Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents in

advertisement
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
Factors Associated with Overweight and Obesity
in Adolescents in Kartasura, Central Java
Sayida Royatun Niswah1), RB Soemanto2), Bhisma Murti1)
1) Masters
2) Faculty
Program in Public Health, Sebelas Maret University
of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University
ABSTRACT
Background: Adolescents experience rapid growth. Therefore, they are at risk to have
malnutritional problems such as overweight and obesity. The Indonesian Basic Health Research in
2013 showed that the prevalence of overweight among adolescents aged 13-15 years old in
Indonesia was 10.8%, consisting of 8.3% overweight and 2.5% obese or very obese. The prevalence
of overweight and obesity in adolescents aged 15 years and over was 18.4% in Central Java, and
10.7% in Surakarta. Overweight and obesity are important public health problems because they are
known as risk factors of various chronic diseases. This study aimed to determine the factors
associated with overweight and obesity in adolescents using Health Belief Model.
Subjects and Method: This was an analytic observational study with cross-sectional design. The
study was conducted at Islamic Boarding School (Pondok Pesantren Modern Islam) Assalaam
Kartasura, Central Java, from March to May 2017. A total sampel of 120 adolesents aged 12 to 18
years old were selected for this study using fixed disease sampling, including 30 adolescents with
overweight or obesity and 90 adolescents with normal weight. The exogenous variables were
perceived threat, perceived benefit, perceived barrier, self efficacy, and maternal education. The
endogenous variables were physical activity, dietary pattern, and overweight or obesity. Data on
dietary pattern were collected by dietary questionnnaire. The other data were collected using a set
of questionnaire. Path analysis was used to analyze the association between variables involving
mediating variables.
Results: Overweight or obesity was directly and negatively associated with perceived threat (b= 0.14, SE= 0.04, p< 0.001), perceived benefit (b= -0.10, SE= 0.02, p< 0.001), physical activity (b= 0.24, SE= 0.10, p= 0.016), and dietary pattern (b= -0.33, SE= 0.08, p< 0.001). Overweight or
obesity was directly and positively associated with perceived barrier (b= 0.13, SE= 0.07, p= 0.051).
Dietary pattern was affected by perceived barrier (b= -0.22; SE= 0.007; p= 0.002), perceived
benefit (b= 0.10; SE= 0.002; p<0.001), perceived threat (b= 0.09; SE= 0.04; p= 0.023), self
effication (b= 0.22; SE= 0.09; p= 0.015), and maternal education (b= 1.05; SE= 0.41; p= 0.010).
Physical activity was affected by perceived benefit (b= 0.05; SE= 0.001; p= 0.002), perceived
barrier (b=-0.16; SE= 0.05; p= 0.002), perceived threat (b=0.14; SE= 0.03; p<0.001), self efficacy
(b=0.24; SE=0.06; p< 0.001), and maternal education (b=0.86; SE= 0.30; p= 0.005).
Conclusion: Overweight or obesity is negatively associated with perceived threat, perceived
benefit, physical activity, and dietary pattern. Overweight or obesity is positively associated with
perceived barrier. Health Belief Model can be used to explain factors associated with overweight or
obesity.
Keywords: overweight, obesity, Health Belief Model
Correspondence:
Sayida Royatun Niswah. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Jl. Ir.
Sutami 36 A, Surakarta 57126, Central Java. Email: [email protected]. Mobile:
+6285700189910.
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen
208
Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Niswah et al./ Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Salah
satu indikator kesehatan adalah keseimbangan gizi yang terwujud dari berat badan
yang ideal (Kemenkes, 2015).
Dewasa ini kelebihan berat badan
(overweight) telah menjadi sebuah permasalahan dalam dunia kesehatan. Tahun
2014 sebanyak 1.9 milyar orang mengalami
berat badan lebih dan sebagian besar populasi ini mendapati risiko kematian yang
lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami berat badan lebih (WHO, 2016).
Masa remaja adalah masa peralihan
dari masa anak-anak menuju masa dewasa.
Kelompok remaja memiliki growth spurt
(pertumbuhan yang pesat), sehingga berbagai masalah gizi lebih sering terjadi pada
usia ini (Sartika, 2011).
