BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam esensial yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Air yang ada di bumi ini meliputi air di dalam tanah, air permukaan, dan air meteorologis. Air hujan merupakan bagian dari air meteorologis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan akan air terutama yang bersih dan sehat (Rohwijayanti, 2007). Air yang berada di setiap tempat memiliki kuantitas dan kualitas yang berbedabeda. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air di daerah yang bersangkutan (Sudarmadji dan Sutanto, 1990 dalam Susmalinda, 2001). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air tersebut antara lain adalah karena adanya proses pembersihan diri dan/atau sebaliknya justru beban pencemar pada lingkungan hidup tersebut. Lingkungan hidup masa lampau dan masa kini yaitu abad 21 telah mengalami banyak perubahan, yang disebabkan oleh keadaan, air, pangan, energi, manusia, penyakit, bencana besar, dan polusi. Para ahli lingkungan memiliki berbagai pandangan terhadap lingkungan hidup pada abad 21 (Tabel 1.1). Perubahan-perubahan pada Tabel 1.1. mempunyai kaitan yang sangat erat dengan keadaan masa lalu. Pernyataan ini didasarkan pada hukum uniformitarianism yang menyebutkan bahwa the present is the key to the past. Hukum ini dalam praktek acap kali diperluas maknanya dengan pembalikan istilah the past is the key to the present dan the present is the key to the future. Oleh karena itu, analisis lingkungan hidup yang baik memerlukan keterkaitan antara masa lalu, sekarang, dan masa datang. 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tabel 1.1. Pandangan Para Ahli Tentang Lingkungan Hidup Abad 21 Aspek Pandangan Keadaan Crozier mengibaratkan keadaan mendatang seperti pelaut yang pada saat yang sama mengantisipasi angin (Jouvenel, 2001). Air Banyak spesialis percaya bahwa masalah sumberdaya air akan menjadi lebih serius pada abad 21 dibandingkan sumberdaya makanan dan energi (Shiklomanov 2001). Budaya baru tentang air akan berlangsung, yaitu kita harus menerima bahwa air merupakan sumberdaya yang bukan tidak terbatas dan bukan tidak rentan, kita tidak bisa meminta alam untuk menyediakan kita dengan air murni sekaligus menghilangkan dan menyerap limbah kita, air merupakan sejenis komoditi unik karena di satu sisi sebagai suatu warisan bersama dan di sisi lainnya biaya produksi dan nilai pemakaiannya sangat bervariasi (Margat 2001). Pangan World food summit tahun 1996 menyatakan bahwa masih ada 800 juta orang yang kekurangan makan (Collomb 2001). Energi Paradigma energi yang baru mengemukakan bahwa energi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang berakhir pada dirinya sendiri tetapi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan ekonomi (Dessus 2001). Manusia Sekarang hanya ada satu Homo yaitu Homo sapiens sehingga semestinya tidak ada lagi rasialisme (Gould 2001). Penyakit Abad 20 menambah penyebab-penyebab baru yang bertanggung jawab terhadap kemunculan dan kemunculan kembali penyakit (Montagnier 2001). Ada semacam hukum di mana hilangnya suatu penyakit diikuti oleh kemunculan penyakit lain (Heymann 2001). Bencana Huxley mengemukakan bahwa katastropi akan terjadi bila langkahbesar langkah tertentu tidak diambil (Bouguerra 2001). Polusi Melalui kehidupan sehari-hari, kita semua terpapar bahan-bahan yang tidak terlihat yang bisa bertindak sebagai perusak endokrin yang menurunkan kesuburan pria (Skakkebaek 2001). Sumber: Disarikan dari Keys to the 21st Century, J. Binde ed. Akhir-akhir ini permasalahan pada sumberdaya air mulai banyak bermunculan sebagai akibat dari pencemaran lingkungan yang telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya. Permasalahan paling sering muncul biasanya dari segi kuantitas, tetapi kualitas pun akhir-akhir ini semakin banyak permasalahannya. Menurunnya kualitas air bisa dikarenakan adanya perkembangan di daerah tersebut seperti industri, transportasi dan lainnya terutama di daerah perkotaan. Setiap daerah pasti mengalami perkembangan. Perkembangan bisa ditandai dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, permukiman baru, meningkatnya kendaraan. Pertambahan jumlah penduduk pasti memiliki dampak seperti semakin 2 banyaknya sumberdaya yang dibutuhkan. Pengelolaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan, papan dan sandang, serta kebutuhan lainnya pasti akan menggunakan berbagai teknologi. Teknologi di samping membawa kemakmuran dapat pula membawa pengaruh sampingan berupa limbah buangan atau bahan sisa tidak terpakai. Limbah yang dibuang ke alam bisa menyebabkan kerusakan alam baik air, tanah maupun udara. Sumber polutan seperti gas SO2 dan NO2 banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM). Penggunaan BBM tersebut banyak dikonsumsi untuk transportasi dan industri di kota-kota besar. Untuk rumah tangga penggunaan BBM tersebut dirasakan menurun sejak berlakunya penggunaan gas pengganti minyak terutama di kota-kota besar. Polutan seperti oksida sulfur (SO2) dan oksida nitrogen (NO2) melalui reaksi oksidasi akan berubah menjadi SO3 dan NO3, selanjutnya berubah menjadi senyawa sulfat dan senyawa nitrat. Senyawa-senyawa tersebut akan berpindah dari atmosfer ke permukaan bumi melalui presipitasi dan deposisi langsung, sehingga dikenal deposisi basah dan deposisi kering. Deposisi basah terjadi dengan pembentukan awan dan akhirnya turun sebagai hujan, salju atau kabut yang mengandung asam. Air hujan yang membawa asam melalui proses deposisi basah bila pHnya dibawah 5,6 maka dapat dikatakan telah terjadi hujan asam. Nilai pH 5,6 adalah batas normal dari keasaman air hujan, dimana air murni berada dalam kesetimbangan dengan konsentrasi CO2 global (330 ppm) di atmosfer, dan pH 5,6 digunakan sebagai garis batas untuk keasaman air hujan (Seinfeld, 1986). Secara prinsip keasaman air hujan sangat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa sulfat (H2SO4), nitrat (HNO3) dan asam chlorida (HCl), karena itu kenaikan atau penurunan senyawa tersebut dapat menyebabkan angka pH turun atau naik. Sedangkan emisi alkali (partikel debu dan gas NH3) akan mempengaruhi keasaman air hujan secara signifikan, dengan menetralkan beberapa faktor asam (Mouli et al., 2005). Adanya ozon di atmosfer berperanan pula sebagai oksidator SO2 dan NO2 untuk membentuk asam sulfat dan nitrat yang berdampak terjadinya hujan asam. 3 Jerman Barat pernah mengalami peristiwa Waldsterben (pembinasaan hutan yang terutama diakibatkan oleh pencemaran udara) sekitar tahun 1986 (Glaeser, 1989). Kejadian ini dimulai dari berlubangnya daun-daun pohon. Daun merupakan tempat untuk memasak dan transpirasi tanaman. Tanpa ada daun dan cadangan energi yang memadai, pohon akan menjadi mati. Peristiwa Waldsterben bukan dianggap kejadian biasa bagi Jerman Barat. Mereka mendapatkan pencerahan dan mengambilnya sebagai hikmah (lessons learned). Agar dapat ditangani secara terprogram, Jerman Barat kemudian membuat kebijakan bahwa isu lingkungan harus dialihkan menjadi isu politik. Indonesia telah mengambil pelajaran dari adanya hujan asam di negara-negara lain. Salah satu kebijakan yang telah dilakukan adalah pemantauan hujan asam di beberapa daerah. Salah satu pemantauan berada di Kecamatan Setu di Kota Tangerang Selatan dengan hasil telah mengalami hujan asam (Farhani et al, 2010). Sejak tahun 2001 pH air hujan di Kecamatan Setu telah memiliki nilai di bawah 5,6. Meskipun demikian belum terlihat atau terasakan adanya kesadaran masal tentang bencana tersembunyi tersebut. Tidak ada slogan di jalan dan tempat-tempat strategis seperti puskesmas, sebagai contoh, yang mewanti-wanti (memperingatkan) mengenai hal itu. Bahkan dari penjajagan informal melalui percakapan sehari-hari, masih banyak anggota masyarakat di sekitar tempat pemantauan hujan asam tersebut yang belum mengetahui adanya hujan asam di daerah itu. Hujan asam di Setu, Tangerang Selatan merupakan salah satu indikator terjadinya penurunan kualitas air hujan. Penurunan kualitas air hujan bisa memberikan dampak ke berbagai kompenen baik fisik-kimia, hayati, kesehatan masyarakat, maupun sosial-ekonomi-budaya di daerah kajian. Untuk itu pemantauan kualitas air hujan perlu dilakukan agar diketahui kualitas dan distribusi kualias air hujan di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. Tempat ini dipilih karena telah ada pemantauan tentang deposisi asam secara terus-menerus sehingga ada data yang bisa diolah di Kecamatan Setu. Hal ini bisa digunakan sebagai perbandingan dan koreksi nilai kualitas air hujan di area tersebut. 