BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap organisasi, sebab tanpa sumber daya manusia tujuan dan sasaran organisasi tidak akan tercapai sesuai yang direncanakan. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia sangat penting dalam setiap organisasi. Pentingnya peranan sumber daya manusia bagi setiap organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan, untuk itu sumber daya manusia perlu memiliki skill atau keterampilan yang handal dalam menangani setiap pekerjaan, sebab dengan adanya skill yang handal maka secara langsung dapat meningkatkan kinerja karyawan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu perusahaan adalah budaya kerja, dimana faktor tersebut sangat erat kaitannya dalam meningkatkan kinerja karyawan, sebab dengan terciptanya budaya kerja yang baik dan ditunjang oleh kerja sama dengan sesama karyawan, maka akan tercapai hasil yang dapat meningkatkan kinerja kerja karyawan. (Tika, 2008 : 120) Berkaitan dengan pentingnya masalah budaya kerja terhadap kinerja karyawan, maka hal ini perlu diperhatikan pada perusahaan PT. Hadji Kalla yakni sebuah perusahaan yang bergerak di bidang dealer mobil Toyota, dimana dalam 2 menunjang aktivitas operasional perusahaan maka salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memperhatikan masalah budaya organisasi, sebab budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya kerja, sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan professional yang mempunyai integritas yang tinggi. Oleh karena itu pimpinan harus berusaha menciptakan kondisi budaya kerja yang kondusif dan dapat mendukung terciptanya kinerja yang baik. Hal inilah yang merupakan sasaran bagi pimpinan perusahaan PT. Hadji Kalla dalam menciptakan budaya kerja yang diinginkan atau budaya yang kuat maka upaya yang ingin dicapai adalah untuk menciptakan budaya kerja yang baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja para karyawan di lingkungan perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada penerapan budaya kerja pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar belum optimal, dimana masih ada karyawan yang belum mentaati disiplin kerja seperti : jam kerja, mereka masuk kerja setelah jam 09.00 Wita 3 dan pulang sebelum jam 17.00 Wita, disamping itu sikap karyawan yang tidak memegang teguh amanah dalam melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya sebagai karyawan. Tindakan-tindakan seperti tersebut di atas dapat berakibat pada kurangnya pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu kesadaran karyawan akan pentingnya budaya kerja masih perlu disosialisasikan. Hal ini berhubungan dengan pengimplementasian budaya kerja terhadap kinerja karyawan yang sangat kompleks, karena mereka mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kemampuan karyawan masih terbatas, sikap dan perilaku masih perlu ditingkatkan disamping itu perlu ada motivasi dari pimpinan, yang terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain : inisiatif individual, toleransi risiko, dan dukungan manajemen. Ketiga faktor tersebut mempunyai hubungan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah : “Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Hadji kalla Cabang Alauddin Makassar.” 1.2 Masalah Pokok Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengemukakan masalah pokok sebagai berikut : 1. Apakah budaya kerja yang terdiri dari inisiatif individual, toleransi risiko dan dukungan manajemen berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar. 4 2. Variabel manakah dari budaya kerja inisiatif individual, toleransi risiko dan dukungan manajemen yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan : a) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja yang meliputi : inisiatif individual, toleransi risiko dan dukungan manajemen terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar. b) Untuk menganalisis variabel budaya kerja yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dikemukakan dalam penulisan ini adalah : a) Sebagai bahan masukan bagi pimpinan PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar, mengenai pengaruh budaya kerja dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja karyawan. b) Memberikan kontribusi bagi peningkatan keilmuan bagi kalangan akademisi dan peneliti lainnya mengenai budaya kerja dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja kerja karyawan. 5 1.5 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan skripsi ini, maka penulis akan menguraikan ke dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, masalah pokok, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka yang meliputi pengertian manajemen sumber daya manusia, budaya kerja, jenis-jenis budaya kerja, fungsi budaya kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi budaya kerja, hubungan budaya kerja dengan kinerja karyawan, pengertian kinerja karyawan, kerangka pikir, hipotesis. Bab III Metode penelitian, yang didalamnya mencakup lokasi dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, definisi operasional variabel, metode analisis. Bab IV Gambaran umum perusahaan yang berisikan sejarah singkat berdirinya perusahaan, struktur organisasi, serta uraian tugas masing-masing bagian dalam perusahaan. Bab V Hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari karakteristik responden, analisis deskriptif mengenai budaya kerja terhadap kinerja karyawan, serta analisis pengaruh budaya kerja terhadap kinerja karyawan. Bab VI Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Akhir-akhir ini tampak suatu fenomena administratif pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian semakin banyak pihak terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia. Perhatian yang semakin besar tersebut ditunjukkan baik oleh para politisi, para tokoh industri, para pembentuk opini yaitu para pimpinan media massa para birokrat di lingkungan pemerintahan maupun oleh para ilmuwan yang menekuni berbagai cabang ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial. Manajemen sumber daya