BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Bisnis Internasional dan Globalisasi Carrigan’s dalam buku Williams (2011:7) mendeskripsikan bahwa manajer dalam menjalankan tanggung jawab manajerialnya harus memperhatikan keefisienan dan keefektifan dari sebuah proses kerja. Keefisienan adalah menyelesaikan pekerjaan dengan meminimalisasi usaha, beban dan limbah, sedangkan keefektifan adalah mengerjakan tugas yang dapat memenuhi tujuan organisasi seperti jasa dan kepuasan pelanggan. Manajer memanfaatkan globalisasi terjadi di dunia, untuk mencapai keefisienan dan keefektifan. Globalisasi sendiri dapat dilihat dari meluasnya hubungan ketergantungan antar manusia yang terdapat di berbagai negara atau belahan dunia. Globalisasi membuat terjadinya integrasi dalam dunia ekonomi melalui pengurangan hambatan dalam laju barang, jasa, modal, teknologi dan manusia. Dengan adanya globalisasi, maka manajer dapat mencari ketersediaan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhannya serta target pasar untuk mendistibusikan produknya. Hubungan antara persediaan dan pasar menjadi bagian kegiatan dari bisnis internasional yang didefinisikan sebagai segala bentuk tranksasi komersial termasuk penjualan, investasi, dan transportasi yang terjadi antara dua atau lebih negara. (Daniels, Radebaugh, & Sullivan, 2013:49) Untuk memenangkan pasar, maka perusahaan perlu meningkatkan keunggulan kompetitifnya melalui sumber daya manusia yang dimiliki. Berdasarkan Preffer dalam buku Williams (2011:30), perusahaan yang lebih memperhatikan sumber daya manusianya akan membuat keunggulan kompetitif yang bertahan sepanjang masa dan sulit untuk ditiru oleh perusahaan lainnya. Perusahaan dapat menjadi kompetitif karena sumber daya manusianya yang pintar, terlatih, termotivasi, dan berkomitmen. Untuk mencapai keunggulan kompetitif tersebut, maka perusahaan perlu melakukan manajemen yang baik terhadap sumber daya manusianya. Manajemen yang baik penting untuk dilakukan agar dapat memuaskan karyawannya, dimana karyawan tersebut nantinya akan menyediakan jasa terbaik terhadap pelanggan. 13 14 2.2 Manajemen Menurut Robbins & Mary (2012:37), Manajemen adalah sebuah rangkaian tindakan mengatur dan mengawasi aktivitas kerja dari orang lain sehingga mereka dapat menyelesaikan aktivitas kerjanya secara efektif dan efisien. Biasanya mengatur dan mengawasi aktivitas kerja ini menjadi bagian dari seorang manager, namun bukan berarti manajer dapat melakukan apa yang mereka inginkan kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun. Fungsi utama dari manajemen, antara lain : • Planning Kegiatan dalam menentukan tujuan, membuat strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang ada • Organizing Mendeskripsikan kegiatan yang harus diselesaikan, bagaimana kegiatan itu dapat diselesaikan dan siapa yang harus menyelesaikannya. • Leading Memotivasi, memimpin serta beberapa aktivitas lainnya yang termasuk dalam berurusan atau berinteraksi dengan orang lain. • Controlling Mengawasi aktivitas – aktivitas yang ada uuntuk memastikan bahwa mereka dapat mencapai hal-hal yang telah direncanakan. 2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia menjadi bagian dan bentuk nyata dari salah satu fungsi manajemen, yaitu organizing dimana manajer membutuhkan orang-orang yang dapat mengerjakan aktivitas kerja tersebut atau menghapus orang-orang yang mengerjakan aktivitas kerja tersebut ketika keadaan bisnis sedang tidak memungkinkan untuk tetap memiliki orang-orang tersebut. Dengan adanya situasi itulah, manajemen sumber daya manusia (HRM) diperlukan untuk memastikan terdapat sejumlah orang yang tepat, pada tempat yang tempat dan di saat yang tepat. (Robbins & Mary, 2012:340) Manajemen sumber daya manusia adalah usaha dari individu untuk mencapai tujuan organisasi. Pada dasarnya, semua manager menyelesaikan pekerjaannya melalui usaha yang dikeluarkan oleh orang lain maka dari itu 15 penting untuk setiap level manajer memperhatikan mengenai manajemen sumber daya manusia. Terdapat berbagai tantangan dalam mengatur sumber daya manusia diantara lain perubahan tenaga kerja, peraturan pemerintah, serta bergeraknya revolusi dalam bidang teknologi dan ekonomi di berbagai belahan negara di dunia. (Mondy, 2014:245) Manajemen sumber daya manusia menjadi suatu hal yang penting, dikarenakan tiga alasan, diantara lain : (Robbins & Mary, 2012:340) • Pertama, manajemen sumber daya manusia dapat menjadi sumber daya yang penting dalam mendukung keunggulan kompetitif dari suatu perusahaan. • Kedua, manajemen sumber daya manusia menjadi bagian yang penting dalam strategi organisasi. Mencapai kesuksesan yang kompetitif melalui manusia mengartikan bahwa manajer harus mengubah cara pikir dan pandangan mereka terhadap karyawan serta membangun hubungan kerja. • Ketiga, cara organisasi dalam memperlakukan karyawannya dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dari organisasi tersebut. 2.3.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Terdapat 5 bidang fungsional yang berhubungan dengan Manajemen sumber daya manusia yang efektif antara lain : (Mondy. 2014:247) 1. Staffing Merupakan suatu proses untuk memastikan organisasi memiliki jumlah karyawan yang tepat dengan keterampilan yang sesuai dalam mengerjakan pekerjaannya agar tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai. Job analysis, human resource planning, recruitment and selection termasuk dalam kegiatan staffing. 2. Human Resource Development Merupakan salah satu fungsi dari HRM, yang bukan hanya berbicara mengenai pelatihan dan pengembangan tetapi juga perencanaan karir, pengembangan organisasi serta manajemen penilaian kinerja. 3. Compensation 16 Selama ini, pemberian kompensasi yang adil menjadi sebuah topik pemikiran serta pertimbangan baik oleh manajemen, serikat pekerja, maupun pekerja. Sistem kompensasi yang baik adalah dapat memberikan imbalan atau penghargaan yang merata serta memadai terhadap karyawan atas kontribusi yang telah mereka lakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jenis kompensasi antara lain : • Direct Financial Compensation : pembayaran kepada seseorang dalam bentuk gaji, upah, komisi, dan bonus. • Indirect Financial Compensation (Benefits) : Segala bentuk penghargaan finansial yang tidak termasuk dalam direct finansial compensation seperti pembayaran liburan, cuti sakit, liburan, dan asuransi kesehatan. • Nonfinancial Compensation : kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaannya sendiri atau dari lingkungan fisik maupun psikologis dimana orang tersebut bekerja. 4. Safety and health Keselamatan berhubungan dengan melindungi karyawan dari sakit yang disebabkan oleh kecelakaan dan berhubungan dengan pekerjaan, sedangkan kesehatan berkaitan dengan pembebasan karyawan dari kemungkinan terjangkitnya penyakit fisik maupun emosional. Aspek keselamatan dan kesehatan sangat penting dalam pekerjaan, karena karyawan yang bekerja di lingkungan yang aman dan sehat akan menciptakan manfaat jangka panjang seperti peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan dalam organisasi. Kebutuhan karyawan seperti kesehatan dan keselamatannya telah menjadi perhatian bagi sebagian besar organisasi. 5. Employee and labor relations Hukum mewajibkan suatu bisnis untuk memiliki dan mengakui serikat pekerja. Serikat pekerja berfungi sebagai perwakilan dari karyawan dan melakukan negosiasi tawar menawar dengan perusahaan. Ketika karyawan perusahaan merupakan bagian dari serikat pekerja, maka kegiatan sumber daya manusia 17 akan lebih diperhatikan oleh perusahaan lewat proses negosiasi yang diadakan secara bersama-sama. Kegiatan sumber daya manusia yang terkait dengan karyawan dalam perusahaan diantara lain demosi, promosi, terminasi dan pengunduran diri. 2.4 Employee Engagement Menurut Albrecht (2010:283) memperlihatkan bahwa terdapat tiga aliran pemikiran manajemen yang menyebabkan pentingnya employee engagement baik sebagai ide maupun sebagai dasar dari strategi sumber daya manusia (HR strategies). Pertama, strategi sumber daya manusia bertujuan untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif dalam internal perusahaan, baik antara manajemen dengan karyawannya. Untuk