PUISI GHAZAL ZAMAN ABASSIYAH Jurnal Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas (0906534640) Menyetujui, Pembimbing Akademik, Drs. Juhdi Syarif M.Hum NIP. 195405201984031002 PROGRAM STUDI ARAB FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2013 Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas NPM : 090653640 Program Studi : Sastra Arab Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya : Makalah Non Ilmiah demi pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Puisi Ghazal Zaman Abassiah beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 28 Februari 2013 Yang menyatakan (Diajeng G.F.P) Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 Puisi Ghazal Zaman Abbasiah Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, 16424, Indonesia [email protected] Abstrak Puisi Arab telah ada sejak zaman Jahilliyah hingga zaman Modern. Tema-tema puisi berkembang dari zaman ke zaman dan berubah makna seiring dengan berkembangnya zaman itu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan puisi Ghazal zaman Abassiah dengan puisi-puisi di zaman Jahilliah, Permulaan Islam, dan Umayyah, juga untuk medeskripsikan hal-hal apa saja yang membuat perubahan makna tema puisi dari zaman ke zaman. Pengumpulan data dengan menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka digunakan dengan mengumpulkan data secara kualitatif yang kemudian data tersebut dikelompokkan kepada data primer dan sekunder. Hasilnya ditemukan bahwa perubahan makna yang terjadi dalam tema puisi dari zaman ke zaman disebabkan karna ada nya faktor lingkungan masyarakat juga sistem kepemerintahan/ kepemimpinannya. Kata Kunci : Abassiyah; Jahilliyah; Islam; Modern; Puisi Ghazal; Umayah. Ghazal Poetry of Abbasid Era Abstract Arabic poetry has been around since Jahilliyah era to Modern era. The themes of poetry evolved over time and changing the meaning along with the development of that era. This research is a qualitative descriptive study aimed to describe what distinguishes poetry Ghazal Abassiah era with poetry at age Jahilliah, onset of Islam and the Umayyad, also for description the things what makes Ghazal theme changed meaning over time. Fetching data has commenced and using literature method. Literature method used was a qualitative data collection and then the data is grouped to the primary and secondary data. The results found it changes that occur in the meaning of poetry themes over time due to environmental factors, especially the system of governance / leadership. Key Word : Abassiyah; Ghazal Poetry; Jahilliyah; Islam; Modern. Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 A. Pendahuluan Pada zaman kekuasaan Abassiyah telah terjadi perkembangan dan perubahan yang cukup besar dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Peristiwa yang secara tidak langsung berdampak pula pada perkembangan puisinya. Salah satunya adalah Puisi Ghazal yang merupakan tema puisi yang populer pada zaman Abassiah ini pun mendapatkan dampak dari perkembanganperkembangan yang terjadi pada masa ini. Puisi Ghazal merupakan puisi yang bertemakan wanita. Puisi ini menggambarkan keindahan wanita dari bagian-bagian tubuh wanita, seperti rambut, mata, leher ataupun parasnya. Puisi Ghazal sudah ada dari zaman Jahilliyah, permulaan Islam, hingga modern. Puisi ini terus berkembang dari tahun ke tahun, hingga memiliki perubahan gaya bahasa dan maknanya. Perkembangan puisi ghazal pada zaman Abassiyah disebabkan para petinggi negara ataupun bangsawan memberikan upah yang tinggi kepada para penyair apabila mereka membuat puisi Ghazal. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat para penyair secara tidak langsung masuk kedalam kehidupan yang mewah dan seringkali berfoya-foya dengan kaum wanita. Pada zaman ini banyak sekali wanita cantik dan menarik yang telah dilatih untuk bernyanyi dan menari agar dapat dipertunjukkan di tempat hiburan atau kedai-kedai arak/ minuman keras, seringkali menunjukkan gairah seks si penyair kepada sang wanita dalam puisi ini. Walaupun banyak juga puisi-puisi Ghazal yang masih sopan dan tidak terlalu bebas akan tetapi puisi seperti ini tidak terlalu menonjol.