JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 PENGARUH ORGANIZATIONAL CLIMATE DAN SAFETY CLIMATE TERHADAP SAFETY BEHAVIOR DI BALAI YASA PT KAI YOGYAKARTA Oleh: Ivan Tinarbuki Gavinov ABSTRACT Background : This research is conducted in Balai Yasa Yogyakarta, a kind of BUMN Company which is active in land transportation sector. The research is intendeed to describe how big the influence of organizational climate toward safety behaviour, to describe how big the influence of safety climate toward safety behaviour, to describe how big the influence of organizational climate and safety climate toward safety behaviour and to describe is there any difference perception between top management with employee. Method : A sample of this research amount 171. Purposive sampling is propose to becoma the samppling technique. The collecting data is done by using different questioner technique between top management with employee. In this research, the data are mage and analyzed by using regression analysis technique. Result : The influence of organization climate toward safety behaviour which takes place in amount of 55%, the influence of safety climate toward toward safety behaviour which takes place in amount of 9,7%, the influence of organization climate and toward safety behaviour which takes place in amount of 65% and some different perceptions between organizational climate top management with employee, are proven as the result of this research. Keywords: Organizational climate, safety climate, safety behaviour STIKes Surya Global Yogyakarta 13 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN Volume 9. No. 1 Januari 2013 PENDAHULUAN Kata “keselamatan” sering menjadi topik pembicaraan mengingat banyak peristiwa kecelakaan baik kecelakaan transportasi maupun kecelakaan kerja. Banyaknya kecelakaan yang terjadi menyebabkan industri manufaktur, industri transportasi serta industri lainnya memperbaharui sistem keselamatan dan manajemen keselamatan kerja (Susatyo: 2008). Keselamatan adalah konsentrasi utama dalam sebuah organisasi, seperti sebuah sumber keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung (Robbins, 2006). Organisasi mengeluarkan banyak waktu, uang, dan usaha untuk meningkatkan tingkat keselamatan. Pendekatan sistem keselamatan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: safety culture (budaya keselamatan), safety climate (iklim keselamatan), dan safety behavior (perilaku yang mencerminkan keselamatan). Safety climate hanya akan terjadi apabila iklim sebuah organisasi tercipta secara kondusif. Iklim organisasi sangat penting untuk menciptakan iklim keselamatan (Zohar, 1980). Indonesia memiliki beberapa BUMN yang bergerak di bidang transportasi salah satunya adalah PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Perusahaan tersebut memiliki beberapa unit pelaksana teknis untuk mendukung kinerja organisasi, salah satunya adalah Balai Yasa. Balai Yasa bertugas sebagai tempat/bengkel perbaikan kereta api yang mengalami kecelakaan maupun rusak karena faktor lain (Balai Yasa, 2012). Balai Yasa Yogyakarta memiliki banyak pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan seperti: mengelas, memotong besi baja, bongkar mesin dan body lokomotif. Manajemen Balai Yasa Yogyakarta harus menerapkan sistem keamanan nasional SURYA MEDIKA maupun internasional, melakukan sosialisasi sistem keselamatan, pelatihan keselamatan, membuat code of conduct, dan menyediakan fasilitas-fasilitas keselamatan lengkap. Bekerja dalam sebuah bengkel mesin memerlukan kedisiplinan dalam menjalankan standard operating procedure karena jika ada langkah kerja yang tidak dijalankan akan menyebabkan fatal. Akibat yang langsung terjadi pada pegawai bengkel adalah kecelakaan kerja sampai kematian, dan juga dapat menyebabkan kecelakaan pelanggan (sebagai pengguna kereta). Data perusahaan menunjukkan setiap tahun terjadi kecelakaan kerja dari ringan sampai berat. Jumlah kecelakaan kereta juga masih ada meskipun setiap tahun mengalami penurunan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu diketahui seberapa besar pengaruh organizational climate dan safety climate terhadap safety behavior. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki manajemen keselamatan yang ada di Balai Yasa Yogyakarta, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja serta meminimalkan kecelakaan kerja. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh organizational climate terhadap safety behavior, seberapa besar pengaruh safety climate terhadap safety behavior, besar pengaruh organizational climate dan safety climate terhadap safety behavior, adakah perbedaan persepsi antara top management dengan karyawan. 14 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini termasuk jenis crossectional. POPULASI DAN SAMPEL Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan Balai Yasa PT KAI Yogyakarta bagian pemeliharaan yang berjumlah 340 orang.Sampel ditentukan dengan tabel Kreicje yang ditentukan sebanyak 171 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Balai Yasa Yogyakarta di jajaran Top Manager, dan mempunyai deskripsi kerja yang masuk dalam kategori high risk, medium risk, dan low risk. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Balai Yasa PT KAI Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Kusbini nomor 12 Yogyakarta. Penelitian dilakukan bulan Oktober 2012 sampai September 2012 TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data yang dikumpulkan dengan menyebar daftar pertanyaan (kuesioner) kepada karyawan meliputi data jawaban karyawan tentang organizational climate, safety climate, dan safety behavior di Balai Yasa PT KAI Yogyakarta. Agar data yang diperoleh dari kuesioner dapat berwujud data kuantitatif maka setiap alternatif jawaban diberikan skor. Metode dokumentasi dilakukan dengan mempelajari dan mencatat data yang berasal dari Balai Yasa PT KAI Yogyakarta meliputi: struktur organisasi, sejarah, dan perkembangan perusahaan, laporan kecelakaan, inventaris fasilitas-fasilitas keselamatan. Adapun rentang skor yang digunakan adalah 1-5. Tabel 1. Kisi-kisi Penyusunan Pertanyaan Instrumen No Variabel 1 2 3 Organiz ational Climate Safety Climate Safety Behavio r Indikator 1. Kepemimpina n 2. Partisipasi 3. Kejelasan peraturan 4. Interaksi organisasi 5. Umpan balik manajemen 6. Komitmen manajemen 7. Komunikasi 1. Pelatihan keselamatan 2. Fasilitas keselamatan 3. Komite keselamatan 4. Sosialisasi peraturan keselamatan 5. Manajemen attitude dalam keselamatan 6. Lingkungan kerja 1. Perilaku karyawan 2. Kesadaran karyawan 3. Pengetahuan karyawan No.Butir 1,3 4 5 6 2,9 8 7 1 2,3,8,9,10 ,11,12,13 15 14 4 5,6,7 19,11,12,1 4 10,15,16 13 TEKNIK ANALISIS DATA 1. Pengujian Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov. Kriteria yang digunakan, jika Kd hitung <Kd tabel dengan α:0,05 dan dk=(n1-n2), maka data berdistribusi normal. b. Uji linearitas menggunakan rumus Hadi (2004). Jika F hitung <F tabel dengan α:0,05, maka hubungan variabel bebas dengan terikat linier. c. Uji multikolinieritas ini menggunakan rumus Product ≤ Moment. Jika nilai r hitung 0,800 artinya tidak terjadi multikolinieritas. d. Uji heteroskedastisitas menggunakan rumus Spearman Rank. 15 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 Jika ρ hitung <ρ tabel, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskesdastisitas. 2. Analisis data a. Statistik univariat digunakan untuk menggambarkan profil responden meliputi: usia, unit kerja, dan pendidikan terakhir. b. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variabel bebas dengan terikat, serta dapat digunakan untuk membuat persamaan regresi: = + + c. Mencari perbedaan persepsi antara top management dengan karyawan dengan statistik uji t. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi responden Tabel 2. Karakter Responden Menurut Usia rawanan karena hampir me-masuki masa purna karya. Tabel 3. Karakter Responden Menurut Unit Kerja Unit Kerja Auxiliary Diesel Ft Lgd Lgmk Lgp Lm TL&Instalasi Total Frekuensi Persentase 15 18 11 21 14 25 54 15 8,8 10,5 6,4 12,3 8,2 14,6 30,4 8,8 171 100 Sumber: data diolah Responden terbanyak adalah karyawan yang berasal dari unit kerja lokomotif (lm), sedangkan responden paling sedikit adalah karyawan yang berasal dari unit Final Test (ft). Tabel 4. Karakter Responden Menurut Pendidikan Umur (tahun) < 30 31-40 41-50 > 50 Frekuensi Persentase Pendidikan Frekuensi Persentase 2 67 92 10 1,2 39,2 53,8 5,8 SD SMP SMTA 6 21 144 3,5 12,3 84,2 Total 171 100 Total 171 100 Sumber: data diolah Sumber: data diolah Responden secara mayoritas adalah responden dengan rentang usia antara 41-50 tahun, sedangkan responden paling sedikit adalah karyawan dengan usia kurang dari30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran usia dari para karyawan tidaklah merata. Kaderisasi karyawan yang berusia kurang dari 30 tahun terhitung terlambat. Hal ini disebabkan karena kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan pada era tahun 2000-an sehingga tidak melakukan rekrutmen karyawan. Dengan mayoritas karyawan telah berusia sudah setengah baya antara 41-50 menunjukkan ke- Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan terakhir adalah SMTA, sedangkan responden paling sedikit memiliki tingkat pendidikan SD. 2. Pengujian Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Suatu variabel dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansinya lebih dari 0,05. 16 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Aspek Signifikansi OC Kolmogorov Smirnov 1,342 SC 1,353 0,051 SB 0,856 0,456 Variabel 0,055 Sumber: data diolah Berdasarkan tabel diatas menunjukkan variabel OC, SC, dan SB masing-masing memiliki signifikansi sebesar 0,055; 0,051; dan 0,456. Karena nilai signifikansi variabel OC, SC, dan SB lebih besar dari 0,05 maka variabel tersebut berdistribusi normal. b. Uji Multikolineritas Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Signifikansi OC dengan SC 0,361 Sumber: data diolah Hasil pengujian korelasi rxx antara OC dengan SC sebesar 0,361 kurang dari 0,800 yang artinya tidak terjadi multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Tabel 7. Hasil UjiHeteroskedastisitas Variabel Probalility Kesimpulan OC 0,304 Bebas Heteroskedastisitas SC 0,270 Bebas Heteroskedastisitas Sumber: data diolah Nilai Spearman OC dan SC masing-masing memiliki nilai probabilitas 0,304 dan 0,270, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan. 3. Analisis Regresi Linier Berganda Coefficient 2 t R ** Konstant 6,911 2,047 a * Organizat 0,967 14,428 0,552 ** ional Climate *** Safety 0,280 4,275 0,097 Climate *** F hitung 155,839 2 R 0.650 Sumber: data diolah ** *** Keterangan: ( ) signifikan pada 5% dan ( ) sinifikan pada 1%. Berdasarkan hasil analisis regresi (tabel 8) dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut : dari Hasil Uji t terdapat pengaruh variabel OC terhadap SB, hal tersebut ditunjukkan dengan melihat nilai signifikansit variabel OC sebesar 0,000 < 0,05. Artinya terdapat pengaruh positif variabel OC terhadap SB dengan nilai t hitung sebesar 14,428. Artinya variabel OC secara individual dapat meningkatkan perilaku SB para karyawan di bengkel. Terdapat pengaruh variabel SC terhadap SB, hal tersebut ditunjukkan dengan melihat nilai signifikansit variabel SC sebesar 0,000 < 0,05. Artinya terdapat pengaruh positif signifikan variabel SC terhadap SB dengan nilai t hitung sebesar 4,275. Sehingga variabel SC secara individual dapat meningkatkan perilaku SB para karyawan di bengkel. Kemudian dari hasil Uji F terdapat pengaruh secara simultan variabel OC dan SC terhadap variabel SB. Hal tersebut ditunjukkan dengan melihat nilai signifikansi F sebesar 0,000 < 0,05. Dan dari hasil Koefisien 2 determinasi (R ) dapat diketahui bahwa nilai R square sebesar 0,650 (65%). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel OC dan SC terhadap SB sebesar 65%, sedangkan sisanya 35% dipengaruhi oleh variabel lain. 17 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 PEMBAHASAN Dari Kebijakan Organizational Climate di Balai Yasa Yogyakarta Tabel 9. Kebijakan Organizational Climate No Kebijakan 1 Apel pagi bersama (Selasa, Kamis) Apel pagi masingmasing unit kerja (Senin, Rabu) Senam/pengajian bersama (jum’at) Pemberian insentif tiap tengah bulan Pemberian fasilitas kerja kepada seluruh karyawan Pemberian THR dan parsel setiap lebaran 2 3 4 5 6 Penanggung Jawab KUPT Kepala Unit KUPT UKR Kasubag adm dan umum Kasubag adm dan umum Sumber: Kasubag.adm. dan umum Kebijakan organizational climate oleh perusahaan sudah cukup lengkap. Berbagai jenis apel akan membuat karyawan lebih disiplin dalam bekerja. Pemberian insentif juga akan membuat karyawan lebih tenang dalam bekerja. Manajemen berusaha meningkatkan kesejahteraan karya-wannya dengan insentif, THR serta parsel hari raya keagamaan. Hal ini menunjukkan