BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage, yang artinya mengatur. Menurut Hasibuan (2010) Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses sumber daya manusia dan sumber-sumber lain secara efektif dan efisien Menurut G.R Terry (2010), fungsi manajemen telah dipadatkan menjadi empat buah fungsi yaitu perencanaan (planning), penataan (organizing), Pelaksanaan (Actuating), dan pengendalian (controlling). 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam mebantu terwujudnya tujuan-tujuan perusahaan,karyawan,dan masyarakat (Hasibuan,2010). Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari fungsi anajemen yaitu organizing dan controlling. Mangkunegara (2011) mendefiniskan manajemen sumber daya manusia pengkoordinasian, merupakan pelaksanaan, suatu dan perencanaan, pengawasan pengorganisasian, terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 11 12 2.1.3 Hubungan Antara Manajemen Sumber Daya Manusia dengan Self Efficacy, Goal Setting, dan Work performance : Menurut Mondy R W (2008) manajemen sumber daya manusia bertujuan pada pemanfaatan para individu untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu untuk mendapatkan proses peningkatan pada fungsi sumber daya manusia yang baik bagi perusahaan dibutuhkan adanya peningkatan pada self efficacy, dan goal setting agar berdapak pada work performance perusahaan sebagai tujuan organisasi. Salah satu unsur tenaga kerja yang perlu dikelola adalah dengan memaksimalkan kinerja atau work performance karyawan yang bekerja. Karyawan yang merupakan salah satu sumber daya yang menjalankan perusahaan agar mencapai tujuan nya perlu untuk ditingkatkan kinerja atau work performance mereka agar maksimal. Mencapai tujuan yang telah diberikan oleh perusahaan, dapat dikatakan bahwa seorang karyawan perlu meningkatkan work performance mereka agar semua tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan dapat dijalankan dan dicapai. Dalam menjalankan dan mencapai tugas yang diberikan oleh perusahaan seorang karyawan perlu adanya penetapan tujuan bagi dirinya, agar ia menegerti apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai untuk membantu perusahaan mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu penetapan tujuan perlu diberikna berupa goal seting yang dibentuk oleh perusahaan atau dapat juga dikatakan sebagai target perusahaan, agar karyawan dapat menetapkan tujuan mereka berdasarkan goal setting yang diberikan oleh perusahaan terhadap mereka. Mencapai work performance yang baik dan maksimal bagi karyawan, tidak hanya membutuhkan goal setting sebagai penetapa tujuan atas apa yang harus 13 dicapai namun dibutuhkan adanya keyakinan diri karyawan dalam mencapai tugas dan target yang diberikan oleh perusahaan. Self efficacy yang merupakan keyakinan diri karyawan atas kemampuannya untuk berhasil sangat diperlukan guna mendorong work performance sesorang agar maksimal. Karyawan yang tidak memiliki self efficacy tidak akan memiliki work performance yang baik dan maksimal jika hanya memiliki goal setting. Seseorang tidak akan memiliki kinerja yang baik dan tidak dapat mencapai tujuan dan target yang diberikan jika ia tidak memiliki keyakinan dalam menjalankan hal tersebut. Oleh sebab itu, self efficacy dan goal setting merupakan faktor faktor yang dapat mendorong kinerja seorang karyawan dalam menjalankan pekerjaannnya. Jika work performance karyawan yang mana sebagai salah satu unsur sumber daya manusia dalam perusahaan dapat di maksimalkan, hal ini dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya dari segi sumber daya manusia yang mereka miliki. 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Bandura (2010) mengatakan, self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu. Menurut Dale Schunk (2001) self efficacy mempengaruhi seseorang dalam memilih kegiatannya. Individu dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari hal-hal yang melibatkan banyak tugas, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan individu dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar dalam memotivasi dirinya untuk mengerjakan tugastugas yang dianggap menantang. Bandura (2010) mengemukan, bahwa 14 keyakinan self efficacy juga mempengaruhi pemilihan tugas, usaha, ketekunan, ketahanan, dan prestasi. 