IDENTITAS ETNIS DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Warga Negara Amerika di Kota Medan) SKRIPSI YUANITA EVIANI BR SITEPU 100904039 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI MEDAN 2015 IDENTITAS ETNIS DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Warga Negara Amerika di Kota Medan) Yuanita Eviani Br Sitepu 100904039 Abstrak Penelitian ini berjudul Identitas Etnis dan Komunikasi Antarbudaya(Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Warga Negara Amerika di Kota Medan).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas etnis yang terbentuk pada warga negara Amerika di kota Medan baik dalam memaknai dan memahami identitas etnis mereka maupun identitas etnis lain, perubahan identitas etnis yang mungkin terjadi pada warga negara Amerika di kota Medan, kompetensi komunikasi antarbudaya warga negara Amerika di kota Medandanperan identitas etnis yang dibangun dalam komunikasi antarbudaya pada warga negara Amerika di kota Medan. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Antarbudaya, Kompetensi Komunikasi Antarbudaya, Identitas Etnis, dan Teori Interaksionisme SimbolikPenelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif.Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap empat warga negara Amerika yang telah tinggal minimal tiga bulan di Kota Medan. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa identitas etnis yang terbentuk adalah evaluasi positif terhadap kelompok etnis. Perubahan identitas etnis yang terjadi hanya berkenaan dengan perubahan bahasa. Kompetensi warga negara Amerika ada pada level conscious competence. Peneliti juga menemukan bahwa, identitas etnis berperan sebagai pengenal bagi kelompok lain, sehingga identitas etnis mendorong komunikasi antarbudaya. Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Amerika, Identitas, Etnis, PENDAHULUAN Konteks Masalah Dalam melakukan proses komunikasi, manusia dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan. Bahkan Edward T. Hall mengatakan bahwa budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan (Lubis, 2012: 1). Budaya merupakan bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi menjadi sarana bagi manusia untuk menentukan, memelihara, mengembangkan dan mewariskan kebudayaan. Identitas etnis bisa dipahami sebagai kumpulan ide-ide mengenai grup etnis seseorang yang di dalamnya termasuk beberapa dimensi khusus, yaitu: (1) self-identification, (2) pengetahuan tentang identitas budaya (tradisi, adat-istiadat, nilai dan perilaku), (3) rasa memiliki kelompok etnis tertentu. Identitas etnis merupakan identitas sosial yang penting yang dapat mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain (Martin & Nakayama, 2007: 175). Indonesia dan Amerika memliki perbedaan budaya yang begitu besar, mulai dari bahasa, kebiasaan, nilai atau norma dan sebagainya. Untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam konteks ini bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Selain itu, dengan latar belakang kebudayaan yang pasti jauh berbeda yang sudah melekat pada diri mereka, serta memasuki suatu lingkungan baru yang berbeda pula membuat mereka menjadi orang asing di Kota Medan, sehingga sudah pasti pada awal kedatangannya ke Kota Medan, warga negara Amerika mengalami culture shock (gegar budaya). Ketertarikan penelitian ini didasari pada kemungkinan adanya perasaan ingroup maupun out-group, munculnya stereotype, rasa kepemilikan terhadap kelompok etnis serta evaluasi yang muncul pada kelompok etnis,yang sedikit banyaknya mendorong atau bahkan menghambat komunikasi dalam interkasi, yang bisa jadi nantinya akan bisa ditarik kesimpulan apakah warga negara Amerika memiliki komunitas yang terbuka atau tertutup. Penelitian ini akan melihat bagaimana peranan identitas etnis berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, apakah akan membantu warga negara Amerika dalam menjalin komunikasi yang efektif atau malah menghambat komunikasi. Fokus Masalah Agar penelitian lebih spesifik dan efektif, maka diperlukan fokus masalah yang jelas. Adapun fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya pada warga negara Amerika di Kota Medan?” Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Bertujuan untuk mengetahui identitas etnis yang terbentuk pada warga negara Amerika di Kota Medan baik dalam memaknai dan memahami identitas etnis mereka maupun identitas etnis lain. 2. Bertujuan untuk mengetahui perubahan identitas etnis yang mungkin terjadi pada warga negara Amerika di Kota Medan. 3. Bertujuan untuk mengetahui kompetensi komunikasi antarbudaya warga negara Amerika di Kota Medan. 4. Bertujuan untuk mengetahui peran identitas etnis yang dibangun dalam komunikasi antarbudaya pada warga negara Amerika di Kota Medan. KAJIAN PUSTAKA Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common) (Mulyana, 2008: 46). Sebagaimana dikatakan para ahli komunikasi, bahwa komunikasi itu meliputi usaha untuk menciptakan pesan, mengalihkan pesan, memberikan diri kita sebagai sebuah tempat yakni di hati dan di otak orang lain untuk menerima pesan. Hasil dari komunikasi bersama itu adalah interpersonal understanding (pemahaman atau hubungan antarpribadi) karena ada kesamaan orientasi perseptual, kesamaan sistem kepercayaan dan keyakinan, serta kesamaan gayakomunikasi (Liliweri, 2004: 7). Komunikasi Antarbudaya Beberapa definisi komunikasi antarbudaya menurut beberapa ahli: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M.Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultual Communication, A Reader- komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnis dan ras, antar kelas sosial. 2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi antara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. 3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. 4. Lustig dan Koester dalam Intercultural Communication Competence mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai sutau proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang – yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu- memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan (Liliweri, 2004: 10-11). Kompetensi Komunikasi Antarbudaya William Howell, menekankan bahwa komunikasi antarbudaya adalah sama, yang hanya banyak didapat dengan analisis sadar, dan bahwa level kompetensi antarbudaya yang paling tinggi membutuhkan kombinasi pemikiran analitik dan holistik. Dia mengidentifikasi empat level dari kompetensi komunikasi antarbudaya: unconscious incompetence, conscious incompetence, conscious competence, dan unconscious competence (Martin & Thomas, 2007: 443). Unconscious incompetence maksudnya adalah kita tidak sadar akan perbedaan dan tidak perlu berperilaku dengan kebiasaan yang khusus, conscious incompetence, yiatu seseorang menyadari bahwa sesuatu tidak berjalan dengan baik dalam interaksi itu, namun mereka tidak yakin mengapa hal itu bisa terjadi, conscious competence, yaitu ketika seseorang sadar berpikir analitik dan belajar menjadi seorang komunikator yang kompeten, unconscious competence, yaitu dimana komunikasi berjalan dengan lancar, tetapi tidak melalui proses yang disadari (Martin & Thomas, 2007: 443-445). Identitas Etnis Identitas etnis bisa dilihat sebagai kumpulan dari ide-ide tentang keanggotaan grup etnis yang dimiliki oleh seseorang. Biasanya termasuk dalam beberapa dimensi, yaitu: 1. Identifikasi diri 2. Pengetahuan tentang budaya etnis (tradisi, kebiasaan, nilai dan perilaku), dan 3. Perasaan mengenai kepemilikan atas etnis tertentu. Memiliki identitas etnis berarti mengalami rasa memiliki terhadap kelompok tertentu dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman berbagi di antara anggota kelompok (Martin & Thomas, 2007: 175). Pendekatan Terhadap Identitas Etnis Ada dua pendekatan terhadap identitas etnis, yaitu pendekatan objektif (struktural) dan pendekatan subjektif (fenomenologis)(Mulyana, 2005:152). Pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan subjektif.Karena pendekatan subjektif menganggap etnisitas sebagai dinamik.Pendekatan ini juga sejalan dengan perspektif interpretif yang digunakan pada penelitian ini. Pendekatan subjektif atau fenomenologis terhadap identitas etnis dapat diacak hingga ke definisi Cooley dan Mead tentang diri.Berbeda dengan pendekatan positivistik, yang memandang individu-individu sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka, pendekatan fenomenologis memandang manusia jauh dari pasif (Mulyana, 2005: 155). Interaksionisme Simbolik Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer mengintegrasikan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisantulisannya, terutama pada tahun 1950-an dan 1960-an, diperkaya dengan gagasangagasan dari John Dewey , William I. Thomas, dan Charles H. Cooley (Mulyana, 2011: 68). Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran.Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka.Tidak mengherankan bila frase-frase “definisi situasi,” “realitas terletak pada mata yang melihat,” dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil dalam konsekuensinya” sering dihubungkan dengan interaksionisme simbolik (Mulyana, 2011: 70). METODOLOGI PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini adalah proses komunikasi antarbudaya dan identitas etnis warga negara Amerika di kota Medan. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah informan yang akan dimintai informasi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian dalam penelitian adalah warga negara Amerika di kota Medan. Kerangka Analisis Menurut Spardly, unit analisis dalam penelitian meliputi, tempat di mana penelitian berlangsung, pelaku dan kegiatan yang dilakukan oleh subjek penlitian. (Sugiyono, 2007:68) 1. Tempat dimana penelitian ini berlangsung. Tempat dari penelitian ini adalah Kota Medan. 2. Pelaku adalah orang yang sesuai dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, pelaku adalah Warga Negara Amerika yang tinggal di Kota Medan. 3. Kegiatan adalah aktivitas pelaku berkaitan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini ialah setiap kegiatan atau interaksi antara Warga Negara Amerika dengan masyarakat pribumi di Kota Medanyang melibatkan komunikasi antarbudaya. Teknik Pengumpulan Data Metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1.Data Primer Kriyantono (2006 : 43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Adapun cara untuk mendapatkan data primer yaitu : a. Wawancara Mendalam b. Observasi 2. Data Sekunder Data Sekunder didapat dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif, menurut Seiddel, prosesnya berjalan sebagai berikut: 1. 2. 3. Mencatat dan menghasilkan catatan lapangan, Mengumpulkan, mengklasifikasi, dan membuat ikhtisar Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum (Moleong, 2006:248). HASIL DAN PEMBAHASAN Dari analisis hasil dan pengamatan peneliti, maka peneliti membuat pembahasan sebagai berikut: Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.Beberapa ahli mengatakan bahwa semua tindakan komunikasi itu berasal dari konsep kebudayaan.Berlo berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu. Berarti kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2001: 2). Komunikasi antarbudaya berlangsung ketika Warga Negara Amerika berinteraksi dengan masyarakat pribumi di Kota Medan.Latar belakang kebudayaan yang berbeda serta identitas etnis yang sudah melekat pada diri mereka, sedikit banyaknya mempengaruhi perilaku komunikasi warga negara Amerika ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda etnis dengan mereka.Identitas etnis bisa menghambat atau bahkan mendorong komunikasi.Untuk itu, kompetensi komunikasi yang baik sangat dibutuhkan agara komunikasi bisa berlangsung secara efektif. Berdasarkan hasil analisis, peneliti mengetahui bahwa, identitas yang terbentuk pada warga negara Amerika adalah munculnya evaluasi positif terhadap identitas etnis mereka.Namun, mereka tidak memiliki stereotip, in group dan out group.Mereka merasa suku-suku lain yang ada di Kota Medan hanya berbeda dengan mereka, mereka tidak menganggap perbedaan itu sebagai sesuatu yang benar atau salah dan itu bukan menjadi penghalang mereka ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan suku-suku lain yang ada di Kota Medan.Mereka bisa bergaul dengan siapa saja, tanpa melihat latar belakang kebudayaan mereka. Jika semua orang secara lemah mengidentifikasi kelompok etnis mereka, hal ini akan membuahkan hasil. Kita mungkin bisa mengabaikan perbedaan kelompok etnis ketika berinteraksi dengan orang asing yang mengidentifikasi kelompok etnisnya secara lemah.Jika orang asing secara kuat mengidentifikasi kelompok etnis mereka, sebaliknya, kita tidak bisa mengabaikan perbedaan kelompok (Gudykunst, 2003: 110). Dikaitkan dengan temuan peneliti, keempat informan mengidentifikasi identitas etnis mereka secara lemah.Hal ini bisa terlihat bagaimana mereka dengan mudah mengabaikan perbedaan yang ada ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya dan etnis yang berbeda dengan mereka.Mereka tidak mempermaslahkan perbedaan yang ada, sehingga tidak ada muncul stereotip dan perasaan in group dan out group ketika mereka berinteraksi.Walaupun mereka mengidentifikasi kelompok etnis mereka secara lemah, keempat informan memiliki evaluasi positif terhadap kelompok etnisnya selama tinggal di Kota Medan.Hal ini bisa dilihat bagaimana mereka tetap menjunjung nilai-nilai yang mereka anut dan mereka menganggap nilai-nilai dan perilaku mereka itu merupakan suatu yang baik dan tetap mereka pertahankan. Keempat informan sangat lemah dalam mengidentifikasi identitas etnis mereka, namun secara kuat mengidentifikasi identitas budaya mereka. Sehingga ketika berinteraksi, mereka lebih memilih mendasarkan komunikasi mereka pada indentitas budaya mereka. Label yang kita gunakan untuk etnisitas kita juga mempengaruhi komunikasi kita. Untuk memahami bagaimana etnisitas kita mempengaruhi komunikasi kita, kita juga harus mempertimbangkan kekuatan dan apa yang terdapat di dalam identitas etnis kita. Karena dengan identitas kultural, kita bervariasi dalam derajat dimana kita mengidentifikasi kelompok etnis kita.Beberapa di antara kita secara kuat mengidentifikasi kelompok etnis kita dan beberapa di antara kita secara lemah mengidentifikasi kelompok etnis kita (Gudykunst, 2003: 109-110). Dari penelitian ini bisa dilihat bahwa keempat informan tidak mampu secara tepat mengidentifikasi kesamaan mereka dengan kelompok etnisnya, sehingga identitas etnis yang muncul tidak terlalu penting bagi mereka.Mereka tidak terlalu mau terus mengidentifikasi kesamaan dengan kelompoknya. Perubahan identitas etnis yang terbentuk pada warga negara Amerika, hanya terjadi dalam penggunaan bahasa. Dalam Gudykunst dijelaskan bahwa bahasayang kita gunakan juga menandai batasan-batasan di antara kelompok etnis kita dengan kelompok etnis lain. Setidaknya ada empat alasan mengapa bahasa menjadi aspek yang penting dari etnisitas.Pertama, bahasa merupakan salah satu kriteria utama bagi anggota kelompok etnis.Kedua,bahasa penting bagi etnisitas karena bahasa sering digunakan anggota out group untuk menggolongkan individu sebagai anggota kelompok etnis tertentu. Ketiga, bahasa merupakan aspek yang penting karena bahasa menyediakan sebuah komponen emosional bagi identitas etnis.Keempat, bahasa merupakan aspek yang penting dari etnisitas karena dia memfasilitasi kohesi in-group (Gudykunst, 2003:107). Dikaitkan dengan penelitian, keempat informan masih tetap menggunakan bahasa Inggris (bahasa asli mereka) ketika berinteraksi dengan sesama mereka. Namun, mereka tetap menggunakan bahasa Indoensia ketika berbicara dengan etnis lain yang ada di Medan. Untuk memiliki kompetensi komunikasi budaya yang baik, seseorang harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang asing.Ada beberapa usaha untuk menentukan karakteristik orang yang bisa berkomunikasi secara efektif dengan orang asing (kompetensi dalam diri seseorang). Kleinjans dalam Gudykunst menyebutkan komunikator yang mampu berkomunikasi dengan efektif harus (1) melihat orang pertama dan budaya ke dua, (2) mengetahui orang pada dasarnya baik, (3) mengetahui budaya orang lain sebaik budayanya sendiri, (4) memiliki kontrol terhadap reaksi dari dalam, (5) berbicara dengan penuh harap dan keterusterangan, (6) memiliki rasa aman dan mampu untuk merasakan kenyamanan menjadi berbeda dengan orang lain (Gudykunst, 2003: 273). Dari hasil penelitian, keempat informan bisa dikategorikan sebagai komunikator yang mampu berkomunikasi secara efektif.Bisa disimpulkan bahwa keempat infroman memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang berbeda etnis dengan mereka. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran (Mulyana, 2011: 70). Dikaitkan dengan hasil penelitian maka bisa disimpulkan bahwa keempat informan bersifat aktif, reflektif dan kreatif serta menampilkan perilaku yang sulit diramalkan sebab keempat informan mampu berkomunikasi secara efektif dengan beda etnis, artinya perilaku mereka sulit diramalkan karena mereka terkadang merasa lebih senang berinteraksi dengan teman sesama etnis, namun terkadang sebaliknya, mereka merasa lebih senang berinteraksi dengan teman beda etnis. Peneliti juga meyakini pandangan perspektif interaksionisme simbolik yang menerangkan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Artinya bisa jadi keempat informan terbuka dengan etnis lain karena mereka memiliki ekspektasi yang positif terhadap teman beda etnisnya yang akhirnya mendorong mereka untuk berkomunikasi dengan teman beda etnis. Peran identitas etnis yang dibangun oleh warga negara Amerika dalam komunikasi antarbudaya di Kota Medan adalah sebagai pengenal bagi kelompok etnis lain, bahwa mereka adalah orang Amerika, dan akhirnya identitas etnis mendorong komunikasi antarbudaya mereka. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil peneliptian tentang peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya pada warga negara Amerika di Kota Medan, maka dapat ditarik kesipulan sebagai berikut: 1. Identifikasi keempat informan terhadap kelompok etnisnya sangat lemah, sehingga tidak ada muncul perasaan in group dan out group, stereotip, sikap etnosentrisme, serta rasa kepemilikan terhadap budaya etnis. Identitas etnis yang terbentuk hanya evaluasi positif terhadap kelompok etnis. 2. Keempat informan berusaha mempertahankan nilai-nilai yang mereka anut walaupun berinterkasi dengan etnis-etnis lain yang ada di Kota Medan. Perubahan atau pembaharuan yang terjadi hanya berkenaan dengan bahasa. Mereka mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan ketika mereka menggunakan bahasa Inggris mereka tetap menyelipkan beberapa kata Bahasa Indonesia di dalamnya. 3. Kompetensi komunikasi keempat informan adalah berada pada level conscious competence, dimana mereka sudah sadar, berpikir analitik dan belajar. 4. Identitas etnis berperan sebagai pengenal bagi kelompok etnis lain, bahwa mereka adalah orang Amerika, dan akhirnya identitas etnis mendorong komunikasi antarbudaya mereka. Saran Setelah melakukan penelitian mengenai komunikasi antarbudaya pada warga negara Amerika di Kota Medan, peneliti memiliki beberapa saran yang kiranya bisa bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu sebagai berikut: 1. Peneliti mendapati banyak hal yang masih dapat dikaji mengenai komunikasi antarbudaya, sehingga kiranya penelitian ini mendorong pihak akademis untuk bisa membantu mahasiswa departemen ilmu komunikasi melakukan penelitian serupa sehingga bisa menambah kekurangankekurangan yang masih didapati dalam penelitian ini atau bahkan memperluas kajian penelitianini. 2. Penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan dalam melihat identitas etnis yang dimiliki etnis pendatang dan minoritas. Dan bisa dijadikan referensi untuk penelitian sejenis pada kondisi yang berbeda. 3. Peneliti mendapati bagaimana warga negara Amerika sebagai etnis minoritas mampu berpikiran terbuka dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat pribumi, sehingga kirannya hal ini bisa tetap dipertahankan. 4. Hendaknya warga negara Amerika tetap tidak terlalu kaku dalam mengidentifikasi kesamaan dengan kelompok etnis sehingga tetap bisa menerima orang-orang yang berbeda etnis dengan mereka dan mampu berkomunikasi serta berinteraksi secara terbuka. DAFTAR REFERENSI Gudykunst, William &Young Yun Kim. 2003. Communicating with Strangers. New York: Mc Graw Hill International. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lubis, Lusiana Andriani. 2012. Pemahaman Praktis Komunikasi Antarbudaya. Medan: USU Press. Martin, Judith dan Thomas K. Nakayama. 2007. Intercultural Communication in Contexts. New York: Mc Graw Hill International. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. . 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antarbudaya. Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono.2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet.