11 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage, yang artinya mengatur. Menurut
Hasibuan (2010) Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses sumber daya
manusia dan sumber-sumber lain secara efektif dan efisien Menurut G.R Terry
(2010), fungsi manajemen telah dipadatkan menjadi empat buah fungsi yaitu
perencanaan (planning), penataan (organizing), Pelaksanaan (Actuating), dan
pengendalian (controlling).
2.1.2
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan seni yang mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
dalam mebantu
terwujudnya tujuan-tujuan perusahaan,karyawan,dan masyarakat (Hasibuan,2010).
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari fungsi anajemen yaitu
organizing dan controlling. Mangkunegara (2011) mendefiniskan manajemen
sumber
daya
manusia
pengkoordinasian,
merupakan
pelaksanaan,
suatu
dan
perencanaan,
pengawasan
pengorganisasian,
terhadap
pengadaan,
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan
tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
11
12
2.1.3
Hubungan Antara Manajemen Sumber Daya Manusia dengan Self
Efficacy, Goal Setting, dan Work performance :
Menurut Mondy R W (2008) manajemen sumber daya manusia bertujuan
pada pemanfaatan para individu untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Oleh karena itu untuk mendapatkan proses peningkatan pada fungsi sumber daya
manusia yang baik bagi perusahaan dibutuhkan adanya peningkatan pada self
efficacy, dan goal setting agar berdapak pada work performance perusahaan sebagai
tujuan organisasi.
Salah satu unsur tenaga kerja yang perlu dikelola adalah dengan
memaksimalkan kinerja atau work performance karyawan yang bekerja. Karyawan
yang merupakan salah satu sumber daya yang menjalankan perusahaan agar
mencapai tujuan nya perlu untuk ditingkatkan kinerja atau work performance mereka
agar maksimal. Mencapai tujuan yang telah diberikan oleh perusahaan, dapat
dikatakan bahwa seorang karyawan perlu meningkatkan work performance mereka
agar semua tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan dapat dijalankan dan dicapai.
Dalam menjalankan dan mencapai tugas yang diberikan oleh perusahaan seorang
karyawan perlu adanya penetapan tujuan bagi dirinya, agar ia menegerti apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dicapai untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan perusahaan. Oleh karena itu penetapan tujuan perlu diberikna berupa goal
seting yang dibentuk oleh perusahaan atau dapat juga dikatakan sebagai target
perusahaan, agar karyawan dapat menetapkan tujuan mereka berdasarkan goal
setting yang diberikan oleh perusahaan terhadap mereka.
Mencapai work performance yang baik dan maksimal bagi karyawan, tidak
hanya membutuhkan goal setting sebagai penetapa tujuan atas apa yang harus
13
dicapai namun dibutuhkan adanya keyakinan diri karyawan dalam mencapai tugas
dan target yang diberikan oleh perusahaan. Self efficacy yang merupakan keyakinan
diri karyawan
atas kemampuannya untuk berhasil sangat diperlukan guna
mendorong work performance sesorang agar maksimal. Karyawan yang tidak
memiliki self efficacy tidak akan memiliki work performance yang baik dan
maksimal jika hanya memiliki goal setting. Seseorang tidak akan memiliki kinerja
yang baik dan tidak dapat mencapai tujuan dan target yang diberikan jika ia tidak
memiliki keyakinan dalam menjalankan hal tersebut. Oleh sebab itu, self efficacy dan
goal setting
merupakan faktor faktor yang dapat mendorong kinerja seorang
karyawan dalam menjalankan
pekerjaannnya. Jika work performance karyawan
yang mana sebagai salah satu unsur sumber daya manusia dalam perusahaan dapat di
maksimalkan, hal ini dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya dari
segi sumber daya manusia yang mereka miliki.
2.1 Self Efficacy
2.1.1 Definisi Self Efficacy
Bandura (2010) mengatakan, self efficacy adalah kepercayaan individu pada
kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu. Menurut Dale
Schunk (2001) self efficacy mempengaruhi seseorang dalam memilih
kegiatannya. Individu dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari
hal-hal yang melibatkan banyak tugas, khususnya untuk tugas-tugas yang
menantang, sedangkan individu dengan self efficacy yang tinggi mempunyai
keinginan yang besar dalam memotivasi dirinya untuk mengerjakan tugastugas yang dianggap menantang. Bandura (2010) mengemukan, bahwa
14
keyakinan self efficacy juga mempengaruhi pemilihan tugas, usaha,
ketekunan, ketahanan, dan prestasi.