(Khalid. 1997:50) Sehubungan dengan puisi ghazal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai berkembangnya puisi Ghazal pada zaman Abbasiah. Penulis juga tertarik untuk meneliti puisi Ghazal di zaman lain, untuk mengetahui apakah terdapat perkembangan puisi Ghazal dari zaman ke zaman, sesuai dengan perkembangan sosial, agama dan lingkungannya. B.Rumusan Masalah Setelah memaparkan latar belakang diatas, muncul beberapa pertanyaan, sebagai berikut: 1. Tema-tema puisi Ghazal seperti apa yang berkembang pada zaman Abassiah. 2. Apa perbedaan puisi-puisi zaman Abbasiah dengan puisi-puisi zaman Jahilliyah, permulaan Islam dan Umayyah. C.Tujuan Penulisan Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki tujuan sebagain berikut: 1. 2. Menjelaskan tema-tema puisi Ghazal seperti apa yang berkembang pada zaman Abassiyah Menjelaskan seperti apa perbedaan antara puisi-puisi pada zaman Abbasiah dengan puisi puisi pada zaman Jahilliyah, permulaan Islam dan Umayyah. D.Metode Penulisan Metode penelitian yang digunakan penulis dengan cara penelitian pustaka. Penulis membaca, mencari dan mengumpulkan sumber-sumber literatur terbaik yang terdapat pada buku-buku dan jurnal yang terkait. Penulis membandingkan puisi Ghazal zaman Abassiyah dengan puisi Ghazal zaman Jahilliyah, pernulaan Islam dan Umayyah. E.Hasil Penelitian Lintasan Puisi Ghazal dalam Sejarah Puisi Arab pertama kali muncul pada zaman Jahilliyah. Pada zaman kemunculannya ini Puisi mendapat posisi yang tinggi di hati masyarakatnya. Pada zaman Jahilliyah pula lah Puisi bertema Ghazal ini muncul. Puisi Ghazal merupakan puisi yang menggambarkan wanita, Puisi ini telah muncul sejak zaman Jahiliyah, akan tetapi banyak perbedaan dan perkembangan yang terjadi dalam karya puisi Ghazal ini seiring dengan berkembangnya zaman juga lingkungan yang mempengaruhi. Puisi zaman Jahilliyah Zaman Jahiliyah merupakan zaman sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW. Zaman ini merupakan zaman yang sangat kacau. Orang-orang menyekutukan Allah dan terjadi kebobrokan moral yang sangat besar. Kebobrokan yang terjadi adalah bayi perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup, perzinaan semakin merajalela, berhaji tanpa menggunakan pakaian Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 sedikitpun, orang-orang mengagungkan para penyair dan mereka dijadikan sebagai pemimpin. Zaman Jahilliyah merupakan zaman munculnya puisi Arab. Puisi pada Zaman Jahilliyah mempunyai kedudukan yang tinggi di hati masyarakatnya, bahkan orang-orang yang pandai berpuisi sering dibangga-banggakan dan dianggap mempunyai pengetahuan supernatural (sesuatu yang tidak dapat diterangkan dengan akal sehat) seperti yang disebut berikut : “puisi pada Zaman Jahilliyah mempunyai kedudukan yang tinggi dan pengaruh yang kuat, sehingga setiap suku akan merasa bangga jika lahir seorang penyair dalam sukunya. Mereka akan mengadakan pesta besar-besaran. Penyair tidak saja dianggap sebagai juru bicara dalam suku, yang dapat membuat sukunya hidup dalam keadaan damai dan sejahtera atau dapat membuat sukunya menang dalam peperangan, tapi juga dianggap sebagai orang yang mempunyai pengetahuan supernatural, sehingga dapat berdialog dengan jin atau ssetan, sehingga dapat membebaskan sukunya dari gangguan kedua makhluk halus tersebut.” (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:14) Puisi Arab yang paling terkenal pada Zaman Jahilliyah adalah puisi-puisi al-Mualla’qat (yang digantungkan). Disebut al-Mualla’qat, karena puisi puisi itu digantungkan di dinding Ka’bah. Pada Zaman Jahilliyah menggantung sesuatu di dinding Ka’bah bukanlah hal yang asing. Setiap kali ketika ada urusan ataupun hal yang penting, pasti digantung di dinding Ka’bah, misalnya ketika terjadi konflik antara Nabi Muhammad SAW dan Suku Qurays. Suku Qurays sepakat untuk tidak berhubungan dengan Bani Hasyim. Mereka tidak akan kawin dan melakukan jual beli dengan Bani Hasyim. Kesepakatan itu ditulis dan digantung di dinding Ka’bah. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:16) Adapun tema-tema yang terdapat pada zaman Jailliyah adalah: 1. Al-Hamasat :Tema puisi ini adalah tema yang mengagung-agungankan kepkepahlawanan seseorang. 2. Al-Fakhr :Tema puisi ini tidak berbeda jauh dengan tema Hamasat akan tetapi tema ini membangga-banggakan kelebihan yang dimiliki oleh penyair atau sukunya. 3. Al-Madah :Tema yang berisi puji-pujian kepada seseorang, akhlak mulianya, perilakunya yang terpuji ataupun keberaniannya. Pada zaman Jahilliyah tema 4. 5. 6. 7. 8. puisi ini seringkali dibuat dengan memuji seseorang agar mendampatkan hadiah. Jika kata-kata dalam pujiannya bagus dan indah maka bagus pula hadiah yang akan ia dapatkan. Ar-Ritsa :Tema puisi yang mengungkapkan rasa putus asa, kesedihan dan kepedihan seseorang. Al-Hija’ :Tema yang menunjukkan tentang rasa amarahnya atau kebenciannya terhadapa seorang penyair ataupun terhadap suku lain. Masyarakat pada zaman Jahilliyah memiliki rasa kesukuan yang tinggi sehingga tema puisi ini memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakatnya. Al-Wasfu :Tema yang mendeskripsikan tentang keadaan alam yang ada disekitar penyair dan juga mendeskripsikan minumminuman keras dan juga tempat-tempat judi. Al-I’tidzar :Tema puisi yang menyatakan permintaan maaf agar dapat diampuni. Puisi ini sama susahnya dengan puisi Madah akan tetapi jika Madah dibuat untuk mendapatkan imbalan, I’tidzar dibuat untuk mendapatkan ampunan. Penyair harus dapat merangkai katakata yang indah agar permohonan maafnya dikabulkan. Al-Ghazal :Tema yang membicarakan tentang wanita, seperti menggambarkan tentang wajahnya, matanya, tubuhnya dan sebagainya. Pada tema ini juga ada yang mengungkapkan tentang kerinduan dan perasaan penyair kepada seorang wanita selain itu juga rasa kesedihan dan rasa sakit hatinya atau ke sengsaraannya terhadap seorang wanita dan ada juga puisi yang menggambarkan kecantikan wanitanya ataupun kegagalannya dalam bercinta. Kadang terdapat Ghazal yang menjauhkan diri dari hal-hal yang buruk, akan tetapi terdapat juga karya-karya Ghazal yang hina dan jauh dari akhlak yang mulia. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:16) Puisi zaman Permulaan Islam Zaman permulaan Islam adalah zaman ditandai dengan Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul (pada umurnya yang ke-40). Islam mulai menunjukkan kebesarannya. Dalam agama Islam, kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang baik dan meninggalkan pekerjaan yang buruk. Hal ini juga tertulis dalam al-Qur’an surat al-Mu’min ayat 40 yang berbunyi َْم ْن َع ِم َل َسيِّئَةً فَال يُجْ زى إِالَّ ِم ْثلَها َو َم ْنن َع ِمن َل نالِحا ً ِم ْنن ََََن أ وَو ٰ ُ وُ ْنثى َو هُ َو ُم ْؤ ِمنٌ فَأ َ ِولئ ك يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّنةَ يُ ْ ََُُنونَ فيهنا َِ َْيْن ِ ِب نا أ Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 Artinya: “ Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan yang saleh laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”. Pada surat al-Mu’min ayat 40 ini sangat tetrlihat bahwa agama Islam tidak mengajarkan untuk melakukan kejahatan, melainkan kita diperintahkan untukbanyak melakukan kebaikan. Allah telah menjanjikan surga tanpa hisab bagi orang-orang yang beriman dan melakukan banyak kebaikan. Nabi Muhammad sendiri bukan seorang penyair. Walaupun setiap kata yang diucapkannya sangat indah, Nabi Muhammad bukan merupakan seorang penyair. Hal ini telah dijelaskan dalam alQur’an surat Yasin ayat 69 yang berbunyi: 96 المبنين (ين )وما علّمناه الشع