perusahaan telah berusaha untuk terus meningkatkan organizational climateagar meningkatkan safety behavior, karena organizational climateber dampak pada safety behavior (Neal et al., 2000). Kemudian untuk Pengaruh Organizational Climate terhadap Safety Behavior hasil analisis regresi OC terhadap SB menunjukkan bahwa organizational climate berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap safety behavior. Besarnya koefisien korelasi adalah 0,806, sehingga dapat diketahui pengaruh organizational climate terhadap safety behavior di Balai Yasa Yogyakarta (R2) sebesar 55,2%. Karyawan bekerja dalam wadah organisasi. Kondisi ini membuat karyawan terikat dengan norma, peraturan, dan kebijakan yang dijalankan organisasi. Norma, peraturan, dan kebijakanyang baik akan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga akan membentuk perilaku keselamatan. Hasil penelusuran observasi menunjukkan bahwa kondisi organizational climatedi bengkel belum tercipta secara kondusif. Keterbukaan antara karyawan dengan top management belum terjalin dengan baik, serta belum terbentuk interaksi antara karyawan dengan top management. Adanya gap antara manajemen dengan karyawan menyebabkan aspirasi karyawan belum dapat diakomodir sepenuhnya dalam kebijakan perusahaan. Jajaran manajemen belum menunjukkan komitmen dan keteladanan yang kuat dalam iklim keselamatan sehingga karyawan kehilangan keteladanan. Kontrol langsung atau pengendalian dari top management terhadap karyawan operasi/bengkel masih jarang dilakukan. Kondisi ini menyebabkan safety climate dan safety behavior belum membudaya di perusahaan. Kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan safety climate perusahaan setidaknya terdiri dari 12 item berikut: 18 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN SURYA MEDIKA Volume 9. No. 1 Januari 2013 Tabel 10. Kebijakan Safety Climate No Kebijakan 1 Pemisahan anggaranfasilitas kerja unutk mendaoatkan fasilitas keselamatan Pengadaan fasilitas keselamatan Kasubag adm dan umum Pembagian fasilitas keselamatan Kepala Golongan 2 3 Penanggung Jawab Kasubag logistic 4 Pencatatan P2K3 inventaris fasilitas keselamatan 5 Sosialisasi Ketua P2K3 keselamatan 6 Pemeriksaan fasilitas P2K3 keselamatan 7 Pemeriksaan Kepala BP kesehatan rutin 8 Kontrol rutin terkait P2K3 kesempatan kerja 9 Pengujian P2K3 pemeriksaan tempat kerja 10 Pembuatan Kepala BP Poloklinik 11 Pelatihan P2K3 keselamatan kerja 12 Perbaikan KUPT lingkungan kerja Sumber: Kasubag adm dan umum, P2K3 Kebijakan tersebut sudah baik, hanya saja seringkali implementasinya kurang maksimal sehingga masih saja terjadi kecelakaan kerja. Untuk Pengaruh Safety Climate terhadap Safety Behavior besarnya koefisien korelasi adalah 0,806, sehingga dapat diketahui pengaruh safety climate terhadap safety behavior di Balai Yasa Yogyakarta (R2) sebesar 9,71%. Iklim organisasi yang membuat karyawan berdisiplin terhadap keselamatan, akan membuat karyawan untuk berperilaku yang berorientasi keselamatan. Hal ini terbukti dengan adanya pengaruh yang besar iklim terhadap perilaku keselamatan karyawan. Hasil pengujian parameter fisik lingkungan kerja seperti tingkat kebisingan, kelembaban dan suhu/temperatur ruangan menunjukkan ada beberapa bagian kerja yang berada di atas ambang batas yang diijinkan. Menurut peraturan dari Permenaker 5/1996, undang-undang, ataupun peraturan standar internasional lainnya menunjukkan unit kerja yang berada di atas ambang batas standar, harus atau diwajibkan untuk melengkapi fasilitas yang memadai. Balai Yasa belum bisa memenuhi atau melengkapi fasilitas yang memadai dengan standar yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya fasilitas keselamatan di bengkel. Kurang-nya fasilitas keselamatan ini disebabkan karena kurangnya komitmen top management Balai Yasa Yogyakarta dan sedikitnya dukungan dana dari perusahaan induk, yakni PT KAI. Dana keselamatan kerja selama ini hanya berasal dari sebagian kecil dana pemeliharaan fasilitas kerja. Balai Yasa belum memiliki anggaran khusus untuk biaya operasional keselamatan kerja. Dana pemeliharaan fasilitas kerja lebih banyak dihabiskan untuk perawatan mesin-mesin produksi dan pemeliharaan gedung. Akibatnya, fasilitas keselamatan tidak lengkap, kesulitan untuk mengadakan pelatihan keselamatan kerja. Balai Yasa belum melakukan inventarisasi atau dokumentasi fasilitas keselamatan dengan baik. Proses dokumentasi masih meng-gunakan manual, belum terkomputerisasi dan tidak tersimpan dengan baik sehingga banyak data yang hilang. Kondisi ini menyebabkan manajemen mengalami kesulitan untuk melakukan perencanaan pengadaan fasilitas keselamatan serta pemeriksaan rutin fasilitas keselamatan. 