TINJAUAN PUSTAKA Kambing Perah dan Produksinya Kambing perah merupakan salah satu jenis ruminansia penghasil susu. Berbagai jenis kambing perah tersebar di dunia. Salah satu jenis kambing perah yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis seperti di Indonesia adalah kambing peranakan Etawah (PE). Kambing PE diperoleh dari hasil kawin tatar (grading up) antara kambing Kacang (Jawa) dengan kambing Etawah (India) (Atabany, 2001). Kemampuan produksi kambing secara individu dalam memproduksi susu sangat bervariasi. Produksi susu pada kambing PE dapat berkisar antara 567,1 g/ekor/hari (Novita et al., 2006) hingga 863 g/ekor/hari (Subhagiana, 1998) dan menurut Atabany (2001) 990 g/ekor/hari. Perbedaan produksi tersebut disebabkan oleh bobot badan induk, umur induk, ukuran ambing, jumlah anak, nutrisi pakan, suhu lingkungan, penyakit (Apdini, 2011). Produksi susu pada ternak muda lebih rendah dibanding dengan ternak tua, karena ternak muda masih mengalami pertumbuhan. Sebagian dari nutrien yang diperoleh digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Phalepi, 2004). Susu kambing diyakini masyarakat mempunyai perbedaan nilai nutrisi dengan susu sapi. Butiran lemak susu yang kecil, menyebabkan susu kambing akan lebih mudah dicerna dalam tubuh. Dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing mempunyai beberapa keistimewaan yaitu (Budiana dan Susanto,2005): (1) Kaya protein, enzim, mineral, vitamin A dan vitamin B. (2) Mengandung antiantritis (inflamasi sendi). (3) Mampu mengobati beberapa penyakit seperti demam kuning, gastritis, asma, insomnia. (4) Molekul lemaknya kecil dan mudah dicerna. (5) Disimpan dalam tempat dingin tanpa mengubah kualitas dan khasiat. Keunggulan tersebut dan ketersediaan yang masih terbatas menyebabkan harga susu kambing lebih mahal dibanding dengan susu sapi. Kebutuhan Nutrien dan Pakan pada Kambing Kebutuhan nutrisi kambing perah harus tercukupi. Nutrien tersebut akan digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, laktasi, gerak dan kerja. Oleh karena itu, pemberian pakan haruslah memperhitungkan semua kebutuhan tersebut. Kebutuhan nutrisi kambing laktasi lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan kambing dengan 3 status fisiologis lain. Pemenuhan kebutuhan nutrien dapat dilakukan dengan peningkatan pemberian hijauan. Namun, tambahan konsentrat diperlukan untuk produksi yang lebih optimal. Kambing dengan status fisiologis laktasi membutuhkan pakan yang bermutu baik untuk memproduksi susu yang baik pula. Peningkatan mutu susu yang diproduksi dapat dilakukan dengan cara suplementasi nutrien pakan, contohnya suplementasi protein. Kedelai merupakan pakan yang memiliki protein tinggi, namun protein dan lemak yang tinggi dapat menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia. Protein tersebut akan didegradasi dalam rumen, sedangkan lemak tidak akan tersedia bagi mikroba rumen karena terikat oleh struktur lainnya. Efisiensi pakan dapat ditingkakan dengan cara pemanasan (sangrai) pada kedelai tersebut. Kedelai yang sudah disangrai, proteinnya akan diproteksi dari degradasi rumen dan lemaknya juga akan tersedia bagi mikroba rumen. Selain itu, kedelai sangrai juga merupakan sumber asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial (Adawiah et al., 2006). Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan menyebabkan tingginya kadar lemak susu, karena lemak susu dipengaruhi kandungan serat kasar ransum, sehingga kadar serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi, kadar lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Turunnya ratio hijauan akan menyebabkan kadar lemak turun, tetapi kadar protein meningkat. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam bahan pakan ternak adalah asam fitat. Asam fitat atau (myo-inositol hexakisphosphate) merupakan salah satu jenis senyawa antinutrisi yang kaya akan unsur P dan terdapat dalam biji legum dan sereal (Miswar, 2006). Asam fitat memiliki sifat chelating agent yang mampu mengikat mineral, yang mengakibatkan ketersediaan biologik mineral tersebut menurun. Akibatnya absorbsi mineral dalam bahan makanan juga akan menurun. Beberapa bahan pakan untuk ternak banyak yang mengandung fitat seperti dedak padi 4 mengandung asam fitat 6,9%, pollard mencapai 4,46% - 5,56%; barley 1,08% 1,16%; jagung 0,76%; oats 0,8% - 1,02%. Kedelai dan hasil olahannya yang mengandung protein tinggi juga mengandung asam fitat (Sumiati, 2006). Mineral dalam bahan pakan yang terikat oleh asam fitat akan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, apabila asam fitatnya terdegradasi. Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan antara ikatan gugus myo-inositol dan gugus asam fosfat oleh enzim fitase (Bedford dan Partridge, 2001). Fosfat yang terlepas dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral fosfor (P) untuk ternak. Apabila terdapat asam fitat yang tidak tercerna, mineral P juga tidak dapat tercerna oleh tubuh dan mineral P akan terbuang bersama kotoran. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh. Peningkatan degradasi asam fitat diperkirakan selain dapat mempengaruhi utilisasi mineral khususnya P, juga dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering. Degradasi komponen oleh mikroba rumen dipengaruhi oleh karakteristik pakan dan faktor lingkungan dari rumen itu sendiri (Ismartoyo, 2011). Suplementasi vitamin dan mineral diharapkan mampu memperbaiki lingkungan rumen dan merangsang pertumbuhan mikroba dalam memfermentasi komponen-komponen pakan termasuk didalamnya adalah proses degradasi asam fitat. Selain itu, suplementasi vitamin dan mineral diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien di dalam tubuh ternak. Peningkatan degradasi asam fitat diharapkan dapat mengurangi efek negatif senyawa tersebut terhadap aktifitas enzim pencerna nutrien komponen pakan. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecernaan bahan pakan adalah komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Kecernaan nutrien pada ternak dapat diukur dengan metode koleksi total dengan mengoleksi feses untuk satu periode tertentu. Koleksi total dilakukan setelah ternak melewati masa adaptasi pakan terlebih dahulu selama 10-14 hari. Adaptasi pakan dilakukan untuk menstabilkan mikroflora saluran pencernaan dengan perlakuan pakan dan menghilangkan residu pakan sebelumnya (Apdini, 2011). 5 Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung kecernaan adalah metode AIA (Acid Insoluble Ash). Sampel feses dan pakan diabukan pada tanur 600⁰C, kemudian dilakukan perendaman pada asam kuat atau basa kuat, dan diabukan kembali. Kadar abu yang larut dalam asam, atau selisih dari kadar abu sebelum dan setelah pencucian merupakan bagian yang tidak dicerna (Apdini, 2011). Suplementasi Vitamin dan Mineral Produksi susu yang rendah, dapat disebabkan oleh mutu pakan yang rendah pula dan kurang optimalnya penyerapan dan metabolisme nutrien. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan cara suplementasi vitamin dan mineral. Suplementasi vitamin dan mineral dimaksudkan untuk memperbaiki metabolisme nutrien (Rumetor et al., 2008). Pada kondisi lingkungan panas dan laktasi, suplementasi mineral pakan dibutuhkan, karena kurang tersedianya mineral dalam saluran pencernaan dan kelarutannya tergantung dari kecernaan komponen pakan termasuk serat (Toharmat et al., 2007). Suplementasi vitamin dan mineral dianjurkan untuk kambing yang sedang laktasi. Tujuan suplementasi vitamin dan mineral untuk menghindarkan kekurangan vitamin dan mineral pada induk laktasi dan untuk meningkatkan kadar vitamin dan mineral susu. Selain itu, tujuan suplementasi vitamin dan mineral diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien dan daya tahan tubuh (Rumetor et al., 2008). Asam fitat merupakan salah satu antinutrisi yang dapat mempengaruhi utilisasi nutrien khususnya mineral bervalensi dua. Menurut Piliang (2000), asam fitat mampu mengikat dengan mineral bervalensi dua seperti Cu, Zn, Co, Mn, Fe, dan Ca. Suplementasi mineral yang dapat terikat oleh asam fitat dapat mengoreksi pengaruh negatif asam fitat. Vitamin A Vitamin A larut lemak dan merupakan nama generik untuk retinol dan provitamin. Retinol tidak ditemukan pada tanaman, akan tetapi banyak tanaman yang mengandung beta-carotene (provitamin A). Tanaman tidak mampu mensintesis vitamin A, dan hanya mampu mensintesis provitamin A. Oleh karena itu, untuk memperoleh vitamin A, hewan ternak akan mensitesis sendiri vitamin A dari 6 provitamin A di dalam tubuhnya. Setiap spesies mempunyai kemempuan mengubah karoten (provitamin A) menjadi vitamin A yang berbeda-beda (Perry et al., 2003). Vitamin A juga berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan (McDowell, 2000). Oleh karena itu, vitamin A penting untuk mendukung kehidupan, pertumbuhan dan kesehatan hewan-hewan. McDowell (2000) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, dan penurunan bobot badan, timbulnya rabun senja, dan penurunan fertilitas pada kambing yang sedang tumbuh. Hilangnya nafsu makan akibat defisiensi vitamin A akan menurunkan konsumsi, sehingga asupan nutrien juga akan berkurang dan akan menurunkan produksi dan kualitas susu. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin A sebanyak 5000 IU/kg. (McDowell, 2000). Vitamin D Vitamin D merupakan pro-hormon yang merupakan perkursor untuk produksi hormon calcium regulating hormone 1,25-dihydroxyvitamin D. Vitamin D dapat diproduksi di kulit hewan sebagai hasil dari konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3 (cholecalciferol). Pada tanaman, radiasi ultraviolet menyebabkan terjadinya proses fotokimia yang mengkonversi ergosterol menjadi vitamin D2 (ergocalciferol). Didalam hati, vitamin D dapat dikonversi menjadi 25hydroxyvitamin D oleh vitamin D 25-hydroxylase yang dikeluarkan dalam darah. Produksi dari 25-hydroxyvitamin D dalam hati tergantung pada vitamin D dalam pakan atau dari kulit (Perry et al., 2003). Vitamin D berfungsi meningkatkan level plasma Ca dan P yang mendukung terpeliharanya kadar mineral normal tulang. Bentuk aktif dari vitamin D adalah 1,25-(OH)2D, yang berfungsi sebagai hormon steroid, yaitu hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin D sebanyak 1400 IU/kg (McDowell, 2000). Kekurangan vitamin D pada ruminansia ditandai dengan menurunnya selera makan, pertumbuhan menurun, gangguan pencernaan, ricketsia, kaku dalam berjalan, susah bernapas, iritasi, dan kelemahan (McDowell, 2000). Suplementasi vitamin D diharapkan dapat meningkatkan level plasma P. Namun ketersediaan P pakan dapat dipengaruhi oleh keberadaan asam fitat dan degradasinya dalam rumen. Unsur P 7 dalam asam fitat utuh tidak dapat diserap tubuh, dan asam fitat dalam pakan dapat mengikat mineral lainnya khususnya yang bervalensi dua sehingga tidak dapat diserap tubuh (Piliang, 2000). Vitamin E Vitamin E merupakan jenis vitamin yang larut lemak dan disebut juga tokoferol yang terdiri dari beberapa jenis seperti alfa, beta, gama dan delta tokoferol, serta tokotrienol. Vitmin E dapat berfungsi sebagai antioksidan alami untuk mempertahankan performa dan produksi optimal. Vitamin E juga mampu menangkal radikal bebas (Rumetor et al., 2008). Suplementasi mineral Se dan vitamin E dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme patogen sebagai antibodi dan fagositosis dari patogen. White Muscle Disease (WMD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh defisiensinya mineral Se yang dipengaruhi oleh status vitamin E. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000). Suplementasi vitamin E juga dapat mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan orgaik (KCBO). Vitamin E berfungsi melindungi lemak dari peroksidasi, melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Akibatnya, akan memberikan pengaruh positif terhadap kecernaan lemak dan secara keseluruhan dapat mempengaruhi KCBK KCBO (Rumetor et al., 2008). Khromium Organik Suplementasi mineral, dapat dilakukan dengan suplementasi Cr organik. Khromium adalah mineral mikro yang berfungsi dalam meningkatkan afinitas insulin dalam metabolisme glukosa, serta dalam mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari darah ke dalam sel-sel. Selain itu, Cr juga berperan dalam mengaktifkan kerja beberapa enzim dan memegang peranan dalam metabolisme lemak dan protein. Defisiensi Cr dapat menyebabkan terganggunya glucose tolerance, pertumbuhan, timbulnya hyperglycemia, glukosaria, dan meningkatnya kadar kolesterol dalam serum (Piliang dan Soewondo, 2006). Menurut Piliang dan Soewondo (2006), Cr diberikan secara organik karena, mineral Cr akan lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk organik. Khromium inorganik atau yang berasal dari makanan atau minuman lebih sukar diabsorbsi dibandingkan 8 khromium yang berasal dari ekstrak ragi. Khromium dari ekstrak ragi mampu diabsorbsi sebanyak 10% - 25%, sedangkan Cr dari makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh rata-rata 50 µg - 100 µg setiap hari, hanya sekitar 0,25 µg 0,5 µg untuk setiap 7 µg - 10 µg Cr yang diekskresi melalui urine. Menurut Muktiani (2002), Cr-proteinat dan Cr-pikolinat (organik) dapat diserap 5-10 kali lebih besar dibanding bentuk anorganik. Mineral Cr merupakan mineral yang penting bagi mikroba rumen. Adanya suplementasi Cr organik dalam pakan akan meningkatkan efisiensi pengambilan energi oleh mikroba rumen, sehingga kinerja mikroba rumen semakin aktif dan mampu meningkatkan nilai kecernaan. Kecernaan yang semakin meningkat akan meningkatkan ketersediaan nutrien untuk mikroba rumen, sehingga dapat membantu mikroba rumen dalam mencerna serat (Astuti et al., 2006). Selenium Suplementasi mineral lain yang dapat diberikan untuk kambing laktasi adalah suplementasi mineral selenium. Selenium merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. Bentuk fisiologis dari Se adalah sebagai Gluthation peroksidase (GSH-Px) yang berfungsi dalam memproteksi sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif dengan cara senyawa oksidatif direduksi menjadi senyawa yang aman bagi sel, termasuk ambing, sehingga produksi susu akan optimal. Mineral Se juga berperan dalam reproduksi ternak, apabila defisiensi akan menyebabkan kemandulan (Muktiani et al., 2004) Selenium merupakan mineral yang mempunyai hubungan yang erat dengan vitamin E (Tocopherol). Selenium bersama-sama vitamin E dapat berfungsi sebagai antioksidan, melindungi sel dan membran organ terhadap kerusakan yang disebabkan oleh oksidasi. Selain itu, Se dan vitamin E juga berperan dalam membantu proses penggabungan oksigen dan hidrogen dalam rantai akhir metabolik, membantu transfer ion melalui membran sel, membantu proses sintesis immunoglobulin dan sintesis ubiquinone (Piliang dan Soewondo, 2006). 9