1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara (Ca mammae

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Payudara (Ca mammae)
2.1.1 Definisi Kanker Payudara (Ca mammae)
Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa inggrisnya disebut
breast cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Kanker ini paling
umum menyerang wanita, walaupun laki-laki juga punya potensi terkena akan
tetapi kemungkinan sangat kecil dengan perbandingan 1 diantara 1000. Kanker ini
terjadi karena pada kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,
cepat dan tidak terkendali, atau kanker payudara sering didefinisikan sebagai
suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini
oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International
Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17.
2.1.2 Epidemiologi Kanker Payudara (Ca mammae)
Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh kejadian
kanker (Siswono, 2003). Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan
diberbagai negara berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena
penyakit ini. Demikian pula di Bali, kini jumlah kasusnya meningkat dan
menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dan cenderung bergeser
ke arah yang lebih muda.
1
2
2.1.3 Etiologi Kanker Payudara (Ca mammae)
a. Faktor risiko
Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih
belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:
1. Faktor reproduksi : Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko
terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda,
menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua.
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan,
periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama
merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara
anatomi
dan
fungsional,
payudara
akan
mengalami
atrofi
dengan
bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa
sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh
sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormone : Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan
bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para
pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa
walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi
oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai
risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel
3
yang sensitive terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan
degenerasi jinak atau menjadi ganas.
3. Penyakit fibrokistik : Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan
fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada
hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali.
Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
4. Obesitas : Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk
tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi
terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta
perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
diet terhadap terjadinya keganasan ini.
5. Konsumsi lemak : Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko
terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8
tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko
kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun
6. Radiasi : Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas
meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian
yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara
linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
7. Riwayat keluarga dan faktor genetik : Riwayat keluarga merupakan
komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan
skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada
wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik
4
ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila
terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara,
probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun
dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.
8. Faktor Genetik : Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa
faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik
yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan
penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah
beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi
tumor.Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan
kanker payudara diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2.
9. Umur : Pada tahun 2001, dari 447 kasus kanker payudara yang berobat di RS
Kanker Dharmais Jakarta 9,1% diantaranya adalah perempuan berusia kurang
dari 30 tahun. Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker
payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas
40 tahun. Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang kanker
payudara, namun risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40
tahun. Penelitian Devi Nur Octaviana tahun 2011 yang berjudul “faktorfaktor risiko kanker payudara pada pasien kanker payudara wanita di rumah
sakit kanker Dharmais Jakarta” menyatakan bahwa kelompok kasus kanker
payudara banyak terdapat pada rentang usia 40-49 tahun yaitu sebesar 41,7%
, kemudian pada rentang usia 50-59 tahun yaitu sebesar 37,5 %. Menurut
penelitian rini indrati (2005) kasus kanker yang terjadi pada rentang usia 20-
5
29 tahun sebanyak 1,9% , 30-39 tahun sebanyak 21,2% , 40-49 tahun
sebanyak 38,5% , 50-59 tahun sebanyak 32,7% , 60-69 tahun adalah 3,8%
dan >70 tahun adalah 1,9%. Adapun penggolongan kategori umur sebagai
berikut :
a. 26 – 35 : dewasa awal
b. 36 – 45 : dewasa akhir
c. 46 – 55 : lansia awal.
d. 56 – 65 : lansia akhir
(Depkes RI, 2009)
2.1.4 Patofisiologi Kanker Payudara (Ca mammae)
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi
pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan
perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma
insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk
bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat
diraba
( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat
dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis
dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran
limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995) .
6
2.1.5 Klasifikasi Kanker Payudara (Ca mammae)
a. Klasifikasi Patologik
1. Paget’s disease
Paget’s disease merupakan bentuk kanker yang dalam taraf permulaan
manifestasinya sebagai eksema menahun putting susu, yang biasanya merah
dan menebal. Suatu tumor sub areoler bisa teraba. Sedang pada umumnya
kanker payudara yang berinfiltrasi ke kulit mempunyai prognosis yang buruk
namun pada paget’s disease prognosisnya lebih baik.
Paget’s disease
merupakan suatu kanker intraduktal yang tumbuh dibagian terminal dari duktus
laktiferus. Secara patologik cirri-cirinya adalah: sel-sel paget(seperti pasir),
hipertrofi sel epidermoid, infiltrasi sel-sel bundar di bawah epidermis.