2.1.2Dimensi Pengukuran Self Efficacy Menurut Bandura (2010), pengukuran self efficacy yang dimilki seseorang mengacu pada tiga dimensi. Ia menyebutkan bahwa ada tiga dimensi self efficacy, yaitu magnitude, generality, dan strength. a. Magnitude Dimensi magnitude ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan self efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan mengalihkan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas kemampuan yang dimilikinya. b. Generality Dimensi generality ini berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri dapat berbeda dalam hal generalisasi. Maksudnya seseorang mungkin menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja. c. Strength Dimensi strength ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat self efficacy yang lebih rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya. Sedangkan, orang yang memiliki self efficacy yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya memperlemahnya. meskipun dijumpai pengalaman yang 15 2.1.3 Fungsi Self Efficacy Self efficacy seseorang merupakan hal yang kuat dalam menentukan seseorang akan bertindak, berpikir, dan bereaksi sewaktu menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan (Bandura, 2010). Dapat dilihat dari dimensi self efficacy yaitu magnitude, generality, dan strenght bahwa self efficacy berhubungan dengan bagaimana seseorang membedakan tingkat kesulitan tugas sehingga mereka akan cenderung menjadi pemilih dalam manjalankan tugas, memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghadapi tantangan yang diberikan, memiliki tingkat kekuaan yang didasarkan pada pengalaman keberhasilan. Sehingga dari uraian dimensidimensi pada self efficay, akan menghasilkan fungsi-fungsi dari sel efficacy yang akan berpengaruh bagi karyawan yaitu ; a. Pemilihan aktivitas Dalam kehidupan sehari-hari individu dituntut untuk membuat keputusan mengenai aktivitas-aktivitas yang akan dijalani dan berapa lama waktu yang di butuhkan untuk menjalaninya. Pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh penilaian diri terhadap kemampuan yang dimilikinya (Bandura, 1986).Apabila individu tersebut dihadapkan pada aktivitas atau situasi yang dianggap melampaui kemampuannya, maka akan terjadi kecenderungan untuk menghindari situasi tersebut dan akan memilih aktivitas yang dinilai mampu untuk dilakukan. Pengaruh self efficacy yang baik adalah ketika keyakinan yang dimiliki seorang individu dapat mendorongnya untuk memilih aktivitas yang realitis dan menantang, perkembangan kemampuan yang dimilikinya. serta memotivasi 16 b. Besarnya usaha dan daya tahan dalam menghadapi rintangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Penilaian self efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan dan berapa lama seseorang akan kuat dalam menghadapi kesulitan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self efficacy yang dimilki individu, maka semakin giat usaha yang dilakukan saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Sebaliknya individu dengan self efficacy rendah akan mengurangi usahanya atau menyerah pada situasi yang tidak menyenangkan. c. Pola berpikir dan reaksi emosional Individu yang memiliki self efficacy tinggi akan lebih berpacu pada rintanganyang dihadapinya dan menganggap kegagalan yang didapatnya adalah hasil darikurangnya usaha yang dilakukan. Sebaliknya individu dengan self efficacyrendah cenderung memandang kesulitan lebih berat dari yang sebenarnya. Polapikir inilah yang menciptakan stres dan menghambat penggunaan kemampuandiri secara optimal sehingga kegagalan yang didapat adalah hasil dari rendahnya kemampuan yang dimiliki. d. Sebagai peramal tingkah laku selanjutnya Dengan demikian orang-orang yang memiliki self efficacy tinggi memiliki keterlibatan yang lebih banyak dengan lingkungansekitarnya. Demikian pula dalam mengerjakan tugas dimasa yang akan datang dia akan menjadi lebih terlibat dan tidak mudah menyerah karena menurut mereka usaha yag dihasilkan disebabkan karena kerja keras dan kemampuan mereka. Sebaliknya bagi orang yangmemiliki self efficacy yang rendah ia akan 17 menghindar dariketerlibatan mengerjakan tugas bahkan cenderung lebih pemalu dan pasrah dalam menerima hasil. e. Sebagai penentu performasi selanjutnya Banyak hasil penelitian yang menunjukan bahwa self efficacy secara signifikan mempengaruhi prestasi kerja yang ditampilkan seseorang.Solomon (dalam Stenberg, 1990) mengatakan bahwa selain dapat meningkatkan performance atau kinerja, self efficacy juga dapat meningkatkan besarnya usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah, yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja individu tersebut. Penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan seseorang dalam menjalankan tugas. Kepuasan dalam bekerja juga dapat diperoleh dari situasi dimana penghasilan dan kepuasan diri serta meningkatkan self efficacy dalam diri terjadi secara bersamaan Seorang yang mempunyai self efficacy yang tinggi, maka harapan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik juga tinggi, yang pada akhirnya individu tersebut akan menentukan goal yang tinggi juga 2. 