surya medika pengaruh organizational climate dan safety climate

advertisement
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
PENGARUH ORGANIZATIONAL CLIMATE DAN SAFETY CLIMATE
TERHADAP SAFETY BEHAVIOR DI BALAI YASA
PT KAI YOGYAKARTA
Oleh:
Ivan Tinarbuki Gavinov
ABSTRACT
Background : This research is conducted in Balai Yasa Yogyakarta, a kind of BUMN Company
which is active in land transportation sector. The research is intendeed to describe how big the
influence of organizational climate toward safety behaviour, to describe how big the influence of
safety climate toward safety behaviour, to describe how big the influence of organizational climate
and safety climate toward safety behaviour and to describe is there any difference perception
between top management with employee.
Method : A sample of this research amount 171. Purposive sampling is propose to becoma the
samppling technique. The collecting data is done by using different questioner technique between
top management with employee. In this research, the data are mage and analyzed by using
regression analysis technique.
Result : The influence of organization climate toward safety behaviour which takes place in
amount of 55%, the influence of safety climate toward toward safety behaviour which takes place in
amount of 9,7%, the influence of organization climate and toward safety behaviour which takes
place in amount of 65% and some different perceptions between organizational climate top
management with employee, are proven as the result of this research.
Keywords: Organizational climate, safety climate, safety behaviour
STIKes Surya Global Yogyakarta
13
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
PENDAHULUAN
Kata “keselamatan” sering menjadi
topik pembicaraan mengingat banyak
peristiwa kecelakaan baik kecelakaan
transportasi maupun kecelakaan kerja.
Banyaknya kecelakaan yang terjadi
menyebabkan
industri
manufaktur,
industri transportasi serta industri lainnya
memperbaharui sistem keselamatan dan
manajemen keselamatan kerja (Susatyo:
2008). Keselamatan adalah konsentrasi
utama dalam sebuah organisasi, seperti
sebuah sumber keuangan baik secara
langsung
maupun
tidak
langsung
(Robbins, 2006).
Organisasi mengeluarkan banyak
waktu,
uang,
dan
usaha
untuk
meningkatkan
tingkat
keselamatan.
Pendekatan sistem keselamatan dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu: safety culture
(budaya keselamatan), safety climate
(iklim keselamatan), dan safety behavior
(perilaku
yang
mencerminkan
keselamatan). Safety climate hanya akan
terjadi apabila iklim sebuah organisasi
tercipta secara kondusif. Iklim organisasi
sangat penting untuk menciptakan iklim
keselamatan (Zohar, 1980).
Indonesia
memiliki
beberapa
BUMN yang bergerak di bidang
transportasi salah satunya adalah PT
Kereta
Api
Indonesia
(PT
KAI).
Perusahaan tersebut memiliki beberapa
unit pelaksana teknis untuk mendukung
kinerja organisasi, salah satunya adalah
Balai Yasa. Balai Yasa bertugas sebagai
tempat/bengkel
perbaikan kereta api
yang mengalami kecelakaan maupun
rusak karena faktor lain (Balai Yasa,
2012).
Balai Yasa Yogyakarta memiliki
banyak pekerjaan berisiko tinggi dan
berbahaya bagi keselamatan seperti:
mengelas, memotong besi baja, bongkar
mesin dan body lokomotif. Manajemen
Balai
Yasa
Yogyakarta
harus
menerapkan sistem keamanan nasional
SURYA MEDIKA
maupun
internasional,
melakukan
sosialisasi sistem keselamatan, pelatihan
keselamatan, membuat code of conduct,
dan
menyediakan
fasilitas-fasilitas
keselamatan lengkap.
Bekerja dalam sebuah bengkel
mesin memerlukan kedisiplinan dalam
menjalankan
standard
operating
procedure karena jika ada langkah kerja
yang tidak dijalankan akan menyebabkan
fatal. Akibat yang langsung terjadi pada
pegawai bengkel adalah kecelakaan kerja
sampai kematian, dan juga dapat
menyebabkan kecelakaan pelanggan
(sebagai
pengguna
kereta).
Data
perusahaan menunjukkan setiap tahun
terjadi kecelakaan kerja dari ringan
sampai berat. Jumlah kecelakaan kereta
juga masih ada meskipun setiap tahun
mengalami penurunan.
Berdasarkan
pertimbangan
tersebut, perlu diketahui seberapa besar
pengaruh organizational climate dan
safety climate terhadap safety behavior.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memperbaiki manajemen keselamatan
yang ada di Balai Yasa Yogyakarta,
sehingga
dapat
meningkatkan
produktivitas kerja serta meminimalkan
kecelakaan kerja.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh
organizational climate terhadap safety
behavior, seberapa besar pengaruh
safety climate terhadap safety behavior,
besar pengaruh organizational climate
dan safety climate terhadap safety
behavior, adakah perbedaan persepsi
antara
top
management
dengan
karyawan.
14
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini
termasuk jenis crossectional.
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dari penelitian ini adalah
seluruh karyawan Balai Yasa PT KAI
Yogyakarta bagian pemeliharaan yang
berjumlah 340 orang.Sampel ditentukan
dengan tabel Kreicje yang ditentukan
sebanyak 171 orang. Karakteristik subjek
dalam penelitian ini adalah karyawan
Balai Yasa Yogyakarta di jajaran Top
Manager, dan mempunyai deskripsi kerja
yang masuk dalam kategori high risk,
medium risk, dan low risk.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Balai Yasa
PT KAI Yogyakarta yang berlokasi di
Jalan Kusbini nomor 12 Yogyakarta.
Penelitian dilakukan bulan Oktober 2012
sampai September 2012
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Data yang dikumpulkan
dengan menyebar daftar pertanyaan
(kuesioner) kepada karyawan meliputi
data
jawaban
karyawan
tentang
organizational climate, safety climate, dan
safety behavior di Balai Yasa PT KAI
Yogyakarta. Agar data yang diperoleh
dari kuesioner dapat berwujud data
kuantitatif maka setiap alternatif jawaban
diberikan skor. Metode dokumentasi
dilakukan dengan mempelajari dan
mencatat data yang berasal dari Balai
Yasa PT KAI Yogyakarta meliputi: struktur
organisasi, sejarah, dan perkembangan
perusahaan,
laporan
kecelakaan,
inventaris fasilitas-fasilitas keselamatan.
Adapun
rentang
skor
yang
digunakan adalah 1-5.
Tabel 1. Kisi-kisi Penyusunan
Pertanyaan Instrumen
No Variabel
1
2
3
Organiz
ational
Climate
Safety
Climate
Safety
Behavio
r
Indikator
1. Kepemimpina
n
2. Partisipasi
3. Kejelasan
peraturan
4. Interaksi
organisasi
5. Umpan balik
manajemen
6. Komitmen
manajemen
7. Komunikasi
1. Pelatihan
keselamatan
2. Fasilitas
keselamatan
3. Komite
keselamatan
4. Sosialisasi
peraturan
keselamatan
5. Manajemen
attitude
dalam
keselamatan
6. Lingkungan
kerja
1. Perilaku
karyawan
2. Kesadaran
karyawan
3. Pengetahuan
karyawan
No.Butir
1,3
4
5
6
2,9
8
7
1
2,3,8,9,10
,11,12,13
15
14
4
5,6,7
19,11,12,1
4
10,15,16
13
TEKNIK ANALISIS DATA
1. Pengujian Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas menggunakan rumus
Kolmogorov-Smirnov. Kriteria yang
digunakan, jika Kd hitung <Kd tabel
dengan α:0,05 dan dk=(n1-n2), maka
data berdistribusi normal.
b. Uji linearitas menggunakan rumus
Hadi (2004). Jika F hitung <F tabel
dengan α:0,05, maka hubungan
variabel bebas dengan terikat linier.
c. Uji
multikolinieritas
ini
menggunakan
rumus
Product
≤
Moment. Jika nilai r hitung 0,800
artinya tidak terjadi multikolinieritas.
d. Uji
heteroskedastisitas
menggunakan rumus Spearman Rank.
15
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
Jika ρ hitung <ρ tabel, maka
disimpulkan
tidak
terjadi
heteroskesdastisitas.
2. Analisis data
a. Statistik univariat digunakan untuk
menggambarkan profil responden
meliputi: usia, unit kerja, dan
pendidikan terakhir.
b. Analisis
regresi
berganda
digunakan
untuk
mengetahui
apakah terdapat pengaruh variabel
bebas dengan terikat, serta dapat
digunakan
untuk
membuat
persamaan regresi:
=
+
+
c. Mencari perbedaan persepsi antara
top management dengan karyawan
dengan statistik uji t.