2. Kanker duktus laktiferus
Comedo carcinoma terdiri dari sel-sel kanker non papillary dan intraductal,
sering dengan nekrosis sentral sehingga pada permukaan potongan terlihat
seperti terisi kelenjar, jarang sekali comedo carcinoma hanya pada saluran saja
biasanya akan mengadakan infiltrasi kesekitarnya menjadi infiltrating comedo
carcinoma.
3. Adeno carcinoma dengan infiltrasi dan fibrosis, ini adalah kanker yang lazim
ditemukan 75 % kanker payudara adalah tipe ini. Karena banyak terdiri dari
fibrosis umumnya agak besar dan keras. Kanker ini disebut juga dengan tipe
scirrbus yaitu tumor yang mengadakan infiltrasi ke kulit dan kedasar.
7
4. Medullary carcinoma
Tumor ini biasanya sangat dalam di dalam kelenjar mammae, biasanya tidak
seberapa keras, dan kadang-kadang disertai kista dan mempunyai kapsul.
Tumor ini kurang infiltratif disbanding dengan tipe scirrbus dan mestatasis ke
ketiak sangat lama. Prognosis tumor ini lebih baik dari tipe-tipe tumor yang
lain.
5. Kanker dari Lobulus
Kanker lobulus sering timbul sebagai carcinoma in situ dengan lobulus yang
membesar. Secara mikroskopik, kelihatan lobulus atau kumpulan lobulus yang
berisi kelompok sel-sel asinus dengan bebrapa mitosis. Kalau mengadakan
infiltrasi hamper tidak dapat dibedakan dengan tipe scirrbus.
2.1.6
Klasifikasi Klinik Kanker Payudara ( Ca mammae)
a. Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak memiliki anak
sebar.
b. Steinthal II : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar
ketiak.
c. Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar
ketiak, infra dan supraklavikular, atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit
atau kanker payudara yang apert (memecah ke kulit).
d. Steinthal IV : kanker payudara dengan metatasis jauh misal ke tengkorak,
tulang punggung, paru-paru, ahti dan panggul.
8
Tabel 2.1.6 Klasifikasi klinik kanker payudara menurut Peplau 1963
TX
T0
T1
T2
T3
T4
NX
N0
N1
N2
N3
M0
M1
TUMOR SIZE (T)
Tidak ada tumor
Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia
dan/muskulus pectoralis
T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap
fascia dan/muskulus pectoralis
T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia
dan/muskulus pectoralis
Tumor dengan diameter antar 2-5cm
T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T2b dengan fiksasi
Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi
Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan
perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
Kelenjar ketiak tidak teraba
Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa
digerakkan
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat
terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau
intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
Tidak ada metastase jauh
Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar
payudara
9
2.1.7
Therapy/Tindakan Penanganan Kanker Payudara ( Ca mammae)
Penatalaksanaan
kanker
payudara
dilakukan
dengan
serangkaian
pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan
yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan
kanker
atau
membatasi
perkembangan
penyakit
serta
menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan
terapi dilakukan secara individual.
a. Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan
yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit,
jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat
mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian payudara
yang
mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk
meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi
tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi.
b. Non pembedahan
1. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk
membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
2. Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon
dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah
pembedahan atau pada stadium akhir.
10
3. Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awa lataupun tahap lanjut penyakit
(tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan
secara tunggal
atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya
adalah
Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang
adapada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.
4. Terapi Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini,
trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2
dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien
sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi
dengan trastuzumab.
2.1.8
Komplikasi Kanker Payudara (Ca mammae)
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan
sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ
lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang
dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis,
nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami
gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan
persepsi sensori.
11
2.1.9 Prognosis Kanker Payudara (Ca mammae)
Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara di tentukan oleh:
1. Staging (TNM)
Semakin awal stadium kanker maka prognosisnya akan semakin baik.
Stadium I : 5-10 tahun 90-80 %
Stadium II : 70-50 %
Stadium III : 20-11 %
Stadium IV : 0 %
Untuk stadium 0 (in situ)
2. Jenis histopatologi keganasan
Karsinoma insitu mempunyai prognosis yang baik di bandingkan dengan
karsinoma yang sudah invasif.
2.2
Kecemasan
2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah ganggun alam perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan
dalam menilai realistis (reality testing Ability), masih baik, kepribadian masih
tetap utuh (tidak mengalami keretakan pribadi (spilliting personality), perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan (ansietas)
adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan
kecemasan (ansietas) adalah sekolompok kondisi yang memberi gambaran
penting tentang ansietas yang berlebihan yang disertai respon perilaku, emosional
12
dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas (Videbeck Sheila L,
2008, hal 307). Kecemasan adalah emosi yang paling sering dialami, berupa
kekhawatiran atau rasa takut yang tidak dapat dihindari dari hal-hal yang
berbahaya dan dapat menimbulkan gejala-gejala atau respon tubuh.