ينبْى لن إن هنو ّإال ََن وُن ون Artinya: “ Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan”. Perkembangan puisi pada zaman permulaan Islam diiringi juga oleh perkembangan agama Islam itu sendiri yang menjadikan puisi puisi yang bermunculan pada zaman ini masih dalam lingkaran agama. Tema-tema puisi yang berkembang pada zaman Islam sama dengan yang tema-tema puisi yang berkembang pada zaman Jahilliyah yaitu 1. Al-Washf : Tema ini masih bertemakan tentang gambaran, akan tetapi tidak lagi menggambarkan tentang minuman keras, perjudian, dan tempat-tempat minum, melainkan menggambarkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh agama. 2. Al-Fakhr :Tema puisi ini tidak lagi digunakan untuk membangga-banggakan diri atau sukunya. 3. Al-Madah :Merupakan tema puji-pujian yang tidak berlebihan, apa adanya, dan dibuat atas dasar kemauan bukan untuk mencari imbalan atau keuntungan. 4. Al-hija’ :Bukan mengenai cemoohan yang jelek dan yang dapat menimbulkan permusuhan dalam masyarakat. 5. Al-Ghazal :Tema ini tetap menggambarkan tentang wanita akan tetapi medeskripsikannya bukan dari segi keburukannya, melainkan dari segi akhlahnya, perilaku mulianya dan keimanannya kepada Tuhan YME. 6. Ar-Ritsa : Pada zaman Jahiliyyah tema al-Ritsa ini berisi tentang ratapan akan cintanya dan kehidupannya. Akan tetapi pada zaman permulaan Islam temanya berubah menjadi ratapan terhadap para syuhada yang wafat dalam perjuangan menyebarkan agama Islam. Pada zaman ini muncul pula tema-tema baru, yaitu tema tentang dakwah Islam. Tema-tema tersebut adalah agama Islam, kaum muslimin, Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan khalifah,kemuliaan akhlak, mendorong untuk berjihat, dan penggambaran tentang alat-alat perang. Puisi zaman Umayyah Puisi pada zaman ini dilatarbelakangi oleh masalah sosial politik, mazhab dan sektesekte, masalah identitas kebangsaan. Faktorfaktor di atas berpengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa dan sastra : Berikut ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan sastra pada zaman Bani Umayyah: 1) Sistem Pemerintahan Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam di masa Khulafa’ al-Rasyidun yang berazaskan ‘musyawarah’ untuk segala bentuk problem umat, termasuk diantaranya adalah masalah suksesi, sistem pemerintahan yang diletakkan oleh Mu’awiyah berasaskan monarki absolut. Suksesi atas dasar musyawarah diganti dengan ‘putra mahkota’ yang akan melanjutkan kekuasaan berikutnya. Sistem ini diyakini lebih aman daripada sistem musyawarah karena akan menghindarkan perbedaan pendapat dan meminimalisir kecenderungan perpecahan. Akan tetapi, fakta menunjukkan bukti sebaliknya. Sistem ini justru membangkitkan kemarahan pihak-pihak lain seperti kaum Qurais dan sebagainya. Sehingga munculah fanatisme golongan yang didukung oleh para penyair maupun orator. Implikasinya, muncul puisi-puisi pujian yang mendukung seseorang dan muncul pula puisi-puisi politik. 2) Munculnya primordialisme Pada masa ini muncul fanatisme golongan yang memuji kelebihan golongan tertentu, seperti golongan Adnaniyah dan Qahtaniyah. Kedua kelompok ini terlibat dalam pertikaian sepanjang masa pemerintahan Bani Umayyah. Fanatisme golongan telah menghidupkan kembali tradisi jahiliyah yang sangat identik dengan persatuan kelompok dengan puisi-puisi ‘fakhr’nya, yang Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 dilantunkan di pasar- pasar sastra, sehingga mereka membuat suq al-marbad di Basra dan suq al-Kinasah di Kufah. Bersamaan dangan fanatisme golongan, muncul pula fanatisme kebangsaan (arab oriented). Daerah-daerah taklukan yang berbahasa non-Arab, seperti Irak dengan bahasanya Persia, Damaskus dengan bahasa Romawi, dan Mesir dengan bahasa Qibti dipaksa untuk memakai bahasa Arab dalam berbagai keperluan administrasi kenegaraan. Belum merasa cukup dengan usaha ini, orang-orang Umayyah mengirim putra-putranya untuk dididik di pedalaman Badui untuk mendapatkan cita rasa bahasa Arab yang murni. Mereka memotivasi perkembangan sastra dengan menghormati para penyair. Tentu saja hal ini berpengaruh besar bagi perkembangan bahasa puisi khususnya. 