pengaruh karakteristik perusahaan terhadap struktur modal

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR
MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR PADA BURSA EFEK INDONESIA
Wenny Setyo Wahyuni
[email protected]
Sri Utiyati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
One form of financial management decisions is capital structure decisions. The purpose of capital structure
decisions is to achieve the best mix between long-term debt and equity that will optimize the balance between risk
and return that will maximize the stock price. Important factors that should be considered by companies in
determining the optimal capital structure is the Company Characteristics. This main aims of this study is to test
whether the capital structure which consists of profitability, size, tangibility, volatility, growth opportunity have
effects on the capital structure. The results of this study show that: (1) Profitability and volatility have no
significant negative impact; (2) Size and tangibility has no significant positive effect; and (3) and Growth
Opportunity variables have a dominant influence on capital structure. Object of research is in the IDX
Manufacturing Company by taking a sample of 89 manufacturing firms over the period 2007-2011. While the
analysis techniques used in this study is multiple regression. The survey results revealed that the Profitability
and Volatility has a negative effect that is not significant. Size and tangibility while having no significant
positive effect on capital structure. Growth and Opportunity variables have a dominant influence on the Capital
Structure.
Keywords: Profitability, Size, Tangibility, Volatility, Growth Opportunity.
ABSTRAK
Salah satu bentuk keputusan manajemen keuangan adalah keputusan struktur modal. Tujuan
keputusan struktur modal adalah untuk mencapai bauran yang terbaik antara hutang jangka
panjang dan ekuitas yang akan mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian
sehingga akan memaksimumkan harga saham. Faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh
perusahaan dalam menentukan struktur modal yang optimal adalah Karakteristik Perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Karakteristik Perusahaan yang terdiri dari
Profitability, Size, Tangibiliy, Volatility, dan Growth Opportunity mempunyai pengaruh terhadap
struktur modal. Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Profitability dan Volatility mempunyai
pengaruh negatif yang tidak signifikan; (2) Size dan Tangibility mempunyai pengaruh positif yang
tidak signifikan; dan (3) variabel Growth Opportunity mempunyai pengaruh dominan terhadap
Struktur Modal. Obyek penelitian adalah Perusahan Manufaktur di BEI dengan mengambil sampel
sebanyak 89 perusahaan manufaktur selama periode 2007-2011. Sedangkan teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
Profitability dan Volatility mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan. Sedangkan Size dan
Tangibility mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap Struktur Modal. Dan variabel
Growth Opportunity mempunyai pengaruh dominan terhadap Struktur Modal.
Kata kunci :
Profitability, Size, Tangibility, Volatility, Growth Opportunity.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
2
PENDAHULUAN
Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (Weston dan
Copeland, 2002). Tujuan ini dicapai dengan cara memaksimumkan harga saham biasa
perusahaan, dan sekaligus merupakan landasan bagi pengambilan keputusan perusahaan.
Bagi perusahaan yang go public nilai perusahaannya tercermin pada harga saham di pasar
modal, sehingga adanya peningkatan harga saham di pasar modal menunjukkan
peningkatan nilai perusahaan.
Dalam mencapai tujuan maksimalisasi nilai perusahaan, manajer keuangan
menghadapi tiga macam keputusan manajemen keuangan, yaitu keputusan penganggaran
modal (capital budgeting), keputusan struktur modal (capital structure), dan keputusan
manajemen modal kerja (working capital management) (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2008).
Keputusan struktur modal sebuah perusahaan merupakan keputusan mengenai bauran
antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2008). Berkaitan dengan keputusan struktur
modal, manajer keuangan menghadapi dua masalah penting.
Pertama, masalah penentuan bauran yang terbaik antara hutang jangka panjang dan
ekuitas. Keberhasilan manajer keuangan dalam menentukan bauran yang terbaik tersebut
akan menghasilkan komposisi struktur modal yang optimal, yaitu struktur modal yang
mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga akan
memaksimumkan harga saham.
Kedua, masalah penentuan sumber dana yang termurah bagi perusahaan. Pemilihan
sumber dana bagi perusahaan tidak hanya mempertimbangkan besarnya biaya yang secara
nyata akan dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana, tetapi juga
mempertimbangkan besarnya biaya berupa pengorbanan-pengorbanan lain oleh
perusahaan, seperti: perubahan komposisi hak suara pemegang saham lama, atau kewajiban
pembayaran pokok dan bunga pinjaman tanpa memperdulikan kondisi operasi dan arus kas
perusahaan. Baik sumber dana berupa saham biasa maupun hutang jangka panjang, samasama mempunyai kelebihan dan kekurangan yang layak dipertimbangkan oleh perusahaan
dengan memperhatikan kondisi internal perusahaan dan kondisi perekonomian secara
aggregate. Hal ini terkait dengan risiko dan expected return yang akan dihadapi oleh calon
investor dimasa yang akan datang.
Dalam melihat struktur modal, informasi keuangan merupakan informasi yang
ditunggu–tunggu oleh investor karena informasi tersebut dijadikan dasar untuk membuat
keputusan membeli, menjual, atau menahan investasi. Para investor akan melakukan
berbagai analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
melalui informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan perusahaan.