4 1.2. Rumusan Masalah Tangerang Selatan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang. Tahun 2008, Kota Tangerang Selatan baru terbentuk dikarenakan adanya pemekaran yang menimbulkan peningkatan di sektor industri dan transportasi. Pemekaran itu sendiri dipicu karena adanya faktor internal yang mendukung untuk berdiri sendiri sebagai suatu kota. Faktor internal itu antara lain pendapatan daerah yang cukup karena ditunjang beberapa industri dan perkantoran. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pemekaran tersebut terutama adalah otonomi daerah. Seperti yang terdapat pada penjelasan sebelumnya bahwa di Kecamatan Setu telah ada penelitian berkaitan dengan air hujan. Hal ini menimbulkan keinginan lebih jauh melakukan penelitian di Kecamatan Setu. Sarpedal berada di Kecamatan Setu dan memiliki beberapa parameter kualitas air hujan sehingga dibuatlah penelitian di sekitar sarpedal. Pembuatan empat titik di sekitar penelitian yang dilakukan Sarpedal bertujuan agar diketahuinya distribusi dan kualitas air hujan di sekitarnya. Kualitas air hujan di dalam penelitian ini lebih ditekankan pada kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan. Penurunan kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan akan sangat berpengaruh di Kota Tangerang Selatan, khususnya Kecamatan Setu, karena di Kecamatan Setu masih banyak warga yang menggunakan air hujan sebagai sumber air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Penurunan kadar pH air hujan khususnya akan berpengaruh pada kesehatan penduduk yang menggunakan air hujan sebagai sumber air untuk kebutuhan hidupnya. Hasil penjelasan penurunan kualitas air hujan yang mencakup sulfat, nitrat, dan pH di atas memiliki dampak. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang dimasukkan ke dalam rumusan masalah antara lain: 1) Bagaimana kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan serta distribusinya di lokasi penelitian? 2) Bagaimana perbandingan kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan di titik penelitian dan Sarpedal? 3) Bagaimana perbandingan kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan dengan baku mutu air bersih? 5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan serta distribusinya di lokasi penelitian. 2) Mengetahui dan membandingkan hasil pengukuran lapangan dengan data sekunder dari Sarpedal. 3) Mengetahui perbandingan kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan dengan baku mutu air bersih. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat khususnya bagi para pemangku kepentingan yang dalam hal ini dikelompokkan menjadi kaum akademis dan non akademis (praktisi) khususnya di daerah kajian. Secara lebih eksplisit kegunaan penelitian ini adalah: 1) Bagi akademisi terutama dosen, penelitian ini diharapkan dapat menambah kelengkapan penelitian yang dimiliki Universitas, khususnya yang terkait dengan kualitas air hujan di Tangerang Selatan; dan bagi mahasiswa, penelitian ini berfungsi sebagai ajang untuk melakukan penelitian dan meningkatkan kemampuan diri dalam memenuhi salah satu kriteria untuk lulus sarjana strata 1 di bidang Geografi Lingkungan. 2) Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai kualitas air hujan, dapat lebih menggugah perhatian industriawan sehingga mereka ikut berperan aktif dalam menghasilkan produk industri yang berwawasan lingkungan, dan bagi masyarakat setempat dapat dipakai sebagai gambaran tentang keadaan lingkungan hidup di daerahnya khususnya dari aspek kualitas air hujan dan selanjutnya menambah kesadaran mereka untuk menjadi pelaku-pelaku lingkungan hidup yang aktif. 6 1.5. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Tinjauan Pustaka Air yang jatuh dari langit sampai tanah disebut hujan, tetapi apabila jatuhnya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut virga. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu, dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan yang umum digunakan adalah satuan milimeter (mm). Hujan adalah bagian dari presipitasi, tetapi di Indonesia sering kali disamakan dengan pengertian presipitasi karena hujan saljunya dapat diabaikan. Presipitasi merupakan air endapan atau jatuhan di permukaan bumi yang terjadi karena proses hujan yang menghasilkan curah hujan baik yang berukuran kurang dari 0,5 mm maupun lebih besar dari 0,5 mm, atau proses salju yang menghasilkan curah salju. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak meresap, tidak mengalir, dan menguap. Curah hujan 1mm artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1mm atau tertampung air sebanyak satu liter. Hujan diukur dengan alat yang disebut penakar hujan. Ada dua macam penakar hujan, yaitu penakar hujan non rekam dan penakar hujan rekam. Penempatan penakar hujan tidak bisa di letakkan di sembarang tempat atau harus sesuai dengan yang telah dibakukan. Penempatan penakar hujan telah dibakukan, yaitu 120 cm dari permukaan tanah (Prawirowardoyo, 1996). Sekurang-kurangnya sejak ada peristiwa kabas (kabut dan asap, smog, smokefog) di Manchaster tahun 1972 (Soemarwoto, 1992), diketahui bahwa industri telah menjadi aktor utama dalam terjadinya hujan asam. Berbagai gas buangan industri khususnya yang berupa SOx dan NOx telah meningkatkan kemungkinan terjadinya hujan asam. Kejadian ini akan makin meningkat bilamana kondisi alamiah lingkungan setempat telah mempunyai kadar SOx dan NOx yang tinggi, misalnya karena ada 7 gunung berapi. Ringkasan reaksi yang terjadi tersebut, secara holistik telah dikemukakan Wijonarko (2011). Soemarwoto (1992) lebih suka menggunakan istilah deposisi basah untuk menggantikan pengertian hujan asam. Hujan asam adalah segala macam hujan dengan pH dibawah 5,6 (BMKG, 2009). Hujan asam adalah turunnya asam dari atmosfer ke bumi (BPLHD Provinsi Jawa Barat, 2012). Air hujan bagi masyarakat di daerah rawan air sering digunakan sebagai sumber air langsung bagi kehidupan masyarakat. Bila hujan tersebut merupakan hujan asam, maka penggunanya dapat memperoleh berbagai dampak khususnya yang terkait dengan kesehatan. Hujan asam ini telah menjadi salah satu masalah lingkungan utama yang dihadapi negara-negara industri (Oliver, 1987). Tabel 1.2. Teori Tentang Asam Penyusun Teori Arrhenius Contoh Definisi Asam adalah zat yang menghasilkan H+ dalam air dan basa merupakan zat yang menghasilkan OH- dalam air. Sebagai contoh, HCl asam dan NaOH basa. H+1 + Cl-1 HCl(aq) Na+1 + OH-1 NaOH (aq) H+1(aq) + OH-1(aq) Na +1 (s) + Cl -1 (s) H2O NaCl(s) HCL (aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O (l) aq = aqua, l = liquid, s = solid BronstedLowrey Asam adalah zat yang dapat memberikan proton (H+) dan basa adalah zat yang dapat menerima proton. asam HCl H+ + basa H+1 + Cl-1 asam1 + basa 1 asam2 + basa2 HCl + NH3 NH4+1 + Cl-1 asam basa CA CB CA = asam pasangan (conjugate acid) CB = basa pasangan (conjugate base) Lewis Zat yang dapat menerima elektron dari atom lain untuk membentuk sebuah ikatan baru dan basa merupakan zat yang dapat memberikan elektron ke atom lain guna membentuk sebuah ikatan baru I2 + NH3 NH3I+1 + I-1 Sumber : Disarikan dari Thall 2004. Di dalam air hujan yang dipengaruhi oleh pencemar atmosfer, penambahan keasaman biasanya disebabkan oleh tiga asam mineral: asam sulfat, nitrat, dan 8 hidroklorat. Umumnya, ion sulfat menonjol dengan perbandingan jumlah yang lebih sedikit dari ion nitrat dan hampir sama rendah jumlahnya dengan ion klorida. Penambahan keasaman air hujan sangat dipengaruhi oleh nilai pH air hujan. pH adalah tingkat keasaman suatu zat. Pengertian asam dapat dilihat di Tabel 1.2. Nitrat (NO3-) merupakan salah satu unsur kimia hujan terbanyak selain sulfat (SO4-). Jumlah nitrat yang besar dapat menyebabkan gangguan gastro-intestinal, diare campur darah, disusul oleh konvulsi, koma, dan bila tidak tertolong akan meninggal (Said, 2002). Sufat (SO4-) merupakan salah satu unsur kimia hujan asam. Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastrointestinal atau saluran pencernaan bila dicampur dengan magnesium atau natrium (Said, 2002). Curah hujan berpengaruh terhadap unsur-unsur hujan sekurang-kurangnya melalui dua proses. Proses pertama adalah proses terhujankan (rain out), sedangkan proses kedua adalah proses tercucikan (wash out). Proses terhujankan terjadi pada saat ada komponen hujan asam yang masuk ke awan hujan. Proses tercucikan berlangsung pada saat unsur hujan ikut turun melalui hujan. Proses terhujankan berlangsung melalui tiga cara. Pertama, uap-uap air atau awan mengenai udara yang mengandung unsur-unsur hujan dan kemudian bersatu. Kedua, unsur-unsur hujan berterbangan di udara dan kemudian mengenai awan hujan sehingga bergabung bersama. Ketiga, awan hujan dan unsur-unsur hujan saling mendekatkan diri dan kemudian bersatu untuk menjadi hujan. Proses tercucikan terjadi pada saat hujan turun melalui lapisan udara antara awan tersebut dengan permukaan bumi. Pada saat itu, kolom udara yang dilalui hujan terdapat unsur-unsur hujan. Dengan demikian unsur tersebut akan ikut jatuh ke permukaan bumi. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi ditampung di dalam suatu tabung dan kemudian pHnya diukur. Lama kelamaan pH tersebut akan meningkat nilainya. Dengan kata lain curah hujan akan berpengaruh terhadap keasaman air hujan, yaitu keasaman air hujan yang ditampung tersebut akan menurun. Secara teoritis, makin 9 tinggi curah air hujannya, maka nilai pH air hujan akan meningkat atau keasaman air hujannya menurun. Hujan terjadi melalui proses kondensasi. Uap air yang ada di udara akan melambung ke angkasa karena berat jenisnya relatif ringan. Semakin ke atas suhu udara di lapisan atmosfer bagian bawah akan menurun. Oleh karena itu suhu uap air atau awan tersebut semakin turun sehingga akan mendekati suhu untuk menjadi es. Pada saat berubah menjadi es maka berat es menjadi cukup besar untuk terbebas dari gaya gravitasi sehingga kemudian jatuh ke permukaan bumi. Uap air yang melambung ke angkasa biasanya telah mengenai berbagai macam partikel di udara. Akibatnya akan memicu terjadinya nuclei sebagai bahan baku terjadinya butir-butir hujan. Dalam peristiwa ini awan tersebut tidak sempat menjadi es tetapi masih dalam bentuk butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini makin lama makin besar sehingga tertarik oleh gaya gravitasi, sehingga jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk curah hujan. Bentukan salju maupun air hujan utamanya di tentukan oleh suhu udara. Bila suhu udaranya di bawah -2 0C, maka yang dominan adalah salju. Jika suhu di atas 4 0C, maka curah hujan menjadi lebih dominan. Jika suhu diantara -2 0C sampai 4 0C, maka bisa terjadi presipitasi dalam bentuk salju dan atau hujan. Uraian yang telah dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa hujan terbentuk terutama karena uap air terus bergerak terutama ke arah vertikal, ada proses penurunan suhu udara, dan adanya partikel-partikel udara yang memicu terjadinya butir-butir hujan. Dengan demikian bilamana ada partikel-partikel udara yang lebih banyak maka akan memperbesar kemungkinan terjadinya peningkatan curah hujan. Pemahaman seperti ini digunakan untuk pembuatan hujan buatan. Hujan buatan pada dasarnya dilakukan dengan cara menebarkan butir-butir garam atau urea ke awan. Uraian di atas menunjukkan bahwa curah hujan dipengaruhi oleh unsur-unsur hujan. Oleh karena itu makin banyak unsur-unsur hujan, maka meningkatkan curah hujan. Berdasarkan kedua kesimpulan di atas maka dapat diringkaskan bahwa ada hubungan antara curah hujan dengan unsur-unsur hujan. 10 Semakin banyak unsur-unsur yang ada di dalam air hujan akan mempengaruhi kualitas air hujan yang turun ke permukaan bumi. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air (Effendi, 2003). Kualitas air yang buruk akan sangat mempengaruhi makhluk hidup karena seluruh makhluk hidup membutuhkan air terutama air yang bersih dan sehat. Kualitas air di tiap tempat dan daerah tidak akan sama karena adanya faktor-faktor pembeda antar tempat. Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air adalah adanya zat pencemar yang membuat air menurun kualitasnya sehingga air tersebut tidak berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Kualitas air dikatakan baik apabila faktor-faktor pencemar yang ada masih dibawah batas pencemar yang diperbolehkan. Batas atau kadar faktor-faktor tersebut seperti zat, energi, makhluk hidup atau komponen lain yang masih diperbolehkan atau masih membuat air sesuai peruntukannya terdapat pada baku mutu air. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang dapat ditenggang dalam sumber air tertentu, sesuai dengan peruntukannya. 