2.1.2Dimensi Pengukuran Self Efficacy
Menurut Bandura (2010), pengukuran self efficacy yang dimilki seseorang
mengacu pada tiga dimensi. Ia menyebutkan bahwa ada tiga dimensi self
efficacy, yaitu magnitude, generality, dan strength.
a.
Magnitude
Dimensi magnitude ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas. Apabila
tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka perbedaan self efficacy secara individual mungkin
terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tinggi. Individu
akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan
akan mengalihkan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas kemampuan
yang dimilikinya.
b.
Generality
Dimensi generality ini berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap
kemampuan diri dapat berbeda dalam hal generalisasi. Maksudnya seseorang
mungkin menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja.
c.
Strength
Dimensi strength ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan
seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat self efficacy yang lebih rendah
mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya.
Sedangkan, orang yang memiliki self efficacy yang kuat akan tekun dalam
meningkatkan
usahanya
memperlemahnya.
meskipun
dijumpai
pengalaman
yang
15
2.1.3 Fungsi Self Efficacy
Self efficacy seseorang merupakan hal yang kuat dalam menentukan
seseorang akan bertindak, berpikir, dan bereaksi sewaktu menghadapi situasi-situasi
yang tidak menyenangkan (Bandura, 2010). Dapat dilihat dari dimensi self efficacy
yaitu magnitude, generality, dan strenght bahwa self efficacy berhubungan dengan
bagaimana seseorang membedakan tingkat kesulitan tugas sehingga mereka akan
cenderung menjadi pemilih dalam manjalankan tugas, memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menghadapi tantangan yang diberikan, memiliki tingkat kekuaan
yang didasarkan pada pengalaman keberhasilan. Sehingga dari uraian dimensidimensi pada self efficay, akan menghasilkan fungsi-fungsi dari sel efficacy yang
akan berpengaruh bagi karyawan yaitu ;
a. Pemilihan aktivitas
Dalam kehidupan sehari-hari individu dituntut untuk membuat keputusan
mengenai aktivitas-aktivitas yang akan dijalani dan berapa lama waktu yang
di
butuhkan
untuk
menjalaninya.
Pengambilan
keputusan
tersebut
dipengaruhi oleh penilaian diri terhadap kemampuan yang dimilikinya
(Bandura, 1986).Apabila individu tersebut dihadapkan pada aktivitas atau
situasi yang dianggap melampaui kemampuannya, maka akan terjadi
kecenderungan untuk menghindari situasi tersebut dan akan memilih aktivitas
yang dinilai mampu untuk dilakukan. Pengaruh self efficacy yang baik adalah
ketika keyakinan yang dimiliki seorang individu dapat mendorongnya untuk
memilih
aktivitas
yang
realitis
dan
menantang,
perkembangan kemampuan yang dimilikinya.
serta
memotivasi
16
b. Besarnya usaha dan daya tahan dalam menghadapi rintangan atau
pengalaman yang tidak menyenangkan.
Penilaian self efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan
dikeluarkan dan berapa lama seseorang akan kuat dalam menghadapi
kesulitan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self
efficacy yang dimilki individu, maka semakin giat usaha yang dilakukan saat
menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Sebaliknya individu dengan
self efficacy rendah akan mengurangi usahanya atau menyerah pada situasi
yang tidak menyenangkan.
c.
Pola berpikir dan reaksi emosional
Individu yang memiliki self efficacy tinggi akan lebih berpacu pada
rintanganyang dihadapinya dan menganggap kegagalan yang didapatnya
adalah hasil darikurangnya usaha yang dilakukan. Sebaliknya individu
dengan self efficacyrendah cenderung memandang kesulitan lebih berat dari
yang sebenarnya. Polapikir inilah yang menciptakan stres dan menghambat
penggunaan kemampuandiri secara optimal sehingga kegagalan yang didapat
adalah hasil dari rendahnya kemampuan yang dimiliki.
d. Sebagai peramal tingkah laku selanjutnya
Dengan demikian orang-orang yang memiliki self efficacy tinggi
memiliki keterlibatan yang lebih banyak dengan lingkungansekitarnya.
Demikian pula dalam mengerjakan tugas dimasa yang akan datang dia akan
menjadi lebih terlibat dan tidak mudah menyerah karena menurut mereka
usaha yag dihasilkan disebabkan karena kerja keras dan kemampuan mereka.
