nilai uang dalam perspektif ekonomi islam

advertisement
NILAI UANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Zumaroh
STAIN Jurai Siwo Metro
Email : [email protected]
Abstrak
Uang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari setiap manusia. Terlebih lagi pada era modern ini,
segala aktivitas perekonomian dilakukan oleh masyarakat
memerlukan uang untuk memperlancar mekanisme pertukaran
barang dan/atau jasa. Tidak heran jika kemudian uang diasumsikan
sebagai darahnya perekonomian. Kegiatan ekonomi masyarakat
akan berjalan lancar jika ada uang. Ekonomi konvensional
membungkus konsepsi nilai waktu dari uang dengan konsep time
value of money. Time value of money merupakan sebuah konsep
nilai uang yang dimiliki saat ini lebih berharga dibandingkan
nilai uang masa yang akan datang. Uang yang dimiliki saat
ini lebih bernilai karena dapat diinvestasikan dan memperoleh
bunga. Nilai uang akan berubah (cenderung menurun) seiring
dengan berjalannya waktu. Konsep utama time value of money
adalah bahwa nilai penerimaan pembayaran di masa depan
dapat dikonversi ke nilai setara hari ini. Sebaliknya, kita dapat
menentukan nilai uang yang akan tumbuh di masa depan
berdasarkan nilai uang di saat ini. Untuk mengkritisi konsep
time value of money, Ekonomi Islam menawarkan konsepsi
nilai uang yang disebut dengan konsep economic value of time.
Melalui konsep ini, Islam memberikan argumentasi ekonomi atas
pelarangan riba. Dengan konsep ini dapat dijelaskan mengapa
250 Zumaroh
Islam membolehkah deferred payment pada perdagangan. Harga
barang kredit dapat lebih tinggi dari pada pada pembelian
tunai. Hal tersebut dapat dibenarkan tidak hanya sematamata disebabkan karena uang, akan tetapi lebih kepada waktu
yang telah dialokasikan untuk menagih pembayaran sehingga
menimbulkan biaya tersendiri.
Kata kunci : nilai, uang, hukum, Islam, Ekonomi
Pendahuluan
Uang diumpamakan sebagai darahnya perekonomian.
Uang memiliki arti yang sangat penting dalam setiap rangkaian
aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Bagi produsen,
uang merupakan faktor penting untuk dapat memproduksi barang
dan jasa. Hasil penjualan barang produksi yang diperoleh dalam
rupa uang merupakan keuntungan dari investasi kapitalnya.
Jika keuntungan yang diperoleh besar, maka produsen dapat
meningkatkan jumlah produksi serta menambah peralatan
penunjang produksi untuk memperbesar usaha. Kegiatan produksi
yang dilakukan oleh produsen akan bertemu dengan kegiatan
konsumsi yang dilakukan oleh konsumen melalui mekanisme
pasar.
Pembahasan
A. Peranan Uang Dalam Perekonomian
Dalam mekanisme pasar, uang memegang peranan penting
sebagai alat tukar. 1 Kuatnya peranan uang dalam berbagai
kegiatan ekonomi didasarkan pada beberapa alasan, yaitu:
pertama, pelayanan besar yang diberikan oleh uang bagi kehidupan
perekonomian. Hal ini dikarenakan fungsi uang sebagai alat
tukar, tolak ukur nilai, sarana perlindungan kekayaan, serta alat
pembayaran hutang dan pembayaran tunai. Kedua, hubungan yang
kuat antara uang dengan berbagai kegiatan ekonomi, dan pengaruh
yang saling berkaitan diantaranya. Kekuatan uang bersandar pada
1
Iswardono, Uang dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, 1999), h. 16
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
251
kekuatan ekonomi, dan ekonomi yang kuat bersandar pada uang
yang kuat, demikian pula sebaliknya. Ketiga, munculnya pengaruh
uang dalam kehidupan perekonomian modern yang semakin
kompleks. Gejolak krisis moneter dapat terjadi tiba-tiba. Hal ini
menunjukkan bahwa problem keuangan juga merupakan problem
ekonomi. Keempat, uang merupakan salah satu faktor kekuasaan
dan kemandirian ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat pada fakta
bahwa uang merupakan salah satu bidikan utama dalam perang
ekonomi antar negara di dunia.2
Ketika uang memiliki peranan yang demikian penting
dalam perputaran roda perekonomian dunia, maka menjadi suatu
keniscayaan bahwa Islam memberikan perhatian yang sangat
besar terhadap uang. Islam memberikan perhatian yang sangat
besar terhadap uang sesuai dengan urgensi yang dimiliki uang
itu sendiri. Perhatian Islam diwujudkan dalam penetapan kaidahkaidah yang mampu menjamin keselamatan berkenaan dengan
interaksi keuangan dalam rangka menghindarkan kemudharatan
terhadap uang.
