BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara (Ca mammae) 2.1.1 Definisi Kanker Payudara (Ca mammae) Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa inggrisnya disebut breast cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Kanker ini paling umum menyerang wanita, walaupun laki-laki juga punya potensi terkena akan tetapi kemungkinan sangat kecil dengan perbandingan 1 diantara 1000. Kanker ini terjadi karena pada kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali, atau kanker payudara sering didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17. 2.1.2 Epidemiologi Kanker Payudara (Ca mammae) Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker (Siswono, 2003). Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan diberbagai negara berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena penyakit ini. Demikian pula di Bali, kini jumlah kasusnya meningkat dan menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dan cenderung bergeser ke arah yang lebih muda. 1 2 2.1.3 Etiologi Kanker Payudara (Ca mammae) a. Faktor risiko Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya: 1. Faktor reproduksi : Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis. 2. Penggunaan hormone : Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel 3 yang sensitive terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas. 3. Penyakit fibrokistik : Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali. 4. Obesitas : Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini. 5. Konsumsi lemak : Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun 6. Radiasi : Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur. 7. Riwayat keluarga dan faktor genetik : Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik 4 ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. 8. Faktor Genetik : Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor.Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2. 9. Umur : Pada tahun 2001, dari 447 kasus kanker payudara yang berobat di RS Kanker Dharmais Jakarta 9,1% diantaranya adalah perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun. Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang kanker payudara, namun risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun. Penelitian Devi Nur Octaviana tahun 2011 yang berjudul “faktorfaktor risiko kanker payudara pada pasien kanker payudara wanita di rumah sakit kanker Dharmais Jakarta” menyatakan bahwa kelompok kasus kanker payudara banyak terdapat pada rentang usia 40-49 tahun yaitu sebesar 41,7% , kemudian pada rentang usia 50-59 tahun yaitu sebesar 37,5 %. Menurut penelitian rini indrati (2005) kasus kanker yang terjadi pada rentang usia 20- 5 29 tahun sebanyak 1,9% , 30-39 tahun sebanyak 21,2% , 40-49 tahun sebanyak 38,5% , 50-59 tahun sebanyak 32,7% , 60-69 tahun adalah 3,8% dan >70 tahun adalah 1,9%. Adapun penggolongan kategori umur sebagai berikut : a. 26 – 35 : dewasa awal b. 36 – 45 : dewasa akhir c. 46 – 55 : lansia awal. d. 56 – 65 : lansia akhir (Depkes RI, 2009) 2.1.4 Patofisiologi Kanker Payudara (Ca mammae) Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995) . 6 2.1.5 Klasifikasi Kanker Payudara (Ca mammae) a. Klasifikasi Patologik 1. Paget’s disease Paget’s disease merupakan bentuk kanker yang dalam taraf permulaan manifestasinya sebagai eksema menahun putting susu, yang biasanya merah dan menebal. Suatu tumor sub areoler bisa teraba. Sedang pada umumnya kanker payudara yang berinfiltrasi ke kulit mempunyai prognosis yang buruk namun pada paget’s disease prognosisnya lebih baik. Paget’s disease merupakan suatu kanker intraduktal yang tumbuh dibagian terminal dari duktus laktiferus. Secara patologik cirri-cirinya adalah: sel-sel paget(seperti pasir), hipertrofi sel epidermoid, infiltrasi sel-sel bundar di bawah epidermis. 2. Kanker duktus laktiferus Comedo carcinoma terdiri dari sel-sel kanker non papillary dan intraductal, sering dengan nekrosis sentral sehingga pada permukaan potongan terlihat seperti terisi kelenjar, jarang sekali comedo carcinoma hanya pada saluran saja biasanya akan mengadakan infiltrasi kesekitarnya menjadi infiltrating comedo carcinoma. 3. Adeno carcinoma dengan infiltrasi dan fibrosis, ini adalah kanker yang lazim ditemukan 75 % kanker payudara adalah tipe ini. Karena banyak terdiri dari fibrosis umumnya agak besar dan keras. Kanker ini disebut juga dengan tipe scirrbus yaitu tumor yang mengadakan infiltrasi ke kulit dan kedasar. 