Sebaliknya bagi orang yangmemiliki self efficacy yang rendah ia akan
17
menghindar dariketerlibatan mengerjakan tugas bahkan cenderung lebih
pemalu dan pasrah dalam menerima hasil.
e. Sebagai penentu performasi selanjutnya
Banyak hasil penelitian yang menunjukan bahwa self efficacy secara
signifikan mempengaruhi prestasi kerja yang ditampilkan seseorang.Solomon
(dalam Stenberg, 1990) mengatakan bahwa selain dapat meningkatkan
performance atau kinerja, self efficacy juga dapat meningkatkan besarnya
usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah,
yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi kerja individu tersebut.
Penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan
antara self efficacy dengan seseorang dalam menjalankan tugas. Kepuasan dalam
bekerja juga dapat diperoleh dari situasi dimana penghasilan dan kepuasan diri serta
meningkatkan self efficacy dalam diri terjadi secara bersamaan Seorang yang
mempunyai self efficacy yang tinggi, maka harapan untuk mengerjakan tugasnya
dengan baik juga tinggi, yang pada akhirnya individu tersebut akan menentukan goal
yang tinggi juga
2. 2 Goal Setting
2.2.1. Pengertian Goal Setting
Locke (1990) mengemukakan bahwa penetapan tujuan untuk bekerja ke arah
suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Untuk memahami
motivasi kerja dan mengembangkan teknik untuk meningkatkan motivasi kerja
diantara para pekerja. Salah satu caranya adalah menggunakan teori mengenai goal
setting.
Goal setting adalah penetapan apa yang hendak dicapai seseorang (Lock dan
Lantham dalam Woolfolk,1998). Locke dan Latham (dalam Pintrich & Schunk,
18
1996) mengatakan bahwa definisi goal adalah sesuatu yang secara sadar diusahakan
individu agar tercapai,tetapi hal tersebut berada diluar individu tersebut.
Menurut Newstrom dan Davis (1996), goal adalah target dan objektif untuk
performasi dimasa yang akan datang.Locke (1990) menyatakan bahwa setiap orang
akan membuat perhitungan dalam membuat goal. Ketika seseorang telah menentukan
goal untuk dirinya makaia akan memiliki motivasi dan berusaha untuk mencapai
goal yang telahdibuatnya. Goal tersebut akan mempengaruhi performance mereka
dalam bekerja.
Goal setting bisa bekerja sebagai proses motivasional karena goal setting bisa
menciptakan diskrepansi antara performance saat ini dengan performance yang
diharapkan. Misalnya pada shopping assistant atau customer service dapat dilihat
jika performance-nya saat ini lebih rendah dari goal yang telah ditetapkannya maka
dapat terlihat gap atau deskrepansi diantaranya dan hal ini dapat menjadi motivator
bagi dirinya.
Kotler (1988) mengemukakan bahwa, semakin tinggi motivasi seorang penjual,
maka semakin besar juga usaha yang dilakukannya, semakin besar usaha akan
menghasilkan performance yang semakin tinggi, performance yang semakin tinggi
akan menghasilkan reward yang lebih besar, reward yang lebih besar akan
menghasilkan kepuasan yang lebih besar, dan kepuasan yang lebih besar akan
menghasilkan motivasi yang lebih besar.
Griffin dan Ebbert (1996) mengatakan bahwa goal setting mempunyai dua
karakteristik utama. Pertama, goal setting yang ditetapkan mempunyai derajat
kesulitan menengah. Bila suatu goal terlalu mudah, goal tersebut tidak akan
meningkatkan usaha dan motivasi. Tetapi goal yang terlalu sulit juga tidak
memotivasi karyawan. Kedua, tujuan harus bersifat spesifik. Suatu goal yang dengan
19
contoh ditetapkan sebagai“do your best” misalnya, goal jenis ini tidak akan
memotivasi karyawan setinggi jenis goal yang spesifik. Ke-spesifik-kan tujuan ini
digunakan untuk memfokuskan perhatian dan energi tepat pada apa yang harus
dilakukan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat serta disimpulkan untuk goal setting
bahwa pengertian berdasarkan penetapan sasaran atau target berorientasi hasil.
Manajemen yang berorientasi dengan hal ini dianggap lebih baik karena lebih
menekankan pencapaian hasil, kesempatan sehingga memberi manajemen yang
sasaran pada kepada tenaga kerja untuk mengerti bagaimana seharusnya bekerja, dan
hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan lebih terbina karena terjadi
interaksi antara yang memberi tugas dengan pelaksana. Secara umum pengertian
goal setting ini adalah penetapan sasaran atau target yang akan dicapai tenaga kerja.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Goal Setting
Menurut Davis & Newstrom (1990) mnyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi goal setting adalah penerimaan,komitmen dan spesifikasi. Untuk
menjelaskan bagaimana terjadinya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sistem
penetapan sasaran atau target berdasarkan hasil ini (goal setting), di bawah ini akan
dijelaskan pengertian satu persatu faktor-faktor tersebut.
