Ringkasan Jampersal for hand outs- FINAL

advertisement
Kematian Ibu dan Anak di Timur Indonesia:
Ringkasan Laporan Desk Studi Atas Pelaksanaan
Program Jaminan Persalinan (Jampersal)
di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang –
Nusa Tenggara Timur
Prakarsa dan PIAR, 2012
foto: Thinkstock
1. Latar Belakang
Ada dua acuan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan ibu dan anak di Indonesia yaitu
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN). Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
Bangsa Bangsa berkomitmen dalam
Tujuan
juan Pembangunan Millenium (Millenium
(
Development Goals/MDGs)
/MDGs) 2015, maka RPJMN juga
memuat target MDGs. Target MDGs Indonesia untuk AKBA (Angka Kematian Balita) adalah mencapai
32 kematian balita per 1000 kelahiran hidup (dengan acuan 44 kematian pada tahun
tahu 1991),
sedangkan AKI (Angka Kematian Ibu) ditargetkan mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup (dengan
acuan 390 kematian pada tahun 1991). Baik AKBA dan AKI telah terjadi penurunan; AKBA menjadi 34
per 1000 kelahiran hidup (2007) dan AKI menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007).
Meskipun pencapaian AKBA Indonesia berada di atas rata-rata
rata rata pencapaian negara-negara
negara
di Asia
Pasifik yaitu 49 kematian per 1000 kelahiran hidup (2009), namun jika dibandingkan dengan negara
Asia lainnya, Indonesia masih berada
berada pada peringkat yang cukup rendah. Beberapa negara Asia yang
pencapaiannya di bawah 10 kematian per 1000 kelahiran hidup antara lain: Brunei Darussalam,
Jepang, Malaysia, Korsel, dan Singapura. Sedangkan untuk AKI, pencapaian Indonesia masih di
bawah pencapaian rata-rata
rata negara-negara
negara
di Asia Pasifik yang mencapai 184 per 100.000 kelahiran
hidup. Beberapa negara di Asia Tenggara yang jauh di atas rata-rata
rata rata Asia Pasifik adalah Singapura
Singap
9
kematian, Brunei Darussalam 21 kematian dan Malaysia 31 kematian (Statistical
tatistical Yearbook for Asia
and the Pacific,, UNESCAP, 2011).
Untuk mengejar ketertinggalan itu, pemerintah Indonesia mengambil tindakan breakthrough
dengan meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) pada awal tahun 2011. Akses ibu-ibu
ibu
hamil terhadap pelayanan kesehatan dari pemerintah masih rendah dan kemampuan pembiayaan
mandiri dari ibu hamil (out
out of pocket)
pocket) juga masih rendah. Oleh sebab itu, program Jampersal
diluncurkan dengan memberikan pembiayaan kesehatan kepada ibu-ibu
ibu ibu hamil pada saat:
saat sebelum
melahirkan, pada saat melahirkan dan sesudah melahirkan.
Untuk mengetahui pelaksanaan atau implementasi Jampersal di NTT, khususnya Kabupaten
Kupang dan Kota Kupang (sebagai sampel wilayah),
wilayah), Prakarsa dan PIAR memandang perlu dilakukan
suatu desk research sebagai bahan awal sebelum melakukan pemantauan di lapangan.
lapangan Tujuan desk
research ini ialah untuk merangkum data dan informasi mengenai pelaksanaan Jampersal di Provinsi
NTT, khususnya di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Provinsi NTT dipilih karena pencapaian AKI
dan AKBA-nya
nya masih jauh di bawah pencapaian daerah-daerah
daerah daerah lain di Indonesia.
Page 1 of 4
2. Implementasi Jampersal di Tingkat Provinsi NTT
Dilihat dari indikator kesehatannya, nampak bahwa Provinsi NTT cukup tertinggal dari daerah lain
dan termasuk 10 daerah yang bermasalah di bidang kesehatan. Khusus untuk kesehatan ibu dan
anak, Provinsi NTT bersama Banten, Jabar, Jateng dan Jatim adalah provinsi yang kondisi AKI-nya
paling parah di Indonesia dan menyumbang 50 % kematian ibu secara nasional. Oleh karena
ketertinggalan yang cukup jauh ini, pemerintah Provinsi NTT mencanangkan program “Revolusi KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak)” sejak tahun 2009 melalui Pergub NTT Nomor 42/2009, yang bertujuan
“menurunkan AKI dari 554/100.000 KH (2004) menjadi 153/100.000 KH (2013) dan AKB dari 62/1000
KH (2004) menjadi 27/1000 KH (2013)”.