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi responden
Tabel 2.
Karakter Responden
Menurut Usia
rawanan karena hampir me-masuki masa
purna karya.
Tabel 3.
Karakter Responden
Menurut Unit Kerja
Unit Kerja
Auxiliary
Diesel
Ft
Lgd
Lgmk
Lgp
Lm
TL&Instalasi
Total
Frekuensi Persentase
15
18
11
21
14
25
54
15
8,8
10,5
6,4
12,3
8,2
14,6
30,4
8,8
171
100
Sumber: data diolah
Responden terbanyak adalah
karyawan yang berasal dari unit kerja
lokomotif (lm), sedangkan responden
paling sedikit adalah karyawan yang
berasal dari unit Final Test (ft).
Tabel 4.
Karakter Responden
Menurut Pendidikan
Umur
(tahun)
< 30
31-40
41-50
> 50
Frekuensi
Persentase
Pendidikan
Frekuensi
Persentase
2
67
92
10
1,2
39,2
53,8
5,8
SD
SMP
SMTA
6
21
144
3,5
12,3
84,2
Total
171
100
Total
171
100
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Responden
secara
mayoritas
adalah responden dengan rentang usia
antara
41-50
tahun,
sedangkan
responden paling sedikit adalah karyawan
dengan usia kurang dari30 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sebaran usia dari
para
karyawan
tidaklah
merata.
Kaderisasi karyawan yang berusia kurang
dari 30 tahun terhitung terlambat. Hal ini
disebabkan karena kondisi perusahaan
yang mengalami kesulitan pada era tahun
2000-an sehingga tidak melakukan
rekrutmen karyawan. Dengan mayoritas
karyawan telah berusia sudah setengah
baya antara 41-50 menunjukkan ke-
Mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan terakhir adalah SMTA,
sedangkan responden paling sedikit
memiliki tingkat pendidikan SD.
2. Pengujian Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Suatu
variabel
dikatakan
berdistribusi
normal
apabila
nilai
signifikansinya lebih dari 0,05.
16
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
Tabel 5.
Hasil Uji Normalitas
Tabel 8. Hasil Analisis Regresi
Aspek
Signifikansi
OC
Kolmogorov
Smirnov
1,342
SC
1,353
0,051
SB
0,856
0,456
Variabel
0,055
Sumber: data diolah
Berdasarkan
tabel
diatas
menunjukkan variabel OC, SC, dan SB
masing-masing
memiliki
signifikansi
sebesar 0,055; 0,051; dan 0,456. Karena
nilai signifikansi variabel OC, SC, dan SB
lebih besar dari 0,05 maka variabel
tersebut berdistribusi normal.
b. Uji Multikolineritas
Tabel 6.
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
Signifikansi
OC dengan SC
0,361
Sumber: data diolah
Hasil pengujian korelasi rxx antara
OC dengan SC sebesar 0,361 kurang dari
0,800
yang
artinya
tidak
terjadi
multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 7.
Hasil UjiHeteroskedastisitas
Variabel Probalility
Kesimpulan
OC
0,304
Bebas
Heteroskedastisitas
SC
0,270
Bebas
Heteroskedastisitas
Sumber: data diolah
Nilai Spearman OC dan SC
masing-masing memiliki nilai probabilitas
0,304 dan 0,270, sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas pada model regresi
yang digunakan.
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficient
2
t
R
**
Konstant
6,911
2,047
a
*
Organizat
0,967
14,428
0,552
**
ional
Climate
***
Safety
0,280
4,275
0,097
Climate
***
F hitung
155,839
2
R
0.650
Sumber: data diolah
**
***
Keterangan: ( ) signifikan pada 5% dan ( )
sinifikan pada 1%.
Berdasarkan hasil analisis regresi
(tabel 8) dapat dilakukan pengujian
hipotesis sebagai berikut : dari Hasil Uji t
terdapat pengaruh variabel OC terhadap
SB, hal tersebut ditunjukkan dengan
melihat nilai signifikansit variabel OC
sebesar 0,000 < 0,05. Artinya terdapat
pengaruh positif variabel OC terhadap SB
dengan nilai t hitung sebesar 14,428.
Artinya variabel OC secara individual
dapat meningkatkan perilaku SB para
karyawan di bengkel.
