Jaringan Komunikasi Petani Dalam Adopsi Inovasi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Jaringan Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sejak lahir
dan selama proses kehidupannya. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam
berbagai konteks kehidupan manusia, mulai dari kegiatan yang bersifat individu,
diantara dua orang atau lebih, kelompok, keluarga, dan organisasi. Menurut
Rogers dan Kincaid (1981) bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana
partisipan membuat dan berbagi informasi satu sama lain dalam upaya mencapai
saling pengertian. Djuarsa (1993) menjelaskan bahwa komunikasi memiliki
beberapa karakteristik yaitu: 1) komunikasi adalah suatu proses, 2) komunikasi
adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan, 3) komunikasi menuntut
adanya partisipasi dan kejasama dari pelaku yang terlibat, 4) komunikasi bersifat
simbolis, 5) komunikasi bersifat transaksional dan 6) komunikasi menembus
faktor ruang dan waktu.
Dalam perkembangan pemanfaatan ilmu komunikasi, telah banyak
digunakan dalam bidang pertanian. Menurut Soekartawi (2005) komunikasi
pertanian adalah suatu pernyataan antar manusia yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang pertanian, baik perorangan maupun secara berkelompok yang sifatnya
umum dengan menggunakan lambang-lambang tertentu seperti yang sering
dijumpai pada metode penyuluhan. Kemajuan teknologi dalam masyarakat
modern sangat dipengaruhi oleh lingkungan, interaksi antar perorangan maupun
antar kelompok menjadi faktor penting untuk menentukan keberhasilan
penyampaian informasi dalam komunikasi. Komunikasi yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi antara komunikator dan komunikan untuk mencapai
tujuan bersama akan membentuk jaringan komunikasi.
Dalam sejarah perkembangan komunikasi, proses komunikasi di
lingkungan petani sering dipengaruhi dan dimonopoli oleh pemberi pesan
(komunikator), yang dikenal dengan model komunikasi linear bersifat statis.
Peran komunikan sebagai penerima pesan, ternyata dapat diberi peran untuk
mencapai keberhasilan komunikasi, yang kemudian dikenal dengan istilah two-
9
way traffic atau komunikasi konvergen. Menurut Rogers (1983) pendekatan
konvergensi yang didasarkan pada model komunikasi sirkuler, menggantikan
komunikai linear merupakan pilihan yang lebih tepat untuk digunakan dalam
mengembangkan jaringan komunikasi dan pembangunan partisipatif.
Schramm (1973) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi terdiri dari
individu-individu yang saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi,
dan berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan komunikasi
terbentuk dalam suatu sistem atau klik yakni suatu hubungan yang relatif stabil
antara dua individu atau lebih dalam proses penerimaan dan pengiriman informasi
dalam satu kurun waktu tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981) jaringan komunikasi adalah suatu
hubungan yang relatif stabil antara dua individu atau lebih yang terlibat dalam
proses pengiriman dan penerimaan informasi. Lebih lanjut Berger dan Chaffee
(1987) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi adalah sebagai suatu pola
yang teratur dari kontak antara individu yang dapat diidentifikasi sebagai
pertukaran informasi yang dialami seseorang di dalam sistem sosialnya.
Robbins diacu dalam Moekijat (1993) mengemukakan bahwa jaringan
komunikasi adalah dimensi vertikal dan horisontal dalam komunikasi organisasi
yang dibangunkan dalam bermacam-macam pola. Jaringan komunikasi dibagi
dalam lima macam jaringan yaitu jaringan rantai, jaringan Y, jaringan roda,
jaringan lingkaran dan jaringan semacam saluran. Berdasarkan kriteria jaringan
komunikasi tersebut, tidak ada satupun jaringan yang akan menjadi terbaik untuk
semua kejadian. Apabila kecepatan yang penting maka jaringan roda dan semua
saluran yang lebih disukai. Jaringan rantai, jaringan Y dan jaringan roda mendapat
nilai yang tinggi untuk kecermatannya.
Untuk mempertajam analisa jaringan komunikasi perlu memahami
beberapa konsep yaitu: konsep jaringan sentralisasi versus desentralisasi. Dalam
konsep ini kemudian dikenal jaringan komunikasi model Y, bintang, all channel,
rantai dan konsep independen dimana anggota bebas dari pemilihan terhadap
posisinya untuk memperoleh informasi (berkomunikasi) lebih dapat terpuaskan
(Beebe dan Materson, 1994).