7 4. Medullary carcinoma Tumor ini biasanya sangat dalam di dalam kelenjar mammae, biasanya tidak seberapa keras, dan kadang-kadang disertai kista dan mempunyai kapsul. Tumor ini kurang infiltratif disbanding dengan tipe scirrbus dan mestatasis ke ketiak sangat lama. Prognosis tumor ini lebih baik dari tipe-tipe tumor yang lain. 5. Kanker dari Lobulus Kanker lobulus sering timbul sebagai carcinoma in situ dengan lobulus yang membesar. Secara mikroskopik, kelihatan lobulus atau kumpulan lobulus yang berisi kelompok sel-sel asinus dengan bebrapa mitosis. Kalau mengadakan infiltrasi hamper tidak dapat dibedakan dengan tipe scirrbus. 2.1.6 Klasifikasi Klinik Kanker Payudara ( Ca mammae) a. Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak memiliki anak sebar. b. Steinthal II : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar ketiak. c. Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar ketiak, infra dan supraklavikular, atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau kanker payudara yang apert (memecah ke kulit). d. Steinthal IV : kanker payudara dengan metatasis jauh misal ke tengkorak, tulang punggung, paru-paru, ahti dan panggul. 8 Tabel 2.1.6 Klasifikasi klinik kanker payudara menurut Peplau 1963 TX T0 T1 T2 T3 T4 NX N0 N1 N2 N3 M0 M1 TUMOR SIZE (T) Tidak ada tumor Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis Tumor dengan diameter antar 2-5cm T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2b dengan fiksasi Tumor dengan diameter >5 cm T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit REGIONAL LIMFE NODES (N) Kelenjar ketiak tidak teraba Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan METASTASE JAUH (M) Tidak ada metastase jauh Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara 9 2.1.7 Therapy/Tindakan Penanganan Kanker Payudara ( Ca mammae) Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual. a. Pembedahan Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi. b. Non pembedahan 1. Terapi Radiasi Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan. 2. Terapi Hormon Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir. 10 3. Kemoterapi Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awa lataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang adapada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja. 4. Terapi Imunologik Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab. 2.1.8 Komplikasi Kanker Payudara (Ca mammae) Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensori. 11 2.1.9 Prognosis Kanker Payudara (Ca mammae) Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara di tentukan oleh: 1. Staging (TNM) Semakin awal stadium kanker maka prognosisnya akan semakin baik. Stadium I : 5-10 tahun 90-80 % Stadium II : 70-50 % Stadium III : 20-11 % Stadium IV : 0 % Untuk stadium 0 (in situ) 2. Jenis histopatologi keganasan Karsinoma insitu mempunyai prognosis yang baik di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 2.2 Kecemasan 2.2.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah ganggun alam perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realistis (reality testing Ability), masih baik, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan pribadi (spilliting personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan kecemasan (ansietas) adalah sekolompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan yang disertai respon perilaku, emosional 12 dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas (Videbeck Sheila L, 2008, hal 307). Kecemasan adalah emosi yang paling sering dialami, berupa kekhawatiran atau rasa takut yang tidak dapat dihindari dari hal-hal yang berbahaya dan dapat menimbulkan gejala-gejala atau respon tubuh. Gejala kecemasan baik sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : Gangguan Cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder / GAD), gangguan panik (panic disorder), gangguan phobic (Phobik disorder), dan gangguan obsesif-komplusif (obsessive-complusive disorder). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1. Tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya. Orang yang kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Perkembangan kepribadian (personality development) seseorang dimulai dari sejak usia bayi sampai usia 18 tahun dan tergantung dari pendidikan disekolah dan pengaruh lingkungan dan pergaulan sosialnya serta pengalaman - pengalaman kehidupan nya. Seseorang menjadi cemas terutama akibat proses imitasi dan identifikasi dirinya terhadap orang tuanya, dari pada pengaruh keturunan (genetika). 