manusia merupakan terjemahan dari Man Power Management dan dianggap mempunyai pengertian yang sama dan Personal Management atau manajemen personalia. Secara umum, baik istilah manajemen sumber daya manusia maupun istilah manajemen personalia sama-sama diartikan sebagai manajemen kepegawaian dalam hal ini orang-orang yang mengadakan kerja sama dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan. Manajemen sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu fungsi manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di mana manajemen sumber daya manusia meliputi usaha-usaha/aktivitas-aktivitas suatu organisasi dalam mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya secara umum dimulai dari proses pengadaan karyawan, penempatan, pengelolaan, pemeliharaan, 7 pemutusan hubungan kerja, hingga hubungan industrial. Departemen sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi membantu karyawan dan organisasi mencapai tujuan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka studi tentang manajemen sumber daya manusia akan menunjukkan bagaimana seharusnya suatu organisasi memperoleh, menggunakan, mengembangkan, mengevaluasi dan memelihara karyawannya dalam kuantitas dan kualitas yang tepat. Diantara para ahli mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia. Namun demikian, secara umum intisari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan tujuan. Manajemen sumberdaya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen (saling terkait satu sama lain). Aktivitas ini tidak berlangsung menurut isolasi: yang jelas setiap aktivitas mempengaruhi sumber daya manusia lain. Misalnya keputusan buruk menyangkut kebutuhan staffing bisa menyebabkan persoalan ketenaga-kerjaan, penempatan, kepatuhan sosial, hubungan serikat buruh, manajemen, dan kompensasi. Bila aktivitas sumber daya manusia dilibatkan secara keseluruhan, maka aktivitas tersebut membantu sistem manajemen sumber daya manusia perusahaan. Perusahaan dan orang merupakan sistem terbuka karena mereka dipengaruhi oleh lingkungannya. Manajemen sumber daya manusia juga merupakan sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan luar. Handoko dalam Rachmawati (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, 8 pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Yuniarsih dan Suwatno (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi “. Sofyandi (2008 : 6) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading, and controlling, dalam setiap aktivitas/ fungsi organisasi sumber daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian kinerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatan kontribusi produktif dari sumber daya manusia organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Stres merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri dapat dialami karyawan. Stres dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, adalah tugas manajemen sumber daya manusia untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang memuaskan dalam pekerjaannya. 9 Manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai berbagai aktivitas yang merupakan tindakan-tindakan yang diambil untuk menyediakan dan mempertahankan lingkungan kerja yang tepat dalam organisasi. Suatu organisasi kecil mungkin tidak memiliki suatu departemen sumber daya manusia. Aktivitasaktivitas manajemen sumber daya manusia sering disebut juga sebagai fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia. Rivai (2009 : 1) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Menurut Schuler dalam buku Sutrisno (2009 : 4) mengemukakan bahwa : "Manajemen sumber daya manusia merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi dan masyarakat." Fokus manajemen sumber daya manusia terletak pada upaya mengelola sumber daya manusia di dalam dinamika interaksi antara organisasi pekerja yang seringkali memiliki kepentingan berbeda. Manajemen sumber daya manusia meliputi penggunaan sumber daya manusia secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual. 10 Jadi manajemen sumber daya manusia dapat juga merupakan kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi. Walaupun objeknya sama-sama manusia, namun pada hakikatnya ada perbedaan hakiki antara manajemen sumber daya manusia dengan manajemen tenaga kerja atau dengan manajemen personalia. 2.2 Pengertian Budaya Kerja Pada mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu antropologi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah. Kata buddhayah merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Sedangkan kata culture berasal dari kata colere yang memiliki makna “mengolah”, “mengerjakan”. Istilah culture berkembang hingga memiliki makna sebagai “segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam”. Dalam rentang dua puluh tahun terakhir, topik budaya kerja menarik perhatian banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari masalah perilaku kerja. Budaya kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan akhir suatu perusahaan. Jadi pandangan-pandangan tentang budaya kerja umumnya menekankan pada pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama yang menjadi pengikat diantara anggota perusahaan yang memberi pengaruh terhadap perilaku anggota perusahaan. Budaya juga membedakan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. 11 Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola dan warna budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan tipis. Dalam budaya yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga dapat membina keutuhan, loyalitas dan komitmen perusahaan. Kesepakatan bersama ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada pegawai. Masalah sosialisasi budaya dilakukan pada saat perusahaan menerima pegawai baru, sehingga pegawai bersangkutan sudah terbentuk perilakunya sesuai dengan budaya yang ada. Menurut Moeljono (2005 : 2) mengemukakan bahwa : ” Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat pada karyawan karena dapat diformulasikan secara formal. Dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan ”. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya yang ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga seseorang dalam perusahaan mempunyai perilaku yang spesifik bila dibandingkan dengan kelompok organisasi atau perusahaannya. Budaya kerja menurut Mangkunegara (2005 : 113) yang dikutip dari Edgar H. Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang 12 dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan dan sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda. Pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu perusahaan, sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya. Menurut Rachmawati (2004 : 118) bahwa : ” Budaya kerja merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu perusahaan dan mengarahkan perilaku segenap anggota perusahaan. Selain itu budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan-perusahaan lain ”. Ruky (2006 : 315) mengemukakan bahwa budaya kerja adalah mencerminkan cara mereka melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani orang, dsb), yang dapat dilihat dan dirasakan terutama oleh orang di luar organisasi tersebut. Tika (2008 : 4) berpendapat bahwa budaya kerja adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas. 13 Sedangkan menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan bahwa budaya kerja atau perusahaan sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di mana kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam proses belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan integrasi internal. Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya kerja menurut Tika (2008 : 5) dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Asumsi dasar Dalam budaya kerja terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. 2. Keyakinan yang dianut Dalam budaya kerja terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota perusahaan. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha. 3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja. Budaya kerja perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin perusahaan atau kelompok tertentu dalam perusahaan tersebut. 4. Pedoman mengatasi masalah Dalam perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut 14 dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. 5. Berbagai nilai (sharing of value) Dalam budaya kerja perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang. 6. Pewarisan (learning process) Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota perusahaan perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam perusahaan tersebut. 7. Penyesuaian (adaptasi) Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan. 2.3 Jenis-Jenis Budaya Kerja Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan tujuannya menurut Tika (2008 : 7) adalah : 1. Berdasarkan Proses Informasi Robert E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari : a) Budaya rasional Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi 15 tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan atau dampak) b) Budaya ideologis Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan) c) Budaya konsensus Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim, moral dan kerja sama kelompok) d) Budaya hierarkis Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi) 2. Berdasarkan Tujuannya Talizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu : a) Budaya organisasi perusahaan, b) Budaya organisasi publik c) Budaya organisasi sosial. 2.4 Fungsi Budaya Kerja Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut : a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. 16 Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain. b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang pegawai/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas kemajuan perusahaannya. c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya karyawan oleh perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. e. Sebagai integrator Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar di mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. f. Membentuk perilaku bagi karyawan Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan perusahaan. 17 g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok perusahaan. Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut. h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut. i. Sebagai alat komunikasi Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam perusahaan. j. Sebagai penghambat berinovasi Budaya kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu. 18 2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah kebersamaan dan intensitas. 1. Kebersamaan Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota organisasi khususnya anggota baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program orientasi, anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen nilai-nilai inti budaya kerja. 2. Intensitas Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada nilainilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota perusahaan guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja. 19 Menurut Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan adalah 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya kerja. Kesepuluh karateristik budaya organsisasi tersebut sebagai berikut : 1. Inisiatif Individual Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu perusahaan sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan. 2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya. 3. Pengarahan Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan perusahaan. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. 20 4. Integrasi Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu perusahaan dapat mendorong unit-unit perusahaan untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit perusahaan dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan. 5. Dukungan Manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan. 6. Kontrol Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu perusahaan. 