4 TINJAUAN PUSTAKA Evapotranspirasi Proses fisiologi yang berlangsung dalam tanaman banyak berkaitan dengan air atau bahan-bahan (senyawa atau ion) yang terlarut di dalam air. Air masuk ke dalam tanaman melalui fungsi kerja akar berdasarkan perbedaan gradien tekanan. Air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial air rendah. Potensial air menunjukkan tingkat energi yang dimiliki oleh air. Air bergerak secara kontinyu dari sistem tanah ke tanaman dan ke atmosfer dan dari sistem tanah ke permukaan tanah dan ke atmosfer. Proses hilangnya air melalui permukaan tanah disebut evaporasi dan dari permukaan tanaman disebut transpirasi. Menurut Allen et al. (2000) bahwa transpirasi adalah proses dimana cairan air yang terkandung dalam jaringan tanaman diubah menjadi uap air (vaporization) dan dipindahkan dari permukaan tanaman (vapor removal) ke atmosfer. Sebagian besar tanaman kehilangan air melalui stomata yang terdapat di daun, walaupun ada kemungkinan melalui bagian lain dari tanaman (Lakitan 2007). Stomata berfungsi ganda sebagai pintu pertukaran gas CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan tempat keluarnya uap air dari ruang antar jaringan sel daun melalui proses transpirasi. Membuka dan menutupnya stomata (stomatal coductance) sangat dipengaruhi oleh status air tanah (Shen et al. 2002). Pergerakan air dari tanah ke tanaman dan selanjutnya ke atmosfer terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Transpirasi dari permukaan daun tanaman dapat terjadi karena perbedaan tekanan tersebut atau perbedaan gradien potensial air. Potensial air udara di atmosfer selalu lebih kecil (lebih negatif) dari potensial air di permukaan daun atau tanaman dan selanjutnya potensial air dalam tanaman atau akar lebih kecil dari potensial air dalam tanah. Potensial air adalah kandungan air di atmosfer dalam bentuk uap air, dalam jaringan tanaman dan kandungan air dalam tanah. Upaya tanaman dalam mempertahankan turgor agar tetap di atas nol (positif), bergantung pada kemampuannya mengatur keseimbangan berbagai potensi yang bekerja dalam atau di sekitar sel yang disebut komponen potensi air. Komponen potensi air meliputi dua komponen utama yaitu potensi osmosis dan potensi turgor. Komponen ketiga yaitu potensi matriks dan potensi 5 grafitasi, yang dalam kebanyakan situasi, potensi matriks dan potensi grafitasi dianggap sangat kecil sehingga sering diabaikan. Sehingga yang berperan adalah potensial osmosis dan potensial turgor (Kramer 1983; Mulla1987;Taiz dan Zeiger 2002). Tekanan uap air di atmosfer dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca antara lain radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Radiasi matahari dinyatakan dalam intensitas dan kualitas. Pancaran radiasi yang sampai ke permukaan tanaman akan meningkatkan suhu dan menurunkan kelembaban. Tekanan uap air di atmosfir sekitar permukaan daun akan selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah karena adanya angin. Mekanisme ini akan meningkatkan terjadinya proses transpirasi dan evaporasi (Allen et al.2000). Pergerakan air dalam jaringan tanaman berlangsung karena adanya gradien tekanan. Air masuk ke dalam tanaman bersamaan dengan zat-zat terlarut. Zat terlarut menurunkan tekanan di dalam sel yang menjadi lebih negatif dari di luar sel sehingga terjadi pergerakan air dari luar sel atau terjadi regulasi osmosis. Menurut Chimenti et al. (2006), regulasi osmosis terjadi ketika konsentrasi dari zat-zat terlarut di dalam sel tanaman meningkat untuk mengatur tekanan turgor yang positif. Tekanan turgor yang positif menjamin berlangsungnya proses metabolisme untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman yang mampu mengatu tekanan osmosis dalam kondisi defisit air merupakan tanaman toleran terhadap kekeringan. Air diserap oleh tanaman melalui fungsi kerja akar yang juga terjadi karena adanya perbendaan tekanan. Kebutuhan air tanaman bergantung kepada type tanaman, varietas dan fase perkembangan tanaman yang ditunjukkan melalui struktur morfologi akar. Secara morfologi, kemampuan tanaman menyerap air secara efisien dilihat dari kemampuan menyerap air secara maksimal melalui perluasan dan kedalaman sistem perakaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Fan et al. (2006) yang menunjukkan bahwa akar jagung mengalami pemanjangan 3-9 mm pada kondisi kekurangan air dibandingkan dengan akar dalam keadaan normal yang hanya 0-3 mm. Transpirasi berhubungan dengan konduktivitas stomata. Dalam keadaan membukanya stomata, proses transpirasi terjadi bersamaan dengan masuknya gas 6 CO2 untuk proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan reaksi gas CO2 dan air dengan bantuan cahaya yang menghasilkan glukosa. Daun sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis merupakan organ source. Hasil fotosintesis ditranslokasikan ke buah atau biji sebagai organ sink. Jumlah dan luas daun tanaman merupakan parameter kapasitas source untuk mendukung sink (Taiz dan Zeiger 2002). Hasil (buah atau biji) yang diproduksi tanaman per unit volume air yang digunakan dalam proses evapotranspirasi merupakan nilai dari efisiensi penggunaan air tanaman. Sehingga dapat dibuat suatu hubungan antara ketersediaan air dengan produksi tanaman. Neraca Air Neraca air pada dasarnya menggambarkan kesetimbangan yang terjadi antara jumlah air yang masuk kedalam (inflow) dan air yang keluar (outflow) pada suatu sistem atau di suatu daerah dalam periode tertentu. Menurut Allen et al (2000) evapotranspirasi dapat dijelaskan melalui pengukuran berbagai komponen kesetimbangan (neraca) air dalam tanah. Dalam sistem tanah dan tanaman, air masuk melalui irigasi dan curah hujan (presipitasi). Air yang masuk akan hilang melalui drainase (perkolasi), aliran permukaan (runoff), evaporasi dan transpirasi. Analisis neraca air merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menduga dinamika kadar air tanah selama pertumbuhan tanaman baik pada saat kadar air tanah sangat rendah maupun keadaan normal (Handoko dan Las 1997). Pendekatan neraca air memungkinkan untuk mengevaluasi dinamika air tanah dan penggunaan air oleh tanaman secara kuantitatif (Brisson et al. 1992). Secara keseluruhan kesetimbangan air dalam tanah dirumuskan secara sederhana oleh Handoko (1995) sebagai berikut : P + I = D + Ro + E + T + MM P = Presipitasi E = Evaporasi I = Irigasi T = Transpirasi D = Drainase/Perkolasi Ro = Runoff MM = air tersimpan Menurut Nasir (1991), dikenal tiga model neraca air yang penting untuk pengelolaan pertanian; (1) Neraca air umum, disusun menurut konsep klimatologi, untuk mengetahui secara orientasi tentang besarnya kelebihan dan kekurangan 7 curah hujan terhadap evaporasi standar serta periode terjadinya pada suatu daerah; (2) Neraca air lahan, analisisnya lebih detil sampai pada akibatnya terhadap status air permukaan dan di dalam tanah; (3) Neraca air tanaman, merupakan kelanjutan dari neraca air lahan, dengan masukan nilai koefisien tanaman dari varietas tanaman yang diusahakan. Model neraca air yang sesuai untuk keadaan Indonesia adalah neraca air klimatologi yaitu merupakan perbandingan masukan air (curah hujan) untuk periode dan waktu tertentu (bulanan, mingguan, harian) dengan kebutuhan air klimatologi (evapotranspirasi potensial) untuk periode tertentu pula. Kebutuhan