skripsi-kokoh baiquni-f14050305

advertisement
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. ERGONOMIKA
Ergonomika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan
Nomos berarti aturan atau hukum alam. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et.al.
(1979), ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang secara
sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan
keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang atau
pekerja yang ada di dalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik, yaitu
mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman, dan nyaman.
Menurut Eko Nurmianto (2004), istilah ergonomi didefinisikan sebagai
studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara
anatomi,
fisiologi,
psikologi,
engineering,
manajemen,
dan
disain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah
dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem
dimana antara manusia, fasilitas kerja, dan lingkungan kerja dapat saling
berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusianya. Ergonomi dapat berperan pula sebagai disain pekerjaan pada
suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal
pergantian waktu kerja (shift kerja), peningkatan variasi pekerjaan, dan lainlain.
Menurut International Ergonomics Association (IEA), ergonomika
dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara
manusia dan elemen lainya dalam sistem yang berhubungan dengan
perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya untuk mendapatkan
kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia (Syuaib,
2003). Human Factors (disebut juga Human Engineering) adalah nama lain
ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika
Serikat. Zander (1972) menyatakan bahwa ergonomika atau human factors
adalah serupa, keduanya memfokuskan pada manusia dan hubungannya
24
dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan yang digunakan
pada pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting. Pertama,
menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang
dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan pengguna, mengurangi kesalahan
dan meningkatkan produktifitas. Kedua, menaikkan keinginan tertentu
manusia; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan
kerja, dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan
stress (Fitriani, 2003).
B. SUARA
1. KEBISINGAN
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang
yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan
kerapatan dan tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi
yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi
yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka
waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan dapat membahayakan
konsentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan mengurangi
efektifitas kerja (Wilson, 1989). Bunyi dikatakan bising apabila
mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengar, dan mengurangi
efektifitas kerja.
Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi
kebisingan dianggap istimewa dalam hal :
1. Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk
mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak.
2. Kerusakannya
setempat
dan
sporadis
dibandingkan
dengan
pencemaran air dan pencemaran udara (bising pesawat udara
merupakan pengecualian).
Mengenai karakteristik [1] di atas, ada masalah mengenai
bagaimana menempatkan kebisingan antara tingkat penilaian subjektif
seorang individu yang menangkapnya sebagai "kebisingan" dan tingkat
25
fisik yang dapat diukur secara obyektif. Dengan karakteristik [2], tidak ada
perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya, sebagaimana
yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano dan
karaoke.
2. TIGA UNSUR SUARA
Seseorang yang menangkap suara dari sumber suara akan
merasakan nyaring, tinggi, dan nada suara yang dipancarkan. Ini adalah
tolak ukur yang menyatakan mutu sensorial dari suara dan dikenal sebagai
tiga unsur dari suara.
Sebagai ukuran fisik dari kenyaringan, ada amplitudo dan tingkat
tekanan suara. Untuk tingginya suara adalah frekwensi. Tentang nada, ada
sejumlah besar ukuran fisik, kecenderungan jaman sekarang adalah
menggabungkan segala yang merupakan sifat dari suara, termasuk
tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral sebagai "nada".
3. FREKWENSI DAN PANJANG GELOMBANG
Pikirkan sejenak tentang partikel-partikel dari mana udara dibuat.
Di mana partikel-partikel ini padat, tekanan udara bertambah, di mana
partikel-partikel jarang, tekanan berkurang. Gejala yang disebarkan oleh
perubahan tekanan ini disebut sebagai gelombang suara. Suatu gelombang
suara memancar dengan kecepatan suara dengan gerakan seperti
gelombang. Jarak antara dua titik geografis (yaitu dua titik di antara mana
tekanan suara maksimum dari suatu suara murni dihasilkan) yang
dipisahkan hanya oleh satu periode dan yang menunjukkan tekanan suara
yang sama dinamakan "gelombang suara", yang dinyatakan sebagai λ (m).
Kemudian, apabila tekanan suara pada titik sembarangan berubah secara
periodik, jumlah berapa kali di mana naik-turunnya periodik ini berulang
dalam satu detik dinamakan "frekwensi", yang dinyatakan sebagai f (Hz,
lihat Gambar 6.). Suara-suara berfrekwensi tinggi adalah suara tinggi,
sedangkan yang berfrekwensi rendah adalah suara rendah. Hubungan
26
antara kecepatan suara c (m/s), gelombang λ dan frekwensi f dinyatakan
sebagai berikut:
c = f x λ ............................................................................................. (5)
Panjang gelombang dari suara yang dapat didengar adalah
beberapa sentimeter dan sekitar 20 m. Kebanyakan dari obyek di
lingkungan kita ada dalam lingkup ini. Mutu suara, yang dipengaruhi oleh
kasarnya permukaan-permukaan yang memantulkan suara, tingginya
pagar-pagar dan faktor-faktor lainnya, akan berbeda sebagai perbandingan
dari panjang gelombang terhadap dimensi obyek, karena itu masalahnya
menjadi lebih rumit.
Gambar 6. Gelombang Sinusoidal
4. GARIS BENTUK KENYARINGAN
Dikatakan bahwa batas perbedaan suara yang bisa terdengar oleh
rata-rata orang adalah 20 - 20,000 Hz, tetapi bisa terdengarnya tersebut
tergantung pada frekwensi. Tes-tes (hearing) psikiatris menghasilkan garis
bentuk kenyaringan seperti yang tampak pada Gambar 7. Kurva
menggunakan 1000 Hz dan 40 dB sebagai referensi untuk suara murni dan
memplot suara referensi ini dengan tingkat-tingkat yang bisa terdengar
dari kenyaringan yang sama pada berbagai frekwensi.
Seperti diperlihatkan pada Gambar 7, kenyaringan suara yang
diterima oleh telinga manusia bervariasi karena dua sifat-sifat fisik yaitu
27
tingkat tekanan suara dan frekwensi. Bahkan dalam lingkup yang bisa
terdengar, frekwensi-frekwensi rendah dan tinggi sulit untuk ditangkap
dibutuhkan kepekaan tinggi pada lingkup 1 - 5 kHz.
Gambar 7. Garis Bentuk Kenyaringan
Apabila tingkat kenyaringan dari suatu suara dikurangi, pada suatu
titik tertentu, suara tidak lagi terdengar. Tingkat ini juga berbeda sesuai
dengan frekwensi. Tingkat ini diindikasikan sebagai tingkat minimum
yang bisa terdengar (garis titik-titik) pada Gambar 7. Tingkat minimum
yang bisa terdengar pada 20 dB atau lebih dipandang sebagai kesulitan
pendengaran.
5. AKIBAT-AKIBAT KEBISINGAN
Menurut definisi kebisingan yang disebutkan di atas, apabila suatu
suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan
musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orangorang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Meskipun
pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan
emosional, ada kasus-kasus di mana akibat-akibat serius seperti kehilangan
pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada
tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terekspos