Menurut hasil penelitian National
Health and Nutrition Examination Survey
tahun 2009-2010 di Amerika, persentase
berat badan lebih berdasarkan kelompok
umur yakni; anak usia 2-5 tahun sebesar
26.7%, usia 6-11 tahun sebesar 32.6%, dan
usia 12-19 tahun sebesar 33.6%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi berat badan
lebih tertinggi pada anak remaja usia 12-19
tahun atau remaja. Tahun 2009-2010, Asia
memiliki prevalensi berat badan lebih sebesar 26.4% pada anak laki-laki dan 16.8%
pada anak perempuan (NOO, 2011 dalam
Sundari 2016).
Berdasarkan data Riskesdas tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi berat
badan lebih secara nasional pada remaja
umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar
10.8%, terdiri dari 8.3% gemuk dan 2.5%
sangat gemuk atau obesitas. Prevalensi
berat badan lebih pada remaja umur 16-18
tahun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2007 sebesar 1.4% menjadi
7.3% pada tahun 2013. Kejadian berat
e-ISSN: 2549-1172 (online)
badan lebih di Jawa Tengah pada remaja
usia 15 tahun ke atas mencapai 18.4%
sedangkan kejadian berat badan lebih di
Surakarta sebanyak 10.7%. Angka-angka di
atas menunjukkan bahwa tren yang sedang
berkembang di masyarakat dewasa ini
adalah gizi lebih, meski masalah gizi kurang
juga masih banyak (Kemenkes, 2013).
Hasil penelitian Badan Obesitas
Internasional atau biasa dikenal dengan
sebutan International Task Force (ITF),
sebuah badan WHO yang mengurusi anak
yang kelebihan berat badan, menyatakan
bahwa 80% anak dengan berat badan lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 20%-nya dipengaruhi oleh faktor
genetik. Faktor lingkungan yaitu pola
makan dan gaya hidup tidak sehat
(Trijayanti et al., 2013).
Berat badan lebih merupakan faktor
risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler dan mempunyai kontribusi pada terjadinya penyakit lain seperti hipertensi,
Diabetus Mellitus, batu empedu, dan lainlain. Dampak berat badan lebih pada masa
anak berisiko tinggi menjadi berat badan
lebih pada usia dewasa. Remaja yang
mengalami berat badan lebih memiliki
risiko sebanyak 70% untuk mengalami
berat badan lebih pada saat dewasa (Soegih
dan Wiramihardja, 2009).
Anak dengan berat badan lebih juga
memiliki risiko tinggi menderita asma dan
sleep apnea (gangguan tidur serius dimana
pernapasan sering berhenti selama tidur).
Tidak jarang juga anak dengan berat badan
lebih menderita masalah muskuloskeletal.
Salah satu masalah muskuloskeletal yaitu
telapak kaki yang datar karena hilangnya
lengkungan longitudinal medial kaki yang
menjadikan sudut di bawah kaki kecil atau
biasa disebut dengan pes planus. Kondisi
ini dapat menyebabkan rasa nyeri pada
daerah kaki, betis, dan lutut apabila anak
berjalan maupun berlari dalam waktu yang
209
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
cukup lama. Konsekuensi yang paling penting dari masalah muskuloskeletal adalah
anak semakin malas melakukan aktivitas
fisik dan memperberat kondisi berat badan
lebih anak tersebut (American Academy of
Pediatrics Comitte on Nutrition, 2016).
Dampak psikologis anak dengan berat
badan lebih adalah berkurangnya rasa percaya diri, rentan bulliying, bahkan berpotensi depresi. Anak dengan berat badan
lebih sering menjadi sasaran bully temantemannya atau lingkungan sekitar. Hal ini
menjadikan citra diri negatif cenderung
akan muncul, rasa rendah diri, merasa berbeda, tidak bisa bersaing karena keterbatasan fisik, dan masalah psikologis lain.
Anak-anak yang kelebihan berat badan juga
cenderung tidak lincah, mudah lelah, dan
mengantuk. Hal ini dapat berdampak pada
turunnya minat belajar karena merasa
terganggu di dalam kelas (Sutjijoso, 2009).
Penelitian ini mengacu pada teori
Health Belief Model (HBM). Teori HBM
merupakan salah satu teori perubahan
perilaku kesehatan dan model psikologis
yang digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu terhadap
suatu penyakit (Priyoto, 2014; Sulaeman,
2016). Teori ini dituangkan dalam lima segi
pemikiran dalam diri individu yang mempengaruhi upaya dalam diri individu untuk
menentukan apa yang baik bagi dirinya,
yaitu persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat untuk melakukan tindakan, dan
efikasi diri.