B. Nilai Waktu Uang
Teori tentang nilai waktu uang dikenal dengan teori economic
value of time yang berkembang pada abad ke-7 masehi. Teori ini
muncul pada masa saat digunakannya emas dan perak sebagai
alat tukar. Logam mulia emas dan perak diterima sebagai alat
tukar karena nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk
dikembangkan. Karena bukan pengembangan mekanisme, maka
hubungan debitur/kreditur yang muncul bukanlah hubungan
yang terjadi akibat transaksi secara lansung. Hubungan debitur
dan kreditur dapat dimaknai sebagai transaksi permintaan uang.3
Konsep time value of money mengasumsikan sejumlah uang
yang ada pada saat ini akan lebih berharga daripada sejumlah
2
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab,
diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamakhsyari, dari judul asli Al-Fiqh AlIqtishadi Li Amiril Mukminin Umar ibnu Al-Khaththab, (Jakarta: Khalifa, 2006), h.
325-326
3
Muhaimin Iqbal, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan
Dirham, (Jakarta: Spritual Learning Centre-Dinar Club, 2007), h. 18
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
252 Zumaroh
uang dalam jumlah yang sana yang akan dimiliki pada waktu
yang akan datang. Konsep ini dikembangkan oleh Von BhomBawerk dalam bukunya yang berjudul Positive Theory of Capital.
Konsep ini juga dikenal dengan konsep preferensi waktu positif.
Bawerk mengemukakan beberapa alasan tentang mengapa nilai
barang di waktu yang akan datang akan berkurang, yaitu: 4
1. Keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti, sedangkan
keuntungan di masa yang akan datang belum jelas dan
pasti.
2. Kepuasan masa kini lebih bernilai bagi seseorang daripada
kepuasan yang bisa diperoleh di masa yang akan datang.
Pada masa yang akan datang keinginan seseorang dapat
berubah.
3. Barang-barang pada waktu sekarang lebih penting dan
berguna daripada pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, barang-barang sekarang bernilai lebih tinggi
dibandingkan dengan barang-barang di masa mendatang.
Bagi ekonomi konvensional ada 2 hal yang menjadi alasan
intuisi mereka akan konsep time value of money, yaitu:5
1. Presence of inflation
Alasan ini dapat dipahami melalui ilustrasi berikut:
pada tingkat suku bunga inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat
membeli 10 buah roti isi hari ini dengan membayar sejumlah
Rp. 10.000,. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan
jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_ ia hanya dapat
membeli 7 buah roti isi. Hilangnya daya beli uang tersebut
terjadi sebagai akibat inflasi.
2. Preference present consumption to future consumption
Pada umumnya, setiap individu lebih menyukai
konsumsi pada saat sekarang dibandingkan konsumsi pada
masa mendatang. Alasan ini dapat dipahami dengan ilustrasi
sebagai berikut: jika diasumsikan tidak terdapat tingkat inflasi,
dengan uang Rp. 10.000,_ seseorang tetap bisa membeli 10
buah roti isi pada saat ini maupun pada tahun depan. Bagi
h. 10
4
Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, (Jakarta: Mediakita, 2011),
5
Agus Sartono, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE, 1997), h. 65-70
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
253
kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 buah roti isi saat ini lebih
disukai dibandingkan dengan mengkonsumsi 10 buah roti isi
tahun depan. Pada kerangka pikir ini, meskipun dalam suatu
struktur perekonomian tidak terdapat tingkat inflasi seseorang
tetap lebih menyukai Rp. 10.000,_ saat ini untuk melakukan
kegiatan konsumsi pada saat ini juga. Tertundanya konsumsi ke
masa yang akan datang akan diperhitungkan kompensasinya
oleh seseorang, meski tetap bisa mengkonsumsi sejumlah
barang yang sama.
C. Nilai Ekonomis Waktu
Dalam pandangan Islam mengenai waktu, waktu bagi
semua orang selalu sama dari sisi kuantitas; yaitu 24 jam dalam
sehari, 7 hari dalam seminggu, dan seterusnya. Nilai waktu antar
individu dalam masyarakat berbeda dari sisi kualitasnya. Faktor
yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang mampu
memanfaatkan waktu itu sendiri. Semakin maksimal seseorang
memanfaatkan waktu dalam bekerja menghasilkan sesuatu, maka
akan semakin bernilai waktu yang ia miliki, dan demikian pula
sebaliknya.
Dalam ekonomi Islam, penggunaan sejenis discount rate
dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat
digunakan. Hal ini dibenarkan karena: (1) Jual beli dan sewa
menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added
(nilai tambah ekonomis); (2) Tertahannya hak si penjual (uang
pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan
barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan
kewajibannya kepada pihak lain.
Konsep nilai waktu atas uang dalam Islam diterbitkan
dari fakta bahwa Islam melarang pertukaran yang saling
menguntungkan atas emas, perak, atau nilai monetary kecuali
ketika hal tersebut dilakukan dalam waktu bersamaan. Sebagai
contoh, dalam skim syariah dikenal kontrak salam. Kontrak salam
menyediakan ilustrasi yang lengkap atas konsep nilai waktu
dari uang melalui pemberian harga barang. Salam merupakan
forward kontract yang memudahkan sebuah komoditi dibeli
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
254 Zumaroh
untuk pembayaran secara berkala atas harga dan pengiriman
di kemudian hari. Elemen dasar pada kontrak ini adalah bahwa
harga yang dibayar di muka untuk pengiriman di kemudian hari
atas barang lebih kecil daripada harga cash and carry pada waktu
kontrak salam dijalankan. Hal tersebut mengacu pada prinsip
syariah bahwa penilaian waktu sangat mungkin dalam bisnis
dan perdagangan atas barang dan tidak dalam pertukaran nilai
monetary dan pinjaman (debt)6
Ajaran Islam medorong pemeluknya untuk selalu
menginvestasikan dananya. Di samping itu, dalam melakukan
investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang diperoleh
pada masa yang akan datang. Hasil investsi di masa yang akan
datang sangat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor yang
dapat diprediksikan maupun tidak. Faktor faktor yang dapat
diprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah: berapa banyak
modal, berapa nisbah yang disepakati, serta berapa kali modal
dapat diputar. Sementara faktor yang tidak dapat dihitung
secara pasti atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan
usaha).
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme investasi
menurut Islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan
dalam bentuk bunga tidak diterima (ditolak). Dengan demikian,
diperlukan formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa
Islam. Hubungan formula tersebut secara filosofis dapat ditemukan
formula investasi menurut pandangan Islam sebagai berikut:7
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani
6
Veithzal Rivai, dkk, Islamic Banking and Finance, (Yogyakarta, BPFE,
2012), h. 18-19
7
Q.S. At Taubah : 34
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
255
benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih”8
Dalam ayat lain juga dijelaskan:9
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”10
Dari ayat di atas, sangat jelas bahwa manusia tidak
akan mengetahui apa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Sebagian besar teori tentang manajemen keuangan
dibangun berdasarkan konsep nilai dan waktu dari uang yang
mengasumsikan bahwa nilai uang sekarang relatif lebih besar
daripada nilai uang di masa yang akan datang. Dalam Islam,
keuntungan bukan saja bersifat keuntungan yang diperoleh di
dunia, namun yang diiinginkan adalah keuntungan dunia dan
akhirat. Oleh sebab itu, pemanfaatan waktu itu selain harus efektif
dan efisien, namun dengan tetap harus dilandasi pula dengan
prinsip keimanan. Keimanan inilah yang akan membawa pada
keuntungan di akhirat.
Dalam konsep economic value of time, faktor yang menentukan
nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Diterjemahkan oleh
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, (Semarang: CV. Toha Putra,
1989), h. 283
9
Q.S. Luqman :34
10
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya., h. 658
8
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
256 Zumaroh
Semakin efektif dan efisien maka akan semakin tinggi nilai
waktunya (mendapatkan keuntungan). Dalam Islam jika didasari
dengan keimanan keuntungan bukan saja di dunia, tapi di akhirat
juga. Jadi siapapun yang melaksanakan bisnis secara efektif akan
mendapatkan keuntungan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat
Al Qur’an :11
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya mentaati
kesabaran.12
D. Time Value of Money Versus Economic Value of Time
Ekonomi konvensional hanya mengakui inflasi sebagai
faktor yang mempengaruhi nilai waktu atas uang. Bila keadaan
inflasi menjadi alasan adanya time value of money. Seharusnya,
di samping inflasi, keberadaan deflasi juga turut mempengaruhi
nilai waktu atas uang karena deflasi menjadi alasan adanya
negative time value of money. Contohnya pada tingkat deflasi 10%
per tahun, seseorang dapat membeli 10 buah roti saat ini dengan
jumlah Rp. 10.000. Namun bila seseorang tersebut membelinya
tahun depan dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,
ia dapat membeli 12 buah roti. Namun ternyata faktor ini
tidak diakomodir dalam konsep time value of money. Hanya
satu kondisi yang diakomodir oleh konsep time value of money,
yaitu kondisi inflasi. selain itu, dengan mengabaikan ketidak
pastian return yang akan diterima, ekonomi konvensioanal
menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Tingkat bunga
riil ditentukan oleh preferensi konsumsi saat ini. Jadi, istilah
discount rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest
11
12
Q.S. Al “Ashr : 1-3
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya,h. 1099
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
257
rate. Hal tersebut diilustrasikan secara formulatif sebagai
berikut:13
Nominal interest rate = real interest rate + expected
Discount rate = real interest rate + expected inflation +
premium for uncertainty
Certainty of Return
= Kepastian akan Keuntungan Uncertainty of Return
= Ketidakpastian dari Keuntungan
Interest rate
= suku bunga Discount rate
= tingkat diskonto
Real interest rate
= Tingkat bunga riil
Preferensi current consumption= Preferensi konsumsi saat ini
Expected inflation
= Inflasi yang diharapkan
premium for uncertainty
= Premium bagi ketidakpastian
Jadi, dalam ekonomi konvensional ketidakpastian
return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for
uncertainty. Dalam setiap investasi selalu terdapat kemungkinan
untuk memperoleh positif return, negatif return, dan no return.
Adanya probability (kemungkinan) inilah yang menimbulkan
uncertainty (kondisi ketidakpastian) dengan sesuatu yang pasti,
yaitu premium for uncertainty. Keadaan ini yang ditolak dalam
ekonomi Islam, yaitu keadaan al ghunmu bi la ghurmi (gaining return
without responsible for any risk) dan al kharaj bi la dhaman (gaining
income without responsible for any expense).14
Discount rate dapat pula digunakan dalam menentukan
nisbah bagi hasil. Dalam hal ini, nisbah dikalikan dengan
actual return, bukan dengan expected return. Transaksi bagi hasil
berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa.
Dalam transaksi bagi hasil hubungan yang timbul bukan seperti
hubungan antara penjual dan pembeli, atau penyewa dengan yang
menyewakan. Yang terjadi adalah hubungan antara pemodal dan
pengelola modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul
13
14
Agus Sartono, Manajemen Keuangan., h. 69
Taufik Hidayat, Buku Pintar., h.10-11
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
258 Zumaroh
ketika usaha memproduktifkan modal tersebut telah menghasilkan
pendapatan atau keuntungan sesuai dengan kesepakatan awal.
Bagi hasil dapat didistribusikan berdasarkan pendapatan (revenue
sharing) atau berdasarkan keuntungan (profit sharing).
Ukuran rate of return berdasarkan Islam adalah:
1. Persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam
bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Formula
pengganti yang seiring jiwa Islam adalah:
Y = (QR) vW
Di mana:
Y = Pendapatan
Q = Nisbah Bagi Hasil
R = Return riil usaha (Return Realisasi)
v = Tingkat pemanfaatan harta
W = Harta yang ditabung
2. Dalam Islam, mekanisme ekonomi yang digunakan adalah
nisbah bagi hasil dan return usaha yang terjadi secara riil.
3. Ajaran Islam menganjurkan menggunakan konsep
economic value of time waktulah yang memiliki nilai
ekonomis, bukan uang yang memiliki nilai waktu
Terdapat beberapa model untuk menentukan rate of return,
yaitu:
1. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Merupakan model penetapan harga aset ekuilibrium
yang menyatakan bahwa ekspektasi imbal hasil atas
sekuritas tertentu adalah fungsi linear positif dari sensitivitas
sekuritas terhadap return portofolio pasarnya. Model ini
mengasumsikan bahwa return sekuritas berbanding lurus
dengan risikonya. CAPM tergantung pada risk-free rate
(SBI-ind) dan market portofolio. Secara sederhana, model
ini dapat dimaknai sebagai sudut pandang investor dalam
melihat berbagai reaksi pasar. Kondisi pasarnya selanjutnya
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan terhadap berbagai keadaan, seperti risiko
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
259
dan imbal hasil, serta harga keseimbangan pada suatu
sekuritas.15
Risk free rate dalam Islam tidak diperbolehkan karena
hal tersebut berbasis bunga. Dalam konteks Islam CAPM sulit
untuk digunakan.
2. Arbitrage Pricing Theory (APT)
Teori ini merupakan pengembangan dari teori CAPM.
Teori ini menyatakan bahwa harga suatu aset dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. APT merupakan alternatif model untuk
menjawab permasalahan suatu hubungan antara pendapatan
dengan risiko saham. Terdapat tiga asumsi dalam APT, yaitu:
(a) pasar modal dalam kondisi pasar persaingan sempurna,
(b) para investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih
daripada kurang dengan kepastian, dan (c) hasil dari proses
stochastic, artinya bahwa pendapatan aset dapat dianggap
sebagai K model faktor.16 Penggunaan teori ini bergantung pada
kemampuan menemukan dan menentukan daftar faktor yang
dapat dimasukkan dalam model. Dengan demikian modifikasi
dengan penyesuaian kondisi pasar keuangan Islami mungkin
dilakukan.
Perbedaan antara time value of money dan economic value of
time pada penerapan ekonomi Islam dan ekonomi konvensionalnya
yaitu:17
1. Rasionalitas ekonomi konvensional adalah rational economic
man. Menurut rasionalitas ini, tindakan individu dianggap
rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self
interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh
aktivitas. Ekonomi konvensional mengabaikan moral
dan etika dalam pembelanjaan. Unsur waktu terbatas
hanya di dunia saja tanpa memperkirakan waktu akhirat.
Sedangkan dalam ekonomi Islam jenis manusia yang
hendak dibentuk adalah Islamic man. Islamic man dianggap
rasional perilakunya jika konsisten dengan prinsip-prinsip
Irham Fahmi, manajemen Investasi Teori dan Soal Jawab, (Jakarta: Salemba
Empat, 2012), h. 170
16
Ibid. H. 177-178
17
Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern,
(Yogyakarta: Andi, 2011), h. 118-126
15
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
260 Zumaroh
Islam yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
seimbang. Keauhidan individu mendorong keyakinannya
bahwa Allah-lah yang berhak membuat berbagai aturan
untuk mengantarkan seseorang dapat meraih kesuksesan
hidup. Ekonomi Islam menawarkan konsep rasionaliti
secara lebih menyeluruh tentang tingkah laku agen-agen
ekonomi yang berlandaskan etika dengan tujuan mencapai
falah.
2. Tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai falah
di dunia dan akhirat (maslahah), sedangkan ekonomi
konvensional semata-mata kesejahteraan duniawi (utility).
3. Sumber utama ekonomi Islam adalah Al-Quran dan AlSunnah atau ajaran Islam. Berbeda dengan ekonomi
konvensional yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat
positivistik.
4. Islam lebih menekankan pada konsep need (kebutuhan)
daripada want (keinginan) dalam menuju maslahah,
karena need lebih bisa diukur daripada want. Menurut
Islam, manusia harus mampu mengendalikan dan
mengarahkan keinginan dan kebutuhannya sehingga
dapat membawa manfaat untuk kehidupan dunia dan
akhirat.
5. Orientasi dari keseimbangan konsumen dan produsen
melalui mekanisme pasar dalam ekonomi konvensional
hanya mengutamakan keuntungan. Seluruh kegiatan
ekonomi diarahkan untuk memperoleh keuntungan
semaksimal mungkin. Jika tidak demikian dianggap tidak
rasional. Lain halnya dengan ekonomi Islam yang tidak
hanya ingin mencapai keuntungan ekonomi akan tetapi juga
mengharapkan keuntungan rohani (falah). Keseimbangan
antara konsumen dan produsen yang terbentuk melalui
mekanisme pasar dapat diukur dengan asumsi-asumsi
secara jelas.
Secara jelas perbedaan konsepsi nilai uang dalam
pandangan ekonomi konvensional dan syariah dapat dilihat
dalam tabel berikut:
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
261
Tabel 1.1 perbedaan konsepsi nilai uang dalam pandangan
ekonomi konvensional dan syariah
Time Value of Money
1. Nilai uang hari ini lebih
bermakna daripada nilai
uang di masa mendatang
Economic Value of Time
1. Faktor yang menentukan
nilai dari suatu waktu
adalah bagaimana seseorang
memanfaatkan waktu
2. Dibangun berdasarkan
sistem interest yang
menghendaki kepastian
imbal hasil
2. Dibangun atas dasar
keuntungan/kerugian dalam
investasi/jual beli
3. Didasarkan atas:
a. Presence of inflation
b. Preferensi terhadap
present consumption
to future consumption
Esensi yang melandasi konsep time value of money pada
dasarnya adalah bunga. Bunga tidak lain dan tidak bukan telah
sejalan dengan konsep riba. Saat pertanyaan tentang apakah
penggunaan diskonto dalam evaluasi inveatasi bertentangan
dengan prinsip pelarangan riba, maka terdapat beberapa pendapat
yang mengemuka, di antaranya :
1. Shabir F. Ulgener membolehkan interest rate dipakai sebagai
faktor diskonto. Menurutnya harus dibedakan antara riba
dengan interest sebagai faktor penghitungan efisiensi
ekonomi. Ia menyatakan:
“selain itu, aspek paling sederhana sebagai pembayaran
premi kepada pemberi pinjaman, bunga bertindak
sebagai faktor diskonto paling dapat diandalkan dalam
mengevaluasi dan membandingkan investasi yang berbeda
serta memainkan peranan utama dalam menentukan
keseluruhan struktur dari investasi dan produksi. Hal
yang sangat penting bagi negara-negara terbelakang
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
262 Zumaroh
adalah untuk membedakan antara bunga sebagai surplus
dan bunga sebagai faktor dalam menghitung keseluruhan
efisiensi dalam perekonomian mereka.”18
2. NH Naqfi mengakui bahwa riba harus diharpuskan, namun
secara individual menerima preferensi waktu positif. Ia
menyatakan:
“karena penyimpangan Islam terhadap riba tidak harus
meniadakan penjelasan Fisherian untuk keberadaan dari
tingkat bunga positif yaitu produktivitas bersih dari metode
“roundabout” dari produksi dan preferensi positifuntuk
konsumsi saat ini dibandingkan dengan konsumsi dimasa
yang akan datang. Fakta tersebut ditunjukkan dalam
diskusi berikut bahwa preferensi waktu individual akan
terus berlangsung menjadi positif...”19
3. Anas Zarqa dan ‘The Report of the Workshop on Elimination
of Interest from Goverment Transactions” mengaplikasikan
tingkat penegmbalian sebagai ganti dari tingkat bunga
sebagai faktor diskonto adalah penggantian satu
figur ke figur lainnya. Fakta dalam analisis ini bukan
tingkatnya melainkan konsep dari nilai waktu terhadap
uang. Pendiskontoan calon arus kas dari proyek akan
mengakibatkan efisiensi dalam investasi. Hal ini agak dapat
diterima secara islami.20
4. Khan menyetujui bahwa tingkat keuntungan yang sudah
mencakup risiko dapat digunakan sebagai tingkat diskonto
untuk proyek-proyek swasta. Risiko terbagi menjadi 2
(dua), yakni risiko yang terkait waktu dan risiko yang tidak
terkait waktu. Tingkat keuntungan harus dipisah sesuai
dengan risikonya. Hanya bagian yang terkait waktu yang
digunakan sebagai tingkat diskonto. Tingkat diskonto inilah
yang disebut dengan nilai waktu uang yang murni.21
18
Shabir F. Ulgener sebagaimana dikutip Viethzal Rivai, dkk dalam
buku Principle Islamic Finance atau Dasar-dasar Keuangan Islam, (Yogyakarta, BPFE,
2012), h. 117
19
Ibid. h. 118
20
Ibid, h. 120-121
21
Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern,
(Yogyakarta: Andi, 2011), h. 119
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Nilai Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
263
Faktor diskonto digunakan sebagai cost of capital tergantung
dari aset dan risiko yang digunakan. Islam membolehkan pinjam
meminjam dan berinvestasi berbasis profit loss sharing. Investasi
selalu mengandung risiko, sehingga penghitungan cost of capital
dalam pendanaan Islam akan menjurus pada cost of equity, karena
debt diperlakukan sebagai equity.
Simpulan
Konsep nilai uang dalam perspektik ekonomi konvensional
meyakini bahwa uang di saat sekarang selalu lebih berharga
dibandingkan uang di masa yang akan datang. Pendapat ini
didasarkan pada nilai waktu dari uang akan selalu berubah
(cenderung menurun) karena dipengaruhi faktor inflasi serta
preferensi terhadap konsumsi pada masa kini dan masa depan.
Uang dapat menghasilkan uang. Sedangkan dalam ekonomi Islam,
Faktor yang menentukan nilai dari suatu waktu adalah bagaimana
seseorang memanfaatkan waktu. Nilai uang dibentuk atas dasar
keuntungan/kerugian yang diperoleh dari investasi/jual beli.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Diterjemahkan
oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an,
Semarang, CV. Toha Putra, 1989
Fahmi, Irham, manajemen Investasi Teori dan Soal Jawab, Jakarta,
Salemba Empat, 2012
Iswardono, Uang dan Bank, Yogyakarta, BPFE, 1999
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab,
diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamakhsyari, dari
judul asli Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar ibnu
Al-Khaththab, Jakarta, Khalifa, 2006
Iqbal, Muhaimin, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar
dan Dirham, Jakarta, Spritual Learning Centre-Dinar Club,
2007
Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern,
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 03 Nomor 2
264 Zumaroh
Yogyakarta, Andi, 2011
Hidayat, Taufik, Buku Pintar Investasi Syariah, Jakarta, Mediakita,
2011
Rivai, Viethzal, dkk, Principle Islamic Finance atau Dasar-dasar
Keuangan Islam, Yogyakarta, BPFE, 2012
-------------, Islamic Banking and Finance, Yogyakarta, BPFE, 2011
ADZKIYA SEPTEMBER 2015
Download