dan Ketersediaan Air Tanaman Air merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan sebagian besar (70 – 90 %) berat basah dari tanaman terdiri atas air. Air merupakan penyusun utama protoplasma, sebagai pelarut dan media pengangkut hara dan mineral yang diserap oleh akar dari tanah. Air juga berperan sebagai media bagi berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme, bahan utama proses fotosintesis dan mengatur turgoditas sel tumbuhan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement) sering dihitung dari konsumsi air oleh tanaman (water use) yang didefinisikan sebagai jumlah air yang hilang dari areal bervegetasi per satuan waktu yang digunakan untuk proses evapotranspirasi (Murdiyarso 1991). Kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor iklim seperti radiasi matahari, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin mempengaruhi proses evaporasi, sedangkan faktor tanah seperti tekstur, struktur dan kedalaman air tanah menentukan besarnya infiltrasi, perkolasi dan limpasan air. Karakteristik tanaman yang berpengaruh terhadap kebutuhan air tanaman adalah jenis, type pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Allen et al. 2000). Setiap fase perkembangan tanaman membutuhkan jumlah air yang berbeda-beda. Air tersedia adalah air yang dapat diserap dari tanah oleh akar tanaman. Jumlah air yang tersedia bagi tanaman berkisar antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Titik layu permanen adalah batas terendah dari kadar air dalam tanah yang tidak dapat diserap oleh akar atau keadaan dimana terjadi kelayuan 8 secara permanen pada tanaman. Kapasitas lapang adalah jumlah air maksimum yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir kebawah karena gaya grafitasi atau air yang tertinggal dalam tanah setelah perkolasi (Soepardi 1983). Kapasitas lapang dan titik layu permanen berturut-turut adalah kandungan air tanah pada potensial air -0.33 bar atau pF 2.54 dan -15 bar atau pF 4.2. Air yang tersedia ini berupa air yang dapat diabsorbsi oleh tanaman sampai wilayah perakaran. Kandungan air tanah mempengaruhi transport hara ke permukaan akar dengan cara mempengaruhi laju difusi dan aliran massa air ke akar (Harjadi dan Yahya 1988). Hubungan Transpirasi dengan Hasil Tanaman Transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Tumbuhan darat akan bertranspirasi dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan satu satuan bobot kering. Fereres dan Soriano (2007) mengatakan bahwa penurunan jumlah transpirasi karena kekeringan mengakibatkan rendahnya produksi biomassa tanaman. Lizana et al. 2006 mengatakan bahwa stress air dapat menurunkan hasil biji tanaman buncis sampai 83 %. Tanaman yang mampu menghasilkan biomassa tertentu dalam kondisi kekurangan air melalui mekanisme mengurangi laju transpirasi adalah tanaman yang toleran terhadap kekeringan. Transpirasi dapat juga dijelaskan sebagai proses mengalirnya air dari tanahtanaman-atmosfer. Dalam proses tersebut terangkut berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara yang terangkut bersama air akan diikat oleh berbagai proses biokimia dalam jaringan tanaman sesuai dengan spesifikasi fungsi masing-masing unsur. Hasil penelitian Tanners dan Beevers (2001) menunjukkan bahwa transpirasi berpengaruh terhadap pertumbuhan namun tidak esensil untuk transpor hara jarak jauh (long-distance) dalam tumbuhan. Selanjutnya dikatakan transpirasi juga berfungsi dalam menjaga keseimbangan suhu dalam tanaman. Hubungan transpirasi dengan hasil tanaman dapat dijelaskan melalui efisiensi penggunaan air (EPA). Menurut Angus dan van Herwaarden (2001) EPA tanaman merupakan perbandingan antara berbagai komponen hasil tanaman dengan penggunaan air yang dapat diukur melalui pendekatan efisiensi transpirasi. 9 Abbate et al. (2004) mengatakan bahwa lebih dari 90% penggunaan air tanaman diketahui melalui pengukuran transpirasi ketika suplai air cukup. Defisit air akan meningkatkan EPA tanaman yang disebabkan oleh menutupnya stomata untuk menekan laju transpirasi. EPA merupakan rasio antara hasil asimilasi CO2 melalui fotosintesis dengan hilangnya air melalui transpirasi. Bobot kering tanaman merupakan peubah yang digunakan sebagai indikator hasil asimilasi per jumlah air yang digunakan tanaman pada fase tertentu (Blum 2005). Hubungan Transpirasi dengan Kandungan Minyak Biji Minyak dalam biji tanaman merupakan asam lemak yang secara umum bergantung kepada genus dan family tanaman. Family Euphorbiaceae mengandung asam lemak dalam biji yang berpotensi sebagai minyak nabati. Di antaranya Jarak kepyar (Ricinus communis) yang mengandung asam lemak ricinoleic (Vickery dan Vickery 1981) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) mengandung dominan asam lemak tidak jenuh oleat 35-64 % dan linoleat 19-42 % (Sudradjat et al. 2006). Menurut Lin et al. (1997), minyak biji jarak mengandung komposisi utama trigliserol (>90 %) dan komponen-komponen lainnya seperti. Lemak atau minyak yang terdapat dalam buah atau biji tumbuhan tidak diangkut dari daun tetapi disintesis di dalam buah atau biji. Walaupun daun mensintesis berbagai asam lemak yang terdapat dalam membran lipida tetapi daun tidak mensintesis lemak atau minyak. Lemak dalam biji disintesis dari asetil-CoA melalui lintasan asam mevalonat. Asetil-CoA yang digunakan untuk membentuk lemak dihasilkan oleh asam piruvat dalam proses glikolisis. Proses glikolisis merupakan proses pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dan ATP sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Glukosa (karbohidrat) adalah hasil reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan cahaya dalam proses fotosintesis tumbuhan (Salisbury dan Ross. 1995; Kaufman et al .1999). Minyak jarak pagar merupakan ester ethyl atau methyl (Agarwal 2007) yang disintessis dari acethyl coenzim A (Vickery dan Vickery 1981). Acethyl Co A dibentuk dari glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat berasal dari fruktosa 6-fosfat yang merupakan hasil dari fotosintesis. Secara kimiawi, minyak jarak pagar 10 merupakan trigliserida yang tersusun oleh asam lemak palmitat, stearat, oleat, linoleat dan asam lemak lainnya. Dari komposisi tersebut, porsi terbesar adalah asam lemak oleat (44.8%) dan linoleat (34.0%) yang bersifat tidak jenuh dengan ikatan rangkap C18. Gambar 1 menyajikan model diskriptif sintesis minyak pada tanaman melalui proses fotosintesis. Salah satu bahan utama fotosintesis adalah air, sehingga dapat dibentuk hubungan antara transpirasi dengan kandungan minyak. Fotosintesis CO2 + H2O Fruktosa 6-fosfat Asam Lemak Glukosa 6-fosfat Asam Amino Ester dan amida Asetyl Coenzim A Asam Lemak Esterifikasi Asam Trikarboksilat Terpenoid Minyak Gambar 1 Model deskriptif sintesis minyak pada tanaman (Vickery dan Vickery 1981) 10 merupakan trigliserida yang tersusun oleh asam lemak palmitat, stearat, oleat, linoleat dan asam lemak lainnya. Dari komposisi tersebut, porsi terbesar adalah asam lemak oleat (44.8%) dan linoleat (34.0%) yang bersifat tidak jenuh dengan ikatan rangkap C18. Gambar 1 menyajikan model diskriptif sintesis minyak pada tanaman melalui proses fotosintesis. Salah satu bahan utama fotosintesis adalah air, sehingga dapat dibentuk hubungan antara transpirasi dengan kandungan minyak. Fotosintesis CO2 + H2O Fruktosa 6-fosfat Asam Lemak Glukosa 6-fosfat Asam Amino Ester dan amida Asetyl Coenzim A Asam Lemak Esterifikasi Asam Trikarboksilat Terpenoid Minyak Gambar 1 Model deskriptif sintesis minyak pada tanaman (Vickery dan Vickery 1981) 11 Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas Linn. Tanaman jarak masuk ke Indonesia diperkirakan sekitar abad ke 17 – 18 oleh pelaut-pelaut Portugis. Ada dugaan bahwa variasi morfologi tanaman jarak pagar di Indonesia disebabkan oleh perbedaan wilayah tempat tumbuh yang menghasilkan ekotipe tertentu. Hasil eksplorasi Pusat Penelitian Tanaman Perkebunan tahun 2005 di Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB dan Sulawesi Selatan menunjukkan variasi karakter fenotipik. Variasi tersebut antara lain : - kulit batang : keperak-perakan, hijau kecoklatan - warna daun : hijau muda, hijau tua - pucuk dan tangkai daun : kemerah-merahan, kehijauan - bentuk buah : agak elips, bulat - jumlah biji per kapsul : 1 – 4 Faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan morfologi tersebut masih terus dipelajari. Demikian juga kontribusi perbedaan morfologi terhadap kandungan minyak biji jarak tentu ada namun belum diketahui berapa besarnya. Lembaga Internasional yang mengkonservasi tanaman jarak pagar adalah CTIAE di Costa Rika dengan tiga provenan (populasi sumber), CNSF di Burkina Faso dengan 12 provenan dan INIDA di Kepulauan Cape Verde dengan 5 provenan. Dari jumlah provenan tersebut belum bisa mewakili variasi genetik yang ada di dunia (Heller. 1996). 12 Tanaman jarak pagar termasuk tanaman kosmopolit artinya dapat tumbuh pada berbagai ekosistem yaitu dari daerah yang sangat kering temperate dengan curah hujan hanya sekitar 300 – 500 mm/tahun sampai daerah yang sangat basah dengan curah hujan 4000 – 6000 mm/tahun. Tumbuh di dataran wilayah rendah dari pinggir pantai sampai ketinggian di atas 1000 m dpl. Secara umum tanaman jarak pagar cenderung tahan terhadap kekeringan. Namun dari aspek pertumbuhan dan produksi sangat beragam karena dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor lingkungan. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman. Air berperan utama dalam berbagai reaksi biokimia dalam tanaman dan 80 – 90 % biomassa tanaman adalah air. Pusat Penelitian Tanaman Perkebunan (2006b) merekomendasikan pengembangan tanaman jarak pagar pada daerah dengan ketinggian 0 – 600 m dpl atau dataran rendah yang memiliki suhu harian antara 22 – 350C dengan curah hujan 500 – 1500 mm/tahun. Penanaman pada daerah di atas ketinggian 500 m dpl walaupun tanaman dapat tumbuh namun produksi tidak optimal. Menurut Ramesh et al. (2005) bahwa tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi kekeringan dengan tinggi tanaman bisa mencapai 5 m. Setelah umur 5 tahun potensi hasil bisa mencapai 7.5 – 12 t/ha/tahun dengan kandungan minyak 30 – 35 %. Pant et al. (2006) mengatakan bahwa kondisi edapho-klimatik berdampak nyata terhadap karakter pertumbuhan dan kandungan minyak biji jarak. Tanaman jarak yang ditanam pada ketinggian 400 – 600 m dpl menghasilkan kandungan minyak 45 % sedangkan pada ketinggian 800 – 1000 m dpl hanya 22.68 %. Karakter potensial tanaman jarak pagar sudah diidentifikasi melalui eksplorasi dari beberapa daerah di Indonesia. Melalui seleksi massa negatif diperoleh 3 genotipe unggul yaitu: Improved Population-1 (IP-1A/Asembagus), IP-1M (Muktiharjo) dan IP-1P (Pakuwon) yang berpotensi untuk dikembangkan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2006b). Improved population merupakan karakterisasi tanaman jarak pagar yang menunjukkan karakter unggul terutama dari aspek umur, hasil dan kandungan minyak.