10
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian jaringan komunikasi adalah suatu rangkaian hubungan di antara
individu-individu dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari terjadinya
pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut, sehingga membentuk
pola-pola atau model jaringan komunikasi tertentu. Analisa jaringan komunikasi
dapat dilakukan dengan pendekatan sosiogram yang dilengkapi dengan deskriptif
faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
Analisis Jaringan Komunikasi
Rogers dan Kincaid (1981) menegaskan bahwa analisis jaringan
komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur
komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus
komunikasi dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai
unit analisis. Sebagai dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat
dimasukkan ke dalam suatu klik atau tidak, ada tiga kriteria yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi klik, yaitu: (1) setiap klik minimal harus terdiri dari 3
anggota; (2) setiap anggota klik minimal harus mempunyai derajat keterhubungan
50 persen dari hubungan-hubungannya di dalam klik; dan (3) seluruh anggota
klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan
melalui suatu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan
menyeluruh di dalam klik.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam analisis jaringan komunikasi
adalah: 1) mengidentifikasi klik dalam suatu sistem, 2) mengidentifikasi peranan
khusus seseorang dalam jaringan misalnya sebagai opinion leader, liasions,
bridges, atau isolated, dan 3) mengukur berbagai indikator (indeks) struktur
komunikasi seperti keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik dan
lain sebagainya. Opinion leader adalah seorang pemuka pendapat dan agen pembaharu
yang relatif sering dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk
bertindak dalam cara tertentu secara informal. Liaison adalah seorang indvidu yang
menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistem, namun ia tidak menjadi
anggota klik manapun. Bridge adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik
11
atau lebih dalam suatu sistem, dan ia menjadi anggota dari klik-klik tersebut. Isolated adalah
individu yang tidak menjadi anggota dalam suatu sistem atau individu yang tidak terlibat
dalam dalam jaringan komunikasi (Rogers dan Kincaid, 1981)
Setyanto (1993) menegaskan bahwa analisis jaringan komunikasi
mempunyai dua konsep dasar tentang tingkah laku sosial. Pertama, dalam analisis
jaringan komunikasi harus dilihat bahwa keterlibatan individu yang ada di
dalamnya dan tidak hanya seorang melainkan melibatkan banyak pelaku yang
berpartisispasi dalam sistem sosial tersebut. Sifat hubungan yang terdapat pada
individu juga akan terdapat pada individu lain yang terlibat dan mungkin dapat
mempengaruhi terhadap persepsi, kepercayaan dan tindakan masing-masing
individu. Di dalam analisis jaringan, langkah-langkah ini tidak hanya berhenti
pada penjumlahan dari tingkah laku sosial saja. Kedua, dalam jaringan komuikasi
perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem sosial, sebab suatu
struktur sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan nyata.
Untuk mengetahui jaringan komunikasi serta peranannya dapat digunakan analisis
jaringan yang dapat mengetahui bentuk hubungan atau koneksi orang-orang dalam
organisasi serta kelompok tertentu (klik), keterbukaan satu kelompok dengan
kelompok lainnya dan orang-orang yang memegang peranan utama dalam
organisasi.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981), dalam menjalin hubungan sosial
pada jaringan komunikasi setiap aktor membawa ciri-ciri kepribadiannya sendiri,
sehingga konfigurasi masuknya atau keluarnya seorang aktor dalam jaringan
hubungan sosial akan mempengaruhi struktur interaksi yang diciptakan. Pola atau
model jaringan komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yakni model jaringan
jari-jari (radial personal network) dan model jaringan personal saling mengunci
(interlocking personal network). Model jaringan tersebut dapat memusat
(interlocking) yang mempunyai derajat integrasi yang tinggi dan menyebar
(radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah.
Zulkarnain (2002) mengemukakan bahwa karakteristik individu akan
sangat menentukan atau mempengaruhi perilaku komunikasinya yang ditampilkan
melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya.
Karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur,
12
tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Lebih lanjut Slamet (1981) merinci
bahwa ada perbedaan karakteristik individu yang turut mempengaruhi cepat
lambatnya proses adopsi yang meliputi: umur, pendidikan, status sosial ekonomi,
pola hubungan (lokalit versus kosmopolit), keberanian mengambil resiko, sikap
terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme dan diagnotisme.