7. Identitas Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. 21 8. Sistem Imbalan Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja perusahaan menjadi terhambat. 9. Toleransi terhadap konflik Sejauh mana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan. 10. Pola Komunikasi Sejauh mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri. 22 Untuk dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya kerja juga bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe budaya kerja tepat atau relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap perusahaan memiliki spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan. Karakteristik perusahaan yang berbeda akan membawa perbedaan dalam karakteristik tipe budaya kerja. 2.6 Hubungan Budaya Kerja dengan Kinerja Karyawan Manajemen budaya kadangkala memfokuskan diri pada pengembangan nilai bersama dan mendapat komitmen untuk nilai bersama tersebut. Nilai ini berkaitan dengan jenis perilaku yang dipercaya manajemen sesuai kepentingan perusahaan. Nilai inti dari bisnis mengekspresikan keyakinan tentang apa yang dianggap penting oleh manajemen mengenai bagaimana fungsi perusahaan dan bagaimana orang-orang seharusnya berperilaku. Tujuannya untuk memastikan bahwa keyakinan ini juga dimiliki dan dilaksanakan karyawan. Strategi manajemen budaya seharusnya menganalisis perilaku yang sesuai dan kemudian dibawa ke dalam proses, seperti manajemen kinerja, yang akan mendorong pengembangan perilaku tersebut. Menurut Denison dalam buku Tika (2008 :136) berpendapat bahwa ada empat prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya perusahaan dan efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama (main cultural traits) yang mencakup, yaitu : "1. Keterlibatan (involvement), 2. Konsistensi, 3. Adaptabilitas, 4. Misi." 23 Selanjutnya penjelasan mengenai hubungan keempat sifat utama tersebut di atas dengan efektivitas kinerja perusahaan dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut : 1. Keterlibatan (Involvement) Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Penelitian tentang keterlibatan perusahaan yang tinggi oleh Walton maupun Lawler mengemukakan bahwa keterlibatan merupakan strategi manajemen bagi kinerja perusahaan yang efektif dan strategi karyawan untuk lingkungan kerja yang baik. Mereka juga lebih memfokuskan pada struktur-struktur dan strategi aktual dalam membentuk, mempertahankan sistem keterlibatan yang tinggi. Organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku (clan) daripada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, dan tradisi-tradisi. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan, dan partisipasi yang tinggi bergantung pada sistem manajemen yang terbentuk berdasarkan. 2. Konsistensi Teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai dan simbol yang dihayati serta dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada kemampuan mereka dalam mencapai konsensus dan melakukan tindakantindakan yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah sistem kontrol 24 implisit, yang berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam tercapainya koordinasi daripada sistem kontrol eksternal yang bergantung pada peraturan-peraturan eksplisit. Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa konsistensi menyangkut keyakinan, nilai-nilai, simbol, dan peraturan-peraturan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya menyangkut, metode melakukan bisnis, perilaku karyawan dan tindakan-tindakan bisnis lainnya. 3. Adaptabilitas Untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas organisasi, seseorang harus menjabarkan sistem norma-norma dan keyakinankeyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu perusahaan agar bisa menerima, menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya terjadi perubahan-perubahan perilaku internal untuk bisa tetap bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunyai dampak pada efektivitas perusahaan, yaitu sebagai berikut : a. Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan eksternal. Salah satu ciri khas perusahaan Jepang yang berhasil adalah obsesi dari pelanggan dan kompetitor. b. Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal. Kepicikan dalam memperlakukan departemen, divisi, dan distrik lain dalam perusahaan yang 25 sama menunjukkan kurangnya adaptasi dan mempunyai dampak langsung pada kinerja perusahaan yang efektif. c. Kemampuan untuk bereaksi terhadap pelanggan internal maupun eksternal membutuhkan kemampuan untuk mengatur kembali dan melembagakan kembali sejumlah perilaku dan proses yang mengizinkan perusahaan untuk beradaptasi. Ketiga aspek di atas merupakan hasil perkembangan dari asumsi-asumsi, nilainilai, dan norma-norma dasar yang memberikan struktur dan arah bagi organisasi. 4. Misi Penghayatan misi memberi dua pengaruh besar pada fungsi perusahaan, yaitu : a. Menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran sosial dan sasaran eksternal bagi institusi serta mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran institusi. Melalui proses ini perilaku diberi makna intrinsik atau bahkan spiritual yang melampui peran birokrasi secara fungsional. b. Memberikan kejelasan dan arah/aturan. Kesadaran akan misi memberikan arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Pada tingkat individu ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika individu mempunyai tujuan terarah. Pada tingkat organisasi walaupun sasaran organisasi sering kali post hoc reconstruction, proses yang berkaitan akan terjadi. 26 Kedua faktor tersebut memiliki efek positif pada kinerja perusahaan. Model budaya kerja dan efektivitas kinerja perusahaan dapat dilihat pada skema di bawah ini. GAMBAR I HUBUNGAN ANTARA BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PERUSAHAAN - ADAPTABILITY - Internal Flexibility - External focus + MISSION - Meaning - Direction + EFECTIVENES S INVOLVEMENT - Informal processes - Formal structure CONSISTENCY - Normative integration - Predictability - Sumber : Tika (2008 : 139) Lanjut Tika (2008 : 10) menyatakan ada 3 karakteristik dari budaya kerja. Ketiga karateristik budaya kerja tersebut sebagai berikut : “1. Inisiatif individual, 2. Tolerasi terhadap tindakan berisiko, 3. Dukungan manajemen.” 