2 Goal Setting 2.2.1. Pengertian Goal Setting Locke (1990) mengemukakan bahwa penetapan tujuan untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Untuk memahami motivasi kerja dan mengembangkan teknik untuk meningkatkan motivasi kerja diantara para pekerja. Salah satu caranya adalah menggunakan teori mengenai goal setting. Goal setting adalah penetapan apa yang hendak dicapai seseorang (Lock dan Lantham dalam Woolfolk,1998). Locke dan Latham (dalam Pintrich & Schunk, 18 1996) mengatakan bahwa definisi goal adalah sesuatu yang secara sadar diusahakan individu agar tercapai,tetapi hal tersebut berada diluar individu tersebut. Menurut Newstrom dan Davis (1996), goal adalah target dan objektif untuk performasi dimasa yang akan datang.Locke (1990) menyatakan bahwa setiap orang akan membuat perhitungan dalam membuat goal. Ketika seseorang telah menentukan goal untuk dirinya makaia akan memiliki motivasi dan berusaha untuk mencapai goal yang telahdibuatnya. Goal tersebut akan mempengaruhi performance mereka dalam bekerja. Goal setting bisa bekerja sebagai proses motivasional karena goal setting bisa menciptakan diskrepansi antara performance saat ini dengan performance yang diharapkan. Misalnya pada shopping assistant atau customer service dapat dilihat jika performance-nya saat ini lebih rendah dari goal yang telah ditetapkannya maka dapat terlihat gap atau deskrepansi diantaranya dan hal ini dapat menjadi motivator bagi dirinya. Kotler (1988) mengemukakan bahwa, semakin tinggi motivasi seorang penjual, maka semakin besar juga usaha yang dilakukannya, semakin besar usaha akan menghasilkan performance yang semakin tinggi, performance yang semakin tinggi akan menghasilkan reward yang lebih besar, reward yang lebih besar akan menghasilkan kepuasan yang lebih besar, dan kepuasan yang lebih besar akan menghasilkan motivasi yang lebih besar. Griffin dan Ebbert (1996) mengatakan bahwa goal setting mempunyai dua karakteristik utama. Pertama, goal setting yang ditetapkan mempunyai derajat kesulitan menengah. Bila suatu goal terlalu mudah, goal tersebut tidak akan meningkatkan usaha dan motivasi. Tetapi goal yang terlalu sulit juga tidak memotivasi karyawan. Kedua, tujuan harus bersifat spesifik. Suatu goal yang dengan 19 contoh ditetapkan sebagai“do your best” misalnya, goal jenis ini tidak akan memotivasi karyawan setinggi jenis goal yang spesifik. Ke-spesifik-kan tujuan ini digunakan untuk memfokuskan perhatian dan energi tepat pada apa yang harus dilakukan. Dari pendapat para ahli di atas dapat serta disimpulkan untuk goal setting bahwa pengertian berdasarkan penetapan sasaran atau target berorientasi hasil. Manajemen yang berorientasi dengan hal ini dianggap lebih baik karena lebih menekankan pencapaian hasil, kesempatan sehingga memberi manajemen yang sasaran pada kepada tenaga kerja untuk mengerti bagaimana seharusnya bekerja, dan hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan lebih terbina karena terjadi interaksi antara yang memberi tugas dengan pelaksana. Secara umum pengertian goal setting ini adalah penetapan sasaran atau target yang akan dicapai tenaga kerja. 