SUBJEK DAN METODE
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain analitik
observasional dengan pendekatan crosssectional. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Maret-Mei 2017 di Pondok Pesantren
Modern Islam (PPMI) Assalaam Kartasura.
210
2. Populasi dan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini
adalah semua remaja berusia 12-18 tahun
di Kartasura yang berjumlah 7,643. Populasi sumbernya adalah santri PPMI
Assalaam berusia 12-18 tahun yang berjumlah 1112 santri (setingkat Madrasah
Tsanawiyah/SMP dan Sekolah Menengah
Atas/SMA).
Ukuran sampel dalam penelitian ini
menyesuaikan analisis multivariat yang
digunakan. Ukuran sampel menggunakan
rumus Hair et al., dalam Murti (2013) yaitu
n= 15-20 subjek per variabel independen.
Variabel independen (eksogen) yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah lima
variabel sehingga ukuran sampel yang
dibutuhkan 75-100 subjek penelitian.
Besar sampel dalam penelitian ini
sebanyak 120 remaja dengan perbandingan
1:3 yang terdiri dari 30 remaja dengan
berat badan lebih (kelompok kasus) dan 90
remaja dengan berat badan normal
(kelompok kontrol).
3. Variabel Penelitian
Terdapat delapan variabel dalam penelitian
ini yang terdiri dari lima variabel eksogen
dan tiga variabel endogen. Variabel eksogen
yaitu persepsi ancaman, persepsi hambatan, persepsi manfaat, efikasi diri, dan pendidikan ibu. Variabel endogen yaitu aktivitas fisik, pola makan sehat, dan berat badan
lebih.
4. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel persepsi
ancaman meliputi persepsi kerentanan dan
keseriusan, yakni keyakinan seorang
remaja bahwa dirinya berisiko mengalami
berat badan lebih dan bisa menjadi parah.
Persepsi manfaat adalah persepsi yang
berkaitan dengan manfaat yang akan
dirasakan jika seorang remaja mengadopsi
perilaku yang dianjurkan.
Persepsi hambatan adalah persepsi
yang berkaitan dengan hambatan yang
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Niswah et al./ Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents
akan dirasakan jika seorang remaja mengadopsi perilaku yang dianjurkan. Efikasi
diri adalah kepercayaan pada kemampuan
sendiri untuk melakukan sesuatu. Pendidikan ibu adalah pendidikan terakhir ibu
dan kaitannya dengan cara ibu dalam memberikan arahan dan nasihat positif tentang
perilaku sehat untuk menghindari kejadian
berat badan lebih pada remaja. Aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Pola makan sehat adalah pengaturan
makanan yang mempertimbangkan asupan
kandungan zat gizi di dalamnya dan dalam
penelitian ini juga mencakup pola jajan
sehat. Berat badan lebih adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan
tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Standar berat badan lebih ditentukan
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh).
5. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Variabel yang diukur dalam penelitian
ini yakni persepsi ancaman, persepsi manfaat, persepsi hambatan, efikasi diri, pendidikan ibu, aktivitas fisik, pola makan sehat,
dan berat badan (IMT).
Tabel 1. Hasil uji reliabilitas
Variabel
Persepsi Ancaman
Persepsi Hambatan
Persepsi Manfaat
Efikasi Diri
Pendidikan Ibu
Pola Makan
Aktivitas Fisik
Item Total Correlation
≥ 0.40
≥ 0.53
≥ 0.61
≥ 0.57
≥ 0.52
≥ 0.74
≥ 0.54
HASIL
Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 2, dimana persentase subjek penelitian seimbang antara laki-laki dan
perempuan, yakni masing-masing 50%
dengan usia berkisar antara 12-18 tahun.
Perbandingan IMT subjek penelitian 1:3,
yang mana 25% memiliki berat badan lebih
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Aspek reliabilitas yang diuji adalah
konsistensi internal yang ditunjukkan oleh
korelasi item total (item-total correlation)
dan reliabilitas belah paroh yang ditunjukkan oleh Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan diperoleh r hitung
≥0.20, serta Alpha Cronbach ≥0.60, sehingga semua butir pertanyaan dinyatakan
reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner
dapat dilihat pada Tabel 1.
6. Analisis Data
Analisis univariat dilakukan untuk menampilkan data karakteristik subjek penelitian
dan deskripsi variabel penelitian. Analisis
bivariat bertujuan untuk menganalisis
pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen menggunakan uji ChiSquare.
