BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gardu Distribusi
Gardu distribusi adalah suatu bangunan gardu listrik yang terdiri dari
instalasi PHB-TM (Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Menengah), TD
(Transformator Distribusi), dan PHB-TR (Perlengkapan Hubung Bagi
Tegangan Rendah). Gardu distribusi memiliki fungsi untuk memasok
kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan baik dengan Tegangan Menengah (TM
20 kV) maupun Tegangan Rendah (TR 220/380V).
2.1.1 Jenis Gardu Distribusi
Secara garis besar gardu distribusi dibedakan atas :
a. Jenis pemasangannya :
x
Gardu pasangan luar : Gardu Portal, Gardu Cantol
x
Gardu pasangan dalam : Gardu Beton, Gardu Kios
b. Jenis Konstruksinya :
x
Gardu Beton (bangunan sipil : batu, beton)
x
Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol
x
Gardu Kios
6
7
c. Jenis Penggunaannya :
x
Gardu Pelanggan Umum
x
Gardu Pelanggan Khusus
2.1.2 Komponen Utama Gardu Pelanggan Khusus
Gardu ini dirancang dan dibangun untuk sambungan tenaga
listrik bagi pelanggan berdaya besar. Selain komponen utama peralatan
hubung dan proteksi, gardu ini dilengkapi dengan alat-alat ukur yang
dipersyaratkan.
Untuk pelanggan dengan daya lebih dari 197 kVA, komponen
utama gardu distribusi adalah peralatan PHB-TM, proteksi dan
pengukuran tegangan menengah. Transformator penurun tegangan
berada di sisi pelanggan.
Gambar 2.1 Bagan satu garis gardu pelanggan khusus
Keterangan :
TP
= Pengaman Transformator
PMB = Pemutus Beban = LBS
PT
= Trafo Tegangan (untuk pengukuran)
8
PMT = Pembatas Beban Pelanggan
SP
= Sambungan Pelanggan
2.2 Sistem Proteksi
Sistem proteksi adalah suatu sistem pengamanan terhadap peralatan
listrik, yang diakibatkan adanya gangguan teknis, gangguan alam, kesalahan
operasi, dan penyebab yang lainnya.
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga listrik
dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem tersebut seperti
arus, tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi yang diperoleh dari
sistem tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya
dengan besaran ambang-batas (threshold setting) pada peralatan proteksi.
Apabila besaran yang diperoleh dari sistem melebihi setting ambang-batas
peralatan proteksi, maka sistem proteksi akan bekerja untuk mengamankan
kondisi tersebut.
2.2.1 Persyaratan Utama Sistem Proteksi
Adapun persyaratan terpenting dari sistem proteksi yaitu :
a. Kepekaan (Sensitivity)
Pada prinsipnya relai harus cukup peka sehingga dapat
mendeteksi gangguan di kawasan pengamannya.
Sebagai pengaman peralatan seperti motor, generator atau
trafo, relai yang peka dapat mendeteksi gangguan pada tingkatan yang
masih dini sehingga membatasi kerusakan. Bagi peralatan seperti
tersebut di atas hal ini sangat penting karena jika gangguan itu sampai
9
merusak bagian penting pada peralatan maka perbaikannya akan
sangat mahal.
Namun jika terlalu peka, relai akan terlalu sering trip untuk
gangguan yang sangat kecil yang mungkin bisa hilang sendiri atau
resikonya dapat diabaikan atau dapat diterima.
b. Keandalan (Reliability)
Keandalan harus memenuhi 3 aspek, yaitu :
x
Kepercayaan (Dependability)
Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemapuan
bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan
bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang
terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan kata lain
dependability-nya harus tinggi.
x
Keterjaminan (Security)
Yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja. Salah kerja
adalah bekerja yang semestinya tidak harus kerja, misalnya karena
lokasi gangguan di luar kawasan pengamanannya atau sama sekali
tidak ada gangguan atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu
lambat. Salah kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya
tidak perlu terjadi. Jadi pada prinsipnya pengaman tidak boleh
salah kerja. Dengan kata lain security-nya harus tinggi.
10
x
Ketersediaan (Availability)
Yaitu perbandingan antara waktu dimana pengaman dalam
keadaan berfungsi atau siap kerja dan
waktu total dalam
operasinya.