•
Penerimaan
Penerimaan terhadap sasaran atau target yang ditetapkan untuk
karyawan bertujuan terjadi karena adanya kemauan untuk menerima
target yang dibebankan, sasaran yang efektif tidak hanya cukup
diketahui saja tetapi juga harus dapat diterima tenaga kerja untuk
dilaksanakan.
•
Komitmen
20
Pengertian
komitmen
secara
umum
adalah
adanya
suatu
kesepakatan atau persetujuan antara karyawan dengan perusahaan.
Gibson dkk (1985) mengemukakan pengertian komitmen adalah
keadaan yang melibatkan identifikasi dan loyalitas yang diwujudkan
terhadap perusahaan tempat individu berkerja.
•
Spesifikasi
Pengertian spesifikasi atau kesamaan sasaran tujuan menurut
Gibson dkk,(1985) adalah derajat secara kuantitatif dari pada sasaran
atau tujuan itu.
•
Umpan Balik
Umpan balik kerja ini adalah informasi yang berasal dari dalam
pengolahanpekerjaan, informasi dari orang lain, bagaimana keadaan
pelaksanaan pekerjaanyang dilakukan apakah tergolong sukses, berhasil
atau tidak berhasil.
•
Partisipasi
Menurut Beac (1975) partisipasi adalah proses yang melibatkan
tenaga kerja dalam aktivitas organisasi secara mental dan fisik. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa partisipasi umumnya dimaksudkan untuk
memberi
kesempatan
kepada
karyawan
untuk
mengemukakan
sumbangan pikiran terhadap pemecahan masalah dan tindak lanjut
pelaksanaan kerja.
•
Tantangan
Adanya tingkat tantangan dalam mencapai sasaran atau target yang
ditetapkan akan membuat karyawan bekerja lebih keras dan
bersungguh-sungguh dari pada tidak ada tantangan sama sekali.
21
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Dipengaruhi Goal Setting
Locke (1981 dalam Bandura, 1986) mengemukakan proses bagaimana goal
pada goal setting dapat meningkatkan kinerja dari seseorang, Mekanisme tersebut
adalah:
•
Mengarahkan perhatian dan aktivitas untuk mecapai goal
•
Meningkatkan daya usaha dalam pencapaian target usaha
•
Meningkatkan daya tahan ketekunan serta keuletan dalam mencapai
target usaha.
•
Mengembangkan strategi pencapaian goal.
Menurut Locke et al (1990) hubungan antara goal dan performance yang
ditampilkan digambarkan dalam bentuk kurva linear,yang berarti semakin
sulit atau detail suatu goal maka semakin tinggi juga performance yang
dicapai. Akan tetapi ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu
•
Kemampuan (ability) yang memadai
•
Penerimaan (acceptence) terhadap sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Oleh karena itu karyawan ikut menentukan goal untuk
dirinya sendiri.
•
Diberikannya umpan balik. Karyawan diminta untuk menentukan
goalnya sendiri agar bisa menerima hasil yang didapat.
Menurut Locke dan Lantham (dalam Baron & Byrne, 1994) motivasi
seseorang meningkat tinggi ketika individu mempunyai goal yang spesifik sesuai
dengan
pekerjaan
mereka.
Hal
ini
terjadi
karena
individu
tersebut
membandingkan antara performance individu saat ini dengan performance yang
22
dibutuhkan untuk mencapai goal yang ditentukan. jika ada perbedaan maka para
pekerja biasannya meningkatkan usaha mereka dalam rangka mencapai goal
yang ditentukan.
Dilihat dari penjelasan diatas mengenai faktor faktor yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh goal setting maka dimensi konseptual diturunkan dari kajian
diatas dimana berdasarkan faktor yang mempengaruhi yaitu, penerimaan,
spesifkasi,komitmen,umpan balik, dan tantangan juga pada faktor yang
dipengaruhi yaitu, mengarahkan aktivitas untuk mecapai goal, meningkatkan
daya usaha dalam pencapaian target, Sebagai umpan balik penetapan goal bagi
karyawan agar tercapai. Oleh karena itu goal setting yang dibuat harus dibentuk
dalam dimensi SMART goal setting.
2.2.4. Dimensi Goal setting
Latham dan Locke (2006) mengemukakan, dengan menggunakan akronim
bahasa inggris SMART objective berikut ini adalah aspek yang dapat mengukur dan
menjelaskan mengenai tujuan yang dimiliki oleh seorang karyawan .
1. Specific
Tujuan yang spesifik menunjukkan kepada karyawan apa yang harus
dilakukannya disertai prosedur pencapaian, dan hasil yang diharapkan
perusahaan.
2. Measurable
Tujuan yang ditetakan harus dapat diukur dalam pengertian kuantitatif
dan kualitatif.
3. Assignable
23
Assignable yang dimaksudkan disini adalah goal setting yang dibuat harus
bisa di kerjakan oleh individual ataupun group.
4. Realistic
Tujuan harus yang realistis dan menantang namun dapat dicapai dalam
jangka waktu tertentu
5. Time-based
Hasil pencapaian tujuan harus tetap dan dalam kurun waktu yangtelah
ditentukan.
2.3 Work performance ( Kinerja )
Istilah Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai seseorang).
Pengertian Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan. (Mangkunegara,P-67:2011)
2.3.1 Pengertian Work Performance (Kinerja )
Work performance atau Kinerja karyawan memiliki beberapa pengertian yang
merupakan pandangan para ahli, yaitu;
•
Menurut Mangkunegara (2006), pengertian Kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya,
•
Menurut
Nindyati
(2003),
pemahaman
tentang
kinerja
tidak
bisadilepaskan dari pemahaman yang bersifat multi dimensional.
24
Kemauan dankemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan
pekerjaan dapat terlihat dari kinerjanya, dalam usaha penerapan konsep,
gagasan, ide, dengan efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang
ditetapkan oleh perusahaan. Tetapi kemampuan ini bukan hanya pada
kemampuan mengelola, tetapi memimpin dan mengaplikasikan semua
kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama dalam suatu unit perusahaan.
•
Menurut Hasibuan (2010) Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang
dalam
kepadanya
yang
melaksanakan
didasarkan
atas
tugas-tugas
kecakapan
yang
dibebankan
,pengalaman
dan
kesungguhan serta waktu yang diberikan. Kinerja merupakan gabungan
3 faktor penting yaitu,kemampuan dan minat seseorang, kemampua
menerima penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi
seseorang. Semakin tinggi tingkat faktor tersebut, makan semakin
tinggi kinerja atau prestasi kerja karyawan.
Dengan demikian, work performance berarti prestasi atau konstribusi yang
diberikan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
serta fungsinya sebagai karyawan dari perusahaan. Selain itu, work
performance dibatasi sebagai hasil dari perilaku kerja karyawan yang
menunjang tercapainya output atau prestasi dan berkaitan dengan usaha untuk
menyelesaikan tugasnya pada periode waktu tertentu.
Berdasarkan pada definisi-definisi kinerja karyawan dari para ahli maka dapat
disimpulkan bahwa work performance merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas
tertentu atau tugas tertentu yangdiakibatkan oleh kemampuan alami ataupun
25
kemampuan yang didapat dari prosesbelajar serta keinginan karyawan untuk
berprestasi. Work performance ataupun kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Work Performance
adalah apa yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan
kontribusi bagi perusahaan atau organisasi. Informasi penilaian work
performance dapat digunakan supervisor untuk mengelola work performance
para karyawan. Dari Data yang diperoleh dapat digunakan kembali untuk
mengetahui mengenai penyebab-penyebab kelemahanmaupun keberhasilan
dari work performance karyawan sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan target perusahaan atau langkah- langkah
perbaikan yang akan diambil selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2.3.2 Dimensi-Dimensi Work Performance (Kinerja Karyawan)
Berdasarkan
pendapat
Simamora
(Mangkunegara,
2009:
14)
yang
mengatakan bahwa kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor atau
dimensi, yaitu faktor/dimensi individual (atribut individu), faktor/dimensi
psikologis (upaya kerja atau work effort) dan faktor/dimensi organisasi
(dukungan organisasi).
Dengan pendapat tersbeut, dirangkai suatu definisi konseptual variabel
penelitian bahwa kinerja adalah sebagai hasil–hasil yang dicapai oleh individu
dalam melaksanakan tugas yang telah diembankan kepadanya, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan,
yang meliputi atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan
organisasi.
Definisi konseptual ini diturunkan menjadi tiga dimensi kajian sebagai berikut:
26
1. Dimensi atribut individu,
Indikator : Kemampuan, Latar Belakang
2. Dimensi Psikologis
Indikator : Persepsi, Attitude, Personality, Pembelajaran, Motivasi
3. Dimensi dukungan organisasi.
Indikator:
Sumber
daya,
Kepemimpinan,
Penghargaan,
Struktur
organisasi
2.3.2 Aspek-Aspek Penilaian Work Performance
Penilaian work performance dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai
hubungan dengan pekerjaan (job related) dan adanya standar pelaksanaan kerja
(performance standar). Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif,
makastandar
penilaian
hendaknya
berhubungan
dengan
hasil-hasil
yang
diinginkansetiap pekerja (Notoatmodjo, 1992:133).
Sedangkan menurut Ranupandojo (2000), pemilihan aspek-aspek yang
digunakan dalam penilaian work performance merupakan hal yang paling sulit dan
memerlukan pertimbangan yang mendalam dari pihak manajemen perusahaan.Aspek
yang dipilih biasanya berkisar antara 4 sampai dengan 12 aspek. Sebenarnya semakin
banyak aspek yag dipertimbangkan semakin teliti penilaian tersebut. Tetapi yang
penting adalah apakah aspek-aspek tersebut cukup mewakili persyaratan prestasi
kerja yang dinilai. Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis mengambil
kesimpulan dari Ranupandojo (2000), yaitu ada empat aspek yang biasa dipakai
untuk menilai work performance yaitu:
a.
Kualitas kerja : ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan.
27
b.
Kuantitas kerja : output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output
rutin, tetapi juga seberapa cepat bisa menyelesaikan kerja “ekstra”.
c.
Dapat tidaknya diandalkan : mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati,
kerajinan.
d.
Sikap : sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta
kerja sama.
Sesuai dengan analisis penilaian prestasi kerja yang diinginkan, maka tidak
semua proses penilaiannya yang telah disebutkan sebelumnya dilibatkan, akan tetapi
dibatasi pada proses penilaian perilaku (behavioral). Hal ini merupakan tahapan yang
sebelumnya menggunakan skala penilaian, yaitu memformulasikan terlebih dahulu
faktor-faktor dari sifat dan karakteristik pekerja ke dalam bentuk perilaku yang dapat
diukur (As’ad,1991:27).
Penilaian sifat dan karakteristik pekerja yang digambarkan ke dalam bentuk perilaku
yang dapat diukur tersebut dapat diklasifikasikan menurut penjelasan maupun contoh
yang diambil dari beberapa sumber bacaan, antara lain:
1. Ahmad S. Ruky dalam bukunya Sistem Manajemen Kinerja (2002: 47-48)
menyebutkan bahwa ada enam karakteristik kepribadian atau disebut juga sebagai
karakteristik inti yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di perusahaan yaitu :
teliti, akurat, taat aturan dan prosedur, gesit/cepat, penuh konsentrasi, dan
ramah/sopan.
2. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy, dalam bukunya Managing Human Resource
(2009) menyebutkan empat karakteristik, yaitu: decisiveness (ketegasan), reliability
(dapat
dipercaya/diandalkan),
(loyalitas/lama bekerja).
energy
(kekuatan/daya
kerja),
dan
loyality
28
3. Noe.et.al.,(2000:286) di dalam bukunya Human Resource Management
menyebutkan ada sepuluh faktor penilaian terkait dengan dimensi prestasi kerja,
yaitu;
Knowledge
(pengetahuan),
Communication
(komunikasi),
Judgment
(keputusan), Managerial skill (keterampilan manajerial), Quality performance
(kualitas prestasi kerja), Teamwork (kerja sama), Interpersonal skill (keterampilan
hubungan antar karyawan), Initiative (inisiatif), Creativity (kreatifitas), Problem
solving (pemecahan masalah).
4. Bittel dan Newstrom (1996) di dalam bukunya yang berjudul What Every
Supervisor Should Know atau yang telah diterjemahkan ke dalam Indonesia dengan
judul Pedoman Bagi Penyelia disebutkan ada delapan faktor work performance,
yaitu: mutu pekerjaan, kuantitas pekerjaan, keandalan, sikap, inisiatif, kerumahtanggaan, kehadiran, potensi pertumbuhan dan kemajuan.
5. As’ad di dalam bukunya Psikologi Industri (1991:27) menyebutkan empat kriteria
karakteristik work performance, yaitu: pengetahuan kerja, motivasi, hubungan antar
individu, dan supervisi.
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work Performance
Timpe (1999) mengemukakan, faktor-faktor work performance terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal :
•
Faktor internal (disposisional)
faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya,
keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuannya (self
efficacy) , work performance seseorang baik disebabkan karena
mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras,
sedangkan seseorang mempunyai work performance buruk disebabkan
29
orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak
memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
•
Faktor eksternal
Faktor yang mempengaruhi work performance seseorang yang berasal
dari lingkungan. Seperti perilaku, target/goal, sikap, dan tindakantindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim
organisasi.
Sedangkan Anoraga (2001) mengatakan, pada umumnya orang menganggap
bahwa gaji yang tinggi, pendapatan yang tinggi akan mendorong seseorang karyawan
untuk berprestasi serta mendorong karyawan untuk puas dengan pekerjaan serta
lingkungan kerjanya. Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan
untuk merasa berprestasi dan meningkatkan kinerja mereka, bahwa ia melakukan
sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting, bersemangat dalam menjalankannya dan
tidak mengeluh tentang pekerjannya. Mereka memperoleh kepuasan setelah berhasil
menyelesaikan pekerjaann yang sulit (Anoraga, 2001).
Sehingga dengan melihat faktor internal dan eksternal yang dinyatakan oleh
Timpe(1999), bahwa Work Performance (Kinerja karyawan) dipengaruhi oleh self
efficacy dan goal setting. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti mengenai
hubungan self efficacy dan goal setting dengan work performance pada shopping
assitant dan customer service
2.4 Kajian hasil penelitian terdahulu
Berikut ini adalah hasil- hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan
30
dengan penelitian sebagai berikut :
Self Efficacy dan Work Performance
Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry
Schoenfeld, dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors
of Performance: An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food
Stores”mengemukakan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy
dengan performance dan self efficacy memiliki pengaruh yang positif
terhadap kenaikan tingkat performance. Dilihat dari penelitian ini self effiacy
dapat
menjadi
faktor
prediktor
dalam
meningkatkan
kinerja
atau
performance. Peneliti menguji self efficacy dengan konsep bandura dan
terbukti dengan hasilnya bahwa dengan self efficacy yang tinggi dapat
mengakibatkan performance yang lebih baik. Konsep self efficacy yang baik
harus diterapkan
pada
diri seorang entrepreuner agar performance
perusahaan yang dijalankan dapat meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Steven H. Appelbaum dan Alan Hare , dengan
judul “Self Efficacy as a Mediator of Goal Setting amd Performance” dalam
penelitin yang digunakan untuk Human Resources Application memberikan
hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara self efficacy karyawan
terhadap performance karyawan. Dari penelitian ini terihat bahwa self
efficacy tidak hanya secara langsung mempengaruhi performance namun
ternyata juga dapat menjadi faktor mediator antara goal setting terhadap
performance karyawan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa self
efficacy akan meningkatkan performance jika tingkat keyakinan diri sesorang
tinggi ketika dihadapkan pada pekerjaan yang memiliki target tujuan dan
berdasarkan pengelaman keberhasilan
31
Goal Setting dan Work Performance
Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry Schoenfeld,
dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors of Performance:
An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food Stores”mengemukakan
adanya hubungan yang signifikan antara goal setting dengan performance dan goal
setting memiliki pengaruh yang positif terhadap kenaikan tingkat performance. Goal
setting pada penelitian ini diteliti dengan menggunakan teori Latham dan Locke.
Model analisis dalam penelitian ini dapat terlihat dengan menetapkan tujuan yang
lebih tinggi mampu membawa performance kerja yang lebih baik. Penelitian ini
membuktikan bahwa dampak kemajuan goal setting terhadap performance dapat
mempengaruhi market share,sales revenue,sales volume growth, dan profitability
perusahaan. Bahwa dengan goal setting yang SMART dan tinggi akan mendorong
kinerja agar maksimal sehigga dapat mencapai tujuan perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Steven H. Appelbaum dan Alan Hare , dengan
judul “Self Efficacy as a Mediator of
Goal Setting amd Performance” dalam
penelitin yang digunakan untuk Human Resources Application menghasilkan hasil
yang sginifikan dan dilihat dari model penelitian ini bahwa goal setting tidak hanya
berpengaruh langsung terhadap performance namun juga dapat bepengaruh secara
tidak langsung melalu mediator self efficacy. Dinyatakan dari hasil penelitan ini
bahwa perusahaan dan karyawan harus memiliki standard goal yang spesifik dan
attainable dalam personal goal dan organizational goal akan membawa motivasi
yang tinggi untuk mebangkitkan tingkat performance.
