Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar
menurut teori belajar Piaget. Menurut Piaget manusia memiliki struktur kognitif
yang berupa seperti skema, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang
berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan kotakkotak atau
struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi, 2004). Struktur kognitif
seseorang berkembang melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi
sebagai basil interaksi dengan lingkungan. Asimilasi adalah proses
memajukan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak informasi yang
sudah ada. Akomodasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara
tidak langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada.
Teori konstruktivisme diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstrultivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Graves (Slevin, 1994: 225) salah satu penganut konstruktivisme
menyatakan bahwa sebagian besar dari apa yang dipelajari dan dipahami
seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri. Dalam pembelajaran siswa
hares menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan tersebut tidak lagi sesuai. Guru tidak hanya memberikan konsep saja
tetapi
memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
membangun
pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai
fasilitas untuk membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran. Menurut
Piaget seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya seorang
anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkret.
Ciri-ciri Proses Belajar Yang Menerapkan Konstrusivisme
2.1.2
2.1.2Ciri-ciri
Ciri-ciri proses belajar yang menerapkan pendekatan Konstruksivisme
menurut para kontruktivis seperti yang dikemukakan oleh Paul
Suparno dalam (Indrawati,2010 : 11) adalah sebagai berikut
a. Belajar berarti membentuk makna
b. Konstruksi artinya adalah proses yang terus-menerus
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan
lebih dari itu, yaitu pengembangan pemikiran dengan
membuat pemikiran baru
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik
untuk memacu belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik
dengan dunia fisik dan lingkungannya.
f.
Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui si pesrta didik (konsep, tujuan, motivasi) yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Karakteristik Pedekatan konstruktivisme
2.1.3
2.1.3Karakteristik
Karakteristik utama belajar untuk pendekatan konstruktivisme (Mustaji
dan Sugiarso, 2005) sebagai berikut:
1) Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruksi
oleh masing-masing individu.
2) Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama
dan memiliki sudut pandang yang berbeda.
3) Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan
saling berbagi dan dikritik oleh teman sebaya.
Prinsip pendekatan konstrutivisme
2.1.4Prinsip
2.1.4
Adapun prinsip pendekatan konstruktivisme yang banyak digunakan
dalam pembelajaran IPA sebagai berikut (Hadi, 2005) :
1. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun
sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa.
3. Pengetahuan diperoleh siswa hanya dengan keaktifan sendiri.
4.
Siswa terus aktif mengkonstruksi pengetahuannya sehingga konsep yang
dimilikinya menjadi semakin rinci, lengkap dan ilmiah.
5. Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
belajar mulus.
Jean Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat
fase perkembangan (Mar’at, 2005) yaitu dapat dilihat dalam tabel berikut :
Usia/Tahun
Tahap
Sensorimotor 0 – 2
Operational
2–7
Concrete
Operational
7 – 11
Formal
Operational
11 – 15
Gambaran
Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif
pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis.
Bagi
membangun
suatu
pemahaman
tentang
dunia
melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik.
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata
dan gambar-gambar ini menunjukkan
adanya peningkatan pemikiran simbiosis dan
melampaui hubungan informasi sensor dan
tindak fisik.
Pada saat ini anak dapat berpikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkret dan mengklasifikasikan benda-benda
ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis – pemikiran lebih idealistik.
Berdasarkan tabel , teori Piaget sesuai dengan salah satu prinsipprinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu berpusat
pada potensi, pengembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Anak usia SD masih memerlukan objek konkrit untuk belajar.
Oleh karena itu, teori Piaget dapat dijadikan landasan pengembangan proses
pembelajaran IPA.
Tahap-tahap implementasi pendekatan konstruktivisme
2.1.5
2.1.5Tahap-tahap
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruksivisme
tersebut, Tytler (1996 : 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut :
(1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2) Memberi ksempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
(3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan
baru
(4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa,
(5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka, dan
(6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar yang bersifat
generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Dimana dalam hal ini guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi
memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya
sendiri dalam proses pembelajaran.
Hasil Belajar
2.1.6Hasil
2.1.6
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana : 2012 : 22).
Sedangkan menurut Howart Kingsley dalam Nana Sudjana membagi tiga
macam hasil belajar mengajar : keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan
dan pengarahan, sikap dan cita-cita. Sementara gagne mengemukakan
dalam Agus Supriyono (2011 : 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa : informasi
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan
sikap.