terhadap kebisingan tersebut.
28
Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja
pekerja dan pada taraf buruk yang dapat menyebabkan kehilangan fungsi
pendengaran. Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh
menimbulkan kerugian bagi pekerja, maka perlu dilakukan perancangan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Kebisingan dapat meliputi
variasi yang luas dari situasi bunyi yang dapat merusak pendengaran.
Kebisingan di lingkungan kerja berakibat buruk bagi kesehatan,
diantaranya
adalah
pendengaran,
kehilangan
gangguan
pada
pendengaran
susunan
syaraf
sementara,
pusat
merusak
dan
organ
keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya
perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi
kesalahan-kesalahan dalam bekerja. Berikut ini tabel yang menjelaskan
akibat-akibat yang dihasilkan oleh kebisingan.
Tabel 3. Jenis-Jenis dari Akibat-Akibat Kebisingan
Akibat-akibat
badaniah
Tipe
Kehilangan
pendengaran
Akibat-akibat
fisiologis
Akibat-akibat
psikologis
Gangguan
emosional
Gangguan gaya
hidup
Gangguan
pendengaran
Uraian
Perubahan ambang batas sementara akibat
kebisingan,
Perubahan
ambang
batas
permanen akibat kebisingan.
Rasa tidak nyaman atau stres meningkat,
tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi
dering
Kejengkelan, kebingungan
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb.
Merintangi kemampuan mendengarkann TV,
radio, percakapan, telpon dsb.
Sumber : www.menlh.go.id
Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap
manusia bising dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu
keras, misalnya : suara mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena
teriakan atau tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber bunyi.
29
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise). Merupakan bunyi
yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis
ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas
dapat mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini
antara lain :
a. Jika peningkatan ambang dengar > 80 dB(A), menyebabkan kerusakan
pendengaran sebagian.
b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 - 125 dB(A), menyebabkan
gangguan pendengaran sementara.
c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 - 140 dB(A), bisa
menyebabkan telinga sakit.
d. Jika peningkatan ambang dengar < 150 dB(A), menyebabkan
kehilangan pendengaran permanen.
McCornick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis
besar, ditinjau dari penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokan
menjadi dua, yaitu :
1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu
Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara
yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam atau hari setelah
terkena bising jika terpapar pada selang waktu yang pendek. Akan
tetapi dengan tambahan terkena bising, daya penyembuh akan menurun
dan terus menurun sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran
permanen.
2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu
Hal ini disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling (mesin
yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan
impulsif
(senjata
api).
Tekanan
kebisingan
tinggi
ini
dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam
jangka waktu yang relatif lama tergantung berapa sering dan intensitas
yang ditimbulkan.
30
Menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak
pada gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainya, yaitu :
a. Gangguan tidur dan istirahat
b. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja,
c. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar dan lain-lain,
d. Dalam segi psikologis, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan
sikap atau kebiasaan.
Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja
dibagi menjadi dua golongan (Soemanegara, 1975), yaitu :
1. Tidak mempengaruhi sistem penginderaan tetapi mempengaruhi berupa
keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit.
2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara maupun
bersifat permanen (tetap), terdiri dari :
a. Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukan insidental yang merusakan
sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan
senjata api, ledakan-ledakan atau suara dahsyat.
b. Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh
pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua
telinga yang disebabkan oleh kebisingan atau suara gaduh yang terus
menerus di lingkungan kerja.
C. ALAT YANG DIPAKAI DALAM PENGUKURAN DAN ANALISA
Terdapat banyak skala jenis alat ukur kebisingan dan analisis suara.
Semakin berkembangnya teknologi menyebabkan alat pengukuran semakin
modern dan sederhana dengan kemampuan lebih stabil dalam pengoperasian,
dapat dibawa kemana-mana, menggunakan baterai, dan dapat digunakan untuk
berbagai skala pengukuran.
Input dari alat ukur ini adalah sinyal akustik. Komponen yang
digunakan adalah transducer yang mana dapat menangkap perubahan tekanan
suara ke dalam bentuk sinyal yang berikutnya akan diubah menjadi voltase.
Hasil dari transducer tersbut masih terlalu kecil (mV) sehingga dibutuh
amplifier untuk menguatkan sinyal elektrik tersebut. Setelah itu, sinyal elektik
31
tersebut akan dikondisikan menjadi nilai dari tingkat kebisingan yang nantinya
akan ditunjukkan oleh layar.
1. SOUND LEVEL METER
Sound Level Meter merupakan alat ukur kebisingan yang paling
sederhana. Sound Level Meter merubah perubahan tekanan suara ke sinyal
elektrik yang menggerakkan/merubah pointer atau layar display yang
sesuai dari amplitudo sinyal. Sound Level Meter didisain untuk mengukur
tingkat kebisingan secara langsung dalam rms tekanan suara.
a. Tipe-Tipe Sound Level Meter
Ada dua tipe sound level meter: tipe biasa dan tipe presisi.
Perbedaan-perbedaan antara keduanya tercantum dalam Tabel 4. Untuk
pengukuran kebisingan pada umumnya, tipe biasa dipakai, sedangkan
tipe presisi dipakai bila akurasi diperlukan.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, alat ukur yang dapat mengukur
tingkat suara untuk tingkat persentil, tingkat tekanan suara berbobot A
yang sepadan dan kontinyu (LAeq) dan tingkat pengeksposan suara
(LAE) telah menjadi pilihan untuk digunakan. Instrumen semacam ini
berguna untuk mengukur kebisingan lalu lintas mobil dan kereta api.
Tabel 4. Perbedaan-Perbedaan Antara Sound Level Meter
dan Precision Sound Level Meter
Pembeda
1.5 dB
Precision Sound Level
Meter
0.7 dB
20-8,000Hz
20-12,500Hz
Sound Level Meter
Dukungan verifikatif
Lingkup frekwensi
Sumber : www.menlh.go.id
b. Prinsip Dasar dari Sound Level Meter
Prinsip dasar dari sound level meter tampak pada Gambar. 8.
Perubahan-perubahan sangat kecil dalam tekanan suara/sinyal akustik
dijabarkan menjadi sinyal-sinyal listrik oleh mikrofon. Sebanding
dengan tekanan suara, sinyal-sinyal listrik melalui rangkaian
kompensasi frekwensi dan suatu rangkaian deteksi RMS (root mean
square), dan akhirnya ditunjukkan pada meteran dalam dB.
32
Sound Level Meter memiliki tiga buah standard untuk merespon
jaringan frekwensi. Beberapa sekala pengukuran yang dapat dibaca
oleh SLM adalah skala pengukuran A, B, dan C. Kebanyakan
pengukuran kebisingan lingkungan menggunakan skala pengukuran A.
Karakteristik A
Karakteristik C
Mikrofon
Pre-amplifier
(penguat)
Input +
Attenuator
(peredam)
Rangkaian
kompensasi
frekwensi
(Level recorder, audio recorder)
Keluaran AC
Keluaran AC
Output +
Attenuator
(peredam)
Linier
Rangkaian
deteksi RMS
Meteran
Karakteristik F (Cepat)
Karakteristik S (Lambat)
Gambar 8. Prinsip Dasar dari Sound Level Meter
c. Kalibrasi
Sebelum dan sesudah pengukuran-pengukuran, diperlukan
untuk mengecek bahwa bacaan yang ditayangkan adalah benar dan
kalibrasikan sound level meter. Kalibrasi dapat dilakukan dengan dua
