengan kepentingan yang sama yaitu pemenuhan terhadap hak-hak anak dan perempuan. Modal sosial yang dimiliki Crisis Center Cahaya Mentari menjadi jembatan untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah dari tingkat kampung sampai tingkat nasional, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus kepada anak dan perempuan, akademisi dan tentunya masyarakat yang mereka layani. Selain individu-individu yang memiliki hati yang peduli dan teruji, proses terbentuknya modal sosial dalam kelompok Crisis Center Cahaya Mentari dapat ditumbuhkan dari proses pendampingan yang terencana, konsisten dan berkesinambungan. Dalam hal ini pendampingan dari Wahana Visi Indonesia melalui konsep pemberdayaan masyarakat, mampu menumbuhkan dan berperan penting dalam terbentuknya kepercayaan, nilai atau norma dan jaringan dalam kelompok ini. Pendampingan yang dilakukan oleh lembaga ini, dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2012. Dari data yang didapatkan bahwa awalnya kelompok ini hanya ibu-ibu rumah tangga biasa, yang kemudian difasilitasi dan ditingkatkan kapasitasnya kemudian berproses dan akhirnya pada tahun 2012 mereka mampu berdiri sendiri sebagai sebuah yayasan yang disebut Yayasan Crisis Center Cahaya Mentari. Akhirnya, penulis selalu percaya bahwa dalam setiap persoalan yang dihadapi oleh individu, keluarga, masyarakat baik di konteks rural-desa maupun urban-kota, selalu ada jawabannya dan selalu ada pendekatan yang bisa dilakukan untuk memberdayakan mereka. Penting untuk semua bidang ilmu tidak lagi berada di menara gading, namun dipakai untuk menolong masyarakat untuk keluar dari berbagai persoalan yang dihadapinya. Praksis…Praksis…Praksis !