mengukur seberapa baik manajemen mengontrol komunikasi yang terjalin dalam organisasi, dan mengetahui umpan balik (feedback) dari karyawan terhadap manajemen, maka dapat dilakukan melalui survei employee engagement. Kedua, strategi sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan proses bisnis, dimana dengan adanya employee engagement, maka karyawan akan lebih termotivasi dan berperilaku sebagai karyawan yang baik, serta dengan manajemen diri yang baik dapat berinisiatif untuk meningkatkan proses bisnis yang terjadi dalam pekerjaannya Ketiga, strategi sumber daya manusia bertujuan untuk mendukung kinerja dari perusahaan, dimana dengan adanya employee engagement, maka akan mempengaruhi perilaku karyawan yang positif dan pada akhirnya dapat membuat peningkatan terhadap kinerja organisasi. 2.4.1 Definisi Employee Engagement Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karyawan (employee) adalah seseorang yang bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan dan mendapatkan gaji atau uang. Sedangkan engagemet sendiri adalah semangat, kemauan dan komitmen dari seseorang dalam menginvestasikan dirinya serta melakukan upaya diskresi untuk membantu atasannya berhasil yang melebihi loyalitas dasar atau kepuasan terhadap suatu pekerjaan. 18 Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penulis sudah menuliskan mengenai topik “employee engagement”. Menurut Kahn dalam jurnal Siddhanta & Roy (2010:170) mendeskripsikan employee engagement diantara lain bagaimana seseorang dapat memaknai dan berkontribusi serta mengerahkan seluruh energi fisik, kognitif serta emosinya dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau dalam menjalankan perannya. Gallup organization mendefinisikan employee engagement sebagai keterlibatan dan perasaan antusias dari seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Gallup berpendapat bahwa employee engagement sama dengan komitmen dan emosional positif yang dikeluarkan oleh karyawan. (Markos & Sridevi, 2010:90) Perrin’s Global Workforce Study dalam jurnal Markos & Sridevi (2010:90) mempublikasikan definisi employee engagement adalah kemauan dan kemampuan karyawan dalam membantu perusahaannya untuk berkembang dan berhasil dan biasanya karyawan tersebut akan memberikan sebagian besar usaha diskresinya yang dilakukan secara berkelanjutan Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa employee engagement adalah kemauan dan kerelaan dari karyawan untuk mengeluarkan kontribusinya baik energi fisik, kognitif dan emosi dalam mengerjakan pekerjaannya serta membantu perusahaan untuk berkembang dan berhasil. 2.4.2 Aspek Employee Engagement Bedasarkan dari penelitian global, terdapat tiga aspek dasar dalam employee engagement, diantara lain: (Siddhanta & Roy, 2010:173) 1. Para karyawan yang memiliki pengalaman dan psikologi yang unik 2. Para atasan dan kemampuannya dalam membuat kondisi untuk mendorong peningkatan employee engagement. 3. Interaksi antar karyawan dengan semua level. 19 2.4.3 Dimensi Employee Engagement Utrecht Work Engagement Scale (UWES) mengembangkan tiga dimensi dari employee engagement dalam jurnal Attridge (2010:4), diantara lain: • Semangat (Vigor) Ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental di saat bekerja, kemauan untuk memberikan atau menginvestasikan usahanya dalam pekerjaan serta ketekunan seseorang dalam menghadapi kesulitan • Dedikasi (Dedication) Ditandai dengan keterlibatan seseorang dalam suatu pekerjaan, dimana seseorang tersebut merasakan antusias, terinspirasi, kebanggaan, tantangan dan menganggap pekerjaan tersebut penting baginya. • Keasikan (Absorption) Ditandai dengan seseorang yang bahagia dan berkonsentrasi penuh terhadap pekerjaannya, dimana ia merasakan waktu berlalu begitu cepat terhadap pekerjaannya dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan 2.4.4 Key Drivers of Employee Engagement Menurut artikel Employee engagement yang dipublikasikan The Conference Board, terdapat 8 kunci yang dapat mengarahkan employee engagement diantara lain : (Siddhanta & Roy, 2010:173) 1. Trust Integrity - manajer sebaiknya dapat berkomunikasi dengan baik pada karyawannya, serta perkataan yang dikeluarkan harus dapat dipercaya. 