Sama halnya yang dikemukakan oleg Gagne, Bloom juga
berpendapat dalam Agus
Supriyono (2011 :7-8) bahwa hasil belajar
mencangkup : kemampuan Kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif meliputi knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, contoh), application (penerapan),
analysys
(menguraikan,
menentukan
hubungan),
sistesys
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation
(menskor). Domain afektif meliputi receiving (sikap menerima), responding
(memberikan
respon),
valuing
(
skor),
organization
(organisasi),
characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi intiatory, preroutin, dan routinized. Psikomotor juga termasuk keterampilan produktif,teknik,
fisik, sosial, manajerial dan intelektual.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa
setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat
mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh
dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan
sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka
pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran
akan selalu berupa angka-angka.
Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, diperlukan sebuah alat
ukur yang disebut instrumen. Dalam dunia pendidikan, instrumen yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap dan angket.
Dalam pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk
mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar.
Penilaian hsail belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik
yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil
belajar yaitu :
1)Tes
Tes secara ssderhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan
yang
harus
dijawab,
pertanyaan-pertanyaan
yang
harus
dpilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta
tes dengan tujuan mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan
dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator
pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti,dkk :4-3). Tes adalah
serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu, sperti yang diungkapkan oleh
Ebster’s Collegiate dalam Arikunto,1995 (Endang Poerwanti,dkk 2008 :
4-4).
Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah serngkaian alat
yang digunakan untuk mengukur kemampuan-kemampuan tertentu
peserta didik sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Berikut ini adalah yang termasuk dalam teknik tes antara lain (Endang
Poerwanti,dkk : 2008) :
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1) Tes Tertulis
Tes Tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik
dalam hal soal maupun jawabannya.
2) Tes Lisan
Pada tes lisan baik peartnyaan maupun jawaban (respon)
semuanya dalam bentuk lisan.
3) Tes Unjuk Kerja
Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu
sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa
kemampuan psikomotoriknya.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
4)
Tes Esei ( Essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasi gagasan yang telah dipelajarinya
dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan.
5)
Tes Jawaban Pendek
Dalam tes ini peserta didik diminta menuangkan
jawabannya dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek,
kata-kata lepas maupun angka-angka.
6)
Tes Objektf
Tes objektif adalah tes yang kseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia, sehingga
sering disebut tes pilihan jawaban (selected response
test).
c. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat
dibedakan menjadi :
(1) Tes Kemajuan Belajar
Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal tes
(pre-test) sebelum pembelajaran dan kondisi akhir tes
setelah pembelajaran (post-test). Tes ini juga disebut tes
perolehan.
(2) Tes Formatif
Tes ini adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan belajar peserta didik
dalam suatu program pembelajaran tertentu, seperti tes
harian, ulangan harian.
(3) Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata sum yang artinya jumlah.
Dngan demikian tes sumatif adalah tes yang ditujukan
untuk mengetahui penguasaan pesrta didik terhadap
sekumpulan materi pembelajaran yang telah dipelajari
seperti Ujian Nasional, dan Ulangan Kenaikan Kelas.
2)Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses pesreta didik pada
ranah afektif dan psikomotorik. Ada beberapa macam teknik non tes
(Endang Poerwanti, 2008 :3.19), yaitu :
a. Obsevasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil
belajar dapat dilakukan dilakukan secara formal yaitu observasi
yang menggunakan instrument yang sengaja dirancang untuk
mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar pesrta didik, maupu
observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam
yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawasan,
pandangan, atau aspek kepribadian peserta didik.
c. Angket
Teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data deskriptif.
d. Analsa Sampel Kerja (Work Sample Analisys)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar
yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa
informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering
dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe pola dan lain sebagainya.
e. Analsis Tugas ( Task Analisys )
Digunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas
dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya
berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f.
Checklist dan Rating Scales
Dgunakan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi
terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang
dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang
digunakan.
g. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta
didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui
minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan Presentasi
Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya
i.
Proyek Individu dan Kelompok
Mengintregasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat
digunakan untuk individu dan kelompok.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa
yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja
kelompok.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah
membuat kisi-kisi (test blue print atau table of specification) adalah
format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item
untuk bebagai topic berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan
jenjang kemampuan tertentu untuk pedoman menyusun atau menulis
soal menjadi perangkat tes. Perangkat tersebut didalamnya meliputi :
(4) Standar kompetensi dan kompetensi dasar
(5) Indikator
(6) Proses berfikir C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3
(penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)
(7) Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)
(8) Bentuk instrument
Hasil dari pengukuran pencapaian kompetensi dasar digunakan
sebagai dasar penskoran atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata
evaluation. Menurut Davis dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 190-191)
mengemukakan bahwa
evaluasi merupakan
proses sederhana
memberikan / menetapkan skor kepada sejumlah tujuan, kegiatan,
keputusan, unjuk kerja, proses, oaring, objek, dan masih banyak yang
lain. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono
(2006 : 191) pengertian evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai
proses memberikan atau menentukan skor kepada objek tertentu
berdasarkan suatu criteria tertentu
2.1.7. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA
(IPA))
Menurut Leo Sutrisno (2007- 1-19) IPA merupakan usaha
manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang
tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur yang benar dan
dijelaskan dengan penalaran yang sah sehingga dihasilkan kesimpulan
yang betul.
