3194

advertisement
PENDAHULUAN
mendapatkan 75% bayi baru lahir
menderita ikterus dalam minggu pertama
kehidupannya. Di Indonesia, insiden
ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan
di beberapa RS pendidikan antara lain
RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo,
RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7%
hingga 85%.
Di Kabupaten Batang, pada tahun
2012 tercatat ibu hamil sebanyak 13.846
orang. Dari jumlah itu, lahir hidup
sebanyak 13.245, lahir mati 120, Angka
Kematian Ibu (AKI) 25, Angka Kematian
Bayi (AKB) 13,14/1.000KH atau sebanyak
174 bayi, dan Angka Kematian Balita
(AKABA) 14,72/1.000KH atau 195 balita.
Angka-angka tersebut lebih tinggi dari data
yang tercatat di Provinsi Jawa Tengah. Di
tingkat Provinsi Jateng, pada tahun 2012
AKI tercatat sebanyak 675, AKB
10,75/1.000KH
dan
AKABA
11,85/1.000KH (DINKES Jateng, 2012).
Berbagai cara telah digunakan
untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia
indirek.
Strategi
tersebut termasuk pencegahan, penggunaan
farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.
American Academy of Pediatrics tahun
2004 mengeluarkan strategi praktis dalam
pencegahan
dan
penanganan
hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35
minggu atau lebih) dengan tujuan untuk
menurunkan insidensi dari neonatal
hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati
bilirubin serta meminimalkan risiko yang
tidak menguntungkan seperti kecemasan
ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi
yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik
beratkan pada pemberian minum sesegera
mungkin,
sering
menyusui
untuk
menurunkan
shunt
enterohepatik,
menunjang kestabilan bakteri flora normal,
dan merangsang aktifitas usus halus
(Sukadi, 2012).
Ikterus akibat ASI merupakan
unconjugated hiperbilirubinemia yang
mencapai puncaknya terlambat ( biasanya
menjelang hari ke 6-14). Dapat dibedakan
dari penyebab lain dengan reduksi kadar
A. Latar Belakang
Ikterus ialah warna kuning yang
dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
kulit atau organ lain akibat penumpukan
bilirubin. Bilirubin merupakan hasil
penguraian sel darah merah di dalam
darah. Penguraian sel darah merah
merupakan proses yang dilakukan oleh
tubuh badan manusia apabila sel darah
merah telah berusia 120 hari. Hasil
penguraian hati (hepar) dan disingkirkan
dari badan melalui buang air besar (BAB)
dan buang air kecil (BAK) (Marmi, 2012).
Ketika bayi berada di dalam
kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan
melalui uri (plasenta) dan diuraikan oleh
hati ibu. Bila kadar bilirubin darah
melebihi 2 mg%, maka ikterus akan
terlihat namun pada neonatus ikterus masih
belum terlihat meskipun kadar bilirubin
darah sudah melampui 5 mg%. Ikterus
terjadi karena peninggian kadar bilirubin
indirek (unconjugated) dan atau kadar
bilirubin direk (conjugated). Bilirubin
sendiri adalah anion organik yang
berwarna orange dengan berat molekul
584. Asal mula bilirubin dibuat daripada
heme
yang
merupakan
gabungan
protoporfirin dan besi (Marmi, 2012).
Ikterus dibedakan menjadi 3 tipe
ikterus fisiologi, ikterus patologik, kern
ikterus. Ikterus fisiologik adalah ikterus
yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologik, kadarnya tidak melewati kadar
yang
membahayakan
atau
yang
mempunyai potensi menjadi kern ikterus
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologi adalah ikterus
yang mempunyai dasar patologi atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubinemia (Marmi, 2012).
Di Amerika Serikat, sebanyak 65
% bayi baru lahir menderita ikterus dalam
minggu pertama kehidupannya. Di
Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di
rumah sakit pemerintah dan pusat
kesehatan di bawah Departemen Kesehatan
1
bilirubin yang cepat bila disubstitusi
dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal
ini untuk membedakan ikterus pada bayi
yang disusui ASI selam minggu pertama
kehidupan.
Sebagian
bahan
yang
terkandung
dalam
ASI
(beta
glucoronidase) akan memecah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam lemak,
sehingga bilirubin indirek akan meningkat,
dan kemudian akan diresorbsi oleh usus.
Bayi
yang
mendapat
ASI
bila
dibandingkan dengan bayi yang mendapat
susu formula, mempunyai kadar bilirubin
yang lebih tinggi berkaitan dengan
penurunan asupan pada beberapa hari
pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
dengan menghentikan pemberian ASI
melainkan dengan meningkatkan frekuensi
pemberian (Marmi, 2012).
Pencegahan dan penanganan
hiperbilirubinemia yaitu mempercepat
metabolisme dan pengeluaran bilirubin
dengan early feeding pemberian makanan
dini pada neonatus dapat mengurangi
terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus,
karena dengan pemberian makanan yang
dini itu terjadi pendorongan gerakan usus
dan mekonium lebih cepat dikeluarkan,
sehingga peredaran enterohepatik bilirubin
berkurang. Menyusui bayi dengan ASI
(Air Susu Ibu), bilirubin juga dapat pecah
jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan
cukup ASI. Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang
dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan
tetapi pemberian ASI juga harus dibawah
pengawasan dokter karena pada beberapa
kasus ASI justru meningkatkan kadar
bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di
dalam ASI memang ada komponen yang
dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya
(Marmi, 2012).
Optimisasi pemberian ASI pada
periode perinatal adalah penting, jika kadar
bilirubin meningkat, dianjurkan untuk
mendukung ibu agar lebih sering menyusui
dengan interval 2 jam dan tidak
memberikan makanan tambahan, atau
setidaknya 8-10x per 24 jam. Ada
hubungan yang jelas antara frekuensi
menyusui dengan penurunan insidensi
hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering
mungkin tidak akan meningkatkan intake
tetapi akan meningkatkan peristaltik dan
frekuensi BAB sehingga meningkatkan
ekskresi bilirubin. Pilihan terapi dalam
menangani
kasus
bayi
dengan
hiperbilirubinemia untuk menurunkan
kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara
lain fototerapi (Martiza, 2012).
Selain menggunakan ASI, bisa
ditangani dengan cara terapi sinar. Terapi
sinar dilakukan selama 24 jam atau
setidaknya sampai kadar bilirubin dalam
darah kembali ke ambang batas normal.
Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh
bayi dapat dipecah dan menjadi mudah
larut dalam air tanpa harus diubah dahulu
oleh organ hati, terapi sinar juga berupaya
menjaga kadar bilirubin agar tidak terus
muncul dari lampu tersebut kemudian
diarahkan pada tubuh bayi, seluruh
pakainnya dilepas kecuali mata dan alat
kelamin harus mencegah efek cahaya
berlebihan dari lampu lampu tersebut
(Marmi, 2012). Fototerapi terdiri dari
radiasi bayi jaundice dengan lampu energi
foton yang berasal dari lampu akan
merubah struktur molekul bilirubin dengan
dua cara sehingga bilirubin diekskresi ke
empedu atau urin tanpa membutuhkan
glukoronidase hepatik seperti biasanya
(Martiza, 2012).
Dari hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 27
Juni 2013 di RSUD Batang menunjukkan
besarnya angka ikterus di RSUD Batang,
yaitu selama bulan Mei sampai 27 Juni
2013 terdapat 18 bayi yang mengalami
ikterus patologi dengan kadar bilirubin
yang bervariasai. Dari 18 bayi yang
mengalami ikterus patologi 11 bayi (62,5
%) dengan berat badan lahir rendah, jenis
persalinan spontan menunjukkan kadar
bilirubin Direct antara 0,48-0,97 mg/dl dan
kadar bilirubin Indirect antara 14,86-22,65
mg/dl, dengan jumlah bilirubin serum total
antara 15.39-23.46 mg/dl. 7 bayi (37,5 %)
dengan berat badan normal dan jenis
2
persalinan sectio caesarea menunjukkan
kadar bilirubin Direct antara 0,57-0,88
mg/dl dan kadar bilirubin Indirect antara
12,91-20,00 mg/dl, dengan jumlah
bilirubin serum total antara 13.48-20.00
mg/dl. Tindakan yang dilakukan di RSUD
Batang selain dengan fototerapi yaitu
dengan pemberian ASI on demand sesuai
kebutuhan bayi dibawah pengawasan
dokter. Bayi yang belum bisa menghisap
puting ibu, tetap diberikan ASI melalui
sonde dengan frekuensi setiap 3 jam sekali.
Dari 18 bayi yang mengalami
ikterus patologi, 11 bayi (62,5 %) dengan
jumlah bilirubin serum total antara 13.4818.38 mg/dl, ada 6 bayi yang diberi
perlakuan dengan cara pemberian ASI
secara terus menerus atau on demand kadar
bilirubinnya lebih cepat mengalami
penurunan dan bayi cenderung lebih
tenang, dan 2 bayi yang tidak diberi
perlakuan dengan cara pemberian ASI
kadar bilirubinnya tidak mengalami
penurunan, sedangkan 3 bayi (37,5 %)
dengan jumlah bilirubin serum total antara
18.97-23.46 mg/dl yang diberi perlakuan
dengan fototerapi kadar bilirubinnya
mengalami penurunan yang tidak terlalu
cepat dan bayi cenderung gelisah dan
letargis, serta bayi sering rewel dan
mengalami perubahan suhu tubuh.
Berdasarkan latar belakang diatas,
peneliti
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
yang
bertujuan
untuk
mengetahui “ Hubungan Pemberian ASI
dan Fototerapi terhadap Perubahan Kadar
Bilirubin pada Bayi Ikterus di RSUD
Batang”.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada
latar
belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut “
adakah hubungan pemberian ASI dan
fototerapi terhadap perubahan kadar
bilirubin pada bayi ikterus di RSUD
Batang”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian ASI
dan fototerapi terhadap perubahan
kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui
gambaran
kadar
bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang.
b. Mengetahui gambaran pemberian
ASI pada bayi ikterus di RSUD
Batang.
c. Mengetahui gambaran fototerapi
pada bayi ikterus di RSUD Batang.
d. Menganalisis hubungan pemberian
ASI terhadap perubahan kadar
bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang.
e. Menganalisis hubungan fototerapi
terhadap perubahan kadar bilirubin
pada bayi ikterus di RSUD Batang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Orang Tua
Melalui penelitian ini diharapkan
orang tua bisa paham dan dapat
memberikan ASI kepada bayinya
sesuai kebutuhan bayi, serta dapat
mencegah terjadinya ikterus yang
berkelanjutan.
2. Institusi Pendidikan
Penelitian ini adalah sebagai bahan
ajar terkait dari hasil penelitian dan
tambahan referensi bahan ajar.
3. Bagi RS
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan
masukan
dan
pertimbangan untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif dalam
penanganan ikterus serta tenaga
kesehatan yang bekerja di RS
mempunyai kompetensi yang lebih
dalam menangani ikterus.
4. Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan
dan sebagai pengalaman nyata bagi
penulis
dalam
melaksanakan
penelitian, dan sebagai pengembangan
3
5.
serta penerapan ilmu yang telah
didapatkan selama di bangku kuliah.
Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah satu bahan rujukan serta
dapat disempurnakan oleh peneliti
selanjutnya yang akan meneliti tentang
pemberian ASI dan fototerapi dengan
penurunan kadar bilirubin.
METODE PENELITIAN
2.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan
metode penelitian Survei Analitik dengan
desain pendekatan cohort.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa 18 bayi ikterus yang
dirawat di RSUD Batang.
2. Sampel
Metode pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2007). Alasan
mengambil total sampling karena
menurut Sugiyono (2007) jumlah
populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian
semuanya..
Sampel dalam penelitian ini
sejumlah 18 bayi yang mengalami
ikterus di RSUD Batang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD
Batang. Pada tanggal 13,14,15 Agustus
2013.
D. Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan
adalah ikterometer dimana ikterometer
sebagai alat untuk mengukur kadar
4
bilirubin, kemudian dengan bolpoin
dan buku catatan digunakan sebagai
alat
pendokumentasian.
Pada
pemberian ASI dan fototerapi
digunakan lembar observasi dimana
lembar observasi nantinya akan
digunakan
untuk
mengobservasi
bagaimana pemberian ASI diberikan
dan fototerapi dilakukan, dilihat dari
frekuensi pemberian ASI dan lama
fototerapi terhadap perubahan kadar
bilirubin pada bayi ikterus.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
adalah
cara
peneliti
untuk
mengumpulkan data yang akan
dilakukan dalam penelitian (Hidayat,
2011).
a. Proses Perijinan
1) Permohonan
penelitian,
peneliti telah meminta surat
pengantar dari kampus untuk
melakukan penelitian di RSUD
Batang.
2) Setelah peneliti mendapatkan
ijin penelitian dari kampus
kemudian peneliti mendatangi
KESBANGPOL
Batang
setelah mendapat rekomendasi
dari KESBANGPOL Batang
kemudian
mendatangi
BAPPEDA
Batang
untuk
meminta ijin penelitian dengan
menyerahkan surat keterangan
dari KESBANGPOL.
3) Setelah peneliti mendapat ijin,
peneliti mendatangi RSUD
Batang
untuk
melakukan
penelitian.
b. Proses Penelitian
1) Peneliti
melakukan
pengambilan data secara total
sampling
2) Peneliti mendata jumlah bayi
yang mengalami ikterus di
RSUD Batang.
3) Peneliti menjelaskan manfaat
dan tujuan dari penelitian yang
akan dilakukan.
3.
4) Peneliti mengajukan inform
concent pada ibu bayi yang
mengalami
ikterus
untuk
menjadi responden.
5) Selanjutnya peneliti melakukan
observasi secara langsung
bagaimana pemberian ASI
diberikan dan fototerapi yang
dilakukan.
6) Peneliti mengobservasi dengan
panduan lembar observasi
dengan cara mengisi atau
mencentang point-point yang
digunakan
sebagai
alat
observasi.
7) Observasi dilakukan selama 3
hari untuk memperoleh data
atau hasil yang lebih lengkap
dengan
mengikuti
perkembangan
penurunan
kadar bilirubin.
8) Peneliti mencatat hasil dari
observasi yaitu pemberian ASI,
fototerapi dan perubahan kadar
bilirubin pada bayi ikterus dan
hasil
siap
dilakukan
pengolahan data.
Uji validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas merupakan suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen.
Sebuah
instrumen
dikatakan valid apabila mampu
mengukur data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya
validitas instrumen menunjukkan
sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran
tentang variabel yang dimaksud. Uji
validitas instrumen dalam penelitian
ini dilakukan oleh seorang yang
profesional dibidangnya yaitu dengan
konsultasi kepada pakar spesialis anak
dan kebidanan. Tes reliabilitas
merupakan indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukuran
dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Hal ini berarti sejauh mana alat
tersebut tetap konsisten bila dilakukan
beberapa kali dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Notoatmodjo,
2005).
Validitas yang telah dilakukan
memperoleh hasil yaitu setiap item
yang digunakan dalam lembar
observasi dikatakan semua valid oleh
kedua pakar tersebut, sehingga dapat
digunakan sebagai alat observasi
untuk melakukan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan uji validitas dan uji
reliabilitas
menggunakan
model
validitas expect validity yaitu validitas
dengan konsul pada pakar ilmu yang
ahli dalam bidang tertentu, dimana
dalam validitas ini expect validity
yang dilakukan dengan dokter
spesialis anak yaitu dr. Dewi Lastmi,
Sp. A dan Ibu Fika R, S. Si. T., M.
Kes.
E. Etika Penelitian
1. Informed concent (Lembar Persetujuan
Responden)
Sebelum diadakan penelitian lebih
lanjut,
lembar
persetujuan
ini
diberikan
kepada
responden,
responden yang akan diteliti dan
memenuhi kriteria dimana sebelumnya
telah diberi penjelasan secukupnya
tentang tujuan penelitian. Responden
dinyatakan setuju apabila bersedia
menandatangani informed concent
tersebut.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Kerahasiaan identitas responden dijaga
oleh peneliti dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian, dan
hanya diketahui oleh peneliti itu
sendiri.