Gejala kecemasan baik sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan
komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder).
Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
Gangguan Cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized
anxiety disorder / GAD), gangguan panik (panic disorder), gangguan phobic
(Phobik disorder), dan gangguan obsesif-komplusif (obsessive-complusive
disorder). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini
baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan
perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1. Tidak semua orang yang
mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan cemas, hal ini
tergantung pada struktur kepribadiannya.
Orang yang kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas
lebih besar dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Perkembangan
kepribadian (personality development) seseorang dimulai dari sejak usia bayi
sampai usia 18 tahun dan tergantung dari pendidikan disekolah dan pengaruh
lingkungan dan pergaulan sosialnya serta pengalaman - pengalaman kehidupan
nya. Seseorang menjadi cemas terutama akibat proses imitasi dan identifikasi
dirinya terhadap orang tuanya, dari pada pengaruh keturunan (genetika).
13
2.2.2 Karakteristik Kecemasan
a. Seseorang akan menderita gangguan cemas mana kala yang bersangkutan
tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya. Tetapi
orang-orang tertentu meskipun tidak ada stressor psikososial, yang
bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak
atau kepribadian pencemas, yaitu antara lain : Cemas, khawatir, tidak
tenang, ragu dan bimbang.
b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum (demam
panggung)
d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah
g. Sering kali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir yang
berlebihan terhadap penyakit
h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil
(dramatisir)
i. Dalam mengambil keputusan, sering mengalami rasa bimbang dan ragu
j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali berulang-ulang
k. Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris.
14
2.2.3. Tingkat Kecemasan
Peplau (1963) mengidentifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap
tingkatan memiliki karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung
kemampuan individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari
lingkungannya, tingkat kecemasan atau pun ansietas yaitu :
a. Cemas Ringan
b. Cemas sedang
c. Cemas berat
d. Panik
15
Tabel. 2.2.3 Tingkat Kecemasan menurut Peplau (1963)
No.
Tingkat Ansietas
Respon Fisik
Respon Kognitif
1.
Ringan (1)
Cemas yang normal
menjadi
bagian
sehari-hari
dan
menyebabkan
seseorang menjadi
waspada
dan
meningkatkan lahan
persepsinya.
Ansietas ini dapat
memotivasi belajar
dan menghasilkan
pertumbuhan
dan
kreatifitas.
Sedang (2)
Cemas
yang
memungkinkan
sesorang
untuk
memusatkan pada
hal yang penting
dan
mengesampingkan
yang tidak penting.
Ketegangan otot ringan, sadar
akan lingkungan, rileks atau
sedikit
gelisah,
penuh
perhatian, rajin
Lapang
persepsi
luas,
terlihat tenang, percaya diri,
perasaan gagal sedikit,
waspada
dan
memperhatikan banyak hal,
mempertimbangkan
informasi,
tingkat
pembelajaran optimal.
Ketegangan otot sedang,
tanda-tanda vital meningkat,
pupil dilatasi mulai keringat,
sering
mondar-mandir,
memukulkan
tangan,
kewaspadaan dan ketegangan
meningkat, suara berubah
bergetar dann nada suara
tinggi, sering berkemih, sakit
kepala, dan pola tidur
berubah, nyeri punggung,
Ketegangan
otot
berat,
hipervetilasi,
kontak bulu mata buruk,
pengeluaran
keringat
meningkat, bicara cepat, nada
suara tinggi, tindakan tanpa
tujuan dan sembarangan,
rahang menegang, mengertak
gigi, kebutuhan ruang gerak
meningkat, mondar-mandir,
berteriak, meremas tangan,
gemetar.
Lapang persepsi menurun,
tidak
perhatian
secara
selektif, focus terhadap
stimulasi
meningkat,
rentang perhatian menurun,
penyelesaian
masalah
menurun,
pembelajaran
terjadi
dengan
memfokuskan pemikiran.
Tidak nyaman,
murah
tersinggung,
kepercayaan diri
goyah,
tidak
sabar, gembira.