Carin
dan
Sund
(1993)
mendefinisikan
IPA
sebagai
pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku
umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil konservasi dan
eksperimen.
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan IPA adalah
program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan nilai-nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai
dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA di SD
2.1.8Penerapan
2.1.8
Teori Piaget dapat dipakai dalam penentuan proses pembelajaran SD
terutama pembelajaran IPA. Implikasinya adalah Piaget beranggapan secara
aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Teori Piaget mengajarkan
bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa
mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak secara umum.
Pembelajaran IPA di SD banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata
dan berhasil pada anak yang lemah kemampuan kognitifnya dan anak yang
secara kebudayaan terhalangi (Nasution, 2004: 3.14).
Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak
menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda sehingga walaupun
anak mempunyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka
mempunyai pengertian yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian
yang sama.
Implikasi lainnya, apabila hanya kegiatan fisik yang diterima anak,
tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang
bersangkutan. Ide-ide harus selalu dipakai Piaget memberikan contoh
sementara beliau menerima seluruh ide anak, beliau juga mempersiapkan
pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak sehingga apabila ada
seseorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada di luar gelar berisi es
berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, maka guru harus menjawab
pertanyaan itu dengan bagus. Tetapi setelah beberapa saat guru harus
mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air
yang ada di permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil
pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara yang mengembun pada
permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus secara tidak langsung
memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya. Dengan demikian
anak akan menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya.
Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai sumber
idenya akan memberikan kesempatan pada mereka untuk menilai proses
pemecahan masalah.
Kesimpulannya, menurut Piaget proses pembelajaran di kelas harus
menekankan anak sebagai faktor yang utama. Anak harus diberi kebebasan
untuk melakukan kegiatan-kegiatan konkrit dan mempresentasikan ide-ide
mereka. Peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman yang luas.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Syari Wulan Tera (2008) melakukan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri
8 Bandar Lampung melibatkan 40 siswa kelas VIIID. Hasil penelitian menunjukan
bahwa (1) Model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme dapat
meningkatkan aktivitas siswa dari siklus ke siklus.
Pada siklus I sebesar 71,79
kategori ”cukup aktif”; siklus II meningkat sebesar 79,47 kategori ”aktif”; dan siklus III
meningkat lagi sebesar 82,43 kategori ”aktif”.
(2) Model siklus belajar dengan
pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar dari siklus ke
siklus. Pada siklus I sebesar 66,25 kategori ”cukup”; siklus II meningkat sebesar 71,5
kategori ”baik”; dan siklus III meningkat lagi sebesar 72,25 kategori ”baik”. Secara
umum penerapan model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme pada siswa
kelas VIIID dapat meningkatkan aktivitas dan pencapaian kompetensi hasil belajar.
Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sukardi Ks yang berjudul ”
Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Cerita Bagi
Siswa Kelas V Sekolah Dasar.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas
dibagi menjadi tiga siklus. Tiap siklus memiliki empat langkah, yaitu: 1) perencanaan, 2)
pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi terhadap perencanaan, tindakan
pelaksanaan dan keberhasilan yang diperoleh. Data penelitian berbentuk hasil
observasi, wawancara, catatan lapangan, hasil rekaman dan dokumentasi. Sumber
data tersebut adalah siswa dan guru kelas 5 Sekolah Dasar. Penelitian yang berupa
instrumen kunci bertindak sebagai suatu kolektor data. Kesimpulan dari hasil penelitian
ini adalah: 1) implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menulis
cerita bagi siswa kelas 5 Sekolah Dasar sudah tepat dilakukan dengan perencanaan
pembelajaran dan tingkatan yang telah ditentukan, meskipun realisasi dari siklus
pertama belum terlaksana jika dibandingkan dengan siklus kedua dan ketiga; 2) untuk
meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerita, karena siswa
menjadi senang, aktif dan teratasi, maka intensitas pembelajaran menulis siswa
meningkat; 3) peran guru bukan sebagai pembawa pesan, tetapi sebagai fasilitator dan
pendorong; 4) terdapat peningkatan tindakan dari para guru, siswa dan hasil rata-rata
dari studi ini, yaitu pada siklus pertama dicapai 62,67%, siklus kedua 76%, siklus ketiga
89,33%. Pelibatan siswa di siklus pertama mencapai 45%, siklus kedua 58,75% dan
siklus ketiga 85%. Hasil rata-rata pembelajaran ini yaitu siklus pertama 78,70%, siklus
kedua 84,37% dan siklus ketiga 86,61. Peningkatan kesuksesan terjadi karena guru
dan siswa telah mengerti langkah-langkah dan tugas yang harus dilakukan dalam
pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini, dapat diartikan bahwa implementasi
pendekatan konstruktiv-isme dalam pembelajaran menulis cerita dapat dikembangkan
secara efektif bagi siswa Sekolah Dasar dan dapat memberikan kontribusi dalam
meningkatkan intensitas belajar. Peningkatan dari pembelajaran diharapkan mampu
meningkatkan hasil belajar yang dilakukan oleh siswa.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Khayaroh
(2010) penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang berdesain (posttest-only
control design). Permasalahan dalan penelitian ini yaitu apakah implementasi
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme efektif terhadap prestasi belajar
matematika materi LdVBR pada peserta didik kelas VIII semester II MTs NU Nurul
Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010?. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas implementasi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
terhadap prestasi belajar matematika materi pokok LdVBR pada peserta didik kelas VIII
semester II MTs NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII semester II MTs
NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010 yang terbagi dalam 6 kelas sebanyak
206 peserta didik. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling.