cara: secara internal dengan sinyal-sinyal listrik atau secara akustik
dengan kalibrator suara atau pistonphon.
Kalibrasi internal dilakukan dengan menggunakan referensi
tegangan pada rangkaian-rangkaian listrik dari sound level meter serta
amplitudo
disesuaikan.
Penyesuaian
dilakukan
dengan
membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh fitur kalibrasi internal
terhadap nilai yang ditampilkan oleh sound level meter.
Kalibrasi akustik dilakukan dengan menyisipkan generator
suara atau pistonphon ke dalam mikrofon dari sound level meter dan
menggunakan tekanan suara referensi. Skala penuh (FS) dari sound
level meter yang dipakai oleh masukan sinyal kalibrasi disetel 6 dB
lebih tinggi dari pada tingkat tekanan suara dari sinyal kalibrasi
normal. Dalam kalibrasi, penyesuaian frekwensi dari sound level meter
tidak dilakukan dan audio recorder disetel pada karakteristik datar atau
linier. Kalibrasi yang sesungguhnya membandingkan nilai yang
ditunjukkan oleh kalibrator suara terhadap nilai yang ditampilkan oleh
33
sound level meter. Sedangkan kalibrasi internal hanya menyetel
rangkaian-rangkaian dari sound level meter dengan menggunakan
sinyal-sinyal listrik, kalibrasi akustik memungkinkan si pengguna
untuk
menyetel
kepekaan
dari
sound
level
meter
termasuk
mikrofonnya.
d. Penyetelan Sound Level Meter
Untuk mengukur dengan sound level meter, sejumlah
penyetelan harus dilakukan. Penyetelan-penyetelan ini akan berbeda
menurut tujuan pengukuran. Beberapa contoh diberikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Penyetelan-Penyetelan Utama untuk Sound Level Meter
Hal (item)
yang ditaksir
Lingkup
tingkat
Tingkat
persentil
Tingkat
pengeksposan
suara
Tingkat
tekanan suara
berbobot A
yang sepadan
dan kontinyu
Setel pada
lingkup
pengukuran
yang cocok
untuk
lapangan
Level
recorder
Audio
recorder
Karakteristik Karakteristik
Waktu
pengukuran
pemukulpengukuran
frekwensi
rataan waktu
Karakteristik
Karakteristik
Setel seperti
A
F (Cepat)
diperlukan
Mulai dan
Karakteristik
Karakteristik
akhiri secara
A
S (Lambat)
manual
Karakteristik
F (Waktu
mengukur
tingkat
persentil
secara
simultan)
Karakteristik
10 menit atau
Karakteristik
lebih
A
S (Waktu
mengukur
hanya tingkat
tekanan suara
berbobot A
yang sepadan
dan kontinyu)
Mulai dan
Karakteristik
Setel dari
akhiri secara
A
level recorder
manual
Karakteristik
Setel dari alat Mulai dan
datar atau
analisa selama akhiri secara
linier
analisa
manual
Sumber : www.menlh.go.id
34
2. MIKROFON
Mikrofon atau transducer merupakan bagaian terpenting dari
sistem pengukuran kebisingan, dibutuhkan stabilitas yang sangat tinggi
dan sangat sensitif. Fungsi dasar mikrofon adalah mengubah
gelombang suara ke sinyal elektrik. Terdapat tiga tipe mikrofon yang
biasa digunakan untuk mengukur kebisingan lingkungan, yaitu
keramik, dinamik, dan kondensor. Karakteristik dari ketiga jenis
mikrofon tersebut dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 6. Jenis-Jenis Mikrofon dan Karakteristiknya
Jenis Mikrofon
Mikrofon
keramik/kristal
Mikrofon dinamik
Mikrofon
kondensor
Karakteristik
Stabil dan ketidakrataan
Dapat melihat frekwensi yang kecil, interval dinamik yang
lebar, relative tidak sensitif terhadap perubahan kelembapan
Sangat rata
Dapat digunakan pada suhu tinggi
Dapat mengirimkan sinyal tanpa menggunakan kabel yang
panjang
Frekwensi terbatas
Dapat terpengaruh oleh medan magnetic
Sangat sensitif
Untuk semua frekwensi
Interval dinamik yang lebar
Stabil
Merespon frekwensi yang tinggi
Relatif tidak dipengaruhi oleh getaran
Sumber : Lipscomb, 1978
3. LEVEL RECORDER
a. Penyetelan
Suatu level recorder adalah instrumen pengukuran analog yang
merekam sinyal outputt dari sound level meter atau alat lain pada
kertas perekam dengan menggunakan tingkat tekanan suara berbobot A
(dB) untuk sumbu vertikal dan waktu untuk sumbu horisontal.
Pada umumnya, sinyal-sinyal dari sound level meter merupakan
input dari terminal masukan AC. Karena itu, perlu untuk menyetel
karakteristik pemukul-rataan waktu (karakteristik F atau S) dari level
recorder (Gambar 8). Dalam hal ini, juga perlu untuk menyesuaikan
35
skala penuh dari level recorder pada skala dari sound level meter. Dan,
kecepatan penyodoran kertas (biasanya 1 mm/detik atau 3 mm/detik
sudah cukup) juga harus disetel. Ketika pengukuran dimulai, petugas
mencatat waktu perekaman, lokasi, skala penuh dan informasi lainnya
pada kertas perekam.
Perekam-level recorder sering digunakan untuk mengukur
kebisingan pesawat terbang dan kereta api.
b. Kalibrasi
Bila level recorder dihubungkan dengan sound level meter, dia
harus dikalibrasikan. Kalibrasi dilakukan dengan dengan memasukkan
suara sinyal kalibrasi dari kalibrator atau pistonphon, dan menyetel
posisi pena sehingga dia menunjukkan titik 6 dB kurang dari skala
penuh perekam, dengan menggunakan penyetel perekam.
4. AUDIO RECORDER
Sebuah audio recorder merekam output sinyal-sinyal listrik dari
sound level meter, oleh karena itu dia efektif terhadap penganalisaan
terinci gejala dan hal itu sukar di lapangan dan tidak mudah direproduksi.
Sekarang, kecenderungan terbanyak adalah perekaman digital dengan
perekam digital yang menggunakan pita audio digital sebagai medium
perekaman. Meskipun perekam-perekam analog unggul dalam merekam
dalam ben frekwensi tinggi, perekam-perekam digital adalah jauh lebih
baik dalam hal waktu perekaman yang kontinyu dan lingkup (perekaman)
dinamik. Juga lebih baik untuk mengunakan precision sound level meter
untuk audio recorder.
a. Digital Recording
Karena sinyal-sinyal dari sound level meter adalah input ke
dalam perekam sebagaimana sinyal-sinyal listrik yang sebanding
dengan intensitas dari tingkat tekanan suara, perlulah untuk menyetel
tegangan input maksimum. Perlu hati-hati di sini karena tegangan input
dari sound level meter akan berbeda menurut tipe sound level meter.
Contoh, misalnya perekam digital memungkinkan tegangan input
maksimum 1, 2, 5 atau 10 V. Bila sound level meter yang dihubungkan
36
dengan perekam mempunyai tegangan outputt maksimum 4 V (hatihati karena meteran-sound level meter memberikan kelonggaran di atas
skala penuh), maka penyetelan tegangan input maksimum sampai 5 V
akan memungkinkan semua data terekam. Lagi pula, akan perlu untuk
menyetel kecepatan pita dan, bila terdapat banyak colokan input, maka
channel input perlu disetel pula.
Sebelum pengukuran, rekamlah suara sinyal kalibrasi selama
30 detik atau lebih. Lalu, pada awal pengukuran, sesuaikan lingkup
tingkat dari sound level meter terhadap suara sasaran. Pada tahap ini,
rekamlah pula skala penuh dari sound level meter dengan kertas
perekam atau pengumuman bersama, dengan informasi terkait seperti
waktu perekaman dan lokasi. Dalam menganalisa data, ambillah suara
sinyal kalibrasi yang terekam sebanyak 6 dB kurang dari skala penuh
dari sound level meter. Pengukuran-pengukuran biasanya dilakukan
tanpa kompensasi frekwensi dari meteran tingkat kebisingan, karena
itu setel perekam pada karakteristik datar atau linier.
b. Analog Recorder
Dalam menggunakan audio recorder, yang paling perlu adalah
menyetel tingkat perekaman pada tingkat yang cocok. Dengan
menyetel tingkat perekaman, sesuaikan sinyal maksimum (tekanan
suara) yang diijinkan oleh sound level meter dengan tingkat perekaman
dari
audio
recorder.
Contoh,
misalkan
sound
level
meter
memungkinkan tekanan suara seketika melebihi skala penuh dengan 13
dB (tingkat itu dapat terukur). Ketika menggunakan perekam ini, setel
tingkat perekaman sehingga tingkat input dari perekam analog
terindikasikan sebagai -13 dB tatkala suatu sinyal yang sepadan
dengan skala penuh dari sound level meter dimasukkan.
Suatu perekam analog dikalibrasikan dengan memasukkan
suara sinyal kalibrasi ke dalam sound level meter dengan pistonphon
