PENGANTAR TEORI INTEGRAL

advertisement
BAB 6
PENGANTAR TEORI
INTEGRAL
One can not understand . . . the universality of law of nature, the
realtionship of things, without an understanding of mathematics. There
is no way to do it.
Richard P FEYNMAN
6.1 Pendahulan
Dalam kalkulus siswa mempelajari dua macam integral. Diperhatikan dua
ilustrasi berikut.
ˆ
1
x3 dx = x4 + C
4
di mana C adalah konstanta sebarang, dan
ˆ
2
1
1 4
x dx =
x
4
3
2
=
1
15
1 4
2 − 14 = .
4
4
Ekspresi pertama adalah integral taktentu (indenite integral ) atau antiderivatif dan ekspresi kedua adalah integral tertentu (denite integral ).
Sepintas lalu kedua bentuk ini identik dan teori yang mendasarinya adalah
sama yaitu menggunakan konsep derivatif. Selama puluhan tahun para matematikawan mendenisikan integral tertentu langsung dari antiderivatif. Padahal
sesungguhnya cara ini kurang pas karena dapat menghambat perkembangan
teori integral itu sendiri seperti pernah dikemukan oleh Cauchy. Cauchy melihat bahwa pengertian integral tertentu dapat dipisahkan dari integral taktentu.
1
2
BAB 6. PENGANTAR TEORI INTEGRAL
Untuk ini dia kembali ke geometri orang-orang Yunani kuno yang menyajikan
metoda menghitung luas daerah di dalam kurva tertutup dengan pendekatan
bangun-bangun sederhana (persegi panjang, segitiga, bujursangkar).
Kembali ke contoh, bahwa integral berikut
ˆ
2
x3 dx
1
dapat diinterpretasikan sebagai luas daerah di dalam kurva yang dibatasi oleh
grak y = x3 , garis x = 1 dan x = 2 serta garis y = 0 (sumbu X ). Caranya
adalah dengan membagi interval [1, 2] dalam n subinterval [1, 1+ n1 ], [1+ n1 , 1+
n−1
2
n ], · · · , [1 + n , 2]. Selanjutnya dibangun para persegipanjang dengan alas
subinterval tersebut. Untuk itu dua kemungkinan dari sekian banyak kemungkinan pemilihan tinggi persegipanjang adalah diambil ujung kiri dan ujung
kanan subinterval seperti disajikan pada gambar berikut. Pada gambar kiri
diperoleh para persegi panjang dengan lebar alas n1 dan tinggi f (1 + k−1
n ),
k = 1, 2, · · · , n sehingga luas keseluruhannya adalah
SnL
=
n
X
(1 +
k=1
k−1 31
) .
n
n
Gambar 6.1: Ilustrasi aproksimasi luas
Sedangkan pada gambar kanan para persegi panjang tersebut mempunyai lebar
alas n1 dan tinggi f (1+ nk ), k = 1, 2, · · · , n sehingga luas keseluruhannya adalah
SnU =
n
X
k=1
(1 +
k 31
) .
n n
Dapat dipahami bahwa luas sesungguhnya berada di antara kedua kuantitas
ini. Bila n membesar maka kedua kuantitas ini saling mendekati. Perhatikan
hasil perhitungan numerik berikut.
6.2.
3
PENDEFINISIAN INTEGRAL
n
SnL
SnU
5
20
50
100
150
200
400
3.0800 3.5769 3.6803 3.7151 3.7267 3.7325 3.7413
4.4800 3.9269 3.8203 3.7851 3.7773 3.7675 3.7588
Dapat´ diamati bahwa dari bawah meningkat dan dari
´ 2 3atas menurun menuju
2 3
15
nilai 1 x dx = 4 = 3.75. Jelas, berlaku 3.7413 ≤ 1 x dx ≤ 3.7588.
Ilustrasi ini mendasari pendenisian integral taktentu
ˆb
f (x) dx.
(6.1.1)
a
6.2 Pendenisian Integral
Pertama-tama, interval [a, b] dipecah berdasarkan titik-titik partisi
a = x0 < x1 < x2 < · · · < xn = b
sehingga terbentuk subinterval [x0 , x1 ], [x1 , x2 ], · · · , [xn−1 , xn ]. Himpunan titiktitik π = {x0 , x1 , x2 , · · · , xn } ini disebut partisi pada [a, b]. Norma (mesh )
partisi π didenisikan sebagai
kπk :=
max (xk − xk−1 ).
k=1,2,··· ,n
Lebar masing-masing subinterval tidak harus sama. Berdasarkan denisi ini
maka partisi minimal memuat dua titik ujung interval a dan b.
Contoh 6.1. Misalkan I := [0, 1] maka
1. π1 = {0, 1} adalah partisi pada I dengan norma |π1 | = 1.