Terdapat pengaruh variabel SC
terhadap SB, hal tersebut ditunjukkan
dengan melihat nilai signifikansit variabel
SC sebesar 0,000 < 0,05. Artinya
terdapat pengaruh positif signifikan
variabel SC terhadap SB dengan nilai t
hitung sebesar 4,275. Sehingga variabel
SC secara individual dapat meningkatkan
perilaku SB para karyawan di bengkel.
Kemudian dari hasil Uji F terdapat
pengaruh secara simultan variabel OC
dan SC terhadap variabel SB. Hal
tersebut ditunjukkan dengan melihat nilai
signifikansi F sebesar 0,000 < 0,05.
Dan
dari
hasil
Koefisien
2
determinasi (R ) dapat diketahui bahwa
nilai R square sebesar 0,650 (65%). Hal
ini
menunjukkan
bahwa
pengaruh
variabel OC dan SC terhadap SB sebesar
65%,
sedangkan
sisanya
35%
dipengaruhi oleh variabel lain.
17
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
PEMBAHASAN
Dari Kebijakan Organizational
Climate di Balai Yasa Yogyakarta
Tabel 9.
Kebijakan Organizational Climate
No
Kebijakan
1
Apel pagi bersama
(Selasa, Kamis)
Apel pagi masingmasing unit kerja
(Senin, Rabu)
Senam/pengajian
bersama (jum’at)
Pemberian insentif
tiap tengah bulan
Pemberian fasilitas
kerja kepada seluruh
karyawan
Pemberian THR dan
parsel setiap lebaran
2
3
4
5
6
Penanggung
Jawab
KUPT
Kepala Unit
KUPT
UKR
Kasubag adm
dan umum
Kasubag adm
dan umum
Sumber: Kasubag.adm. dan umum
Kebijakan organizational climate
oleh perusahaan sudah cukup lengkap.
Berbagai jenis apel akan membuat
karyawan lebih disiplin dalam bekerja.
Pemberian insentif juga akan membuat
karyawan lebih tenang dalam bekerja.
Manajemen
berusaha
meningkatkan kesejahteraan karya-wannya
dengan insentif, THR serta parsel hari
raya keagamaan. Hal ini menunjukkan
perusahaan telah berusaha untuk terus
meningkatkan organizational climateagar
meningkatkan safety behavior, karena
organizational climateber dampak pada
safety behavior (Neal et al., 2000).
Kemudian
untuk
Pengaruh
Organizational Climate terhadap Safety
Behavior hasil analisis regresi OC
terhadap SB menunjukkan bahwa
organizational
climate
berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap
safety behavior. Besarnya koefisien
korelasi adalah 0,806, sehingga dapat
diketahui pengaruh organizational climate
terhadap safety behavior di Balai Yasa
Yogyakarta (R2) sebesar 55,2%.
Karyawan bekerja dalam wadah
organisasi. Kondisi ini membuat karyawan
terikat dengan norma, peraturan, dan
kebijakan yang dijalankan organisasi.
Norma, peraturan, dan kebijakanyang
baik akan menciptakan iklim organisasi
yang baik sehingga akan membentuk
perilaku keselamatan.
Hasil
penelusuran
observasi
menunjukkan
bahwa
kondisi
organizational climatedi bengkel belum
tercipta secara kondusif. Keterbukaan
antara
karyawan
dengan
top
management belum terjalin dengan baik,
serta belum terbentuk interaksi antara
karyawan dengan top management.
Adanya gap antara manajemen dengan
karyawan
menyebabkan
aspirasi
karyawan belum dapat diakomodir
sepenuhnya
dalam
kebijakan
perusahaan.
Jajaran
manajemen
belum
menunjukkan komitmen dan keteladanan
yang kuat dalam iklim keselamatan
sehingga
karyawan
kehilangan
keteladanan. Kontrol langsung atau
pengendalian dari top management
terhadap
karyawan
operasi/bengkel
masih jarang dilakukan. Kondisi ini
menyebabkan safety climate dan safety
behavior
belum
membudaya
di
perusahaan.
Kebijakan yang dilakukan untuk
meningkatkan safety climate perusahaan
setidaknya terdiri dari 12 item berikut:
18
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
Tabel 10.
Kebijakan Safety Climate
No
Kebijakan
1
Pemisahan
anggaranfasilitas
kerja unutk
mendaoatkan
fasilitas keselamatan
Pengadaan fasilitas
keselamatan
Kasubag
adm dan
umum
Pembagian fasilitas
keselamatan
Kepala
Golongan
2
3
Penanggung
Jawab
Kasubag
logistic
4
Pencatatan
P2K3
inventaris fasilitas
keselamatan
5
Sosialisasi
Ketua P2K3
keselamatan
6
Pemeriksaan fasilitas P2K3
keselamatan
7
Pemeriksaan
Kepala BP
kesehatan rutin
8
Kontrol rutin terkait
P2K3
kesempatan kerja
9
Pengujian
P2K3
pemeriksaan tempat
kerja
10 Pembuatan
Kepala BP
Poloklinik
11 Pelatihan
P2K3
keselamatan kerja
12 Perbaikan
KUPT
lingkungan kerja
Sumber: Kasubag adm dan umum, P2K3
Kebijakan tersebut sudah baik,
hanya saja seringkali implementasinya
kurang maksimal sehingga masih saja
terjadi kecelakaan kerja.
Untuk Pengaruh Safety Climate
terhadap Safety Behavior besarnya
koefisien korelasi adalah 0,806, sehingga
dapat diketahui pengaruh safety climate
terhadap safety behavior di Balai Yasa
Yogyakarta (R2) sebesar 9,71%.
Iklim organisasi yang membuat
karyawan
berdisiplin
terhadap
keselamatan, akan membuat karyawan
untuk berperilaku yang berorientasi
keselamatan. Hal ini terbukti dengan
adanya pengaruh yang besar iklim
terhadap perilaku keselamatan karyawan.
Hasil pengujian parameter fisik
lingkungan
kerja
seperti
tingkat
kebisingan,
kelembaban
dan
suhu/temperatur ruangan menunjukkan
ada beberapa bagian kerja yang berada
di atas ambang batas yang diijinkan.
Menurut peraturan dari Permenaker
5/1996,
undang-undang,
ataupun
peraturan standar internasional lainnya
menunjukkan unit kerja yang berada di
atas ambang batas standar, harus atau
diwajibkan untuk melengkapi fasilitas
yang memadai. Balai Yasa belum bisa
memenuhi atau melengkapi fasilitas yang
memadai dengan standar yang baik. Hal
ini dapat dilihat dari kurangnya fasilitas
keselamatan di bengkel. Kurang-nya
fasilitas keselamatan ini disebabkan
karena
kurangnya
komitmen
top
management Balai Yasa Yogyakarta dan
sedikitnya
dukungan
dana
dari
perusahaan induk, yakni PT KAI.
Dana keselamatan kerja selama
ini hanya berasal dari sebagian kecil dana
pemeliharaan fasilitas kerja. Balai Yasa
belum memiliki anggaran khusus untuk
biaya operasional keselamatan kerja.
Dana pemeliharaan fasilitas kerja lebih
banyak dihabiskan untuk perawatan
mesin-mesin produksi dan pemeliharaan
gedung. Akibatnya, fasilitas keselamatan
tidak
lengkap,
kesulitan
untuk
mengadakan
pelatihan
keselamatan
kerja.
Balai Yasa belum melakukan
inventarisasi atau dokumentasi fasilitas
keselamatan dengan baik. Proses
dokumentasi
masih
meng-gunakan
manual, belum terkomputerisasi dan tidak
tersimpan dengan baik sehingga banyak
data
yang
hilang.
Kondisi
ini
menyebabkan manajemen mengalami
kesulitan untuk melakukan perencanaan
pengadaan fasilitas keselamatan serta
pemeriksaan rutin fasilitas keselamatan.
19
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
Alat pelindung diri (APD) yang sudah
rusak atau habis tidak cepat diganti
karena perencanaan pengadaan yang
kurang maksimal dan sumber data yang
tidak lengkap.
Manajemen
Balai
Yasa
Yogyakarta
memberikan
fasilitas
kesehatan
berupa
poliklinik
serta
pemeriksaan rutin bagi seluruh karyawan.
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
belum
memberikan feedback bagi
karyawan
yang
memiliki
masalah
kesehatan. Perhatian manajemen dapat
diaplikasikan dengan pemberian informasi
yang lengkap tentang penyakit akibat
kerja mengingat banyak karyawan Balai
Yasa Yogyakarta yang mengalami tuli
karena sistem kerja mereka yang tidak
safe.
Dengan berbagai keterbatasan
tersebut, sebaiknya manajemen terus
meningkatkan pengawasan, monitoring
atau pengendalian kegiatan bengkel.
Pengawasan secara rutin akan dapat meningkatkan safety behaviour karena
karyawan akan selalu merasa diawasi.
Manajemen
Balai
Yasa
Yogyakarta tidak menempatkan panitia
pembina keselamatan dan kesehatan
kerja (P2K3) sebagai unit kerja tersendiri
sebagai unit kerja khusus safety. Panitia
ini merupakan gabungan beberapa
karyawan yang ditunjuk untuk mengurusi
keselamatan
kerja.
Salah
satu
anggotanya adalah kepala UPT Balai
Yasa.
Anggota P2K3 tidak khusus
bekerja mengurusi masalah keselamatan
kerja tetapi juga merangkap pekerjaan
(tugas) utamanya. Hal tersebut berakibat
tidak fokusnya perhatian mereka akibat
rangkap jabatan. Oleh karena itu,
manajemen Balai Yasa Yogyakarta perlu
menempatkan P2K3 sebagai unit kerja
khusus atau independent yang bertugas
menangani keselamatan kerja. Hal ini
diharapkan akan dapat meningkatkan
SURYA MEDIKA
safety climate yang ada di Balai Yasa
Yogyakarta
dan
akhirnya
safety
behaviour.
Pengaruh
Organizational
Climate dan Safety Climate terhadap
Safety Behavior menunjukkan nilai
korelasi ganda angka sebesar 0,806. Hal
ini menunjukkan bahwa korelasi antara
variabel organizational climate dan safety
climate cukup besar berada lebih dari
0,50. Rentang korelasi tersebut dapat
diartikan bahwa semakin tinggi nilai
variabel organizational climate dan safety
climate maka akan diikuti dengan
semakin tinggi pula safety behavior
secara linier.
Koefisien determinasi digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel organizational climate dan safety
climate
terhadap
safety
behavior.
Berdasarkan analisis diketahui besar
koefisien determinasi sebesar 0,650
(65%).
Iklim organisasi yang didukung
oleh iklim keselamatan merupakan faktor
penentu perilaku keselamatan yang besar
yakni 65%. Iklim keselamatan dapat
terbentuk dari perilaku individu karyawan
yang serius memperhatikan keselamatan.
Usaha atau perilaku secara individu ini
kemudian digabungkan dengan iklim
keselamatan organisasi maka akan
menghasilkan perilaku yang lebih peduli
dengan keselamatan.
Meskipun terbukti berpengaruh
cukup besar, peneliti menemukan di Balai
Yasa Yogyakarta ada fakta yang perlu
diperbaiki. Organizational climate dan
safety climate yang ada belum bisa
menimbulkan pengaruh besar terhadap
safety behavior karyawan. Hal ini karena
organizational climate dan safety climate
belum kondusif. Dukungan dari top
management
yang
kurang
untuk
terciptanya safety climate yang akhirnya
menimbulkan pengaruh pada safety
behavior masih sangat kurang. Fasilitas
keselamatan yang diberikan kepada
20
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
karyawan
masih
kurang
lengkap,
kurangnya kontrol dari top management
dan anggota P2K3, serta pengelolaan
manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang belum professional.
Kurangnya iklim organisasi juga
disebabkan
karena
organisasi
keselamatan
yang
fokus
untuk
merencanakan dan mengevaluasi K3
tidak berjalan optimal. Mereka adalah
karyawan biasa yang merangkap di
P2K3, padahal pekerjaan seputar K3
harus diurus secara fokus dan serius.
Perbedaan
persepsi
tentang
organizational climate antara manajemen
dengan karyawan ini menunjukkan iklim
organisasi yang dirasakan manajemen
berbeda
dengan
yang
dirasakan
karyawan. Iklim yang ingin diciptakan oleh
manajemen belum dapat sampai ke
karyawan sehingga ada gap persepsi.
Faktor
yang
menjadi
penyebab
diantaranya adalah karena kurangnya
sosialisasi tentang kebijakan keselamatan
yang diberikan kepada karyawan. Faktor
lain adalah kurangnya supervisi dari top
manajemen terhadap aktivitas bengkel
sehingga karyawan merasakan aktivitas
seperti biasa tanpa ada dukungan iklim
organisasi.