3) Hedonisme Setelah kuatnya konstruksi negara secara internal, dinasti Umayyah melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah sekitar untuk menyebarkan Islam. Seiring dengan kemakmuran yang tercipta akibat hasil harta rampasan dan pajak, banyak orang terutama pejabat, yang menduplikasi peradaban negara taklukan dan masuk ke dalam budaya baru, yaitu hedonisme. Istana-istana diisi oleh para penyanyi, seperti Quraid, Jamilah, dan Salamah. Para pejabat tidak segan memberikan hadiah yang diambil dari Bait al-Mal untuk keperluan membayar pujian yang didedikasikan pada mereka. 4) Partai Politik dan Sekte Agama Munculnya partai-partai politik pada masa ini dipicu oleh peristiwa arbitrase yang dilakukan dalam perang Siffin dan berlanjut dengan peristiwa-peristiwa lain. Zainal Abidin mencatat empat partai yang eksis pada masa ini. 1) Partai Umawy, 2) Partai Aly, 3) Partai Khowarij, dan 4) Partai Zubair (mereka adalah pengikut Abdullah ibn Zubair yang keluar dari pemerintahan umayyah pada masa Yazid ibn Mu’awiyah dan mendirikan khalifah sendiri, akan tetapi partai ini paling pendek umurnya, dengan terbunuhnya Abdullah pada masa Abdul Malik ibn Marwan. Sementara di bidang agama juga terjadi perpecahan yang dikenal dengan aliran ilmu kalam, yaitu Qodariyah, Jabbariyah, Mu’tazilah dan sebagainya. Baik partai politik maupun aliran keagamaan yang tumbuh pada masa ini memiliki para penyair dan orator yang membela keyakinan mereka dan membalas serangan para pesaingnya. Tidak pelak lagi, Damaskus sebagai pusat pemerintahan dan para pejabat menjadi basis bagi pertumbuhan sastra yang berorientasi politis. Hubungan khalifah dan pejabat dengan para penyair bersifat simbiosis mutualisme. Khalifah berusaha mendekatkan para penyair dengannya untuk meminta bantuan mereka menyerang dan bertahan dari serangan musuh. Sementara para penyair mendapatkan kehormatan dengan menemani khalifah dalam setiap majelis dan memperoleh kesenangan. Damaskus, telah menjadi tempat favorite bagi para penyair pujian. Sementara di Irak, kecenderungan puisi politik, fanatisme kesukuan dan mazhab lebih mendominasi. Hal ini disebabkan oleh banyak peperangan dan fitnah. Lalu muncul puisi-puisi satiris dan politis yang dibawakan oleh para penyair di al marbad Basrah dan al Kinasah Kufah dan di masjid-masjid di kedua kota itu sebagaimana mereka berkumpul di pasar Ukkaz pada masa Jahiliyah. Sementara di kawasan Hijaz, berkembang juga puisi politik dan fanatisme golongan sebagaimana di Syam dan Irak, hanya saja juga masih terdapat puisi dengan jenis al-ghazal atau percintaan. Berkembangnya puisi politik di kawasan ini disebabkan ketakutan Mu’awiyah dan khalifah sesudahnya terhadap daya destruktif dan ancaman orang-orang Quraisy terhadap pemerintahannya. Taktik politik Mu’awiyah adalah menyibukkan mereka dengan pemberian harta, meracuni dengan kultur foya-foya agar mereka lupa dan tidak berfikir untuk melakukan kudeta. Lalu, lagu, santai, foya-foya, dan mengagumi keindahan menjadi alat politik yang jitu untuk menidurkan suku Quraisy dari keterjagaan politik. Di sisi yang lain, penduduk Hijaz melihat ini sebagai peluang untuk lebih menikmati hidup. Setelah Gerakan Dakwah Islam melemah di kawasan ini dan diikuti dengan lemahnnya pengawasan pemerintah karena pusat pemeritahan berpindah ke Damaskus, banyak pemuda Makkah dan Madinah yang cenderung berfoya-foya sehingga meluaslah jenis puisi ghazal. (Haji Zainal Abidin, Abdul Qadir,1987) Tema-tema puisi pada zaman Umayyah ini memilik banyak kesamaan dengan zaman Jahilliyah dan zaman permulaan Islam. Tema tema ini adalah : 1. Al Hija‟: Tema ini berperan untuk mengobarkan fitnah diantara sekte yang berkembang di masyarakat. Penyair yang sering menggunakan tema hija‟ adalah Jarir, al-Farazdaq, dan ar-Ra‟i anNumayri. Tema al-hija‟ juga dikenal dengan nama satire atau ejekan, tema puisi ini banyak digunakan untuk menjelek-jelekan, menghina pihak lawan. 