2. Nature of Job - Dalam pekerjaan, karyawan sebaiknya dapat menentukan suatu hal yang menantang agar dapat menjadi motivasi tersendiri bagi mereka. 3. Line of sight between employee performance and company performance - karyawan sebaiknya memiliki pandangan yang jelas mengenai bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk mendukung kinerja dari perusahaan 20 4. Career growth opportunities - karyawan sebaiknya memiliki jalur pengembangan dan pertumbuhan karir yang jelas. 5. Pride about company - karyawan memiliki perasaan bangga karena telah menjadi bagian dari perusahaan tempatnya bekerja dan bangga terhadap perusahaannya. 6. Coworkers/ team member - karyawan memiliki hubungan yang baik dengan teman satu tim atau rekan kerjanya. 7. Employee development - perusahaan harus dapat mengembangkan karyawannya baik dari segi kemampuan, pengetahuan serta sikapnya. 8. Relationship with manager – antara karyawan dan manajer miliki hubungan yang terjalin dengan baik dan membuat kedua pihak nyaman serta satu sama lain dapat menghargai hubungan yang ada. Selain itu terdapat berbagai faktor yang dapat meningkatkan employee engagement diantara lain : 1. Budaya saling menghargai dimana pekerjaan yang baik akan diberikan apresiasi 2. Umpan balik, konseling dan mentoring. 3. Skema insentif, penghargaan serta pengakuan yang adil. 4. Kepemimpinan yang efektif 5. Ekpestasi pekerjaan yang jelas 6. Motivasi Dari berbagai kunci yang dapat meningkatkan employee engagement maka penulis akan berfokus untuk meneliti beberapa variabel diantara lain, budaya organisasi, kepemimpinan transformasional dan karakteristik pekerjaan dalam besarnya pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap employee engagement. 2.5 Budaya Organisasi 2.5.1 Definisi Budaya Organisasi Menurut Robins & Coulter (2007:80) definisi dari budaya organisasi adalah pengetahuan sosial yang telah diketahui bersama dalam suatu organisasi mengenai aturan, norma-norma dan nilai-nilai 21 yang dapat membentuk sikap dan perilaku dari karyawan yang ada pada organisasi tersebut. Dari definisi yang diuraikan diatas maka terdapat 3 poin utama yang dapat ditarik. Pertama, budaya adalah pengetahuan sosial yang diketahui oleh seluruh anggota dalam sebuah organisasi. Biasanya karyawan mengetahui dan belajar mengenai aspek-aspek budaya organisasi dari sesama karyawan yang lain. Cara yang dapat dilakukan karyawan untuk memahami budaya organisasi diantara lain dengan observasi, transfer pengetahuan dengan komunikasi ekplisit, atau metode lainnya. Dapat disimpulkan bahwa budaya adalah pengetahuan yang dapat dibagikan sehingga karyawan dalam organisasi dapat mempelajari dan memiliki pemahaman mengenai budaya yang ada di organisasinya. Kedua, budaya organisasi dapat memberitahukan kepada karyawan mengenai aturan, norma-norma serta nilai-nilai yang ada dan dipegang dalam organisasi. Dengan adanya budaya organisasi, karyawan dapat mengerti mengenai target dan fokus dari perusahaan, perilaku yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan, pakaian yang layak untuk dipakai saat bekerja, dan lain sebagainya. Ketiga, budaya organisasi memfokuskan atau menajamkan targetnya kepada sikap dan perilaku dari karyawan dengan membuat suatu sistem yang dapat mengontrol dan mengawasi tindakan tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa nilai dan tujuan individu dapat bertumbuh dan berkembang karena sesuai dengan yang dimiliki dalam organisasi dimana kita bekerja. 2.5.2 Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins & Judge (2015:497) terdapat 7 karakteristik utama dari esensi budaya organisasi, antara lain: 1. Inovasi dan Mengambil Resiko Sejauh mana budaya mendorong karyawan untuk menjadi inovatif dan berani untuk mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap Detail 22 Sejauh mana budaya mendorong karyawan untuk menunjukan analisa dan memperhatikan sampai pada bagian yang detail. 3. Orientasi Hasil Sejauh mana manajemen berfokus pada hasil daripada terhadap strategi atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi Orang Sejauh mana keputusan yang diambil dari manajemen memperhatikan hasil yang akan mempengaruhi orang-orang dalam organisasi. 5. Orientasi Tim Sejauh mana aktivitas kerja dalam organisasi lebih dijalankan secara tim daripada secara individual. 6. Keagresifan Sejauh mana orang yang berada dalam organisasi lebih bersikap agresif dan kompetitif daripada santai. 7. Kemantapan Sejauh mana aktivitas dalam organisasi mempertahankan status kuo daripada pertumbuhan. 2.5.3 Komponen Budaya Organisasi Menurut Schein dalam buku Browaeys & Price (2011:164), tingkat budaya terbagi dari tingkat yang bisa dilihat sampai yang tidak terlihat. Tiga komponen budaya organisasi antara lain : (Colquitt & LePine, 2011:559.) 1. Observable Artifacts Adalah suatu bentuk budaya organisasi yang dapat dengan mudah dilihat atau dibicarakan oleh karyawannya. Artifak memberikan informasi kepada karyawan mengenai bagaimana mereka harus bertindak selama hari kerja. Dengan adanya artifak maka budaya organisasi dapat dilihat oleh karyawan, pelanggan, pemegang saham, dan investor. Terdapat 6 tipe artifak, yaitu: • Simbol 23 Dapat dilihat dalam seluruh organisasi, baik dari logo perusahaan, gambar yang diletakan pada websitenya sampai dengan seragam yang digunakan oleh karyawannya. • Struktur Fisik Struktur fisik dari perusahaan, seperti ruang kantor juga dapat memberitahukan budaya organisasinya, misalnya; apakah ruang kantornya terbuka, tertutup kaca, ruang kantor karyawan terpisah dengan pihak manajemen, dan lain sebagainya. • Bahasa Setiap perusahaan memiliki istilah jargon (bahasa yang hanya diketahui oleh sekelompok orang tertentu), bahasa gaul, dan selogan yang dipasang di dinding kantor. • Ritual Adalah rutinitas yang direncanakan dan dilakukan dalam keseharian atau perminggu di sebuah organisasi. • Cerita Cerita berisi legenda, mitos, atau cerita di masa lalu yang dicerikan turun temurun dari generasi karyawan ke generasi karyawan berikutnya. • Upacara Adalah acara formal yang umumnya ditampilkan di depan para penonton yang terdiri dari karyawan atau anggota organisasi. 2. Espoused Values Espoused values adalah kepercayaan, filosofi, dan norma yang dinyatakan secara eksplisit oleh perusahaan. Espoused values didapatkan mulai dari dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan seperti pernyataan visi dan misi perusahaan, sampai kepada laporan lisan untuk karyawan yang dibuat oleh pihak eksekutif atau manajer. Ketika nilai-nilai ini dipegang oleh perusahaan dari waktu ke waktu dan dijalankan dalam kondisi apapun, maka nilai-nilai ini akan menjadi lebih dipercaya baik oleh karyawannya maupun dari orang luar perusahaan. 3. Basic Underlying Assumptions 24 Basic underlying assumptions adalah kepercayaan atau filosofi yang sudah tertanam dan mendarah daging, dimana karyawan dapat melakukan suatu tindakan tanpa mempertanyakan mengapa tindakan tersebut harus dilakukan dalam kondisi tertentu. Asumsi ini merupakan bagian yang terdalam dan bagian yang paling diamati dalam budaya. Asumsi ini yang dapat mendikte dan mempengaruhi perilaku karyawan serta asumsi ini pula yang paling bertahan lama dan sulit untuk berubah. 2.5.4 Kategori Budaya Organisasi Menurut Browaeys & Price (2011: 165), kategori budaya organisasi terbagi menjadi 4: • The Tough Guy, Macho Culture Budaya yang ada pada organisasi ini memiliki ciri-ciri, yaitu mereka berani untuk mengambil resiko dan biasanya mereka dapat mengetahui dengan cepat tingkat kesuksesan dari tindakan yang diambilnya. Budaya ini lebih mengutamakan kecepatan, yang membuat pengambilan keputusan harus dilakukan secara cepat walaupun terdapat resiko bahwa keputusan yang diambil tersebut adalah salah. Contohnya: kepolisian dan rumah sakit, industri kontruksi dan komestik, konsultan manajemen serta seluruh industri hiburan. • Work Hard/Play Hard Culture Budaya yang ada pada organisasi ini memiliki ciri-ciri, yaitu mereka menyenangkan cenderung dan untuk memiliki melakukan resiko yang kegiatan rendah. yang Untuk menghindari