BAB I Postur PKS Sebagai Partai Kader: Situasi

advertisement
BAB I
Postur PKS Sebagai Partai Kader:
Situasi Dilematis Ataukah Langkah
Inkosisten?
A. Latar belakang
Kajian ini dipicu oleh temuan dari disertasi Burhanudin Muhtadi
(2012). Dia menunjukkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera terjebak dalam
situasi
dilematis
ketika
mencoba
untuk
bersungguh-sungguh
memberlakukan ideologi yang diyakininya. Dilema ini adalah sebagai
berikut. Di satu sisi, partai tersebut hendak mempertahankan dan
memperjuangkan ideologi Islam yang mereka cita-citakan. Untuk itu PKS
mendefinisikan dirinya sebagai partai kader. Di sisi lain, PKS hendak
meraih suara sebanyak-banyaknya, sebagaimana partai-partai lain. Untuk
itu PKS hadir sebagai partai massa. PKS menjadikan dirinya sebuah partai
yang terbuka bebas bagi semua kalangan, untuk dapat meraih suara
sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, PKS bisa menguasai kursi di
parlemen. Dalam konteks ini, ideologi Islam direduksi cukup menjadi
sekedar identitas yang dibawa-bawa oleh pendukungnya. Yang penting,
partai tersebut meraih simpati masyarakat dengan identitas partai Islam
yang ia sajikan.
Telaah yang dilakukan dalam studi ini dedikasikan untuk
mendalami, kalau bukan meninjau ulang, thesis statement yang
dipertahankan sebagai penanda kedoktoran Burhanudin Muhtadi tersebut
di atas. Studi ini bermaksud untuk mendalami situasi dilematis yang
dihadapi. Jangan-jangan, yang terjadi bukan jebakan yang dilematis,
melainkan inkonsistensi. Jebakan itu, jangan-jangan bisa dihindari.
Burhanudin Muhtadi (2012) melihat dilema yang dialami PKS
bedasarkan perubahan drastis ideology yang dianut PKS. Merunut awal
kemunculan PKS, embrio Partai tersebut muncul ketika runtuhnya Rezim
orde baru. Dan membuat kebangkitan ideologi Islam di Indonesia. Pada
zaman orde baru, tak banyak ideology yang berkembang. Semua harus
tunduk pada rezim otoriter orde baru. Begitu pun ideology Islam. Semua
pemikiran politik Islam disatukan dalam satu wadah partai bernama
Partai Persatuan Pembangunan. Tak ada aliran dalam Islam yang bisa
berkembang termasuk pemikiran kelompok Tarbiyah (Machmudi,2008).
Tarbiyah merupakan Sebuah pemikiran Islam yang berlandaskan pada
pemikiran Ikhwanul muslimin di Mesir. Tahun 1998 menjadi sebuah
momen kelompok tarbiyah ini merancang ulang sebuah gerakan politik.
Mereka berpikir untuk mempercepat gerakan Tarbiyah, menyebarkan
nilai-nilai
Islam
berdasarkan
prinsip
Ikhwanul
Muslimin,
dan
mewujudkan goal gerakan ini menjadikan Islam sebagai sebuah solusi
(Munandar, 2011). Islam menjadi ustahziyal alam (pemimpin peradaban).
Sayangnya kehadiran tarbiyah diindonesia hadir dimasa represif terhadap
ideologi. Secara sembunyi-sembunyi aktivitas Tarbiyah berkembang. Pola
nya adalah dari kampus ke kampus. Ia mengincar para aktivis yang ada di
lembaga dakwah kampus Indonesia (Aidulsyah, 2015). Sampai akhirnya
rezim itu tumbang dan gerakan sosial di kampus itu berubah menjadi
gerakan politik praktis. Yaitu partai politik.
Langkah taktis dibuat guna merubah gerakan sosial ini menjadi
sebuah gerakan politik. Pada akhirnya anggota partai sepakat untuk
membentuk partai politik. Nama partai keadilan dipilih. Grand design
dirancang oleh orang orang yang dulu nya sebagai aktivis Tarbiyah.