Sistem proteksi yang baik dilengkapi dengan kemampuan
mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit
sekunder tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage),
dan memberikan alarm sehingga bisa diperbaiki, sebelum
kegagalan proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya benarbenar terjadi.
c. Selektifitas
Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang
terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang
terganggu saja yang termasuk dalam kawasan pengaman utamanya.
Pengamanan yang sedemikian disebut pengaman yang selektif.
Jadi relai harus dapat membedakan apakah :
x
Gangguan terletak di kawasan pengaman utamanya dimana ia
harus bekerja cepat.
x
Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja
dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan
diri untuk tidak trip.
x
Gangguannya diluar daerah pengamanannya atau sama sekali
tidak ada gangguan, dimana ia tidak harus bekerja sama sekali.
11
Untuk itu relai-relai diatur dengan mengatur peningkatan
waktu (time grading) atau peningkatan setting arus (current grading)
atau gabungan dari keduanya.
Untuk itulah relai dibuat dengan bermacam-macam jenis dan
karakteristiknya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang
tepat, spesifikasi trafo arus yang besar, serta penentuan setting relai
yang terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh.
Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan
yang tinggi, seperti pengaman transformator tenaga, generator, dan
busbar pada sistem tegangan ekstra tinggi dibuat berdasarkan prinsip
kerja yang mempunyai kawasan pengaman yang batasnya sangat jelas
dan pasti dan tidak sensitif terhadap gangguan diluar kawasannya,
sehingga sangat selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan
cadangan bagi seksi berikutnya. Contohnya pengaman diferensial.
d. Kecepatan (Speed)
Untuk memperkecil kerugian atau kerusakan akibat gangguan,
maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari
bagian sistem lainnya. Waktu total pelepasan sistem dari gangguan
adalah waktu sejak munculnya gangguan, sampai bagian yang
terganggu benar-benar terpisah dari bagian sistem lainnya.
Kecepatan itu penting untuk :
x
Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui
arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang
terganggu.
12
x
Mempertahankan kestabilan sistem
e. Ekonomis dan sederhana
Dalam menentukan relai pengaman yang akan digunakan
harus ditinjau tekno ekonominya. Misalnya untuk sistem distribusi
tegangan menengah yang radial tidak diperlukan relai yang rumit dan
sangat cepat bekerjanya, atau misal trafo distribusi yang hanya 1000
kVA menggunakan relai deferensial. Namun pengaman untuk sistem
tegangan ekstra tinggi tidak boleh hanya dengan pengaman yang
sederhana, misalnya hanya dengan relai arus saja, tetapi harus
menggunakan relai jarak dengan intertripting dan ganda.
2.2.2 Peralatan Utama Sistem Proteksi
Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu Daya
DC/AC, relai proteksi, yang diintegerasikan dalam suatu rangkaian
wiring. Secara sederhana salah satu contoh sistem proteksi ditunjukkan
pada Gambar 2.2.
HV / MV
DS
PT
RELAI
PMT
SUPLAI DC
CT
BEBAN
Gambar 2.2 Rangkaian peralatan proteksi
13
a. PMT (Pemutus tenaga)
PMT (Pemutus tenaga) atau CB (Circuit Breaker) adalah
suatu alat otomatis yang mampu memutus/menutup rangkaian pada
semua kondisi yaitu kondisi gangguan maupun kondisi normal, atau
dapat juga sebagai alat yang dibutuhkan untuk mengontrol jaringan
tenaga listrik dengan membuka circuit dengan menutup circuit
(sebagai sakelar) dengan membawa beban secara pengawasan
manual atau otomatis, sedangkan jika dalam keadaan gangguan atau
keadaan tidak normal PMT dapat membuka dengan bantuan relai
yang mendeteksi, sehingga gangguan dapat dipisahkan.
Selama beroperasi pada keadaan normal PMT dapat dibuka
dan ditutup tanpa menimbulkan akibat yang merugikan. Dalam
keadaan gangguan atau keadaan yang tidak normal relai akan
mendeteksi dan menutup rangkaian tripping dari PMT maka akan
menggerakkan mekanisme penggerak untuk membuka kontakkontak PMT.
Jaringan sistem tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan
yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh
PMT (pemutus tenaga).
PMT berfungsi untuk memisahkan atau menghubungkan
satu bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam
keadaan normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian
jaringan tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.
14
Berdasarkan media pemutus listrik / peredam bunga api,
terdapat empat jenis Circuit Breaker, yaitu :
x
ACB (Air Circuit Breaker), menggunakan media berupa udara
x
VCB (Vacuum Circuit Breaker), menggunakan media berupa
vakum
x
GCB (Gas Circuit Breaker), menggunakan media berupa gas
SF6
x
OCB (Oil Circuit Breaker), menggunakan media berupa minyak
Berikut ini merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh pemutus daya, yaitu :
x
Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara kontinu
x
Mampu memutuskan atau menutup jaringan dalam keadaan
berbeban ataupun dalam keadaan hubung singkat tanpa
menimbulkan kerusakan pada pemutus daya itu sendiri
x
Mampu memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan
tinggi
b. Relai Proteksi
Relai proteksi adalah susunan piranti, baik elektronik
maupun magnetik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu
kondisi ketidaknormalan pada peralatan listrik yang dapat
membahayakan atau tidak diinginkan. Jika gangguan terjadi maka
relai proteksi akan secara otomatis akan memberikan sinyal atau
perintah untuk membuka PMT agar bagian yang terganggu dapat
dipisahkan dari sistem yang normal.
15
Pada prinsipnya relai proteksi yang dipasang pada sistem
tenaga listrik mempunyai 3 macam fungsi (J. Soekarto, 1985), yaitu
:
x
Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang
terganggu serta memisahkan secepatnya;
x
Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang
terganggu;
x
Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain
yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta dapat
beroperasi normal, juga untuk mencegah meluasnya gangguan.
Berdasarkan fungsi kerjanya, relai diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis diantaranya yaitu :
1. Overcurrent Relay
Relai ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang
mengalir pada zona proteksinya, pada umumnya relai ini
menjadi pengaman cadangan dari suatu sistem kelistrikan
tegangan tinggi.
2. Differential Relay
Relai ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder
dari trafo arus (CT) yang terpasang pada terminal peralatan
listrik dan relai ini akan bekerja jika terdapat perbedaan arus
antara sisi pengirim dan sisi penerima.
16
3. Distance Relay
Relai ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan
dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona
apakah sesuai atau tidak dengan batas settingnya.
c. Trafo Arus atau CT (Current Transformer)
Fungsi trafo arus dalam sistem proteksi saluran transmisi
adalah :
x
Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari
besaran primer menjadi besaran sekunder untuk keperluan
pengukuran dan proteksi;
x
Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer,
sebagai pengamanan terhadap manusia atau operator yang
melakukan pengukuran;
x
Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 ampere dan
5 ampere.
d. Trafo Tegangan atau PT (Potential Transformer)
Fungsi trafo tegangan dalam sistem proteksi saluran
transmisi adalah :
x
Mentransformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke
besaran tegangan listrik yang lebih rendah sehingga dapat
digunakan untuk peralatan proteksi dan pengukuran yang lebih
aman, akurat, dan teliti;
x
Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi
dengan bagian sekunder yang tegangannya rendah untuk
17
digunakan sebagai sistem proteksi dan pengukuran peralatan
dibagian primer. Sebagai standarisasi besaran tegangan sekunder
(100, 100/√3, 110/√3 dan 110 volt) untuk keperluan peralatan sisi
sekunder;
x
Memiliki 2 kelas, yaitu kelas proteksi (3P, 6P) dan kelas
pengukuran (0,1; 0,2; 0,5;1,3).
e. Catu daya (DC Power Supply)
Catu daya ini merupakan pencatu daya cadangan yang terdiri
dari battery charger dan battery. Battery Charger berfungsi sebagai
peralatan yang merubah tegangan AC ke DC, sedangkan battery
berfungsi sebagai penyimpan daya cadangan yang akan menjadi
sumber tenaga untuk PMT dan catu daya untuk relai. DC Power
Supply merupakan peralatan yang sangat vital karena jika terjadi
gangguan dan kontak telah terhubung, maka DC Power Supply akan
bekerja dan menyebabkan CB terbuka.
f. Pengawatan (Wiring)
Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan
antara komponen proteksi yang meliputi : Relai, PMT, CT, PT, dan
baterai sehingga perangkat sistem proteksi tersebut dapat bekerja
sesuai ketentuan.