19 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN Volume 9. No. 1 Januari 2013 Alat pelindung diri (APD) yang sudah rusak atau habis tidak cepat diganti karena perencanaan pengadaan yang kurang maksimal dan sumber data yang tidak lengkap. Manajemen Balai Yasa Yogyakarta memberikan fasilitas kesehatan berupa poliklinik serta pemeriksaan rutin bagi seluruh karyawan. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan belum memberikan feedback bagi karyawan yang memiliki masalah kesehatan. Perhatian manajemen dapat diaplikasikan dengan pemberian informasi yang lengkap tentang penyakit akibat kerja mengingat banyak karyawan Balai Yasa Yogyakarta yang mengalami tuli karena sistem kerja mereka yang tidak safe. Dengan berbagai keterbatasan tersebut, sebaiknya manajemen terus meningkatkan pengawasan, monitoring atau pengendalian kegiatan bengkel. Pengawasan secara rutin akan dapat meningkatkan safety behaviour karena karyawan akan selalu merasa diawasi. Manajemen Balai Yasa Yogyakarta tidak menempatkan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3) sebagai unit kerja tersendiri sebagai unit kerja khusus safety. Panitia ini merupakan gabungan beberapa karyawan yang ditunjuk untuk mengurusi keselamatan kerja. Salah satu anggotanya adalah kepala UPT Balai Yasa. Anggota P2K3 tidak khusus bekerja mengurusi masalah keselamatan kerja tetapi juga merangkap pekerjaan (tugas) utamanya. Hal tersebut berakibat tidak fokusnya perhatian mereka akibat rangkap jabatan. Oleh karena itu, manajemen Balai Yasa Yogyakarta perlu menempatkan P2K3 sebagai unit kerja khusus atau independent yang bertugas menangani keselamatan kerja. Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan SURYA MEDIKA safety climate yang ada di Balai Yasa Yogyakarta dan akhirnya safety behaviour. Pengaruh Organizational Climate dan Safety Climate terhadap Safety Behavior menunjukkan nilai korelasi ganda angka sebesar 0,806. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara variabel organizational climate dan safety climate cukup besar berada lebih dari 0,50. Rentang korelasi tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai variabel organizational climate dan safety climate maka akan diikuti dengan semakin tinggi pula safety behavior secara linier. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel organizational climate dan safety climate terhadap safety behavior. Berdasarkan analisis diketahui besar koefisien determinasi sebesar 0,650 (65%). Iklim organisasi yang didukung oleh iklim keselamatan merupakan faktor penentu perilaku keselamatan yang besar yakni 65%. Iklim keselamatan dapat terbentuk dari perilaku individu karyawan yang serius memperhatikan keselamatan. Usaha atau perilaku secara individu ini kemudian digabungkan dengan iklim keselamatan organisasi maka akan menghasilkan perilaku yang lebih peduli dengan keselamatan. Meskipun terbukti berpengaruh cukup besar, peneliti menemukan di Balai Yasa Yogyakarta ada fakta yang perlu diperbaiki. Organizational climate dan safety climate yang ada belum bisa menimbulkan pengaruh besar terhadap safety behavior karyawan. Hal ini karena organizational climate dan safety climate belum kondusif. Dukungan dari top management yang kurang untuk terciptanya safety climate yang akhirnya menimbulkan pengaruh pada safety behavior masih sangat kurang. Fasilitas keselamatan yang diberikan kepada 20 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN Volume 9. No. 1 Januari 2013 karyawan masih kurang lengkap, kurangnya kontrol dari top management dan anggota P2K3, serta pengelolaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang belum professional. Kurangnya iklim organisasi juga disebabkan karena organisasi keselamatan yang fokus untuk merencanakan dan mengevaluasi K3 tidak berjalan optimal. Mereka adalah karyawan biasa yang merangkap di P2K3, padahal pekerjaan seputar K3 harus diurus