Analisis multivariat menggunakan
analisis jalur untuk mengetahui pengaruh
langsung dan tidak langsung antara variabel eksogen terhadap variabel endogen
melalui melalui variabel antara. Langkah
analisis jalur, antara lain spesifikasi model,
identifikasi model, kesesuaian model,
estimasi, dan respesifikasi model.
Alpha Cronbach
0.68
0.80
0.79
0.76
0.68
0.88
0.71
dan 75% memiliki berat badan normal.
Tingkat pendidikan ibu subjek penelitian
berkisar antara SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi, dengan persentase terbanyak
Perguruan Tinggi (68.3%). Ini berarti kebanyakan ibu subjek penelitian memiliki pendidikan yang tinggi.
211
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
Hasil statistik deskriptif data kontinu
yang berupa persepsi ancaman, persepsi
hambatan, persepsi manfaat, pendidikan
ibu, efikasi diri, aktivitas fisik, pola makan
sehat, dan berat badan (IMT) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel
efikasi diri, persepsi ancaman, persepsi
Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik
Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
IMT
Pendidikan Ibu
manfaat, pendidikan ibu, aktivitas fisik,
dan pola makan memiliki hubungan yang
cukup kuat, signifikan, dan searah dengan
IMT. Sedangkan variabel persepsi hambatan memiliki hubungan yang cukup kuat,
signifikan, dan tidak searah dengan IMT.
Kategori
Laki-laki
Perempuan
12
13
14
15
16
17
18
Normal
Berat Badan Lebih
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Frekuensi
60
60
25
48
22
7
11
6
1
90
30
10
28
82
Persentase
50
50
20,8
40
18.3
5.8
9.1
5
0.8
75
25
8.3
23.3
68.3
Tabel 3. Analisis univariat variabel penelitian
Variabel
Persepsi Ancaman
Persepsi Hambatan
Persepsi Manfaat
Pendidikan Ibu
Efikasi Diri
Aktivitas Fisik
Pola Makan
IMT
N
120
120
120
120
120
120
120
120
Mean
22.65
11.18
38.96
2.12
13.26
11.93
13.02
21.85
SD
7.98
4.18
14.28
0.79
3.74
3.96
4.71
4.06
Min.
10
4
10
1
4
3
4
13.50
Maks.
35
20
63
3
20
19
20
34.70
Tabel 3 menunjukkan bahwa masingmenggambarkan seberapa jauh variasi
masing variabel memiliki keberagaman
data. SD yang kecil menunjukkan indikasi
data yang relatif kecil. Mean menggambarbahwa data representatif.
kan nilai rata-rata, standard deviation (SD)
Tabel 4. Analisis bivariat hubungan persepsi ancaman, persepsi hambatan,
persepsi manfaat, pendidikan ibu, efikasi diri, aktivitas fisik, dan pola makan
terhadap IMT remaja
Variabel
Persepsi Ancaman
Persepsi Hambatan
Persepsi Manfaat
Pendidikan Ibu
Efikasi Diri
Aktivitas Fisik
Pola Makan
212
r
-0.71
0.63
-0.76
-0.51
-0.61
-0.66
-0.78
p
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Niswah et al./ Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents
Gambar 1 menunjukkan model struktural setelah dilakukan estimasi menggunakan IBM SPSS AMOS 22, sehingga didapatkan nilai seperti pada gambar tersebut. Indikator yang menunjukan kesesuaian model
analisis jalur yaitu seperti pada tabel 5 juga
menunjukan adanya goodness of fit mea-
sure (pengukuran kecocokan model) bahwa
didapatkan hasil fit index (indeks kecocokan) CMIN sebesar 2.31 dengan p= 0.073,
NFI= 0.99, CFI= 0.99, RMSEA= 0.10 yang
berarti model empirik tersebut memenuhi
kriteria yang ditentukan dan dinyatakan
sesuai dengan data empirik.