2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Goal Setting Menurut Davis & Newstrom (1990) mnyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi goal setting adalah penerimaan,komitmen dan spesifikasi. Untuk menjelaskan bagaimana terjadinya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sistem penetapan sasaran atau target berdasarkan hasil ini (goal setting), di bawah ini akan dijelaskan pengertian satu persatu faktor-faktor tersebut. • Penerimaan Penerimaan terhadap sasaran atau target yang ditetapkan untuk karyawan bertujuan terjadi karena adanya kemauan untuk menerima target yang dibebankan, sasaran yang efektif tidak hanya cukup diketahui saja tetapi juga harus dapat diterima tenaga kerja untuk dilaksanakan. • Komitmen 20 Pengertian komitmen secara umum adalah adanya suatu kesepakatan atau persetujuan antara karyawan dengan perusahaan. Gibson dkk (1985) mengemukakan pengertian komitmen adalah keadaan yang melibatkan identifikasi dan loyalitas yang diwujudkan terhadap perusahaan tempat individu berkerja. • Spesifikasi Pengertian spesifikasi atau kesamaan sasaran tujuan menurut Gibson dkk,(1985) adalah derajat secara kuantitatif dari pada sasaran atau tujuan itu. • Umpan Balik Umpan balik kerja ini adalah informasi yang berasal dari dalam pengolahanpekerjaan, informasi dari orang lain, bagaimana keadaan pelaksanaan pekerjaanyang dilakukan apakah tergolong sukses, berhasil atau tidak berhasil. • Partisipasi Menurut Beac (1975) partisipasi adalah proses yang melibatkan tenaga kerja dalam aktivitas organisasi secara mental dan fisik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa partisipasi umumnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengemukakan sumbangan pikiran terhadap pemecahan masalah dan tindak lanjut pelaksanaan kerja. • Tantangan Adanya tingkat tantangan dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan akan membuat karyawan bekerja lebih keras dan bersungguh-sungguh dari pada tidak ada tantangan sama sekali. 21 2.2.3. Faktor-Faktor Yang Dipengaruhi Goal Setting Locke (1981 dalam Bandura, 1986) mengemukakan proses bagaimana goal pada goal setting dapat meningkatkan kinerja dari seseorang, Mekanisme tersebut adalah: • Mengarahkan perhatian dan aktivitas untuk mecapai goal • Meningkatkan daya usaha dalam pencapaian target usaha • Meningkatkan daya tahan ketekunan serta keuletan dalam mencapai target usaha. • Mengembangkan strategi pencapaian goal. Menurut Locke et al (1990) hubungan antara goal dan performance yang ditampilkan digambarkan dalam bentuk kurva linear,yang berarti semakin sulit atau detail suatu goal maka semakin tinggi juga performance yang dicapai. Akan tetapi ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu • Kemampuan (ability) yang memadai • Penerimaan (acceptence) terhadap sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu karyawan ikut menentukan goal untuk dirinya sendiri. • Diberikannya umpan balik. Karyawan diminta untuk menentukan goalnya sendiri agar bisa menerima hasil yang didapat. Menurut Locke dan Lantham (dalam Baron & Byrne, 1994) motivasi seseorang meningkat tinggi ketika individu mempunyai goal yang spesifik sesuai dengan pekerjaan mereka. Hal ini terjadi karena individu tersebut membandingkan antara performance individu saat ini dengan performance yang 22 dibutuhkan untuk mencapai goal yang ditentukan. jika ada perbedaan maka para pekerja biasannya meningkatkan usaha mereka dalam rangka mencapai goal yang ditentukan. Dilihat dari penjelasan diatas mengenai faktor faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh goal setting maka dimensi konseptual diturunkan dari kajian diatas dimana berdasarkan faktor yang mempengaruhi yaitu, penerimaan, spesifkasi,komitmen,umpan balik, dan tantangan juga pada faktor yang dipengaruhi yaitu, mengarahkan aktivitas untuk mecapai goal, meningkatkan daya usaha dalam pencapaian target, Sebagai umpan balik penetapan goal bagi karyawan agar tercapai. Oleh karena itu goal setting yang dibuat harus dibentuk dalam dimensi SMART goal setting. 2.2.4. Dimensi Goal setting Latham dan Locke (2006) mengemukakan, dengan menggunakan akronim bahasa inggris SMART objective berikut ini adalah aspek yang dapat mengukur dan menjelaskan mengenai tujuan yang dimiliki oleh seorang karyawan . 1. Specific Tujuan yang spesifik menunjukkan kepada karyawan apa yang harus dilakukannya disertai prosedur pencapaian, dan hasil yang diharapkan perusahaan. 2. Measurable Tujuan yang ditetakan harus dapat diukur dalam pengertian kuantitatif dan kualitatif. 3. Assignable 23 Assignable yang dimaksudkan disini adalah goal setting yang dibuat harus bisa di kerjakan oleh individual ataupun group. 4. Realistic Tujuan harus yang realistis dan menantang namun dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu 5. Time-based Hasil pencapaian tujuan harus tetap dan dalam kurun waktu yangtelah ditentukan. 