secara fokus dan serius. Perbedaan persepsi tentang organizational climate antara manajemen dengan karyawan ini menunjukkan iklim organisasi yang dirasakan manajemen berbeda dengan yang dirasakan karyawan. Iklim yang ingin diciptakan oleh manajemen belum dapat sampai ke karyawan sehingga ada gap persepsi. Faktor yang menjadi penyebab diantaranya adalah karena kurangnya sosialisasi tentang kebijakan keselamatan yang diberikan kepada karyawan. Faktor lain adalah kurangnya supervisi dari top manajemen terhadap aktivitas bengkel sehingga karyawan merasakan aktivitas seperti biasa tanpa ada dukungan iklim organisasi. Manajemen memegang peran penting yang dapat dilakukan dengan menetapkan kebijakan yang menuntut kinerja keselamatan kerja yang tinggi. Manajemen juga seharusnya mendorong standar keselamatan kerja yang tinggi. Wujud kebijakan yang dapat dijalankan adalah membuat suatu tertib/SOP yang menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja yang aman (Ridley, 2004). Kurangnya motivasi karyawan untuk selalu memiliki safety behaviour menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian dari top SURYA MEDIKA management. Sebaiknya, top management memberikan penghargaan kepada karyawan atas safety behaviour mereka ketika bekerja. Meski demikian, manajemen telah memulai usaha perbaikan melalui pemberian reward terhadap keselamatan. Wujud penghargaan kepada karyawan dapat berupa hadiah, piagam ataupun kenaikan pangkat. Untuk meningkatkan safety behaviour, manajemen juga dapat mengadakan perlombaan antar unit kerja untuk mencari unit kerja yang memiliki zero defect atau tingkat kecelakaan kerja terendah. Hal ini sesuai dengan Neal et al. (2000) yang menekankan bahwa motivasi dapat meningkatkan safety behaviour karyawan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan organizational climate terhadap safety behavior di Balai Yasa Yogyakarta dengan nilai R2 sebesar 0,552 (55,2%). Organizational climate berupa keterbukaan pendapat yang ada di Balai Yasa Yogyakarta menyebabkan manajemen dapat merespon keinginan karyawan tentang kebutuhan fasilitas keselamatan kerja, sehingga berpengaruh pada safety behavior. Terdapat pengaruh positif dan signifikan safety climate terhadap safety behavior di Balai Yasa Yogyakarta dengan nilai R2 sebesar 0,097 (9,7%). Fasilitas keselamatan yang lengkap dan sosialisasi dari komite keselamatan yang rutin akan berdampak pada safety behavior karyawan. Terdapat pengaruh positif dan signifikan organizational climate dan safety climate terhadap safety behavior di Balai Yasa Yogyakarta dengan nilai R2 sebesar 0,650 (65%). Perhatian yang paling besar dari top management 21 JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN Volume 9. No. 1 Januari 2013 terhadap keselamatan kerja karyawan akan berpengaruh pada timbulnya safety behavior karyawan. Dan terdapat perbedaan rata-rata organizational climate antara top management dan karyawan. Nilai rata-rata organizational climatetop management (42,25) lebih tinggi daripada nilai rata-rata organizational climate karyawan (35,25). Terdapat selisih 7 poin (15%) antara nilai rata-rata organizational climate antara top management dengan karyawan. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan atau perbedaan persepsi. Manajemen Balai Yasa Yogyakarta merasa telah memberikan perhatian yang besar kepada seluruh karyawan, disisi lain karyawan belum merasa diperhatikan oleh pihak manajemen. SURYA MEDIKA Susatyo, Tri Raden. (2008). Keselamatan. www.kagama.com (8 November 2008). Zohar, D (1980). “Safety climate in industrial organizations: theoritical and applied implications”. Journal applied psychology. DAFTAR PUSTAKA Balai Yasa (2012). Profil Balai Yasa Yogyakarta. PT Kereta Api Indonesia. Hadi, S (2004). Metodologi Research. Andi Offset. Yogyakarta. Menteri Tenaga Kerja. (1996). Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 5/1996. Depnaker. Jakarta. Neal, Griffin & Hart. (2000). “The impact of organizational climate on safety climate and individual behaviour”. Safety science. Elsevier. Ridley, J. (2004). Kesehatan dan keselamatan kerja, edisi ketiga (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Robbins, S. (2006). Organizational behaviour: cepcepts, controversies, and applications. New Jersey: Prentice Hall. 22 23