BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gardu Distribusi Gardu distribusi adalah suatu bangunan gardu listrik yang terdiri dari instalasi PHB-TM (Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Menengah), TD (Transformator Distribusi), dan PHB-TR (Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Rendah). Gardu distribusi memiliki fungsi untuk memasok kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan baik dengan Tegangan Menengah (TM 20 kV) maupun Tegangan Rendah (TR 220/380V). 2.1.1 Jenis Gardu Distribusi Secara garis besar gardu distribusi dibedakan atas : a. Jenis pemasangannya : x Gardu pasangan luar : Gardu Portal, Gardu Cantol x Gardu pasangan dalam : Gardu Beton, Gardu Kios b. Jenis Konstruksinya : x Gardu Beton (bangunan sipil : batu, beton) x Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol x Gardu Kios 6 7 c. Jenis Penggunaannya : x Gardu Pelanggan Umum x Gardu Pelanggan Khusus 2.1.2 Komponen Utama Gardu Pelanggan Khusus Gardu ini dirancang dan dibangun untuk sambungan tenaga listrik bagi pelanggan berdaya besar. Selain komponen utama peralatan hubung dan proteksi, gardu ini dilengkapi dengan alat-alat ukur yang dipersyaratkan. Untuk pelanggan dengan daya lebih dari 197 kVA, komponen utama gardu distribusi adalah peralatan PHB-TM, proteksi dan pengukuran tegangan menengah. Transformator penurun tegangan berada di sisi pelanggan. Gambar 2.1 Bagan satu garis gardu pelanggan khusus Keterangan : TP = Pengaman Transformator PMB = Pemutus Beban = LBS PT = Trafo Tegangan (untuk pengukuran) 8 PMT = Pembatas Beban Pelanggan SP = Sambungan Pelanggan 2.2 Sistem Proteksi Sistem proteksi adalah suatu sistem pengamanan terhadap peralatan listrik, yang diakibatkan adanya gangguan teknis, gangguan alam, kesalahan operasi, dan penyebab yang lainnya. Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga listrik dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem tersebut seperti arus, tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi yang diperoleh dari sistem tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya dengan besaran ambang-batas (threshold setting) pada peralatan proteksi. Apabila besaran yang diperoleh dari sistem melebihi setting ambang-batas peralatan proteksi, maka sistem proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi tersebut. 2.2.1 Persyaratan Utama Sistem Proteksi Adapun persyaratan terpenting dari sistem proteksi yaitu : a. Kepekaan (Sensitivity) Pada prinsipnya relai harus cukup peka sehingga dapat mendeteksi gangguan di kawasan pengamannya. Sebagai pengaman peralatan seperti motor, generator atau trafo, relai yang peka dapat mendeteksi gangguan pada tingkatan yang masih dini sehingga membatasi kerusakan. Bagi peralatan seperti tersebut di atas hal ini sangat penting karena jika gangguan itu sampai 9 merusak bagian penting pada peralatan maka perbaikannya akan sangat mahal. Namun jika terlalu peka, relai akan terlalu sering trip untuk gangguan yang sangat kecil yang mungkin bisa hilang sendiri atau resikonya dapat diabaikan atau dapat diterima. b. Keandalan (Reliability) Keandalan harus memenuhi 3 aspek, yaitu : x Kepercayaan (Dependability) Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemapuan bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan kata lain dependability-nya harus tinggi. x Keterjaminan (Security) Yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja. Salah kerja adalah bekerja yang semestinya tidak harus kerja, misalnya karena lokasi gangguan di luar kawasan pengamanannya atau sama sekali tidak ada gangguan atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Salah kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Jadi pada prinsipnya pengaman tidak boleh salah kerja. Dengan kata lain security-nya harus tinggi. 