(a) π2 = {0, 31 , 21 , 1} adalah partisi dengan norma |π2 | = max{( 13 −
0), ( 12 − 13 ), (1 − 12 )} = 12 .
(b) πn = {0, n1 , n2 , · · · , nn = 1} partisi pada I yaitu partisi seragam
karena lebar setiap subintervalnya sama. Mesh partisi ini adalah
|πn | = n1 . Banyak titik pada partisi ini bergantung pada n ∈ N.
(c) Q = {0, 41 , 21 } bukan partisi dikarenakan titik ujung interval x = 1
tidak masuk himpunan ini.
(d) Q = {0, 31 , 14 , 1} bukan partisi sebab urutan 0 := x0 < x1 := 13 <
x2 := 14 < x3 := 1 tidak dipenuhi.
BAB 6. PENGANTAR TEORI INTEGRAL
4
y=f(x)
y=f(x)
y=f(x)
Gambar 6.2: Berbagai jumlahan Riemann
Pembahasan konsep partisi lebih detail akan diberikan pada pokok bahasan
berikutnya. Selanjutnya dibentuk jumlahan berikut.
S(π, f ) :=
n
X
f (ξk )(xk − xk−1 )
(6.2.1)
k=1
di mana ξk ∈ [xk−1 , xk ] disebut label (tag ) subinterval Ik = [xk−1 , xk ]. Ekspresi (6.2.1) disebut jumlahan Riemann (Riemann sum ). Jumlah Riemann
ini sesungguhnya fungsi dari label ξk . Artinya setiap label diganti maka nilai
jumlahan Riemann juga berubah. Interpretasi beberapa jumlahan Riemann
ditunjukkan pada Gambar 6.2. Pendenisian integral tertentu (6.1.1) selanjutnya didasarkan pada jumlahan Riemann ini dan tidak menggunakan konsep
diferensial sama sekali.
6.2.1
Metoda Cauchy
Cauchy mendenisikan integral untuk fungsi kontinu. Bila fungsi f kontinu
maka limit jumlahan Riemann (6.2.1) ada apapun label ξk yang dipilih di dalam
Ik . Selanjutnya limit jumlahan Riemann ini diambil sebagai nilai integral
taktentu (6.1.1). Eksistensi limit ini diberikan dalam teorema berikut.
Teorema 6.1. Misalkan f fungsi kontinu pada interval [a, b]. Maka terdapat
bilangan I sehingga setiap > 0 terdapat δ > 0 di mana setiap partisi π =
{a = x0 , x1 , x2 , · · · , xn = b} dengan norma |π| < δ berlaku
n
X
f
(ξ
)(x
−
x
)
−
I
<
k
k
k−1
k=1
di mana label ξk ∈ [xk−1 , xk ] dipilih sebarang. Selanjutnya bilangan I pada
teorema ini didenisikan sebagai nilai integral takentu, ditulis
ˆ
b
f (x) dx = I.
a
6.2.
5
PENDEFINISIAN INTEGRAL
Bukti. Lihat Thomson, Bruckner and Bruckner (2001).
Denisi 6.1. Berdasarkan teorema di atas, integral fungsi kontinu didenisikan sebagai limit jumlahan Riemann berikut
ˆ
b
f (x) dx := lim
|πn |→0
a
n
X
(6.2.2)
f (ξk )(xk − xk−1 ).
k=1
Limit ini diambil untuk norma partisi menuju nol. Bila |πn | → 0 maka n → ∞.
Sebaliknya, bila n → ∞ belum tentu |πn | → 0. Hal ini dikarenakan dapat saja
penambahan titik-titik partisi hanya dilakukan pada beberapa subinterval saja.
Tetapi dalam kasus partisi seragam, yaitu semua subintervalnya mempunyai
panjang sama maka kedua syarat ini ekuivalen, yaitu n → ∞ bila hanya bila
|πn | → 0. Misalkan πn = {x0 , x1 , · · · , xn } partisi seragam pada [a, b], yaitu
|Ik | = (xk − xk−1 ) = b−a
n := h maka diperoleh titik partisi xk = a + kh, k =
0, 1, 2, · · · , n. Dengan mengambil ξk sebagai tepi kiri subinterval [xk−1 , xk ],
yaitu ξk = xk + (k − 1)h maka berdasarkan (6.2.2) diperoleh
ˆ
n
X
b
f (x) dx := lim
|πn |→0
a
n
b−a X
k
f (a + (b − a)).
n→∞
n
n
f (ξk )(xk − xk−1 ) = lim
k=1
(6.2.3)
k=1
Formula (6.2.3) akan berbeda jika diambil label ξk berbeda, misalnya sebagai
tepi kanan subinterval namun hasil limitnya akan memberikan nilai yang sama.
Contoh 6.2. Buktikan bila f fungsi konstan, yaitu f (x) = α maka
α(b − a).