Manajemen memegang peran
penting yang dapat dilakukan dengan
menetapkan kebijakan yang menuntut
kinerja keselamatan kerja yang tinggi.
Manajemen juga seharusnya mendorong
standar keselamatan kerja yang tinggi.
Wujud kebijakan yang dapat dijalankan
adalah membuat suatu tertib/SOP yang
menjamin kesehatan dan keselamatan
kerja, menyediakan peralatan dan
perlengkapan kerja yang aman (Ridley,
2004).
Kurangnya motivasi karyawan
untuk selalu memiliki safety behaviour
menjadi salah satu penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan
kurangnya
perhatian
dari
top
SURYA MEDIKA
management.
Sebaiknya,
top
management memberikan penghargaan
kepada karyawan atas safety behaviour
mereka ketika bekerja.
Meski demikian, manajemen telah
memulai
usaha
perbaikan
melalui
pemberian reward terhadap keselamatan.
Wujud penghargaan kepada karyawan
dapat berupa hadiah, piagam ataupun
kenaikan pangkat. Untuk meningkatkan
safety behaviour, manajemen juga dapat
mengadakan perlombaan antar unit kerja
untuk mencari unit kerja yang memiliki
zero defect atau tingkat kecelakaan kerja
terendah. Hal ini sesuai dengan Neal et
al. (2000) yang menekankan bahwa
motivasi dapat meningkatkan safety
behaviour karyawan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian,
maka
dapat
diambil
kesimpulan sebagai berikut yaitu terdapat
pengaruh
positif
dan
signifikan
organizational climate terhadap safety
behavior di Balai Yasa Yogyakarta
dengan nilai R2 sebesar 0,552 (55,2%).
Organizational
climate
berupa
keterbukaan pendapat yang ada di Balai
Yasa
Yogyakarta
menyebabkan
manajemen dapat merespon keinginan
karyawan tentang kebutuhan fasilitas
keselamatan kerja, sehingga berpengaruh
pada safety behavior. Terdapat pengaruh
positif dan signifikan safety climate
terhadap safety behavior di Balai Yasa
Yogyakarta dengan nilai R2 sebesar 0,097
(9,7%). Fasilitas keselamatan yang
lengkap dan sosialisasi dari komite
keselamatan yang rutin akan berdampak
pada safety behavior karyawan.
Terdapat pengaruh positif dan
signifikan organizational climate dan
safety climate terhadap safety behavior di
Balai Yasa Yogyakarta dengan nilai R2
sebesar 0,650 (65%). Perhatian yang
paling besar dari top management
21
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
terhadap keselamatan kerja karyawan
akan berpengaruh pada timbulnya safety
behavior
karyawan.
Dan
terdapat
perbedaan
rata-rata
organizational
climate antara top management dan
karyawan. Nilai rata-rata organizational
climatetop management (42,25) lebih
tinggi
daripada
nilai
rata-rata
organizational climate karyawan (35,25).
Terdapat selisih 7 poin (15%) antara nilai
rata-rata organizational climate antara top
management dengan karyawan. Adanya
perbedaan
tersebut
menyebabkan
terjadinya kesenjangan atau perbedaan
persepsi.
Manajemen
Balai
Yasa
Yogyakarta merasa telah memberikan
perhatian yang besar kepada seluruh
karyawan, disisi lain karyawan belum
merasa
diperhatikan
oleh
pihak
manajemen.
SURYA MEDIKA
Susatyo, Tri Raden. (2008). Keselamatan.
www.kagama.com (8 November
2008).
Zohar, D (1980). “Safety climate in
industrial organizations: theoritical
and applied implications”. Journal
applied psychology.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Yasa (2012). Profil Balai Yasa
Yogyakarta. PT Kereta Api
Indonesia.
Hadi, S (2004). Metodologi Research.
Andi Offset. Yogyakarta.
Menteri Tenaga Kerja. (1996). Peraturan
Menteri Tenaga Kerja nomor
5/1996. Depnaker. Jakarta.
Neal, Griffin & Hart. (2000). “The impact
of organizational climate on safety
climate and individual behaviour”.
Safety science. Elsevier.
Ridley,
J. (2004). Kesehatan dan
keselamatan kerja, edisi ketiga
(terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Robbins, S. (2006). Organizational
behaviour:
cepcepts,
controversies, and applications.
New Jersey: Prentice Hall.
22
23
Download