Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnyaaksi-dari-petani/ Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari Petani Sofyan Sjaf Kehadiran petani sebagai suatu komunitas mempunyai ciri-ciri dinamika yang tidak dapat disamakan dengan komunitas lainnya dalam masyarakat. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, dinamika petani sangat terkait dengan sistem ekonomi, sosial, budaya dan politik yang mereka anut dan sudah mejadi kepercayaan yang melekat. Sistem ekonomi petani secara khusus didefinisikan oleh Wolf dan Ellis yang mengatakan bahwa petani (peasent) memiliki arti yang khas yaitu petani subsis-tensi yang hidup dari usaha pengelolahan tanah milik sendiri. [1] Petani dengan sosial-kutural, menurut Marzali, terdiri dari: (1) secara umum masyarakat peasent berada di antara masyarakat primitif dan masyarakat modern; (2) peasent adalah masyarakat yang hidup menetap dalam kominitas-komunitas pedesaan; dan (3) peasent berada pada tahapan transisi antara petani primitif dan farmer. [2] Sementara itu, dari dimensi politik petani dengan apik dijelaskan oleh Kuntowijoyo. Dalam hal ini, Kuntowijoyo mengatakan bahwa terdapat dua tesis untuk memahami keterlibatan politik dari petani, pertama, tesis yang menekankan adanya polarisasi masyarakat pedesaan yang susunan kelasnya terdiri atas tuan tanah dan petani penggarap, yang keduanya berada dalam kedudukan kesenja-ngan, dan kedua, tesis yang menekankan ketegangan kultural, yaitu antara mere-ka yang kuat agama (santri) dan yang tidak taat beragama (abangan). [3] Pendapat Kuntowijoyo di atas, diperkuat dengan penelitian sejarah yang dilakukan oleh Kartodirdjo mengenai pemberontakan petani Banten. Menurutnya, pemberontakan petani Banten tidak hanya berkisar pada persoalan konflik ekono-mi dari stratifikasi sosial tertentu, akan tetapi lebih dari itu, pemberontakan yang terjadi tidak lain merupakan suatu konflik sosial–budaya yang kemudian berimbas kepada konflik politik/kekuasaan, yang akhirnya melahirkan sebuah pertarungan sosial antara stratifikasi sosial yang ada di masyarakat Banten saat itu. [4] Untuk itu, fenomena konflik atau pemberontakan di atas, dari sudut pandang agraria, menurut Sitorus tidak dapat dipisahkan dengan struktur agraria, yang page 1 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnya-a ksi-dari-petani/ mana antara subyek atau pelaku – baca: petani – tidak dapat dipisahkan dengan obyek atau sumber-sumber agraria. [5] Petani Dari Sudut Pandang Struktur Agraria Menurut Sitorus, untuk memahami struktur agraria maka setidaknya meng-acu pada konsep tindakan manusia yang dikemukakan oleh Marx. Marx dalam Sitorus menjelaskan bahwa tindakan manusia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama, tindakan kerja/hubungan manusia dengan alat produksi (hubungan subyek dan obyek) dan kedua, tindakan komunikasi/hubungan manusia dengan manusia lain yang tidak memiliki modal (hubungan subyek dan subyek). [6] Sementara itu, subyek agraria dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) komunitas (sebagai satu kesatuan dari unit-unit rumah tangga); (2) pemerintah (sebagai representasi negara); dan (3) swasta (private sector). Ketiga kategori sosial tersebut adalah pemanfaat sumber-sumber agraria, yang memiliki ikatan de-ngan sumber-sumber agraria tersebut melalui institusi penguasaan/pemilikan ( ten-ure institutions). Hubungan pemanfaatan tersebut menunjuk pada dimensi teknis, atau lebih spesifik dimensi kerja, dalam hubungan-hubungan agraria. Sekaligus dimensi kerja itu menunjuk pada artikulasi kepentingan-kepentingan sosial eko-nomi masing-masing subyeknya berkenaan dengan penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumber agraria tersebut. [7] Kepentingan-kepentingan tersebut mungkin serupa, tetapi mungkin juga berbeda antara satu dan lain subyek. Perbedaan kepentingan itu dapat menjadi sumber konflik atau aksi yang dilakukan oleh petani sebagai suatu komunitas apabila dikenakan pada suatu sumber agraria yang sama. Tetapi juga dapat men-jadi sumber kerjasama, apabila para subyek dapat merumuskan suatu kesapakatan perihal tumpang tindih pemilikan penguasaan pemanfaatan sumber agraria. Selain itu, perlu untuk dipahami bahwa konflik dapat bersumber dari perbedaan artikulasi pemanfaatan sumber-sumber agraria. [8] page 2 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnya-a ksi-dari-petani/ Kemudian diketahui secara jelas akar/sumber dari berbagai aksi atau konflik yang dilakukan oleh petani. Selain itu, bagan 1 juga memberikan gambaran kepa-da kita tentang tipe-tipe ideal struktur agraria. Menurut Wiradi dalam Sitorus, mengatakan bahwa dengan mengesampikan tipe struktur naturalistis dan feodalis yang merupakan tipe-tipe awal, terdapat tiga tipe-tipe ideal struktur agraria, yaitu: 1. Tipe Kapitalis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh non-penggarap (perusa-haan); 2. Tipe Sosialis: sumber agraria dikuasai oleh negara atau kelompok pekerja; dan 3. Tipe Populis/Neo-Populis: sumber agraria dikuasai oleh keluarga atau rumah tangga pengguna. [9] Selanjutnya, dari struktur agraria di atas, posisi petani – baik petani miskin maupun buruh tani – termasuk dalam subyek komunitas. Seperti yang telah di-uraikan di atas, komunitas yang dimaksud dalam struktur agraria ini adalah satu kesatuan dari unit-unit rumah tangga. Jadi petani yang dimaksudkan disini adalah mereka yang termasuk dalam petani miskin dengan luas lahan di bawah 0,5 hektar dan buruh tani yang tidak memiliki lahan sama sekali serta sangat tergantung kehidupannya dalam pertanian. Dalam sepanjang sejarah “kondisi lemah dan tak kuasa” inilah yang menyebabkan petani terpolarisasi ke dalam kepentingan politik atau kekuasaan dari parpol/pemerintah atau perusahaan tertentu. Polarisasi Petani dan Timbulnya Aksi Petani Dalam tulisan ini, penulis mengangkat dua peristiwa penting aksi petani dalam sepanjang sejarah Indonesia. Pertama, peristiwa pra kemerdekaan yang diwakili oleh pemberontakan petani Banten 1988 yang mana pemberontakan yang dilakukan oleh petani saat itu mempunyai paham millenearistik dan keagamaan. Paham ini sebagai landasan untuk mengorganisasikan massa rakyat dalam suatu kesatuan baru yang melampaui ikatan keluarga dan loyalitas lokal guna melaku-kan aksi bersama serta digerakkan oleh pemimpin-pemimpin lokal. [10] Dan kedua, aksi sepihak yang dilakukan oleh PKI dengan BTI-nya, dimana merupakan gera-kan petani yang didasari oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, politik, dan ke-bijakan di tingkat nasional. [11] page 3 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnya-a ksi-dari-petani/ Meskipun terdapat perbedaan dari dua gerakan di atas, akan tetapi gera-kan tersebut mempunyai beberapa persamaan-persamaan, diantaranya: gerakan dilakukan sebagai tanggapan terhadap persoalan-persoalan lokal dan merupakan reaksi sempit terhadap perubahan sosial dan kekuatan dari gerakan-gerakan itu terletak pada persekutuan antara kekuasaan setempat dengan massa petani pede-saan. [12] Jika ditelusuri lebih jauh mengenai pemberontakan petani Banten 1888, tidak hanya merupakan persoalan tanah, namun, lebih dari itu dikarenakan bebe-rapa sebab yang menyebabkan timbulnya aksi petani. Selain aksi sepihak berupa sewa tanah, bagi hasil yang tidak adil, pemberlakuan kerja paksa dan lain-lain yang dilakukan oleh afiliasi bangsawan dengan kolonial terhadap kaum tani sehingga menyebabkan pemberontakan petani, saat itu, petani Banten juga terim-bas pada kepentingan lapisan sosial tertentu, seperti: para alim ulama. Ini dapat dilihat dari kehadiran kolonial makin memperburuk suasana, dima-na agenda transformasi sosial dari tradisional ke modern menyebabkan keprihatin-an bagi para kiyai atau haji di Banten akan mundurnya kebudayaan yang mereka anuti saat itu. Mereka beranggapan bahwa modernisasi akan berdampak terhadap pemahaman “sekularis” dalam beragama. Sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuatan kolonial tersebut maka para kiyai melakukan agitasi “perang sabil” kepada para petani pada saat itu untuk menumbangkan kolonial Belanda yang kafir, memulihkan kembali tatanan tradisional dan mengobarkan semangat rasa permusuhan dan anti terhadap kaum penjajah. Demikian pula