analisis pdb nominal, tingkat bunga deposito satu bulan, dan indeks

advertisement
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 362
ANALISIS PDB NOMINAL, TINGKAT BUNGA DEPOSITO SATU BULAN, DAN INDEKS
HARGA KONSUMEN TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA PERIODE
TAHUN 2000.I-2009.IV.
*( Abid Muhtarom
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor moneter. Sektor
moneter melalui kebijakan moneter digunakan untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi
meliputi investasi, produksi, dan konsumsi. Peranan uang dalam perekonomian dapat diamati dari
dua sektor yang saling terkait, yaitu sektor riil (pasar barang dan jasa) dan sektor moneter (pasar
uang). Kestabilan nilai mata uang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan
kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan kegiatan perekonomian, baik konsumsi
maupun investasi sehingga perekonomian nasional dapat bergairah, selain itu, inflasi yang
terkendali dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya yang
berpendapatan tetap seperti pegawai negeri dan masyarakat kecil. Bagi golongan masyarakat ini,
yang umumnya mencakup sebagian besar penduduk, harga-harga yang terus meningkat
menyebabkan kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasar akan semakin rendah,
demikian pula inflasi yang tidak stabil akan mempersulit keadaan dunia usaha Jumlah uang
beredar diluar kendali dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi perekonomian secara
keseluruhan.Teknik analisis yang digunakan untuk estimasi parameter dalam model adalah
dengan Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil analisis perhitungan regresi yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka pembuktian hipotesis dapat disimpulkan sebagai berikut: (a).
Pada model 1 variabel yang signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 adalah produk
domestik bruto dan tingkat bunga deposito 1 bulan, sedangkan variabel yang tidak signifikan
mempengaruhi M1 adalah indeks harga konsumen. (b). Pada model 2 variabel yang signifikan
mempengaruhi permintaan uang M2 adalah produk domestik bruto dan tingkat suku bunga
deposito 1 bulan, sedangkan variabel yang tidak signifikan mempengaruhi M2 adalah indeks
harga konsumen.
Kata Kunci : PDP Nominal, Tingkat harga Deposito, indek harga konsumen , permintaan uang
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak
terlepas dari keterlibatan sektor moneter.
Sektor moneter melalui kebijakan moneter
digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah ekonomi meliputi investasi, produksi,
dan
konsumsi. Peranan uang dalam
perekonomian dapat diamati dari dua sektor
yang saling terkait, yaitu sektor riil (pasar
barang dan jasa) dan sektor moneter (pasar
uang). Ketidakseimbangan
uang
beredar
(excess demand for money or excess money
supply) di pasar uang mempengaruhi tingkat
bunga melalui interaksi pasar uang dan pasar
barang ini, maka perubahan permintaan uang
atau penawaran uang akan berpengaruh pada
perubahan harga barang dan jasa.
Kenaikan
harga
terus-menerus
merupakan
fenomena
ekonomi
yang
mempunyai dampak terhadap daya saing
barang di pasar internasional (ekspor),
distribusi pendapatan dan mobilisasi dana lewat
lembaga
keuangan.
Inflasi
merupakan
opportunity cost bagi masyarakat dalam
memegang aset financial. Semakin tinggi
perubahan tingkat harga maka makin tinggi
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
pula opportunity cost untuk memegang aset
financial, artinya masyarakat akan merasa lebih
beruntung
jika
memegang
aset
riil
dibandingkan aset financial pada saat terjadi
inflasi tinggi. Salah satu fungsi uang yaitu
sebagai penyimpan kekayaan, dimana orang
menempatkan uang pada lembaga keuangan
yang dipercayai, bahwa uang yang ditempatkan
tersebut mampu memberikan nilai lebih tinggi
daripada nilai uang sebelumnya. Fungsi uang
lain sebagai alat pembayaran untuk pembelian
barang dan jasa, pembayaran utang, pajak, dan
lainnya (Purwanto, 2007:2)
Makin tinggi tingkat bunga, maka
makin rendah keinginan masyarakat untuk
memegang uang dalam bentuk tunai karena
ongkos memegang uang tunai (opportunity cost
holding of money) makin tinggi dan sebaliknya
makin rendah tingkat bunga maka makin besar
keinginan masyarakat untuk memegang uang
tunai. Tingkat bunga mempengaruhi keputusan
individu terhadap pilihan membelanjakan uang
lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam
bentuk tabungan. Tingkat bunga juga
merupakan sebuah harga yang menghubungkan
masa kini dengan masa depan melalui interaksi
permintaan dan penawaran uang (Suhaidi,
2000:3).
Jumlah uang tunai yang dipegang
masyarakat (jumlah uang beredar) sebagai
indikator inflasi. Keynes dalam buku Mankiw
(2000:144-145) menyebutkan bahwa inflasi
terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar
batas kemampuan ekonominya. Naiknya
jumlah uang beredar akan menaikkan
permintaan agregat (agregat demand), apabila
tidak diikuti pertumbuhan sektor riil akan
menyebabkan naiknya tingkat harga. Hal ini
berarti jika pertumbuhan di sektor moneter
diikuti oleh meningkatnya pertumbuhan output
maka inflasi bisa diminimalisir. Dalam analisis
kurva pasar barang dan pasar uang (IS-LM),
keseimbangan
kegiatan
perekonomian
ditentukan oleh interaksi keadaan di pasar uang
dan pasar barang. Keseimbangan menunjukkan
tercapainya kondisi yang stabil baik suku
bunga dan pendapatan nasional yang berlaku di
pasar uang dan pasar barang.
Tingkat
bunga
juga
digunakan
pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga.
Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang
beredar di masyarakat banyak sehingga,
konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi
No.1/edisi
Maret
2012
| 363
oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat
bunga yang tinggi. Dengan tingkat bunga yang
tinggi diharapkan dapat mengurangi jumlah
uang beredar sehingga permintaan agregat pun
akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1997 tidak saja meruntuhkan
industri
perbankan nasional tetapi juga menggoyahkan
perekonomian melalui pertumbuhan ekonomi.
Krisis moneter berdampak langsung terhadap
permintaan uang. Naik turunnya tingkat bunga
SBI yang diikuti oleh naik turunnya tingkat
bunga deposito dan kredit perbankan yang pada
gilirannya berdampak pada volume dana yang
dihimpun dan kredit yang diberikan pada
masyarakat. Kebijakan tingkat bunga menjadi
pilihan penting bagi bank sentral dalam upaya
mengendalikan gejolak moneter.
Tingginya laju inflasi menyebabkan
menurunnya daya beli masyarakat (Syahril,
2003:17). Pada saat krisis, terjadi peningkatan
keinginan masyarakat untuk memegang uang
tunai disebabkan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan yang
ada dengan terjadinya rush (pengambilan uang
besar-besaran secara serentak oleh masyarakat
di berbagai bank di seluruh Indonesia.
Keynes menyatakan bahwa permintaan
uang kas untuk tujuan transaksi tergantung dari
pendapatan (Nopirin, 1992:11). Makin tinggi
pendapatan, makin besar keinginan akan uang
kas untuk transaksi. Seseorang atau masyarakat
yang tinggi tingkat pendapatannya, biasanya
melakukan transaksi yang lebih banyak
dibandingkan seseorang atau masyarakat yang
pendapatannya lebih rendah. Penduduk yang
tinggal di kota besar cenderung melakukan
transaksi lebih besar dibanding yang tinggal di
desa (Lestari, 2006:3)
Bank sentral mempunyai peran dalam
mengedarkan uang. Bank sentral merupakan
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan mata uang sebagai sarana
pembayaran yang sah di suatu negara
(Doriyanto, 2001:2).