13 2.2.2 Karakteristik Kecemasan a. Seseorang akan menderita gangguan cemas mana kala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya. Tetapi orang-orang tertentu meskipun tidak ada stressor psikososial, yang bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak atau kepribadian pencemas, yaitu antara lain : Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang. b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir) c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum (demam panggung) d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah g. Sering kali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir yang berlebihan terhadap penyakit h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisir) i. Dalam mengambil keputusan, sering mengalami rasa bimbang dan ragu j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali berulang-ulang k. Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris. 14 2.2.3. Tingkat Kecemasan Peplau (1963) mengidentifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan memiliki karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung kemampuan individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari lingkungannya, tingkat kecemasan atau pun ansietas yaitu : a. Cemas Ringan b. Cemas sedang c. Cemas berat d. Panik 15 Tabel. 2.2.3 Tingkat Kecemasan menurut Peplau (1963) No. Tingkat Ansietas Respon Fisik Respon Kognitif 1. Ringan (1) Cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Sedang (2) Cemas yang memungkinkan sesorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting. Ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian, rajin Lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal, mempertimbangkan informasi, tingkat pembelajaran optimal. Ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi mulai keringat, sering mondar-mandir, memukulkan tangan, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, suara berubah bergetar dann nada suara tinggi, sering berkemih, sakit kepala, dan pola tidur berubah, nyeri punggung, Ketegangan otot berat, hipervetilasi, kontak bulu mata buruk, pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan sembarangan, rahang menegang, mengertak gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat, mondar-mandir, berteriak, meremas tangan, gemetar. Lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, focus terhadap stimulasi meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan pemikiran. Tidak nyaman, murah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar, gembira. Lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecahpecah, sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperlihatkan ancaman, prekupasi dengan fikiran sendiri, egosentris Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas, Flight, (keinginan untk pergi selamanya), ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tandatanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormone strees dan persepsi neurotransmitter bekurang, wajah menyeringai. Persepsi sangat sempit, fikiran tidak logis, terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, focus pada fikiran sendirjadi,i, tidak rasional, sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi, ilusi mungkin terjadi. Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas, 2. 3. 4. Berat (3) Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal yang lain. Semua prilaku ditunjukkan untuk mengurangi tegangan individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Panik (4) Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan dan terror, karena mengalami kehilangan kendali. Respon Emosional Perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas menyendiri, terstimulasi, tenang 16 Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi belajar dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif mendominasi tingkat ansietas ini. Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik, keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih, respon defensive terjadi, dan keterampilan kognitif menurun signifikan. Individu yang mengalami ansietas berat sulit berfikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat, mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, iriabilitas dan kemarahan atau menggunakan cara psikomotor emosional. Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda-tanda vital meningkat, pupil membesar, untuk memungkinkan lebih banyak cahaya yang masuk, dan satu-satu nya proses kognifikan berfokus pada ketahanan individu tersebut. Sisi negatif ansietas (kecemasan) atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut dan individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga mengakibat kan perilaku maladatif dan distabilitas emosional. 17 2.2.4 Cara mengukur Kecemasan Menurut Nursalam, 2008 salah satu pengukuran tingkat kecemasan menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale), Pernyataan-pernyataan tentang kecemasan adalah sebagai berikut: perasaan cemas seperti cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. Ketegangan seperti merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat beristirahat dengan tenang, gemetar, dan gelisah. Gangguan Kecerdasan seperti daya ingat menurun, daya ingat buruk, sukar berkonsentrasi, dan mudah bingung. Gejala somatik (otot-otot) seperti nyeri otot , kaku, kedutan otot, gigi gemeretak, dan suara tak stabil. Gejala sensorik seperti telinga berdengung, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, dan perasaan ditusuktusuk. Gejala kardiovaskular seperti denyut nadi cepat, berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan dan detak jantung hilang sekejap. Gejala pernapasan seperti rasa ditekan di dada, perasaan tercekik, merasa napas pendek/sesak dan sering menarik napas panjang. Gejala gastrointestinal seperti sulit menelan, mual, muntah, , perut melililt, gangguan pencernaan, nyeri sebelum/sesudah makan, rasa panas di perut, perut terasa penuh/kembung. Gejala urogenetalia seperti sering buang air kecil, tidak dapat menahan kencing. Gejala vegetatif/otonom seperti mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing/sakit kepala dan kepala terasa berat. Tingkah laku / sikap meliputi : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi, muka tegang, tonus/ketegangan otot meningkat, napas pendek dan cepat, dan muka merah. 18 Teknik pengisian skor: a. Penilaian 1. Skor 0 : tidak ada (tidak ada gejala sama sekali) 2. Skor 1 : gejala ringan ( kurang dari separuh gejala) 3. Skor 2 : gejala sedang (separuh dari gejala) 4. Skor 3 : gejala berat (lebih dari separuh gejala) 5. Skor 4 : gejala berat sekali (semua gejala ada) b. Interpretasi hasil penilaian total skor adalah, jika : 1. Skor 0 - 11 : tidak ada kecemasan 2. Skor 12 - 15 : kecemasan ringan 3. Skor 16 - 18 : kecemasan sedang 4. Skor 19 - 29 : kecemasan berat 5. Skor 30 - 44 : kecemasan berat sekali/panik (Azwar, 2011) 2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara (Ca mammae) Sebuah jurnal menunjukkan bahwa dua belas bulan pada tahun pertama menunjukkan bahwa sebanyak 53% orang mengalami gangguan stres yang akut ASD/(Acute Stress Disorder) setelah mereka didiagnosis kanker sedangkan enam bulan sesudahnya, mereka yang di diagnosis tersebut akan mengalami PISD / Post Traumatic Stress Disorders (Kangas,dkk. 2005. H.763). 19 a. Faktor internal 1. Umur Prawirohardjo (2002) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori, yaitu: kurang dari 20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari 30 tahun (tergolong tua). Soewandi (1997) dalam Martahadi (2010) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari pada umur tua. 2. Keadaan fisik Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit (Carpenito, 2001 dalam Martahadi, 2010). 3. Sosial budaya Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan agamanya rendah (Soewandi, 1997 dalam Martahadi, 2010). 4. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak 20 berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan (Soewandi, 1997 dalam Martahadi, 2010). 5. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh (Soewandi, 1997 dalam Martahadi, 2010). b. Faktor Eksternal 1. Dukungan keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Nadeak, 2010). Dukungan keluarga menjadi faktor ekstrinsik yang mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang pasien dalam menjalani pengobatan. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan keluarga yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat di akses/diadakan untuk keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga yang besar kepada pasien, secara psikologis dapat menambah semangat hidup bagi pasien yang dapat berdampak pada tingkat kecemasan yang rendah (Lutfa, 2008). 21 Dukungan keluarga dapat dilakukan dengan cara memberikan dukungan emosional yang mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional diperlukan untuk menambah kepercayaan dari pasien dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Kepercayaan diri merupakan hal yang penting dalam koping stres dan membantu selama pasien menjalani terapi. Niven, (2002) (dalam inayah et all, 2008) bahwa dengan dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan mekanisme koping individu dengan memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek yang positif, sehingga mampu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. Adanya dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh friedman (1998;196), bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit. 2. Lingkungan Lingkungan merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi tingkat kecemasan. Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati (Hambly, 1995). 22 Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. 2.3.6 Tingkat Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara (Ca mammae) Penderita kanker akan mengalami tekanan psikologis pasca terdiagnosis kanker, seperti informasi kanker yang diterima dari masyarakat bahwa apabila seseorang terdiagnosis mengidap kanker berarti vonis mati yang hanya tinggal menunggu waktu (Mangan, 2003). Tekanan yang sering kali muncul adalah kecemasan, insomnia, sulit berkonsentrasi, tidak nafsu makan, dan merasa putus asa yang berlebihan, hingga hilangnya semangat hidup. Respon emosional yang secara umum mungkin muncul pada saat dokter mendiagnosis seseorang menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker, yaitu penolakan, kecemasan, dan depresi. (Lubis, 2009) Kecemasan meningkat misalnya ketika sedang menunggu pengumuman hasil tes, menunggu hasil diagnosis, menunggu prosedur pemeriksaan medis, maupun ketika mengalami efek samping dari suatu penanganan medis. Kecemasan akan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat dari proses penanganan suatu penyakit, serta mengalami kekurangan informasi mengenai sifat suatu penyakit dan penanganannya (Lubis, 2009). 23 Pasien kanker payudara ( Ca mammae) yang kurang mendapatkan pajanan informasi mengenai treatment dan diagnosis dari penyakitnya dan ditambah perasaan takut akan kematian yang kerap kali muncul akan menimbulkan stres dan konflik psikologis dalam dirinya. Sehingga muncul konsekuensi psikologis seperti depresi , penolakan , marah , dan cemas. Respon kecemasan yang berlebihan akan menstimulasi respon endokrin yang akan menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan. 2.3 Dukungan keluarga 2.3.1. Pengertian Keluarga Sebuah keluarga adalah sebuah sistem sosial yang alami, dimana seseorang menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih efektif. Dalam penjelasan yang lain dikatakan bahwa keluarga adalah suatu unit yang berfungsi sesuai atau tidak sesuai menurut tingkat persepsi peran dan interaksi di antara kinerja peran dari macam-macam anggota. Keluarga nuclear terdiri atas suami, isteri dan anak. Keluarga nuclear yang diperluas: keluarga nuclear ditambah dengan kakek, nenek, dan keluarga lain; keluarga tiri, orang tua single menikah dengan orang lain; keluarga campur; dua orang tua single yang membawa anak-anak mereka bersatu dalam satu keluarga; keluarga tunggal yaitu individu dengan anak-anak yang tidak pernah kawin, yang bercerai, atau janda duda mati, keluarga yang teridiri atas kakek nenek dengan 24 cucu-cucunya, keluarga yang mengadopsi anak; (di lain negara: keluarga gay atau lesbian). 2.3.2 Tipe Keluarga Di Amerika terdapat beberapa bentuk atau tipe keluarga, diantara beberapa tipe keluarga yang ada di Amerika adalah sebagai berikut: 1. N uclear family, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak 2. Extended family, yaitu nuclear family ditambah kakek, paman, bibi 3. Blended family, yaitu keluarga yang terdiri dari Suami, istri ditambah anak dari pernikahan sebelumnya 4. Common –law family, yaitu keluarga yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan mungkin anak yang tinggal bersama sebagai keluarga, meskipun tanpa diikat oleh pernikahan yang sah 5. Single parent family, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (lakilaki atau perempuan) yang mungkin disebabkan oleh perceraian, kematian, ditinggalkan atau tidak pernah menikah 6. Commune family, laki-laki, perempuan dan anak tinggal bersama, berbagi hak dan kewajiban, memiliki dan menggunakan perbotan bersama, kadang memutuskan untuk melakukan pernikahan monogamy 7. Serial Family, yaitu keluarga yang terdiri dari laki-laki atau perempuan yang telah menikah berkali-kali kemudian mendapatkan pasangan dan keluarga sepanjang hidupnya tetapi hanya sekali mempunyai nuclear family 25 8. Composite Family, adalah Bentuk pernikahan poligami dimana 2 atau lebih nuclear family berbagi suami (poligini) atau istri (poliandri) 9. Cohabitation, Hubungan yang kurang permanen antara 2 orang yang tidak menikah dengan jenis kelamin berbeda yang tinggal bersama tanpa adanya aturan yang sah 10.Gay Couples, adalah pasangan dengan jenis kelamin sama yang membina hubungan homoseksual 2.3.3 Sistem Keluarga Dalam mempelajari sistem keluarga ada tiga perspektif yang dapat memberikan kejelasan mengenai system keluarga. Tiga perspektif tersebut adalah sebagai berikut: 1. Struktural Dapat dilihat sebagai dyadic yaitu subsistem suami isteri, saudara kandung, dan anak dengan orang tua, dan tryadic yaitu subsistem ibu-nenek anak perempuan atau ayah, kakek dan anak perempuan 2. Fungsional Adalah bagaimana cara keluarga melindungi, merawat dan mendidik anak. Bagaimana membuat lingkungan fisik, social dan ekonomi untuk mendukung perkembangan individu, bagaimana menciptakan ikatan yang kuat dan terpelihara, bagaimana orangtua mendidik anak supaya sukses dikehidupan dunia 3. Developmental 26 Keluarga seperti individu, dimana dalam kehidupannya berbagai tugas perkembangan harus dikuasai dan cara untuk beradaptasi harus selalu disempurnakan. 2.3.4 Dinamika Keluarga Untuk menjelaskan menganai dinamika keluarga terdapat tiga teori yang menjelaskan dinamika keluarga yaitu: teori peran, teori perkembangan dan teori system. 1. Teori Peran Peran pokok dalam perkawinan menurut Parsons dan Bales’s (1955) menyatakan adanya dua peran pokok dalam perkawinan, yaitu eksperimental dan ekspresif. Peran instrumental adalah melakukan segala hal yang perlu dilakukan yaitu mencari uang dan menjaga hubungan luar yang memuaskan dengan system ekonomi dan system sekolah. Peran ekspresif terutama memperhatikan hubungan yang memuaskan di dalam keluarga dan ekspresi perasaan yang berhubungan dengan hubungan yang intim. Pada keluarga modern peran-peran tersebut tidak dibagi secara eksak antara suami dan isteri. Dalam teori peran ada empat konsep dasar yang merupakan dasar untuk mengerti kesehatan mental dan keluarga, yaitu: a. Komplimentaris peran Anggota keluarga melakukan peran yang berbeda, yang melengkapi satu sama lain dalam menyelesaikan fungsi keluarga. Dengan ini kebutuhan keluarga dapat 27 dipenuhi dengan cara yang efisien, misalnya ayah mendengarkan keluhan anakanaknya, ibunya membimbing anak-anak dan memberi hukuman jika diperlukan. b. Pertukaran peran Pertukaran peran mencakup anggota keluarga merespon permintaan-permintaan baru pada keluarga dengan betukar peran, misalnya:anak gadis harus mengasuh adiknya karena ayah ibunya harus bekerja dan akan bermasalah ketika dia belum mampu memenuhi tuntutan tersebut. c. Konflik peran Konflik peran terjadi ketika dua atau lebih anggota keluarga berselisih paham tentang suatu peran. Contoh: ayah tiri mengambil tanggung jawab pendisiplinan, sedang istrinya menganggap itu sebagai tugasnya d. Kebalikan peran Kebalikan peran mencakup anggota keluarga sementara memegang peran yang berlawanan dengan peran-peran yang biasanya dilakukan. Contoh: anak perempuan berangan apa yang sesuai untuk dilakukan ibunya apabila anaknya perempuan melanggar aturan jam malam 2.3.5 Pengertian Dukungan keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat 28 mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga, antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis (Soetjiningsih, 1995). Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu rumah tangga yang bahagia. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh rasa kasih sayang maka semua pihak dituntut agar memiliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong menolong, kejujuran, saling mempercayai, saling membina pengertian dan damai dalam rumah tangga (Soetjiningsih,1995). 2.3.6 Fungsi keluarga a. Fungsi afektif Gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, saling menghargai dan kehangatan di dalam keluarga. b. Fungsi sosialisasi Interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. c. Fungsi kesehatan Sejauhmana keluarga menyediakan pangan, perlindungan dan merawat anggota yang sakit, sejauhmana pengetahuan tentang masalah kesehatan, kemampuan 29 keluarga untuk melakukan 5 tugas 7 kesehatan dalam keluarga serta kemauan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi. d. Fungsi ekonomi Keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga. Hal yang menjadi pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari masyarakat setempat. 2.3.7. Jenis Dukungan Keluarga Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa jenis dukungan yaitu: a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan penilaian 30 Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. 2.3.8. Sumber Dukungan Keluarga Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan keluarga bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998). 31 2.3.9. Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efekefek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 1998). 