Beberapa teori mengenai struktur modal telah dikemukakan oleh para ahli manajemen
keuangan. Para ahli telah mengidentifikasi berbagai faktor penting yang harus
dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menentukan struktur modal yang optimal.
Menurut penelitian Haris dan Raviv (1991), dengan menggunakan istilah leverage untuk
menyatakan tinggi rendahnya tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal, para ahli
sepakat bahwa peningkatan dan penurunan leverage dipengaruhi oleh:
1. Aktiva Tetap (Fixed Assets)
2. Non-debt tax shields
3. Tingkat Pertumbuhan (Growth Opportunity)
4. Ukuran Perusahaan (Firm Size)
5. Volatility
6. Biaya Promosi (Advertising Expenditure)
7. Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Expenditure)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
3
8. Kemungkinan Kebangkrutan (Bankruptcy Probability)
9. Profitabilitas (Profitability)
10. Keunikan Produk (Uniqueness of The Product)
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik dan menganggap bahwa penelitian
mengenai pengaruh profitabilitas (profitability), ukuran perusahaan (size), tangibility,
volatility, dan kesempatan pertumbuhan (growth opportunity) terhadap struktur modal
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia penting untuk
dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah karakteristik perusahaan berupa
profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity berpengaruh secara simultan
dan parsial terhadap struktur modal pada Perusahan Manufaktur di BEI, serta Apakah
variabel growth opportunity berpengaruh secara dominan terhadap struktur modal pada
Perusahan Manufaktur di BEI. Mengingat luasnya lingkup permasalahan terkait dengan
karakteristik perusahaan terhadap struktur modal, maka ruang lingkup penelitian hanya
dibatasi pada variabel dari karakteristik perusahaan yaitu Profitability, Size, Tangibility,
Volatility, Growth Opportunity, yang terdapat dalam Laporan Keuangan (neraca dan
laporan laba/rugi) dari tahun 2007-2011 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia. Dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan hasil
penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
Pengertian Struktur Modal
Pengertian struktur modal menurut Ross, Westerfield, dan Jordan (2008) adalah:
“Capital structure is the specific mixture of long term debt and equity the firm uses to finance its
operations”. Struktur modal adalah perpaduan tertentu antara hutang jangka panjang dan
ekuitas yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai operasinya. Sedangkan Weston
dan Brigham (2005) memperjelas pengertian struktur modal sebagai berikut:
“Struktur modal merupakan pembiayaan permanen perusahaan sebagai hasil
perpaduan antara hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa, tanpa
mengikutsertakan hutang jangka pendek”.
Berdasarkan beberapa pengertian struktur modal di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan yang sama mengenai struktur modal, yaitu struktur modal merupakan
pembiayaan jangka panjang atau permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka
panjang dan modal sendiri. Dengan demikian, struktur modal dapat dinyatakan sebagai
suatu perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, sehingga dapat
dinyatakan melalui sebuah persamaan sebagai berikut:
Struktur Modal =
Hutang Jangka Panjang
Modal Sendiri
Persamaan di atas juga disebut dengan long-term debt to equity ratio atau leverage
keuangan perusahaan.
Sumber Dana Jangka Panjang
Pembahasan masalah pembiayaan jangka panjang akan melibatkan tiga sumber
pembiayaan, yaitu: pembiayaan internal (internal financing), pembiayaan hutang (debt
financing), dan pembiayaan ekuitas eksternal (external equity financing) (Ross, Westerfield,
dan Jaffe, 2005). Pada umumnya perusahaan memilih untuk menggunakan sumber
pembiayaan internal terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menggunakan sumber
pembiayaan eksternal. Sumber pembiayaan internal terdiri dari penyusutan (depreciation)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
4
dan laba ditahan (retained earnings) (Brealey, Myers dan Marcus, 2007). Sumber pembiayaan
internal merupakan sumber dana dengan proporsi terbesar yang digunakan oleh
perusahaan untuk membiayai aktiva tetap jangka panjang dan modal kerja bersihnya.
Hutang Jangka Panjang
Hutang jangka panjang sering disebut hutang pendanaan (funded debt). Apabila suatu
perusahaan mendanai hutang jangka pendeknya, berarti perusahaan tersebut menggantikan
hutang jangka pendeknya dengan sekuiritas yang jatuh temponya lebih panjang.
Terdapat berbagai jenis hutang jangka panjang yang umum digunakan oleh
perusahaan, yaitu:
1. Pinjaman Berjangka (Term Loans)
Pinjaman Berjangka adalah suatu perjanjian dengan mana pihak peminjam
setuju untuk mengadakan serangkaian pembayaran bunga dan pembayaran pokok
pada tanggal-tanggal tertentu kepada pihak yang meminjamkan. Meskipun jatuh
tempo pinjaman berjangka berbeda-beda dari 2 sampai 30 tahun, sebagian besar
mempunyai periode dengan rentang waktu 3 sampai 15 tahun.
2. Obligasi (Bonds)
Obligasi adalah perjanjian jangka panjang dimana pihak penerbit obligasi
setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pokok pada tanggal tertentu kepada
pemegang obligasi. Obligasi pada umumnya diterbitkan dengan jatuh tempo antara 20
sampai 30 tahun, namun pada tahun-tahun terakhir ini semakin banyak digunakan
obligasi dengan jatuh tempo yang lebih singkat, seperti 7 sampai 10 tahun. Obligasi
merupakan instrumen hutang jangka panjang yang serupa dengan pinjaman berjangka,
tetapi penerbitan obligasi melalui penawaran umum, sehingga obligasi suatu
perusahaan dapat dimiliki oleh banyak investor perorangan dan lembaga, sementara
pijaman berjangka biasanya berasal dari satu pemberi pinjaman. Tingkat bunga
obligasi biasanya tetap, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi peningkatan dalam
penggunaan berbagai jenis obligasi dengan tingkat bunga mengambang. Adapun
macam-macam obligasi adalah:
1. Obligasi Hipotik (Mortgage Bonds)
Pada obligasi hipotik, perusahaan menjanjikan aktiva tertentu sebagai
jaminan bagi obligasi tersebut. Apabila perusahaan penerbit obligasi hipotik
tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka pemegang obligasi dapat
menyita dan menjual aktiva yang dijaminkan untuk memenuhi klaimnya.
2. Surat Hutang (Debentures)
Debenture adalah obligasi tanpa jaminan, dan kerena itu penerbit
obligasi jenis ini tidak menjaminkan aktiva tertentu sebagai pengaman untuk
obligasi tersebut. Pemegang debenture adalah kreditor umum yang klaimnya
dilindungi dengan properti apabila properti tersebut tidak dijaminkan untuk
kepentingan lain. Dalam praktiknya, penggunaan debenture bergantung baik
pada sifat aktiva maupun kekuatan umum kredit perusahaan.
3. Debentur Subordinasi (Subordanate Debentures)
Istilah subordinate berarti di bawah atau inferior terhadap, dan dalam
keadaan pailit, hutang subordinasi mempunyai klaim terhadap aktiva hanya
setelah hutang senior dilunasi. Debentur subordinasi dapat disubordinasikan
baik terhadap hutang usaha (biasanya pinjaman bank) ataupun terhadap jenis
hutang lainnya.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
5
4.
Zero Coupon Bonds
Zero Coupon Bonds adalah obligasi yang tidak membayarkan bunga
tahunan, tetapi dijual dengan diskonto di bawah nilai pari, sehingga
pemegang obligasi jenis ini akan mendapatkan kompensasi berupa capital
appreciation.
5. Original Issue Discount Bonds
Original Issue Discount Bonds adalah obligasi yang membayar bunga,
tetapi tidak mencukupi bagi obligasi tersebut untuk dijual sebesar nilai
parinya.
Modal Sendiri
Dalam pembahasan modal sendiri, perlu dipahami perbedaan mendasar antara
modal hutang (debt capital) dengan modal ekuitas (equity capital). Istilah capital merujuk pada
dana jangka panjang perusahaan, yaitu semua item yang terletak di sisi kanan neraca
perusahaan, kecuali kewajiban-kewajiban jangka pendek (current liabilities) (Gitman, 2009).
Debt capital mencakup semua pinjaman jangka panjang, termasuk obligasi, yang diadakan
oleh perusahaan. Equity capital merupakan dana jangka panjang yang disediakan oleh para
pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham. Sebuah perusahaan dapat memperoleh
modal ekuitasnya secara internal maupun eksternal. Secara internal, perusahaan dapat
menahan laba dan tidak membagikan dividen. Secara eksternal, perusahaan dapat menjual
saham biasa atau saham preferen.
Modal ekuitas mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari modal
hutang, yaitu:
1. Hak suara dalam manajemen perusahaan
Pemilik modal ekuitas memiliki hak suara yang dapat digunakan untuk
memilih para direktur perusahaan dan memberikan suara atas masalah-masalah khusus
perusahaan. Para pemberi pinjaman dan pemegang saham preferen hanya memiliki hak
suara ketika perusahaan melanggar kewajiban-kewajiban kontraktualnya.
2. Klaim terhadap laba dan pendapatan
Para pemberi pinjaman memiliki klaim senior terhadap laba dan aktiva
perusahaan dibandingkan dengan para pemegang ekuitas. Klaim para pemilik ekuitas
atas laba dan aktiva hanya dapat dibayarkan apabila klaim para pemberi pinjaman
(pembayaran bunga dan pokok pinjaman) telah terpenuhi. Apabila perusahaan
mengalami kegagalan, maka pihak-pihak yang berhak mendapatkan prioritas
pendistribusian hasil penjualan aktiva adalah karyawan dan pelanggan, pemerintah,
kreditur, dan pemilik ekuitas.
3. Jatuh tempo (maturity)
Modal ekuitas merupakan bentuk pembiayaan yang permanen bagi
perusahaan, karenanya tidak mempunyai jatuh tempo dan tidak membutuhkan
pembayaran kembali sebagaimana dengan hutang.
4. Perlakuan pajak (tax treatment)
Pembayaran bunga kepada para pemberi pinjaman (debt holder) diperlakukan
sebagai tax-deductible expense oleh perusahaan penerbit hutang, sedangkan pembayaran
dividen atas saham biasa tidak diperlakukan sebagai tax-deductible expense.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
6
Saham biasa sebuah perusahaan dapat dimiliki secara pribadi oleh seorang
individu, secara tertutup oleh sekelompok kecil investor, dan secara umum oleh individu
atau lembaga. Saham biasa dapat dijual dengan atau tanpa nilai pari. Nilai pari saham biasa
relatif tidak berguna, dan ditetapkan untuk tujuan hukum dalam anggaran dasar
perusahaan. Apabila perusahaan menerbitkan saham biasa tanpa nilai pari, maka
perusahaan akan menetapkan nilai tertentu atau mencatatkan saham biasa tersebut pada
buku dengan harga jualnya.
Para pemegang saham biasa memiliki preemtive rights. Dengan dimilikinya preemtive
rights tersebut, para pemegang saham biasa dapat menjaga proporsi kepemilikan sahamnya
ketika perusahaan menerbitkan saham baru. Dengan terjaganya proporsi kepemilikan
saham, maka kekuatan pengendalian terhadap perusahaan juga akan terjaga dan para
pemegang saham biasa akan terhindar dari dilusi kepemilikan (dilution of ownership). Dilusi
kepemilikan dapat mengakibatkan dilusi pada laba.
Teori Struktur Modal
Adapun teori-teori struktur modal tersebut adalah:
1. Teori Struktur Modal Modigliani-Miller (MM theory)
MM mendasarkan teori struktur modalnya pada serangkaian asumsi sebagai berikut:
1. Tidak ada pajak perorangan maupun perusahaan.
2. Risiko bisnis dapat diukur dengan σEBIT (simpangan baku EBIT) dan
perusahaan yang mempunyai derajat risiko bisnis yang sama, dikatakan
berada dalam kelas risiko yang homogen.
3. Semua investor, baik yang ada maupun yang prospektif mempunyai estimasi
yang sama mengenai EBIT masing-masing perusahaan di masa yang akan
datang, artinya investor mempunyai ekspektasi yang homogen mengenai
laba perusahaan di masa yang akan datang dan juga mengenai tingkat risiko
laba tersebut.
4. Saham dan obligasi diperdagangkan di pasar modal yang sempurna, artinya
tidak ada biaya perantara (brokerage costs) dan para investor (individu dan
institusi) dapat meminjam pada tingkat suku bunga yang sama dengan
perusahaan.
5. Hutang bersifat bebas risiko, baik bagi perusahaan maupun investor. Dengan
demikian tingkat suku bunga atas semua hutang merupakan tingkat suku
bunga bebas risiko.
6. Semua arus kas bersifat perpetual, yaitu semua perusahaan mengharapkan
atau memperkirakan pertumbuhan nol (zero growth), sehingga mempunyai
EBIT yang konstan, dan semua obligasi juga bersifat perpetual.
2. Teori Trade-off
Dalam dunia nyata, perusahaan tidak hanya mempertimbangkan adanya
peningkatan nilai melalui penghematan pajak atas penggunaan hutang, tetapi juga
mempertimbangkan adanya biaya kebangkrutan. Menururt teori trade-off perusahaan
akan berusaha untuk mempertukarkan atau menyeimbangkan antara manfaat
pembiayaan dengan menggunakan hutang dengan tingkat suku bunga yang tinggi
dan biaya kebangkrutan. Menurut Brigham dan Ehrhardt (2005), struktur modal
yang optimal merupakan keseimbangan antara penghematan pajak atas penggunaan
hutang dengan biaya kesulitan keuangan akibat penggunaan hutang, sebab biaya
dan manfaat akan saling meniadakan satu sama lain (trade-off).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
7
3. Pecking Order Hypothesis
Pecking Order Hypothesis diajukan oleh Stewart Myers pada tahun 1984
dengan berdasarkan empat asumsi mengenai perilaku keuangan perusahaan. Ke empat
asumsi tersebut adalah:
1. Kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang sulit. Manajer berusaha untuk
menjaga pembayaran dividen dalam jumlah yang konstan, dan tidak akan
menaikkan ataupun menurunkan besar pembayaran dividen karena adanya
fluktuasi sementara pada laba perusahaan.
2. Perusahaan lebih menyukai pembiayaan dari dalam berupa laba ditahan dan
penyusutan dari pada pembiayaan dari luar berupa hutang atau ekuitas.
3. Apabila perusahaan harus menggunakan pembiayaan dari luar, maka perusahaan
akan terlebih dulu memilih surat berharga yang paling aman (safest secuirity).
4. Apabila perusahaan membutuhkan tambahan pembiayaan dari luar, maka
perusahaan akan memilih surat berharga berdasarkan urutan pecking order
sebagai berikut: hutang yang sangat aman (very safe debt), hutang yang berisiko
(risky debt), convertible secuirities, saham preferen, dan saham biasa.
Pada tahun 1984, Myers dan Majluf memodifikasi teori Pecking Order dengan
menambahkan dua asumsi kunci, yaitu:
1. Asymetric Information, bahwa manajer memiliki informasi yang lebih baik
mengenai laba dan kesempatan investasi perusahaan dari pada informasi yang
dimiliki oleh investor luar.
2. Manajer bertindak demi kepentingan para pemegang saham yang ada.
Jadi, Pecking Order Hypothesis menyatakan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaannya, perusahaan akan terlebih dulu memilih pembiayaan
internal. Apabila kebutuhan pembiayaan tidak dapat dicukupi dengan hanya
menggunakan sumber internal, maka perusahaan akan memilih menggunakan hutang,
baru kemudian penerbitan saham.
4. Signaling Model
Pada awal tahun 1970-an, Ross dan beberapa peneliti lain mengembangkan
signaling model of corporate capital structure yang didasarkan pada masalah-masalah
asymatric information yang terjadi antara manajer dan para pemegang saham di luar
perusahaan, dimana para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai laba
dan masa depan perusahaan dari pada para pemegang saham tersebut.
Jadi, signaling model of corporate capital structure menyatakan bahwa:
1. Semakin besar laba perusahaan maka akan semakin tinggi rasio leverage
perusahaan.
2. Perusahaan yang kaya akan kesempatan pertumbuhan (growth options) dan
aktiva tidak berwujud (intangible assets) lainnya seharusnya menggunakan
lebih banyak hutang dari pada perusahaan yang kaya akan aktiva berwujud
(tangible assets), karena perusahaan yang kaya akan kesempatan pertumbuhan
dan aktiva tidak berwujud lainnya menghadapi masalah information asymetry
yang lebih besar, sehingga mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk
memberikan signal kepada para investor.
3. Rencana penerbitan hutang oleh perusahaan merupakan signal berita baik
mengenai masa depan perusahaan, yang akan diikuti oleh kenaikan harga
saham. Rencana penerbitan saham oleh perusahaan merupakan signal berita
buruk yang mencerminkan penurunan laba perusahaan di masa yang akan
datang, yang akan diikuti oleh penurunan harga saham.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yang telah disebutkan
di depan, terdapat beberapa faktor yang sering diteliti oleh para ahli, yaitu profitability, size,
tangibility, volatility, dan growth opportunity (Pandey, 2001 serta Huang dan Song, 2002).
Profitabilitas (Profitability)
Profitability suatu perusahaan menunjukkan efektifitas manajemen perusahaan
dalam memanfaatkan sumber dananya yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan maupun investasi perusahaan. Dengan kata lain, profitability adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Tingkat profitabilitas
perusahaan merupakan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dihasilkan
oleh manajemen perusahaan.
Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio ROA.
Pemilihan rasio ROA sebagai proxi dari profitabilitas berdasarkan penelitian sebelumnya
oleh Huang dan Song (2002). Return On Asset (ROA) sering juga disebut Return On
Investment (ROI). Rasio ROA mengukur efektifitas pemakaian total sumber daya oleh
perusahaan (Weston dan Copeland, 2002). Weston dan Brigham (2005) menyatakan bahwa
rasio ROA mengukur tingkat pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Oleh
karena itu, ROA sebagai proxi bagi profitabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
PROFITABILITY =
Laba Bersih
Total Aktiva
Menurut Pandey (2001), sebagian besar peneliti dalam penelitian empirisnya atas
hubungan antara profitabilitas dengan hutang, menemukan hasil yang sesuai dengan
ramalan teori pecking order, dan di antara para peneliti tersebut adalah: Kester (1996),
Titman dan Wessel (1988), Rajan dan Zingales (1995), dan Michaelas et al. (1999).
Size
Perusahaan besar pada umumnya memiliki berbagai kelebihan yang dapat
mempengaruhi tingkat leverage-nya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) memiliki hubungan positif
dengan tingkat leverage perusahaan. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa
perusahaan besar cenderung untuk menyediakan lebih banyak informasi bagi para pemberi
pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil (Huang dan Song, 2002).
Ferry dan Jones (1979) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat diukur
melalui dua cara, yaitu rata-rata total aktiva dan rata-rata total penjualan untuk tahun yang
bersangkutan hingga beberapa tahun. Sedangkan beberapa penulis lain, yaitu Pandey (2001),
dan Huang dan Song (2002), menggunakan natural logarithm of sales sebagai proxi dari
ukuran perusahaan dalam penelitiannya. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan juga
diukur dengan menggunakan natural logarithm of sales, sehingga dapat dinyatakan melalui
sebuah persamaan sebagai berikut:
SIZE = natural logarithm of sales
Menurut Huang dan Song (2002), para peneliti dalam penelitian empirisnya
umumnya menemukan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dan leverage, di
antara para peneliti tersebut adalah: Rajan dan Zingales (1995), Wald (1999), dan Booth et al.
(2001).
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
9
Tangibility
Chen dan Jiang (2001) menyatakan bahwa tangibility merupakan perbandingan
antara aktiva tetap dengan aktiva total perusahaan. Pada umumnya teori-teori struktur modal
menyatakan bahwa hubungan antara tangibility dan leverage adalah positif.
Jensen dan Meckling (1976) dalam penelitiannya mengenai agency cost, ownership dan
struktur modal menyatakan bahwa biaya keagenan dari hutang (agency cost of debt) antara
manajer dan para pemegang saham dengan para kreditur terjadi ketika para manajer
bermaksud untuk memanfaatkan kekayaan para kreditur untuk keuntungan (benefits) para
manajer dan pemegang saham.
Kerugian kreditur karena harus menanggung agency cost of debt akan terkurangi
apabila perusahaan peminjam memiliki aktiva berwujud (tangible assets) dalam jumlah yang
besar, karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan (collateral) apabila
perusahaan mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya. Dengan demikian,
semakin tinggi tangibility perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tingkat leverage
perusahaan. Berdasarkan pengertian mengenai tangibility yang telah disampaikan oleh Chen
dan Jiang, (2001), maka tangibility dalam penelitian ini diukur melalui sebuah persamaan
sebagai berikut:
TANGIBILIT Y =
Aktiva Tetap
Total Aktiva
Menurut teori trade-off, aktiva berwujud berfungsi sebagai jaminan (collateral) yang
memberikan jaminan keamanan bagi pemberi pinjaman apabila perusahaan peminjam
mengalami kesulitan keuangan (Pandey, 2001). Dengan demikian, perusahaan yang
memiliki tingkat tangibility yang tinggi diperkirakan akan memiliki tingkat leverage yang
tinggi pula.
Volatility
Volatility atau business risk merupakan proxi bagi kemungkinan terjadinya kesulitan
keuangan (financial distress). Volatility pada umumnya diperkirakan mempunyai hubungan
yang negatif dengan leverage (Huang dan Song, 2002). Megginson (1997) menyatakan bahwa
keputusan mengenai besar hutang yang akan digunakan oleh perusahaan dipengaruhi oleh
persepsi terhadap besar biaya kebangkrutan (cost of bankruptcy) dan biaya kesulitan
keuangan yang akan timbul.
Proxi yang sering digunakan oleh para peneliti untuk variabel volatility dalam
penelitian adalah simpangan baku dari earnings before interest and tax (Booth et al., 2001;
Pandey, 2001; dan Huang dan Song, 2002). Dengan mengikuti cara pengukuran para peneliti
tersebut, maka dalam penelitian ini, volatility diukur melalui persamaan sebagai berikut:
VOLATILITY = simpangan baku dari earnings before interest and tax
Menurut teori trade-off, apabila tingkat volatility suatu perusahaan semakin
meningkat maka kemungkinan perusahaan untuk mengalami kesulitan keuangan (financial
distress) akan meningkat pula. Hal tersebut menandakan adanya hubungan negatif antara
volatility dengan leverage.
Growth Opportunity
Growth Opportunity suatu perusahaan pada dasarnya bergantung pada kesempatan
investasi yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan itu sendiri, dan pelaksanaan investasi
tersebut diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan. Jadi, growth opportunity dapat
didefinisikan sebagai peluang investasi perusahaan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
10
di masa yang akan datang. Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai
pasar. Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka
makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya
para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional
diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris.
Kinerja keuangan akan menentukan tinggi rendahnya harga saham dipasar modal.
Berarti nilai perusahaan juga ditentukan oleh kinerja keuangan perusahaan Apabila kinerja
keuangan perusahaan baik, maka sahamnya akan diminati investor dan harganya
meningkat. Dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaaan dimata investor
juga meningkat. Perusahaan dengan kesempatan tumbuh yang tinggi biasanya mempunyai
PER yang tinggi pula, dan hal ini menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan
laba di masa mendatang. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah
cenderung mempunyai PER yang rendah pula. Semakin rendah harga PER suatu saham
maka semakin baik atau murah harganya untuk diinvestasikan, sehingga berpengaruh pula
terhadap struktur modal perusahaan tersebut.
Pandey (2001) menyatakan bahwa neraca saldo tidak mencerminkan adanya
peluang investasi di masa yang akan datang, tetapi harga saham yang dapat mencerminkan
adanya peluang investasi tersebut, sehingga rasio market-to-book merupakan rasio yang tepat
bagi growth opportunity. Adanya peningkatan kemungkinan keberhasilan dari kesempatan
investasi atau proyek yang memiliki NPV positif akan meningkatkan rasio market-to-book,
karena proyek-proyek dengan kualitas tinggi lebih disukai oleh para investor. Dengan
mengacu pada pernyataan Pandey (2001) tersebut, maka dalam penelitian ini growth
opportunity diukur dengan menggunakan rasio market-to-book. Dalam penelitian ini, rasio
market-to-book diukur dengan rumus:
GROWTH OPPORTUNIT Y =
Harga Pasar Per Lembar Saham
Nilai Buku Per Lembar Saham
Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh signifikan antara profitability, size, tangibility, volatility dan growth
opportunity secara simultan terhadap struktur modal Perusahaan Manufaktur di BEI.
2. Pengaruh signifikan antara profitability, size, tangibility, volatility dan growth
opportunity secara parsial terhadap struktur modal Perusahaan Manufaktur di BEI.
3. Pengaruh dominan growth opportunity terhadap struktur modal pada Perusahaan
Manufaktur di BEI.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel
adalah sebagai berikut: (1) Seluruh perusahaan yang mulai go public dan terdaftar pada
tanggal 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2011 di Bursa Efek Indonesia. (2) Perusahaan
yang membayar dividen mulai tahun 2007-2011. (3) Perusahaan yang memiliki laporan
keuangan mulai tahun 2007. (4) Perusahaan yang menggunakan hutang jangka panjang
selama penelitian, yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
11
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
a. Profitability adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, yang
dihitung dengan rumus:
PROFITABILITY =
Laba Bersih
.
Total Aktiva
b. Size adalah ukuran perusahaan, yang dihitung dengan rumus:
SIZE = Natural Logarithm of Sales.
c. Tangibility adalah komposisi aktiva tetap perusahaan relatif terhadap total
aktiva perusahaan, yang dihitung dengan rumus:
TANGIBILITY =
Aktiva Tetap
.
Total Aktiva
d. Volatility adalah ketidakpastian atas proyeksi tingkat pengembalian aktiva atau
atas ekuitas (ROE) jika perusahaan tidak menggunakan hutang, yang dihitung
dengan rumus:
VOLATILITY = Simpangan Baku Earnings Before Interest and Tax
e. Growth Opportunity adalah peluang investasi perusahaan yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan di masa yang akan datang, yang dihitung
dengan rumus:
GROWTH OPPORTUNITY =
Harga Pasar Per Lembar Saham
.
Nilai Buku Per Lembar Saham
Variabel Dependen
Struktur modal
Struktur modal adalah pembelanjaan permanen suatu perusahaan yang itunjukkan
dengan perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, yang dihitung
dengan rumus:
Hutang Jangka Panjang
Struktur Modal =
Modal Sendiri
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis
Setelah dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung, yaitu struktur modal, dan
variabel bebas, yaitu profitability, size, tangibility, volatility, dan growth opportunity, selanjutnya
akan dilakukan analisis hubungan variabel tergantung dengan variabel bebas tersebut
dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
12
Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1
Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variable
Regression Coefficients
Standard Error
X1
-0,061
0,185
X2
-0,033
0,052
X3
-0,182
0,013
-0,052
0,074
X4
0,199
0,001
X5
Constant
0,284
Standard Error of Etimate
0,17080
R Squared
0,141
Adjusted R Squared
0,089
F hitung
2,724
Sumber: Data yang diolah
Tanda negatif pada koefisien regresi X1, X2, X3 dan X4 menunjukkan bahwa variabel
profitability, size, Tangibility dan volatility mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur
modal. Sedangkan tanda positif pada koefisien regresi X5 menunjukkan bahwa variabel
growth opportunity mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal.
Koefisien regresi X1 = -0,061 menyatakan bahwa setiap peningkatan profitability
sebesar 1% akan menurunkan struktur modal sebesar 6,1%.
Koefisien regresi X2 = -0,033 menyatakan bahwa setiap peningkatan size sebesar Rp 1
akan menurunkan rasio struktur modal sebesar 3,3%.
Koefisien regresi X3 = -0,182 menyatakan bahwa setiap peningkatan tangibility sebesar
1% akan menurunkan struktur modal sebesar 18,2%.
Koefisien regresi X4 = -0,052 menyatakan bahwa setiap peningkatan volatility sebesar
Rp 1 akan menurunkan rasio struktur modal sebesar 5,2%.
Koefisien regresi X5 = 0,199 menyatakan bahwa setiap peningkatan growth opportunity
sebesar 1% akan menaikkan rasio struktur modal sebesar 19,9%.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10,
demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas.
b. Uji Autokorelasi. Kisaran nilai Durbin - Watson yang bebas autokorelasi adalah
antara du < d < 4 - du (Ghozali, 2005). Berdasarkan tabel model summary diketahui
bahwa n = 89 dan du = 1,7756, dan berdasarkan tabel model summary diketahui
bahwa nilai Durbin-Watson Test (d) = 2,121. sehingga dapat disimpulkan bahwa
persamaan regresi yang dihasilkan bebas autokorelasi.
c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dilaksanakan melalui uji Glejser, yaitu
dengan cara meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen
(Gujarati, 2003). Nilai signifikansi masing-masing variabel tersebut tidak signifikan
secara statistik karena berada di atas tingkat kepercayaan 5% (0.05). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada persamaan regresi yang ada tidak terjadi
heterokedastisitas.
d. Uji Normalitas. Uji Normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data residual dikatakan terdistribusi secara normal
apabila tingkat signifikansi yang dihasilkan oleh uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S) lebih besar dari 0,05. Berdasarkan tabel hasil One-Sample
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
13
Kolmogorov-Smirnov Test didapat nilai signifikansi sebesar 0,131. hal ini berarti data
residual terdistribusi normal.
Uji Hipotesis
Untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas, maka
digunakan uji t (t test), yaitu dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel. Dengan t
tabel sebesar 1.9867. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Ringkasan Hasil Uji t
Variabel
t hitung
Hasil
Kesimpulan
X1
-1,175
H0 diterima
Tidak signifikan
X2
-2,845
H0 diterima
Tidak signifikan
-1,972
H0 diterima
Tidak signifikan
X3
-0,710
H0 diterima
Tidak signifikan
X4
8,084
H0 ditolak
Signifikan
X5
Sumber: Data yang diolah
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel bebas X1, X2, X3 dan X4 berada di daerah
penerimaan H0 sehingga dinyatakan tidak signifikan. Hal tersebut berarti secara individual
faktor profitability, size, tangibility dan volatility tidak mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap struktur modal. Sedangkan X5 berada di daerah penolakan H0 sehingga dinyatakan
signifikan. Hal ini berarti secara individual faktor growth opportunity mempunyai pengaruh
yang bermakna terhadap struktur modal.
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitability, size, tangibility, volatility,
dan growth opportunity secara serempak terhadap struktur modal, maka digunakan Uji F.
yaitu dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Hasil Uji F dapat dilihat
pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3
Ringkasan Hasil Uji F
F hitung
Kesimpulan
R2
2,724
Signifikan
0,141
Sumber: Data yang diolah
Tabel 3 menunjukkan bahwa F hitung = 2,724, sedangkan F tabel dengan α
= 5% dan df = (5;86) adalah 2,34. Hasil tersebut menunjukkan bahwa F hitung > F tabel atau
pengujian jatuh pada daerah penolakan H0 Hal ini berarti variabel profitability, size,
tangibility, volatility, dan growth opportunity secara simultan mempunyai pengaruh yang
bermakna terhadap struktur modal.
Nilai R2 pada tabel 3 sebesar 0,141. Hal ini berarti bahwa sekitar 14,1% variasi
variabel tergantung bisa dijelaskan oleh variasi kelima variabel bebas, sedangkan sisanya
sebesar 85,9% dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model variabel bebas tersebut.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Profitability
mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (2) Size
mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (3) Tangibility
mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (4) Volatility
mmpunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal; (5) Growth
Opportunity mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal; (6)
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
14
Berdasarkan hasil Uji t, diketahui bahwa variabel profitability, size, tangibility dan volatility
secara individual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.
Sedangkan variabel growth opportunity merupakan satu-satunya variabel yang secara
individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal; (7) Berdasarkan
hasil Uji F, diketahui bahwa secara serentak variabel profitability, size, tangibility, volatility,
dan growth opportunity mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.
Keterbatasan
Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa data
Karakteristik perusahaan menggunakan data pada tahun yang sama dengan Struktur
Modal, sehingga mungkin belum dirasakan efek dari praktek Karakteristik perusahaan pada
perusahaan sampel. Untuk penelitian selanjutnya, proksi Karakteristik perusahaan
sebaiknya dikembangkan menggunakan prinsip-prinsip Karakteristik perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Brealey, M, dan Marcus. 2007. Dasar- dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi
kelima. Erlangga. Jakarta.
Brigham, dan Ehrhardt, 2005. Financial management : Theory And Practice, Eleventh
Edition, Thomson South-Western Ohio, United States Of America.
Brigham, E.F dan J,F. Weston. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan,
Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Booth, L, V. Aivazian, Asli Deirguc-Kunt, dan Vojislav Mksimovic. (2001). Capital
Structure: Theory and Evidence, Journal of Finance, 39, 857-880.
Chen dan Jiang. 2001. Ownership Structure as Corporate Governance Mechanism: Evidences
From Chinese Listed Company. Journal Economic Planning. Vol 34. No.2. 53-72.
Ferry dan Jones, 1979, Determinants of Financial Strukture a New Methodological Approach.
Jurnal of Finance, Vol. XXXIC, No. 3 June 1979.
Fama, E. F. dan Jensen, M.C. 1983. Agency Problems and Residual Claims. Journal of Law
& Economics, Vol. XXVI.
Ghozali, I. 2005. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Undip.
Gitman, L. J. 2009. Principles of Managerial Finance, 12th Edition. Prentice Hall., Boston.
Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.
Haris, M dan A. Raviv. 1991. The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, Vol. 45.
Huang, S. dan Song, F. 2002. The Determinants of Capital Structure: Evidence from China,
Working paper, The University of Hong Kong.
Jensen, M. dan Meckling, W., 1976, .Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost,
and Ownership Structure., Journal of Finance Economics 3, pp. 305-360.
Keown, et al. 2005. Financial Management, 10th ed, New Jersey: Pearson Education Inc.
Kester, C. W. 1996. Capital and Ownership Structure: A Comparison of United States and
Japanese Manufacturing Corporations. Financial Management, 5-16.
Megginson. 1997. Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Educational Publisher Inc.
Michaelas, N., Chittenden, F. dan Poutziouris, P. (1999). Financial Policy and Capital
Structure Choice in U. K. SMEs: Empirical Evidence from Company Panel Data.
Small Business Economics, 12, 113-130.
Myers, S. dan N. Majluf. 1984. Corporate financing and investment decisions when firms
have information investors do not have. Journal of Finance Economics. 13: 187-221.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 9 (2013)
15
Myers, C Stewart. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance.
Pandey I.M. 2001 Capital structure and firm characteristics: Evidence from an emerging
market. Indian Institute of Management Ahmedabad Working Paper.
Prastowo, D dan R, Yuliaty. 2002. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta.
Rajan, R. G. dan Zingales, Luigi. 1995. What Do We Know about Capital Structure? Some
Evidence from International Data, Journal of Finance, 50, 5, 1421-1460.
Ross, S. A., Westerfield, R. W., dan Jaffe, J. 2005, Corporate Finance, 7th edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc., USA.
Ross, W, Jordan. 2008, Modern Finance Management, New York : Mc Graw-Hill.
Titman, S. dan Wessels, R. 1988. The Determinants of Capital Structure Choice, The Journal
of Finance, XLIII, 1, 1-19.
Wald, J. K. 1999. How Firm Characteristics Affect Capital Structure: An International
Comparison, Journal of Financial Research, 22(2), 161-187.
Weston J. Fred dan Copeland, Thomas E. 2002, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan,
Rineka Cipta. Jakarta.
Weston, J.F dan Copeland. 2008. Dasar–Dasar Manajemen Keuangan Jilid II. Erlangga.
Jakarta.
●●●
Download