Kestabilan nilai mata uang sangat
penting untuk mendukung pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil
dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat
dan dunia usaha dalam melakukan kegiatan
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
perekonomian,
baik
konsumsi
maupun
investasi sehingga perekonomian nasional
dapat bergairah, selain itu, inflasi yang
terkendali dan rendah dapat mendukung
terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya
yang berpendapatan tetap seperti pegawai
negeri dan masyarakat kecil. Bagi golongan
masyarakat ini, yang umumnya mencakup
sebagian besar penduduk, harga-harga yang
terus meningkat menyebabkan kemampuan
daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasar
akan semakin rendah, demikian pula inflasi
yang tidak stabil akan mempersulit keadaan
dunia usaha Jumlah uang beredar diluar
kendali dapat menimbulkan pengaruh buruk
bagi perekonomian secara keseluruhan.
Pengaruh yang buruk dari kurang
terkendalinya jumlah uang beredar tersebut
antara lain dapat dilihat pada kurang
terkendalinya perkembangan variabel ekonomi
utama, yaitu inflasi. Peningkatan jumlah uang
beredar yang berlebihan dapat mendorong
peningkatan harga melebihi tingkat yang
diharapkan sehingga dalam jangka panjang
dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang
beredar rendah maka kelesuan ekonomi akan
terjadi. Apabila hal ini berlangsung terus
menerus, kemakmuran masyarakat secara
keseluruhan akan mengalami penurunan.
Kondisi tersebut antara lain melatarbelakangi
upaya yang dilakukan oleh otoritas moneter
dalam mengendalikan jumlah uang beredar
dalam perekonomian. Kegiatan mengendalikan
jumlah uang beredar tersebut disebut kebijakan
moneter, yang merupakan salah satu dari
kebijakan ekonomi makro yang digunakan oleh
otoritas moneter (Bank Indonesia, 2003:62).
Permintaan
uang
di
Indonesia
mengalami perkembangan sesuai dengan
berkembangnya kebijakan bank sentral yang
memungkinkan berkembangnya jenis simpanan
di perbankan. Keinginan masyarakat untuk
menabung dan mendepositokan uangnya sangat
dipengaruhi
oleh
kemudahan
dalam
memperolehnya dan berbagai fasilitas yang
ditawarkan perbankan.
Jumlah uang beredar (M1 dan M2)
selama tahun 2000-2009 cenderung mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun, seperti terlihat
pada tabel 1.1, dimana M1 cenderung
meningkat jumlahnya dari sebesar Rp 124.663
miliar pada periode triwulan I tahun 2000
No.1/edisi
Maret
2012
| 364
meningkat hingga mencapai Rp 515.824 miliar
pada triwulan IV tahun 2009. Sedangkan
perkembangan M2 Indonesia selama tahun
2000-2009 juga cenderung
mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. Seperti terlihat
pada tabel 1.1, dimana M2 cenderung
meningkat jumlahnya dari sebesar Rp 656.451
miliar pada triwulan I tahun 2000 meningkat
hingga mencapai Rp 2.141.380 miliar pada
triwulan IV tahun 2009.
Grafik
Pertumbuhan M1 dan M2
M1
M2
Sumber: Bank Indonesia diolah
Pertumbuhan uang dalam arti luas (M2)
ternyata lebih cepat dibanding dengan uang
dalam arti sempit (M1), hal ini disebabkan
karena adanya kenaikan yang pesat dari
deposito berjangka dan tabungan di bank-bank
di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis tertarik melakukan penelitian skripsi
dengan judul “Analisis PDB nominal, tingkat
bunga deposito satu bulan, dan indeks harga
konsumen terhadap Permintaan Uang di
Indonesia Periode Tahun 2000.I-2009.IV”..
Model Analisis
Teknik analisis yang digunakan untuk
estimasi parameter dalam model adalah dengan
Ordinary Least Square (OLS) merupakan
model regresi untuk melihat hubungan antar
dua variabel. Salah satu variabel menjadi
variabel bebas (Independent variable) dan
variabel yang lain menjadi variabel terikat
(Dependent variable).
Model persamaan dasar penelitian ini
menggunakan fungsi dari Aggregate Demand
yang dinamakan „Permintaan Uang Indonesia‟.
Berikut adalah model yang dilakukan dalam
penelitian ini:
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 365
Model 1: M1d = f(Y, r, π)
……………………………… ……..(2.1)
yang dikhawatirkan dapat memperlambat
proses pertumbuhan ekonomi di tahun 2002.
Model 2 :M2d
…(2.2)
Pertumbuhan M1 pada tahun 2002,
triwulan I, II, III, dan IV sebesar -6,5%, 4,72%,
4,46%, dan 5,58%. Peningkatan M1 terjadi
pada peningkatan uang giral terutama pada
rekening giro milik pemerintah yaitu 57,96%.
= f Y, r, π)…………………
Keterangan :
M1d= Permintaan uang nominal (M1)
d
M2 = Permintaan uang nominal (M2)
Y= PDB nominal
r= Tingkat bunga deposito satu bulan
𝜋= Indeks harga konsumen Indonesia
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Perkembangan M1 Indonesia
Nilai M1 pada periode penelitian
(2000-2009) cenderung mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun, seperti terlihat pada grafik
4.1 dimana M1 cenderung meningkat
jumlahnya dari sebesar Rp 124.663 miliar
rupiah pada triwulan pertama tahun 2000
meningkat hingga mencapai Rp 515.824 miliar
rupiah di akhir periode penelitian. Tahun 2000,
M1 didominasi dengan uang giral 55,38%, dan
uang kartal sebesar 44,62%.
Grafik
Perkembangan M1
Q1 2000
Q2 2000
Q3 2000
Q4 2000
Q1 2001
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Pertumbuhan
M1
cenderung
berfluktuasi.Periode 2000-2001 pertumbuhan
M1 cenderung stabil dikisaran 4-8%, pada
triwulan IV tahun 2000 terjadi kenaikan M1
sangat tinggi sebesar 19,75%. Tahun 2001
didominasi oleh uang giral dengan 57,04%,
sedang uang kartal 42,96%. Pada tahun 2002
likuiditas
perekonomian
menunjukkan
perkembangan mulai meningkat, namun
demikian, perkembangan tersebut masih harus
diwaspadai
akibat
terus
menurunnya
pertumbuhan tahunan semua agregat moneter
Pada tahun 2003 pertumbuhan M1 sebesar 5,57%, 7,71%, 6,33%, dan 7,80%. Pada
triwulan II, III, dan IV mulai membaik dan
menunjukkan peningkatan. Peningkatan terjadi
pada uang giral yaitu sejalan dengan
peningkatan kegiatan dunia usaha dan inflasi
turun sehingga menyebabkan meningkatnya
permintaan uang M1 mencerminkan tandatanda membaiknya daya beli di perekonomian.
Tahun 2003, uang M1 didominasi oleh uang
giral yaitu 57,75%.