2. Al-Madah: Tema madah merupakan puisi yang berisi tema akan memuji seseorang atau sesuatu. Tema al-Madah ini merupakan tema yang populer pada masa Bani Umayyah, hal ini dikarenakan para penyair berlomba-lomba memuji- Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 3. 4. 5. 6. muji penguasa agar mendapatkan imbalan. Al-Ghazal: Tema ghazal merupakan puisi yang bertema perasaan cinta. Tema ini muncul karena pengaruh kehidupan yang serba mewah di zaman Bani Umayyah. Pada zaman Bani Umayyah, tema ini dibagi menjadi dua yaitu, ghazal ‟udzri dan maksuuf. Ghazal ‟udzri adalah tema puisi yang menggambarkan perasaan seseorang dengan kekasihnya dengan lembut, tema ini merupakan perkembangan ghazal dari masa permulaan Islam. Penyair yang menulis tema ghazal ‟udzri adalah Kutsair ibn Abdul Rahman al-Khazaniy. Sedangkan ghazal maksuuf adalah ghazal yang menggambarkan tubuh wanita berserta keindahannya hingga vulgar. Penyair ghazal maksuuf adalah Umar ibn Abdullah ibn Rabiah alMakhzumi. Al-Wasfu: Tema wasfu merupakan tema yang mendeskripsikan sesuatu. Al-Wasfu berkembang karena adanya perubahan ekonomi yang lebih baik, maka deskripsi tentang kehidupan pun menjadi berbeda. Al-Siyasat (Politik): Tema siyasat adalah tema yang baru muncul pada zaman Bani Umayyah. Al-siyasat adalah tema yang memuji atau mencela penguasa/partai lain dan merupakan sarana untuk berkomunikasi antara para penguasa. Tema ini muncul karena banyaknya partai-partai politik yang saling memfitnah dan berselisih. An-Naqa‟idh (Polemik): An-naqa‟idh juga merupakan tema yang baru muncul di masa Bani Umayyah. Tema ini mengobarkan permusuhan di antara para penyair, namun tema ini tidak dapat dilepaskan dari tema fakhr dan hija‟. Biasanya fakhr digunakan untuk memuji penyair itu sendiri dan hija‟ untuk mengejek lawannya. Polemik yang terkenal adalah polemik antara Jarir dan al-Akhtal atau Jarir dan al-Farazdaq. Tema ini jika dilihat dari isinya tidak bagus dan menyesatkan. Unsur madh, fakhr, hija‟ dan ghazal yang terdapat dibelakangnya hanyalah bohong belaka. Namun, jika dilihat dari segi sastranya, sangat bermanfaat, karena kata-katanya kuat, maknanya banyak, dan penggambaran yang indah. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab, 2000: 38) Puisi Ghazal Zaman Abassiah Puisi dengan tema Ghazal pada zaman ini cukup populer di semua kalangan pada zaman Abassiyah dari pemerintah hinggan rakyat jelatanya. Hal ini didukung oleh lingkungan pada zaman Abassiyah yang suka berfoya-foya: “Puisi ini terkenal dengan tema kehidupan mewah yang mana mendoromg para penyair untuk hidup berfoya-foya. Disamping itu terdapat banyak “jariah” (hamba wanita) yang cantik untuk hiburan para pengunjung tempat-tempat hiburan. Oleh karenanya banyak menyebarnya puisi ghazal yang berbentuk tidak sopan dan menonjolkan cirri-ciri seks dalam puisi-puisi ghazal” (Khalid, 1997,hlm.50). Penyair dan bentuk Puisi Ghazal Zaman Abassiah Dari penelitian ini, saya akan mengambil beberapa contoh puisi dengan tema Ghazal yang ada pada zaman Abassiah yaitu, Basysyar bin Burd bin Yarjukh, Ia dilahirkan di kota Basrah pada tahun 91 H, bersamaan tahun 710 M. Ia adalah penyair yang sempat hidup dalam dua zaman yaitu pada zaman Umayyah dan Abassiah, akan tetapi ia masyhur pada zaman Abassiah. Basysyar memiliki kehilangan penglihatan sejak kecil (Khalid,1997:90). Basysyar bukanlah merupakan keturunan Arab murni, pamannya Yarjukh adalah keturunan Parsi. Walaupun Basysyar bukan keturunan Arab akan tetapi ia sangat mahir berbahasa Arab. Kemampuannya berbahasa Arab didukung oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ia di didik dan dibesarkan di kalangan