1.5.2. Penelitian Sebelumnya Pravita Dewi Anjalipan (2005) melakukan penelitian kualitas air hujan di daerah perkotaan dan daerah pinggiran kota di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Dengan tujuan mengetahui kualitas air hujan secara umum di dalam Kota Yogyakarta dan sekitarnya, mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan kualitas air hujan, mengetahui hubungan antara lama tenggang waktu dengan hujan sebelumnya dengan kualitas air hujan, dan membandingkan kualitas air hujan yang jatuh di dalam Kota Yogyakarta dengan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan secara umum dibagi 3 yaitu setelah pengambilan data dilakukan analisis laboratorium. Data hasil laboratorium digunakan untuk analisis statistik dan analisis keruangan. Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas air hujan di Kota Yogyakarta dan sekitarnya masih 11 cukup baik dan masih lebih rendah dari kadar maksimum yang dianjurkan. Hasil lainnya konsentrasi unsur-unsur kimia pencemaran air hujan di perkotaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan di pinggiran kota, tebal hujan dan lama tenggang waktu dengan hujan sebelumnya kurang nyata pengaruhnya terhadap kualitas air hujan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah adanya persamaan beberapa unsur air hujan yang diteliti. Perbedaan penelitian Pravita dengan penulis adalah unsur yang digunakan untuk kualitas air hujan Pravita lebih banyak, penelitian Pravita membandingkan pusat kota dengan pinggiran sedangkan penulis membandingkan data instansi dengan pengukuran lapangan. Barakalla (2007) melakukan penelitian kualitas air hujan di kawasan industri pulogadung. Dengan tujuan mengetahui kualitas air hujan di kawasan industri Pulogadung dan daerah sekitarnya, mengetahui hubungan antara konsentrasi unsurunsur dalam air hujan dengan tebal hujan sesaat dan dengan jarak dari pusat industri, dan mengetahui distribusi kualitas air hujan pada kawasan industri Pulogadung. Penelitian ini menggunakan 4 metode analisis yaitu analisis laboratorium, analisis grafis, analisis keruangan dan analisis statistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh industri dan angin terhadap kualitas air hujan. Hasil lainnya adanya hubungan negatif antara konsentrasi unsur – unsur dalam air hujan dengan tebal hujan pada satu kejadian hujan dan dengan jarak dari pusat industri. Persamaan penelitian terdapat pada adanya pengukuran kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan. Perbedaan penelitian terdapat pada lokasi penelitiannya yang berbeda dan peneliti tidak meneliti pengaruh industri terhadap air hujan. Intarifah Rohwijayanti (2008) melakukan penelitian kualitas air hujan dan kemungkinan pengaruh emisi gas kendaraan bermotor di daerah padat lalu lintas di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebaran kualitas air hujan menurut ruang di Kota Yogyakarta dan mengetahui dan mengevaluasi pengaruh kepadatan kendaraan bermotor terhadap kualitas air hujan. Penelitian ini menggunakan 3 metode analisis yaitu metode analisis grafik, analisis statistik, dan analisis keruangan. Hasil penelitian ini adalah jumlah kendaraan berpangaruh terhadap konsentrasi unsur 12 nitrit dan timbal dalam air hujan. Jumlah kendaraan tidak berpengaruh terhadap konsentrasi unsur sulfat, pH, dan kekeruhan dalam air hujan. Kualitas air hujan secara umum masih baik di Kota Yogyakarta. Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah kajian kualitas air hujan, walaupun hanya beberapa unsur air hujan yang sama. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah penulis tidak mengkaji tentang emisi gas kendaraan bermotor dan tidak samanya tempat penelitian. Simon S. B. dan Yani S. (2009) melakukan penelitian deposisi asam di Situ Patengan, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi dan mengetahui karakteristik kualitas air Situ Patengan, khususnya pH, serta uji korelasi anion dan kation terhadap pH. Metode yang digunakan ada 3, yaitu analisis laboratorium, analisis statistik, dan analisis keruangan. Hasil penelitian ini menghasilkan adanya fluktuasi pH di perairan Patengan yang disebabkan deposisi asam, arah angin, curah hujan, kelarutan batuan, kualitas air dari run off, emisi zat pencemar, dan sebagainya. Hasil lainnya menunjukkan bahwa deposisi asam belum begitu nyata karena perubahan pH masih diatas 5,6. Persamaan penelitian adalah pengukuran nilai kandungan unsur-unsur kimia dalam air hujan. Perbedaan penelitian yaitu peneliti tidak membahas tentang kelarutan batuan, kualitas air dari run off dan lokasi penelitian yang berbeda. 