Pada tahun 2004 pertumbuhan M1
triwulan I, II, III, dan IV adalah -2,1%, 3,22%,
3,77%,
4,80%,
menunjukkan
bahwa
pertumbuhan M1 lebih rendah dari tahun
sebelumnya. Tahun 2004, pertumbuhan M1
didominasi oleh uang giral sebesar 56,95%.
Pada tahun 2005 triwulan I, II, III, dan IV
pertumbuhan M1 sebesar -0,79%, 7,29%,
2,27%, 1,27%. Pada triwulan II tahun 2005
pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh
dengan adanaya peran investasi yang semakin
besar. Peningkatan terjadi pada uang giral.
Tahun 2006 kondisi likuiditas M1, tumbuh
cukup tinggi sepanjang tahun, M1 tumbuh
mencapai 28,1% jauh lebih tinggidibanding
pertumbuhan pada 2005 yakni 11,1%. Tahun
2007 sampai dengan tahun 2008 pada
pertumbuhan M1 berfluktuatif. Pada tahun
2007 triwulan II, III, IV, pertumbuhan M1
mengalami kenaikan cukup tinggi berturutturut yaitu sebesar 12,07%, 7,61%, dan 12,49%
yang didominasi oleh uang giral. Hal ini
didorong
karena perkembangan
makro
ekonomi serta moneter yang membaik, serta
laju inflasi yang relatif stabil yaitu sebesar
0,30% (mtm).
Berdasarkan diagram pada triwulan I
tahun 2008 pertumbuhan M1 mengalami
penurunan hingga mencapai -8,95%. Turunnya
tingkat pertumbuhan ini dikarenakan likuiditas
perekonomian tumbuh melambat, sehingga
pertumbuhan M1 mengalami penurunan. Pada
tahun 2009 triwulan I, II, III, IV pertumbuhan
M1 sebesar -1,91%, 7,72%, 1,53%, 5,26%.
Tahun 2009 kurang stabil menunjukkan
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
likuiditas perekonomian masyarakat mengalami
penurunan (tumbuh rendah).
Diagram
Pertumbuhan M1 Indonesia
(%)
Perkembangan M1
Tahun
Sumber: Bank Indonesia. 2000-200
Perkembangan M2 Indonesia
Permintaan uang M2 terus mengalami
pertumbuhan yang positif. Hal ini didorong
oleh peningkatan kegiatan perekonomian
nasional, dan berkembangnya pasar keuangan
serta semakin meningkatnya arus modal.
Perkembangan M2 Indonesia pada periode
penelitian (2000-2009) cenderung mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun.Seperti terlihat
pada grafik 4.2, dimana tingkat M2 cenderung
meningkat jumlahnya dari sebesar Rp 656.451
miliar rupiah pada triwulan I tahun 2000
meningkat hingga mencapai Rp 2.141.380
miliar rupiah diakhir periode penelitian
Grafik
Perkembangan M2
Q1 2000
Q2 2000
Q3 2000
Q4 2000
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Tahun 2000-2009 triwulan I, II, III, IV
berturut-turut
mengalami
pertumbuhan
permintaan M2 yang berberfluktuatif.Pada
tahun 2000 M2 didominasi uang rupiah yaitu
kuasi sebesar 59,52%, valas 40,48%. Pada
triwulan III tahun 2001 terjadi penurunan
No.1/edisi
Maret
2012
| 366
sebesar -1,67%. Pada periode triwulan II tahun
2001 sampai triwulan I tahun 2008 mulai
terjadi pertumbuhan M2 yang berfluktuatif
.Pada tahun 2001, M2 didominasi oleh time
deposit.Pada tahun yang sama yakni 2001,
triwulan II terjadi kenaikan M2 sebesar 3,86%,
triwulan III terjadi penurunan -1,67%, triwulan
IV naik menjadi 7,78% dan pada tahun 2002
triwulan I kembali turun -1,49%, triwulan II
naik kembali sebesar 0,87%. Dari tahun 2002
sampai dengan triwulan I tahun 2008 terjadi
selalu fluktuatif pada tiap tahun pada awal
periode triwulan, pada akhirnya periode
triwulan II tahun 2008 sampai dengan periode
triwulan IV tahun2009, perkembangan M2
selalu mengalami kenaikan, yang dapat dilihat
pada tabel 4.2.Sedangkan periode 2000-2001
pertumbuhan M2 cenderung stabil dikisaran 28%.
Grafik
menunjukkan
pola
pertumbuhan M2 yang cenderung fluktuatif
pada periode 2002 sampai 2006. Tahun 2002,
M2 triwulan I, II, III, dan IV sebesar -1,49%,
0,87%, 2,51%, dan 2,81%. Pertumbuhan
negatif ini berkaitan dengan menurunnya
tingkat bunga deposito selama periode 2002
dan semakin berkembangnya obligasi dan
produk reksa dana yang menjanjikan tingkat
return yang lebih tinggi. Periode 2003
pertumbuhan M2 meningkat yang disebabkan
oleh ekspansi kredit yang dilakukan.
Sedangkan periode 2004, pertumbuhan M2
cenderung naik. (Laporan Bank Indonesia
Triwulanan, 2004)
Pada tahun 2005 triwulan II, III, dan IV
terjadi peningkatan M2 sebesar 5,26%, 7,20%,
4,22% disebabkan oleh meningkatnya kegiatan
ekonomi, kondisi likuiditas perekonomian yang
tercermin pada pengaruh ekspansi tagihan
perbankan pada sektor swasta ditambah dengan
ekspansi tagihan bersih kepada pemerintah.
Meskipun demikian, secara riil kondisi
likuiditas perbankan belum mampu diserap
secara optimal untuk pembiayaan ekonomi,
karena kondisi internal perbankan dan
permasalahan di sektor riil.(Laporan Bank
Indonesia Triwulanan, 2005)
Pada tahun 2006, pertumbuhan M2
sedikit lebih rendah pada tahun 2005, yang
dapat dilihat pada grafik 4.2 Sedangkan pada
triwulan selanjutnya mulai pada triwulan IV
kembali positif.Kenaikan pertumbuhan M2
didukung oleh meningkatnya pertumbuhan
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
tabungan, sementara deposito mulai tumbuh
stabil setelah cenderung menurun sejak awal
tahun 2006.Sementara itu, berlebihnya kondisi
likuiditas di pasar uang di tengah belum cukup
tingginya akses akselerasi penyaluran kredit
tercermin pada masih rendah serta cenderung
melambat penciptaan M2. Pada tahun 2007,
pertumbuhan likuiditas M2
dikategorikan
tinggi pada triwulan II, III, dan IV yakni
5,46%, 4,28%, dan 8,75%, BI rate cukup kuat
mempengaruhi
perkembangan
komponen
likuiditas perekonomaian. Penurunan BI rate
mempengaruhi
komponen
likuiditas
perekonomian.
Pada tahun 2008, pertumbuahan M2
berturut-turut mencapai -3,83%, 6,83%, 4,38%,
dan 6,62% pada triwulan I, II, III, dan IV. Pada
triwulan pertama mengalami penurunan hingga
-3,83% dikarenakan lambatnya likuiditas uang
beredar yaitu pada tabungan dan simpanan
valas. Pada triwulan II, III, dan IV mengalami
kenaikan karena terjadi pelemahan nilai tukar
yang cukup tajam. Pada tahun 2009 berturutturut pertumbuhan M2 pada triwulan I, II, III,
dan IV yakni 1,1%, 3,17%, 2,04%, dan 6,11%
mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya.
Penurunan
likuiditas
perekonomian itu juga searah dengan pola
musimannya yang cenderung turun di awal
tahun, hampir seluruh komponen M2
mengalami penurunan yakni pada uang kartal
dan tabungan.Padatriwulan III, dan IV
mengalami kenaikan pada uang kuasi
masyarakat terkait dengan suku bunga deposito
yang relatif masih tinggi.Berbagai kondisi di
atas mencerminkan belum kuatnya indikasi
peningkatan
aktivitas
perekonomian
masyarakat yang tampak pada pertumbuhan
M2.
Pertumbuhan
M2 Indonesia…
Diagram Perkembangan M2
Tahun
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Perkembangan Produk Domestik Bruto
Indonesia
No.1/edisi
Maret
2012
| 367
Kondisi ekonomi suatu wilayah secara
umum dapat ditunjukkan
oleh
Produk
Domestik Bruto. Besaran nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) ini secara nyata mampu
memberikan gambaran mengenai nilai tambah
bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada
suatu negara dalam periode tertentu. Lebih
jauh, perkembangan besaran nilai PDRB
merupakan salah satu indikator yang dapat
dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu wilayah yang
tercermin melalui pertumbuhan ekonomi. Nilai
PDB atas dasar harga berlakudisajikan dalam
grafik di bawah ini. Besarnya PDB dalam dua
dasawarsa terakhir menunjukkan trend yang
terus meningkat. Nilai PDB tertinggi terjadi
pada tahun 2009 dengan nilai PDB mencapai
Rp. 1.884.118,58 miliar.
Grafik
Perkembangan Produk
Berlaku
Domestik
Bruto
Q1 2000
Q2 2000
Q3 2000
Q4 2000
Q1 2001
Q2 2001
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Tahun 1999-2000, seiring dengan
berbagai
kebijakan
pemerintah
yang
diimplementasikan untuk keluar dari krisis
moneter, pertumbuhan GDP menunjukkan
trend peningkatan. Tahun 2000 kuartal 3,
pertumbuhan GDP meningkat menjadi sebesar
4,55 % dengan GDP sebesar Rp. 307.162,99
miliar.Grafik 4.3 menunjukkan bahwa periode
tahun
2001-2002
perkembangan
GDP
mengalami peningkatan. Perkembangan GDP
tahun 2001 kuartal 1 sampai dengan berturutturut sebesar (dalam miliar) Rp. 308.660,96;
Rp. 311.743,09; Rp. 319.090,63; dan Rp.
309.372,90 dengan pertumbuhan GDP rata-rata
sebesar 0,28% pada tahun yang sama. Pada
tahun berikutnya (2002), perkembangan GDP
kuartal I sampai dengan IV berturut-turut
sebesar (dalam miliar) Rp. 317.146,94; Rp.
324.212,51; Rp.
336.175,89 dan Rp.
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
324.468,95 dengan pertumbuhan GDP rata-rata
sebesar 1,24%. Fluktuasi pada pertumbuhan
GDP
periode
tahun
1999-2002
ini
menunjukkan kepercayaan masyarakat yang
belum pulih terhadap proses pemulihan
ekonomi yang sedang berlangsung..
Perkembangan GDP tahun 2003
sampai dengan 2006 cenderung stabil dan
meningkat. Berdasarkan tabel 4.3 tingkat GDP
tahun 2003-2006 berturut-turut sebesar (dalam
miliar) Rp. 1.367.069,34; Rp. 1.433.941,76;
Rp. 1.515.149,66; Rp. 1.598.234,25 dengan
pertumbuhan GDP sebesar 5%, 4,89%; 5,66%;
dan 5,48%. Hal ini membuktikan bahwa upaya
pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dapat dikatakan cukup berhasil,
karena bila kita lihat pola pertumbuhan
beberapa tahun terakhir ini sudah mengalami
perbaikan. Semuanya ini dipacu oleh
membaiknya kondisi perekonomian.
No.1/edisi
Maret
2012
| 368
merosotnya nilai mata uang dan defisit dalam
neraca pembayaran.
Pada penelitian ini, laju inflasi diukur
berdasarkan Indeks Harga Konsumen dengan
tahun dasar tahun 2002 kuartal I. Penghitungan
IHK ini didasarkan pada perubahan hargaharga konsumen di Indonesia. Perkembangan
indeks harga konsumen di Indonesia periode
tahun 2000 sampai dengan tahun 2009
disajikan di bawah ini.
Grafik
Perkembangan Indeks Harga Konsumen
Indonesia
Diagram
Pertumbuhan PDB (%)
Perkembangan Produk Domestik Bruto
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Tahun
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Perkembangan Indeks Harga Konsumen
Indonesia
Permasalahan umum yang dihadapi
oleh hampir semua negara di dunia adalah
masalah inflasi. Hal ini karena jumlah uang
beredar yang tinggi dapat menyebabkan inflasi.
Inflasi yang tinggi dapat menimbulkan berbagai
akibat buruk pada perekonomian seperti
pertumbuhan ekonomi yang lambat serta
tingkat pengangguran yang terus meningkat.
Inflasi yang serius adalah tingkat inflasi yang
kelajuannya tidak dapat dikendalikan, sehingga
akan mengurangi tabungan, mengurangi gairah
perusahaan untuk melakukan investasi yang
produktif,
dan
dapat
mengakibatkan
Laju indeks harga konsumen tahun
2000 yang berada pada kisaran yang rendah.
Trend laju IHK tahun 2000 menunjukkan pola
yang meningkat bila dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas
dari kepercayaan publik yang belum pulih
terhadap proses pemulihan ekonomi. Pada
tahun 2000 IHK berada pada level 97,45%
pada kuartal I dan sebesar 103,49% pada
kuartal IV.
Periode
2003-2004
pemerintah
berhasil menekan laju kenaikan harga sehingga
IHK berada pada kisaran 131,5%. Rendahnya
laju IHK ini dipacu oleh membaiknya kondisi
perekonomian. Namun seiring dengan kenaikan
harga BBM yang diterapkan oleh pemerintah
sebagai akibat naiknya harga minyak dunia
menyebabkan laju IHK meroket pada tahun
2005 sebesar 170,03%. Laju kenaikan IHK
akibat kenaikan bahan bakar minyak dunia trus
terjadi hingga tahun 2007 sebesar 192,45%.
Tahun 2008 laju IHK dapat ditekan meskipun
telah
terjadi
krisis
global
dunia
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
”SubrimeMortgage” menjadi 135,19%. Tahun
2009 dengan berbagai strategi yang diterapkan
pemerintah, laju IHK kemudian kembali turun
sampai mencapai level 137,2% pada kuartal III.
Perkembangan Tingkat
Deposito Satu Bulan
No.1/edisi
Maret
Grafik Perkembangan
Deposito Satu Bulan
2012
Tingkat
Pada tahun 2000 tingkat bunga 5,25%,
pada triwulan II tahun 2000, dimana kondisi
nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah
stabil. Tingkat bunga tahun 2001 menjadi
6,00% dimana tingkat inflasi masih cukup
tinggi. Pada tahun 2004 kondisi pertumbuhan
ekonomi rendah, maka tingkat bunga
diturunkan menjadi 1,5% untuk tetap menjaga
kegiatan perekonomian (investasi) dapat
berjalan stabil. Pada tahun 2005 terjadi
kenaikan
harga
minyak
dunia
yang
mempengaruhi tingkat inflasi dalam negeri,
sehingga tingkat bunga naik menjadi 2,373,68%. Pada tahun 2006 tingkat bunga deposito
satu bulanan mengalami kenaikan dari tahun
2005 menjadi 3,8-4,1%, kondisi makroekonomi
belum stabil tahun 2006 ditandai dengan
tingginya inflasi dan masih rentannya pasar
finansial, sehingga Bank Indonesia menerapkan
kebijakan moneter ketat. Pada tahun 2007
permasalahan subprime mortgage semakin
menguat dan meluas sehingga mewarnai
perkembangan BI Rate, sejalan dengan itu agar
investasi tetap berjalan baik, tingkat bunga
deposito sebesar 4,18-4,26%. Pada tahun 20082009 Bank Indonesia mempertahankan BI Rate
yang berpengaruh pada tingkat bunga deposito
bulanan sebesar 7,26-11,16% untuk menjaga
perkembangan ekonomi dan keuangan serta
arah perkembangan inflasi dalm menghadapi
gejolak keuangan global yang berlanjut dan
perlambatan ekonomi dunia.
Bunga
Q1 2000
Q2 2000
Bunga
Perkembangan suku bunga deposito
dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009
mengalami fluktuatif. Krisis moneter tahun
tahun 1997-1998 menyebabkan kenaikan
drastis pada tingkat bunga SBI yang akhirnya
berpengaruh pada tingkat bunga deposito satu
bulan. Kondisi perekonomian yang tidak stabil,
pada masa krisis masa itu tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang negatif, nilai tukar
yang berfluktuasi tak menentu, jumlah uang
beredar yang terus meningkat, dan inflasi yang
terus melambung tinggi.
| 369
Q3 2000
Q4 2000
Q1 2001
Q2 2001
Q3 2001
Sumber: Bank Indonesia. 2000-2009
Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel produk domestik
bruto (PDB), indeks harga konsumen (IHK),
dan tingkat bunga deposito 1 bulan (DEP 1
BLN) berpengaruh pada permintaan uang M1
di Indonesia, dan apakah variabel produk
domestik bruto (PDB), indeks harga konsumen
(IHK), dan tingkat bunga deposito 1 bulan
(DEP 1 BLN) berpengaruh pada permintaan
uang M2 di Indonesia. Tahap tersebut meliputi:
Langkah pertama yang dilakukan
adalah uji akar-akar unit (unit roots test) yang
merupakan bagian dari uji stasionaritas. Uji
stasionaritas yang digunakan adalah uji
Augmented Dickey Fuller (ADF). Hasil uji akar
unit menunjukkan bahwa sebagian data tidak
stasioner pada tingkat
level.
Sehingga
dilakukan dengan uji derajat integrasi
berdasarkan ADF pada bentuk first different,
serta apabila pada tingkat first different data
belum stasioner maka dilakukan uji ADF pada
tingkat second different
Langkah kedua yang harus dilakukan
adalah uji asumsi klasik untuk melihat ada
tidaknya korelasi serial antara error, dan ada
tidaknya hubungan antara variabel bebas dan
error term.
Langkah ketiga adalah dilakukan uji
estimasi untuk mengetahui variabel independen
berpengaruh pada variabel dependen, lalu
dilihat nilai t, r, dan f.
Hasil Uji Stasioneritas Data
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
Pengujian stasioneritasLangkah kedua
yang dilakukan adalah uji akar-akar unit (unit
roots test) yang merupakan bagian dari uji
stasionaritas. Uji stasionaritas yang digunakan
adalah uji Augmented Dickey Fuller (ADF).
Hasil uji akar unit menunjukkan bahwa
sebagian data tidak stasioner pada tingkat level.
Sehingga dilakukan dengan uji derajat integrasi
berdasarkan ADF pada bentuk first different,
serta apabila pada tingkat first different data
belum stasioner maka dilakukan uji ADF pada
tingkat second different data ini dilakukan
dengan uji akar Unit Root Test dengan
menggunakan metode Augmented Dickey
Fuller (ADF). Setelah diperoleh hasil uji ADF
statistik, kemudian dibandingkan dengan
MacKinnon critical value. Jika ADF t-statistik
No.1/edisi
Maret
2012
| 370
lebih kecil daripada MacKinnon critical value
maka Ho ditolak dan sebaliknya H1 diterima.
Hal itu berarti bahwa data dinyatakan stasioner.
Pengujian ini akan dimulai pada bentuk level.
Bila masih belum stasioner, maka pengujian
akan dilanjutkan dalam bentuk first different.
Uji ini menggunakan data time series,
karena jika variabel yang diteliti bersifat non
stasionery digunakan dalam pengujian maka
akan menimbulkan permasalahan yang disebut
regresi lancung atau spurious regression.
Variabel yang digunakan pada penelitian ini
ada 6 variabel, yang meliputi M1, M2, PDB
nominal, Suku bunga deposito 1 bulan, dan
indeks harga konsumen. Hasil pengujian secara
lengkap disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel Hasil Uji ADF Pada Tingkat Level- Intercept
Variabel
M1
M2
PDB
Tingkat suku
bunga dep 1 bln
IHK
ADF tstatistik
Probabilitas
MacKinnon Critical Value
1%
5%
10%
0.699813
0.9906
-3.61045
-2.9389
-2.6079
5.818459
1.0000
-3.62678
-2.9458
-2.6115
1.699884
0.9994
-3.63290
-2.9484
-2.61287
-1.2555
0.63996
-3.61556
-2.9411
-2.60906
-0.4436
0.8889
-3.67017
-2.9639
-2.62100
Sumber: Eviews 4.1
Berdasarkan tabel di atas terlihat
bahwa semua variabel yang diuji tidak
stationer pada tingkat level-intercept. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai ADF statistik yang
lebih besar dari MacKinnon Critical valuenya
baik pada derajat kesalahan 1%, 5% ataupun
10%. Variabel M1, M2, PDB, IHK, dan
tingkat suku bunga deposito 1 bulan tidak
stasioner di tingkat level-intercept baik di
tingkat kesalahan 1%, 5% maupun 10%. Hal
ini disebabkan, nilai ADF t-statistikM1, M2,
PDB, IHK dan tingkat suku bunga deposito 1
bulan yang lebih besar dari nilai MacKinnon
Critical Value baik pada derajat kesalahan
1%, 5%, maupun 10%
.
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 371
Tabel Hasil Uji ADF Pada Tingkat 1st-difference-intercept
Variabel
ADF t-statistik
Probabilitas
Jurnal Ekbis Volume 1 No. 1 Tahun 2012
M1
M2
PDB
Tingkat suku bunga
dep 1 bln
IHK
MacKinnon Critical Value
375
1%
5%
10%
-8.272556
0.0000
-3.61558
-2.9411
-2.60906
-0.294955
0.9155
-3.63940
-2.9511
-2.6143
-1.788956
0.3796
-3.63290
-2.9484
-2.61287
-3.980985
0.0038
-3.61558
-2.9411
-2.60906
-8.964494
0.0000
-3.67017
-2.9389
-2.60793
Sumber: Eviews 4.
Pada uji ADF t-statistik tingkat 1 st difference-
Critical Value Nilai M2, PDB belum stasioner
baik di tingkat level maupun 1 st difference,
oleh karena itu dilakukan uji ADF di tingkat
2nd difference- Intercept, dan hasilnya
menunjukkan M2, PDB telah stasioner
dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari
MacKinnon Critical Value.