suku Arab Bani Uqayl yang terkenal dengan keunggulan bahasanya. Ia telah menciptakan puisi sejak ia masih kecil, saat umurnya telah mencapai Baligh, Ia merupakan seorang penyair yang ditakuti karena karyanya sering kali berisi tentang kecaman kepada orangorang yang tidak ia sukai (Khalid, 1997:92) Kecacatan dan latar belakang yang dimiliki oleh Basysyar membuat ia menjadi seorang yang tertekan jiwanya, sikapnya, dan kepribadiannya. Ia adalah seorang yang kurang sopan dan seorang yang jauh dari agama. Ia sering kali mengganggu wanita, terutama melalui puisi Ghazalnya. Ia merasa tidak akan ada satu pun orang yang tega melukainya karena dia adalah seorang buta. Basysyar juga terkenal dengan sikap Syu’ubiyah, yaitu sikap anti dengan bangsa Arab dan merendahkan mereka dan ia juga memiliki sifat Zandaqah dan Ateis yaitu penganut agama Parsi dan menolak prinsip ajaran Islam. Tema- Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 tema puisi yang sering di ciptakan oleh Basysyar antara lain ialah tema pujian, kecaman dan Ghazal. Tema Ghazal adalah tema yang paling populer dan diminati oleh Basysyar, hal ini tidaklah mengherankan, disebabkan oleh pribadinya yan g longgar terhadap agama dan kekagumannya pada wanita. Puisi Ghazal yang diciptakan oleh Basysyar ada beberapa diantarnya yang sopan, tetapi tidak sedikit juga puisinya ramai dibicarakan orang-orang disebabkan terlalu bebas dan terbuka. Berikut ini adalah puisi Ghazal yang diciptakan oleh Basysyar (Khalid,1997:100101): ( لم يطل ليلى و لكن لم ونم و نفى عنى الك ى طيف ولم1) خ جت َالصوت عن ال و نعم وننى يا عبد من لحم لو توَأت علي ال نهدم ( واَا ُلت لها جودى لنا2) ( نف ى يا عبد عنى و اعلمى3) ( ان فى َ دى ج ما نابال4) Puisi di atas mempunyai arti sebagai berikut : (1) Malam tidaklah panjang, namun aku tidak dapat tidur, rasa kantukku hilang disebabkan adanya bayangan yang menjelma. (2) Bila aku bisikkan padanya untuk menyambut cintaku, dia berdiam diri tidak mengiyakan dan tidak pula menolak. (3) Lapangkan perasaanku oh Abdah, sadarilah bahwa aku ini insan yang punya daging dan darah. (4) Dibawah pakaianku terdapat rangka yang kurus, kalau kau berada diatasnya, robohlah ia. Setelah membaca puisi di atas, saya berargumen bahwa puisi dengan tema Ghazal yang dibuat oleh Basysyar ini termasuk kedalam puisi ciptaannya yang bersifat terbuka. Hal ini dapat dilihat pada kalimat terakhirnya yang terdapat kata-kata yang tidak sopan yaitu “kalau kau berada di atasnya”. Akan tetapi tidak semua puisi pada zaman Abassiah merupakan puisi yang tidak sopan, beberapa penyair masih menciptakan puisi Ghazal di dalam pondasi agama, ia membuat puisi dengan tema Ghazal disebabkan oleh rasa cintanya terhadap seorang wanita, tidak dilandaskan oleh hawa nafsu. Saya juga akan memberikan contoh puisi Ghazal pada zaman Abassiah yang bersifat sopan. Contoh puisi Ghazal selanjutnya saya ambil dari seorang penyair yang bernama alBuhturi. Nama sebenarnya ialah al-Walid bin Ubaydillah bin Yahya bin Ubayd bin Syimat bin Jabir, kadang sering dikenal dengan sebutan “Abu al-Hasan” atau terkadang “Abu Ubadah”. Ia dilahirkan pada tahun 206 H di suatu tempat bernama “Manbaj”. Manbaj adalah tempat yang indah dan memiliki banyak kekayaan alam, akan tetapi al-Buhturi tidak memiliki semua itu, ia adalah seorang yang miskin. Saat beranjak dewasa ia sudah menguasai puisi. Ia pun mengembara meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari uang. Ia kemudian mengunjungi negeri Syam, yang berdekatan dengan Mesir dan Ira. Ia pun sempat berkunjung ke Parsi. Kehidupan al-Buhturi mencapai keunggulannya saat dia menjadi pendamping alFath bin Khaqan, menteri Khalifah alMutawakkal dan sejak saat itu ia selalu menjadi penyair dan penghibur Khalifah al-Mutawakkal. Pada akhirnya al-Buhturi kembali ke Manbaj karena Khalifah yang didampinginya dibunuh, dan dia hanya sering berkunjung ke Baghdad untuk memberikan puisi pujian pada