´b
a
f (x) dx =
Bukti. Untuk sebarang partisi π = {x0 , x1 , · · · , xn } maka diperoleh jumlahan
Riemann berikut
S(π, f ) =
n
X
f (ξk )(xk − xk−1 )
k=1
n
X
(xk − xk−1 )
= α
k=1
= α(x1 − x0 + x2 − x1 + x3 − x2 + · · · + xn − xn−1 )
= α(xn − x0 ) = α(b − a).
Karena sebarang partisi dan label (ξk ), S(π, f ) = α(b − a) tidak bergantung pada n maka berdasarkan (6.2.2) disimpulkan
ˆ
b
f (x) dx = α(b − a). a
BAB 6. PENGANTAR TEORI INTEGRAL
6
Contoh 6.3. Buktikan
´2
1
x3 dx =
dengan menggunakan partisi seragam.
15
4
Bukti. Cukup gunakan (6.2.2) di mana a = 1, b = 2 dan f (x) = x3 . Diperoleh
n
k
b−a X
f (a + (b − a))
n
n
n
=
k=1
1X
k
f (1 + )
n
n
k=1
n
X
=
1
n
=
n 1X
k
k2
k3
1+3 +3 2 + 3
n
n
n
n
=
(1 +
k=1
k 3
)
n
k=1
n
X
n
n
n
3 X
3 X 2
1 X 3
1
1+ 2
k+ 3
k + 4
k =: p
n
n
n
n
k=1
k=1
k=1
k=1
| {z }
Selanjutnya dengan menggunakan rumus jumlahan nk=1 k = n2 (n + 1),
2
Pn
Pn
n
n
2
3
maka diperoleh
k=1 k = 6 (n + 1)(2n + 1) dan
k=1 k = 2 (n + 1)
P
2
3 n
3 n
1 n
(n
+
1)
+
(n
+
1)(2n
+
2)
+
(n
+
1)
n2 2
n3 6
n4 2
1
1
3
= 1 + + 1 + + O( )
2
4
n
15
1
=
+ O( )
4
n
p = 1+
di mana O( n1 ) suku yang didominasi dari atas oleh n1 , yaitu O( n1 ) = K · n1
untuk suatu konstanta K . Mudah ditunjukkan dengan menjabarkan semua suku dalam operasi di atas (lihat denisi big-O pada bab sebelumnya). Diperhatikan berlaku limn→∞ O( n1 ) = 0. Akhirnya diperoleh
ˆ
2
n
b−aX
k
f (a + (b − a))
n→∞ n
n
k=1
15
1
= lim
+ O( )
n→∞
4
n
15
=
. 4
x3 dx =
1
lim
Contoh 6.4. Nyatakan limit berikut dalam bentuk integral pada
n
1X
lim
f
n→∞ n
k=1
k
.
n
6.2.
7
PENDEFINISIAN INTEGRAL
Penyelesaian. Bandingkan dengan (6.2.3), diperoleh
b−a = 1
k
k
a + (b − a) =
n
n
Substitusi persamaan pertama ke persamaan kedua diperoleh
a+
k
k
· 1 = → a = 0 → b = 1.
n
n
Jadi diperoleh
n
1X
lim
f
n→∞ n
k=1
ˆ 1
k
=
f (x) dx. n
0
Contoh 6.5. Nyatakan limit berikut dalam bentuk integral, kemudian hitunglah nilainya dengan kalkulus biasa.
e1/n + e2/n + · · · + e(n−1)/n + en/n
n→∞
n
lim
dan
lim n
n→∞
1
1
1
+
+ ··· +
2
2
(n + 1)
(n + 2)
(n + n)2
.
Penyelesaian.
1. Tulis dulu dalam notasi sigma, diperoleh
n
1 X k/n
e .
n→∞ n
lim
k=1
Berdasarkan contoh sebelumnya bentuk ini dapat ditulis dalam integral
ˆ
1
ex dx,
0
sebab f ( nk ) = ek/n , jadi f (x) = ex . Selanjutnya diselesaikan dengan
kalkulus diperoleh
n
1 X k/n
lim
e
=
n→∞ n
k=1
ˆ
0
1
ex dx = [ex ]10 = e1 − e0 = e − 1.
BAB 6. PENGANTAR TEORI INTEGRAL
8
2. Ubah dulu kedalam bentuk standar
n
n
X
k=1
n
1X
1
=
2
(n + k)
n
k=1
n
n+k
2
n
1X
=
n
k=1
1
1 + ( nk )
!2
n
1X
1
.
k 2
n
k=1 1 + ( n )
=
Dengan membandingkan ini terhadap (6.2.2) maka diperoleh f (x) =
1
, a = 0, b = 1. Jadi limit ini dapat dinyatakan dalam integral
(1+x)2
berikut
lim n
n→∞
1
1
1
+
+ ··· +
2
2
(n + 1)
(n + 2)
(n + n)2
ˆ
1
=
0
1
dx.