13 No. 1 Nama Peneliti Pravita Dewi Anjalipan (2005) Lokasi Daerah perkotaan dan daerah pinggir Kota Yogyakarta - - 2 Barakalla (2007) Kawasan industri Pulogadung - - Tabel 1.3. Penelitian Sebelumnya Tujuan Metode Mengetahui kualitas air hujan secara - Analisis umum di dalam Kota Yogyakarta dan laboratorium sekitarnya. - Analisis Statistik Mengetahui hubungan antara tebal - Analisis hujan dengan kualitas air hujan. Keruangan Mengetahui hubungan antara lama tenggang waktu dengan hujan sebelumnya dengan kualitas air hujan. Membandingkan kualitas air hujan yang jatuh di dalam Kota Yogyakarta dengan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Mengetahui kualitas air hujan di - Analisis kawasan industri Pulogadung dan laboratorium daerah sekitarnya - Analisis grafis Mengetahui hubungan antara - Analisis konsentrasi unsur-unsur dalam air keruangan hujan dengan tebal hujan sesaat dan - Analisis statistik dengan jarak dari pusat industri. Mengetahui distribusi kualitas air hujan pada kawasan industri Pulogadung. Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas air hujan di Kota Yogyakarta dan sekitarnya masih cukup baik dalam arti masih lebih rendah dari kadar maksimum yang dianjurkan. Hasil lainnya konsentrasi unsur-unsur kimia pencemaran air hujan di perkotaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan di pinggiran kota, tebal hujan dan lama tenggang waktu dengan hujan sebelumnya kurang nyata pengaruhnya terhadap kualitas air hujan. Daerah industri memberi pengaruh terhadap kualitas air hujan. Adanya hubungan negatif antara konsentrasi unsurunsur dalam air hujan dengan tebal hujan pada satu kejadian hujan dan dengan jarak dari pusat industri. Angin memberikan pengaruh terhadap distribusi kualitas air hujan. 14 Lanjutan Tabel 1.3. No. 3 Nama Peneliti Intarifah Rohwijayanti (2008) Lokasi Daerah padatlalu lintas di Kota Yogyakarta - 4 Simon S. Brahmana. dan Yani S. (2009) Situ Patengan 5 Elka Mychelisda (2013) Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan Tujuan Metode Mengetahui penyebaran kualitas air - Analisis grafis hujan menurut ruang di Kota - Analisis statistik Yogyakarta. - Analisis Mengetahui dan mengevaluasi keruangan pengaruh kepadatan kendaraan bermotor terhadap kualitas air hujan. - Menginventarisasi dan mengetahui - Analisis statistik karakteristik kualitas air Situ - Analisis Patengan, khususnya pH, uji korelasi laboratorium anion dan kation terhadap pH. - Mengetahui kadar sulfat, nitrat, dan- Analisis pH air hujan serta distribusinya di laboratorium - Analisis Statistik lokasi penelitian. - Analisis Mengetahui dan membandingkan Keruangan hasil pengukuran lapangan dengan Hasil Hasil penelitian ini adalah jumlah kendaraan berpangaruh terhadap konsentrasi unsur nitrit dan timbal dalam air hujan. Hasil lainnya jumlah kendaraan tidak berpengaruh terhadap konsentrasi unsur sulfat, pH, dan kekeruhan dalam air hujan. Kualitas air hujan secara umum masih baik di Kota Yogyakarta. Adanya fluktuasi pH di perairan Patengan yang disebabkan deposisi asam, arah angin, curah hujan, kelarutan batuan, kualitas air dari run off, emisi zat pencemar, dan sebagainya. Hasil lainnya menunjukkan bahwa deposisi asam belum begitu nyata karena perubahan pH masih di atas 5,6 Distribusi kualitas air hujan masih merata di lokasi penelitian. Perbedaan kurang terlihat antara pengukuran lapangan dan data sekunder. Kualitas air hujan unsur nitrat dan sulfat masih di bawah baku mutu air tetapi pH air hujan jauh di bawah baku mutu air hujan. data sekunder dari Sarpedal. - Mengetahui perbandingan kadar sulfat, nitrat, dan pH air hujan dengan baku mutu air bersih. Sumber: Skripsi dan Jurnal 15 1.5.3. Kerangka Pemikiran Daerah perkotaan merupakan daerah yang sangat cepat pertumbuhan penduduknya. Seperti diketahui dengan banyaknya pertumbuhan penduduk berarti aktivitas dan kebutuhan penduduk akan meningkat pula (Gambar 1.1). Aktivitas manusia ada bermacam-macam mulai dari yang tidak berdampak