Aryati dan Tri | Wanita 35 Tahun dengan Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Wanita Usia 35 Tahun dengan Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial Aryati Pratama Putri, Tri Umiana Solehah Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir. Pada penderita skizofrenia juga terjadi disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi. Asosiasi terbagi‐bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalens,i dan perilaku bizar. Terdapat beberapa tipe dari skizofrenia yaitu paranoid, hebefrenik, katatonik, undifferentiated, dan residual. Pada kasus ini, Ny. D berusia 35 tahun datang dengan keluhan mengamuk tanpa sebab, berbicara sendiri, tertawa sendiri, gelisah, dan sulit tidur. Pasien sering mencurigai saudara‐saudaranya bahwa mereka akan mengambil barang‐barang berharga milik pasien. Pasien mengatakan pernah melihat bayangan bapak dan neneknya yang sudah meninggal. Pasien juga merasakan banyak orang‐orang yang sudah meninggal mengejar‐ngejar dirinya. Tilikan pasien adalah derajat 1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status psikiatri, pasien didiagnosis menderita skizofrenia. Pasien diberikan tatalaksana berupa psikofarmaka, psikoterapi, dan psikoedukasi. Kata kunci: paranoid, skizofrenia, terapi A 35 Years Old Woman with Partial Remission of Paranoid Schizophrenia Abstract Schizophrenia is a functional psycotic with main disorder is thought process. Patient with schizophrenia had unharmonious between thought process, affect or emotions, desire and psycomotoric with reality distortion, especially caused by suppitions and hallucinations. Divided association as of incoherent, inadequate affect and emotion, and from the psycomotor showed social withdrawal, ambivalence and bizzare behavior. There is a few type of schizophrenia such as paranoid, hebephrenic, catatonic, undifferentiated, and recidual. This study is a case report. From the interview, Mrs. D, 35 years old came with unkwon caused‐ rampage, self talking, self laughing, agitated, and sleep difficulty. Patient often to felt suspicious to her family that they want to take her precious belongings. Patient said that she felt a few dead people is chasing her. Patien insight is first degree. Patient been diagnosed with schizophrenia based on anamnesis and psychiatry examination. Patient treated with psycopharmatic, psycotherapy, and psycoeducation. Keywords: paranoid, schizophrenia, treatment Korespondensi: Aryati Pratama Putri, S.Ked., alamat Jl. Musyawarah No. 12A Kota Sepang Indah Bandarlampung, HP 081219585651, e‐mail [email protected] Pendahuluan Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi‐bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi, dan perilaku bizar.1 Berdasarkan PPDGJ‐III untuk mendiagnosis skizofrenia paranoid harus memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia dan sebagai tambahannya terdapat: halusinasi dan atau waham harus menonjol, suara‐suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing). Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain‐lain, perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar‐kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. Terdapat beberapa tipe dari skizofrenia yaitu paranoid, hebefrenik, katatonik, undifferentiated, dan residual.2 Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat, dimana antipsikotik merupakan terapi yang efektif untuk mengobatinya. Berdasarkan data WHO 2011 terdapat 50 juta penderita skizofrenia di dunia, 50% tidak menerima J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|5 Aryati dan Tri | Wanita 35 Tahun dengan Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial pengobatan yang sesuai dan 90% dari meninggal tidak lama setelah dilahirkan. Sejak penderita yang tidak mendapat pengobatan saat itu pasien tidak akur dengan suaminya dan tepat tersebut terjadi di negara berkembang.3 memilih untuk tinggal di rumah ibu kandungnya. Sekitar 20 ribu hingga 30 ribu penderita Pada tahun 2016, pasien kembali dibawa gangguan jiwa di seluruh Indonesia bahkan ke RSJ Provinsi Lampung karena keluhan yang mendapat perlakuan yang tidak manusiawi sama. Keluhan kembali muncul karena pasien dengan cara dipasung. Di Lampung sendiri tidak minum obat selama lebih dari 1 bulan. sebanyak 21% penderita skizofrenia yang Pasien juga tidak kontrol ke RSJ karena merasa dipasung dan tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai.4 sudah stabil dan membaik. Pasien tidak bisa tidur, gelisah, bicara melantur, dan mengamuk sampai melempar barang. Pasien juga sering Kasus berbicara dan tertawa sendiri. Pasien pernah Ny. D, 35 tahun, Islam, sudah menikah, berguling‐guling dipasir