3. Confidentiality (Kerahasiaan
Informasi)
Peneliti menjaga kerahasiaan semua
informasi yang di dapat dari
responden, dan itu dijamin oleh
peneliti.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan peneliti
mengunakan metode komputer. Dalam
5
proses pengolahan data terdapat langkahlangkah yang harus ditempuh, diantaranya
:
1. Editing
Editing adalah merupakan kegiatan
untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner tersebut.
2. Scoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor.
Dalam penelitian ini menggunakan
skala ordinal. Scoring dalam penelitian
ini yaitu pemberian ASI apabila
mendapat :
Skor 1 : Apabila hasil ya
Skor 0 : Apabila hasil tidak
3. Coding
Coding
merupakan
kegiatan
pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori. Coding dalam
penelitian ini yaitu fototerapi dan
kadar bilirubin.
Pemberian ASI :
Apabila baik kode 2
Apabila kurang baik kode 1
Fototerapi
:
Apabila dosis rendah kode 1
Apabila dosis tinggi kode 2
Kadar Bilirubin :
Apabila sangat turun diberikan kode 3
Apabila turun diberikan kode 2
Apabila tetap diberikan kode 1
Apabila naik diberikan kode 0
4. Memasukkan data (Data Entry) atau
Processing
Data yakni jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau huruf)
dimasukkan kedalam program atai
software komputer. Salah satu paket
program yang paling sering digunakan
untuk entri data penelitian adalah
paket program SPSS for Window.
5. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber
data
atau
responden
selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali
untuk
melihat
kemungkinankemungkinan
adanya
kesalahankesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya,
kemudian
dilakukan
pembetulan atau koreksi. Proses ini
disebut pembersihan data (data
cleaning).
G. Analisis Data
Adapun analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk
melihat distribusi frekuensi. Pada
penelitian ini menggunakan distribusi
frekuensi dengan ukuran persentase
untuk perubahan kadar bilirubin.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau korelasi yaitu melihat
hubungan antar variabel bebas dan
variabel
terikat
yaitu
hubungan
pemberian ASI dan fototerapi terhadap
perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus di RSUD Batang. Uji yang
digunakan Uji Spearman yaitu uji non
parametris yang digunakan untuk
menguji hubungan antara variabel
independent dengan variabel dependen
(Sugiyono, 2010). Nilai korelasi
Spearman hitung ini (rho) lalu
diperbandingkan dengan Spearman
tabel (rho tabel). Keputusan diambil
dari perbandingan tersebut. Jika rho
hitung > rho tabel, H0 ditolak dan Ha
diterima. Jika rho hitung < rho tabel, H0
diterima, Ha ditolak.
HASIL PENELITIAN
A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di
RSUD Batang
Tabel 5.1 Distribusi
frekuensi
pemberian ASI pada
bayi ikterus di RSUD
Batang
6
Pemberi
an ASI
Kurang
baik
Baik
Total
Hari-1
Frekue Present
nsi
ase
15
83.3%
3
18
16.7%
100%
Hari-2
Frekue Present
nsi
ase
10
55.6%
8
18
44.4%
100%
Hari-3
Frekue Present
nsi
ase
6
33.3%
Rata-rata
Frekue Present
nsi
ase
10
55.6%
12
66.7%
8
44.4%
18
100%
18
100%
(33,3%) responden, pemberian ASI
dengan hasil baik sebanyak 12
(66,7%) responden. Hasil data
penelitian ini menunjukkan sebagian
besar pemberian ASI di RSUD Batang
kurang baik dalam pemberian ASI
yaitu 10 (55,6%) responden.
Berdasarkan
tabel
5.1
menunjukkan bahwa pemberian ASI
pada bayi ikterus di RSUD Batang
memperoleh hasil pada hari pertama
kurang baik sebanyak 15 (83,3%)
responden, pemberian ASI dengan
hasil baik sebanyak 3 (16,7%)
B. Fototerapi pada bayi ikterus di
responden. Hari kedua kurang baik
RSUD Batang
sebanyak 10 (55,6%) responden,
Tabel 5.2 Distribusi
frekuensi
pemberian ASI dengan hasil baik
fototerapi
pada
bayi
sebanyak 8 (44,4%) responden. Hari
ikterus di RSUD Batang
ketiga kurang baik sebanyak 6
Fototer
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Rata-rata
api
Frekue Present Frekue Present Frekue Present Frekue Present
nsi
ase
nsi
ase
nsi
ase
nsi
ase
Rendah
4
22.2%
10
55.6%
16
88.9%
9
50%
Tinggi
14
77.8%
8
44.4%
2
11.1%
9
50%
Total
18
100%
18
100%
18
100%
18
100%
Tabel
5.2
menunjukkan
bahwa fototerapi pada bayi ikterus
di RSUD Batang memperoleh hasil
dalam besaran fototerapi pada hari
pertama yang rendah sebanyak 4
(22,2%)
responden,
besaran
fototerapi yang tinggi sebanyak 14
(77,8%)
responden.
Besaran
fototerapi pada hari kedua yang
rendah sebanyak 10 (55,6%)
responden, besaran fototerapi yang
tinggi
sebanyak
8
(44,4%)
responden. Besaran fototerapi pada
hari ketiga yang rendah sebanyak
16 (88,9%) responden, besaran
fototerapi yang tinggi sebanyak 2
(11,1%) responden. Hasil data
penelitian
ini
menunjukkan
sebagian besar fototerapi di RSUD
Batang rendah dalam besaran
fototerapi.