atau kalibrator. Skala penuh dari sound level meter disetel dengan cara
yang sama dengan tatkala mengkalibrasikan level recorder: setel dari
tombol penyesuaian tingkat input sehingga tingkat input perekam
37
menunjukkan -19 (13 + 6) dB ketika sinyal kalibrasi diinput (Apabila
perekam dapat menyesuaikan tingkat secara otomatis, perhatikan
bahwa perlu untuk meng-OFF-kan tombol ini).
Rekamlah suara sinyal kalibrasi selama 30 detik atau lebih.
Setelah merekam sinyal kalibrasi, hendaknya sangat hati-hati untuk
tidak menekan tombol penyesuaian tingkat dari perekam. Ketika mulai
mengukur, sesuaikan lingkup tingkat dari sound level meter dengan
suara target. Pada saat ini, pastikan untuk merekam skala penuh dari
sound level meter. Dalam menganalisa data, ambilah suara sinyal
kalibrasi terekam sebesar 6 dB lebih rendah dari skala penuh dari
sound level meter. Juga, pengukuran-pengukuran dengan audio
recorder biasanya dilakukan tanpa kompensasi frekwensi dari sound
level meter, maka itu setel perekam pada karakteristik datar atau linier.
5. ALAT ANALISIS FREKWENSI
Ketika
menginvestigasi
langkah-langkah
pengedapan
suara,
informasi tingkat tekanan suara berbobot A saja tidak cukup. Perlu untuk
mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik suara dengan analisa
frekwensi.
Tabel 7. Tipe-tipe Analisis Frekwensi
Alat analisis
frekwensi
Alat analisa oktaf
Filter
Pas (Pass) ben
oktaf
Lebar ben
normal
Lebar
proporsional
Alat analisa oktaf
1/3
Pas (Pass) ben
oktaf 1/3
Lebar
proporsional
Alat analisa FFT
FFT
Lebar sepadan
Obyektif
Penaksiran
kebisingan dan
langkah
penanggulangan
pada umumnya
Penaksiran
kebisingan dan
langkah
penanggulangan
pada umumnya
penanggulangan
pada sumber
kebisingan
Sumber : www.menlh.go.id
38
Untuk kebisingan pabrik, tingkat tekanan suara dianalisa dengan
ben oktaf, tetapi tingkat tekanan suara diukur setiap 1/3 ben oktaf apabila
analisa terinci diperlukan. Lagi pula, bila resolusi frekwensi dibutuhkan,
maka diperlukan alat analisa FFT (Fast Fourier Transform).
D. PENILAIAN KUANTITATIF KEBISINGAN
Karena telinga manusia rata-rata tidak peka terhadap semua frekwensi,
persepsi manusia tentang kenyaringan bukanlah hanya ditentukan oleh seluruh
tingkat tekanan bunyi tetapi juga sangat tergantung atas distribusi frekwensi di
dalam bunyi. Untuk memuaskan penjelasan efek bising terhadap manusia,
Suatu
nilai
yang
tunggal
yang
berhubungan
dengan
persepsi
psychophysiologic bunyi sangat diperlukan.
Untuk hal itu, terdapat tiga skala pengukuran untuk sound level meter
agar mempermudah penilaian tentang bising. Tiga skala pengukuran itu adalah
skala pengukuran A, B, dan C. Selain ke tiga itu masih ada skala-skala lain
yang jarang digunakan, yaitu skala pengukuran D dan Z.
Skala pengukuran A berfungsi untuk memperlihatkan perbedaan
kepekaan yang besar pada frekwensi rendah dan tinggi yang menyerupai
reaksi telinga untuk intensitas rendah (35–135 dB). Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 7 dimana skala pengukuran A berada di 40 phon yang menunjukkan
sensitifitas telinga manusia pada tingkat tekanan suara yang rendah. Selain itu
juga pada Gambar 9 ditunjukkan bahwa karakteristik dari skala pengukuran A
dpat membedakan bunyi-bunyi dengan frekwensi di bawah 500 Hz.
Skala pengukuran A juga dapat digunakan untuk mengukur kebisingan
lingkungan yang relatif terhadap psikologi, fisik, dan sosial dari bising. Skala
pengukuran A juga merupakan nilai yang valid dan sering digunakan untuk
mengevaluasi kebisingan lingkungan yang kompleks. Skala pengukuran A
memiliki dua tujuan penting, yaitu :
1. Memberikan
suatu
nilai
ukuran
tingkat
kebisingan
melalui
penggambungan tingkat suara pada seluruh frekwensi.
2. Memberikan skala untuk tingkat kebisingan sebagai
pengalaman dan
perasaan oleh telinga manusia.
39
Skala pengukuran B digunakan untuk suara dengan kekerasan yang
moderat (>40dB) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan
lagi. Skala pengukuran C digunakan untuk suara yang sangat keras (>45 db)
yang menghasilkan gambaran respons terhadap bising antara 20 sampai
dengan 20000 Hz.
Gambar 9. Karakteristik Frekwensi dari Alat-Alat Ukur Tingkat Kebisingan
1. TINGKAT TEKANAN SUARA DAN TINGKAT TEKANAN SUARA
BERBOBOT A (TINGKAT KEBISINGAN)
Suara adalah gejala di mana partikel-partikel di udara bergetar dan
menyebabkan perubahan-perubahan dalam tekanan udara, karena itu
intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan suara. (Pascal adalah suatu unit
[Pa] dan energi yang diperlukan untuk getaran (juga dinamakan "tenaga
suara dari sumber ", unit-unit watt [W]). Bila dinyatakan dalam Pascal,
intensitas dari suara dinamakan "tekanan suara" dan menggunakan suatu
unit referensi dari 20
Pa. Ini hampir sama dengan tekanan suara dari
suara minimum yang ditangkap oleh telinga manusia. Tingkat tekanan
suara didefinisikan sebagai 10 x logaritma rasio dari tekanan suara efektif
pangkat dua terhadap tekanan suara referensi efektif (20
Pa), dan
dinyatakan dengan formula di bawah ini. Pendekatan ini diterima demi
40
mudahnya anotasi, seperti suatu suara dengan 100 dB akan mempunyai
tekanan suara sebesar 100.000 kali tekanan suara referensi dengan
seterusnya menjadi terdiri dari banyak digit. Unit-unit itu adalah desibel
(dB).
Demikian pula, intensitas suara didefinisikan secara kwantitatif
sebagai tingkat kekuatan suara karena kekuatan suara dari unit-unit sumber
(10-12 W). Seperti halnya dengan tingkat tekanan suara, unit-unit di sini
menggunakan
desibel.
Dalam
menilai
kenyaringan
suara,
perlu
mempertimbangkan perbedaan cara bagaimana suara ditangkap karena
frekwensi. Untuk itu, alat-alat ukur tingkat kebisingan menggunakan
rangkaian penyesuaian frekwensi yang mengasimilasikan kepekaan telinga
manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekwensi ini
adalah seperti yang terlihat pada Gambar 8, tetapi pada umumnya
digunakan karakteristik A. Tingkat kenyaringan yang didapat sesudah
penyesuaian frekwensi ini dinamakan "Tingkat tekanan suara berbobot A
(tingkat kebisingan)".
Tingkat tekanan suara berbobot A = 10Log
Tingkat tekanan suara = 10Log
P2
P02
PA2
............................. (6)
P02
................................................. (7)
di mana, P0 = 20µPa
2. TINGKAT PERSENTIL (LAN, T)
Kenyaringan kebisingan fluktuasi dengan waktu, karena itu perlu
mempertimbangkan fluktuasi selama satu periode waktu ketika menilai
tingkat tekanan suara berbobot A. Dua indeks populer adalah tingkat
persentil dan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu.
Tingkat kebisingan yang, untuk N% periode dari waktu yang
diukur, sama atau lebih besar dari tingkat tertentu, dinamakan "Tingkat
persentil N-persen". Variabel ini dinyatakan sebagai LAN dan suatu tingkat
50% (LA50) diambil sebagai titik tengah, 5% (LA5) sebagai batas atas dari
41
lingkup 90% dan 95% (LA95) sebagai batas bawah dari lingkup 90% yang
sama.
Dalam pengukuran yang menggunakan faktor waktu aktual,
praktek pada umumnya mengambil contoh tingkat tekanan suara berbobot
A pada interval waktu yang konstan, peroleh distribusi frekwensi
kumulatifnya, kemudian mendapatkan tingkat persentil spesifik. Pada
umumnya, dalam penilaian kebisingan lingkungan, sebaiknya mengambil
50 atau lebih contoh pada interval 5 detik atau kurang.
3. TINGKAT TEKANAN SUARA BERBOBOT A YANG SEPADAN
DAN KONTINYU (LAEQ)
Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu
banyak dipakai di seputar dunia sebagai indeks untuk kebisingan. Itu
didefinisikan sebagai "tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan
yang fluktuasi selama suatu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai
jumlah energi rata-rata". Itu dinyatakan dengan formula di bawah ini.
 1 2 PA2 
L Aeq = 10Log 
dt  ........................................................... (8)
∫
2
t
−
t
P
2
1
1 0


LA 2
L An
 1  LA1
L Aeq = 10Log  10 10 + 10 10 + ... + 10 10
 n 

 .................................. (9)


di mana : P0 = Tekanan suara referensi (20 Pa)
PA = Tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan
target (Pa)
Periode waktu adalah dari waktu t1 sampai waktu t2, sedangkan
jumlah contoh-contoh tingkat tekanan suara berbobot A adalah n.
42
Gambar 10. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu
4. TINGKAT EKSPOS TERHADAP SUARA (LAE)
Tingkat ekspos terhadap suara digunakan untuk menyatakan
kebisingan satu kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu
pendek dan kontinyu. Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan
satu kali menjadi tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan tetap 1
detik yang kontinyu dari energi sepadan.
Karena kebisingan kereta api dapat dianggap sebentar-sebentar,
"kebijakan
untuk
mengatasi
kebisingan
dalam
penambahan
atau
penyempurnaan jalur kereta api dalam skala besar (Jawatan Lingkungan
Jepang, Des. 1995)" adalah dengan mengukur tingkat ekspos terhadap
suara dari setiap kereta api yang lewat dan mendapatkan tingkat tekanan
suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu (Gambar 11.).
1
L Ae = 10Log 
 T0
di mana : T0
PA2 
∫1 P02 dt  ................................................................. (10)
2
= Waktu referensi (1 detik)
t1 - t2 = Waktu yang diperlukan untuk lewatnya satu kereta api
43
Gambar 11. Tingkat Ekspos Terhadap Suara
Formula untuk mendapatkan tingkat tekanan suara berbobot A
yang sepadan dan kontinyu dari tingkat pengeksposan suara dari setiap
kereta api yang lewat adalah sbb:
LAe 2
L Aen
 1  LAe1
10
10

= 10Log  10
+ 10
+ ... + 10 10
T
 
L Ae

 ................................. (11)


T: Waktu (detik) yang ditargetkan untuk LAeq. Dari jam 07:00
sampai dengan 22:00 adalah 54,000 detik. Dari jam 22:00 sampai dengan
07:00 adalah 32,400 detik. Tingkat kekuatan sepadan juga dapat dicapai
dengan menggunakan kekuatan rata-rata dari suatu tingkat ekspos terhadap
suara (LAE) dan jumlah n kereta api sebagai berikut:
L Aeq
L Ae
1 

= 10Log   n × 10 10
 T 

 ........................................................... (12)


5. TIPE-TIPE KEBISINGAN
Menurut Suma’mur (1996); kebisingan dalam lingkungan kerja
dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, antara lain :
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekwensi yang luas (steady
state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dan lainlain.
44
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekwensi yang sempit (steady
state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan
lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, pesawat
terbang di lapangan udara, dan lain-lain.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan
tukul, tembakan bedil atau meriam, dan lan-lain.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.
Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas
yang diukur dengan satuan desibel (dB) seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan Tertentu
Tingkat Bising
(dB(A))
0-20
20-40
40-60
60-80
80-100
100-120
>120
Sumber Bunyi
Gemerisik daun
Suara gemerisik
Perpustakaan
Percakapan
Radio pelan
Percakapan keras
Rumah gaduh
Kantor
Perusahaan
Radio keras
Jalan
Peluit polisi
Jalan raya
Pabrik Tekstil
Pekerjaan Mekanis
Ruang Ketel
Mesin turbin uap
Mesin Diesel besar
Kereta bawah tanah
Ledakan bom
Mesin jet
Mesin roket
Skala
Intensitas
Sangat
tenang
Waktu Kontak
(Jam)
Tenang
215
Sedang
211
Keras
27
Sangat
Keras
23
Sangat
Amat Keras
2-1
Menulikan
2-2
219
Sumber : Suharsono (1991)
Setelah introduksi tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan
dan kontinyu, kategori kebisingan lingkungan dari JIS direvisi seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 9.
45
Tabel 9. Tipe-Tipe Kebisingan Lingkungan
Jumlah
kebisingan
Kebisingan
spesifik
Kebisingan
residual
Kebisingan
latar belakang
Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu
tertentu.
Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas
dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber
kebisingan dapat diidentifikasikan.
Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh
kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat
tertentu dan suatu waktu tertentu.
Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada
suatu kebisingan tertentu. Penting untuk membedakan antara
kebisingan residual dengan kebisingan latar belakang.
Sumber : www.menlh.go.id
E. DESIBEL
Desibel (dB) adalah kwantitas logaritmis yang dipakai sebagai unitunit tingkat tekanan suara berbobot A. Ini dilakukan untuk dua alasan:
pertama untuk menyederhanakan plot-plot multipel seperti terpampang pada
Gambar 7, kedua untuk secara kira-kira menyebandingkan kwantitas
logaritmik dari stimulus untuk stimulus akustik yang diterima telinga manusia
dari luar. Untuk menilai kebisingan, perlu untuk menghitung tambahnya atau
kurangnya tingkat tekanan suara berbobot A rata-ratanya dan sebagainya. Dan
ini memerlukan pengetahuan dasar tentang perhitungan logaritma.
1. DEFINISI DAN PERHITUNGAN LOGARITMA
Bilangan 1000 dapat dituliskan sebagai 103, tetapi bila fungsi ini
dituliskan log10 dengan menggunakan bilangan dasar 10, maka itu menjadi
log10103 = 3. Dalam hal ini, logaritma dari bilangan dasar 10 103 adalah 3.
(Kalkulasi desibel selalu dikerjakan dengan bilangan dasar 10, oleh sebab
itu bilangan dasar dihilangkan dalam anotasi di bawah ini.)
Logaritma dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan
kalkulator, sekalipun demikian di bawah ini diperlihatkan contoh dari
nilai-nilai hasil logaritma.
Tabel 10. Tabel Singkat Logaritma
3
4
5
6
7
8
9
10
N
1 2
log n 0 0.301 0.477 0.602 0.699 0.778 0.845 0.903 0.954 1.0
46
2. TAMBAHAN DESIBEL (KOMBINASI ENERGI/KEKUATAN)
Untuk meneliti efek dari suara-suara besar yang dipancarkan secara
simultan dari banyak sumber, desibel ditambahkan. Formulanya adalah di
bawah ini. Metode penambahan ini dinamakan "kombinasi energi
(kombinasi kekuatan)".
L2
Ln
 L1
10
10
10

L = 10 Log 10 + 10 + ... + 10


 .............................................. (13)


di mana : L1, L2 ... LN = Tingkat tekanan suara pada tiap-tiap sumber (dB)
Dengan metode yang disederhanakan untuk menghitung suara yang
digabungkan mungkin terdapat perbedaan antara tingkat-tingkat tekanan
suara berbobot A dan menambahkan nilai yang diberikan oleh perbedaan
itu pada nilai yang lebih besar dari kedua nilai-nilai desibel itu. Untuk
menghitung jumlah yang lebih dari dua sumber, carilah perbedaan tingkat
antara setiap dua sumber itu secara berurutan dari arah yang paling besar
ke bawah. Apabila perbedaan dalam tingkat ini lebih besar dari 10 dB atau
lebih, penambahan dengan cara penggabungan dapat diabaikan.
Tabel 11. Tabel Singkat dari Penggabungan Energi
Perbedaan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
Tingkat
Nilai
yang 3.0 2.5 2.1 1.8 1.5 1.2 1.0 0.8 0.6 0.5 0.4 0.3
ditambahkan
Sumber : www.menlh.go.id
Jika jumlah sumber bising lebih dari satu maka pertambahan yang
terjadi pada intensitas kebisingan tersebut bisa dijumlahkan secara aljabar
dan mengunakan Tabel 10.
Tekanan suara dari dua sumber bunyi secara alajabar adalah :
P2
SPL
 SPL 
= anti log
 = 10 10 ............................................................ (14)
2
P0
 10 
dengan menggunakan persamaan tekanan suara dua sumber bunyi :
(P )r2 = (P1 )2r + (P2 )2r
.......................................................................... (15)
47
Dimana : SPL = Sound Propagation Level
r
= rata-rata
Jika persamaan (14) dimasukkan ke dalam persamaan (15) dan
kedua ruas dibagi dengan
didapat :
Pr2 P12 P22
=
+
................................................................................. (16)
P02 P02 P02
Apabila terdapat banyak sumber bunyi, maka :
2
Pr2 ∑ P1
=
= ∑10 0.1×SPL ................................................................ (17)
2
2
P0
P0
Dimana : P1 = tekanan suara di sumber 1
P2 = tekanan suara di sumber 2
Resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan
secara langsung karena skala kebisingan adalah logaritmik sehingga
resultan bising dari kedua sumber tersebut tergantung dari perbedaan
tingkat kebisingan antara kedua sumber tersebut, seperti terlihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah dB(A) yang Harus Ditambahkan ke Bunyi Terbesar
Perbedaan antara sumber bunyi
(dB(A))
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
Jumlah yang harus ditambahkan
(dB(A))
3.0
2.6
2.1
1.8
1.5
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.3
0.2
0.1
Sumber : Wilson (1989)
48
3. PERBEDAAN TINGKAT DESIBEL (KOMPENSASI UNTUK
KEBISINGAN LATAR BELAKANG)
Untuk mengkompensasikan kebisingan latar belakang, perbedaan
desibel dihitung. Rumusnya seperti di bawah ini.
L2
 L1

L3 = 10 log 10 10 − 10 10  ................................................................... (18)


Kompensasi kebisingan latar belakang menggunakan L1 (dB)
sebagai jumlah tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang
ditargetkan dan kebisingan latar belakang, dan L2 (dB) sebagai kebisingan
latar belakang. Rumus akan memperkirakan kebisingan yang ditargetkan
L3 (dB) dengan mendapatkan perbedaannya.
Sebagai jalan pintas untuk menghitung tingkat tekanan suara
berbobot A dari kebisingan latar belakang, dicantumkan untuk mendapat
perbedaan antara nilai dB gabungan dan nilai dB dari kebisingan latar
belakang, dan mengurangi nilai kompensasi dengan nilai dB dari
kebisingan gabungan (dapat dilihat pada Tabel 13). Seperti dapat
dimengerti dari Tabel 13, apabila kebisingan latar belakang adalah 10 dB
atau lebih, dibawah kebisingan gabungan dB, efeknya terhadap kebisingan
yang ditargetkan dapat diabaikan. Apabila perbedaan antara kebisingan
gabungan dan kebisingan latar belakang adalah kecil (di bawah 4 dB
dalam JIS), maka ada kemungkinan terjadi kesalahan, sehingga
kompensasi yang benar tidak mungkin.
Tabel 13. Kompensasi pembacaan alat pengukur tingkat kebisingan untuk efekefek kebisingan latar belakang (Unit-unit: dB)
Perbedaan antara bila ada kebisingan 4 5 6 7 8 9 10 atau lebih
latar belakang dan bila tidak ada
Nilai kompensasi
-2
-1
0
Sumber : www.menlh.go.id
4. TINGKAT DESIBEL RATA-RATA (KEKUATAN RATA-RATA)
Nilai desibel dari kekuatan gabungan rata-rata dapat disebut juga
kekuatan rata-rata (energi rata-rata). Hal tersebut dapat dinyatakan dengan
rumus berikut.
49
L Ave
L1
L2
Ln
 10

10
10
= 10 log 10 + 10 + ... + 10  .............................................. (19)


Apabila dibandingkan dengan formula kombinasi kekuatan, maka menjadi
sebagai berikut.
Lave = L-10log n (dB) ........................................................................ (20)
Oleh sebab itu, pengurangan 10log n dari nilai kekuatan gabungan
memberikan kita kekuatan rata-rata.
F. PROPAGASI SUARA (RAMBATAN SUARA)
1. KEKUATAN
SUARA
DARI
SUMBER
apabila
suatu
DAN
TINGKAT
KEKUATAN SUARA
Suara
dipancarkan
sumber
bergetar,
tetapi
kenyaringan dari suara yang dipancarkan berubah tergantung pada
intensitas dari sumber. Intensitas ini didefinisikan sebagai energi suara
yang dipancarkan dari sumber dalam 1 detik dan dinamakan "kekuatan
suara dari sumber (P)" (unit-unit dari watts [W]). Tingkat indikasi untuk
intensitas dari kekuatan suara ini dinamakan "tingkat kekuatan suara
(PWL)".
PWL = 10 log
P
............................................................................... (21)
P0
 P
SPL = 10 log
P
 ref
2

