bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Domba Ekor Tipis
Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang dipelihara sebagai hewan
gembala di dataran rendah. Domba dipelihara untuk dimanfaatkan wol dan
dagingnya (Hafez dan Hafez 2000). Oleh karena peralatan domba tidak terlalu
mahal, persyaratan kandang sederhana, dan persyaratan pakan tidak sulit maka
domba dapat dimanfaatkan sebagai hewan percobaan di laboratorium. Domba
seperti halnya kambing, kerbau, dan sapi, tergolong dalam famili Bovidae.
Klasifikasi domba berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut (Herren 2000).
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
Subfamili
: Caprinae
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovis aries
Kelompok domba yang digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian
untuk penulisan Skripsi ini adalah kelompok Domba Ekor Tipis. Domba Ekor
Tipis banyak ditemukan di daerah-daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi
seperti di Jawa Barat (Doho 1994).
Domba Ekor Tipis memiliki ciri morfologi berekor tipis dan pendek,
memiliki warna dominan putih dan ada belang hitam di sekeliling mata, hidung,
dan dapat pula diseluruh tubuhnya, tidak ada deposisi lemak dibagian ekor, domba
jantan memiliki tanduk yang melengkung sedangkan domba betina pada
umumnya tidak bertanduk. Domba Ekor Tipis memiliki ukuran telinga yang
sedang dan wol yang kasar (Iniquez et al. 1993). Domba ini memiliki bobot badan
domba betina dewasa bervariasi dari 25 sampai dengan 35 kg dengan tinggi badan
rata-rata 57 cm, sedangkan bobot badan domba jantan dewasa berkisar antara 40
sampai dengan 60 kg dengan tinggi badan rata-rata 60 cm. Rataan bobot lahir dan
5
bobot sapih Domba Ekor Tipis yang dipelihara dengan sistem penggembalaan
masing-masing 2,2 dan 10 kg/ekor. Karakteristik Domba Ekor Tipis dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik Domba Ekor Tipis
Karakteristik
Keturunan asal
Penyebaran di Indonesia
Kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan
Reproduksi khusus
Warna bulu
Tanduk
Rata-rata umur untuk dikawinkan
Rata-rata umur pubertas
Berat lahir
Keterangan
Java thin tailed sheep breed.
Seluruh Pulau Jawa.
Sangat baik beradaptasi pada
lingkungan tropis dan kondisi pakan
yang buruk.
Mudah berkembang biak dan
perawakan kecil, tidak dipengaruhi
oleh musim kawin, dapat
menghasilkan tiga anak dalam dua
tahun.
Pada umumnya putih, kadang ada
sedikit bercak hitam pada bagian mata
dan hidung.
Hanya dimiliki oleh domba jantan,
berbentuk melingkar dengan ukuran
kecil.
12 bulan untuk domba jantan dan 10
bulan untuk domba betina.
10 bulan untuk domba jantan dan 8
bulan untuk domba betina.
1,5 kg untuk domba jantan dan 1,3
untuk domba betina.
Sumber: Bamualim (2008)
2.2. Reproduksi dan Superovulasi Domba
Kemampuan reproduksi domba dapat dipengaruhi oleh faktor genetik
(bangsa domba) dan beberapa faktor lain seperti jenis kelamin, cuaca dan iklim,
dan pakan yang diberikan. Domba-domba betina mencapai masa pubertas pada
umur 5 sampai dengan 7 bulan dan dapat dikawinkan untuk pertama kali pada
umur 8 bulan atau lebih. Siklus berahi pada domba rata-rata terjadi setiap 16 hari
sekali (dengan kisaran antara 14 sampai dengan 20 hari), dengan lama estrus ratarata 30 jam. Ovulasi terjadi sekitar 24 sampai dengan 30 jam setelah awal estrus.
Oleh karena itu, kebuntingan sangat mungkin terjadi apabila perkawinan terjadi
pada saat akhir masa berahi.
6
Domba Ekor Tipis mempunyai keunggulan selain mudah beradaptasi
dengan lingkungan, juga memiliki sifat prolifik yaitu kemampuan beranak hingga
4 ekor dalam satu kelahiran (Inonuo dan Iniguez 1991). Kenyataan di lapangan
menunjukan semua jenis domba yang beranak lebih dari dua ekor, akan diikuti
dengan angka kematian yang tinggi, sehingga pada akhirnya mengakibatkan
rendahnya efisiensi reproduksi. Kemungkinan penyebabnya adalah telah terjadi
persaingan antaranak dalam pengambilan zat makanan sejak awal kebuntingan,
sementara induk tidak mempunyai persiapan yang memadai.
