ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Muhammad Yusuf¹; Aditya Maulana Perdana Putra² ; Maria Ulfah³ Diabetes melitus adalah dari gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia. Secara epidemiologi, diperkiran pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Glibenklamid seringkali diberikan oleh dokter sebagai obat pilihan pertama dalam pengendalian gula darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien diabetes melitus tipe-2 dalam penggunaan obat glibenklamid di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian secara deskriptif Populasi dalam Sampel dari penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe-2 yang mendapatkan resep obat glibenklamid yang berobat di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin adalah 30 orang pasien yang menggunakan obat glibenklamid pada selama 1 bulan dalam penggunaan obat glibenklamid pada bulan April 2013. Penelitiandilakukan pada tanggal 4-18 mei selama 2 minggu. Hasil penelitian yang didapatkan berjumlah 30 responden, diketahui pengetahuan secara umum pada pasien diabetes melitus tipe-2 yang mengetahui tentang penggunaan obat Glibenklamid berdasarkan parameter baik secara indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping, interaksi obat dan kontraindikasi yang mengetahui adalah sebesar 75,33% sedangkan sisanya 24,67% yang tidak mengetahui penggunaan obat Glibenklamid. Kata Kunci : Pengetahuan, Penggunaan Obat Glibenklamid, Pasien DM Tipe-2 ABSTRACT OVERVIEW OF DRUG USE IN PATIENT GLIBENCLAMIDE TYPE-2 DIABETES MELITUS IN HEALTH SOUTH ALALAK BANJARMASIN. Muhammad Yusuf¹;Maulana Aditya Perdana Putra² ;Maria Ulfah³ Diabetes is a metabolic disorder characterized than by hyperglycemia and abnormalities in metabolism of carbohydrates, fats and protiens. In epidemiology, than in 2030 the prevaience of diabetes melitus in Indonesia reached 21,3 million people. Glibenklamide is often given by doctors as the drug of first choice in the control of blood sugar. The purpose of this study is to determine how much knowledge of patients with type-2 diabetes melitus in the use of drugs in health centers glibenclamide South Alalak Banjarmasin. The research method used was a descriptive study of a sample population in this glibenclamide were patients with type-2 diabetes melitus who receive prescription drug glibenclamide were treated at the health center is Banjarmasin South Alalak 30 patients who took the drug glibenclamide at 1 full month in the use of the drug glibenclamide on april 2013. The research was conducted on 4-18 may for 2 weeks. The results obtained were 30 respondents, who go know the patient’s known knowledge about drug use glibenclamide good indication, dose, rules of use, side effects, drug interactions and contraindications is equal to 75,33% with good knowledge of drugs whiie the remaining 24,67% is not knowing glibenclamide drug use. Keywords : Knowledge, Use Of Drugs Glibenclamide, Type-2 Diabetes Patients BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus adalah dari gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemi dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat, lemak dan protein. Semua hal diatas merupakan hasil dari defect sekresi insulin baik mutlakatua relatif, dan berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Simtom yang menyertai Dibetes Melitus (hiperglikemia) adalah 3P (polidipsia, polifagia dan polidipsia), berat badan berkurang, kelelahan, dan adanya infeksi berulang (Priyanto, 2009). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes RI). Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes terbesar didunia. Tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Jumlah kasus ini terus bertambah sejalan dengan perubahan pola makan dan gaya hidup masyarakat terutama di perkotaaan. Tahun 2030 jumlah penyandang diabetes diperkirakan akan menjadi 35 juta, apabila tidak ada upaya pencegahan. Jika diabetes di Indonesia berkisar 2-8%, berarti di antara 100 orang Indonesia, 2-8% orang adalah penderita diabetes (Nurrahmani, 2012). Rata-rata 1,5-2%, dari seluruh penduduk dunia menderita diabetes yang bersifat menurun (familial). Di indonesia penderita diabetes diperkirakan 3 juta orang atau 1,5% dari 200 juta penduduk, sedangkan di Eropa mencapai 3-5%. Pada lima tahun terakhir jumlah ini meningkat secara eksplosif, yang disebabkan oleh meningkatnya peristiwa overweight dan obesitas terutama di dunia Barat. Diperkirakan bahwa ditahun 2030 jumlah penderita diabetes akan meningkat sampai 366 juta jiwa, berarti 2 kali sekarang ( Tjay dan Rahardja, 2007). Ada 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk DM dan telah dipasarkan di indonesia yakni golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glikosidase, dan tiazolidinedion. Kelima golongan ini dapat diberikan pada pasien DM tipe-2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja (FKUI, 2011). Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah gilpizid, gliburid, tulbotamid klorpropamid dan glibenklamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa didalam usus (Dewanti, 2010). Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan dan pengetahuan pasien terhadap pengobatannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya adalah dengan konseling. Apoteker, terutama bagi yang bekerja di sektor kefarmasian komunitas, memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Membantu penderita menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekombinasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita, yang kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi penderita, merupakan peran yang sangat sesuai dengan kompetensi dan tugas seorang apoteker. Apoteker dapat juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penderita tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan pengelolaan diabetes. Puskesmas Alalak Selatan adalah salah satu pilihan untuk memeriksakan diri dalam berobat bagi pasien diabetes melitus yang berlokasi Kelurahan Alalak Selatan di kota Banjarmasin, sekarang puskesmas memilki progam pengawasan minum obat (PMO) untuk pasien diabetes melitus, TB, hipertensi, asam urat mengingat di wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan bagi penderita diabetes melitus memerlukan terapi secara berkersinambungan atau pengobatan secara berkelanjutan terus menerus. Berdasarkan hal tersebut, timbul dugaan bahwa adanya faktor yang mempengaruhi dalam pengobatan penyakit pasien diabetes melitus yaitu apakah ada pengetahuan pasien tentang cara penggunaan obat secara tepat. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana faktor tersebut mempengaruhi yang meliputi indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping, interaksi obat dan kontraindikasi, dalam langkah pengendalian pengobatan penyakit diabetes melitus pada pasien tipe 2