Intercept, variabel M2 dan PDB belum
stasioner yakni dengan nilai probabilitas
0,9155; 0,3796, nilai yang melebihi nilai
kritisnya. M1, tingkat suku bunga deposito 1
bulanan, dan IHK telah stasioner di tingkat 1
st difference- Intercept, yakni nilai ADF tstatistik yang lebih kecil dari nilai MacKinnon
Tabel Hasil Uji ADF Pada Tingkat 2nd difference- Intercept
Variabel
M2
MacKinnon Critical Value
ADF t-statistik
Probabilitas
-6.583132
-30.14133
1%
5%
10%
0.0000
-3.63940
-2.9511
-2.61430
0.0001
-3.63290
-2.9484
-2.61287
PDB
Sumber: Eviews 4.
Hasil Uji Estimasi Regresi
Untuk mengetahui variabel berupa
PDB, indeks harga konsumen, dan tingkat
bunga deposito 1 bulan berpengaruh terhadap
permintaan uang M1 dan permintaan uang M2
di Indonesia, maka dalam penelitian ini
digunakan analisa kuantitatif dan alat uji
statistik yang dipilih yaitu regresi linear
berganda dengan metode Ordinary Least
Square (OLS).
Berdasarkan hasil analisa regresi linear
berganda dengan metode Ordinary Least
Square (OLS), yang diolah dengan
menggunakan program Eviews 4.1, dapat
=
dikemukakan hasil perhitungan seperti tertera
pada tabel berikut:
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 373
Tabel
Hasil Estimasi Model Regresi OLS Model I
Dependent Variable: M1
Method: Least Squares Date:
01/05/11 Time: 20:20
Sample: 2000:1 2009:4
Included observations: 40
Variable
Coefficient
Std. Error
DEP_1_BLN01
GDP
IHK
C
5481.902
1.908909
62.56797
-472035.7
2232.080
0.121267
220.9501
22106.00
R-squared
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
Durbin-Watson stat
0.975425
0.973378
0.000000
2.018061
t-Statistic
2.455961
15.74140
0.283177
-21.35328
Prob.
0.0190
0.0000
0.7787
0.0000
Sumber: Eviews 4.1
Tabel
Hasil Estimasi Model Regresi OLS Model II
Dependent Variable: M2
Method: Least Squares Date:
01/05/11 Time: 20:22
Sample: 2000:1 2009:4
Included observations: 40
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DEP_1_BLN01
GDP
IHK
C
29800.70
6.529514
-73.96510
-1397510.
8002.529
0.434770
792.1580
79255.19
3.723910
15.01833
-0.093372
-17.63303
0.0007
0.0000
0.9261
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
Durbin-Watson stat
Sumber: Eviews 4.1
0.974915
0.972825
0.000000
1.792440
Dengan berdasarkan hasil perhitungan regresi
pada tabel 4.1 didapat suatu persamaan
regresi sebagai berikut:
Log(M1) = 5481.902*SB DEPOSITO 1 BLN
+ 1.908909*log(GDP)
+
62.56797*IHK - 472035.7
Log(M2) = 29800.7*SB DEPOSITO 1 BLN+
6.529514*log(GDP)
73.96510*IHK - 1397510
Bentuk
persamaan
ini
menggambarkan
secara
keseluruhan
hubungan variabel-variabel bebas yaitu: PDB,
indeks harga konsumen, dan tingkat bunga
deposito 1 bulan dengan variabel terikat yaitu
M1 dan M2. Untuk melihat seberapa jauh
pengaruh parameter yang dihasilkan maka
dilakukan pengujian statistik Pengujian
statistik dilakukan secara keseluruhan (uji R2)
, (uji F) dan secara parsial (uji t)
.Uji R2
Nilai R-squared (R2) pada model 1
sebesar 0.975425 mempunyai arti bahwa
variabel PDB, indeks harga konsumen, dan
tingkat bunga deposito 1 bulan secara
bersama-sama mempunyai pengaruh dan
memberikan kontribusi pada M1 sebesar
97,54 persen sedangkan sisanya sebesar 2,46
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
persen dijelaskan oleh variabel bebas lain
yang tidak dimasukkan ke dalam model
persamaan. Sedangkan Nilai R-squared (R2)
pada model 2 sebesar 0.974915 mempunyai
arti bahwa variabel PDB, indeks harga
konsumen, dan tingkat bunga deposito 1
bulan secara bersama-sama mempunyai
pengaruh dan memberikan kontribusi pada
M2 sebesar 97,49 persen sedangkan sisanya
sebesar 2,51 persen dijelaskan oleh variabel
bebas lain yang tidak dimasukkan ke dalam
model persamaan.
Uji t
Pada model 1 untuk variabel log(GDP),
dengan nilai t hitung 15,74140> t tabel
2,021artinya terdapat hubungan antara GDP
dengan permintaan uang M1. Pada variabel
indeks harga konsumen, dengan nilai t hitung
0,283177< t tabel 2,021 artinya tidak terdapat
hubungan antara variabel indeks harga
konsumen dengan permintaan uang M1. Pada
variabel DEP 1 bulan, dengan nilai t hitung
2,455961> 2.021, artinya terdapat hubungan
antara variabel DEP 1 bulan dengan
permintaan uang M1. Disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara variabel GDP dan
DEP 1 bulan dengan permintaan uang M1.
Pada model 2 untuk variabel log(GDP),
dengan nilai t hitung 15,01833> t tabel 2,021
artinya terdapat hubungan antara variabel
GDP dengan permintaan uang M2. Untuk
variabel indeks harga konsumen dengan nilai t
hitung -0.093372< t tabel 2,021 artinya tidak
SB
DEP1BLN GDP_
DEP1BLN 1.000000
2012
| 374
Uji F
Berdasarkan hasil regresi di atas, pada
model 1 diketahui bahwa nilai prob (Fstatistik) sebesar 0.000000. Pada model 2
diketahui bahwa nilai prob(F-statistik sebesar
0.000000. Dengan melihat hasil prob (Fstatistik) < level signifikan 5 persen, maka
hipotesa HO ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa secara simultan atau
bersama-sama variabel-variabel independen
yang ditentukan dalam model signifikan
mempengaruhi variabel dependen dengan
berbagai tingkat keyakinan.
Uji Multikolinearitas
Tabel Correlation matrix digunakan
untuk mengetahui adanya suatu pelanggaran
terhadap uji asumsi klasik multikolinearitas.
Dari tampilan di atas terlihat bahwa antara
variabel GDP, indeks harga konsumen, dan
tingkat bunga deposito 1 bulan mempunyai
nilai Correlation matrixdi bawah 0,8, yang
berarti tidak terjadi multikolinearitas.
IHK
0.564936
0.180273
GDP_
0.564936
1.000000
0.576927
IHK
-0.180273
0.576927
1.000000
Sumber: Eviews 4.1
Maret
terdapat hubungan antara variabel indeks
harga konsumen dengan permintaan uang M2.
Untuk variabel DEP 1 bulan dengan nilai t
hitung 3,723910> t tabel 2,021 artinya
terdapat hubungan antara variabel DEP 1
bulan dengan permintaan uang M2. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
variabel GDP dan DEP 1 bulan terhadap
permintaan uang M2.