10 x Ketersediaan (Availability) Yaitu perbandingan antara waktu dimana pengaman dalam keadaan berfungsi atau siap kerja dan waktu total dalam operasinya. Sistem proteksi yang baik dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit sekunder tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage), dan memberikan alarm sehingga bisa diperbaiki, sebelum kegagalan proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya benarbenar terjadi. c. Selektifitas Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang terganggu saja yang termasuk dalam kawasan pengaman utamanya. Pengamanan yang sedemikian disebut pengaman yang selektif. Jadi relai harus dapat membedakan apakah : x Gangguan terletak di kawasan pengaman utamanya dimana ia harus bekerja cepat. x Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan diri untuk tidak trip. x Gangguannya diluar daerah pengamanannya atau sama sekali tidak ada gangguan, dimana ia tidak harus bekerja sama sekali. 11 Untuk itu relai-relai diatur dengan mengatur peningkatan waktu (time grading) atau peningkatan setting arus (current grading) atau gabungan dari keduanya. Untuk itulah relai dibuat dengan bermacam-macam jenis dan karakteristiknya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang tepat, spesifikasi trafo arus yang besar, serta penentuan setting relai yang terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh. Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan yang tinggi, seperti pengaman transformator tenaga, generator, dan busbar pada sistem tegangan ekstra tinggi dibuat berdasarkan prinsip kerja yang mempunyai kawasan pengaman yang batasnya sangat jelas dan pasti dan tidak sensitif terhadap gangguan diluar kawasannya, sehingga sangat selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan cadangan bagi seksi berikutnya. Contohnya pengaman diferensial. d. Kecepatan (Speed) Untuk memperkecil kerugian atau kerusakan akibat gangguan, maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari bagian sistem lainnya. Waktu total pelepasan sistem dari gangguan adalah waktu sejak munculnya gangguan, sampai bagian yang terganggu benar-benar terpisah dari bagian sistem lainnya. Kecepatan itu penting untuk : x Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu. 12 x Mempertahankan kestabilan sistem e. Ekonomis dan sederhana Dalam menentukan relai pengaman yang akan digunakan harus ditinjau tekno ekonominya. Misalnya untuk sistem distribusi tegangan menengah yang radial tidak diperlukan relai yang rumit dan sangat cepat bekerjanya, atau misal trafo distribusi yang hanya 1000 kVA menggunakan relai deferensial. Namun pengaman untuk sistem tegangan ekstra tinggi tidak boleh hanya dengan pengaman yang sederhana, misalnya hanya dengan relai arus saja, tetapi harus menggunakan relai jarak dengan intertripting dan ganda. 2.2.2 Peralatan Utama Sistem Proteksi Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu Daya DC/AC, relai proteksi, yang diintegerasikan dalam suatu rangkaian wiring. Secara sederhana salah satu contoh sistem proteksi ditunjukkan pada Gambar 2.2. HV / MV DS PT RELAI PMT SUPLAI DC CT BEBAN Gambar 2.2 Rangkaian peralatan proteksi 13 a. PMT (Pemutus tenaga) PMT (Pemutus tenaga) atau CB (Circuit Breaker) adalah suatu alat otomatis yang mampu memutus/menutup rangkaian pada semua kondisi yaitu kondisi gangguan maupun kondisi normal, atau dapat juga sebagai alat yang dibutuhkan untuk mengontrol jaringan tenaga listrik dengan membuka circuit dengan menutup circuit (sebagai sakelar) dengan membawa beban secara pengawasan manual atau otomatis, sedangkan jika dalam keadaan gangguan atau keadaan tidak normal PMT dapat membuka dengan bantuan relai yang mendeteksi, sehingga gangguan dapat dipisahkan. Selama beroperasi pada keadaan normal PMT dapat dibuka dan ditutup tanpa menimbulkan akibat yang merugikan. Dalam keadaan gangguan atau keadaan yang tidak normal relai akan mendeteksi dan menutup rangkaian tripping dari PMT maka akan menggerakkan mekanisme penggerak untuk membuka kontakkontak PMT. Jaringan sistem tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh PMT (pemutus tenaga). PMT berfungsi untuk memisahkan atau menghubungkan satu bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian jaringan tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih. 