(1 + x)2
Selanjutnya diselesaikan dengan kalkulus biasa diperoleh
ˆ
1
0
dx
(1 + x)2
ˆ
1
=
(1 + x)−2 d(1 + x)
0
1
(1 + x)−2+1
=
−2 + 1
= − 2−1 − 1−1
1
. =
2
1
0
Biasanya proses pembuktian integral menggunakan partisi seragam seperti beberapa contoh sebelumnya. Namun demikian kita dapat juga mengambil partisi takseragam seperti diberikan contoh berikut.
Contoh 6.6. Hitunglah integral
´b
xp dx, p 6= −1 dengan memecah interval
[a, b] dalam subinterval [a, aq], [aq, aq 2 ], · · · [aq n−1 , aq n ] di mana aq n := b.
a
Penyelesaian. Perhatikan bahwa partisi πn = {a, aq, aq 2 , · · · , aq n−1 , aq n =
b} bukan partisi seragam seperti dalam banyak contoh sebelumnya. Diamati bahwa panjang subintervalnya membentuk barisan geometri, yaitu a(q −
1), aq(q − 1), aq 2 (q − 1), · · · . Ini merupakan partisi takseragam. Dengan
k
demikian subinterval Ik = [aq k−1 , aq k ] mempunyai
q lebar |Ik | = 4xk = aq −
1/n
aq k−1 = aq k−1 (q − 1). Karena aq n = b maka q = n ab = ab
. Amati bahwa
bila n → ∞ maka q → 1. Bila q → 1 maka lebar subinterval |Ik | → 0 sehingga
norma partisi |πn | → 0 untuk n → ∞. Jadi kita dapat menghitung integral ini
sebagai berikut
ˆ
b
f (x) dx = lim
a
n→∞
n
X
k=1
f (ξk )4xk = lim
n→∞
n
X
k=1
f (ξk )aq k−1 (q − 1)
6.2.
9
PENDEFINISIAN INTEGRAL
maka ξk ∈ [xk−1 , xk ] sebarang titik label. Untuk kali ini diambil labelnya
sebagai ujung kanan subinterval, yaitu ξk = xk−1 = aq k . Diperoleh
n
X
f (ξk )aq
k−1
(q − 1) =
k=1
n
X
(aq k )p aq k−1 (q − 1)
k=1
=
n
X
ap+1 q kp+k−1 (q − 1)
k=1
n
= ap+1
q − 1 X p+1 k
q
.
q
|k=1 {z
}
Sn
Karena p 6= −1 maka Sn adalah deret geometri dengan suku pertama q p+1 dan
rasio r = q p+1 . Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri diperoleh
Sn =
=
=
=
q p+1 q (p+1)n − 1
q p+1 − 1
q p+1 (q n )p+1 − 1
q p+1 − 1
q p+1 a−(p+1) (aq n )p+1 − 1
q p+1 − 1
q p+1 a−(p+1) (b)p+1 − 1
.
q p+1 − 1
Kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan sebelumnya, diperoleh
n
X
f (ξk )aq
k−1
p+1 q
(q − 1) = a
k=1
n
− 1 X p+1 k
q
q
k=1
|
{z
}
Sn
a−(p+1) (b)p+1 − 1
−1
= a
q
q p+1 − 1
q p+1 − q p p+1
p+1
=
b
−
a
.
q p+1 − 1
p+1 q
q p+1
BAB 6. PENGANTAR TEORI INTEGRAL
10
Selanjutnya diperoleh
ˆ
n
X
b
f (x) dx =
a
lim
n→∞
f (ξk )aq k−1 (q − 1)
k=1
q p+1 − q p p+1
= lim p+1
b
− ap+1
q→1 q
−1
q p+1 − q p
= bp+1 − ap+1 lim p+1
.
q→1 q
−1
|
{z
}
L
Hitung dulu nilai limit L. Karena limit ini merupakan bentuk taktentu
dapat digunakan aturan L'Hospital, yaitu
0
0
maka
q p+1 − q p
q→1 q p+1 − 1
(p + 1)q p − pq p−1
= lim
q→1
(p + 1)q p
p
= 1 − lim
q→1 (p + 1)q
1
p
=
.
= 1−
p+1
p+1
L = lim
Akhirnya diperoleh
ˆ
a
b
1
q p+1 − q p
=
xp dx = bp+1 − ap+1 lim p+1
bp+1 − ap+1 . q→1 q
−1
p+1
{z
}
|
L
Perhatikan dengan saksama bahwa metoda perhitungan di atas tidak berlaku
jika a = 0 sebab partisi yang dimaksud tidak terdenisi.
Download