Mereka berpikir bagaimana cara untuk menelurkan gagasan Islam ala
Ikhwanul Muslilmin ditengah masyarakat yang indonesia yang heterogen.
ustadz Abu Ridho (1998),
menyebutkah bahwa PK (Partai Keadilan)
adalah partai kader. Dimana Member Partai Keadilan menjadi salah
peenggerak roda partai. Semangat menelurkan ideologi Islam menjadi
landasan utama partai ini berdiri. Capaian partai dari segi elektoral
memang tidak signifikan. Namum gaungnya membuat partai ini menjadi
sebuah poros tengah di politik indonesia. kurang dari sepuluh persen
pemilih PKS semenjak mengikuti kontestasi pemilihan umum. (LSI,2012).
Anis Matta (2012) mengatakan untuk menjadikan PKS menjadi
sebuah partai besar bahkan menjadi partai penguasa, PKS haruslah
membuka lebih lebar basis konstituensinya Kongres yang dilakukan PKS
pada tahun 2008 menjadi titik
awal. PKS memulai sebuah langkah
dilematis. Kenaikan suara yang dialami PKS tidak terlalu signifikan.
Hanya 1 persen dari pemilu sebelumnya. Namun PKS mendapat label
buruk dari berbagai macam pengamat politik maupun masyarakat umum.
Alasannya kebijakan yang diambil PKS menjadi sebuah partai terbuka
adalah keputusan yang tidak tepat. Beberapa kader internal mulai
membalik badan dari partai tersebut. dilema yang dialami PKS menjadi
semakin besar, karena disatu sisi identitas Islam tidak dilepas. Namun
pengurus partai tetap bersikukuh bahwa kekuasan politik adalah target
utama kemenangan politik. Suara yang sebanyak banyak nya menjadi
sebuah langkah taktis yang harus di dapat. Identitas Islam dan haus untuk
kekuasaan. Ini adalah hal yang kontradiktif bagi partai ini.
Di satu sisi penulis melihat jauh kebelakang ketika partai keadilan
sejahtera di dirikan. Pada tahun 1999 terjadi sebuah polemik yang terjadi
anatara dua kubu. Ada yang disebut „kader tarbawi’ dan dan ada pula
„kader siyasi‟ dalam Jamaah Tarbiyah. Dua pilihan sulit ketika era
reformasi, apakah gerakan Tarbiyah ini akan menjelma menjadi sebuah
institusi demokrasi, atau berjalan seperti yang saat ini dijalankan
(Munandar, 2011). Lebih jelasnya, apakah Jamaah Tarbiyah tetap menjadi
sebuah gerakan sosial atau ia menjadi sebuah partai politik. Visi besar
jamaah ini adalah menjadi ustaziyal alam/memberi tolak ukur dari dunia,
untuk menjadi bagian dari dunia. Mereka harus masuk ke dalam ranah
suatu Negara. Dan institusi formal, bagi sebuah organisasi politik ialah
partai politik. Penolakan terjadi dikarenakan sebuah larangan untuk
mencampur adukan sesuatu yang baik dan yang buruk. Cita cita
mengaungkan nilai Islam kepada dunia adalah niat yang baik sedangkan
system demokrasi adalah suatu yang bertentangan dengan nilai Islam
(Gustomy,2000). Musyawarah menjadi metode para kader untuk
memutuskan dua pilihan sulit ini. Pada tahun 1998 dideklarasikanlah
sebuah partai politik dengan nama partai keadilan, yang dikemudian hari
berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Forum syuro
memutuskan untuk menjadikan gerakan Tarbiyah menjadi sebuah partai
poltik. Struktur organisasi di bentuk. System organisasi kepartaian
dibentuk. Termasuk di dalamnya system kaderisasi partai, yang di
kemudian hari menjadi andalan partai ini dalam mendulang suara.
Mendapatkan suara dukungan dengan segala cara apapun adalah
sebuah pragmatisme politik. ketika sebuah partai sudah memiliki nilai
dan identitas, pragmatisme adalah sebuah kesalahan besar (Burhanudin
Muhtadi, 2012). Namun dalam kegiatan berpartai, mendapatkan suara
terbanyak adalah sebuah tujuan didirikannya sebuah partai politik. Maka
pilihan untuk melakukan pragmatisme politik adalah sebuah keniscayaan.
Sebuah pilihan wajar yang akan dilakukan setiap partai politik yang
mengikuti elektoral. Tak peduli apapun identitas yang partai politik
kenakan. Membenturkan identitas dengan pragmatisme politik adalah
sebuah pilihan lumrah. Akan tetapi identitas Islam menjadi sorotan lebih
tajam bagi masyarakat. Islam dicitrakan sebagai suatu yang bersih, suci,
dan terbebas dari sesuatu yang negatif sekecil apapun. Maka dari itu partai
politik yang membawa identitas Islam harus menemukan sebuah format
ideal untuk menghindari semua label itu.
Partai politik Islam harus
membuat langkah yang tepat ketika akan memasuki politik praktis.
Langkah tepat itu dimulai ketika mendirikan partai politik.
Partai politik Islam membawa sebuah nilai yang ingin disebarkan
kedalam masyarakat. Dengan nilai yang ia bawa ia mampu memberikan
warna dalam kehidupan politik di sebuah Negara. Kaderisasi partai politik
menjadi kunci bagi partai Islam jika ingin menggapai cita cita tersebut.
Kaderisasi partai merupakan follow up yang dilakukan partai politik
setelah melakukan rekrutmen politik (Rahmat,2008). Dengan melakukan
kaderisasi sebuah partai dapat memasukan nilai nilai kepartaian dalam
setiap member partainya. Dan partai Islam, jika ingin menggapai cita cita
partai nya haruslah melakukan kaderisasi yang konsisten kepada kaderkadernya. Pembentukan system kaderisasi partai dimulai sejak sebuah
partai didirikan.
Ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi setiap
partai Islam yang terjun langsung ke politik praktis. Sebuah partai harus
membagun sebuah konsep kaderisasi yang konsisten. Nilai-nilai Islam
tersampaikan kepada anggota partai. dan menjadi warna bahkan
menguasai gagasan sebuah Negara.
B. Rumusan masalah
Atas dasar di atas penulis mencoba mengungkapkan terkait Konsep
partai kader, dengan studi kasus Partai Keadilan Sejahtera dalam
membangun partai kader di indonesia. Bagaimana perubahan bentuk
Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai kader?
C. Kerangka Teori:
Dua Model Partai Kader, Masing-Masing Sebagai Pilihan
Utuh
Partai Kader
Public Area
Office Party
Ground
Policy-Seeking
Vote-Seeking
HEGEMONI
DOMINASI
Bagan 1.1 dua model partai kader
Untuk
menjawab pertanyaan penelitian
tersebut, studi ini
menggunakan kerangka teori dua model partai kader, masing–masing
sebagai pilihan utuh. Partai politik memiliki tiga pilihan orientasi dalam
meraih kekuasaaan. Pertama orientasi kebijakan/policy-seeking party.
kedua,
orientasi
suara/vote-seeking
party.
Ketiga,
orientasi
jabatan/office-seeking party (Wolinetz,2002). Tetapi dengan pilihan
orientasi manapun, partai harus berbasis office/pengurus partai. Dengan
begitu , bagi partai kader opsinya hanya dengan dua pilihan. Mengejar
hegemoni dengan policy-seeking ataukah mengejar dominasi melalui jalur
vote-seeking. dua pilihan tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi
dua model partai kader. Partai kader hegemoni dan partai kader dominasi.
Model Pertama ialah model partai kader hegemoni. Model ini
menunjukan Keniscayaan partai kader ialah memperoleh suara melalui
perjuangan ide dan gagasan. Keberadaan partai kader di ranah negara
akan membangun sebuah hegemoni. seperti yang dikemukakan oleh
Anthony Gramsci (1999), bahwa hegemoni berasal dari kata eugemonia,
yang berarti sebuah penyebaran cita–cita, visi, dan nilai secara luas hingga
akhirnya mengakar dalam sebuah negara dan mempengaruhi seluruh
lapisan masyarakat. Kehadiran partai kader di dalam ranah negara, meng
generate produk yang di hasilkan partai politik di level office. Peranan
tersebut dimainkan oleh aktor partai di ranah negara/publik area. Aktor
partai di ranah tersebut berusaha mengadvokasi kebijakan-kebijakan
berbasis ideology partainya. Lewat performance politik seperti itulah
sebuah partai kader idealnya mendapatkan dan menduplikasi suaranya.
Maka, orientasi ideal sebuah partai kader ialah policy-seeking. Orientasi
demikian membuat partai politik tidak lagi berbicara perolehan suara
mereka. Namun sejauh mana value dari partai politik tertuang dalam
kebijakan sebuah Negara.
Model kedua ialah model partai dominasi. Model partai ini
merupakan sebuah model alternative dan kecenderungan partai politik
menggunakan model ini. Hal tersebut dikarenakan setiap partai politik
beriorientasikan kekuasaan. Sistem demokrasi membuat partai politik
bersaing untuk mendapatkan kekuasaan tersebut harus mengikuti
pertarungan pemilu. Partai politik berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapat
suara
sebanyak-banyaknya.
Upaya
memperebutkan suara ini dikatakan oleh mosca (1993)
untuk
saling
sebagai jalan
meraih dominasi. Maka instrument yang tepat dilakukan partai politik ini
adalah perwujudan orientasi partai vote-seeking. Sebuah partai kader
yang menjalankan pola demikian berasumsikan nilai partai akan
diimplementasikan jika partai sudah mencapai dominasi politik.
Kerangka Teori ini merupakan rangkaian dua teori yang tidak
pernah di pakai sekaligus. Yang pertama adalah teori tiga wajah partai.
Dan yang keduateori orientasi partai politik. konsep tiga wajah partai
mengatakanbahwaPartai apapun harus hadir dalam tiga wajah tersebut,
yakni di level Negara, level organisasi partai, dan level grassroot/
konstituen. Aktualisasi konsep partai kader, pada dasarnya adalah upaya
untuk memastikan ada korespondendi antara yang dikehendaki rakyat di
wajah grassroot/konstituen dengan apa yang diputuskan di wajah Negara.
Dan hal ini merupakan hal yang seharusnya terjadi. Partai politik menjadi
jembatan/linkage antara masyarakat dan negara. hal tersebut dinamakan
segitiga politik,
C.1 Teori Orientasi Partai Politik
Penulis juga tidak bisa menafikan, dalam teori kekuasaan. Konsep
kekuasaan tidak hanya sebagai kekuasaan wacana. Partai politik juga
mencari kekuasaan yang bersumber dari partai di ranah grassroot. ada
representasi massa, dan jalur ini optimal ketika representasi menghasilkan
suara mayoritas, atau dominasi. Wolinetz (2002) mengemukakan skema
kategorisasi bedasarkan orientasi partai, yaitu partai pejuang kebijakan
(the policy-seeking party), partai pengejar suara (the vote-seeking party),
dan partai pengejar jabatan public (the office-seeking party).
The policy-seeking party adalah partai yang berorientasi pada isu
memprioritaskan artikulasi kebijaknnya dibandingkan merebut suara
pemilih atau menduduki jabatan-jabatan public. Dengan demikian,
terdapat sejumlah anggota yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap
sebagian atau seluruh tujuan partai.
The vote-seeking party adalah partai yang berorientasi pada
pemenangan pemilu, sehingga hal-hal lain, termasuk kebijakan dan
jabatan public yang dikejar disesuaikan dengan tujuan tersebut, organisasi
disusun minimalis, terdiri dari professional partai, kandidat, dan calon
kandidat, yang dapat dibantu oleh sejumlah relawan sesuai kebutuhan.
The office-seeking party adalah partai yang berorientasi menduduki
jabatan-jabatan publik. Baik dengan kekuatan sendiri. Maupun berkoalisi
dengan kekuatan politik lain. Baik dengan tujuan mempertahankan diri,
menyeimbangkan system politik yang bekerja, atau memperoleh akses
terhadap patron. Dengan demikian, partai jenis ini tidak akan
berkomitmen terhadap kebijakan atau strategi yang akan membuat
kekuatan-kekuatan politik lain enggan berkoalisi dengannya. Partai jenis
ini
tidak
cocok
bagi
para
kader
ideologis,
dan
lebih
mampu
mempertahankan para pemburu jabatan. Dalam partai ini, kecenderungan
faksionalisasi untuk memperebutkan sumber daya partai akan semakin
kuat sejalan dengan bertambah besarnya ukuran partai.
D. Metode Penelitian
D.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif. Hal tersebut
dilakukan karena dengan menggunakan kualitatif maka peneliti mampu
menjawab rumusan masalah dengan lebih komperhensif. bentuk
kegagalan PKS dapat dibedah dengan metode penelitian ini. Metode
penelitian Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan
perilaku yang diamati (Bognan & Taylor, 1994)
Dalam menggunakan penelitian kualitatif ini, penulis melakukan
beberapa tahapan penelitian. Pertama, akan dilihat bagaimanakah PKS
terbentuk. Mulai dari konflik saat ia menjelma dari gerakan social menuju
partai politik. dan bagaimana ia merencakan sebuah platfrom dan nilai
kepartaian serta menerapkan semua hal itu dalam aktivitas politik di era
demokrasi. Kemudian penulis memberikan gambaran perjalan PKS dalam
beberapa dekade waktu, termasuk di dalamnya jumlah peningkatan kader
dari massa ke massa. Dan terakhir penulis mencoba melihat sebuah
kegamangan pks dalam menjalankan aktivitas politik yang melenceng dari
nilai dan platfrom partai. dalam mengungkapkan data dan fakta yang
penulis dapatkan. Ada sebuah subjektifitas penulis dalam mencari
kebenaran dari jawaban yang ada. Sehingga dalam pengambilan data
penulis dapat lebih spesifik menemukan sebuah jawaban.
Dalam pilihan penggunaan metode penelitian kualitatif, penulis
menggunakan teknik studi kasus. Karena dengan menggunakan teknik
study kasus, peneliti dapat terlebih dahulu mengikuti dan memahami
konsep partai politik Islam dalam tubuh PKS. Penulis mendapatkan data
dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Yogyakarta dan DPW serta
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKS regional Jakarta. Dua wilayah,
Jakarta dan jogja dapat memberikan sebuah kesesuaian sistem kepartaian
yang dianut PKS secara nasional. Penggunaan teknik studi kasus juga
dengan pertimbangan bahwa nantinya akan mempermudah peneliti dalam
mengeksplorasi data–data yang diperoleh yakni dengan mengaitkannya
satu sama lain jawaban yang nantinya didapatkan menjadi sebuah hasil
penelitian yang mampu dipahami secara mudah oleh penulis dan
pembacanya. Karena dengan menggunakan teknik studi kasus yag
mengacu pada serangkaian prosedur yang ada dalam teknik tersebut,
peneliti akan dimudahkan memperoleh data yang nantinya diarahkan
untuk merumuskan sejumlah pertanyaan penelitian yang sifatnya
menggunakan kata tanya “mengapa dan bagaimana”. Penggunaan kata–
kata
tanya
tersebut,
akan
mengarahkan
peneliti
untuk
dapat
mengungkapkan fakta tersembunyi yang berkaitan dengan strategi politik
yang digunakan oleh partai.
Selain itu penggunaan teknik studi kasus dalam penelitian ini juga
akan mempermudah penulis memilah–milah data diperoleh. Hal ini di
karenakan menggunakan teknik study kasus memberikan kebebasan bagi
penulis untuk secara fleksibel menggunakan semua strategi pengumpulan
data mulai dari wawancara, observasi dan dokumentasi yang sekiranya
dapat membantu peneliti mendapatkan data yang ingin diperoleh,
sehingga nantinya dapat memilah dari semua data yang didapatkan,
sumber data manakah yang benar–benar relevan untuk digunakan.
D.2 Jenis dan sumber data
Penelitian ini menggunakan sumber data dari:
1. Person. Merupakan data yang diperoleh dari orang yang benar –
benar mengetahui tentang seluk -beluk partai. Sehingga sumber data
yang digunakan didapatkan dari kader partai, simpatisan partai,
pengurus partai di tingkatan baik itu tingkatan Dewan Pimpinan
Ranting (DPRA), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), DPD, DPW di DKI
Jakarta, DPW PKS DIY maupun level pusat yaitu DPP PKS.
2. Tempat. Tempat diperolehnya data adalah di kantor PKS di berbagai
tingkatan. Mulai dari kantor pusat hingga level ranting.
3. Paper. Dengan melakukan studi kepustakaan, di mana data diperoleh
melalui berbagai literatur dan dokumen yang mempunyai kaitan
dengan tema yang sedang diteliti.
Dari ketiga sumber data tersebut, Penulis memperoleh 2 jenis data, yakni:
1. Data primer
Data yang diperoleh secara langsung dari kegiatan pengamatan
dilapangan. Data ini biasanya berupa data wawancara dengan
responden dan observasi. Di mana data yang di dapatkan dari
wawancara dengan responden cenderung lebih subyektif karena
merupakan persepsi dari pribadinya sendiri.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti
dilapangan, yakni berupa berbagai macam literatur dan dokumen yang
berkaitan dengan tema penelitian. Penggunaan data sekunder akan
sangat membantu bagi peneliti, karena sifat datanya yang berasal dari
literatur dan dokumentasi yang relatif lebih obyektif.
D.3 Teknik pengumpulan data yang akan digunakan:
1. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara . wawancara di
awali dengan pengurus DPW PKS regional DIY dimana penulis menuntut
ilmu di kota jogja. Disana penulis bertemu dengan pak Sugeng, pak Zuhrif
Hudaya, dan pak Sukamta. Kemudian penulis beralih kepada pengurus
PKS level ranting, kecamatan daerah dan wilayah. Penulis berteman cukup
baik dengan para pengurus. Di mana tempat kelahiran penulis berada di
kota ini. dua kota ini menjadi representative tempat penelitian penulis
untuk mengetahui sebuah cerita tentang berdiri dan berkembangnya PKS.
Termasuk di dalam nya hambatan dan kendala yang dialami PKS. Di akhir
wawancara penulis juga melakukan konfirmasi terhadap PKS tingkat
Pusat. Penulis bertemu dengan Ustadz Muhayar dan Ustadz Ibnu Sabil
yang berada di bagian kaderisasi tingkat pusat. Guna mengkonfirmasi
data-data yang penulis dapatkan di tingkat regional.
Dengan mengunakan tiga wawancara tersebut, penulis dapat
melihat aktivitas politik yang dilakukan oleh PKS dalam pemilukada dan
peranan kaderisasi didalamnya. Namun penulis juga akan menggunakan
teknik observasi secara terbatas dengan melihat bagaimana gestur tubuh
responden ketika di wawancarai guna menilai apakah perkataan yang dia
sampaikan bisa dijadikan sebagai data utama / data pendukung penelitian.
2. Dokumentasi
Dalam
penelitian
ini
penulis
fokus
untuk
mencari
dan
mengumpulkan semua data tentang PKS dan kaitannya dalam dinamika
politik yang dialami PKS, baik dalam internal maupun eksternal.Terutama
dokumen – dokumen partai yang mencakup tentang pemetaan gagasan
partai, serta perkembangannya dalam sistem kepartaian di indonesia.
Yang tak luput penulis kumpulkan juga berkaitan dengan data kaderisasi
partai.
D.4 Teknik analisa data
Analisa data pada intinya adalah proses untuk memahami dan
membaca semua data yang di peroleh, baik itu data primer /sekunder.
Kegiatan ini dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh agar
lebih mudah dirunut secara terstruktur sesuai dengan urutan keutamaan
data yang paling relevan untuk digunakan sebagai data penelitian. Materi
data yang terkumpul di kumpulkan satu–persatu sesuai dengan
keutamaan data mulai dari yang primer hingga sekunder.
Analisis data primer dimulai dengan mengumpulkan semua data
wawancara yang selanjutnya dibuatkan transkip wawancara secara utuh
dan mudah dipahami, dengan tidak melupakan latar belakang responden
yang di wawancarai. Latar belakang responden akan sangat berpengaruh
karena berkaitan dengan mengapa responden berani mengatakan seperti
itu, posisi apakah yang sedang dia emban dalam partai, dan kewenangan
apakah yang dia punyai sesuai dengan struktur jabatan di dalam partai
lalu di perbandingkan dengan observasi terbatas yang telah dilakukan.
Sehingga nantinya dapat dikategorisasikan data primer yang ada menjadi
data primer utama dan biasa.
Selanjutnya melakukan analisis data sekunder yang pada intinya
untuk menguatkan analisis data primer yang telah dilakukan. Yakni
dengan mengkategorisasikan semua dokumen, litaratur dan laporan
media yang diperoleh. Dimulai dari yang paling berkaitan dengan tujuan
penelitian hingga yang paling tidak berkaitan. Untuk memperkuat analisis
juga bisa dilakukan konfirmasi dengan pengurus partainya, apakah data
yang ada benar – benar merupakan sesuatu yang terjadi di dalam tubuh
partai. Terakhir melakukan cross check antara data primer dan sekunder
apakah sesuai dan secara rasional dapat di terima. Yang pada akhirnya
dapat dilakukan penafsiran secara komprehensif oleh peneliti dengan
mengkaitkan dan menghubungkan semua data yang diperoleh, sehingga
akan menuntun pada kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.
Download