C. Perubahan kadar bilirubin pada
bayi ikterus di RSUD Batang
Tabel
7
5.3 Distribusi frekuensi
perubahan
kadar
bilirubin
pada
bayi
ikterus di RSUD Batang
Perubah
an
kadar
bilirubi
n
Turun
Sangat
turun
Total
Hari ke-1
Frekue Present
nsi
ase
Hari ke-2
Frekue Present
nsi
ase
14
4
77.8%
22.2%
14
4
77.8%
22.2%
18
100%
18
100%
Tabel 5.3 menunjukkan
bahwa perubahan kadar bilirubin
pada bayi ikterus di RSUD Batang
memperoleh hasil perubahan kadar
bilirubin pada hari pertama turun
sebanyak 14 (77,8%) responden,
sangat turun sebanyak 4 (22,2%)
responden.
Perubahan
kadar
bilirubin pada hari kedua turun
sebanyak 14 (77,8%) responden,
sangat turun sebanyak 4 (22,2%)
responden.
Perubahan
kadar
bilirubin pada hari ketiga turun
sebanyak 13 (72,2%) responden,
sangat turun sebanyak 5 (27,8%)
responden. Hasil data penelitian ini
menunjukkan
sebagian
besar
perubahan kadar bilirubin di RSUD
Batang mengalami penurunan.
Hari ke-3
Frekue Present
nsi
ase
13
5
72.2%
27.8%
Rata-rata
Frekue Present
nsi
ase
14
4
77.8%
22.2%
18
100%
18
100%
(0,05) yang berarti signifikan atau
bermakna atau hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara fototerapi terhadap perubahan
kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang.
PEMBAHASAN
A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di
RSUD Batang
Hasil penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang diketahui bahwa
pemberian ASI pada bayi ikterus di
RSUD Batang adalah kurang baik
yaitu 6 (33,3%) responden, 12 (66,7%)
responden memberikan ASI dengan
baik. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari hasil observasi hari
ketiga atau hari terakhir dilakukan
penelitian. ASI adalah satu jenis
makanan yang mencukupi seluruh
unsur kebutuhan bayi baik fisik,
psikologi, sosial maupun spiritual. ASI
mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi,
serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI
mencakup hampir 200 unsur zat
makanan. ASI mengandung sebagian
besar air sebanyak 87,5%, oleh karena
itu bayi yang mendapat cukup ASI
tidak perlu mendapat tambahan air
walaupun berada ditempat yang suhu
udara panas. Kekentalan ASI sesuai
dengan saluran cerna bayi, sedangkan
susu
formula
lebih
kental
dibandingkan ASI. Hal tersebut yang
dapat menyebabkan terjadinya diare
pada bayi yang mendapat susu
formula. Komposisi ASI yaitu :
Berdasarkan hasil tabel
korelasi diatas diketahui hasil
perhitungan dengan menggunakan
uji statistik “spearman’s rho” yang
diolah dengan Program SPSS 16
for Windows memperoleh nilai p
value (0,814) > α (0,05) yang
berarti tidak signifikan atau tidak
bermakna atau hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI
terhadap perubahan kadar bilirubin
pada bayi ikterus di RSUD Batang.
Berdasarkan
hasil
tabel
korelasi
diatas
diketahui
hasil
perhitungan dengan menggunakan uji
statistik “spearman’s rho” yang diolah
dengan Program SPSS 16 for Windows
memperoleh nilai p value (0,022) < α
8
karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin (Hubertin, 2004).
Pengeluaran ASI merupakan
suatu interaksi yang sangat kompleks
antara rangsangan mekanik, saraf, dan
bermacam-macam
hormon.
Kemampuan
ibu
dalam
menyusui/laktasipun
berbeda-beda.
Sebagian mempunyai kemampuan
yang lebih besar dibandingkan yang
lain.
Laktasi
mempunyai
dua
pengertian yaitu pembentukan ASI
(Refleks Prolaktin) dan pengeluaran
ASI (Refleks Let Down/Pelepasan
ASI) (Maryunani, 2009). Optimasi
pemberian ASI pada periode perinatal
adalah penting. Hal-hal yang dapat
mengurangi produksi ASI adalah ;1)
tidak melakukan inisiasi menyusui
dini; 2) menjadwal pemberian ASI ;3)
memberikan minuman prelaktal (bayi
diberi minum sebelum ASI keluar),
apalagi
memberikannya
dengan
botol/dot) ;4) kesalahan pada posisi
dan perlekatan bayi pada saat
menyusui (Badriul, 2008). Meskipun
menyusui adalah suatu proses yang
alami, juga merupakan keterampilan
yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya
memahami tata laksana laktasi yang
benar terutama bagaimana posisi
menyusui dan perlekatan yang baik
sehingga bayi dapat menghisap secara
efektif dan ASI dapat keluar dengan
optimal. Banyak sedikitnya ASI
berhubungan dengan posisi ibu saat
menyusui. Posisi yang tepat akan
mendorong keluarnya ASI dan dapat
mencegah timbulnya berbagai masalah
dikemudian
hari
(Cox,
2006).
Berdasarkan teori tersebut dapat
dimungkinkan banyak faktor yang
mempengaruhi
pemberian
ASI
sehingga hasil penelitian ini tidak
menghasilkan adanya suatu hubungan
yang signifikan.