Ada
persyaratan
yang
harus
diperhatikan
didalam
pengawatan, misalnya : penggunaan jenis kabel/kawat, besar
penampang kabel, panjang kabel, warna kabel, dan kode-kode.
18
2.2.3 Relai Arus Lebih (Over Current Relay)
Prinsip kerja relai arus lebih yaitu jika relai dilewati arus yang
melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting / setelan waktu tertentu),
maka relai akan mulai bekerja. OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus
yang terdeteksi oleh relai.
Berdasarkan karakteristik waktu kerja, relai arus lebih
diklasifikasikan sebagai berikut :
a) t
b)
t
t set
I set Instant
c)
I
I set Definite
t
I
d) t
I Set Inverse
I
I set Kombinasi
I
Gambar 2.3 Grafik karakteristik OCR
a) Relai arus lebih seketika/ Moment / Instant
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai tanpa
penundaan waktu, kerjanya sangat cepat / waktunya pendek (20–100
mili detik).
19
b) Relai arus lebih dengan tunda waktu (Time Delay) / definite
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya.
c) Relai arus lebih inverse
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai
diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari
besarnya arus yang menggerakkannya. Semakin besar arus yang
melewati relai, maka semakin cepat relai bekerja dan sebaliknya.
Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam:
a. Standard Inverse / Normally Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
t=
0,14×TMS
I 0,02
-1
Is
.......................................... (2.1)
ቀ fቁ
b. Very Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
t=
13,5×TMS
I
Is
ቀ f ቁ-1
.......................................... (2.2)
c. Extremelly Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
t=
80×TMS
I 2
Is
............................................. (2.3)
ቀ f ቁ -1
d. Long Time Inverse
Formula perhitungan penyetalan :
t=
120×TMS
I
Is
ቀ f ቁ-1
........................................... (2.4)
20
Dimana :
t
= Waktu kerja (trip) relai dalam detik
If
= Arus gangguan (A)
Is
= Arus setting (A)
TMS = Time Multiple Setting
d) Relai arus lebih kombinasi
Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari inverse dan
definite. Relai mulai pick-up sampai selesai diperpanjang dengan
nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya, dan pada nilai arus tertentu relai harus kerja
dengan definite time (Gambar 2.3 d). Dalam hal tertentu dapat
dilakukan penerapan kombinasi antara dua macam karakteristik,
misal : IDMT (Inverse Definite Minimum Time).
2.3 Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik
Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik sangat beragam
besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan
tidak normal dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya
kontinuitas pelayanan tenaga listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada
sistem tenaga listrik disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
1. Gangguan Sistem
2. Gangguan Non Sistem
21
2.3.1. Gangguan Sistem
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga
listrik seperti pada generator, trafo, SUTT, SKTT dan lain sebagainya.
Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan
gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang
hilang dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran
petir yang menyebabkan flash over pada isolator SUTT. Pada keadaan
ini PMT dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis
dengan Auto Recloser. Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak
hilang dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan
perbaikan atau pergantian perangkat, misalnya kawat SUTM putus.
Penyebab gangguan yang berasal dari dalam sistem antara lain :
a. Tegangan lebih (surja hubung, petir)
b. Pemasangan yang kurang baik
c. Kesalahan mekanis karena proses penuaan
d. Beban lebih
e. Kerusakan material seperti isolator pecah, kawat putus, atau
kabel cacat isolasinya.
f. Faktor lingkungan
Jenis gangguan yang diakibatkan oleh sistem, yaitu :
a. Gangguan beban lebih (Overload)
Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila
dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik
yang dialiri arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang
22
mengalir melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang
terpasang.
b. Gangguan hubung singkat
Gangguan hubung singkat dapat terjadi dua fasa, tiga fasa,
satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, atau 3 fasa ke tanah. Gangguan
hubung singkat ini sendiri dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu : gangguan hubung singkat simetri dan gangguan hubung
singkat tak simetri (asimetri). Gangguan yang termasuk dalam
hubung singkat simetri yaitu gangguan hubung singkat tiga fasa,
sedangkan gangguan yang lainnya merupakan gangguan hubung
singkat tak simetri (asimetri). Gangguan ini akan mengakibatkan arus
lebih pada fasa yang terganggu dan juga akan dapat mengakibatkan
kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu.