2.3 Work performance ( Kinerja ) Istilah Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai seseorang). Pengertian Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. (Mangkunegara,P-67:2011) 2.3.1 Pengertian Work Performance (Kinerja ) Work performance atau Kinerja karyawan memiliki beberapa pengertian yang merupakan pandangan para ahli, yaitu; • Menurut Mangkunegara (2006), pengertian Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, • Menurut Nindyati (2003), pemahaman tentang kinerja tidak bisadilepaskan dari pemahaman yang bersifat multi dimensional. 24 Kemauan dankemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan dapat terlihat dari kinerjanya, dalam usaha penerapan konsep, gagasan, ide, dengan efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Tetapi kemampuan ini bukan hanya pada kemampuan mengelola, tetapi memimpin dan mengaplikasikan semua kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dalam suatu unit perusahaan. • Menurut Hasibuan (2010) Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam kepadanya yang melaksanakan didasarkan atas tugas-tugas kecakapan yang dibebankan ,pengalaman dan kesungguhan serta waktu yang diberikan. Kinerja merupakan gabungan 3 faktor penting yaitu,kemampuan dan minat seseorang, kemampua menerima penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seseorang. Semakin tinggi tingkat faktor tersebut, makan semakin tinggi kinerja atau prestasi kerja karyawan. Dengan demikian, work performance berarti prestasi atau konstribusi yang diberikan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta fungsinya sebagai karyawan dari perusahaan. Selain itu, work performance dibatasi sebagai hasil dari perilaku kerja karyawan yang menunjang tercapainya output atau prestasi dan berkaitan dengan usaha untuk menyelesaikan tugasnya pada periode waktu tertentu. Berdasarkan pada definisi-definisi kinerja karyawan dari para ahli maka dapat disimpulkan bahwa work performance merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu atau tugas tertentu yangdiakibatkan oleh kemampuan alami ataupun 25 kemampuan yang didapat dari prosesbelajar serta keinginan karyawan untuk berprestasi. Work performance ataupun kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Work Performance adalah apa yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi bagi perusahaan atau organisasi. Informasi penilaian work performance dapat digunakan supervisor untuk mengelola work performance para karyawan. Dari Data yang diperoleh dapat digunakan kembali untuk mengetahui mengenai penyebab-penyebab kelemahanmaupun keberhasilan dari work performance karyawan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan target perusahaan atau langkah- langkah perbaikan yang akan diambil selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi. 2.3.2 Dimensi-Dimensi Work Performance (Kinerja Karyawan) Berdasarkan pendapat Simamora (Mangkunegara, 2009: 14) yang mengatakan bahwa kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor atau dimensi, yaitu faktor/dimensi individual (atribut individu), faktor/dimensi psikologis (upaya kerja atau work effort) dan faktor/dimensi organisasi (dukungan organisasi). Dengan pendapat tersbeut, dirangkai suatu definisi konseptual variabel penelitian bahwa kinerja adalah sebagai hasil–hasil yang dicapai oleh individu dalam melaksanakan tugas yang telah diembankan kepadanya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, yang meliputi atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi. Definisi konseptual ini diturunkan menjadi tiga dimensi kajian sebagai berikut: 26 1. Dimensi atribut individu, Indikator : Kemampuan, Latar Belakang 2. Dimensi Psikologis Indikator : Persepsi, Attitude, Personality, Pembelajaran, Motivasi 3. Dimensi dukungan organisasi. Indikator: Sumber daya, Kepemimpinan, Penghargaan, Struktur organisasi 2.3.2 Aspek-Aspek Penilaian Work Performance Penilaian work performance dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related) dan adanya standar pelaksanaan kerja (performance standar). Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, makastandar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkansetiap pekerja (Notoatmodjo, 1992:133). Sedangkan menurut Ranupandojo (2000), pemilihan aspek-aspek yang digunakan dalam penilaian work performance merupakan hal yang paling sulit dan memerlukan pertimbangan yang mendalam dari pihak manajemen perusahaan.Aspek yang dipilih biasanya berkisar antara 4 sampai dengan 12 aspek. Sebenarnya semakin banyak aspek yag dipertimbangkan semakin teliti penilaian tersebut. Tetapi yang penting adalah apakah aspek-aspek tersebut cukup mewakili persyaratan prestasi kerja yang dinilai. Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan dari Ranupandojo (2000), yaitu ada empat aspek yang biasa dipakai untuk menilai work performance yaitu: a. Kualitas kerja : ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. 27 b. Kuantitas kerja : output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output rutin, tetapi juga seberapa cepat bisa menyelesaikan kerja “ekstra”. c. Dapat tidaknya diandalkan : mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan. d. Sikap : sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama. Sesuai dengan analisis penilaian prestasi kerja yang diinginkan, maka tidak semua proses penilaiannya yang telah disebutkan sebelumnya dilibatkan, akan tetapi dibatasi pada proses penilaian perilaku (behavioral). Hal ini merupakan tahapan yang sebelumnya menggunakan skala penilaian, yaitu memformulasikan terlebih dahulu faktor-faktor dari sifat dan karakteristik pekerja ke dalam bentuk perilaku yang dapat diukur (As’ad,1991:27). Penilaian sifat dan karakteristik pekerja yang digambarkan ke dalam bentuk perilaku yang dapat diukur tersebut dapat diklasifikasikan menurut penjelasan maupun contoh yang diambil dari beberapa sumber bacaan, antara lain: 1. Ahmad S. Ruky dalam bukunya Sistem Manajemen Kinerja (2002: 47-48) menyebutkan bahwa ada enam karakteristik kepribadian atau disebut juga sebagai karakteristik inti yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di perusahaan yaitu : teliti, akurat, taat aturan dan prosedur, gesit/cepat, penuh konsentrasi, dan ramah/sopan. 2. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy, dalam bukunya Managing Human Resource (2009) menyebutkan empat karakteristik, yaitu: decisiveness (ketegasan), reliability (dapat dipercaya/diandalkan), (loyalitas/lama bekerja). energy (kekuatan/daya kerja), dan loyality 28 3. Noe.et.al.,(2000:286) di dalam bukunya Human Resource Management menyebutkan ada sepuluh faktor penilaian terkait dengan dimensi prestasi kerja, yaitu; Knowledge (pengetahuan), Communication (komunikasi), Judgment (keputusan), Managerial skill (keterampilan manajerial), Quality performance (kualitas prestasi kerja), Teamwork (kerja sama), Interpersonal skill (keterampilan hubungan antar karyawan), Initiative (inisiatif), Creativity (kreatifitas), Problem solving (pemecahan masalah). 4. Bittel dan Newstrom (1996) di dalam bukunya yang berjudul What Every Supervisor Should Know atau yang telah diterjemahkan ke dalam Indonesia dengan judul Pedoman Bagi Penyelia disebutkan ada delapan faktor work performance, yaitu: mutu pekerjaan, kuantitas pekerjaan, keandalan, sikap, inisiatif, kerumahtanggaan, kehadiran, potensi pertumbuhan dan kemajuan. 5. As’ad di dalam bukunya Psikologi Industri (1991:27) menyebutkan empat kriteria karakteristik work performance, yaitu: pengetahuan kerja, motivasi, hubungan antar individu, dan supervisi. 2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work Performance Timpe (1999) mengemukakan, faktor-faktor work performance terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal : • Faktor internal (disposisional) faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuannya (self efficacy) , work performance seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai work performance buruk disebabkan 29 orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. • Faktor eksternal Faktor yang mempengaruhi work performance seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, target/goal, sikap, dan tindakantindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Sedangkan Anoraga (2001) mengatakan, pada umumnya orang menganggap bahwa gaji yang tinggi, pendapatan yang tinggi akan mendorong seseorang karyawan untuk berprestasi serta mendorong karyawan untuk puas dengan pekerjaan serta lingkungan kerjanya. Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk merasa berprestasi dan meningkatkan kinerja mereka, bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting, bersemangat dalam menjalankannya dan tidak mengeluh tentang pekerjannya. Mereka memperoleh kepuasan setelah berhasil menyelesaikan pekerjaann yang sulit (Anoraga, 2001). Sehingga dengan melihat faktor internal dan eksternal yang dinyatakan oleh Timpe(1999), bahwa Work Performance (Kinerja karyawan) dipengaruhi oleh self efficacy dan goal setting. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti mengenai hubungan self efficacy dan goal setting dengan work performance pada shopping assitant dan customer service 2.4 Kajian hasil penelitian terdahulu Berikut ini adalah hasil- hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan 30 dengan penelitian sebagai berikut : Self Efficacy dan Work Performance Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry Schoenfeld, dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors of Performance: An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food Stores”mengemukakan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan performance dan self efficacy memiliki pengaruh yang positif terhadap kenaikan tingkat performance. Dilihat dari penelitian ini self effiacy dapat menjadi faktor prediktor dalam meningkatkan kinerja atau performance. Peneliti menguji self efficacy dengan konsep bandura dan terbukti dengan hasilnya bahwa dengan self efficacy yang tinggi dapat mengakibatkan performance yang lebih baik. Konsep self efficacy yang baik harus diterapkan pada diri seorang entrepreuner agar performance perusahaan yang dijalankan dapat meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Steven H. Appelbaum dan Alan Hare , dengan judul “Self Efficacy as a Mediator of Goal Setting amd Performance” dalam penelitin yang digunakan untuk Human Resources Application memberikan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara self efficacy karyawan terhadap performance karyawan. Dari penelitian ini terihat bahwa self efficacy tidak hanya secara langsung mempengaruhi performance namun ternyata juga dapat menjadi faktor mediator antara goal setting terhadap performance karyawan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa self efficacy akan meningkatkan performance jika tingkat keyakinan diri sesorang tinggi ketika dihadapkan pada pekerjaan yang memiliki target tujuan dan berdasarkan pengelaman keberhasilan 31 Goal Setting dan Work Performance Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry Schoenfeld, dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors of Performance: An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food Stores”mengemukakan adanya hubungan yang signifikan antara goal setting dengan performance dan goal setting memiliki pengaruh yang positif terhadap kenaikan tingkat performance. Goal setting pada penelitian ini diteliti dengan menggunakan teori Latham dan Locke. Model analisis dalam penelitian ini dapat terlihat dengan menetapkan tujuan yang lebih tinggi mampu membawa performance kerja yang lebih baik. Penelitian ini membuktikan bahwa dampak kemajuan goal setting terhadap performance dapat mempengaruhi market share,sales revenue,sales volume growth, dan profitability perusahaan. Bahwa dengan goal setting yang SMART dan tinggi akan mendorong kinerja agar maksimal sehigga dapat mencapai tujuan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Steven H. Appelbaum dan Alan Hare , dengan judul “Self Efficacy as a Mediator of Goal Setting amd Performance” dalam penelitin yang digunakan untuk Human Resources Application menghasilkan hasil yang sginifikan dan dilihat dari model penelitian ini bahwa goal setting tidak hanya berpengaruh langsung terhadap performance namun juga dapat bepengaruh secara tidak langsung melalu mediator self efficacy. Dinyatakan dari hasil penelitan ini bahwa perusahaan dan karyawan harus memiliki standard goal yang spesifik dan attainable dalam personal goal dan organizational goal akan membawa motivasi yang tinggi untuk mebangkitkan tingkat performance. Self Efficacy, Goal Setting dan Work Performance 32 Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry Schoenfeld, dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors of Performance: An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food Stores”mengemukakan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dan goal setting terhadap performance secara simultan. Penelitian ini meneliti self efficacy dan goal seting sebagai variabel faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan performance. Mereka menguji konsep bandura mengenai self efficacy dan model goal setting Locke dan Latham pada perusahaan kecil. Dilihat dari hasil pengujian yang didapat bahwa self efficacy dan goal setting memang berdampak sangat mempengaruhi performance. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi untuk menetapkan tujuan yang tinggi akan mampu menghasilkan performance perusahaan yang jauh lebih baik. Pada penelitian ini juga dapat dilihat bahwa perusahaan yang menginginkan performance yang maksimal sebaiknya mengelola self-management untuk meningkatkan self efficacy dan sangat penting untuk menetapkan tujuan perusahaan dengan tehnik goal setting. 2.5 Kerangka Pemikiran Sebagai suatu bentuk organisasi, Aksara sebagai perusahaan ritel menuntut kinerja tinggi bagi para karyawan khususnya shopping assitant untuk mencapai tujuannya. Tingkat work performance karyawan menunjukan apakah karyawan mampu menjadi sumber daya yang kompeten dan ungggul. Oleh karena itu, work performance karyawan akan membawa dampak bagi karyawan tersebut yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Work Performance kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Sebaliknya, performance kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat 33 kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat turnover karyawan, yang pada akhirnyaakan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Hal utama yang dituntut oleh perusahaan ritel khususnya Aksara Bookstore dari para shopping assitant adalah work performanceatau kinerja mereka yang sesuaidengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan Sebagai seorang shopping assistant harus berusaha meningkatkan penjualan produk dan berkonsentrasi terhadap peningkatan pelayanan jasa dalam melayani customer yang bertujuan pada peningkatan penjualan toko. Untuk meyakinkan calon pembeli, maka hal utama yang diperlukan oleh seorang shopping assitant adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri atau disebut dengan self efficacy. Jika seorang shopping assitant tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri bagaimana mungkin ia dapat meyakinkan customer untuk membeli produ yang mereka jual. Menurut Solomon (dalam As’ad, 1990), selain self efficacy dapat meningkatkan besarnya usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah, self efficacy juga dapat meningkatkan besarnya usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah, yang pada akhirnya akan meningkatkan work performance individu tersebut. Selain self efficacy ada faktor lain yang dapat meningkatkan produktivitas shopping assitant yaitu goal setting atau penetapan tujuan. Dengan adanya tujuan yang akan dicapai maka seorang shopping assitant mempunyai target yang pasti. Dengan demikian, nantinya seorang shopping assitant akan bekerja lebih giat lagi karena ingin mencapai target yang ia buat dan akan memberi keuntungan pada perusahaan. 34 Penelitian ini dimaksud untuk menguji apakah ada hubungan antara self efficacy dan goal setting dengan work performance pada shopping assitant dan seberapa besar sumbangan yang diberikan oleh 2 variabel tersebut. Melalui penelitian ini dapat diketahui Pengaruh Self Efficacy dan Goal Setting terhadap Work Performance karyawan di Aksara bookstore . Dimana Self Efficacy dan Goal Setting merupakan variabel independen atau bebas serta Work Performance merupakan variabel dependen/terikat dengan sumber data yang berasal dari PT Panaksara Pustaka (Aksara Bookstore ). 35 Kerangka pemikiran dari masalah yang ada sertapemecahannya digambarkan sebagai berikut : Self Efficacy • Magnitude • Generality • Strenght • H1 Work Performance H3 • Dimensi atribut individu • Dimensi Psikologis • Dimensi dukungan H2 organisasi. Goal Setting • Spesific H2 • Measurable • Assignable • Realistic • Time-Based Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Data diolah penulis, 2013. 36 2.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat ditemukan hipotesis atau dugaan jawaban sementara sebagai berikut : Ha 1 : Self efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant Ho 1 : Self efficacy tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant Ha 2 : Goal setting berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant Ho 2 : Goal setting tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant Ha 3 : Self efficacy dan goal setting berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant Ho 3 : Self efficacy dan goal setting tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work performance pada shopping assistant