Tabel Correlation Matrix
SB
No.1/edisi
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 375
Uji Heteroskedastisitas
Tabel White Heteroskedasticity Test Model 1
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.443662
Probability
0.214307
Obs*R-squared
12.08845
Probability
0.208369
Sumber:Eviews 4.1
Dari uji White Heteroskedasticity Test
(cross term), dari Obs*R-squared model 1
dapat dilihat kondisi yang tidak signifikan
Tabel
Tabel White Heteroskedasticity Test Model
2
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.784393 Probability 0.113105
Obs*R-squared
13.94676 Probability 0.124232
sebesar 0.208369, ini mengindikasikan dalam
model
ini
tidak
terdapat
masalah
heteroskedastisitas. Dalam grafik 4.6 bahwa
residual bergerak di sekitar mean (rata-rata)
berarti tidak terdapat hetero
Dari uji White Heteroskedasicity Test (cross
term), dari Obs*R-squared model 2 dapat
dilihat kondisi yang tidak signifikan sebesar
0,124232, ini mengindikasikan dalam model ini
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
Dalam grafik 4.7 bahwa residual bergerak di
sekitar mean (rata-rata) berarti tidak terdapat
hetero.
Grafik Residual Model 2
2400000
Grafik Residual Model
2000000
600000
300000
400000
200000
300000
100000
200000
0
100000
-100000
80000
40000
1600000
500000
1200000
800000
400000
-200000
0
00
01
02
03
Residual
-40000
00
01
02
03
Residual
04
05
06
Actual
07
08
04
05
06
Actual
07
08
09
Fitted
09
Fitted
1
Uji Autokorelasi
Tabel Uji Autokorelasi Model 1
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
2.665866 Probability
0.084045
Obs*R-squared 5.422321 Probability
0.066460
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
No.1/edisi
Maret
2012
| 376
Sumber:Hasil Eviews
Dari
uji
Breussch-Godfrey
Langrange Multiplier menunjukkan kondisi
tidak signifikan yaitu dapat dilihat dari nilai
Obs*R-squared model 1 sebesar 0,066460 ini
mengindikasikan dalam model ini tidak
terdapat masalah autokorelasi.
Dari
uji
Breussch-Godfrey
Langrange Multiplier menunjukkan kondisi
tidak signifikan yaitu dapat dilihat dari nilai
Obs*R-squared model 2 sebesar 0,340351 ini
mengindikasikan dalam model ini tidak
terdapat masalah autokorelasi. Terdapat
masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai
Obs*R-squared lebih kecil dari 5 persen
Berdasarkan tiga
uji asumsi klasik
diindikasikan bahwa tidak terdapat penyakit
pada variabel yang diuji yaitu M1,M2, PDB,
IHK, dan DEP 1 bulan baik melalui uji
multikolinearitas, heteroskedastisitas, maupun
autokorelasi.
Pembuktian Hipotesis
Berdasarkan
hasil
analisis
perhitungan regresi yang telah dijelaskan
Pengaruh Indeks Harga Konsumen
terhadap Permintaan Uang M1
Indeks harga konsumen (IHK)
memiliki nilai tidak signifikan, artinya indeks
harga konsumen tidak mempunyai pengaruh
pada permintaan uang M1. Hal ini tidak
sesuai dengan teori Kuantitas Uang (Quantity
Theory of Money), dalam teory Kuantitas
Uang, bahwa uang yang dipegang masyarakat
itu tergantung dengan inflasi (indeks harga
konsumen) yang terjadi. Dengan kata lain
indeks harga konsumen (IHK) berpengaruh
positif terhadap permintaan uang M1.
Menurut Fisher “MVt = PT, jika percepatan
perputaran uang (V) dan jumlah transaksi (T)
konstan, maka kenaikan harga indeks harga
konsumen P akan menyebabkan kenaikan M
(jumlah permintaan uang)”. Nilai uang
ditentukan oleh supply dan demand terhadap
uang. Jumlah uang beredar ditentukan oleh
bank Sentral, sementara jumlah uang yang
sebelumnya, maka pembuktian
dapat disimpulkan sebagai berikut:
hipotesis
1. Pada model 1 variabel yang signifikan
mempengaruhi permintaan uang M1 adalah
produk domestik bruto dan tingkat bunga
deposito 1 bulan, sedangkan variabel yang
tidak signifikan mempengaruhi M1 adalah
indeks harga konsumen.
2. Pada model 2 variabel yang signifikan
mempengaruhi permintaan uang M2 adalah
produk domestik bruto dan tingkat suku
bunga deposito 1 bulan, sedangkan
variabel
yang
tidak
signifikan
mempengaruhi M2 adalah indeks harga
konsumen. Pembahasan
. Pembahasan pada Model IPenelitian ini
dilakukan dengan menggunakan data series
yang dimulai dari triwulan I tahun 2000
sampai dengan triwulan IV tahun 2009.
Dengan menggunakan model analisis yang
telah dibahas pada bagian sebelumnya, hasil
estimasi Ordinary Least Square (OLS) pada
model I dan II yaitu permintaan uang M1 dan
M2 tahun 2000 hingga tahun 2009.
diminta (money demand) ditentukan beberapa
faktor, antara lain tingkat harga rata-rata
dalam perekonomian. Jumlah uang yang
diminta masyarakat untuk melakukan
transaksi bergantung pada tingkat harga
barang dan jasa yang tersedia. Semakin tinggi
tingkat harga, semakin besar jumlah uang
yang diminta.
Tidak signifikannya IHK terhadap
permintaan M1 berarti mencerminkan tidak
ada pengaruh antara indeks harga konsumen
dengan permintaan uang M1. Pada tahun
2000-2009 tingkat inflasi yang ditandai
dengan indeks harga konsumen menunjukkan
nilai di bawah 200%, sehingga tidak direspon
oleh masyarakat dan tetap menggunakan
uangnya sebagai alat untuk bertransaksi.
Membaiknya indeks
harga konsumen
dikarenakan membaiknya kinerja pemerintah
dalam perekonomian, di tengah krisis global.
Permintaan uang M1 yang meliputi uang
kertas, uang logam, dan rekening koran
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
(demand deposit). Orang menggunakan uang
M1 lebih cenderung untuk transaksi, berjagajaga, sehingga orang tetap menggunakan
uangnya untuk transaksi dan berjaga-jaga
Pengaruh Indeks Harga Konsumen
terhadap Permintaan Uang M2
Indeks harga konsumen (IHK)
memiliki nilai tidak signifikan, artinya
indeks harga konsumen tidak mempunyai
pengaruh pada permintaan uang M2. M2 ini
meliputi M1+rekening tabungan+deposito
berjangka. Dalam teori permintaan uang
untuk tujuan spekulasi, indeks harga
konsumen berpengaruh negatif terhadap
permintaan uang M2. Menurut Friedman,
“peranan harga dalam permintaan uang
merupakan salah satu cara untuk menyimpan
kekayaan, semakin tinggi indeks harga
konsumen, makin tinggi orang menyimpan
uang padainstitusi keuangan karena
bunganya yang tinggi”. Ketika terjadi inflasi
tinggi yang ditandai dengan tingginya nilai
indeks harga konsumen terjadi kenaikan
harga pada barang-barang komoditi dan jasa,
orang membutuhkan uang sebagai transaksi
semakin tinggi, sehingga uang yang
dipegang masyarakat
semakin
besar,
sehingga berpengaruh deposito pada
Pengaruh Tingkat Bunga Deposito 1
bulan terhadap Permintaan Uang M2
Pada model 2 bahwa tingkat bunga deposito
positif dan signifikan. Ini berarti ketika
tingkat bunga deposito 1 bulanan mengalami
kenaikan, simpanan deposito pada bank
mengalami kenaikan, akhirnya nilai M2 naik.