Gambar 1. Model Struktural Analisis Jalur
Tabel 5. Hasil analisis jalur (path analysis)
Variabel dependen
Variabel independen
b*
Pengaruh Langsung
 Persepsi Hambatan
IMT
0.13
 Persepsi Manfaat
IMT
-0.10
 Persepsi Ancaman
IMT
-0.14
 Aktivitas Fisik
IMT
-0.24
 Pola Makan
IMT
-0.33
Pengaruh Tidak Langsung
 Pendidikan Ibu
Pola Makan
1.05
 Persepsi Hambatan
Pola Makan
-0.22
 Persepsi Manfaat
Pola Makan
0.10
 Persepsi Ancaman
Pola Makan
0.09
 Efikasi Diri
Pola Makan
0.22
 Efikasi Diri
Aktivitas Fisik
0.24
 Persepsi Hambatan
Aktivitas Fisik
-0.16
 Persepsi Ancaman
Aktivitas Fisik
0.14
 Persepsi Manfaat
Aktivitas Fisik
0.05
 Pendidikan Ibu
Aktivitas Fisik
0.86
N Observasi = 120
CFI
= 0.99
Model Fit
RMSEA = 0.10
CMIN = 2.31
b*= koefisien jalur tidak terstandarisasi
p
= 0.073
β**= koefisien jalur terstandarisasi
NFI
= 0.99
e-ISSN: 2549-1172 (online)
SE
p
β**
0.07
0.02
0.04
0.10
0.08
0.051
<0.001
<0.001
0.016
<0.001
0.14
-0.36
-0.28
-0.24
-0.38
0.41
0.07
0.02
0.04
0.09
0.06
0.05
0.03
0.01
0.30
0.010
0.002
<0.001
0.023
0.015
<0.001
0.002
<0.001
0.002
0.005
0.17
-0.19
0.31
0.16
0.17
0.23
-0.17
0.28
0.19
0.17
213
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
Tabel 5 menunjukkan bahwa IMT dipengaruhi langsung oleh persepsi hambatan, persepsi manfaat, persepsi ancaman, aktivitas
fisik, dan pola makan sehat.
Setiap peningkatan satu unit persepsi
hambatan akan meningkatkan IMT sebesar
0.13 unit (b= 0.13, SE= 0.07, p= 0.051).
Setiap peningkatan satu unit persepsi
manfaat akan menurunkan IMT sebesar
0.10 unit (b= -0.10, SE= 0.02, p< 0.001).
Setiap peningkatan satu unit persepsi
ancaman akan menurunkan IMT sebesar
0.14 unit (b= -0.14, SE= 0.04, p< 0.001).
Setiap peningkatan satu unit aktivitas
fisik akan menurunkan IMT sebesar 0.24
unit (b= -0.24, SE= 0.10, p= 0.016).
Setiap peningkatan satu unit pola
makan sehat akan menurunkan IMT sebesar 0.33 unit (b= -0.33, SE= 0.08, p<
0.001).
Pola makan sehat dipengaruhi oleh
pendidikan ibu. Setiap peningkatan satu
unit pendidikan ibu akan meningkatkan
pola makan sehat sebesar 1.05 unit (b=
1.05, SE= 0.41, p= 0.010).
Pola makan sehat dipengaruhi oleh
persepsi hambatan. Setiap peningkatan
satu unit persepsi hambatan akan menurunkan pola makan sehat sebesar 0.22 unit
(b= -0.22, SE= 0.07, p= 0.002).
Pola makan sehat dipengaruhi oleh
persepsi manfaat. Setiap peningkatan satu
unit persepsi manfaat akan meningkatkan
pola makan sehat sebesar 0.10 unit (b=
0.10, SE= 0.02, p< 0.001).
Pola makan sehat dipengaruhi oleh
persepsi ancaman. Setiap peningkatan satu
unit persepsi ancaman akan meningkatkan
pola makan sehat sebesar 0.09 unit (b=
0.09, SE= 0.04, p= 0.023).
Pola makan sehat dipengaruhi oleh
efikasi diri. Setiap peningkatan satu unit
efikasi diri akan meningkatkan pola makan
sehat sebesar 0.22 unit (b= 0.22, SE= 0.09,
p= 0.015).
214
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh efikasi
diri. Setiap peningkatan satu unit efikasi
diri akan meningkatkan aktivitas fisik sebesar 0.24 unit (b= 0.24, SE= 0.06, p<
0.001).
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh persepsi hambatan. Setiap peningkatan satu
unit persepsi hambatan akan menurunkan
aktivitas fisik sebesar -0.16 unit (b= -0.16,
SE= 0.05, p= 0.002).
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh persepsi ancaman. Setiap peningkatan satu
unit persepsi ancaman akan meningkatkan
aktivitas fisik sebesar 0.14 unit (b= 0.14,
SE= 0.03, p< 0.001).
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh persepsi manfaat. Setiap peningkatan satu unit
persepsi manfaat akan meningkatkan aktivitas fisik sebesar 0.05 unit (b= 0.05, SE=
0.01, p= 0.002).
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Setiap peningkatan satu unit
pendidikan ibu akan meningkatkan aktivitas fisik sebesar 0.22 unit (b= 0.86, SE=
0.30, p= 0.005).
PEMBAHASAN
1. Pengaruh antara Persepsi Hambatan terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Persepsi hambatan (perceived barrier)
yaitu hambatan yang ada dalam diri seseorang untuk berperilaku sehat. Hubungan
persepsi hambatan dengan perilaku sehat
adalah negatif. Jika persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi, maka perilaku
sehat tidak akan dilakukan (Priyoto, 2014;
Sulaeman, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada pengaruh positif langsung antara
persepsi hambatan dengan berat badan
lebih remaja, maupun pengaruh positif
tidak langsung, yakni melalui variabel
aktivitas fisik dan pola makan sehat, yang
secara statistik signifikan. Ini mengisyarate-ISSN: 2549-1172 (online)
Niswah et al./ Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents
kan bahwa semakin remaja merasakan
besarnya hambatan dalam melakukan perilaku sehat, maka keberhasilan untuk berperilaku tersebut semakin kecil, yang dapat
berakibat pada meningkatnya berat badan.
Hambatan yang dirasakan merupakan
suatu konsekuensi negatif potensial yang
mungkin timbul ketika mengambil tindakan tertentu, termasuk tuntutan fisik, psikologis, dan keuangan sesuai teori HBM yang
dikembangkan oleh Rosenstock (1994).
Beberapa remaja meyakini bahwa
orangtua atau keluarganya mudah mengalami kenaikan berat badan. Ini termasuk
dalam persepsi hambatan dan mendukung
teori Proverawati (2010) juga Guyton dan
Hall (2010) bahwa keluarga bukan hanya
berbagi gen, tetapi juga gaya hidup. Remaja
yang berasal dari keluarga yang juga mengalami berat badan lebih, akan lebih berisiko
memiliki berat badan lebih, terutama berkaitan dengan selalu tersedianya makanan
tinggi kalori dan aktivitas fisik tidak terlalu
diperhatikan (Sajawandi, 2015). Hal ini
senada pula dengan teori Indra (2006) dan
Mukhtiharti (2010) yang mengungkapkan
bahwa berat badan lebih erat kaitannya
dengan faktor genetik.
Sarwono (2010) menyebutkan tahap
perkembangan remaja, yaitu remaja awal,
remaja madya, dan remaja akhir. Remaja
madya memiliki sifat khas, yakni banyak
berinteraksi dan sangat membutuhkan
kawan-kawan. Ia senang jika banyak teman
yang mengakuinya. Memiliki kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri dan
menyukai teman-teman yang sama dengan
dirinya. Sifat ini dapat bermanfaat apabila
remaja bergaul dengan teman sebaya yang
memiliki perilaku sehat. Sebaliknya, ini
akan menjadi hambatan apabila remaja
bergaul dengan teman yang berperilaku
tidak sehat. Karena sangat mungkin remaja
menjadi terpengaruh untuk berperilaku
tidak sehat.
e-ISSN: 2549-1172 (online)
2. Pengaruh antara Persepsi Manfaat
terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Persepsi manfaat berkaitan dengan manfaat yang akan dirasakan jika seseorang
mengadopsi perilaku yang dianjurkan, termasuk menimbang keuntungan yang diperoleh antara biaya yang dikeluarkan dengan
tingkat sakitnya (Sulaeman, 2016).
Hasil analisis jalur pada penelitian ini
menunjukkan bahwa persepsi manfaat berpengaruh negatif langsung maupun tidak
langsung terhadap berat badan lebih
remaja. Remaja yang merasakan manfaat
berat badan ideal yakni lebih percaya diri,
lebih mudah bergaul, lincah dalam beraktivitas, dan tidak rentan dibuli, cenderung melakukan perilaku sehat berupa
aktivitas fisik dan pola makan yang baik.
Remaja yang memiliki persepsi manfaat
kuat lebih sadar untuk melakukan hal-hal
yang dapat menghindarkan diri dari berat
badan lebih.
3. Pengaruh antara Persepsi Ancaman terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Persepsi ancaman meliputi persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan atau keparahan. Semakin besar risiko yang dirasakan
seseorang tentang suatu penyakit, semakin
besar kemungkinan terlibat dalam perilaku
untuk mengurangi risiko tersebut. Dengan
kata lain, semakin tinggi persepsi ancaman,
semakin besar motivasi untuk melakukan
perilaku sehat (Sulaeman, 2016).
Hasil analisis jalur menunjukkan adanya hubungan langsung maupun tidak
langsung antara persepsi ancaman dengan
berat badan lebih remaja. Remaja yang memiliki persepsi tinggi tentang ancaman
berat badan lebih, merasa mudah mengalami kenaikan berat badan, atau merasa
sulit menurunkan berat badan, cenderung
melakukan aktivitas fisik teratur dan menerapkan pola makan sehat.
215
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
4. Pengaruh antara Aktivitas Fisik
terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Sajawandi (2015) menyebutkan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi berat
badan adalah aktivitas fisik. Seseorang yang
hidupnya kurang aktif atau tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan
cenderung mengalami kelebihan berat
badan (Budiyati, 2011; Maidelwita, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas fisik berpengaruh negatif langsung
terhadap berat badan lebih remaja. Remaja
yang kurang melakukan aktivitas fisik berpotensi memiliki berat badan lebih (IMT
tinggi). Upaya untuk melakukan aktifitas
fisik dipengaruhi pula oleh persepsi ancaman, persepsi hambatan, persepsi manfaat,
efikasi diri, dan pendidikan ibu. Beberapa
variabel tersebut yang memberikan pengaruh paling besar adalah efikasi diri dan
pendidikan ibu.
Remaja membutuhkan aktivitas fisik
karena bermanfaat untuk pertumbuhan
yang optimal. Keuntungan aktivitas fisik
bagi remaja antara lain membantu menjaga
otot dan sendi tetap sehat, meningkatkan
suasana hati, menurunkan kecemasan,
stres dan depresi (faktor yang berkontribusi
pada penambahan berat badan), meningkatkan kualitas tidur, menurunkan risiko
penyakit penyakit jantung, stroke, tekanan
darah tinggi, dan diabetes, meningkatkan
sirkulasi darah, meningkatkan fungsi organ
vital seperti jantung dan paru-paru, dan
menurunkan risiko kanker akibat kelebihan
berat badan (Nurmalina, 2011).
5. Pengaruh antara Pola Makan Sehat
terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Faktor lain yang memengaruhi berat badan
adalah pola makan. Seseorang yang sering
mengkonsumsi makanan tinggi lemak akan
cenderung mengalami kelebihan berat
badan (Budiyati, 2011; Maidelwita, 2012).
216
Beberapa penyebab pola makan yang
mempengaruhi berat badan lebih diantaranya adalah mengenai apa yang biasa
dimakan dan berapa kali dimakan (Sajawandi, 2015).
Hasil analisis jalur menunjukkan
bahwa pola makan sehat berpengaruh
negatif langsung terhadap berat badan
lebih remaja. Remaja dengan pola makan
yang sehat cenderung memiliki IMT yang
normal, sedangkan remaja dengan pola
makan yang kurang sehat cenderung memiliki IMT lebih (berat badan lebih).
6. Pengaruh antara Pendidikan Ibu
terhadap Berat Badan Lebih
Remaja
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa
pendidikan ibu berpengaruh besar dan
signifikan terhadap pola makan sehat.
Hasil penelitian ini senada dengan teori
Suhardjo (2007) bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap perubahan sikap
dan perilaku hidup sehat.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan
gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam
hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi seseorang terutama dalam
menerima hal baru.
Pendidikan ibu berkaitan dengan cara
ibu dalam menanamkan nilai-nilai pada
remaja tentang pentingnya perilaku hidup
sehat, diantaranya dengan beraktivitas fisik
dan membiasakan pola makan yang sehat.
7. Pengaruh antara Efikasi Diri terhadap Berat Badan Lebih Remaja
Efikasi diri mengacu pada persepsi individu
tentang kompetensi untuk berhasil melakukan perilaku. Jika seseorang percaya suatu
perilaku baru berguna (persepsi manfaat),
tetapi berpikir dia tidak mampu melakukannya (persepsi hambatan), maka dia
tidak akan melakukan perilaku tersebut.
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Niswah et al./ Factors Associated with Overweight and Obesity in Adolescents
Namun dengan hanya yakin bahwa dia
mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya (efikasi diri), maka dia
justru
akan
mampu
melakukannya
(Priyoto, 2014; Sulaeman, 2016).
Hasil analisis jalur menunjukkan
bahwa efikasi diri berpengaruh besar dan
signifikan terhadap aktivitas fisik dan pola
makan sehat remaja. Ini sesuai dengan
teori Bandura dalam Feist dan Feist (2010)
bahwa efikasi diri merupakan salah satu hal
penting dalam diri individu. Efikasi diri
berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang sebagi motivasi untuk lebih giat
melakukan aktifitas.
REFERENCE
American Academy of Pediatrics Comitte
on Nutrition (2016). Chilhood Obesity. Diakses dari: https://ihcw.aap.org/Documents/POPOT/PDFs/obesit
y_issuebrief2008.pdf. Diakses 27
Februari 2017.
Budiyati (2011). Analisis Faktor Penyebab
Obesitas pada Anak Usia Sekolah di
SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang.
Tesis Univeristas Indonesia Jakarta:
tidak diterbitkan.
Feist J, Feist (2010). Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Guyton, Hall (2007). Bahan Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Indra MR (2006). Dasar Genetik Obesitas
Viseral. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
22(1).
Kementerian Kesehatan RI (2013). Riset
Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
_____ (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Kuniasih (2010). Sehat dan Bugar Berkat
Gizi Seimbang. Jakarta: Gramedia.
Maidelwita Y (2012). Pengaruh Faktor
Genetik, Pola Konsumsi, dan Aktivitas
Fisik dengan Kejadian Obesitas pada
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Anak Kelas 4-6 SBI Percobaan Ujung
Gurun Padang. KTI STIKes MERCUBAKTIJAYA, Padang.
Mukhtiharti (2010). Faktor Risiko Kejadian
Obesitas pada Remaja SMAN 2 dan 3
di Kota Pekalongan Tahun 2010.
Tugas Akhir Universitas Pekalongan:
tidak diterbitkan.
Murti B (2013). Desain dan Ukuran Sampel
untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan.
Nurmalina R (2011). Pencegahan dan
Manajemen Obesitas. Bandung: Elex
Media Komputindo.
Priyoto (2014). Teori Sikap dan Perilaku
dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Proverawati A (2010). Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rosenstock I, Strecher V, Becker M (1994).
The Health Belief Model and HIV risk
behavior change. In R.J. DiClemente,
and J.L. Peterson (Eds.), Preventing
AIDS: Theories and Methods of
Behavioral Interventions. New York:
Plenum Press.
Sajawandi L (2015). Pengaruh Obesitas
pada Perkembangan Siswa Sekolah
Dasar dan Penanganannya dari Pihak
Sekolah dan Keluarga. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 1(2).
Sartika R (2011). Faktor Risiko Obesitas
pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia.
Makara Kesehatan, 15(1): 37-43.
Sarwono P (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Soegih, Wiramihardja (2009). Obesitas;
Permasalaan dan Terapi Praktis.
Jakarta: Sagung Seto.
Sulaeman ES (2016). Pembelajaran Model
dan Teori Perilaku Kesehatan; Konsep
dan Aplikasi. Surakarta: UNS Press.
Sundari D (2016). Gambaran Self Esteem
(Harga Diri) Mahasiswi Usia 19-21
217
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 208-218
https://doi.org/10.26911/thejhpb.2017.02.03.02
Tahun yang Mengalami Obesitas di
Asrama Akbid Ngudi Waluyo. Karya
Tulis Ilmiah STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran.
Sutjijoso AR, Miranda DZ (2009). Harga
Diri dan Prestasi Belajar pada Remaja
yang Obesitas. Jurnal Psikologi, 3(1).
Trijayanti, Lely M, Ida T, Fatma PSA,
Hasan KF, Alvin (2013). Centong
Digital Praktis dan Sehat dengan
Sistem Otomatis Penimbang Berat
218
Makanan untuk Mencegah Obesitas
Dini Sebagai Pendukung Program
Hidup Sehat Masyarakat Indonesia.
Karya Tulis Ilmiah IPB. Diakses dari
http://repository.ipb.ac.id/handle/12
3456789/73699 pada 8 Maret 2017.
WHO (2016). Obesity and Overweight.
Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/
pada 27 Februari 2017.
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Download