dan masuk ke sumur, tidak bekerja, suku Lampung, alamat di Way menurutnya ada bisikan yang Abung, Lampung Tengah, masuk rumah sakit mememrintahkan untuk masuk ke dalam pada tanggal 3 Maret 2016. Pasien datang ke sumur. Pasien mengatakan pernah melihat UGD RSJ Provinsi Lampung diantar oleh bayangan bapak dan neneknya yang sudah keluarga dengan keluhan marah dan mengamuk tanpa sebab hingga melempar meninggal. Pasien juga merasa banyak orang‐ barang‐barang, mudah tersinggung, berbicara orang yang sudah meninggal seperti mengejar‐ sendiri, tertawa sendiri, gelisah, dan sulit tidur. ngejar dirinya. Menurut penuturan keluarganya, pasien sudah mengalami gangguan jiwa sejak 12 Pembahasan tahun yang lalu. Pada saat itu, pasien sering Pada status psikiatri diperoleh gelisah, tidak bisa tidur, sering bicara sendiri, kesadaran komposmentis, sikap cukup dan kadang mengamuk tanpa sebab. Keluhan kooperatif, terlihat sesuai dengan usianya, cara ini dirasakan semenjak 4 tahun setelah pasien berpakaian cukup rapi, dan perawatan diri menikah. Suami pasien dikatakan memiliki baik. Selama wawancara, pasien dalam lebih dari 3 istri sehingga membuat pasien keadaan tenang, kontak mata baik, sering tertekan. Pasien kemudian dibawa berobat ke menggerakkan kedua tangan, dan tidak RSJ Provinsi Lampung. Pasien dirawat selama merubah posisi arah badannya. Wawancara kurang lebih 1 bulan kemudian diperbolehkan secara spontan, lancar, intonasi normal, pulang. Sekitar tahun 2005, pasien bercerai volume keras, kualitas cukup, artikulasi jelas, dengan suaminya, keluarga pasien mengatakan kuantitas banyak, dan amplitudo cukup. pasien sering bertengkar dan sering dipukuli Terdapat halusinasi auditorik dan visual, ilusi (‐) oleh suaminya. Semenjak kejadian itu, keluhan , arus pikir sirkumstansial, isi pikir waham pasien dirasakan semakin parah. Pasien mudah curiga (+), waham kejar (+). Pengetahuan dan marah, sering mengamuk tanpa sebab, sering kecerdasan sesuai taraf pendidikan. Daya mencurigai saudara‐saudaranya bahwa mereka konsentrasi kurang dan memori cukup baik. akan mengambil barang‐barang berharga milik Orientasi tempat, waktu, dan orang baik. pasien. Akhirnya, pihak keluarga memutuskan Pikiran abstrak baik. Daya nilai baik, tilikan 1, untuk membawa pasien ke UGD RSJ Provinsi Reality Testing of Ability (RTA) terganggu. Lampung dan kemudian dirawat sekitar 1 Berdasarkan data‐data yang didapat bulan. Pasien menuturkan bahwa ia pernah melalui anamnesis baik alloanamnesis melempar barang karena merasa tangannya maupun autoanamnesis, pemeriksaan psikiatri, dikendalikan oleh kekuatan lain. Pasien juga dan rekam medik, tidak terdapat riwayat sering berbicara dan tertawa sendiri tanpa trauma kepala, kejang ataupun kelainan sebab. Menurut keluarganya juga, pasien organik lain. Hal ini dapat menjadi dasar untuk sering bercerita kepada ibunya bahwa ia menyingkirkan diagnosis gangguan mental mendengar suara‐suara yang membuat organik (F.0).5 perasaan pasien tidak tenang. Penegakan diagnosis berdasarkan Pada tahun 2012 pasien menikah lagi anamnesis dengan pasien dan keluarga, dan kemudian mendapat anak perempuan terdapat halusinasi auditorik dan visual serta dengan suami keduanya ini, namun anaknya waham yang jelas. Hal ini sudah berlangsung J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|6 Aryati dan Tri | Wanita 35 Tahun dengan Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial lebih dari 1 bulan. Data‐data tersebut menjadi dasar diagnosis bahwa pasien menderita skizofrenia sekaligus menyingkirkan diagnosis psikotik akut (F.20). Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan waham curiga dan waham kejar sehingga dapat disimpulkan pasien menderita skizofrenia paranoid (F20.0).6 Pasien dirawat pertama kali di RSJ dengan keluhan yang sama pada 12 tahun yang lalu. Pada saat itu, pasien mendapat perawatan selama 1 bulan lalu melanjutkan pengobatan di poliklinik selama 1 tahun. Gejala kembali muncul sehingga pasien kembali dirawat inap. Setelah keluar dari rawat inap yang kedua kalinya, pasien kemudian putus obat sehingga gejala mulai muncul lagi. Pasien pun dirawat inap kembali untuk yang ketiga kalinya. Dari data ini diagnosis gangguan psikotik akut (F.23) dapat disingkirkan, dan merujuk pada skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.04).2,5 Terapi farmakologi masih merupakan pilihan utama pada skizofrenia. Rencana terapi yang diberikan adalah risperidon 2x2 mg selama lima hari, lalu dievaluasi setiap dua minggu mengenai kondisi pasien dan bila perlu dinaikkan sampai dosis optimal. Alasan penggunaan risperidon adalah untuk mengobati gejala psikotik yang dialami oleh pasien pasien. Risperidon memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya sindrom ekstrapiramidal dan efek sedatif, dan tidak membuat perubahan fungsi kognitif pada pasien, serta obat ini mudah didapat.7,11 Selain diberikan obat‐obat terapi medikamentosa terapi nonmedikamentosa juga diberikan yaitu psikoterapi dan psikoedukasi yang dianjurkan setelah pasien tenang dengan pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat penyembuhan pasien. Dukungan masyarakat dipahami sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong dan melibatkan aspek emosi, informasi, penilaian, dan bantuan instrumental. Dukungan masyarakat memberikan efek secara langsung pada kesehatan seseorang dengan cara mendorong perilaku hidup sehat, menambah rasa aman, serta mengurangi kecemasan, ketidakberdayaan, dan perasaan terasing.8,10 Beberapa studi epidemiologi social menyebutkan jika dukungan masyarakat dapat mengurangi efek stres sehingga mengurangi insidensi penyakit. Dukungan masyarakat 3. Fahrul, Mukaddas A, Faustine I. merupakan salah satu sumber penanggulangan terhadap stres yang penting, selain konstitusi, intelegensia, sumber keuangan, agama, hobi, dan cita‐cita.8 Ketersediaan dukungan masyarakat berpengaruh positif pada sikap seseorang terhadap perawatan kesehatan, membantu penyesuaian psikologis terhadap penyakit, mencegah stres, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. Dukungan masyarakat merupakan faktor yang bermakna dalam menahan stress bagi pasien yang menderita gangguan jiwa berat maupun bagi keluarga penderita gangguan jiwa. Adanya dukungan masyarakat berkorelasi dengan penurunan perawatan ulang bagi penderita gangguan jiwa berat.9 Diagnosis skizofrenia paranoid pada kasus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status psikiatri. Pada pasien didapati adanya waham kejar dan waham curiga juga ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis bahwa pasien menderita skizofrenia paranoid (F.20.0). Gejala pertama kali muncul pada 12 tahun lalu kemudian gejala terjadi berulang . Dari data tersebut, diagnosis gangguan psikotik akut (F.23) dapat disingkirkan dan merujuk pada skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.04). Terapi farmakologi masih merupakan pilihan utama pada skizofrenia, namun psikoterapi melalui pemberian dukungan pada pasien dan keluarga juga sangat diperlukan untuk mempercepat penyembuhan pasien dan mencegah kekambuhan. Simpulan Diagnosis pasien adalah skizofrenia paranoid remisi parsial. Pilihan terapi utama yaitu terapi farmakologi. Psikoterapi berupa dukungan keluarga juga dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan. Daftar Pustaka 1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi ke‐2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013. 2. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ‐III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK‐ Unika Atma Jaya; 2001. Rasionalitas penggunaan antipsikotik pada J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|7 Aryati dan Tri | Wanita 35 Tahun dengan Skizofrenia Paranoid Remisi Parsial 4. 5. 6. 7. pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari‐April 2014. Online Jurnal of Natural Science [internet]. 2014 [diakses tanggal 31 Maret 2016]; 3(2):18‐29. Tersedia dari: http://id.portalgaruda.org/?ref=browse& mod=viewarticle&article=173613 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan nasional RISKESDAS 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013. World Health Oragnization. The ICD‐10 classification of mental and behavioural disorders: clinical descriptions and diagnostic guidelines. Geneva: World Health Organization; 2015. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa. Jakarta: PDSKJI; 2012. Keefe RS, Goldberg TE, Harvey PD, Gold JM, Poe MP, Coughenour L. The Brief assesment of cognition in schizophrenia: J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|8 reability, sensitivity, and comparison with a standard neurocognitive battery: Schizophr Res. J Clin Psychopharmacol. 2004; 68(2‐3): 283‐97. 8. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke‐2. Jakarta: EGC; 2010. 9. Fitria ms. Hubungan antara faktor kepatuhan mengkonsumsi obat, dukungan keluarga dan lingkungan masyarakat dengan tingkat kekambuhan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013. 10. Prakash J, Shashikumar R, Bhat PS, Srivastava K, Nath S, Rajendran A. Delusional parasitosis: worms of the mind. Ind Psychiatry J. 2012; 21(1):72–4. 11. Mews MR, Quante A. Comparative efficacy acceptability of existing and pharmacotherapies for delusional disorder: a retrospective case series and review of the literature. J Clin Psychopharmacol. 2013; 33(4):512–9.