tesis nonik 29 maret 2016 Bab 2

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Teori utama (grand theory) yang mendasari penelitian ini adalah agency
theory dan teori pendukung (supporting theory) adalah Legitimacy theory dan
Stakeholder Theory . Berikut ini penjelasan dari tiap-tiap teori tersebut
2.1 Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan mengenai hubungan antara
principal (pemegang saham) dan agent (manajemen). Hardiningsih (2009)
menyatakan bahwa agency theory merupakan teori yang mengatur hubungan
pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dengan principal,
dimana manajer sebagai agent dan shareholder sebagai principal. Agent diberikan
mandat oleh shareholder (principal) untuk menjalankan bisnis demi kepentingan
principal dan agent itu sendiri. Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori
keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut.
Proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan
antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut
agency problem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan
mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama
perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan
10
11
kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya
konflik yang biasa disebut agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer
mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai
kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut
akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan
keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga
menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
2.2 Teori Legitimasi
Legitimacy theory mengungkapkan bahwa perusahaan secara kontinyu
berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma dalam
masyarakat, atas usahanya tersebut perusahaan berusaha agar aktivitasnya
diterima menurut persepsi pihak eksternal (Deegan, 2000 dalam Febrina dan
Suaryana, 2011). Legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh perusahaan
telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat.
Kelangsungan hidup perusahaan akan terancam jika tidak adanya keselarasan
antara sistem nilai perusahaan dengan sistem nilai masyarakat dan menyebabkan
perusahaan tidak memperoleh legitimasi. Jadi pengungkapan CSR merupakan hal
penting untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi
perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Haniffa dan Cooke, 2005 dalam
Chritiyanti, 2011).
12
2.3 Stakeholder Theory
Stakeholder Theory menyatakan bahwa kegiatan operasional perusahaan
harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholders-nya (Kusumadilaga,
2010). Dari tahun 1980-an, teori stakeholder secara bertahap menempatkan
dirinya sebagai kerangka kerja untuk lebih menentukan bahwa perusahaan harus
memiliki tanggung jawab sosial (Dkhili dan Ansi, 2012). Teori stakeholder
menunjukkan bahwa penting bagi perusahaan untuk bergerak memperoleh
keuntungan pasar dalam mencapai kinerja yang unggul dalam bisnis mereka
(Arshad et al., 2012). Keberadaan stakeholder di suatu perusahaan sangat penting.
Menurut Rawi dan Muchlish (2010) stakeholder merupakan orang atau kelompok
orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan,
kebijakan, maupun operasi perusahaan. Kaitannya dengan CSR adalah segala
informasi yang diberikan perusahaan mengenai kinerja perusahaan kepada
stakeholder tidak hanya didasarkan pada kinerja keuangan saja. CSR mampu
memberikan informasi tambahan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
yang telah dilakukan perusahaan yang nantinya juga berpengaruh dalam
pengambilan keputusan. CSR mengharuskan perusahaan untuk bertanggung
jawab kepada stakeholder dan melaporkan pertanggungjawaban yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
2.4
Corporate Social Responsibility
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai
social disclosure, corporate social reporting, social accounting atau corporate
13
social
responsibility
(Hackston
and
Milne,
1996)
merupakan
proses
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab
organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang
saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai
tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang
saham (Beasley, 1996)
2.5
Kinerja Keuangan
Menurut Chandra (2010) kinerja keuangan merupakan prestasi kerja yang
telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada
laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisis rasio keuangan
merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai
hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan
dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu. Makna dan kegunaan
rasio keuangan dalam praktik bisnis pada kenyataannya bersifat subyektif,
bergantung pada untuk apa suatu analisis dilakukan dalam konteks apa analisis
tersebut diaplikasikan.
Dalam pengukuran kinerja keuangan suatu perusahaan terdapat
berbagai macam rasio yang digunakan. Adapun rasio yang sering digunakan
oleh para peneliti dalam melakukan penelitian untuk mengukur kinerja
keuangan suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas atau rentabilitas.