2.3.2. Gangguan Non Sistem
Gangguan non sistem adalah gangguan yang menyebabkan PMT
terbuka yang dikarenakan relai yang bekerja sendiri atau kabel kontrol
yang terkelupas atau oleh sebab interferensi, dan lain sebagainya.
Jenis gangguan non-sistem antara lain :
a. Kerusakan komponen relai
b. Kabel kontrol terhubung singkat
c. Interferensi / induksi pada kabel kontrol
23
2.4 Analisis Gangguan Hubung Singkat
Gangguan hubung singkat ini sendiri digolongkan menjadi dua
kelompok yakni gangguan hubung singkat simetri dan gangguan hubung
singkat asimetri (tidak simetri). Yang termasuk dalam gangguan simetri adalah
gangguan hubung singkat tiga fasa, sedangkan yang lainnya termasuk dalam
gangguan hubung singkat asimetri yakni hubung singkat satu fasa ke tanah, dua
fasa ke tanah, dan hubung singkat antar dua fasa.
Hampir semua gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik adalah
gangguan hubung singkat asimetri, gangguan ini menyebabkan mengalirnya
arus tidak seimbang dalam sistem sehingga untuk analisis gangguan digunakan
metode komponen simetri baik menentukan arus maupun tegangan disemua
bagian sistem setelah terjadi gangguan.
Prinsip dasar dari komponen simetris pada rangkaian sistem tiga fasa
yang tidak seimbang yaitu bahwa pada setiap fasor yang tidak seimbang pada
sistem tenaga dapat diuraikan menjadi tiga kelompok fasor yang seimbang,
yaitu :
1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang besarnya sama
dengan beda fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama
seperti fasor sistem. Pada sistem tenaga listrik tidak dipengaruhi oleh
hubungan belitan transformator maupun sistem pentanahan titik netral
generator. Pada rangkaian urutan positif pada generator maka impedansi
urutan positifnya terhubung seri dengan sumber tegangan.
2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besar
berbeda fasa 1200 dan mempunyai urutan berlawanan dengan fasor sistem,
24
model rangkaiannya sama seperti hubungan rangkaian urutan positif hanya
saja tidak memiliki sumber tegangan. Nilai impedansi urutan negatif sama
dengan nilai impedansi urutan positif.
3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
mempunyai pergeseran fasa sebesar 00 antara satu dengan yang lain. Pada
umumnya rangkaian urutan nol berbeda dengan rangkaian urutan positif
maupun rangkaian urutan negatif. Rangkaian urutan nol tidak mempunyai
sumber tegangan. Nilai impedansi suatu rangkaian urutan nol sangat
dipengaruhi oleh hubungan belitan trafo dan pentanahan titik netral
generator.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.4 fasor tegangan
seimbang.
Gambar 2.4 Fasor tegangan tiga fasa seimbang
Va0 , Vb0 , Vc0 adalah komponen urutan nol
Va1 , Vb1 , Vc1 adalah komponen urutan positif
Va2 , Vb2 , Vc2 adalah komponen urutan negatif
Impedansi urutan dapat didefinisikan sebagai suatu impedansi yang
dirasakan oleh arus urutan bila tegangan urutannya dipasang pada peralatan
25
atau sistem tersebut. Seperti juga tegangan dan arus di dalam metode
komponen simetris dan tak simetris.
Impedansi yang dikenal ada tiga macam yaitu :
a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan positif.
b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan negatif.
c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus
urutan nol.
2.5 Perhitungan Arus Hubung Singkat
Data-data yang diperlukan sebagai berikut : MVA hubung singkat di
sisi busbar tegangan tinggi. MVA, ZT%, kV dari trafo tenaga yang mensuplai
jaringan, karena incoming trafo tenaga mensuplai tegangan untuk jaringan.