Self Efficacy, Goal Setting dan Work Performance
32
Penelitian yang dilakukan oleh Gerry Borgia Segal dan Jerry Schoenfeld,
dengan judul jurnal “Self Efficacy and Goal Setting as Predictors of Performance:
An Empirical Study of Founder-Managed Natural Food Stores”mengemukakan
adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dan goal setting terhadap
performance secara simultan. Penelitian ini meneliti self efficacy dan goal seting
sebagai variabel faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan performance. Mereka
menguji konsep bandura mengenai self efficacy dan model goal setting Locke dan
Latham pada perusahaan kecil. Dilihat dari hasil pengujian yang didapat bahwa self
efficacy dan goal setting memang berdampak sangat mempengaruhi performance.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi untuk
menetapkan tujuan yang tinggi akan mampu menghasilkan performance perusahaan
yang jauh lebih baik. Pada penelitian ini juga dapat dilihat bahwa perusahaan yang
menginginkan performance yang maksimal sebaiknya mengelola self-management
untuk meningkatkan self efficacy dan sangat penting untuk menetapkan tujuan
perusahaan dengan tehnik goal setting.
2.5 Kerangka Pemikiran
Sebagai suatu bentuk organisasi, Aksara sebagai perusahaan ritel menuntut
kinerja tinggi bagi para karyawan khususnya shopping assitant untuk mencapai
tujuannya. Tingkat work performance karyawan menunjukan apakah karyawan
mampu menjadi sumber daya yang kompeten dan ungggul.
Oleh karena itu, work performance karyawan akan membawa dampak bagi
karyawan tersebut yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Work
Performance kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Sebaliknya, performance kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat
33
kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat turnover karyawan, yang pada
akhirnyaakan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Hal utama yang
dituntut oleh perusahaan ritel khususnya Aksara Bookstore dari para shopping
assitant adalah work performanceatau kinerja mereka yang sesuaidengan standar
yang telah ditetapkan oleh perusahaan
Sebagai seorang shopping assistant harus berusaha meningkatkan penjualan
produk dan berkonsentrasi terhadap peningkatan pelayanan jasa dalam melayani
customer yang bertujuan pada peningkatan penjualan toko. Untuk meyakinkan calon
pembeli, maka hal utama yang diperlukan oleh seorang shopping assitant adalah
keyakinan akan kemampuan diri sendiri atau disebut dengan self efficacy. Jika
seorang shopping assitant tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri bagaimana
mungkin ia dapat meyakinkan customer untuk membeli produ yang mereka jual.
Menurut Solomon (dalam As’ad, 1990), selain self efficacy dapat
meningkatkan besarnya usaha seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang
dianggapnya mudah, self efficacy juga dapat meningkatkan besarnya usaha seseorang
dalam menyelesaikan suatu tugas yang dianggapnya mudah, yang pada akhirnya
akan meningkatkan work performance individu tersebut. Selain self efficacy ada
faktor lain yang dapat meningkatkan produktivitas shopping assitant yaitu goal
setting atau penetapan tujuan. Dengan adanya tujuan yang akan dicapai maka
seorang shopping assitant mempunyai target yang pasti. Dengan demikian, nantinya
seorang shopping assitant akan bekerja lebih giat lagi karena ingin mencapai target
yang ia buat dan akan memberi keuntungan pada perusahaan.
34
Penelitian ini dimaksud untuk menguji apakah ada hubungan antara self
efficacy dan goal setting dengan work performance pada shopping assitant dan
seberapa besar sumbangan yang diberikan oleh 2 variabel tersebut.
Melalui penelitian ini dapat diketahui Pengaruh Self Efficacy dan Goal Setting
terhadap Work Performance karyawan di Aksara bookstore . Dimana Self Efficacy
dan Goal Setting merupakan variabel independen atau bebas serta Work Performance
merupakan variabel dependen/terikat dengan sumber data yang berasal dari PT
Panaksara Pustaka (Aksara Bookstore ).
35
Kerangka pemikiran dari masalah yang ada sertapemecahannya digambarkan
sebagai berikut :
Self Efficacy
•
Magnitude
•
Generality
•
Strenght
•
H1
Work Performance
H3
•
Dimensi atribut individu
•
Dimensi Psikologis
•
Dimensi dukungan
H2
organisasi.
Goal Setting
• Spesific
H2
•
Measurable
•
Assignable
•
Realistic
•
Time-Based
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber: Data diolah penulis, 2013.
36
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat ditemukan hipotesis atau
dugaan jawaban sementara sebagai berikut :
Ha 1
: Self efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap work performance
pada shopping assistant
Ho 1
: Self efficacy tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work
performance pada shopping assistant
Ha 2
: Goal setting berpengaruh secara signifikan terhadap work performance
pada shopping assistant
Ho 2
: Goal setting tidak berpengaruh secara signifikan terhadap work
performance pada shopping assistant
Ha 3
: Self efficacy dan goal setting berpengaruh secara signifikan terhadap
work performance pada shopping assistant
Ho 3
: Self efficacy dan goal setting tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap work performance pada shopping assistant
Download