terjadinya resiko yang besar, maka mereka membuat sistem pengawasan yang ketat. Dalam budaya ini juga, mereka terbiasa untuk menerima umpan balik (feedback) mengenai dirinya sehingga mereka dapat mengetahui apakah pekerjaan yang mereka lakukan telah sesuai dengan aturan yang ada. Organisasi yang memiliki budaya ini juga biasanya sangat memperhatikan kebutuhan pelanggannya, sehingga mereka lebih berfokus untuk 25 mengetahui kebutuhan pelanggan dan memenuhi kebutuhan tersebut. • Bet your Company Culture Budaya yang ada pada organisasi ini memiliki ciri-ciri, yaitu sering mengambil resiko yang tinggi serta rendahnya dalam menerima dan memberi umpan balik (feedback). Biasanya karyawan akan menerima keuntungan dari keputusan yang diambil perusahaan ketika beberapa bulan atau tahun telah berlalu. Tipe organisasi ini sering menginvestasikan uangnya ke dalam berbagai proyek yang membutuhkan jangka waktu tahunan untuk diselesaikan, sehingga hubungan komunikasi di dalam perusahaan harus terjalin dan mengadakan banyak diskusi untuk memastikan keputusan yang diambil adalah benar serta menghindari resiko bangkrutnya perusahaan. • The Process Culture Budaya yang ada pada organisasi ini memiliki ciri-ciri, yaitu rendahnya tingkat pemberian atau penerimaan umpan balik (feedback), serta melakukan kegiatan yang resikonya rendah. Dalam budaya ini, karyawan tidak mengejar kekayaan atau “uang” dan karena kurangnya umpan balik (feedback) terhadap kinerja karyawan, maka mereka lebih santai terhadap pekerjaan mereka serta tidak mengkhawatirkan mengenai apa yang harus mereka kerjakan (what), tetapi mereka lebih berfokus pada bagaimana mereka dapat mengerjakannya (how). Jadi, mereka menerima pekerjaan atau tugas dari atasan, dan mereka menyelesaikannya dengan cara mereka. Contohnya adalah perusahaan asuransi, bank, dan departemen keuangan. 2.6 Kepemimpinan Pada penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada gaya kepemimpinan yang diaplikasikan dalam perusahaan, dimana penulis mengambil variabel gaya kepemimpinan transformasional. 26 2.6.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan dalam mempengaruhi sebuah kelompok agar dapat mengarah pada tercapainya visi serta serangkaian tujuan yang telah ditetapkan bersama. Pemimpin menciptakan arah yang akan dituju bersama-sama oleh kelompok berdasarkan pengembangan visi yang ingin dicapai di masa depan, setelah itu pemimpin akan mengarahkan orang-orang dengan mengkomunikasikan visinya serta memotivasi mereka ketika menemui hambatan. (Robbins & Coluter, 2011:488) Organisasi membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mencapai efektivitas yang optimal. Dalam kondisi dunia yang dinamis ini, kita perlu pemimpin yang dapat menciptakan visi masa depan serta menginspirasi anggota organisasi untuk mencapai visi tersebut. (Collquitt & Lepine, 2011:504). 2.6.2 Tipe Kepemimpinan Menurut Ivancevich, Konopaske, & Matteson (2012:460) terdapat dua jenis pendekatan gaya kepemimpinan 1. Kepemimpinan Transaksional Gaya kepemimpinan transaksional ditunjukan dengan seorang pemimpin yang menolong pengikutnya untuk mengidentifikasi apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Contohnya, kualitas hasil yang lebih baik, penjualan atau jasa yang lebih baik, pengurangan biaya dari produksi dan lain sebagainya. Dalam menolong bawahan untuk mengidentifikasi apa yang harus dilakukan, pemimpin transaksional menyadari kemampuan dari bawahannya dan menghargai kebutuhan mereka. Pendekatan transaksional menggunakan konsep path-goal sebagai bagian dari cara kerja dan penjelasannya. Dalam menggunakan gaya transaksional, pemimpin bergantung pada penghargaan secara kontingen dan manajemen tanpa pengecualian. Penelitian menunjukan bahwa saat penguatan kontingen digunakan, kinerja dan kepuasan karyawan akan meningkat. Bawahan menyadari 27 ketika mereka dapat mencapai tujuan yang ditargetkan, maka mereka akan menerima penghargaan yang mereka inginkan. Dalam menggunakan manajemen tanpa pengecualian, maka pemimpin tidak akan terlibat keuali ketika tujuannya tidak tercapai. Karakteristik yang dimiliki oleh kepemimpinan transaksional, antara lain: • Contingent Reward Usaha yang dikeluarkan oleh bawahan akan ditukar dengan penghargaan, menjanjikan penghargaan untuk bawahan yang memiliki kinerja baik, serta mengakui prestasi yang dicapai oleh bawahan • Management by Exception (active) Mengawasi dan mencari adanya penyimpangan dari aturan dan standar yang telah ditetapkan, serta mengambil tindakan yang benar terhadap penyimpangan tersebut • Management by Exception (passive) Terlibat hanya ketika standar tersebut tidak bertemu • Laissez-faire Menghindari pengambilan keputusan. 2. Kepemimpinan Transformasional Merupakan pemimpin yang dapat menginsipirasi anggotanya (follower) untuk lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingan lainnya, selain itu juga pemimpin tipe ini memiliki pengaruh yang signifikan dan luar biasa terhadap para anggotanya. Pemimpin transformasional memperhatikan kebutuhan serta perkembangan para anggotanya. Pemimpin trasnformasional menyadarkan anggotanya dalam melihat masalah lama dengan sudut pandang yang baru serta memiliki kemampuan menginspirasi dan membuat anggotanya semangat dalam mengeluarkan usaha yang lebih untuk mencapai tujuan organisasi. Karakteristik dari kepemimpinan transformasional antara lain: • Idealized Influence 28 Dapat menyediakan visi dan misi, menanamkan kebanggan dalam diri, serta mendapatkan rasa hormat serta kepercayaan dari anggotanya. • Inspirational Motivation Mengkomunikasikan harapan tinggi yang ingin dicapai, dan mengungkapkan tujuan penting dengan cara sederhana agar lebih mudah dimengerti anggotanya. • Intellectual Stimulation Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, serta dapat dengan hati-hati dalam mengambil keputusan. • Consideration Dapat memberikan perhatian antar pribadi, memperlakukan, melatih serta memberikan saran secara individual terhadap anggotanya. 2.6.3 Tujuan Kepemimpinan Transformasional Menurut Deveshwar & Aneja (2014:177), kepemimpinan transformasional memiliki tujuan sebagai berikut: • Untuk mengembangkan kemampuan dan efisiensi dari bawahan • Untuk menumbuhkan dan mengembangkan organisasi • Untuk memperoleh kinerja karyawan yang melebihi standar dan ekspetasi • Untuk membuat lebih fleksibel • Untuk mengurangi keluhan dan stress dari bawahan • Untuk mengembangkan perspektif yang baru dan berbeda 2.7 Karakteristik Pekerjaan Ketika seorang karyawan merasa bangga dan puas terhadap pekerjaan yang dilakukannya, ia akan mengalami tiga keadaan psikologi diantara lain ia menyadari bahwa ia telah melakukan pekerjaannya dengan baik, ia memiliki tanggungjawab terhadap hasil pekerjaannya, dan terakhir ia merasa bahwa hasil dari pekerjaannya sangat berarti untuknya. Untuk membuat tiga keadaan psikologi tersebut dirasakan oleh karyawan, maka munculah teori karakteristik 29 pekerjaan, dimana dalam teori ini menjelaskan mengenai karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi secara intrinsik terhadap kepuasan kerja (Colquitt, Lepine, & Wesson, 2011:110). Dalam penelitian ini, penulis akan lebih memfokuskan kepada variabel karakteristik pekerjaan. 2.7.1 Model Karakteristik Pekerjaan Menurut Robbins & Judge (2015:276) model karakteristik pekerjaan menyatakan bahwa terdapat lima dimensi inti dari pekerjaan, yaitu : 1) Skill variety. Skill variety adalah sejauh mana pekerjaan membutuhkan berbagai variasi dari kegiatan yang berbeda sehingga pekerja dapat menggunakan berbagai kemampuan atau keterampilan yang mereka miliki dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. 2) Task indentity Task identity adalah tingkat dimana dalam penyelesaian pekerjaan membutuhkan seluruh identifikasi atau hanya sepotong identifikasi kerja. 3) Task significance Task significance adalah sejauh mana pekerjaan memiliki dampak pada hidup atau pekerjaan orang lain. Misalnya, seorang suster menangani berbagai kebutuhan dari para pasiennya di rumah sakit pada intensive care unit akan dinilai sebagai high on task significance. 