2.3.10. Faktor yang mempengaruhi Dukungan keluarga a. Tipe keluarga 32 Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalamanpengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. b. Usia Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. c. Kelas sosial ekonomi orangtua Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah. 2.3.11 Cara mengukur Dukungan Keluarga 33 Menurut Nursalam (2008) dukungan keluarga menggunakan kuesioner respons penilaian terhadap dukungan keluarga (sosial) dengan 12 item pernyataan sebagai berikut : 1. Dukungan emosional dan penghargaan meliputi keluarga selalu mendampingi saya dalam perawatan, keluarga selalu memberi pujian dan perhatian kepada saya, keluarga tetap mencintai dan memperhatikan keadaan saya selama saya sakit serta keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami sebagai suatu musibah. 2. Dukungan fasilitas meliputi keluarga selalu menyediakan waktu dan fasilitas jika saya memerlukan untuk keperluan pengobatan, keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan sakit saya, keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan pengobatan serta keluarga selalu berusaha untuk mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawatan yang saya perlukan. 3. Dukungan informasi / pengetahuan meliputi keluarga selalu memberitahu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat kepada saya, keluarga selalu mengingatkan saya untuk kontrol, minum obat, latihan dan makan, keluarga selalu mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakit saya, serta keluarga selalu menjelaskan kepada saya setiap saya bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit saya. Setiap pernyataan dilengkapi dengan pilihan jawaban sebagai berikut : 1. Selalu : skor 3 34 2. Sering : skor 2 3. Kadang-kadang : skor 1 4. Tidak pernah : skor 0 (Nursalam, 2008) Skor dukungan keluarga yang terukur akan dikategorikan sesuai dengan cara interpretasi skor dengan rumus interval dikutip dari Nasir (2003), yaitu : i=R k Dimana : i : interval kelas R : nilai tertinggi – nilai terendah K : jumlah kelas Dengan penghitungan sebagai berikut : i=3-0 4 i=3 4 I = 0,75 Jadi interval skor adalah 0,75. Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian dukungan keluarga maka diasumsikan batas nilai tertinggi 4 kelas = 36, sehingga batas nilai terbawah diperoleh dari 36/4 = 9, maka hasil penilaian 35 tersebut dikonversikan dengan nilai dasar 9 dan nilai interval konversi sebagai berikut : Nilai interval konversi = nilai interval x nilai dasar = 0,75 x 9 = 6,75 Jadi nilai a. 1 – 1,75 : 9,00 – 15,75 (dukungan keluarga kurang) b. 1,76 – 2,50 : 15,76 – 22,50 (dukungan keluarga cukup) c. 2,51 – 3,25 : 22,51 – 29,25 (dukungan keluarga baik) d. 3,26 – 4,00 : 29,26 – 36 (dukungan keluarga sangat baik) 2.4 Mekanisme Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara (Ca Mammae) Penderita kanker akan mengalami tekanan psikologis pasca terdiagnosis kanker, seperti informasi kanker yang diterima dari masyarakat bahwa apabila seseorang terdiagnosis mengidap kanker berarti vonis mati yang hanya tinggal menunggu waktu (Mangan, 2003). Tekanan yang sering kali muncul adalah kecemasan, insomnia, sulit berkonsentrasi, tidak nafsu makan, dan merasa putus asa yang berlebihan, hingga hilangnya semangat hidup. Respon emosional yang secara umum mungkin muncul pada saat dokter mendiagnosis seseorang menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker, yaitu penolakan, kecemasan, dan depresi. (Lubis, 2009) 36 Kecemasan meningkat misalnya ketika sedang menunggu pengumuman hasil tes, menunggu hasil diagnosis, menunggu prosedur pemeriksaan medis, maupun ketika mengalami efek samping dari suatu penanganan medis. Kecemasan akan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat dari proses penanganan suatu penyakit, serta mengalami kekurangan informasi mengenai sifat suatu penyakit dan penanganannya (Lubis, 2009). Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas akibat hospitalisai adalah hal yang sangat penting dalam menunjang untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pada saat pasien dirawat inap. Dukungan keluarga yang baik maka kecemasan akibat dari perpisahan dapat teratasi sehingga pasien akan merasa nyaman saat menjalani perawatan. Pasien yang merasa nyaman saat perawatan mencegah terjadinya penurunan sistem imun sehingga berpengaruh pada proses kesembuhannya (Clancy, 1998). Keluarga merupakan elemen penting yang sangat berperan dalam proses pengobatan pasien, sejak awal di diagnosis mengidap kanker sampai dengan pemberian terapi. Keluarga bertugas memberikan dukungan berupa materi dan psikis dalam kecemasan pasien. Permasalahan psikis tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi pasien. Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologis individu (Lehmann dkk , 37 1978). Dukungan keluarga yang adekuat diharapkan menurunkan kecemasan pasien, sehingga pasien bisa fokus pada pengobatan dan kesembuhannya. Dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh friedman (1998;196).