Lapang persepsi terbatas,
proses berfikir terpecahpecah,
sulit
berfikir,
penyelesaian
masalah
buruk,
tidak
mampu
mempertimbangkan
informasi,
hanya
memperlihatkan ancaman,
prekupasi dengan fikiran
sendiri, egosentris
Sangat cemas,
agitasi, takut,
bingung, merasa
tidak adekuat,
menarik
diri,
penyangkalan,
ingin bebas,
Flight, (keinginan untk pergi
selamanya), ketegangan otot
sangat berat, agitasi motorik
kasar, pupil dilatasi, tandatanda
vital
meningkat
kemudian menurun, tidak
dapat tidur, hormone strees
dan persepsi neurotransmitter
bekurang, wajah menyeringai.
Persepsi sangat sempit,
fikiran
tidak
logis,
terganggu,
kepribadian
kacau,
tidak
dapat
menyelesaikan
masalah,
focus
pada
fikiran
sendirjadi,i, tidak rasional,
sulit memahami stimulus
eksternal, halusinasi, ilusi
mungkin terjadi.
Sangat cemas,
agitasi, takut,
bingung, merasa
tidak adekuat,
menarik
diri,
penyangkalan,
ingin bebas,
2.
3.
4.
Berat (3)
Cemas ini sangat
mengurangi lahan
persepsi
individu
cenderung
untuk
memusatkan pada
sesuatu yang terinci
dan spesifik dan
tidak dapat berfikir
pada hal yang lain.
Semua
prilaku
ditunjukkan untuk
mengurangi
tegangan individu
memerlukan banyak
pengesahan untuk
dapat memusatkan
pada suatu area lain.
Panik (4)
Tingkat panik dari
suatu
ansietas
berhubungan
dengan ketakutan
dan terror, karena
mengalami
kehilangan kendali.
Respon
Emosional
Perilaku
otomatis, sedikit
tidak
sabar,
aktivitas
menyendiri,
terstimulasi,
tenang
16
Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses
informasi belajar dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif mendominasi
tingkat ansietas ini. Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik,
keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih, respon defensive
terjadi, dan keterampilan kognitif menurun signifikan. Individu yang mengalami
ansietas berat sulit berfikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi
tegang,
tanda-tanda
vital
meningkat,
mondar-mandir,
memperlihatkan
kegelisahan, iriabilitas dan kemarahan atau menggunakan cara psikomotor
emosional. Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda-tanda vital meningkat, pupil
membesar, untuk memungkinkan lebih banyak cahaya yang masuk, dan satu-satu
nya proses kognifikan berfokus pada ketahanan individu tersebut.
Sisi negatif ansietas (kecemasan) atau sisi yang membahayakan ialah rasa
khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini
menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut dan individu melakukan fungsinya
dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial.
Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi
sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian
besar kehidupan individu sehingga mengakibat kan perilaku maladatif dan
distabilitas emosional.
17
2.2.4 Cara mengukur Kecemasan
Menurut Nursalam, 2008 salah satu pengukuran tingkat kecemasan
menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale), Pernyataan-pernyataan
tentang kecemasan adalah sebagai berikut: perasaan cemas seperti cemas, firasat
buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. Ketegangan seperti merasa
tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat beristirahat dengan tenang, gemetar, dan
gelisah. Gangguan Kecerdasan seperti daya ingat menurun, daya ingat buruk,
sukar berkonsentrasi, dan mudah bingung.
Gejala somatik (otot-otot) seperti nyeri otot , kaku, kedutan otot, gigi
gemeretak, dan suara tak stabil. Gejala sensorik seperti telinga berdengung,
penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, dan perasaan ditusuktusuk. Gejala kardiovaskular seperti denyut nadi cepat, berdebar-debar, nyeri
dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan dan detak jantung
hilang sekejap. Gejala pernapasan seperti rasa ditekan di dada, perasaan tercekik,
merasa napas pendek/sesak dan sering menarik napas panjang.
Gejala gastrointestinal seperti sulit menelan, mual, muntah, , perut melililt,
gangguan pencernaan, nyeri sebelum/sesudah makan, rasa panas di perut, perut
terasa penuh/kembung. Gejala urogenetalia seperti sering buang air kecil, tidak
dapat menahan kencing. Gejala vegetatif/otonom seperti mulut kering, muka
merah, mudah berkeringat, pusing/sakit kepala dan kepala terasa berat. Tingkah
laku / sikap meliputi : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi, muka
tegang, tonus/ketegangan otot meningkat, napas pendek dan cepat, dan muka
merah.
18
Teknik pengisian skor:
a. Penilaian
1. Skor 0 : tidak ada
(tidak ada gejala sama sekali)
2. Skor 1 : gejala ringan
( kurang dari separuh gejala)
3. Skor 2 : gejala sedang
(separuh dari gejala)
4. Skor 3 : gejala berat
(lebih dari separuh gejala)
5. Skor 4 : gejala berat sekali (semua gejala ada)
b. Interpretasi hasil penilaian total skor adalah, jika :
1. Skor 0 - 11 : tidak ada kecemasan
2. Skor 12 - 15
: kecemasan ringan
3. Skor 16 - 18
: kecemasan sedang
4. Skor 19 - 29
: kecemasan berat
5. Skor 30 - 44
: kecemasan berat sekali/panik
(Azwar, 2011)
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Pasien Kanker
Payudara (Ca mammae)
Sebuah jurnal menunjukkan bahwa dua belas bulan pada tahun
pertama menunjukkan bahwa sebanyak 53% orang mengalami gangguan
stres yang akut ASD/(Acute Stress Disorder) setelah mereka didiagnosis
kanker sedangkan enam bulan sesudahnya, mereka yang di diagnosis
tersebut akan mengalami PISD / Post Traumatic Stress Disorders
(Kangas,dkk. 2005. H.763).
19
a. Faktor internal
1. Umur
Prawirohardjo (2002) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori, yaitu: kurang
dari 20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari
30
tahun
(tergolong
tua).
Soewandi
(1997)
dalam
Martahadi
(2010)
mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari
pada umur tua.
2.
Keadaan fisik
Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang
sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan
dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit (Carpenito, 2001 dalam
Martahadi, 2010).
3. Sosial budaya
Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stress.
Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang
jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan
seseorang yang keyakinan agamanya rendah (Soewandi, 1997 dalam Martahadi,
2010).
4. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap
sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan
mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak
20
berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian
pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan
(Soewandi, 1997 dalam Martahadi, 2010).
5. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress.
Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat
mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan
dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan
karena kurangnya informasi yang diperoleh (Soewandi, 1997 dalam Martahadi,
2010).
b.
Faktor Eksternal
1. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Nadeak,
2010). Dukungan keluarga menjadi faktor ekstrinsik yang mempengaruhi tingkat
kecemasan seseorang pasien dalam menjalani pengobatan.
Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan keluarga yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat di akses/diadakan untuk keluarga.
Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga yang besar
kepada pasien, secara psikologis dapat menambah semangat hidup bagi pasien yang
dapat berdampak pada tingkat kecemasan yang rendah (Lutfa, 2008).
21
Dukungan keluarga dapat dilakukan dengan cara memberikan dukungan emosional
yang mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan. Dukungan emosional diperlukan untuk menambah kepercayaan dari
pasien dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Kepercayaan diri merupakan hal
yang penting dalam koping stres dan membantu selama pasien menjalani terapi.
Niven, (2002) (dalam inayah et all, 2008) bahwa dengan dukungan keluarga dapat
membantu meningkatkan mekanisme koping individu dengan memberikan dukungan
emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman
sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek yang positif, sehingga mampu
menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
Adanya dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan
nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh friedman (1998;196), bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan
sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama
(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun
ditemukan. Efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan
dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan
dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas,
lebih mudah sembuh dari sakit.
2.
Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi tingkat kecemasan.
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan
dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati (Hambly, 1995).
22
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,
ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman
terhadap lingkungannya.
2.3.6 Tingkat Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara (Ca mammae)
Penderita kanker akan mengalami tekanan psikologis pasca terdiagnosis
kanker, seperti informasi kanker yang diterima dari masyarakat bahwa apabila
seseorang terdiagnosis mengidap kanker berarti vonis mati yang hanya tinggal
menunggu waktu (Mangan, 2003). Tekanan yang sering kali muncul adalah
kecemasan, insomnia, sulit berkonsentrasi, tidak nafsu makan, dan merasa putus
asa yang berlebihan, hingga hilangnya semangat hidup. Respon emosional yang
secara umum mungkin muncul pada saat dokter mendiagnosis seseorang
menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker, yaitu penolakan,
kecemasan, dan depresi. (Lubis, 2009)
Kecemasan meningkat misalnya ketika sedang menunggu pengumuman
hasil tes, menunggu hasil diagnosis, menunggu prosedur pemeriksaan medis,
maupun ketika mengalami efek samping dari suatu penanganan medis.
Kecemasan akan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan
dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat dari proses penanganan
suatu penyakit, serta mengalami kekurangan informasi mengenai sifat suatu
penyakit dan penanganannya (Lubis, 2009).
23
Pasien kanker payudara ( Ca mammae) yang kurang mendapatkan pajanan
informasi mengenai treatment dan diagnosis dari penyakitnya dan ditambah
perasaan takut akan kematian yang kerap kali muncul akan menimbulkan stres
dan konflik psikologis dalam dirinya. Sehingga muncul konsekuensi psikologis
seperti depresi , penolakan , marah , dan cemas. Respon kecemasan yang
berlebihan akan menstimulasi respon endokrin yang akan menyebabkan
perubahan pada sistem kekebalan.
2.3 Dukungan keluarga
2.3.1. Pengertian Keluarga
Sebuah keluarga adalah sebuah sistem sosial yang alami, dimana
seseorang menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara
mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai
kegiatan dengan lebih efektif. Dalam penjelasan yang lain dikatakan bahwa
keluarga adalah suatu unit yang berfungsi sesuai atau tidak sesuai menurut tingkat
persepsi peran dan interaksi di antara kinerja peran dari macam-macam anggota.
Keluarga nuclear terdiri atas suami, isteri dan anak. Keluarga nuclear yang
diperluas: keluarga nuclear ditambah dengan kakek, nenek, dan keluarga lain;
keluarga tiri, orang tua single menikah dengan orang lain; keluarga campur; dua
orang tua single yang membawa anak-anak mereka bersatu dalam satu keluarga;
keluarga tunggal yaitu individu dengan anak-anak yang tidak pernah kawin, yang
bercerai, atau janda duda mati, keluarga yang teridiri atas kakek nenek dengan
24
cucu-cucunya, keluarga yang mengadopsi anak; (di lain negara: keluarga gay atau
lesbian).
2.3.2 Tipe Keluarga
Di Amerika terdapat beberapa bentuk atau tipe keluarga, diantara beberapa tipe
keluarga yang ada di Amerika adalah sebagai berikut:
1. N uclear family, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak
2. Extended family, yaitu nuclear family ditambah kakek, paman, bibi
3. Blended family, yaitu keluarga yang terdiri dari Suami, istri ditambah anak dari
pernikahan sebelumnya
4. Common –law family, yaitu keluarga yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan
mungkin anak yang tinggal bersama sebagai keluarga, meskipun tanpa diikat
oleh pernikahan yang sah
5. Single parent family, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (lakilaki atau perempuan) yang mungkin disebabkan oleh perceraian, kematian,
ditinggalkan atau tidak pernah menikah
6. Commune family, laki-laki, perempuan dan anak tinggal bersama, berbagi hak
dan kewajiban, memiliki dan menggunakan perbotan bersama, kadang
memutuskan untuk melakukan pernikahan monogamy
7. Serial Family, yaitu keluarga yang terdiri dari laki-laki atau perempuan yang
telah menikah berkali-kali kemudian mendapatkan pasangan dan keluarga
sepanjang hidupnya tetapi hanya sekali mempunyai nuclear family
25
8. Composite Family, adalah Bentuk pernikahan poligami dimana 2 atau lebih
nuclear family berbagi suami (poligini) atau istri (poliandri)
9. Cohabitation, Hubungan yang kurang permanen antara 2 orang yang tidak
menikah dengan jenis kelamin berbeda yang tinggal bersama tanpa adanya
aturan yang sah
10.Gay Couples, adalah pasangan dengan jenis kelamin sama yang membina
hubungan homoseksual
2.3.3 Sistem Keluarga
Dalam mempelajari sistem keluarga ada tiga perspektif yang dapat memberikan
kejelasan mengenai system keluarga. Tiga perspektif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Struktural
Dapat dilihat sebagai dyadic yaitu subsistem suami isteri, saudara kandung, dan
anak dengan orang tua, dan tryadic yaitu subsistem ibu-nenek anak perempuan
atau ayah, kakek dan anak perempuan
2. Fungsional
Adalah bagaimana cara keluarga melindungi, merawat dan mendidik anak.
Bagaimana membuat lingkungan fisik, social dan ekonomi untuk mendukung
perkembangan individu, bagaimana menciptakan ikatan yang kuat dan terpelihara,
bagaimana orangtua mendidik anak supaya sukses dikehidupan dunia
3. Developmental
26
Keluarga seperti individu, dimana dalam kehidupannya berbagai tugas
perkembangan harus dikuasai dan cara untuk beradaptasi harus selalu
disempurnakan.
2.3.4 Dinamika Keluarga
Untuk menjelaskan menganai dinamika keluarga terdapat tiga teori yang
menjelaskan dinamika keluarga yaitu: teori peran, teori perkembangan dan teori
system.
1. Teori Peran
Peran pokok dalam perkawinan menurut Parsons dan Bales’s (1955) menyatakan
adanya dua peran pokok dalam perkawinan, yaitu eksperimental dan ekspresif.