Penekanan utama Revolusi KIA ialah mendorong persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan yang memadai, karena masih rendahnya persalinan yang ditolong nakes.
Namun dari sisi pembiayaan, “Revolusi KIA” tidak mencerminkan adanya ‘revolusi’ karena
pembiayaannya masih bersumber dari anggaran kesehatan reguler pemerintah pusat. Adanya
sumber pembiayaan dari lembaga donor seperti AIP-MNH (Australia), GIZ (Jerman) dan lembaga
PBB (UNICEF dan UNFPA) cukup mendukung. Dari hasil monitoring Jampersal di NTT (PMPE UGM,
2011) ditemukan beberapa permasalahan: (i) penyerapan Jampersal rendah dan sebagaian besar
hanya dimanfaatkan oleh warga yang tinggal di sekitar RS/Puskesmas; (ii) Jampersal sejalan dengan
Revolusi KIA; (iii) tenaga kesehatan, utamanya bidan kurang optimal bekerja karena dengan adanya
Jampersal pendapatan mereka berkurang; (iv) pasien masih harus membeli obat sendiri; (v)
sosialisasi rendah.
3. Implementasi Jampersal di Kabupaten Kupang
Di Kabupaten Kupang terdapat satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan 23 Puskesmas.
Jumlah tenaga kesehatan: dokter umum (30 dokter PTT dan 5 dokter PNS) dan 182 tenaga bidan
(bertugas di Puskesmas 77 dan yang bertugas di desa 105 bidan desa). Selajan dengan “Revolusi
KIA”, Bupati Kupang mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 16/2010 tentang Percepatan Pelayanan
KIA. Pembiayaan pelayanan KIA bersumber dari pemerintah dan donor internasional (misalnya AIPMNH Australia). Bahkan akumulasi dana dari donor lebih besar daridana KIA yang bersumber dari
APBD dan dana dekonsentrasi.
Secara umum, kematian ibu melahirkan di Kabupaten Kupang menunjukkan tren menurun, dari
27 kasus (2007) menjadi 14 kasus (2010). Sedangkan kematian bayi neonatus (lahir mati) pada
periode Januari-Juli 2011 masih cukup tinggi yaitu sebanyak 52 kematian. Jumlah persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan terendah di Kecamatan Sulamu 72,9 % dan yang tertinggi di Kecamatan
Batakte 82,8 % (2010). Persalinan yang dilakukan di Puskesmas/RS hanya 22% dan yang di rumah
masih sebesar 78 %.
Alokasi dana Jampersal untuk Kabupaten Kupang (2011)sebesar Rp. 1,3 miliar belum
dimanfaatkan secara optimal, hanya Rp 910 juta yang terserap. Masih banyak warga yang tidak
meng-aksesnya. “Tidak ada bantuan dari pemerintah untuk persalinan. Kami keluarkan uang saat
melahirkan di Puskesmas sebesar Rp 500.000,- dan biaya makan minum dan transportasi dari rumah
ke Puskesmas. Berkaitan dengan Jampersal belum pernah dapat info-nya”, ujar Decy Mardiana
Manat-Lona, 24 tahun, warga Dusun 2 Desa Taloutan, Nekamese, yang melakukan persalinan pada
September 2011.
Kondisi tersebut di atas dikuatkan oleh warga lain: “Jampersal itu apa? Saya belum tahu”, tutur
Novima Adelfi Bana-Kofemnuke, 34 tahun, warga Dusun 2 Desa Taloutan, Nekamese, yang bersalin
pada bulan April 2012 dan tetap mengeluarkan biaya saat persalinan di Puskesmas. Ketidaktahuan
warga akan haknya ini menunjukkan belum adanya sosialisasi yang memadai ke masyarakat sasaran
sehingga pemanfaatan Jampersal masih kurang.
Page 2 of 4
4. Implementasi Jampersal di Kota Kupang
Di Kota Kupang terdapat 1 rumah sakit milik pemerintah dan 5 milik swasta dan
militer/kepolisian, serta 11 Puskesmas yang tersebar di 6 kecamatan. Mempunyai 212 dokter praktik
dan 73 bidan praktik. Di Puskesmas terdapat 21 orang dokter, 185 perawat, 133 bidan dan 154
paramedis non-perawat. Sementara, jumlah penduduknya sebanyak 334.822 jiwa. Selajan dengan
“Revolusi KIA”, Kota Kupang menargetkan AKI dari 554/100.000 KH (2004) menjadi 153/100.000 KH
(2013), dan kematian bayi dari 62/1000 KH (2004) menjadi 27/1000 KH (2013).
Program KIBBLA (Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita) Kota Kupang mengalami
peningkatan jangkauan pelayanan. Jumlah ibu hamil dan bersalin yang memperoleh pelayanan
meningkat dari 6.321 (2009) menjadi 8.066 (2010). Implikasinya, jumlah kematian ibu melahirkan
cukup rendah yaitu 13 kasus (2009) turun menjadi 5 kasus dari 5747 kelahiran hidup (2010). Pada
tahun 2011, kematian ibu melahirkan hanya tercatat di 4 Puskesmas yaitu di Oebobo (1 kasus),
Penfui (1 kasus), Alak (1 kasus) dan yang tertinggi di Sikumana sebanyak 3 kasus. Ini merupakan
penurunan yang cukup signifikan, yang menurut Dinas Kesehatan merupakan dampak dari
dilakukannya intervensi melalui Revolusi KIA dan program AIP-MNH di Kota Kupang, serta adanya
dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).
Kota Kupang mendapatkan alokasi anggaran Jampersal sebesar Rp 1,4 Miliar, namun penyerapan
anggarannya masih rendah, rata-rata realisasi hanya sebesar 25,28 % atau hanya sekitar seperempat
dari anggaran yang dialokasikan (Dinas Kesehatan Kota Kupang, 2011). Ini menunjukkan bahwa
ketidaktahuan masyarakat akan program Jampersal merupakan masalah yang cukup krusial.
“Bantuan yang saya dapat untuk persalinan cukup baik, itu berasal dari Jamkesda yang saya miliki.
Kalau berkaitan dengan Jampersal, saya belum pernah mengetahuinya”, demikian keterangan dari
Mega Darysta Volla, 21 tahun, Kelurahan Naikoten I Kota Kupang, yang melakukan persalinan bulan
Mei 2012. “Saya belum pernah mendapat informasi Jampersal. Kalau tentang Jamkesmas pernah
dengar saya”, terang Nuraini Ratu Djo Yohanes, 35 tahun, Kelurahan Oebobo Kota Kupang, bersalin
pada Desember 2011.
5. Kesimpulan
a) Program pengurangan angka kematian ibu dan anak-balita di Kota Kupang dan Kabupaten
Kupang cukup berdampak pada turunnya kasus kematian ibu dan bayi di hampir semua
Puskesmas;
b) Penyerapan anggaran Jampersal yang masih rendah menunjukkan bahwa sosialisasi program
Jampersal masih kurang masif (demand side) dan juga menunjukkan bahwa kinerja keuangan
Kota dan Kabupaten Kupang relatif rendah (supply side);
c) Belum ada sinergi program dan pembiayaan yang tertata antara pemda dengan pemerintah
pusat, teruatma dibidang pengurangan angka kematian ibu dan anak-balita;
d) Jampersal mendorong ibu hamil untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan telah
menaikkan cakupan kunjungan K1 dan K4, namun belum merata dan hanya terjadi di Puskesmas
tertentu; Namun demikian, selisih kunjungan K1 dan K4 masih jauh, yang berarti masih banyak
ibu hamil yang belum memeriksakan kehamilannya sampai trimester terakhir sehingga resiko
tidak teridentifikasinya kelainan masih cukup besar.
e) Kurangnya sosialisasi baik ke para tenaga medis maupun ke publik secara luas mengenai coverage
Jampersal dan mekanisme klaim sehingga dapat mendorong pasien menggunakan Jampersal;
Page 3 of 4
6. Rekomendasi
a) Diperlukan sosialisasi ke publik secara luas dan masif, tidak terbatas pada ibu hamil dan
melahirkan namun juga pada keluarga dan masyarakat mengenai Jampersal. Jangkauan informasi
yang lebih luas diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan target sasaran terhadap skema
program Jampersal;
b) Perlunya evaluasi dan monitoring atas implementasi Jampersal, selain oleh Kementerian dan
Dinas Kesehatan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama, juga oleh masyarakat sebagai
penerima manfaat serta DPRD/DPR/DPD atau LSM, sehingga efektifitas program dan kinerja
pelaksanaan Jampersal terpantau;
c) Pemerintah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang perlu menyusun target-target pembangunan
kesehatan, terutama penurunan angka kematian ibu dan anak secara sinkron dengan target di
level Provinsi dan Nasional, dengan menjabarkan langkah-langkah konkrit untuk mencapainya.
###
Page 4 of 4
Download