Efisiensi reproduksi ternak domba sangat bergantung pada keberhasilan
proses reproduksi. Salah satu cara meningkatkan potensi reproduksi domba adalah
melalui superovulasi. Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan
ovulasi berati pelepasan sel telur atau ovum dari folikel de Graaf. Secara umum
superovulasi merupakan suatu upaya memanipulasi folikulogenesis sehingga
jumlah ovulasi meningkat dibanding normal. Peningkatan jumlah folikel yang
berkembang hingga mengalami ovulasi dirangsang melalui penyuntikan pregnant
mare serum gonadotrophin/human chorionic gonadotrophin (PMSG/hCG).
Dengan meningkatnya jumlah folikel yang dihasilkan maka jumlah sel telur yang
diovulasikan dan yang dibuahi akan menjadi bertambah sehingga jumlah anak per
kelahiran dapat meningkat. Keberhasilan penggunaan PMSG/hCG dalam
meningkatkan jumlah folikel dan korpus luteum dapat dilihat dari meningkatnya
sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus,
peningkatan bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar susu, dan produksi susu pada domba (Manalu et al. 1998; Manalu et al.
1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b).
2.3. Sinkronisasi Berahi
Sinkronisasi berahi merupakan upaya untuk meningkatkan jumlah hewan
yang berahi pada waktu yang bersamaan. Hormon luteolitik yang umum
digunakan untuk sinkronisasi berahi adalah prostaglandin F2α (PGF2α)
(Sumaryadi 2003).
Dasar fisiologis dari sinkronisasi berahi adalah hambatan
pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dari hipofisa anterior sehingga
7
menghambat pematangan folikel de Graaf atau penyingkiran corpus luteum (CL)
baik secara manual maupun secara fisiologis.
Prostaglandin F2α (PGF2α) merupakan preparat hormon luteolitik yang
berfungsi menginduksi kejadian berahi melalui penyingkiran CL. Proses
pertumbuhan dan perkembangan folikel ovari sangat bergantung pada kehadiran
FSH dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon tersebut sangat esensial dalam
sintesa estrogen. Jika hanya terdapat LH secara tunggal, maka tidak akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan folikel.
2.4. Hormon Reproduksi
Fluktuasi berbagai hormon reproduksi pada domba betina dewasa disebut
sebagai siklus berahi yang terdiri atas proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
Siklus berahi juga dikenal sebagai fase folikel yang terdiri atas fase pertumbuhan
folikel yang ditandai dengan level estrogen tinggi dan fase luteal yang memiliki
waktu cukup panjang yang ditandai dengan perkembangan CL dan kadar
progesteron tinggi.
Hipothalamus, hipofisa, gonad dan plasenta merupakan kelenjar endokrin
reproduksi yang akan bekerja sama membuat suatu putaran interkoneksi, yang
dikenal sebagai poros Hipothalamus-hipofisagonadal (Iman dan Fahriyan 1992).
Pada hipothalamus bagian median eminentia dan preoptik, Gonadotropin
Releasing Factor (GnRH) diproduksi oleh sel-sel neuron endokrin setelah
mendapat rangsangan dari sistem saraf pusat (SSP), GnRH ditransportasikan
melalui Hypothalamus-hypophyseal portal system menuju kelenjar hipofisa
anterior.
Pelepasan GnRH dari terminal saraf dan median eminence ke dalam
hipophyseal portal darah merupakan sinyal neuroendokrin untuk terjadinya proses
ovulasi. Gonadotropin Releasing Factor (GnRH) akan menstimulasikan sel-sel
gonadotrof kelenjar hipofisa untuk mensekresikan FSH dan LH. Gonadotropin
Releasing Factor (GnRH), FSH dan LH akan dilepaskan dengan lonjakanlonjakan tertentu. Follicle stimulating hormone (FSH) dan LH akan bekerja pada
sel target dari gonad (Iman dan Fahriyan 1992).
8
Sekresi FSH terjadi secara ritmis selama 4 sampai dengan 5 hari sebelum
berahi, menjelang fase luteal berakhir konsentrasi FSH dalam plasma meningkat
dan secara sinergis dengan LH, akan merangsang pertumbuhan folikel. Folikel
akan mencapai stadium folikel tersier yang matang. Dalam waktu yang cukup
singkat dibawah pengaruh FSH dan estradiol 17ß terjadi pembentukan reseptorreseptor untuk kedua macam hormon tersebut, sedangkan pada sel-sel granula
juga terjadi induksi pembentukan reseptor untuk LH.
Follicle stimulating hormone (FSH) akan menstimulasikan sel-sel
granulosa untuk memfasilitasi proses oogenesis dan bertanggung jawab atas
perkembangan dan pematangan folikel, LH berfungsi menstimulasikan sintesa
androstenedion dari kolesterol, dan selanjutnya dikonversi ke dalam testosteron.