4) Autonomy Autonomy adalah sejauh mana sebuah pekerjaan menyediakan kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan dalam menjadwalkan pekerjaannya dan menentukan prosedur dalam melaksanakannya 5) Feedback Feedback adalah sejauh mana dalam melakukan aktivitas kerja dapat menghasilkan informasi yang langsung dan jelas mengenai kinerja kita sendiri. Kombinasi dari skill variety, task identity, dan task significance dapat membuat pekerjaan dinilai oleh karyawan sebagai pekerjaan yang 30 penting, berarti, dan berharga. Sedangkan pekerjaan dengan otonomi yang tinggi akan memberikan karyawan perasaan dimana karyawan memiliki tanggung jawab pribadi terhadap pekerjaan serta hasilnya dan jika pekerjaan dapat menyediakan feedback, maka karyawan akan dapat mengetahui seberapa efektif kinerja mereka. Dari sudut pandang motivasi, model karakteristik pekerjaan (JCM) berpandangan bahwa individu memperoleh imbalan internal ketika mereka belajar (pengetahuan terhadap hasil) bahwa mereka secara personal memiliki tanggung jawab (experienced responbility) dan telah melaksanakannya dengan baik pada tugas atau pekerjaan yang berarti, penting atau berharga untuk mereka (experienced meaningfullness). Ketika tiga aspek psikologi ini hadir, maka akan meningkatkan motivasi, kinerja serta kepuasan dari karyawan dan menurunkan ketidakhadiran (absensi) dan perasaan untuk kemungkinan meninggalkan pekerjaannya atau organisasinya (turnover). Individu yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi akan lebih mungkin untuk menanggapi secara positif ketika pekerjaan mereka diperkaya (job enrichment) daripada rekan-rekan mereka dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. 2.8 Kerangka Pemikiran Dari teori-teori yang telah disebutkan diatas maka dapat diambil kesimpulan melalui kerangka pemikiran berikut : H6 (X1) Variabel Independent H1 H4 (X2) Variabel Independent H2 (Y) H5 H3 (X3) Variabel Independent Variabel Dependent 31 H7 Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis Keterangan : X1 = Budaya Organisasi X2 = Kepemimpinan Transformasional X3 = Karakteristik Pekerjaan Y = Employee engagement 2.9 Hipotesis 1. Hipotesis untuk variabel budaya organisasi dengan employee engagement. H0: budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. Ha: budaya organisasi berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. 2. Hipotesis untuk variabel kepemimpinan transformasional dengan employee engagement. H0: kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. Ha: kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. 3. Hipotesis untuk variabel karakteristik pekerjaan dengan employee engagement. H0 : karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. Ha : karakteristik pekerjaan berpengaruh secara signifikan dan parsial terhadap employee engagement. 4. Hipotesis untuk variabel budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional dengan employee engagement H0: budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee 32 engagement. Ha: budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee engagement. 5. Hipotesis untuk variabel kepemimpinan transformasional dan karakteristik pekerjaan dengan employee engagement. H0: kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan dan karakteristik pekerjaan tidak dan simultan terhadap employee engagement. Ha: kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan dan dan karakteristik pekerjaan simultan terhadap employee engagement. 6. Hipotesis untuk variabel budaya organisasi dan karakteristik pekerjaan dengan employee engagement. H0: budaya organisasi dan karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee engagement. Ha: budaya organisasi dan karakteristik pekerjaan berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee engagement. 7. Hipotesis untuk transformasional variabel dan budaya karakteristik organisasi, pekerjaan kepemimpinan dengan employee engagement. H0: budaya organisasi, kepemimpinan transformasional dan karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee engagement. Ha: budaya organisasi, kepemimpinan transformasional dan karakteristik pekerjaan berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap employee engagement.