Perhitungan untuk menghitung besar arus hubung singkat dalam sistem
tenaga listrik dapat dilakukan dengan perumusan antara lain sebagai berikut :
2.5.1 Perhitungan Impedansi Sumber
Pada sisi 20 kV dari gardu induk 150 kV dengan data MVA hubung
singkat yang ada, maka:
MVASC =ξ3×kV×Isc ..................................................... (2.5)
Xs =
kV2
MVAsc
......................................................................... (2.6)
Dimana :
Xs
= Reaktansi sumber (Ω)
kV
= Tegangan saluran transmisi 150 kV (kV)
MVAsc = Daya pada saat hubung singkat (MVA)
26
= Arus hubung singkat di sisi 150 kV (kA)
Isc
Untuk menghitung impedansi sumber, dapat dilakukan dengan
persamaan :
Z = R + jX ......................................................................... (2.7)
Zs = R + jXs ....................................................................... (2.8)
Dimana :
Zs = Impedansi sumber (Ω)
R
= Tahanan sumber riil (Ω)
Xs = Reaktansi sumber (Ω)
Dalam perhitungan ini, R dianggap bernilai 0 ohm. Maka
persamaan menjadi :
Zs = jXs .............................................................................. (2.9)
Impedansi sumber ini adalah nilai tahanan pada sisi 150 kV. Arus
gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah gangguan hubung
singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut harus
dikonversikan ke sisi 20 kV dengan menggunakan persamaan :
kV1 2
Zs
=
kV2 2
Zs2
......................................................................... (2.10)
Dimana :
kV1 = Tegangan transformator tenaga sisi primer (kV)
kV2 = Tegangan transformator tenaga sisi sekunder (kV)
Zs = Impedansi transformator tenaga sisi primer (Ω)
Zs2 = Impedansi transformator tenaga sisi sekunder (Ω)
27
Untuk menghitung impedansi sumber di sisi 20 kV, maka
persamaan menjadi :
Zs2 =
kV2 2
୩୚భ మ ×Zs ................................................................ (2.11)
2.5.2 Perhitungan Impedansi Trafo Tenaga
a. Impedansi urutan positif dan impedansi urutan negatif
XT1 = XT2 ............................................................................. (2.12)
Dimana :
Xt1 = Reaktansi urutan positif (Ω)
Xt2 = Reaktansi urutan negatif (Ω)
Untuk menghitung XT1 menggunakan rumus :
XT1 = %XT ×
kV2
MVAtr
............................................................... (2.13)
Dimana :
XT1
= Reaktansi urutan positif (Ω)
%XT = Impedansi trafo tenaga (%)
kV
= Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
Berdasarkan persamaan (2.7), maka impedansi urutan positif
trafo tenaga diperoleh dengan :
ZT1 = jXT1 ............................................................................ (2.14)
b. Impedansi urutan nol
Pada perhitungan reaktansi urutan nol trafo tenaga, tergantung
dari ada atau tidaknya belitan delta di dalam trafo tenaga.
28
x
Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn dimana
kapasitas belitan delta (D) sama dengan kapasitas belitan Y,
maka :
XT0 = XT1 ....................................................................... (2.15)
x
Untuk trafo tenaga dengan belitan Ydyn atau YNyn d, dimana
kapasitas belitan delta (d) sepertiga dari kapasitas belitan Y
(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan
belitan delta tetap ada di dalam trafo tenaga, tetapi tidak
dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka
:
XT0 =
MVAtr
MVA∆
×XT1 .......................................................... (2.16)
Dimana :
XT0
= Reaktansi urutan nol (Ω)
MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA)
MVA∆ = Kapasitas belitan delta (MVA)
XT1
x
= Reaktansi urutan positif (Ω)
Apabila tidak ada belitan delta, maka perhitungan reaktansi
urutan nol adalah :
XT0 =9 s/d 14 ×XT1 ..................................................... (2.17)
Berdasarkan persamaan (2.7), maka impedansi urutan nol trafo
tenaga diperoleh dengan :
ZT0 = jXT0 ............................................................................ (2.18)
29
2.5.3 Perhitungan Impedansi Feeder
Impedansi feeder yang akan dihitung tergantung dari besarnya
impedansi per km (Ω/km) dari feeder yang dihitung. Nilai dari impedansi
per km tergantung dari jenis pengahantar, luas pengahantar, dan panjang
penghantar. Untuk menghitung impedansi feeder, menggunakan rumus :
Z1 = Z2 ............................................................................... (2.19)
Z1 feeder = Z1 x l ................................................................... (2.20)
Z0 feeder = Z0 x l ................................................................... (2.21)
Dimana :
Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω)
Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
Z1
= Impedansi urutan positif penghantar (Ω/km)
Z0
= Impedansi urutan negatif penghantar (Ω/km)
l
= Panjang penghantar (km)
2.5.4 Perhitungan Impedansi Saluran Ekuivalen
Untuk menghitung nilai impedansi urutan positif ekuivalen dan
urutan negatif ekuivalen pada saluran transmisi adalah:
Z1eq = Z2eq = Zs2 + ZT1 + Z1 feeder ........................................ (2.22)
Dimana :
Z1eq
= Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq
= Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Zs2
= Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω)
ZT1
= Impedansi urutan positif trafo tenaga (Ω)
Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω)
30
Untuk menghitung nilai impedansi urutan nol ekuivalen pada
saluran transmisi adalah:
Z0eq = ZT0 + (3xRn) + Z0 feeder ............................................ (2.23)
Dimana :
Z0eq
= Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
ZT0
= Impedansi urutan nol trafo tenaga (Ω)
Rn
= Ground resistor pada trafo tenaga (Ω)
Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω)
2.5.5 Perhitungan Arus Hubung Singkat
Perhitungan arus hubung singkat terdiri dari empat kondisi gangguan,
yaitu :
a. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Gangguan satu fasa ketanah merupakan hubung singkat yang
digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan
satu fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.5.
C
B
A
If1 fasa tanah
Zf
Gambar 2.5 Model saluran gangguan satu fasa ke tanah
Besarnya arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
If 1fasa tanah =
3×Ea
Z0eq +Z1eq +Z2eq
.................................. (2.24)
31
Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
b. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah
Gangguan dua fasa ke tanah merupakan hubung singkat yang
digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan
dua fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.6.
C
B
A
If2 Fasa S
If2 fasa R
Zf
Gambar 2.6 Model saluran gangguan dua fasa ke tanah
Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
If 2fasa tanah =
Ea
Z2eq ×Z0eq .................................
Z1eq +൜
ൠ
Z2eq +Z0eq
Dimana :
Ea
= Tegangan fasa netral (V)
Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
(2.25)
32
c. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa
Gangguan hubung singkat antar dua fasa digolongkan sebagai
gangguan asimetri. Model saluran gangguan dua fasa dapat dilihat
pada Gambar 2.7.
C
B
A
If2 fasa
Zf
Gambar 2.7 Model saluran gangguan dua fasa
Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
If 2fasa =
E
Z1eq +Z2eq
................................................... (2.26)
Dimana :
E
= Tegangan fasa-fasa (V)
Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω)
Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω)
Karena Z1 dan Z2 memiliki nilai yang sama, maka :
If 2fasa =
E
2×Z1eq
...................................................... (2.27)
d. Gangguan Hubung Singkat 3 fasa
Gangguan tiga fasa secara langsung merupakan hubung
singkat yang digolongkan sebagai gangguan simetri. Model saluran
gangguan tiga fasa dapat dilihat pada Gambar 2.8.
33
C
B
A
If 3fasa
Zf
Gambar 2.8 Model saluran gangguan 3 fasa
Besarnya arus gangguan hubung singkat tiga fasa dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
If 3fasa =
Ea
Z1eq
............................................................ (2.28)
Dimana :
Ea = Tegangan fasa netral (V)
Z1eq = Impedansi urutan positif (Ω)
2.6 Pemilihan Penyetelan Relai Arus Lebih
Penyetelan relai arus lebih terdiri dari penyetelan arus dan penyelan waktu.
Berikut ini merupakan penjelasan dari penyetelan relai :
2.6.1 Penyetelan Arus Relai
Penyetelan arus untuk relai arus lebih mempunyai batasan
besarnya arus. Pada dasarnya batas penyetelan relai arus lebih adalah
relai tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Arus penyetelannya
harus lebih besar dari arus beban maksimum.
a. Penyetelan OCR
Penyetelan OCR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan
dari arus gangguan hubung singkat 2 fasa dan 3 fasa. Batas penyetelan
harus memperhatikan kesalahan pick up, menurut Standard British
BS 142- 1983 batas penyetelan untuk relai inverse antara nominal
34
1.05 – 1.3 Inominal dan untuk relai definite antara nominal 1,2 – 1,3 x
Inominal. Mengacu pada standar tersebut, pada tugas akhir ini lebih
amannya menggunakan konstanta 1,05, sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Iset = ≥ 1,05 x Inominal ...................................................... (2.29)
Is OCR =
Iset
Rasio CT
................................................................ (2.30)
Dimana :
Iset
= Arus setting di sisi primet CT
Is OCR = Arus setting di sisi sekunder CT
b. Penyetelan GFR
Penyetelan GFR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan
dari arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Besarnya
penyetelan GFR (Ground Fault Relay) dapat disetel 6% sampai
dengan 12% dikali arus hubung singkat satu fasa tanah terkecil/terjauh
(Wahyudi Sarimun, 2012, hal. 162).
Is GFR = 6% s/d 12% x If 1fasa tanah terkecil ............................. (2.31)
c. Penyetelan arus pada gardu distribusi
Pada gardu distribusi yang memiliki pelanggan khusus,
penyetelan OCR harus dikoordinasikan dengan penyetelan pembatas
yaitu OLR (Thermal Over Load Relay). Pembatas ini bekerja
berdasarkan ketentuan yang ada pada pembatas TDL (Tarif Dasar
Listrik) yang artinya pelanggan masih diizinkan menarik daya listrik
sampai sebesar 1,5 dikali arus daya kontrak (Idaya kontrak) selama kurang
dari 5 menit. Maka setelan OCR harus diatas penyetelan pembatas.
35
Untuk meyakinkan bahwa setelan OCR tidak menggagalkan fungsi
pembatas, maka setelan OCR dapat ditentukan dengan :
Iset = 1,2 x 1,5 x Idaya kontrak
Iset = 1,8 x Idaya kontrak .................................................. (2.32)
Idaya kontrak =
Pdaya kontrak
ξ3×V
................................................ (2.33)
Dimana :
Idaya kontrak = Arus beban maksimum pelanggan (A)
Pdaya kontrak = Daya terpasang pelanggan (VA)
V
= Tegangan nominal pelanggan (V)
Arus beban diatas 1,8 dikali arus daya kontrak dalam hal ini
sudah tidak dianggap sebagai arus beban lebih, tetapi sudah termasuk
kategori arus gangguan hubung singkat (Sarimun Wahyudi, 2012, hal.
142).
2.6.2 Penyetelan Waktu Relai
Dengan mengacu pada konsep daerah pengamanan, maka
penyetelan relai arus lebih memiliki peranan yang penting dalam
koordinasi setting relai pengaman. Penyetelan relai arus lebih dapat
dilakukan berdasarkan setelan waktu, setelan arus maupun kombinasi
keduanya.
Berdasarkan Standar IEEE 242 waktu yang dibutuhkan untuk
kerja relai sampai circuit breaker membuka adalah 0.3-0.4 s, dengan
asumsi :
x
Waktu terbuka circuit breaker 5 cycle
: 0.08 detik
x
Overtravel dari relai
: 0.1 detik
36
x
Faktor keamanan
: 0.22 detik
Gambar 2.9 Skema koordinasi waktu relai
Untuk relai static dan relai digital berbasis mikroprosesor,
overtravel dari relai dapat diabaikan. Dari standard tersebut ditentukan
koordinasi antara dua relai yang bekerja sebagai relai utama dan relai
backup
adalah
0.3s.
Misalnya
pada
koordinasi
relai
yang
mempergunakan karakteristik definite time secara bertingkat seperti
terlihat pada Gambar 2.9. Untuk waktunya dipilih setting dari sisi hulu
sampai dengan sisi hilir, dengan tunda waktu 0.3 s.
Tset = ∆t + t ..................................................................... (2.34)
Dimana :
∆t = 0,3 detik
t = penyetelan waktu pada feeder
Download