Beberapa variabel pengukuran dalam jaringan komunikasi antara lain:
keterkaitan klik (clique connectedness), keragaman klik (clique diversity),
kekompakan klik (clique integration) dan keterbukaan klik (clique openess).
Yang dimaksud dengan tingkat keterkaitan, keragaman, kekompakan dan
keterbukaan klik (Rogers dan Kincaid, 1981) adalah:
1) Tingkat keeratan (Connectedness Index) adalah derajat keeratan hubungan
antara anggota jaringan yang satu dengan yang lainnya.
2) Tingkat keragaman (Diversity Index) adalah sedikit banyaknya hubungan
komunikasi yang terjadi antara jaringan
3) Tingkat integrasi (Integration Index) adalah keadaan anggota suatu
jaringan yang dapat berhubungan dengan anggota lain dalam jaringan
komunikasi yang ditunjukan langkah-langkah hubungan komunikasi.
4) Tingkat keterbukaan (Openness Index) adalah tingkat keterbukaan
hubungan anggota-anggota klik terhadap individu lain yang berada di luar
klik tersebut dalam suatu jaringan komunikasi
Ciri-Ciri Inovasi
Proses adopsi inovasi adalah suatu proses yang menyangkut proses
pengambilan keputusan yang dipengaruhin oleh banyak faktor. Rogers dan
Shoemaker (1971) memberi definisi tentang proses pengambilan keputusan untuk
melakukan adopsi inovasi: ...the mental procees of an innovation to a decision to
adopt or to reject and to comfirmation of this decition...,(keputusan menerima
atau menolak sebuah inovasi dan konfirmasi tentang keputusan tersebut
merupakan sutu proses mental). Proses adopsi inovasi memerlukan sikap mental
dan konfirmasi dari setiap keputusan yang diambil oleh seseorang sebagai
adopter.
13
Menurut Soekartawi (2005), adopsi inovasi adalah merupakan sebuah
proses pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru yang dikomunikasikan
kepada pihak lain, kemudian diadopsi oleh masyarakat atau sistem sosial. inovasi
adalah suatu ide yang dianggap baru oleh seseorang, dapat berupa teknologi baru,
cara organisasi baru, cara pemasaran hasil pertanian baru an sebagainya. Proses
adopsi merupakan proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal
yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan,
menggunakan) hal yang baru tersebut.
Rogers dan Shoemaker (1971) mengatakan bahwa komunikasi sangat
esensial dalam perubahan sosial dan meliputi tiga tahap yang berurutan yaitu: 1)
invensi, yaitu suatu proses dimana ide baru diciptakan dan dikembangkan, 2)
difusi, yaitu proses dimana ide baru tersebut dikomunikasikan ke dalam sistem
sosial, dan 3) konsekuensi, yaitu berbagai pengubahan yang terjadi dalam suatu
sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan
sosial merupakan proses dimana terjadi pergantian struktur dan fungsi dalam
sistem sosial, perubahan tersebut dapat bersifat immanen (dari dalam) dan dapat
bersifat contact (dari luar). Dalam proses difusi inovasi adalah sebagai kegiatan
mengkomunikasikan inovasi melalui saluran-saluran tertentu pada saat tertentu di
antara anggota-anggota suatu sistem sosial yang mencakup teknologi, produk baru
dan ide-ide baru.
Proses keputusan inovasi dirumuskan oleh Rogers (1983) yaitu proses
yang terjadi pada seseorang atau pembuat keputusan lainnya sejak pertama kali
mengetahui atau mengenal adanya suatu inovasi sampai mengambil keputusan
mengadopsi inovasi meliputi: (1) pengetahuan (knewledge), (2) tahap pembujukan
(persuasion), (3) tahap pengambilan keputusan (decision making), (4) tahap
pelaksanaan (implementation) dan (5) tahap konfirmasi (confirmation). Apabila
seseorang individu memutuskan mengadopsi inovasi terdapat dua kemungkinan
yaitu menerima terus atau menolak, sedangkan bila individu memutuskan untuk
menolak maka kemungkinannya adalah mengadopsi lambat atau terus menolak.
Ciri-ciri inovasi menentukan kecepatan terjadinya proses adopsi inovasi
ditingkat petani sebagai pengguna teknologi pertanian. Dalam kecepatan proses
adopsi inovasi ditentukan oleh beberapa faktor seperti: saluran komunikasi, ciri-
14
ciri sistem sosial, kegiatan promosi dan peran komunikator. Menurut Rogers, ada
lima ciri inovasi yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengukur
persepsi (Hanafi, 1987) antara lain:
1) Keuntungan relatif (relative advantages), adalah merupakan tingkatan
dimana suatu ide dianggap suatu yang lebih baik dari pada ide-ide yang
ada sebelumnya, dan secara ekonomis menguntungkan.
2) Kesesuaian (compability), adalah sejauh mana masa lalu suatu inovasi
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu,
dan kebutuhan adopter (penerima). Oleh karena itu inovasi yang tidak
kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak
diadopsi secepat ide yang kompatibel.
3) Kerumitan (complexity), adalah suatu tingkatan dimana suatu inovasi
dianggap relatif sulit dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk
dimengerti dan digunakan, akan merupakan hambatan bagi proses
kecepatan adopsi inovasi.
4) Kemungkinan untuk dicoba (trialibility), adalah suatu tingkat dimana
suatu inovasi dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala
kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat
dicoba lebih dahulu.
5) Mudah diamati (observability), adalah suatu tingkat hasil-hasil suatu
inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan teknis ekonomis,
sehingga mempercepat proses adopsi. Calon-calon pengadopsi lainnya
tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, dapat terus ke tahap adopsi.
Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian
Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan
suatu komunikasi peranian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial
di antara masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh
interaksi antar individu, antar kelompok, angota masyarakat atau kelompok
masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat.
Proses adopsi inovasi yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah
15
kumlatif dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi
individual juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005).
Menurut Rogers (1983) cepat tidaknya proses adopsi inovasi teknologi
baru bagi petani atau kelompok tani dapat dikategorikan berdasarkan suatu kurva
yang mendistribusi normal. Klasisfikasi tingkat kecepatan adopsi inovasi dibagi
dalam 5 kelompok yakni: 1) perintis (innovators), 2) pelopor (early adopters), 3)
penganut dini atau mayoritas awal (early mayority), 4) penganut akhir atau
mayoritas akhir (late mayority) dan 5) kolot (laggard). Berdasarkan distribusi
frekuensi normal dengan menggunakan standar deviasi sebagai pembagi,
menghasilkan daerah yang terletak sebelah kiri mean meliputi 2,5 persen individu
yang pertama kali mengadopsi suatu inovasi disebut perintis, 13,5 persen
berikutnya disebut pelopor, 34 persen berikutnya disebut pengikut dini, 34 persen
berikutnya disebut pengikut akhir dan 16 persen berikutnya disebut pengikut
kolot.
Lebih lanjut Rogers dan Shoemaker diacu dalam Hanafi (1987)
mengemukakan bahwa sebelum inovasi diterima oleh masyarakat, selalu ditemui
pemuka pendapat yang sering bertindak sebagai pemegang kunci pintu atau
penyaring terhadap inovasi-inovasi yang akan tersebar ke dalam sistem sosial.
Tiap kelompok adopter digambarkan oleh ciri-ciri pokok sebagai pembandingan
antara anggota sistem yang lebih inovatif dengan yang kurang inovatif dan antara
inovator dengan yang kolot dan sebagainya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian, telah
merubah pola usahatani tradisional menjadi pola usahatani modern. Penggunaan
penemuan varitas-varitas baru, berbagai obat-obatan kimia seperti herbisida,
fungisida dan insektisida telah memberikan hasil komersial yang gemilang di
bidang pertanian. Pembangunan irigasi, penggunaan pupuk serta penggunaan alat
dan mesin pertanian secara ekonomis telah ikut mendorong perkembangan
mekanisasi pertanian. Penemuan teknologi ini telah dapat meningkatkan produksi
per satuan luas, meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahatani (Adjid, 2001).