Masyarakat mempercayai kondisi lembaga
perbankan yang memberikan tingkat bunga
tinggi dengan menabungkan uangnya di bank.
M2 ini meliputi M1+tabungan+deposito
berjangka. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada yakni teory Friedman “Komponen
transaksi dari permintaan uang akan
berhubungan positif dengan tingkat suku
bunga untuk tujuan spekulasi, makin tinggi
tingkat
bunga,
makin
besar
orang
menginginkan uangnya untuk disimpan pada
bank”. Permintaan uang M2 ini dipengaruhi
oleh tingkat bunga, jika tingkat bunga tinggi
maka semakin tinggi permintaan uang M2
karena lebih baik disimpan di bank. Jika
tingkat bunga rendah, maka orang akan
kurang berminat untuk menyimpan uang di
bank karena hasil yang diperoleh sedikit,
No.1/edisi
Maret
2012
| 377
tanpa memperhatikan kondisi indeks harga
konsumen.
permintaan M2 yang menurun dan berakibat
pada M2 yang menurun. Tidak signifikannya
IHK terhadap permintaan M2 berarti
mencerminkan tidak ada pengaruh antara
indeks harga konsumen terhadap permintaan
uang M2. Pada periode tahun 2006-2009
Bank Indonesia mampu mengendalikan nilai
inflasi yang ditunjukkan melalui indeks
harga konsumen dengan indeks di bawah
200%. Kenaikan harga komoditi dunia
terutama minyak dan pangan berdampak
pada kenaikan harga barang yang ditentukan
pemerintah, seiring dengan
kebijakan
pemerintah menaikkan harga
BBM
bersubsidi. Pada bulan September, tingkat
inflasi mulai turun karena turunnya harga
komoditi internasional, pangan, dan energi
dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya
tingkat inflasi ditandai dengan indeks harga
konsumen adalah melalui kebijakan yang
ditempuh
pemerintah.
Pemerintah
menurunkan harga BBM jenis solar dan
premium pada desember 2008 dan produksi
pangan dalam negeri yang relatif bagus.
sehingga orang akan menyimpan uang secara
kontan. Pada tahun 2005-2007 terjadi
kenaikan harga bahan bakar minyak di dunia,
sehingga berimbas pada perekonomian
Indonesia yakni permintaan uang, karena
diikuti peningkatan harga kebutuhan pokok,
dan harga minyak dunia yang tinggi
menyebabkan meningkatnya permintaan uang
di masyarakat sebagai transaksi. Untuk
meredam jumlah uang beredar yang tinggi di
masyarakat, maka otoritas
moneter
menaikkan tingkat suku bunga, hal ini juga
untuk mengurangi tingkat inflasi yang tinggi
akibat kenaikan harga bahan bakar minyak
ini. Secara ekonomi perubahan tingkat bunga
deposito menjadi faktor yang mengakibatkan
perubahan jumlah uang yang diminta..
Sepanjang tahun 2008 perkembangan
berbagai indikator moneter juga tidak terlepas
dari pengaruh faktor global dan dinamika
perekonomian domestik. Keketatan likuiditas
di pasar keuangan dunia yang dipicu oleh
permasalahan “Subprime mortgage”, meluas
menjadi krisis kepercayaan. Tahun 2008 pada
paruh kedua, pada saat terjadinya krisis
Jurnal EKBIS /Vol. VI/
global, terjadi penguatan tekanan global
yang berdampak pada pasar uang. Pada saat
itu diberlakukan tingkat bunga tinggi oleh
pemerintah,
melalui
kebijakan
moneter tersebut, mempengaruhi preferensi
masyarakat untuk menabungkan uangnya
pada perbankan.
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad,
Lincolin,1998.
Ekonomi
Pembangunan.
Edisi
kedua,
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Arief, Sritua. 2000. Metodologi Penelitian
Ekonomi. Jakarta: Penerbit UI (UIPress).
Arif yusuf, Muhammad. 2008. “Analisis
Pengaruh
Investasi,
Inflasi,
Pengeluaran Pemerintah, Penawaran
Uang
Dan
Ekspor
Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tahun 1981-2006” skripsi yang
diterbitkan
(http://ums.com/skrispsi/article/viewP
D FInterstitial/,diakses 19 Januari
2010)
Sodik, Jamzani,dkk. 2005. “Investasi Dan
Pertumbuhan
Ekonomi
Regional
(Studi Kasus Pada 26 Propinsi Di
Indonesia, Pra Dan Pasca Otonomi)
“Jurnal
Ekonomi
pembangunan.(Online),vol.10,No.2(htt
p://upn.ac.id/ejournal/
article/viewPDFInterstitial/, diakses 20
Januari 2010)
Ashari,dkk.2005. Analisis Statistik dengan
MS. Excel dan SPSS. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta.
Boediono,2001.
Ekonomi
Makro.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode
Statistik. Jilid 2. Jakarta: LP3ES.
Gujarati, Domoar, 1995. Ekonometrika
Dasar. Jakarta: Erlangga.
Irwan dan Suparmoko,1992. Ekonomika
Pembangunan.
Edisi
lima,
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Kuntjoro Jakti, Dorojatun,2003. Mau kemana
Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Jakarta: Prenada Media.
Lipsey, Richard G dkk, 1991. Pengatar
Makro Ekonomi. Edisi kedelapan,
Jakarta: Erlangga.
Noerdhus dan samuelson, 2000. Ilmu Makro
Ekonomi. Jakarta: Media Global
Edukasi.
No.1/edisi
Maret
2012
| 378
Pujiati, Amin.2007. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Di Karesidenan Semarang
Era Desentralisasi Fiskal " Jurnal
Pembangunan.
(Online),hal:
6170,(http://uns.ac.id/ejournal/index.php/
aku/article/viewPDFInterstiti
al/15656/15648/, diakses 20Januari
2010)
Rosyidi, Suherman.2000. Pengantar Ilmu
Ekonomi. Jakarta:Erlangga.
Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar ekonometrika.
Yogyakarta: Andi.
Sukirno, Sadono.1981. Pengantar Teori
Makroeskonomi.
Jakarta:
Bima
Grafika
Sukirno, Sadono.2004. Makroekonomi Teori
Pengantar. Jakarta: Bima Grafika.
Suparmoko.1996. Pengantar Ekonometrika
Makro. Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
Syamsiyah, Siti. 2007. “Analisis Kualitas
Tenaga Kerja Dan Investasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Karanganyar”.skripsi
yang
d iterbitkan
(http://ums.com/skrispsi/article/v
iewPDFInterstitial/,diakses 19 Januari
2010)
Santoso, A. 2000. Buku Latihan SPSS
Parametrik. Jakarta: PT Elex Media
Computindo.
Sukirno,Sadono.1985. Ekonomi
Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar
Kebijaksanaan.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI dengan Bima
Grafika.
Tarmidi,T Lepi.1992. Ekonomi
Pembangunan. Jakarta: Fakultas Ekonomi
UI.
www.BI.com
www.ADB.com
Download