14 Berdasarkan media pemutus listrik / peredam bunga api, terdapat empat jenis Circuit Breaker, yaitu : x ACB (Air Circuit Breaker), menggunakan media berupa udara x VCB (Vacuum Circuit Breaker), menggunakan media berupa vakum x GCB (Gas Circuit Breaker), menggunakan media berupa gas SF6 x OCB (Oil Circuit Breaker), menggunakan media berupa minyak Berikut ini merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemutus daya, yaitu : x Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara kontinu x Mampu memutuskan atau menutup jaringan dalam keadaan berbeban ataupun dalam keadaan hubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus daya itu sendiri x Mampu memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi b. Relai Proteksi Relai proteksi adalah susunan piranti, baik elektronik maupun magnetik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi ketidaknormalan pada peralatan listrik yang dapat membahayakan atau tidak diinginkan. Jika gangguan terjadi maka relai proteksi akan secara otomatis akan memberikan sinyal atau perintah untuk membuka PMT agar bagian yang terganggu dapat dipisahkan dari sistem yang normal. 15 Pada prinsipnya relai proteksi yang dipasang pada sistem tenaga listrik mempunyai 3 macam fungsi (J. Soekarto, 1985), yaitu : x Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya; x Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu; x Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta dapat beroperasi normal, juga untuk mencegah meluasnya gangguan. Berdasarkan fungsi kerjanya, relai diklasifikasikan menjadi beberapa jenis diantaranya yaitu : 1. Overcurrent Relay Relai ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada zona proteksinya, pada umumnya relai ini menjadi pengaman cadangan dari suatu sistem kelistrikan tegangan tinggi. 2. Differential Relay Relai ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder dari trafo arus (CT) yang terpasang pada terminal peralatan listrik dan relai ini akan bekerja jika terdapat perbedaan arus antara sisi pengirim dan sisi penerima. 16 3. Distance Relay Relai ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau tidak dengan batas settingnya. c. Trafo Arus atau CT (Current Transformer) Fungsi trafo arus dalam sistem proteksi saluran transmisi adalah : x Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari besaran primer menjadi besaran sekunder untuk keperluan pengukuran dan proteksi; x Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer, sebagai pengamanan terhadap manusia atau operator yang melakukan pengukuran; x Standarisasi besaran sekunder, untuk arus nominal 1 ampere dan 5 ampere. d. Trafo Tegangan atau PT (Potential Transformer) Fungsi trafo tegangan dalam sistem proteksi saluran transmisi adalah : x Mentransformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke besaran tegangan listrik yang lebih rendah sehingga dapat digunakan untuk peralatan proteksi dan pengukuran yang lebih aman, akurat, dan teliti; x Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi dengan bagian sekunder yang tegangannya rendah untuk 17 digunakan sebagai sistem proteksi dan pengukuran peralatan dibagian primer. Sebagai standarisasi besaran tegangan sekunder (100, 100/√3, 110/√3 dan 110 volt) untuk keperluan peralatan sisi sekunder; x Memiliki 2 kelas, yaitu kelas proteksi (3P, 6P) dan kelas pengukuran (0,1; 0,2; 0,5;1,3). e. Catu daya (DC Power Supply) Catu daya ini merupakan pencatu daya cadangan yang terdiri dari battery charger dan battery. Battery Charger berfungsi sebagai peralatan yang merubah tegangan AC ke DC, sedangkan battery berfungsi sebagai penyimpan daya cadangan yang akan menjadi sumber tenaga untuk PMT dan catu daya untuk relai. DC Power Supply merupakan peralatan yang sangat vital karena jika terjadi gangguan dan kontak telah terhubung, maka DC Power Supply akan bekerja dan menyebabkan CB terbuka. f. Pengawatan (Wiring) Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan antara komponen proteksi yang meliputi : Relai, PMT, CT, PT, dan baterai sehingga perangkat