Pada sel-sel granulosa terjadi aromatisasi estradiol-17ß dibawah pengaruh FSH
membentuk estrogen (Iman dan Fahriyan 1992).
Hormon ataupun target organ memiliki suatu sistem homeostatik feedback,
yaitu semua mekanisme hormon diatur oleh sekresi hormon itu sendiri. Folikel
ovari matang dan kadar estrogen di atas ambang akan berespons terhadap
hipothalamus untuk menekan pelepasan FSH dan selanjutnya memfasilitasi
pelepasan LH untuk menandai proses ovulasi. Pada saat tersebut sel-sel granulosa
memproduksi inhibin yang bekerja khusus untuk menghambat produksi FSH
(feedback negatif).
Estrogen dapat menyebabkan feedback positif terhadap Hipothalamus dan
hipofisa anterior, yakni kadar estrogen meningkat akan menyebabkan peningkatan
sekresi GnRH, demikian pula akan terjadi peningkatan kadar gonadotropin dari
hipofisa anterior. Tingginya kadar estrogen merupakan sinyal untuk pelepasan LH
dalam kaitannya dengan persiapan ovulasi.
Superovulasi dapat dilakukan melalui beberapa cara yang berbeda,
diantaranya dalam pemberian dosis, preparat hormon dan prosedur pelaksanaan
(Iman dan Fahriyan 1992). Pemakaian gonadotropin seperti PMSG/hCG
seringkali
dilakukan
pada
superovulasi.
gonadotrophine/human chorionic gonadotrophin
Pregnant
mare
serum
(PMSG/hCG) merupakan
hormon ganadotropin yang dihasilkan oleh plasenta dengan aktivitas biologik
menyerupai FSH dan LH sehingga disebut sebagai gonadotrophin sempurna.
9
Pengaruh yang ditumbulkan oleh PMSG antara lain merangsang pertumbuhan
folikel, menunjang produksi estrogen, ovulasi, luteinisasi, dan merangsang
sintesis progesteron pada domba yang dihipofisektomi. Waktu paruh biologis
PMSG adalah panjang 40 sampai dengan 125 jam (Hafez dan Hafez 2000).
Pregnant mare serum gonadotrophine (PMSG) sebagai glikoprotein yang terdiri
atas subunit α dan ß dengan kadar karbohidrat tinggi, yakni kadar asam sialat yang
dapat mengakibatkan waktu paruh PMSG cukup panjang dibandingkan dengan
gonadotropin lainnya (Hafez dan Hafez 2000). Pregnant mare serum
gonadotrophine (PMSG) dengan dosis tunggal melalui intramuskuler cukup untuk
menimbulkan ovulasi berganda. Penggunaan PMSG menimbulkan respons yang
sangat variatif mulai dari tidak berespons, kadang-kadang sampai berespons
berlebihan. Apabila pemberian PMSG tidak disertai dengan pemberian hormon
lain, PMSG harus diberikan pada awal fase luteal, yaitu hari ke-16 siklus uterus
untuk domba.
Keberhasilan cara superovulasi, ternyata membawa pengaruh yang besar
terhadap stimulasi uterus, yang diawali dari laju ovulasi, peningkatan jumlah
korpus luteum berlanjut terhadap sekresi beberapa hormon dan faktor tumbuh
yang disekresikan oleh korpus luteum. Perjalanan panjang ini akan mempengaruhi
ekspresi gen dalam pertumbuhan sel-sel stroma uterus yang dimanifestasikan
terhadap bobot fetus domba yang di superovulasi lebih berat dari yang tidak di
superovulasi (Sumaryadi et al. 2002).
2.5. Hematologi Domba
Darah adalah cairan tubuh yang terdapat di luar sel dan terdapat pada
semua hewan kelas tinggi yang berfungsi mengirimkan nutrisi dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh dan membunuh kuman penyakit (bakteri atau
virus) yang masuk ke dalam tubuh, serta mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme. Darah dialirkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah yang ada
diseluruh tubuh. Komponen darah terdiri atas bagian cair dan bagian padat.
Bagian cair merupakan bagian dari 55% darah yang disebut dengan plasma.
Plasma darah mengandung 91 sampai dengan 93% air yang berfungsi sebagai
pelarut, pembawa sel-sel darah dan komponen didalamnya, serta sebagai pengatur
10
panas tubuh, elektrolit (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, HPO42-, H2PO4-, H+)
yang berfungsi sebagai sistem penyangga (buffering), dan gas terlarut, yakni O2
dan CO2. Darah mengandung 5 sampai dengan 7% protein plasma, yakni albumin,
globulin, fibrinogen, dan plaminogen. Albumin adalah protein plasma yang lebih
kecil sehingga lebih cepat bergerak dan larut dalam air serta memiliki satu fraksi.
Albumin merupakan 60% total plasma protein yang berfungsi untuk
mempertahankan tekanan osmotik plasma. Globulin adalah protein plasma yang
larut dalam air garam dan memiliki tiga fraksi, yaitu 2α, 2β, dan 1γ. Bagian padat
merupakan bagian dari 45% darah yang terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Bagian darah yang
mempunyai fungsi penting dalam proses pembekuan darah adalah trombosit
(Poedjiadi 2006).
2. 6. Sel Darah Merah
Sel darah merah (eritrosit) dibuat dalam sumsum tulang secara mitosis dan
diferensiasi dengan membawa hemoglobin. Komposisi sel darah merah adalah 62
sampai dengan 72% air, 35% padatan yang terdiri atas 95% hemoglobin dan 5%
lagi berupa protein distroma dan membran sel, fosfolipid (lecithine, cephaline),
kolesterol, lemak, vitamin, koenzim, glukosa, enzim, dan mineral. Eritrosit pada
domba berbentuk cakram (disk) bikonkaf, dengan pinggiran sirkuler. Bentuk sel
dapat berubah ketika sel melewati pembuluh kapiler tetapi sel darah merah
memiliki membran sel yang kuat sehingga tidak akan pecah. Sel darah merah
dapat bertahan selama 120 hari sampai dengan 125 hari dalam sirkulasi dan
kemudian mengalami kerusakan. Sekitar 0,8% dari seluruh eritrosit mengalami
kerusakan dan dibentuk setiap hari. Penghancuran sel-sel darah merah terjadi
setelah mengalami sirkulasi tiga sampai empat bulan. Sel darah merah pada
domba dapat dilihat pada Gambar 1.
11
Sumber: Anonim (2008)
Gambar 1 Sel darah merah domba
Sel-sel darah merah mengalami disintegrasi, melepaskan hemoglobin ke
dalam darah, dan debris (puing-puing) sel yang rusak itu dibuang dari sirkulasi
oleh sistem makrofag atau sistem retikuloendotelial, yang terdiri atas sel-sel
khusus di dalam hati, limfa, sumsum tulang, dan limfonodus (Frandson 1996).
2. 7. Hematokrit
Nilai hematokrit adalah persentase berdasarkan volume dari darah, yang
terdiri dari sel-sel darah merah. Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung
hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak menggumpal, kemudian
dilakukan sentrifuse sampai sel-sel mengumpul di dasar (Frandson 1996).
Hematokrit disebut juga dengan Packed Cell Volume (PCV). Hematokrit
merupakan perbandingan antara volume sel darah merah dan komponen darah
yang lain. Volume sel darah merah berbanding lurus terhadap jumlah sel darah
merah dan kadar hemoglobin.
Jumlah sel darah merah dipengaruhi oleh faktor spesies, umur, jenis
kelamin, nutrisi, keadaan fisiologis seperti laktasi, kebuntingan, dan siklus berahi,
suhu, daerah dataran tinggi, dan keadaan patologis. Parameter pemeriksaan sel
darah merah domba normal dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter pemeriksaan sel darah merah domba normal
Parameter
Kisaran (Rata-rata)
Satuan
Sel Darah merah
8–16
×106/mm3
Hemoglobin
8–16
g%
PCV
24–50
%
Sumber: Banks (1993) dan Frandson (1996)
Nilai hematokrit merupakan petunjuk yang sangat baik untuk menentukan
jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah. Pemeriksaan sel
12
darah merah dapat dilakukan dengan memeriksa tiga parameter, yaitu jumlah total
sel darah merah, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin. Jumlah sel darah merah
dan konsentrasi hemoglobin mengindikasikan morfologi sel darah merah,
sedangkan nilai hematokrit menunjukan perbandingan sel darah merah dengan
plasma protein (Meyer et al. 1992).
2. 8. Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen eritrosit yang terdiri atas protein kompleks
terkonjugasi yang mengandung zat besi yang berguna untuk memberi warna
merah pada eritrosit. Fungsi utama hemoglobin adalah untuk mengangkut oksigen
dan karbondioksida dalam darah (Cunningham 1997). Hemoglobin merupakan
protein pengangkut oksigen paling efektif dan terdapat pada hewan-hewan
bertulang belakang (vertebrata). Zat besi dalam bentuk Fe 2+ pada hemoglobin
memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 mL darah
mengandung 15 g hemoglobin yang mampu mengangkut 0,03 g oksigen.
Download