Peran instrumental adalah melakukan segala hal yang perlu dilakukan yaitu
mencari uang dan menjaga hubungan luar yang memuaskan dengan system
ekonomi dan system sekolah. Peran ekspresif terutama memperhatikan hubungan
yang memuaskan di dalam keluarga dan ekspresi perasaan yang berhubungan
dengan hubungan yang intim. Pada keluarga modern peran-peran tersebut tidak
dibagi secara eksak antara suami dan isteri. Dalam teori peran ada empat konsep
dasar yang merupakan dasar untuk mengerti kesehatan mental dan keluarga, yaitu:
a. Komplimentaris peran
Anggota keluarga melakukan peran yang berbeda, yang melengkapi satu sama
lain dalam menyelesaikan fungsi keluarga. Dengan ini kebutuhan keluarga dapat
27
dipenuhi dengan cara yang efisien, misalnya ayah mendengarkan keluhan anakanaknya, ibunya membimbing anak-anak dan
memberi hukuman jika diperlukan.
b. Pertukaran peran
Pertukaran peran mencakup anggota keluarga merespon permintaan-permintaan
baru pada keluarga dengan betukar peran, misalnya:anak gadis harus mengasuh
adiknya karena ayah ibunya harus bekerja dan akan bermasalah ketika dia belum
mampu memenuhi tuntutan tersebut.
c. Konflik peran
Konflik peran terjadi ketika dua atau lebih anggota keluarga berselisih paham
tentang suatu peran.
Contoh: ayah tiri mengambil tanggung jawab pendisiplinan, sedang istrinya
menganggap itu sebagai tugasnya
d. Kebalikan peran
Kebalikan peran mencakup anggota keluarga sementara memegang peran yang
berlawanan dengan peran-peran yang biasanya dilakukan. Contoh: anak
perempuan berangan apa yang sesuai untuk dilakukan ibunya apabila anaknya
perempuan melanggar aturan jam malam
2.3.5 Pengertian Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
28
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Friedman, 1998).
Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan
proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota
keluarga, antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang
harmonis (Soetjiningsih, 1995).
Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu rumah tangga
yang bahagia. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh rasa kasih sayang maka
semua pihak dituntut agar memiliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong
menolong, kejujuran, saling mempercayai, saling membina pengertian dan damai
dalam rumah tangga (Soetjiningsih,1995).
2.3.6 Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
Gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, saling menghargai dan
kehangatan di dalam keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Interaksi atau hubungan dalam keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin,
norma, budaya dan perilaku.
c. Fungsi kesehatan
Sejauhmana keluarga menyediakan pangan, perlindungan dan merawat anggota
yang sakit, sejauhmana pengetahuan tentang masalah kesehatan, kemampuan
29
keluarga untuk melakukan 5 tugas 7 kesehatan dalam keluarga serta kemauan
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Keluarga memanfaatkan
sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan
keluarga. Hal yang menjadi pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga
yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan.
Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari
masyarakat setempat.
2.3.7. Jenis Dukungan Keluarga
Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa jenis dukungan yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.
Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi.
b. Dukungan penilaian
30
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
2.3.8. Sumber Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh
keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga
(dukungan keluarga bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga dapat berupa
dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta
dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal
(Friedman, 1998).
31
2.3.9. Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sifat dan dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan
keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 1998).
Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stres terhadap
kesehatan)
dan
efek-efek
utama
(dukungan
keluarga
secara
langsung
mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efekefek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan
kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.
Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan
dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin
dalam Friedman, 1998).
2.3.10. Faktor yang mempengaruhi Dukungan keluarga
a. Tipe keluarga
32
Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat
dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga
kecil
secara
kualitatif
menggambarkan
pengalamanpengalaman
perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih
banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu,
dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh
usia.
b. Usia
Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak
bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris
dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
c. Kelas sosial ekonomi orangtua
Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang
tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan
yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas
bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua
dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
2.3.11 Cara mengukur Dukungan Keluarga
33
Menurut Nursalam (2008) dukungan keluarga menggunakan kuesioner respons
penilaian terhadap dukungan keluarga (sosial) dengan 12 item pernyataan sebagai
berikut :
1. Dukungan emosional dan penghargaan meliputi keluarga selalu mendampingi
saya dalam perawatan, keluarga selalu memberi pujian dan perhatian kepada
saya, keluarga tetap mencintai dan memperhatikan keadaan saya selama saya
sakit serta keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami
sebagai suatu musibah.
2. Dukungan fasilitas meliputi keluarga selalu menyediakan waktu dan fasilitas
jika saya memerlukan untuk keperluan pengobatan, keluarga sangat berperan
aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan sakit saya, keluarga bersedia
membiayai biaya perawatan dan pengobatan serta keluarga selalu berusaha
untuk mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawatan yang saya
perlukan.
3. Dukungan informasi / pengetahuan meliputi keluarga selalu memberitahu
tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat kepada
saya, keluarga selalu mengingatkan saya untuk kontrol, minum obat, latihan
dan makan, keluarga selalu mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang
memperburuk penyakit saya, serta keluarga selalu menjelaskan kepada saya
setiap saya bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit saya.
Setiap pernyataan dilengkapi dengan pilihan jawaban sebagai berikut :
1. Selalu
: skor 3
34
2. Sering
: skor 2
3. Kadang-kadang : skor 1
4. Tidak pernah
: skor 0
(Nursalam, 2008)
Skor dukungan keluarga yang terukur akan dikategorikan sesuai dengan cara
interpretasi skor dengan rumus interval dikutip dari Nasir (2003), yaitu :
i=R
k
Dimana :
i : interval kelas
R : nilai tertinggi – nilai terendah
K : jumlah kelas
Dengan penghitungan sebagai berikut :
i=3-0
4
i=3
4
I = 0,75
Jadi interval skor adalah 0,75. Untuk memudahkan interpretasi terhadap
penilaian dukungan keluarga maka diasumsikan batas nilai tertinggi 4 kelas = 36,
sehingga batas nilai terbawah diperoleh dari 36/4 = 9, maka hasil penilaian
35
tersebut dikonversikan dengan nilai dasar 9 dan nilai interval konversi sebagai
berikut :
Nilai interval konversi = nilai interval x nilai dasar
= 0,75 x 9
= 6,75
Jadi nilai
a. 1 – 1,75
: 9,00 – 15,75
(dukungan keluarga kurang)
b. 1,76 – 2,50 : 15,76 – 22,50
(dukungan keluarga cukup)
c. 2,51 – 3,25 : 22,51 – 29,25
(dukungan keluarga baik)
d. 3,26 – 4,00 : 29,26 – 36
(dukungan keluarga sangat baik)
2.4 Mekanisme Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Pada Pasien Kanker Payudara (Ca Mammae)
Penderita kanker akan mengalami tekanan psikologis pasca terdiagnosis
kanker, seperti informasi kanker yang diterima dari masyarakat bahwa apabila
seseorang terdiagnosis mengidap kanker berarti vonis mati yang hanya tinggal
menunggu waktu (Mangan, 2003). Tekanan yang sering kali muncul adalah
kecemasan, insomnia, sulit berkonsentrasi, tidak nafsu makan, dan merasa putus
asa yang berlebihan, hingga hilangnya semangat hidup. Respon emosional yang
secara umum mungkin muncul pada saat dokter mendiagnosis seseorang
menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker, yaitu penolakan,
kecemasan, dan depresi. (Lubis, 2009)
36
Kecemasan meningkat misalnya ketika sedang menunggu pengumuman
hasil tes, menunggu hasil diagnosis, menunggu prosedur pemeriksaan medis,
maupun ketika mengalami efek samping dari suatu penanganan medis.
Kecemasan akan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan
dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat dari proses penanganan
suatu penyakit, serta mengalami kekurangan informasi mengenai sifat suatu
penyakit dan penanganannya (Lubis, 2009).
Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas
akibat hospitalisai adalah hal yang sangat penting dalam menunjang untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pada saat pasien dirawat inap.
Dukungan keluarga yang baik maka kecemasan akibat dari perpisahan dapat
teratasi sehingga pasien akan merasa nyaman saat menjalani perawatan. Pasien
yang merasa nyaman saat perawatan mencegah terjadinya penurunan sistem imun
sehingga berpengaruh pada proses kesembuhannya (Clancy, 1998).
Keluarga merupakan elemen penting yang sangat berperan dalam proses
pengobatan pasien, sejak awal di diagnosis mengidap kanker sampai dengan
pemberian terapi. Keluarga bertugas memberikan dukungan berupa materi dan
psikis dalam kecemasan pasien. Permasalahan psikis tersebut sangat berpengaruh
terhadap kondisi pasien. Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk
dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat
menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi
penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologis individu (Lehmann dkk ,
37
1978). Dukungan keluarga yang adekuat diharapkan menurunkan kecemasan
pasien, sehingga pasien bisa fokus pada pengobatan dan kesembuhannya.
Dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih tenang dan
nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh friedman (1998;196).
Download