dengan peristiwa aksi sepihak PKI bersama BTI-nya di Jawa Timur sepanjang 1960-1965, petani terpolarisasi dari berbagai kekuatan politik saat itu, yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Nadhatul Ulama (NU) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kondisi saat itu, tidak dapat dipisahkan dengan anutan pola patron-client antara sebagaian petani miskin dan buruh tani kepada tuan tanah-tuan tanah yang mendapat dukungan baik dari NU maupun PNI. Faktor inilah yang menyebabkan PKI tidak dapat membangun kesadaran kelas pada petani miskin dan buruh tani. Selain itu, kondisi sosial budaya di Jawa Timur, dimana terdapat tiga tradisi yang pernah diungkapakan oleh Geertz [13], yaitu tradisi priyai, tradisi abangan dan tradisi santri [14] sangat mempengaruhi dinamika aksi petani pada saat itu. Dikotomi Geertz tentang tradisi masyarakat Jawa ini, setidaknya menurut penulis, mempunyai implikasi terhadap keikutsertaan petani dalam “pertarungan kekuasaan” antar paspol yang terjadi di Jawa Timur sepan-jang 1960-1965. page 4 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnya-a ksi-dari-petani/ Dari dua peristiwa di atas, tergambar secara jelas posisi tawar petani yang sangat lemah dikarenakan kondisi sosial dan ekonominya yang terjepit. Kondisi ini menyebabkan petani tidak mampu lagi mengimbangi kekuatan-kekuatan eks-ternal yang memanfaatkan petani untuk kepentingan-kepentingan politik atau kekuasaan dari kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Sehingga ke depan, seyogyanya pendidikan politik bagi petani sangat diperlukan untuk mem-bangun kesadaran politik diantara mereka akan pentingnya posisi tawar yang mereka –petani– miliki. Ini dapat dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai kepentingan apapun untuk mengeksploitasi petani untuk kepentingan-kepentingan sesaat. Daftar Pustaka Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Penerbit Rajawali Pers. Jakarta. Hefner, Robert W. 2001. Islam, Pasar dan Keadilan: Artikulasi Lokal, Kapital-isme, dan Demokrasi. Penerbit LKIS. Yogyakarta. Kartodirdjo, S. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya. Sebuah Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya – Jakarta. Kasdi, Aminuddin. 2001. Kaum Merah Menjarah: Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur 1960-1965. Penerbit Jendela – Yogyakarta. Kuntowijoyo, 2002. Radikalisasi Petani. Penerbit Bentang – Yogyakarta. page 5 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnya-a ksi-dari-petani/ Sitorus, MT. Felix, et al. 2002. Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. Penerbit Akatiga – Bandung. [1] Wolf dan Ellis dalam Marzali, A., Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan di Indonesia, Journal Antropologi No. 54, 1993. [2] Marzali, Ibid, 1993. [3] Kuntowijoyo, Radikalisasi Petani, Bentang,Yogyakarta, 2002. [4] Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya. Sebuah Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Indonesia, Pustaka Jaya, Jakarta, 1984. [5] MT Felix Sitorus et. al.(Penyunting), Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi, Yayasan Akatiga Bandung, Cetakan Pertama, 2002. [6] Sitorus, Materi Kuliah Sosiologi Agraria, Program Studi Sosiologi Pedesaan, disampaikan pada tanggal 16 Februari 2004. [7] Sitorus, 2002, Op. cit., hal. 36. [8] Sitorus, 2002, Ibid, hal. 36. [9] Sitorus, 2002, Ibid, hal. 37. page 6 / 7 Sofyan Sjaf Online | Petani dalam Struktur Agraria: Tinjauan Sebab Timbulnya Aksi dari P Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/13/petani-dalam-struktur-agraria-tinjauan-sebab-timbulnyaaksi-dari-petani/ [10] Kartodirdjo, 1984, Ibid. [11] Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah: Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur 1960-1965, Jendela, Yogyakarta, 2001, hal. 3 [12] Kasdi, 2001, Loc. cit., hal. 3 [13] Clifford Geertz dalam Robert W. Hefner, Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal, Kapitalisme, dan Demokrasi, 2000, LKIS, Yogyakarta. [14] Bandingkan dengan Damsar, Sosiologi Ekonomi, 2002, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 123. page 7 / 7