 ......................................................................... (22)


Dimana : SPL = tingkat tekanan kebisingan (dB)
P
= tekana suara (N/m2)
Pref = tekanan bunyi referensi (2x10-5 N/m2)
P0
= 10-12 W
Seperti dituliskan di atas bahwa tingkat kekuatan suara sama
dengan tingkat tekanan suara. Tetapi, di mana tingkat tekanan suara
mengekspresikan kenyaringan suara yang dimonitor dalam suatu titik
sembarang, tingkat kekuatan suara mengekspresikan intensitas dari
kekuatan akustik yang dipancarkan oleh suatu sumber.
50
2. PROPAGASI SUARA
Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dan sumber
bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat
kebisingan dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan :
Pada suatu titik berjarak r meter dari sumber suara sederhana,
hubungan antara tingkat kekuatan suara (dB), tingkat intensitas suara IL
(dB) dan tingkat tekanan suara SPL (dB) adalah sbb.
Untuk sumber diam :
SPL = IL = PWL - 20log r- 11 (Lapangan bebas) ............................ (24)
SPL = IL = PWL - 20log r- 8 (Lapangan setengah bebas) ............... (25)
Atau dapat disederhanakan menjadi
SL1 – SL2 = 20 log (r2/ r1).................................................................. (26)
Untuk sumber bergerak :
SL1 – SL2 = 10 log (r2/ r1).................................................................. (27)
Dimana : SL1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1
SL2 = intensitas suara sumu kebisingan 2 pada jarak r2
r1
= jarak ke sumber bising yang pertama
r2
= jarak ke sumber bising yang kedua
Yang dimaksudkan disini ialah bahwa, apabila tingkat kekuatan
suara tidak dapat diukur secara langsung, tingkat kekuatan suara dari
sumber dapat diperkirakan dari tingkat tekanan suara yang diukur pada
suatu titik yang jauh dari sumber. Itu juga merupakan formula dasar yang
digunakan secara terbalik untuk meramalkan kenyaringan dari suara yang
menyebar ke dalam lingkungan, dari tingkat kekuatan suara.
Mudah untuk mengingat aturan bahwa tingkat tekanan suara
berbobot A berkurang dengan 6 dB pada jarak dua kali lipat. Ini terjadi
bila sumber suara sederhana, tetapi katakanlah ada suatu jalan atau rel
kereta api, yang merupakan suatu sumber suara sederhana linier tak
terbatas dalam lapangan setengah bebas, maka suara berkurang dengan 3
dB bila jaraknya dua kali lipat. Tentu saja kalkulasi ini memperkirakan
adanya lapangan suara bebas; pengukuran yang sesungguhnya akan
51
bervariasi tergantung pada apakah ada hambatan-hambatan atau tidak, dan
juga pada kondisi cuaca.
G. STANDAR KEBISINGAN
Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan nilai Ambang Batas (NAB),
antara lain menyebutkan NAB Faktor Fisika di tempat kerja 85 dB(A). Bila
kebisingan melebihi NAB maka waktu pemaparan (Exposure Limit)
ditetapkan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Ambang Batas Lama Kerja yang Diizinkan dalam Sehari
Intensitas kebisingan
(dB(A))
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Lama mendengar per hari
8 jam
4 jam
2 jam
1 jam
30 menit
15 menit
7.5 menit
3.75 menit
1.88 menit
0.94 menit
28.12 detik
14.06 detik
7.03 detik
3.52 detik
1.76 detik
0.88 detik
0.44 detik
0.22 detik
0.11 detik
Catatan : Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
Sumber : Menaker (1999)
Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang membahayakan,
maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) tentang kebisingan juga telah
diatur secara Internasional oleh ISO (International Standard Organization),
ILO (Internationa Labour Organitazation) dan OSHA (Occupational Safety
52
and Health Association), serta di Indonesia diatur oleh MENAKER seperti
disajikan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Bebeapa Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Lama Kerja
Kontinu yng Diperkenankan
Intensitas (dB)
OSHA
Indonesia
90
85
92
95
88
97
100
91
105
94
110
97
115
100
ISO
85
88
91
94
97
100
ILO
90
92
95
97
100
105
110
115
Waktu Kerja
(Jam)
8
6
4
3
2
1
0.5
0.25
H. CARA PENGENDALIAN KEBISINGAN
Pada lingkuanga kerja,
kebisingan
yang terjadi tidak boleh
menimbulkan kerugian pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Untuk
meminimalkan efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia.
Menurut Peterson dalam Tampang (1999), bahwa upaya pengendalian
kebisingan diantarannya sebagai berikut :
a) Pengendalian
keteknikan,
yaitu
memodifikasi
peralatan
penyebab
kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan
dan proses tersebut berjalan dengan bahan kontruksi yang tepat.
b) Pengendalian sumber kebisingan, yaitu dilakukan dengan subtitusi antar
mesin, proses, dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi
kebisingan pada masing-masing peralatan dan mesin lama maupun baru.
c) Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari
bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan
peredam getaran, rongga resonansi, dan peredam suara (isolator).
d) Alat Pelindung Diri (APD), yaitu menggunakan Alat Pelindung Telinga
(APT), misalnya earplugs, earmuffs, dan helmet. Alat-alat tersebut dapat
mengurangi intensitas kebisingan sekitar 25 dB sampai 50 dB.
Menurut Hutagalung (2007), permasalahan yang berkaitan dengan
kebisingan dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan sistematik
53
dimana sistem perpindahan semua suara dipecah menjadi tiga elemen, yaitu
sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerimaan akhir. Metode yang
umumnya digunakan untuk mengendalikan sumber suara kebisingan antara
lain, yaitu menggunakan peralatan dengan tingkat kebisingan rendah,
menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi, silencer
(peredam sumber kebisingan), dan vibration damper (peredam sumber
getaran). Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan
berkurang dengan cara melakukan pengadaan penghalang dan absorpsi oleh
peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen
penerimaan akhir, yaitu dengan melakukan improvisasi sistem operasi,
improvisasi pola kerja, dan penggunaan alat pelindung pendengaran.
Menurut McCormick dan Sanders (1987), untuk Alat Pelindung Diri
(APD) terutama telinga terdapat dua tipe Alat Pelindung Telinga (APT), yaitu
APT permanen (earmuffs, earplugs, dan headphone) dan APT tidak permanen
(sumbat telinga seperti kapas kering atau basah dan glassdown). Menurut
Sembodo (2004), selain sumbat telinga dan tutup telinga, untuk mengurangi
kebisingan ada juga yang menggunakan helmet. Jika sumbat telinga mampu
mengurangi kebisingan 8–30 dB dan tutup telinga 25–40 dB, sedangkan helm
mampu mengurangi kebisingan 40–50 dB.
Selain hal-hal tersebut terdapat pengendalian kebisingan dengan
memperhatikan kondisi kerja mesinya yang biasa disebut kontrol engineering.
Kontrol engineering ini ditujukan pada sumber bising dan sebara kebisingan,
misalnya :
a) Pemeliharaan mesin (maintenance), yaitu mengganti, mengencangkan
bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.
b) Mengurangi vibrasi/getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin,
kecepatan putaran, atau isolasi.
c) Mengubah proses kerja, misalnya pukulan diganti dengan kompresi.
d) Mengganti mesin bising tinggi ke mesin yang kurang bising.
e) Mengurani transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas, menggunakan bahan peredam suara pada
didinding dan langit-langit kerja.
54
Selain cara pengendalian yang telah disebutkan di atas, terdapat cara
pengendalian kebisingan yang lebih modern yaitu Active Noise Control (ANC).
ANC adalah modifikasi medan bunyi, terutama penghilangan medan bunyi
oleh alat elektro akustik. ANC adalah satu metoda elektronik yang dapat
mengurangi atau memindahkan bunyi yang tak dikehendaki oleh suatu
gelombang tekanan yang diproduksi dari amplitudo yang sama tetapi
membalikkan bunyi yang tak dikehendaki. Ketika gelombang kebalikan yang
dihasilkan secara elektronis ditambahkan kepada bunyi yang tak dikehendaki,
akan terjadi penghilangan bunyi.
Metoda ANC semakin populer karena dapat memiliki berbagai macam
kegunaan. Sebagai contoh ruang 3D, seperti daerah yang terdapat kehidupan
dan sangat sulit untuk dicapai, atau seorang penumpang yang duduk di dalam
pesawat terbang atau gerbong.
Dalam bentuk yang paling sederhananya, suatu sistem kendali yang
mengatur suatu sumber suara untuk menghasilkan suatu medan bunyi yang
dapat menyerang/menggangu bunyi. Sumber suara seperti itu disebut
penghilangan/gangguan suara, dan hasilnya adalah tidak ada bunyi sama
sekali. Dalam prakteknya tentu saja ANC sangatlah rumit.
ANC berbeda dari metode-metode yang lebih tradision atau yang lebih
pasif untuk mengendalikan bunyi dan vibrasi yang tak dikehendaki. Contoh
pengendalian kebisingan yang pasif, seperti isolasi/penyekatan, knalpotknalpot, mengurangi vibrasi, menggunakan peredaman, pengendalian dengan
penyerapan. Teknik-teknik pengendalian pasif bekerja lebih baik pada
frekwensi pertengahan dan frekwensi tinggi. Tetapi perlakuan-perlakuan yang
pasif akan sulit digunakan untuk frekwensi rendah. Ukuran dan massa dari
perlakuan-perlakuan yang pasif biasanya bergantung pada perubahan
gelombang akustik, membuat mereka lebih tebal dan lebih massif karena
frekwensi yang lebih rendah. beban yang ringan dan ukuran yang kecil dari
sistem yang aktif bisa menjadi manfaat yang penting.
Terdapat empat hal utama dalam ANC, yaitu :
1. Plant; sistem yang secara fisik harus dikendalikan; contohnya adalah
headphone dan udara disekitarnya.
55
2. Sensor; mikrofon-mikrofon, akselerometer-akselerometer, atau perantiperanti lain yang dapat merasakan adanya gangguan dan memonitor
seberapa baik sistem kendali itu sedang bekerja.
3. Actuator; peranti-peranti yang secara fisik mengubah hasil respon dari
plant. Biasanya mereka adalah peranti-peranti electromechanical seperti
pembangkit-pembangkit suara atau vibrasi.
4. Controller; suatu pengolah sinyal (biasanya digital) yang memerintahkan
actuator untuk melakukan apa yang harus dikerjakan. Pengendali dasarnya
adalah sinyal dari sensor, dan biasanya, di beberapa pengetahuan tentang
bagaimana plant bereaksi terhadap actuator.
I. PROSES STAMPING
Pada proses proses produksi pembuatan komponen-komponen
kendaraan, dari raw material sampai keluar menjadi barang jadi, material
tersebut harus melewati berbagai tahapan proses. Salah satunya adalah proses
pengepresan (stamping).
Pada dasarnya proses penekanan atau stamping mengunakan teknik
tumbukan yaitu dengan menekan / menumbuk suatu material (blank material)
pada suatu mesin menjadi bentuk yang diinginkan. Yang dimana mesin press
adalah mesin yang menompang sebuah landasan dan sebuah penumbuk,
sebuah sumber tenaga, dan suatu mekanisme yang menyebabkan penumbuk
bergerak lurus dan tegak menuju landasanya. Untuk menghasilkan kualitas
pengepresan yang baik, perlu adanya alat-alat pendukung dalam melakukan
proses produksi.
Alat-alat pendukung mesin press antara lain adalah Dies. Dies
merupakan suatu cetakan yang digerakan oleh mesin press untuk menekan
bahan/material untuk menghasilkan barang yang sesuai dengan contoh. Proses
pembengkokan dan pemotongan pada mesin press haruslah sesuai dengan
standar yang ada di perusahan. Begitu juga pada saat pemasangan dies itu
sendiri. Cetakan atau dies dapat digolongkan baik menurut jenis spesifikasi
operasi mesin press maupun menurut jenis cetakannya. Penggolongan
56
sederhana yang mencakup jenis cetakan dari dies itu sendiri adalah sebagai
berikut:
1. PROSES PEMBENTUKAN
Proses pembentukan adalah proses dimana logam ditekan dengan
tekanan yang besar sampai dengan batas kemampuan parts tersebut berubah
bentuk seperti yang diinginkan. Dies dapat dikelompokan lagi menjadi :
a. Draw
Yaitu suatu proses pembentukan material. Draw ini merupakan proses
awal pada mesin press/stamping sebelum dilanjutkan ke proses-proses
berikutnya. Untuk proses draw ini bisa dilakukan untuk dua kali proses.
b. Bending
Yaitu suatu proses penekukan part yang hanya dilakukan satu kali per
stroke.
c. Flange
Yaitu suatu proses penekukan material yang lebih dari satu pada setiap
stroke-nya.
d. Curling
Yaitu suatu proses pembentukan diameter.
e. Burring
Yaitu suatu proses penekukan keliling pada bagian dalam lubang.
f. Stamp
Proses yang dilakukan dalam stamp ini sama dengan Draw tetapi dalam
stamp sendiri tidak menggunakan cushion.
g. Bulge
Yaitu suatu proses pembesaran dari diameter pipa.
2. PROSES PEMOTONGAN
Proses pemotongan adalah proses dimana material dipotong sesuai
dengan ukuran yang diinginkan agar material tersebut dapat dikerjakan ke
dalam proses berikutnya. Proses pemotongan ini dapat dikelompokan lagi
menjadi :
57
a.
Cutting
Yaitu suatu proses pemotongan material yang masih berbentuk
lembaran (blank material)
b.
Trim
Yaitu sutu proses pemotongan material pada bagian tepi. Biasanya
proses ini adalah lanjutan dari proses sebelumnya seperti draw, stamp
dan sebagainya.
c.
Pierce
Yaitu suatu proses pembuatan lubang pada material.
d.
Cam Trim / Pierce
Sama seperti proses pierce tetapi pada proses ini pembuatan lubang
yang dilakukan dari stamping material.
e.
Separate
Yaitu suatu proses pemotongan pelat menjadi 2 bagian.
f.
Slit
Yaitu suatu proses penyobekan sebagian material.
g.
Nocthing
Yaitu suatu proses pemotongan sebagian material atau sebuah coakan
kecil.
58
Download