B. Fototerapi pada bayi ikterus di
RSUD Batang
Hasil penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang diketahui bahwa
besaran fototerapi pada bayi ikterus
dengan hasil rendah yaitu sebanyak 16
(88,9%) responden, dengan besaran
fototerapi tinggi sebanyak 2 (11,1%)
responden. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari hasil observasi hari
ketiga atau hari terakhir dilakukan
penelitian. Fototerapi merupakan
terapi
yang
dilakukan
dengan
menggunakan cahaya dari lampu
fluorescent khusus dengan intensitas
tinggi, secara umum metode ini efektif
untuk mengurangi serum bilirubin dan
mencegah ikterus. Akan tetapi
fototerapi mempunyai beberapa efek
samping yang dapat terjadi pada bayi
yang melakukan fototerapi diantaranya
perubahan suhu tubuh dan metabolik
lainnya. Paparan sinar terhadap
permukaan tubuh bayi secara terus
menerus menyebabkan peningkatan
suhu tubuh dan mengawali terjadinya
peningkatan aliran darah perifer dan
kehilangan cairan yang tidak disadari
selama proses fototerapi (Maisels &
McDonagh, 2008). Peningkatan suhu
dipengaruhi oleh kematangan, asupan
kalori (energi untuk merespon
perubahan suhu) adekuat atau tidaknya
penyesuaian terhadap suhu pada unit
fototerapi, jarak dari unit ke bayi dan
inkubator (berkaitan dengan aliran
udara dan kehilangan udara pada
radiant
warmer),
penggunaan
servocontrol
(Sukadi,
2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Kuzniewicz, et al (2009)
menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan
fototerapi
mampu
menurunkan
kejadian
hiperbilirubinemial berat. Berdasarkan
teori tersebut dapat dimungkinkan
banyak faktor yang mempengaruhi
fototerapi sehingga hasil penelitian ini
menghasilkan
hubungan
yang
signifikan (Potts & Mandleco, 2007).
9
C. Perubahan kadar bilirubin pada
bayi ikterus di RSUD Batang
Hasil penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang diketahui bahwa
perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus mengalami penurunan yaitu
turun sebanyak 13 (72,2%) responden,
5 (27,8%) responden dengan hasil
sangat turun. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari hasil observasi hari
ketiga atau hari terakhir dilakukan
penelitian. Bilirubin merupakan salah
satu produk yang dihasilkan dari
pemecahan hemoglobin. Ketika sel
darah merah dirusak hasil pecahannya
yakni hemoglobin masuk ke sirkulasi
darah dan membelah menjadi dua,
heme dan globin. Globin (protein)
digunakan/diserap
oleh
tubuh,
sedangkan heme masuk menjadi
unconjugated bilirubin, zat yang tidak
larut dalam air dab terikat oleh
albumin. Bilirubin terpisah dari
molekul albumin di liver dengan
bantuan enzim glucoronyl transferase,
kemudian
bilirubin
berkonjugasi
dengan asam glukuronik untuk
menghasilkan zat yang kelarutannya
tinggi dalam air, yakni conjugated
bilirubin glucurunide, yang akan
diekskresikan
lewat
empedu,
kemudian di usus dengan bantuan
bakteri bilirubin terkonjugasi diubah
menjadi urobilinogen, yakni pigmen
yang memberikan warna pada feses,
dan hanya sedikit yang dieliminasi
melalui urin (Wong & Hockberry,
2003).
Hasil
penelitian
yang
dilaporkan oleh Gulcan, Tiker &
Kilicdag (2007) ini menunjukkan
bahwa dalam
24 jam terjadi
penurunan nilai total serum bilirubin
yang lebih besar. Rata-rata total serum
bilirubin awal dan akhir terjadi
penurunan antara nilai total serum
bilirubin awal dengan nilai total serum
bilirubin akhir pada semua kelompok
yang berbeda.
D. Hubungan pemberian ASI terhadap
perubahan kadar bilirubin pada
bayi ikterus.
Kadar bilirubin yang terus
meningkat melebihi batas normal
dapat menyebabkan kerusakan pada
sel otak (kernikterus) sehingga
peningkatan kadar bilirubin melebihi
batas normal harus segera dicegah.
Pencegahan yang dapat dilakukan
untuk membantu mengurangi kadar
bilirubin pada bayi baru lahir antara
lain pemberian ASI sedini mungkin,
menjemur bayi dibawah sinar matahari
pagi, fototerapi serta pemberian
transfusi tukar (Bobak, Lowdermik, &
Jensen, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang diketahui pemberian
ASI yang kurang baik sebanyak 6
(33,3%) responden, 12 (66,7%)
responden memberikan ASI dengan
baik. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Maisels (2008) mengidentifikasikan
adanya hubungan yang kuat antara
frekuensi menyusui dengan penurunan
meningkatnya nilai total serum
bilirubin,
meskipun
dalam
penelitiannya Maisels (2008) tidak
melakukan
pengukuran
atau
memperkirakan volume ASI yang
dikonsumsi oleh bayi yang disusui
ibunya
dengan
melakukan
penimbangan berat badan setiap hari.
Keberhasilan menyusui ketika
dirumah sakit ditentukan oleh faktor
ibu dan bayi dengan perawat sebagai
mediator. Perawat mengkaji kesiapan
ibu secara psikologis dan fisiologis
untuk
proses
menyusui
serta
pengetahuan ibu yang berkaitan
dengan proses menyusui. Perawat
harus waspada terhadap tanda-tanda
yang
menunjukkan
orangtua
memerlukan informasi mengenai
proses menyusui. Ibu yang baru
pertama kali menyusui dan belum
pernah
memiliki
pengalaman
menyusui akan memiliki banyak
10
pertanyaan seputar proses menyusui.
Jika kebutuhan nutrisi ibu kurang
karena pengetahuan ibu yang tidak
memadai mengenai proses menyusui
dapat menimbulkan terhentinya proses
menyusui akibat rendahnya produksi
ASI (Murray & Mc Kinney, 2007).
Selain itu peran perawat sebagai
mediator di rumah sakit juga harus
mengkaji
keberhasilan
program
menyusui pada bayi yang disusui
langsung oleh ibu selama fototerapi
untuk memastikan bahwa bayi
mendapatkan masukan cairan yang
cukup. Tanda-tanda bahwa menyusui
berjalan dengan baik harus terlihat,
baik pada ibu maupun bayi baru lahir
(Bobak, Lowdermik, & Jensen, 2005).
Penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang tentang pemberian ASI
terhadap perubahan kadar bilirubin
berdasarkan hasil uji sperman’s rho
diketahui nilai p value 0,814 > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan
antara pemberian ASI terhadap
perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus di RSUD Batang. Hal ini
kemungkinan dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor-faktor yang diantaranya
telah disebutkan diatas.
E. Hubungan fototerapi terhadap
perubahan kadar bilirubin pada
bayi ikterus
Hasil penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang diketahui fototerapi
dengan besaran fototerapi rendah
sebanyak 16 (88,9%) responden, 2
(11,1%) responden dengan besaran
fototerapi tinggi. Fototerapi digunakan
sebagai terapi pengobatan pada bayi
baru
lahir
yang
mengalami
hiperbilirubinemia karena aman dan
efektif untuk menurunkan bilirubin
dalam darah (Potts & Mandleco,
2007). Cara kerja fototerapi adalah
dengan mengubah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam air untuk
diekskresikan melalui empedu atau
urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi
cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi
ireversibel menjadi isomer kimia
lainnya bernama lumirubin yang
dengan cepat dibersihkan dari plasma
melalui empedu. Lumirubin adalah
produk terbanyak degradasi bilirubin
akibat fototerapi pada manusia.
Sejumlah kecil bilirubin plasma tak
terkonjugasi diubah oleh cahaya
menjadi dipyrole yang diekskresikan
lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih
polar dibandingkan bentuk asalnya
dan
secara
langsung
bisa
diekskresikan melalui empedu. Hanya
produk foto oksidan saja yang bisa
diekskresikan lewat urin (Maisels &
McDonagh,
2008).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh
Kuzniewicz, et al (2009) menunjukkan
bahwa
peningkatan
penggunaan
fototerapi
mampu
menurunkan
kejadian hiperbilirubinemial berat.
Fototerapi merupakan terapi dengan
memanfaatkan energi sinar untuk
mengubah bentuk dan struktur
bilirubin yakni mengubah bilirubin
indirek menjadi direk, di dalam usus
bilirubin direk akan terikat oleh
makanan menjadi molekul yang dapat
diekskresikan melalui feses (Maisels,
2008). Durasi fototerapi dihitung
berdasarkan
waktu
dimulainya
fototerapi
sampai
fototerapi
dihentikan.
Pencatatan
durasi
fototerapi yang akurat merupakan
tanggungjawab
perawat
karena
berkaitan dengan penggantian tabung
fototerapi. Tabung diganti setelah
2000 jam penggunaan atau setelah 3
bulan, walaupun tabung masih bisa
berfungsi (Moeslichan, dkk. 2004).
Durasi fototerapi ditentukan oleh
penurunan nilai total serum bilirubin
sampai
mencapai
nilai
yang
diharapkan, sehingga tidak ada
penentuan berapa jam sebaiknya
durasi footerapi diberikan (American
Academy of Pediatrics, 2004).
Pengukuran kadar bilirubin serum
11
dilakukan setiap 24 jam, kecuali
kasus-kasus
khusus.
Fototerapi
dihentikan bila kadar serum bilirubin
kurang dari 13mg/dl akan tetapi bila
bilirubin serum tidak bisa diperiksa,
hentikan fototerapi setelah 3 hari,
setelah
fototerapi
dihentikan,
observasi bayi selama 24 jam dan
ulangi pemeriksaan bilirubin serum
bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan
ikterus
menggunakan
metode klinis (Moeslichan,dkk. 2004;
American Academy of Pediatrics,
2004).
Penelitian yang dilakukan di
RSUD Batang tentang fototerapi
terhadap perubahan kadar bilirubin
berdasarkan hasil uji sperman’s rho
diketahui nilai p value 0,022 < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan
antara fototerapi terhadap perubahan
kadar bilirubin pada bayi ikterus di
RSUD Batang.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang pemberian ASI dan fototerapi pada
bayi ikterus maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pemberian ASI pada bayi ikterus
sebagian besar adalah memberikan ASI
dengan baik yaitu 12 responden
(66,7%).
2. Fototerapi pada bayi ikterus sebagian
besar adalah besaran fototerapi dengan
dosis rendah yaitu 16 responden
(88,9%).
3. Perubahan kadar bilirubin pada bayi
ikterus sebagian besar mengalami
penurunan dengan tingkat turun dari
hari pertama yaitu 14 (77,8%) menjadi
turun 13 responden (72,2%) pada hari
ketiga.
4. Tidak ada hubungan antara pemberian
ASI terhadap perubahan kadar bilirubin
pada bayi ikterus di RSUD Batang yang
ditandai dengan nilai p value yaitu
(0,814 > α).
5. Ada hubungan antara fototerapi
terhadap perubahan kadar bilirubin pada
bayi iktyerus di RSUD Batang yang
ditandai dengan nilai p value yaitu
(0,022 < α).
B. Saran
1. Bagi Orangtua
Menambah pengalaman dan kesadaran
bagaimana memberikan ASI kepada
bayinya sesuai
kebutuhan bayi,
sehingga diharapkan dapat mencegah
terjadinya ikterus yang berkelanjutan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai tambahan referensi
bagi institusi pendidikan kebidanan
sehingga dapat dijadikan sebagai salah
satu acuan dalam pembelajaran tentang
ikterus.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan rumah
sakit dapat menyediakan sarana dan
prasarana yang komprehensif untuk
menambah pelayanan yang paripurna
dalam penanganan ikterus serta tenaga
kesehatan yang bekerja di RS
mempunyai kompetensi yang lebih
dalam menangani ikterus.
4. Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan,
pengalaman nyata serta memberikan
penatalaksanaan lainnya bagi penulis
dalam melaksanakan penelitian, serta
dapat menambah ilmu untuk penerapan
ilmu-ilmu baru berikutnya.
5. Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang melakukan
penelitian sejenis diharapkan dapat
melakukan observasi lebih mendalam
terhadap pemberian ASI dan fototerapi
terhadap perubahan kadar bilirubin pada
bayi ikterus sehingga didapatkan hasil
yang akurat. Selain itu peneliti
selanjutnya juga diharapkan dapat
meneliti faktor-faktor pemberian ASI
maupun fototerapi misalnya faktor yang
12
mempengaruhi keberhasilan pemberian
ASI terhadap perubahan kadar bilirubin,
ataupun teknik pemberian ASI terhadap
perubahan kadar bilirubin.
Hubertin. (2004). Konsep Penerapan ASI
Eksklusif. Jakarta : EGC.
Maisels, M.J. (2008). Neonatal Jaundice.
Amsterdam : Harwood Academic
Publisher : 177-203.
DAFTAR PUSTAKA
Maisels, M.J., & McDonagh, A.F., (2008).
Phototherapy
for
Neonatal
Jaundice. NEJM ; 358 : 920-928.
Administrator. (2013). Bupati Batang :
Kolaborasi Bidan dan PLKB Untuk
Upaya Penurunan Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi.
Diakses tanggal : 22 Juli 2013.
Dari
:
http://www.dinkesjatengprov.go.i
d/v2012/index.php?option=com_
content&view=article&id=128:bu
pati-batang-kolaborasi-bidan-danplkb-untuk-upaya-penurunanangka-kematian-ibu-dan-angkakematian-bayi-&catid=8:latest
Marmi, S. S. T., & Raharjo, K. (2012).
Asuhan Neonatus, Bayi, Balita,
dan
Anak
Prasekolah.
Yogyakarta : CV. Pustaka
Pelajar.
Martiza,
Iesje. (2012). Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi.
Jakarta : CV. Badan Penerbit
IDAI.
Maryunani, A., Nurhayati. (2008). Asuhan
Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta
: Trans Info Media.
American Academy of Pediatric, (2004).
Management
of
hyperbilirubinemia in the new
born infant 35 or more weeks of
gestation. Diakses tanggal : 22
Juli
2013.
From
:
http://www.aapublication.org.
Moeslichan, Surjono, A., Suradi. R.,
Rahardjani, K. B.,Usman. A.,
Rinawati,
et
al.,
(2004).
Tatalaksana Ikterus Neonatorum.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & jensen,
M.D.,
(2005).
Buku
Ajar
Keperawatan Maternitas. Alih
bahasa : Wijayarini MA., &
Anugrah PL Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Murray, S.S., & McKinney, S.A, (2007).
Foundation of maternal-newborn
nursing. 4th edition. Singapore :
Elsevier.
Nanny Lia Dewi, Vivian. (2010). Asuhan
Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : CV. Salemba Medika.
Gulcan, H., Tiker, F., & Kilicdag, H.,
(2007). Effect of Feeding Type
On
The
Efficacy
Of
Phototherapy. Indian Pediatrics
Jounal : 44 : 32-36
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
CV. Rineka Cipta.
Hegar, Badriul dkk. (2008). Bedah ASI.
Jakarta : Balai Pustaka FKUI.
Potts, N. L., & Mandleco, B. L., (2007).
Pediatric Nursing: caring for
children and their families. New
York:
Thomson
Delmar
Learning.
Hockenberry M.N., & Wilson, A., (2007).
Essentials of Pediatrics Nursing.
St. Louis : Mosby Elsevier.
13
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk
Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.
Sukadi, A. (2012). Buku Ajar Neonatologi.
Jakarta : CV. Badan Penerbit
IDAI.
Wafi Nur, Muslihatun. (2010). Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta
: CV. Fitramaya.
Wong, D.L., & Hockenberry, M.J, (2003).
Nursing care of infant and
children.
7th
edition.
Philadhelphia : Mosby.
Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Sudjana, N. 2012. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sunarto. 2009. Peningkatan Motivasi Dan
Hasil Belajar Fisika Listrik Dinamis
Melalui
Model
Pembelajaran
Kooperatif Student
Team
Achievement Division (Stad) Dengan
Lembar Kerja Tersruktur (Lkt) Pada
Siswa Kelas Ix A Smp Negeri 2
Boyolali
Tahun
Pelajaran
2008/2009. Jurnal Penelitian.
Undang – Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Wiknjosastro, G. 2008. Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: JNPK-KR.
14
Download