Terpilih peserta didik kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dan peserta didik kelas
VIII-F sebagai kelas kontrol. Pada akhir pembelajaran kedua kelas diberi tes dengan
menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, taraf kesukaran, daya
pembeda, dan reliabilitasnya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah
metode wawancara, dokumentasi dan tes. Data dianalisis dengan uji perbedaan ratarata (uji t) pihak kanan. Berdasarkan penelitian diperoleh t = 10,898 sedangkan nilai t =
1,66. Karena t > t maka H ditolak. Artinya rata-rata hasil belajar matematika yang diajar
dengan pendekatan konstruktivisme lebih besar dari pada rata-rata hasil belajar
matematika yang diajar dengan pembelajaran langsung dengan metode konvensional.
Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti
sebelumnya,
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran
dengan
pendekatan
konstruktivisme lebih efektif daripada pembelajaran langsung dengan metode
konvensional. Sehingga rata-rata hasil belajar yang dilaksanakan melalui pendekatan
konstrusivisme selalu mengalami peningkatan.
Sehubungan dengan hal tersebut dirasa perlu untuk lebih mengembangkan
penelitian - penelitian yang ada.
2.3 Kerangka Berfikir
Pembelajaran IPA di SDN Kebaturan masih didominasi dengan metode
ceramah yang membuat siswa jenuh dan cenderung pasif. Guru belum bisa
menjadi fasilitator yang baik agar siswa agar siswa lebih aktif dalam
pembelajaran. Kegiatan yang belum dimaksimalkan pelaksanaannya sehingga
siswa belum terbiasa untuk membangun pemahamannya sendiri atas dasar halhal baru yang diterimanya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kekurang
mampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
Pembelajaran berkelompok, mendorong siswa untuk terlibat aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, guru mendorong siswa untuk
bekerja sama melakukan diskusi yang memungkinkan mereka dalam
menemukan konsep-konsep untuk mereka sendiri dan teman satu kelompoknya.
Belajar dengan cara ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, memotivasi
siswa untuk bekerja sama dan mendorong mereka untuk menyelesaikan
pekerjaan kelompoknya sehinngga mereka menemukan jawabannya dan kesan
yang lebih mendalam pada diri siswa.
Suatu model pembelajaran yang dapat digunakan agar dapat terjadi
sebuah pembelajaran yang bermakna dan sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan hasil belajar adalah pendekatan konstruksivisme. Yaitu dengan
membentuk konstruk mental, membangun konsep secara mandiri yang
diperoleh dari kejadian, aktifitas mereka, serta pengetahuan baru yang
diterimanya.
Kondisi tersebut kurang lebihnya dapat digambarkan dalam sebuah
bagan seperti berikut ini.
Kondisi awal
Kondisi akhir
Proses
pembelajaran
masih berpusat pada guru
Hasil belajar meningkat
Pemahaman materi meningkat
Komunikasi siswa tidak
terjadi
Motivasi siswa meningkat
Kemampuan guru
mengelola pembelajaran
Kemampuan guru mengelola
pembelajaran meningkat
Motivasi siswa rendah
Komunikasi siswa terjadi
Pemahaman materi rendah
Pelaksanaan siklus I dan
siklus II
Hasil belajar rendah
Penggunaan pendekatan
konstruktivisme
Tindakan
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dan kajian
pustaka yang telah dikemukakan dapat dibuat hipotesis tindakan yaitu “Apakah terdapat
peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD N Kebaturan pada materi
Perkembangbiakan Makhluk Hidup secara
Konstruktivisme”.
nyata dengan menggunakan pendekatan
Download