pada lingkungan hingga hal yang memiliki dampak pada lingkungan. Aktivitas yang memiliki dampak pada lingkungan bisa berakibat baik maupun buruk. Dampak buruk bisa berpengaruh pada air, tanah, maupun udara bahkan makhluk hidup yang ada di daerah tersebut. Peningkatan aktivitas manusia seperti asap kendaraan bermotor, asap pabrik, dan asap pembakaran sampah akan memiliki dampak buruk pada udara. Aktivitas ini akan berpengaruh pada peningkatan NOx dan SOx di udara. Pencemaran udara akan berdampak pada kualitas udara di suatu daerah. Kualitas udara yang buruk akan berdampak pada air hujan yang turun melewati udara. Tanaman dan tubuh air (danau dan sungai) merupakan bagian daur hidrologi yang menghasilkan transpirasi dan evaporasi yang sangat mempengaruhi terjadinya hujan. Transpirasi dan evaporasi akan mengalami penguapan ke udara dan mengakibatkan terjadinya kondensasi. Kondensasi di udara menyebabkan terjadinya hujan. Air hujan di udara saat titik jenuh akan turun sebagai hujan dengan melewati perantara udara. Air hujan yang turun di daerah yang udaranya tercemar bisa bercampur dengan zat-zat yang terdapat pada udara tersebut. Baik udara memiliki kandungan berbahaya maupun tidak. Udara dengan kandungan berbahaya biasanya berada di daerah perkotaan dikarenakan lebih banyaknya aktivitas di daerah perkotaan baik di bidang transportasi, industri, maupun skala rumah tangga dibanding di daerah. Air hujan yang terkena pencemaran udara akan mengalami penurunan kualitas air hujan dikarenakan percampuran air hujan dengan pencemaran udara. Air hujan yang tercemar bisa berdampak pada manusia yang menggunakan air hujan. Air hujan digunakan sebagai sumber air oleh manusia yang dikarenakan cara untuk memperolehnya termasuk lebih mudah dibandingkan di sungai dan bawah 16 tanah. Air hujan yang telah tercemar adalah air hujan yang tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Daerah perkotaan Peningkatan jumlah penduduk Peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan aktivitas dan kebutuhan manusia Aktivitas tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan, seperti asap kendaraan, limbah asap dari pabrik, dan pembakaran sampah Tanaman Tubuh air (sungai dan danau) Transpirasi Evaporasi Kondensasi Hujan Peningkatan pencemaran seperti NOx dan SOx di udara Terjadinya pencemaran udara Terjadinya pencemaran air hujan Gambar 1.1. Diagram Kerangka Pemikiran 17 1.5.4. Batasan Operasional 1) Air (water): zat yang unsur utamanya tersusun oleh molekul H2O (Soemarwoto, 1992). 2) Baku mutu air: batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang dapat ditenggang dalam sumber air tertentu, sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003). 3) Curah hujan: banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan bumi selama waktu tertentu dinyatakan dalam ketebalan atau ketinggian air hujan dan tidak ada yang hilang karena penguapan, limpasan, dan infiltrasi (Prawirowardoyo, 1996). 4) Hujan: Curahan yang terdiri dari tetes air yang diameternya lebih besar dari 0,5 mm (Prawirowardoyo, 1996). 5) Hujan asam: proses pengendapan zat yang mempunyai pH yang lebih kecil dari 5,6 di udara yang kemudian terhujankan ke permukaan bumi (Soemarwoto, 1992). 6) Kualitas air: sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air (Effendi, 2003). 7) Kualitas air hujan: sifat air dan kandungan kimia air hujan berupa pH, sulfat, dan nitrat di dalam air hujan pada penelitian ini (Mychelisda, 2013). 8) Lingkungan hidup: kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU no 32, 2009). 9) Pencemaran air: masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak laggi berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003). 10) pH: derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan (Thall, 2004). 18 11) Rain out: asam di udara yang terlarutkan di dalam butir-butir air di awan dan jika awan itu menurunkan hujan (Soemarwoto, 1992). 12) Unsur-unsur hujan: unsur kimia yang diukur dalam tiap pengambilan sampel air, dimana unsur-unsur tersebut adalah pH, Sulfat (SO42-), dan Nitrat (NO3-) (Mychelisda, 2013). 13) Wash out: Hujan yang turun melalui udara yang mengandung asam hingga asam terlarutkan ke dalam air hujan dan turun ke permukaan bumi (Soemarwoto, 1992). 19