14
Profitabilitas itu sendiri adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang
ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya
(Harahap, 2002). Laba bersih merupakan indikator kinerja keuangan
perusahaan dan dapat digunakan oleh para stakeholder sebagai dasar dalam
mengambil keputusan di perusahaan (Weshah et al., 2012).
Menurut Rahayu (2010), penilaian terhadap kinerja keuangan suatu
perusahaan merupakan cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar
dalam memenuhi kewajiban terhadap para penyandang dananya dan merupakan
suatu bentuk pertanggung jawaban atas kinerja yang telah dilakukannya dan atas
dana yang telah diinvestasikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
perusahaan. Penilaian kinerja juga dapat digunakan sebagai penilaian atas segala
keputusan yang telah dilakuakn oleh manajemen Jadi dalam menilai kinerja
keuangan perusahaan, dapat digunakan suatu ukuran atau tolak ukur tertentu.
Menurut Putri (2009) dalam Rahayu (2010), ada dua macam kinerja yang diukur
dalam berbagai penelitian, yaitu kinerja operasi perusahaan dan kinerja pasar.
Kinerja operasi perusahaan diukur dengan melihat kemampuan perusahaan yang
tampak pada laporan keuangannya. Rasio profitabilitas merupakan salah satu dari
kinerja operasi, return on asset (ROA) merupakan salah satu dari pengukuran
rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuangan pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu,
rasio yang sering digunakan adalah ROA (Zuraedah, 2010). Rasio ROA adalah
salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur
15
kemampuan perusahaan untuk mengasilkan laba atas keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktivitas yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Zuraedah, 2010).
2.6
Struktur Modal
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada
diatas targetstruktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan
menurunkan nilaiperusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah
salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah
proporsi pendanaan dengan hutang (debtfinancing) perusahaan, yaitu rasio
leverage perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari struktur modal
perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan produktivitas dan kinerja
perusahaan.
Menurut Brigham dan Houston, (2001) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi struktur modal, pertama adalah stabilitas penjualan, perusahaan
dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak
pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Kedua adalah struktur aktiva;
perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih
banyak menggunakan utang. Faktor ketiga yang mempengaruhi struktur modal
adalah leverage operasi. Dalam hal ini, perusahaan dengan leverage operasi yang
lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena
memiliki resiko bisnis yang lebih kecil. Faktor keempat adalah tingkat
pertumbuhan; perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak
16
mengandalkan modal eksternal. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang
memiliki pertumbuhan yang pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih
besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan hutang.
2.7
Nilai Perusahaan
Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV)
atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting
bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara
keseluruhan. Wahyudi (2006) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan
harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut di jual.
Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan
juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai
sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan
utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidahwati, 2002).
2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh profitabilitas terhadap nilai
perusahaan dan CSR terhadap nilai perusahaan. Namun dalam beberapa penelitian
terdahulu masih terdapat ketidak konsistenan hasil penelitian. Penelitian yang
dilakukan Swastika (2013) dimana kinerja keuangan tidak mampu memediasi
hubungan antara CSR terhadap nilai perusahaan. Tidak mampunya kinerja
keuangan memediasi hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan disebabkan
karena proksi ROA belum mampu menggambarkan kinerja keuangan perusahaan
17
yang sebenarnya. Wahyu Ardimas (2011) menyatakan bahwa Kinerja perusahaan
yang di ukur menggunakan ROA, ROE, OPM, NPM berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Sedangkan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Menurut Muliani dan Yuniarta (2014) hasil penelitian menunjukkan
kinerja
keuangan yang diproksikan dengan ROA mempunyai pengaruh terhadap nilai
perusahaan secara positif, corporate social responcibility mampu memoderasi
kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan secara positif,
good corporate
governance mampu memoderasi kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan
secara negative (diperlemah).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yuniasih (2007) dimana hasil
penelitian Return on asset terbukti berpengaruh positif pada nilai perusahaan,
penelitian Ervina Rosiana (2013) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
dan profitabilitas
diproksikan dengan ROA mampu memperkuat pengaruh
pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan Hasil berbeda dinyatakan oleh
Aulia (2013) Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan kinerja keuangan (ROE) tidak
mampu memoderasi hubungan antara pengungkapan CSR dengan nilai
perusahaan.
Download