sistem proteksi tersebut dapat bekerja sesuai ketentuan. Ada persyaratan yang harus diperhatikan didalam pengawatan, misalnya : penggunaan jenis kabel/kawat, besar penampang kabel, panjang kabel, warna kabel, dan kode-kode. 18 2.2.3 Relai Arus Lebih (Over Current Relay) Prinsip kerja relai arus lebih yaitu jika relai dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting / setelan waktu tertentu), maka relai akan mulai bekerja. OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh relai. Berdasarkan karakteristik waktu kerja, relai arus lebih diklasifikasikan sebagai berikut : a) t b) t t set I set Instant c) I I set Definite t I d) t I Set Inverse I I set Kombinasi I Gambar 2.3 Grafik karakteristik OCR a) Relai arus lebih seketika/ Moment / Instant Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai tanpa penundaan waktu, kerjanya sangat cepat / waktunya pendek (20–100 mili detik). 19 b) Relai arus lebih dengan tunda waktu (Time Delay) / definite Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus yang menggerakkannya. c) Relai arus lebih inverse Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang menggerakkannya. Semakin besar arus yang melewati relai, maka semakin cepat relai bekerja dan sebaliknya. Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam: a. Standard Inverse / Normally Inverse Formula perhitungan penyetalan : t= 0,14×TMS I 0,02 -1 Is .......................................... (2.1) ቀ fቁ b. Very Inverse Formula perhitungan penyetalan : t= 13,5×TMS I Is ቀ f ቁ-1 .......................................... (2.2) c. Extremelly Inverse Formula perhitungan penyetalan : t= 80×TMS I 2 Is ............................................. (2.3) ቀ f ቁ -1 d. Long Time Inverse Formula perhitungan penyetalan : t= 120×TMS I Is ቀ f ቁ-1 ........................................... (2.4) 20 Dimana : t = Waktu kerja (trip) relai dalam detik If = Arus gangguan (A) Is = Arus setting (A) TMS = Time Multiple Setting d) Relai arus lebih kombinasi Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari inverse dan definite. Relai mulai pick-up sampai selesai diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang menggerakkannya, dan pada nilai arus tertentu relai harus kerja dengan definite time (Gambar 2.3 d). Dalam hal tertentu dapat dilakukan penerapan kombinasi antara dua macam karakteristik, misal : IDMT (Inverse Definite Minimum Time). 2.3 Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik sangat beragam besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan tidak normal dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada sistem tenaga listrik disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: 1. Gangguan Sistem 2. Gangguan Non Sistem 21 2.3.1. Gangguan Sistem Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik seperti pada generator, trafo, SUTT, SKTT dan lain sebagainya. Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang hilang dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran petir yang menyebabkan flash over pada isolator SUTT. Pada keadaan ini PMT dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis dengan Auto Recloser. Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan atau pergantian perangkat, misalnya kawat SUTM putus. Penyebab gangguan yang berasal dari dalam sistem antara lain : a. Tegangan lebih (surja hubung, petir) b. Pemasangan yang kurang baik c. Kesalahan mekanis karena proses penuaan d. Beban lebih e. Kerusakan material seperti isolator pecah, kawat putus, atau kabel cacat isolasinya. f. Faktor lingkungan Jenis gangguan yang diakibatkan oleh sistem, yaitu : a. Gangguan beban lebih (Overload) Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang dialiri arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang 22 mengalir melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang. b. Gangguan hubung singkat Gangguan hubung singkat dapat terjadi dua fasa, tiga fasa, satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, atau 3 fasa ke tanah. Gangguan hubung singkat ini sendiri dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : gangguan hubung singkat simetri dan gangguan hubung singkat tak simetri (asimetri). Gangguan yang termasuk dalam hubung singkat simetri yaitu gangguan hubung singkat tiga fasa, sedangkan gangguan yang lainnya merupakan gangguan hubung singkat tak simetri (asimetri). Gangguan ini akan mengakibatkan arus lebih pada fasa yang terganggu dan juga akan dapat mengakibatkan kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu. 2.3.2. Gangguan Non Sistem Gangguan non sistem adalah gangguan yang menyebabkan PMT terbuka yang dikarenakan relai yang bekerja sendiri atau kabel kontrol yang terkelupas atau oleh sebab interferensi, dan lain sebagainya. Jenis gangguan non-sistem antara lain : a. Kerusakan komponen relai b. Kabel kontrol terhubung singkat c. Interferensi / induksi pada kabel kontrol 23 2.4 Analisis Gangguan Hubung Singkat Gangguan hubung singkat ini sendiri digolongkan menjadi dua kelompok yakni gangguan hubung singkat simetri dan gangguan hubung singkat asimetri (tidak simetri). Yang termasuk dalam gangguan simetri adalah gangguan hubung singkat tiga fasa, sedangkan yang lainnya termasuk dalam gangguan hubung singkat asimetri yakni hubung singkat satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, dan hubung singkat antar dua fasa. Hampir semua gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat asimetri, gangguan ini menyebabkan mengalirnya arus tidak seimbang dalam sistem sehingga untuk analisis gangguan digunakan metode komponen simetri baik menentukan arus maupun tegangan disemua bagian sistem setelah terjadi gangguan. Prinsip dasar dari komponen simetris pada rangkaian sistem tiga fasa yang tidak seimbang yaitu bahwa pada setiap fasor yang tidak seimbang pada sistem tenaga dapat diuraikan menjadi tiga kelompok fasor yang seimbang, yaitu : 1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang besarnya sama dengan beda fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor sistem. Pada sistem tenaga listrik tidak dipengaruhi oleh hubungan belitan transformator maupun sistem pentanahan titik netral generator. Pada rangkaian urutan positif pada generator maka impedansi urutan positifnya terhubung seri dengan sumber tegangan. 2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besar berbeda fasa 1200 dan mempunyai urutan berlawanan dengan fasor sistem, 24 model rangkaiannya sama seperti hubungan rangkaian urutan positif hanya saja tidak memiliki sumber tegangan. Nilai impedansi urutan negatif sama dengan nilai impedansi urutan positif. 3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan mempunyai pergeseran fasa sebesar 00 antara satu dengan yang lain. Pada umumnya rangkaian urutan nol berbeda dengan rangkaian urutan positif maupun rangkaian urutan negatif. Rangkaian urutan nol tidak mempunyai sumber tegangan. Nilai impedansi suatu rangkaian urutan nol sangat dipengaruhi oleh hubungan belitan trafo dan pentanahan titik netral generator. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.4 fasor tegangan seimbang. Gambar 2.4 Fasor tegangan tiga fasa seimbang Va0 , Vb0 , Vc0 adalah komponen urutan nol Va1 , Vb1 , Vc1 adalah komponen urutan positif Va2 , Vb2 , Vc2 adalah komponen urutan negatif Impedansi urutan dapat didefinisikan sebagai suatu impedansi yang dirasakan oleh arus urutan bila tegangan urutannya dipasang pada peralatan 25 atau sistem tersebut. Seperti juga tegangan dan arus di dalam metode komponen simetris dan tak simetris. Impedansi yang dikenal ada tiga macam yaitu : a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan positif. b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan negatif. c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh arus urutan nol. 2.5 Perhitungan Arus Hubung Singkat Data-data yang diperlukan sebagai berikut : MVA hubung singkat di sisi busbar tegangan tinggi. MVA, ZT%, kV dari trafo tenaga yang mensuplai jaringan, karena incoming trafo tenaga mensuplai tegangan untuk jaringan. Perhitungan untuk menghitung besar arus hubung singkat dalam sistem tenaga listrik dapat dilakukan dengan perumusan antara lain sebagai berikut : 2.5.1 Perhitungan Impedansi Sumber Pada sisi 20 kV dari gardu induk 150 kV dengan data MVA hubung singkat yang ada, maka: MVASC =ξ3×kV×Isc ..................................................... (2.5) Xs = kV2 MVAsc ......................................................................... (2.6) Dimana : Xs = Reaktansi sumber (Ω) kV = Tegangan saluran transmisi 150 kV (kV) MVAsc = Daya pada saat hubung singkat (MVA) 26 = Arus hubung singkat di sisi 150 kV (kA) Isc Untuk menghitung impedansi sumber, dapat dilakukan dengan persamaan : Z = R + jX ......................................................................... (2.7) Zs = R + jXs ....................................................................... (2.8) Dimana : Zs = Impedansi sumber (Ω) R = Tahanan sumber riil (Ω) Xs = Reaktansi sumber (Ω) Dalam perhitungan ini, R dianggap bernilai 0 ohm. Maka persamaan menjadi : Zs = jXs .............................................................................. (2.9) Impedansi sumber ini adalah nilai tahanan pada sisi 150 kV. Arus gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah gangguan hubung singkat di sisi 20 kV, maka impedansi sumber tersebut harus dikonversikan ke sisi 20 kV dengan menggunakan persamaan : kV1 2 Zs = kV2 2 Zs2 ......................................................................... (2.10) Dimana : kV1 = Tegangan transformator tenaga sisi primer (kV) kV2 = Tegangan transformator tenaga sisi sekunder (kV) Zs = Impedansi transformator tenaga sisi primer (Ω) Zs2 = Impedansi transformator tenaga sisi sekunder (Ω) 27 Untuk menghitung impedansi sumber di sisi 20 kV, maka persamaan menjadi : Zs2 = kV2 2 ୩భ మ ×Zs ................................................................ (2.11) 2.5.2 Perhitungan Impedansi Trafo Tenaga a. Impedansi urutan positif dan impedansi urutan negatif XT1 = XT2 ............................................................................. (2.12) Dimana : Xt1 = Reaktansi urutan positif (Ω) Xt2 = Reaktansi urutan negatif (Ω) Untuk menghitung XT1 menggunakan rumus : XT1 = %XT × kV2 MVAtr ............................................................... (2.13) Dimana : XT1 = Reaktansi urutan positif (Ω) %XT = Impedansi trafo tenaga (%) kV = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV) MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA) Berdasarkan persamaan (2.7), maka impedansi urutan positif trafo tenaga diperoleh dengan : ZT1 = jXT1 ............................................................................ (2.14) b. Impedansi urutan nol Pada perhitungan reaktansi urutan nol trafo tenaga, tergantung dari ada atau tidaknya belitan delta di dalam trafo tenaga. 28 x Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn dimana kapasitas belitan delta (D) sama dengan kapasitas belitan Y, maka : XT0 = XT1 ....................................................................... (2.15) x Untuk trafo tenaga dengan belitan Ydyn atau YNyn d, dimana kapasitas belitan delta (d) sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap ada di dalam trafo tenaga, tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan), maka : XT0 = MVAtr MVA∆ ×XT1 .......................................................... (2.16) Dimana : XT0 = Reaktansi urutan nol (Ω) MVAtr = Daya trafo tenaga (MVA) MVA∆ = Kapasitas belitan delta (MVA) XT1 x = Reaktansi urutan positif (Ω) Apabila tidak ada belitan delta, maka perhitungan reaktansi urutan nol adalah : XT0 =9 s/d 14 ×XT1 ..................................................... (2.17) Berdasarkan persamaan (2.7), maka impedansi urutan nol trafo tenaga diperoleh dengan : ZT0 = jXT0 ............................................................................ (2.18) 29 2.5.3 Perhitungan Impedansi Feeder Impedansi feeder yang akan dihitung tergantung dari besarnya impedansi per km (Ω/km) dari feeder yang dihitung. Nilai dari impedansi per km tergantung dari jenis pengahantar, luas pengahantar, dan panjang penghantar. Untuk menghitung impedansi feeder, menggunakan rumus : Z1 = Z2 ............................................................................... (2.19) Z1 feeder = Z1 x l ................................................................... (2.20) Z0 feeder = Z0 x l ................................................................... (2.21) Dimana : Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω) Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω) Z1 = Impedansi urutan positif penghantar (Ω/km) Z0 = Impedansi urutan negatif penghantar (Ω/km) l = Panjang penghantar (km) 2.5.4 Perhitungan Impedansi Saluran Ekuivalen Untuk menghitung nilai impedansi urutan positif ekuivalen dan urutan negatif ekuivalen pada saluran transmisi adalah: Z1eq = Z2eq = Zs2 + ZT1 + Z1 feeder ........................................ (2.22) Dimana : Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω) Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω) Zs2 = Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω) ZT1 = Impedansi urutan positif trafo tenaga (Ω) Z1 feeder = Impedansi urutan positif feeder (Ω) 30 Untuk menghitung nilai impedansi urutan nol ekuivalen pada saluran transmisi adalah: Z0eq = ZT0 + (3xRn) + Z0 feeder ............................................ (2.23) Dimana : Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω) ZT0 = Impedansi urutan nol trafo tenaga (Ω) Rn = Ground resistor pada trafo tenaga (Ω) Z0 feeder = Impedansi urutan nol feeder (Ω) 2.5.5 Perhitungan Arus Hubung Singkat Perhitungan arus hubung singkat terdiri dari empat kondisi gangguan, yaitu : a. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah Gangguan satu fasa ketanah merupakan hubung singkat yang digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan satu fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.5. C B A If1 fasa tanah Zf Gambar 2.5 Model saluran gangguan satu fasa ke tanah Besarnya arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : If 1fasa tanah = 3×Ea Z0eq +Z1eq +Z2eq .................................. (2.24) 31 Dimana : Ea = Tegangan fasa netral (V) Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω) Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω) Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω) b. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah Gangguan dua fasa ke tanah merupakan hubung singkat yang digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan dua fasa ke tanah dapat dilihat pada Gambar 2.6. C B A If2 Fasa S If2 fasa R Zf Gambar 2.6 Model saluran gangguan dua fasa ke tanah Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : If 2fasa tanah = Ea Z2eq ×Z0eq ................................. Z1eq +൜ ൠ Z2eq +Z0eq Dimana : Ea = Tegangan fasa netral (V) Z0eq = Impedansi urutan nol ekuivalen (Ω) Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω) Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω) (2.25) 32 c. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Gangguan hubung singkat antar dua fasa digolongkan sebagai gangguan asimetri. Model saluran gangguan dua fasa dapat dilihat pada Gambar 2.7. C B A If2 fasa Zf Gambar 2.7 Model saluran gangguan dua fasa Besarnya arus gangguan hubung singkat dua fasa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : If 2fasa = E Z1eq +Z2eq ................................................... (2.26) Dimana : E = Tegangan fasa-fasa (V) Z1eq = Impedansi urutan positif ekuivalen (Ω) Z2eq = Impedansi urutan negatif ekuivalen (Ω) Karena Z1 dan Z2 memiliki nilai yang sama, maka : If 2fasa = E 2×Z1eq ...................................................... (2.27) d. Gangguan Hubung Singkat 3 fasa Gangguan tiga fasa secara langsung merupakan hubung singkat yang digolongkan sebagai gangguan simetri. Model saluran gangguan tiga fasa dapat dilihat pada Gambar 2.8. 33 C B A If 3fasa Zf Gambar 2.8 Model saluran gangguan 3 fasa Besarnya arus gangguan hubung singkat tiga fasa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : If 3fasa = Ea Z1eq ............................................................ (2.28) Dimana : Ea = Tegangan fasa netral (V) Z1eq = Impedansi urutan positif (Ω) 2.6 Pemilihan Penyetelan Relai Arus Lebih Penyetelan relai arus lebih terdiri dari penyetelan arus dan penyelan waktu. Berikut ini merupakan penjelasan dari penyetelan relai : 2.6.1 Penyetelan Arus Relai Penyetelan arus untuk relai arus lebih mempunyai batasan besarnya arus. Pada dasarnya batas penyetelan relai arus lebih adalah relai tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Arus penyetelannya harus lebih besar dari arus beban maksimum. a. Penyetelan OCR Penyetelan OCR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan dari arus gangguan hubung singkat 2 fasa dan 3 fasa. Batas penyetelan harus memperhatikan kesalahan pick up, menurut Standard British BS 142- 1983 batas penyetelan untuk relai inverse antara nominal 34 1.05 – 1.3 Inominal dan untuk relai definite antara nominal 1,2 – 1,3 x Inominal. Mengacu pada standar tersebut, pada tugas akhir ini lebih amannya menggunakan konstanta 1,05, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Iset = ≥ 1,05 x Inominal ...................................................... (2.29) Is OCR = Iset Rasio CT ................................................................ (2.30) Dimana : Iset = Arus setting di sisi primet CT Is OCR = Arus setting di sisi sekunder CT b. Penyetelan GFR Penyetelan GFR dimaksudkan untuk memproteksi peralatan dari arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Besarnya penyetelan GFR (Ground Fault Relay) dapat disetel 6% sampai dengan 12% dikali arus hubung singkat satu fasa tanah terkecil/terjauh (Wahyudi Sarimun, 2012, hal. 162). Is GFR = 6% s/d 12% x If 1fasa tanah terkecil ............................. (2.31) c. Penyetelan arus pada gardu distribusi Pada gardu distribusi yang memiliki pelanggan khusus, penyetelan OCR harus dikoordinasikan dengan penyetelan pembatas yaitu OLR (Thermal Over Load Relay). Pembatas ini bekerja berdasarkan ketentuan yang ada pada pembatas TDL (Tarif Dasar Listrik) yang artinya pelanggan masih diizinkan menarik daya listrik sampai sebesar 1,5 dikali arus daya kontrak (Idaya kontrak) selama kurang dari 5 menit. Maka setelan OCR harus diatas penyetelan pembatas. 35 Untuk meyakinkan bahwa setelan OCR tidak menggagalkan fungsi pembatas, maka setelan OCR dapat ditentukan dengan : Iset = 1,2 x 1,5 x Idaya kontrak Iset = 1,8 x Idaya kontrak .................................................. (2.32) Idaya kontrak = Pdaya kontrak ξ3×V ................................................ (2.33) Dimana : Idaya kontrak = Arus beban maksimum pelanggan (A) Pdaya kontrak = Daya terpasang pelanggan (VA) V = Tegangan nominal pelanggan (V) Arus beban diatas 1,8 dikali arus daya kontrak dalam hal ini sudah tidak dianggap sebagai arus beban lebih, tetapi sudah termasuk kategori arus gangguan hubung singkat (Sarimun Wahyudi, 2012, hal. 142). 2.6.2 Penyetelan Waktu Relai Dengan mengacu pada konsep daerah pengamanan, maka penyetelan relai arus lebih memiliki peranan yang penting dalam koordinasi setting relai pengaman. Penyetelan relai arus lebih dapat dilakukan berdasarkan setelan waktu, setelan arus maupun kombinasi keduanya. Berdasarkan Standar IEEE 242 waktu yang dibutuhkan untuk kerja relai sampai circuit breaker membuka adalah 0.3-0.4 s, dengan asumsi : x Waktu terbuka circuit breaker 5 cycle : 0.08 detik x Overtravel dari relai : 0.1 detik 36 x Faktor keamanan : 0.22 detik Gambar 2.9 Skema koordinasi waktu relai Untuk relai static dan relai digital berbasis mikroprosesor, overtravel dari relai dapat diabaikan. Dari standard tersebut ditentukan koordinasi antara dua relai yang bekerja sebagai relai utama dan relai backup adalah 0.3s. Misalnya pada koordinasi relai yang mempergunakan karakteristik definite time secara bertingkat seperti terlihat pada Gambar 2.9. Untuk waktunya dipilih setting dari sisi hulu sampai dengan sisi hilir, dengan tunda waktu 0.3 s. Tset = ∆t + t ..................................................................... (2.34) Dimana : ∆t = 0,3 detik t = penyetelan waktu pada feeder