27 1. Inisiatif Individual Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu perusahaan sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan. 2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya. 3. Dukungan Manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan. 2.7 Pengertian Kinerja Karyawan Perusahaan dapat berkembang merupakan keinginan setiap individual yang berada didalam perusahaan tersebut, karena setiap individual diharapkan dengan perkembangan tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Karena itu, tujuan yang diharapkan oleh perusahaan dapat tercapai dengan baik. 28 Kemajuan perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang bersifat internal dan eksternal. Sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai dapat dilihat dari seberapa besar perusahaan memenuhi tuntutan lingkungannya. Memenuhi tuntutan lingkungan berarti dapat memanfaatkan kesempatan atau mengatasi tantangan lingkungan atau ancaman dari lingkungan dalam rangka menghadapi atau memenuhi tuntutan dan perubahan-perubahan di lingkungan perusahaan. Pembinaan dan pengembangan karyawan baru ataupun lama dalam perusahaan adalah merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan karyawan. Karena itu perlu dilakukan penilaian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan atau yang dinamakan dengan penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja. Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari masing-masing individu. Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada perkembangan selanjutnya pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang, oleh karena itu, penilaian seharusnya menggambarkan kinerja karyawan. Manajemen maupun karyawan perlu umpan balik tentang kerja mereka. Hasil penilaian kinerja karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan 29 dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sering disalah tafsirkan sebagai upaya (effort), yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil. Kinerja karyawan merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), dapat pula diartikan sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta dengan tenaga kerja per satuan waktu. Defenisi kinerja menurut Mangkunegara (2008 : 9) yaitu kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Untuk itu jika perusahaan ingin membangun kemampuan bersaing melalui sumber daya manusia sebagai sumber keunggulan kompetitif, maka perlu diadakan sistem penilaian terhadap kinerja orang-orang dalam organisasi. Walaupun efek dari penilaian tidak selalu bersifat hitam dan putih, namun suatu aktivitas penilaian haruslah menjadi bagian dari kegiatan strategis organisasi. 30 Karena itu, sistem penilaian harus di pandang sebagai salah satu strategi untuk mendorong prestasi kerja dan pengembangan karyawan. Pengertian kinerja yang dikemukakan menurut Mathis dan Jackson (2002 : 78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas, output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Hasibuan (2008 : 94) memberikan defenisi bahwa Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas per satuan periode waktu dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.8 Kerangka Pikir PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar adalah merupakan perusahaan yang bergerak dibidang dealer mobil merek Toyota, dimana dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi, maka upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan 31 menerapkan budaya organisasi bagi setiap karyawan, hal ini dimaksudkan untuk dapat lebih meningkatkan kinerja karyawan. Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka pemikiran yang dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Kerangka Pikir PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Budaya Kerja Feed Back Inisiatif individu Toleransi risiko Kinerja karyawan Dukungan manajemen 32 2.9 Hipotesis Dalam kaitannya dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka penulis mengemukakan hipotesis atas masalah tersebut di atas adalah : 1. Bahwa budaya kerja yang terdiri dari inisiatif individual, toleransi risiko dan dukungan manajemen berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar. 2. Diduga pula bahwa variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar adalah inisiatif individu. 33 DAFTAR PUSTAKA Eugene McKenna dan Nie Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : ANDI, Yogyakarta. Hasibuan, H. Malayu S.P. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Malthis, Robert L. & John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan oleh Jimmy Sadeli & Bayu Prawira Hie. Jakarta Salemba Empat. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Perilaku dan Budaya Organisasi, cetakan pertama, Penerbit : Remaja Rosda Karya, Malang Moeljono, Djokosantoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan, Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta. Moh. Pabundu Tika, 2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, cetakan kedua, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, edisi kedua, cetakan ketiga, Penerbit : Refika Aditama, Bandung Rachmawati, Nuraini Eka, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta. Rivai, Veithzal, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, edisi kedua, cetakan kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta Ruky S. Achmad, 2006, Sumber Daya Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi Realita, cetakan kedua, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Kencana Prenada Media Group, Jakarta Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta T. Hani Handoko dan Rahmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi cetakan kedua, Penerbit : BPFE, Yogyakarta Yuniarsih Tjutju, dan Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung