BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar menurut teori belajar Piaget. Menurut Piaget manusia memiliki struktur kognitif yang berupa seperti skema, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan kotakkotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi, 2004). Struktur kognitif seseorang berkembang melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi sebagai basil interaksi dengan lingkungan. Asimilasi adalah proses memajukan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Akomodasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara tidak langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Teori konstruktivisme diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstrultivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Graves (Slevin, 1994: 225) salah satu penganut konstruktivisme menyatakan bahwa sebagian besar dari apa yang dipelajari dan dipahami seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri. Dalam pembelajaran siswa hares menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan tersebut tidak lagi sesuai. Guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitas untuk membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Piaget seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya seorang anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkret. Ciri-ciri Proses Belajar Yang Menerapkan Konstrusivisme 2.1.2 2.1.2Ciri-ciri Ciri-ciri proses belajar yang menerapkan pendekatan Konstruksivisme menurut para kontruktivis seperti yang dikemukakan oleh Paul Suparno dalam (Indrawati,2010 : 11) adalah sebagai berikut a. Belajar berarti membentuk makna b. Konstruksi artinya adalah proses yang terus-menerus c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari itu, yaitu pengembangan pemikiran dengan membuat pemikiran baru d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya. f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pesrta didik (konsep, tujuan, motivasi) yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Karakteristik Pedekatan konstruktivisme 2.1.3 2.1.3Karakteristik Karakteristik utama belajar untuk pendekatan konstruktivisme (Mustaji dan Sugiarso, 2005) sebagai berikut: 1) Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruksi oleh masing-masing individu. 2) Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama dan memiliki sudut pandang yang berbeda. 3) Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan saling berbagi dan dikritik oleh teman sebaya. Prinsip pendekatan konstrutivisme 2.1.4Prinsip 2.1.4 Adapun prinsip pendekatan konstruktivisme yang banyak digunakan dalam pembelajaran IPA sebagai berikut (Hadi, 2005) : 1. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial. 2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa. 3. Pengetahuan diperoleh siswa hanya dengan keaktifan sendiri. 4. Siswa terus aktif mengkonstruksi pengetahuannya sehingga konsep yang dimilikinya menjadi semakin rinci, lengkap dan ilmiah. 5. Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi belajar mulus. Jean Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat fase perkembangan (Mar’at, 2005) yaitu dapat dilihat dalam tabel berikut : Usia/Tahun Tahap Sensorimotor 0 – 2 Operational 2–7 Concrete Operational 7 – 11 Formal Operational 11 – 15 Gambaran Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bagi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbiosis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik. Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis – pemikiran lebih idealistik. Berdasarkan tabel , teori Piaget sesuai dengan salah satu prinsipprinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu berpusat pada potensi, pengembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Anak usia SD masih memerlukan objek konkrit untuk belajar. Oleh karena itu, teori Piaget dapat dijadikan landasan pengembangan proses pembelajaran IPA. Tahap-tahap implementasi pendekatan konstruktivisme 2.1.5 2.1.5Tahap-tahap Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruksivisme tersebut, Tytler (1996 : 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut : (1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) Memberi ksempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru (4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar yang bersifat generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Dimana dalam hal ini guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Hasil Belajar 2.1.6Hasil 2.1.6 Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana : 2012 : 22). Sedangkan menurut Howart Kingsley dalam Nana Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, sikap dan cita-cita. Sementara gagne mengemukakan dalam Agus Supriyono (2011 : 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa : informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sama halnya yang dikemukakan oleg Gagne, Bloom juga berpendapat dalam Agus Supriyono (2011 :7-8) bahwa hasil belajar mencangkup : kemampuan Kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, contoh), application (penerapan), analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sistesys (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menskor). Domain afektif meliputi receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing ( skor), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi intiatory, preroutin, dan routinized. Psikomotor juga termasuk keterampilan produktif,teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka-angka. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, diperlukan sebuah alat ukur yang disebut instrumen. Dalam dunia pendidikan, instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Dalam pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hsail belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar yaitu : 1)Tes Tes secara ssderhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan-pertanyaan yang harus dpilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti,dkk :4-3). Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu, sperti yang diungkapkan oleh Ebster’s Collegiate dalam Arikunto,1995 (Endang Poerwanti,dkk 2008 : 4-4). Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah serngkaian alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan-kemampuan tertentu peserta didik sesuai prosedur yang telah ditentukan. Berikut ini adalah yang termasuk dalam teknik tes antara lain (Endang Poerwanti,dkk : 2008) : a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1) Tes Tertulis Tes Tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya. 2) Tes Lisan Pada tes lisan baik peartnyaan maupun jawaban (respon) semuanya dalam bentuk lisan. 3) Tes Unjuk Kerja Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotoriknya. b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 4) Tes Esei ( Essay-type test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasi gagasan yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan. 5) Tes Jawaban Pendek Dalam tes ini peserta didik diminta menuangkan jawabannya dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka. 6) Tes Objektf Tes objektif adalah tes yang kseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia, sehingga sering disebut tes pilihan jawaban (selected response test). c. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibedakan menjadi : (1) Tes Kemajuan Belajar Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal tes (pre-test) sebelum pembelajaran dan kondisi akhir tes setelah pembelajaran (post-test). Tes ini juga disebut tes perolehan. (2) Tes Formatif Tes ini adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar peserta didik dalam suatu program pembelajaran tertentu, seperti tes harian, ulangan harian. (3) Tes Sumatif Istilah sumatif berasal dari kata sum yang artinya jumlah. Dngan demikian tes sumatif adalah tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan pesrta didik terhadap sekumpulan materi pembelajaran yang telah dipelajari seperti Ujian Nasional, dan Ulangan Kenaikan Kelas. 2)Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses pesreta didik pada ranah afektif dan psikomotorik. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008 :3.19), yaitu : a. Obsevasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan dilakukan secara formal yaitu observasi yang menggunakan instrument yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar pesrta didik, maupu observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. b. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawasan, pandangan, atau aspek kepribadian peserta didik. c. Angket Teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. d. Analsa Sampel Kerja (Work Sample Analisys) Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe pola dan lain sebagainya. e. Analsis Tugas ( Task Analisys ) Digunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan. f. Checklist dan Rating Scales Dgunakan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang digunakan. g. Portofolio Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. h. Komposisi dan Presentasi Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya i. Proyek Individu dan Kelompok Mengintregasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu dan kelompok. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja kelompok. Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-kisi (test blue print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk bebagai topic berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Perangkat tersebut didalamnya meliputi : (4) Standar kompetensi dan kompetensi dasar (5) Indikator (6) Proses berfikir C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi) (7) Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi) (8) Bentuk instrument Hasil dari pengukuran pencapaian kompetensi dasar digunakan sebagai dasar penskoran atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation. Menurut Davis dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 190-191) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan / menetapkan skor kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, oaring, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 191) pengertian evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan skor kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu 2.1.7. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA (IPA)) Menurut Leo Sutrisno (2007- 1-19) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur yang benar dan dijelaskan dengan penalaran yang sah sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil konservasi dan eksperimen. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA di SD 2.1.8Penerapan 2.1.8 Teori Piaget dapat dipakai dalam penentuan proses pembelajaran SD terutama pembelajaran IPA. Implikasinya adalah Piaget beranggapan secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Teori Piaget mengajarkan bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak secara umum. Pembelajaran IPA di SD banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata dan berhasil pada anak yang lemah kemampuan kognitifnya dan anak yang secara kebudayaan terhalangi (Nasution, 2004: 3.14). Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda sehingga walaupun anak mempunyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka mempunyai pengertian yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Implikasi lainnya, apabila hanya kegiatan fisik yang diterima anak, tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang bersangkutan. Ide-ide harus selalu dipakai Piaget memberikan contoh sementara beliau menerima seluruh ide anak, beliau juga mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak sehingga apabila ada seseorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada di luar gelar berisi es berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, maka guru harus menjawab pertanyaan itu dengan bagus. Tetapi setelah beberapa saat guru harus mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air yang ada di permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara yang mengembun pada permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus secara tidak langsung memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya. Dengan demikian anak akan menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya. Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai sumber idenya akan memberikan kesempatan pada mereka untuk menilai proses pemecahan masalah. Kesimpulannya, menurut Piaget proses pembelajaran di kelas harus menekankan anak sebagai faktor yang utama. Anak harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan konkrit dan mempresentasikan ide-ide mereka. Peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman yang luas. 2.2 Penelitian Yang Relevan Syari Wulan Tera (2008) melakukan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 8 Bandar Lampung melibatkan 40 siswa kelas VIIID. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas siswa dari siklus ke siklus. Pada siklus I sebesar 71,79 kategori ”cukup aktif”; siklus II meningkat sebesar 79,47 kategori ”aktif”; dan siklus III meningkat lagi sebesar 82,43 kategori ”aktif”. (2) Model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar dari siklus ke siklus. Pada siklus I sebesar 66,25 kategori ”cukup”; siklus II meningkat sebesar 71,5 kategori ”baik”; dan siklus III meningkat lagi sebesar 72,25 kategori ”baik”. Secara umum penerapan model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme pada siswa kelas VIIID dapat meningkatkan aktivitas dan pencapaian kompetensi hasil belajar. Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sukardi Ks yang berjudul ” Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Cerita Bagi Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas dibagi menjadi tiga siklus. Tiap siklus memiliki empat langkah, yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi terhadap perencanaan, tindakan pelaksanaan dan keberhasilan yang diperoleh. Data penelitian berbentuk hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, hasil rekaman dan dokumentasi. Sumber data tersebut adalah siswa dan guru kelas 5 Sekolah Dasar. Penelitian yang berupa instrumen kunci bertindak sebagai suatu kolektor data. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1) implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menulis cerita bagi siswa kelas 5 Sekolah Dasar sudah tepat dilakukan dengan perencanaan pembelajaran dan tingkatan yang telah ditentukan, meskipun realisasi dari siklus pertama belum terlaksana jika dibandingkan dengan siklus kedua dan ketiga; 2) untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerita, karena siswa menjadi senang, aktif dan teratasi, maka intensitas pembelajaran menulis siswa meningkat; 3) peran guru bukan sebagai pembawa pesan, tetapi sebagai fasilitator dan pendorong; 4) terdapat peningkatan tindakan dari para guru, siswa dan hasil rata-rata dari studi ini, yaitu pada siklus pertama dicapai 62,67%, siklus kedua 76%, siklus ketiga 89,33%. Pelibatan siswa di siklus pertama mencapai 45%, siklus kedua 58,75% dan siklus ketiga 85%. Hasil rata-rata pembelajaran ini yaitu siklus pertama 78,70%, siklus kedua 84,37% dan siklus ketiga 86,61. Peningkatan kesuksesan terjadi karena guru dan siswa telah mengerti langkah-langkah dan tugas yang harus dilakukan dalam pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini, dapat diartikan bahwa implementasi pendekatan konstruktiv-isme dalam pembelajaran menulis cerita dapat dikembangkan secara efektif bagi siswa Sekolah Dasar dan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan intensitas belajar. Peningkatan dari pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar yang dilakukan oleh siswa. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Khayaroh (2010) penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang berdesain (posttest-only control design). Permasalahan dalan penelitian ini yaitu apakah implementasi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme efektif terhadap prestasi belajar matematika materi LdVBR pada peserta didik kelas VIII semester II MTs NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme terhadap prestasi belajar matematika materi pokok LdVBR pada peserta didik kelas VIII semester II MTs NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII semester II MTs NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010 yang terbagi dalam 6 kelas sebanyak 206 peserta didik. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling. Terpilih peserta didik kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dan peserta didik kelas VIII-F sebagai kelas kontrol. Pada akhir pembelajaran kedua kelas diberi tes dengan menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, taraf kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode wawancara, dokumentasi dan tes. Data dianalisis dengan uji perbedaan ratarata (uji t) pihak kanan. Berdasarkan penelitian diperoleh t = 10,898 sedangkan nilai t = 1,66. Karena t > t maka H ditolak. Artinya rata-rata hasil belajar matematika yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme lebih besar dari pada rata-rata hasil belajar matematika yang diajar dengan pembelajaran langsung dengan metode konvensional. Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih efektif daripada pembelajaran langsung dengan metode konvensional. Sehingga rata-rata hasil belajar yang dilaksanakan melalui pendekatan konstrusivisme selalu mengalami peningkatan. Sehubungan dengan hal tersebut dirasa perlu untuk lebih mengembangkan penelitian - penelitian yang ada. 2.3 Kerangka Berfikir Pembelajaran IPA di SDN Kebaturan masih didominasi dengan metode ceramah yang membuat siswa jenuh dan cenderung pasif. Guru belum bisa menjadi fasilitator yang baik agar siswa agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Kegiatan yang belum dimaksimalkan pelaksanaannya sehingga siswa belum terbiasa untuk membangun pemahamannya sendiri atas dasar halhal baru yang diterimanya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kekurang mampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Pembelajaran berkelompok, mendorong siswa untuk terlibat aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, guru mendorong siswa untuk bekerja sama melakukan diskusi yang memungkinkan mereka dalam menemukan konsep-konsep untuk mereka sendiri dan teman satu kelompoknya. Belajar dengan cara ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sama dan mendorong mereka untuk menyelesaikan pekerjaan kelompoknya sehinngga mereka menemukan jawabannya dan kesan yang lebih mendalam pada diri siswa. Suatu model pembelajaran yang dapat digunakan agar dapat terjadi sebuah pembelajaran yang bermakna dan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar adalah pendekatan konstruksivisme. Yaitu dengan membentuk konstruk mental, membangun konsep secara mandiri yang diperoleh dari kejadian, aktifitas mereka, serta pengetahuan baru yang diterimanya. Kondisi tersebut kurang lebihnya dapat digambarkan dalam sebuah bagan seperti berikut ini. Kondisi awal Kondisi akhir Proses pembelajaran masih berpusat pada guru Hasil belajar meningkat Pemahaman materi meningkat Komunikasi siswa tidak terjadi Motivasi siswa meningkat Kemampuan guru mengelola pembelajaran Kemampuan guru mengelola pembelajaran meningkat Motivasi siswa rendah Komunikasi siswa terjadi Pemahaman materi rendah Pelaksanaan siklus I dan siklus II Hasil belajar rendah Penggunaan pendekatan konstruktivisme Tindakan 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dan kajian pustaka yang telah dikemukakan dapat dibuat hipotesis tindakan yaitu “Apakah terdapat peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD N Kebaturan pada materi Perkembangbiakan Makhluk Hidup secara Konstruktivisme”. nyata dengan menggunakan pendekatan