Mosher (1970), merumuskan paradigma pembangunan yang bertolak dari
teori diperlukan 10 faktor yang menjadi komponen dari sistem pembangunan
pertanian. Lima faktor esensial yang menjadi syarat mutlak dan harus selalu hadir
16
agar petani mengadopsi inovasi adalah; teknologi baru, adanya pasar, adanya
suplai sarana produksi pertanian yang cukup, adanya sistem transportasi, dan
adanya rangsangan produksi. Sedangkan dan lima faktor lainnya sebagai faktor
pelancar adalah; penyuluhan pertanian, kredit produksi, pengembangan lahan,
perencanaan program dan tahapan pembangunan pertanian.
Menurut Sitompul dkk (1988), traktor tangan tipe roda dua telah banyak
diproduksi oleh industri alat dan mesin pertanian di dalam negeri. Petani telah
menggunakan traktor tangan untuk mengolah lahan sawah dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1) Traktor tangan membantu petani mengantisipasi semakin langkanya
tenaga kerja manusia dan hewan pada saat musim tanam di pedesaan.
2) Traktor tangan dapat mempercepat waktu pengolahan lahan dengan waktu
yang tepat sehingga pola tanam dapat diatur sesuai dengan musim.
3) Kualitas pengolahan lahan dengan traktor tangan lebih sempurna karena
kedalaman pembajakan dapat diatur dan hasilnya dapat lebih seragam.
4) Untuk pekerjaan pembajakan lahan petani lebih nyaman dan lebih ringan
dibanding dengan menggunakan cangkul atau bajak.
5) Biaya pembajakan per satuan luas dapat dihitung dengan cermat sebagai
bagian dari analisa usahatani petani.
Karakteristik Petani dan Usahatani
Menurut Soekartawi (2005) cepat tidaknya proses adopsi inovasi, juag
akan ditentukan oleh faktor internal petani dan faktor luar yang terkait dengan
kegiatan usahatani dimana teknologi tersebut digunakan. Karakteristk individu
petani adalah cici-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang
ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan
hidupnya berdasarkan karakteristik internal petani sebagai adopter. Beberapa
faktor internal petani sebagai karakteristik individu antara lain: umur, pendidikan,
keberanian mengambil resiko, pola hubungan, sikap terhadap perubahan, motivasi
berkarya, aspirasi, fatalisme, sistem kepercayaan tertentu dan karakteristik
psikologi.
17
Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan proses pengambilan keputusan
para petani apakah menerima atau menolak suatu inovasi tergantung pada sikap
mental (sikap terhadap pengubahan), situasi intern dan situasi ekstern. Situasi
intern individu dipengaruhi antara lain oleh usia, tingkat pendidikan formal dan
pendidikan non formal, pengalaman bertani padi, keberanian mengambil resiko
dan tingkat kekosmopolitan. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang
mempengaruhi karakteristik manusia yaitu faktor yang berasal dari personal dan
faktor situasional. Proses difusi inovasi terjadi pada individu-individu dalam
sebuah sistem sosial, sementara proses keputusan inovasi terjadi pada benak
seseorang.
Disamping karakteristik individu petani terdapat karakteristik usahatani
atau faktor situasional yang akan mempengaruhi proses adopsi inovasi teknologi
pertanian oleh petani. Peubah yang terdapat pada karakter usahatani antara lain
adalah: luas pengelolaan lahan, biaya pengolahan lahan, produktivitas lahan dan
harga jual gabah per kilogram dapat mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi
inovasi teknologi oleh petani. Makin luas lahan garapan seorang petani semakin
membutuhkan teknologi baru untuk pengelolaan usahatani agar semakin efektif,
begitu juga harga jual produksi semakin tinggi nilai tambah yang diperoleh petani
akan semakin meningkatkan minat petani untuk menggunakan teknologi sesuai
dengan kebutuhan. Tingkat kecepatan adopsi inovasi teknologi pertanian telah
merubah pola usahatani dari tradisional menjadi modern dan berdampak luas pada
proses perubahan usahatani para petani.
Perubahan usahatani ditingkat petani telah banyak dipengaruhi berbagai
upaya yang dilakukan pemerintah seperti pengembangan kelompok tani,
pembinaan perkoperasian, peningkatan penyuluhan melalui petugas penyuluh
lapangan (PPL), pelatihan bagi petani dan sebagainya. Dalam proses adopsi
inovasi teknologi pertanian khususnya traktor tangan telah berperan sejak awal
pengenalan traktor tangan dilingkungan petani. Untuk mengolah lahan sawah
dengan menggunakan traktor tangan, petani dapat memperoleh traktor tangan
dengan cara membeli langsung kepada pengusaha (dealer), dan menyewa kepada
usaha pelayanan jasa melalui UPJA dan melalui usaha jasa kelompok tani non
UPJA.
18
Peran Kelompok Tani
Kelompok tani yang terbentuk di lingkungan petani di pedesaan,
merupakan wadah dan wahana untuk merubah perilaku petani dalam menuju
terwujudnya pertanian modern yang lebih efektif, efisien dan produktif.
Pendidikan informal melalui kegiatan PPL yang telah berlangsung selama ini
telah berperan sebagai pembaharu dalam pola usahatani untuk meningkatkan
adopsi inovasi teknologi pertanian di lingkungan petani. Menurut Soebiyanto
(1998) kelompok diartikan sebagai suatu himpunan kesatuan-kesatuan manusia
yang hidup bersama dan merupakan sejumlah orang-orang yang saling melakukan
interaksi dan proses interaksi inilah yang membedakan kelompok dengan sekedar
kumpulan orang-orang.
Homans (1950) mengartikan kelompok adalah sejumlah orang-orang yang
melakukan komunikasi tatap muka (interpersonal communication) tanpa melalui
perantara. Kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih
yan berinteraksi satu sama lain dan saling tergantung dalam upaya mencapai
tujuan. Pengertian seperti ini menunjukkan ciri: 1) para anggota mempunyai
kesamaan motif, 2) di antara sesama anggota terdapat interaksi yang kontinyu, (3)
kelompok mempunyai norma, 4) tiap anggota merasa bagian dari kelompok, dan
5) ada tujuan bersama. Setiap kelompok yang terdiri dari kumpulan orang-orang
yang mempunyai kesamaan tujuan dengan alasan berkelompok karena
ketertarikan yang disebabkan kedekatan.
Soedjianto (1981) mengemukakan teori kelompok yaitu pencapaian tujuan
kelompok berdasarkan daya yang dimiliki kelompok untuk membangkitkan usaha
pada anggota untuk mencapai tujuannya.Terdapat kejelasan dan kekhususan
kegiatan yang dilakukan oleh anggota dalam mencapai tujuan, tidak adanya
konflik anggota, dapat mengadakan kordinasi kegiatan anggota, ada kemampuan
kelompok dalam mendapatkan sumberdaya ekonomis, material, intelektual dan
lain-lain. Prinsip yang digunakan adalah bahwa adanya kepentingan yang sama
diantara anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.
Kelompok tani pada dasarnya adalah kelompok swadaya masyarakat yang
tumbuh dari kalangan petani di pedesaan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
19
keberhasilan kelompok swadaya. Pertama, faktor internal yang terdiri dari sub
faktor anggota, sub faktor pengurus, sub faktor kegiatan dan sub faktor
mekanisme kerja. Kedua, faktor eksternal yang terdiri dari sub faktor lingkungan
sosial ekonomi, sub faktor hubungan dengan pamomg dan sub faktor program
pemerintah yang ditujukan untuk pengembangan wilayah dimana kelompok
swadaya tersebut berada. Ketiga, faktor lembaga pengembangan yang meliputi
sub faktor wawasan lembaga pengembangan, sub faktor organisasi lembaga
pengembangan ,dan sub faktor tenaga yang tersedia dari lembaga pengembangan
tersebut.
Kelompok tani usaha tani sawah, telah berperan dalam meningkatkan
produksi padi sebagai bahan pangan pokok nasional sehingga berhasil mencapai
swasembada beras pada tahun 1984. Peran PPL, program pemerintah dan media
komunikasi telah memberi andil yang besar dalam memfungsikan kelompok tani
sehingga mampu melakukan kegiatan organisasi dan melayani anggota untuk
mencapai tujuan bersama. Kelompok tani merupakan unit kegiatan petani
ditingkat pedesaan yang telah menghimpun para petani sebagai anggota organisasi
dalam melakukan upaya bersama meningkatkan dan mengembangkan usahatani.
Kelompok tani telah berperan dalam membangkitkan usaha bersama pada
anggotanya dalam mencapai tujuan yakni optimalisasi kegiatan usahatani untuk
mecapai efisiensi dan produktivitas lahan sawah yang petani (anggota) kelola.
Download