menteri menteri yang pernah ia dampingi. Ia meninggal dunia pada tahun 284 H. Al-Buhturi banyak menciptakan sebagian besar puisinya bertemakan Ghazal. Ia termasuk penyair Ghazal terbaik yang membuat puisi Ghazal yang bersih dan sopan, akan tetapi kata-katanya masih dalam dan menyentuh. Ia menggambarkan kejelitaan kekasihnya akan tetapi dengan rasa cinta yang murni, tanpa hasrat hawa nafsu. Berikut contoh puisi Ghazal al-Buhturi kepadan kekasihnya Alwah binti Zur’ah alHalabiyyah, sebagai berikut : ( خيال يعت ينى فى المنام1) ل ك ى الحظ فاتنة القوام و َلبال لقاَلى الم تهم ( لعلوة انها شجن لنف2) ( اَا سف ت رويت الظ ف َحتا و نار الح ن3) ساطعة الض ام ( تظن الب ق معت ض اَا ما جال عن تخ ها4) الح ن ساطعة اَت ام ( لقد غادرت فى ُلبى ساُاما َما فى مقلتيك5) من ال هام ( وََ نيك ب ن الورد لما وتى ولذيذ مش و المدام6) َنا الهج ان عاما (لئن ُل التوا ل وو تمادى7) Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 اليك وَورة لك فى اَتتام ( فكم من نظ ة لى من َعيد8) Arti dalam puisi puisi tersebut adalah : (1) Suatu imajinasi menjelma dalam mimpiku, memikat mata menawan hati (2) Untuk Alwah penghibur hatiku, dan mengguncang kalbuku yang merindukannya kebudayaan Arab dengan kebudayaan asing yang meresap pada masyarakatnya. Penyair Ghazal lelaki ini antara lain adalah Hammad ‘Ajrad, Walibah bin al-Hubab, Abu Nawas, Husayn bin Dahhak dan lain lainnya. Berikut adalah salah satu contoh puisi Ghazal lelaki yang diciptakan oleh Abu Nawas (Khalid,1997:60): وتالال البهاء في عارضيك.( جال ماء الشبا في خديكا1( (3) Jika ia mengungkapkan tubuhnya kau akan lihat perawakan yang menarik dan kecantikan yang membara menyinar فؤادى فصار رهنا لديكا. ( ورمى ط فك المكحل َال ح2) (4) Kau akan menyangka pancaran kilat bila ia tersenyum menampakkan baris giginya حياتى وميتتى في والدلل يديك.( يا بديع الجمال و الحسن4) (5) Engkau meninggalkan luka di hatiku dengan panahan kerlingan matamu (6) Engkau mengingatkanku akan kecantikan bunga mawar bila mengembang dan meminum arak yang menggiurkan (7) Walaupun kita kurang berhubungan dan di pisahkan tahun demi tahun (8) Tetapi aku sering mengintai melihatmu dari jauh dan seringkali aku mengunjungimu secara senyap-senyap. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab, 2000) Puisi al-Buhturi di atas dapat memberi gambaran bahwa pada zaman Abassiah masih terdapat penyair yang membuat tema Ghazal dengan sopan dan tidak berlebihan. Al-Buhturi membuat puisi ini murni ia cinta kepada Alwah dan merindukannya. Tidak ada kata-kata dalam puisinya yang bersifat tidak sopan dan berlebihan, walaupun terdapat kalimat dalam puisinya yang menggambarkan kekasihnya bagai sebuah arak yang memabukkan, tetapi ia hanya bermaksud untuk menggambarkan betapa dalam cinta dan kerinduannya terhadap kekasihnya sehingga penyair tak sadar bak meminum arak yang memabukkan. Tema Ghazal yang telah ada sejak zaman Jahilliyah hingga zaman Umayyah ini terus berkembang sesuai dari waktu ke waktu sesuai dengan keadaan masyarakatnya pada saat itu. Pada zaman Abbasiah pun bentuk Ghazal yang memuja wanita karena rasa cinta ataupun karena kecantikan wanita pujaannya telah banyak berkembang, akan tetapi pada zaman ini pun muncul tema Ghazal yang baru yaitu Ghazal Lelaki. Seperti yang dikatakan oleh Osman Haji Khalid dalam bukunya yang berjudul Kesusasteraan Arab mengatakan hal ini dapat muncul karena adanya ketipisan agama jatuhnya moral masyarakat pada zaman Abbasiah. Hal ini juga disebabkan adanya pertemuan antara ل ت اشكو هواك اال اليكا.ب ( ونا م تهت َحبك3) Puisi di atas mempunyai arti sebagai berikut : 1. Kesegaran remaja terpancar di pipimu, dan wajahmu indah berseri-seri. 2. Panahan kerlingan matamu yang hitam telah menusuk hatiku dan aku menjadi tawananmu. 3. Aku hanyut dalam cintaku padamu, hanya engkau tempat curahan hatiku. 4. Oh, si dia yang rupawan dan penuh kemanjaan, percatalah hidup dan matiku dalam genggaman tanganmu.(Khalid,1997:61) Perkembangan Tema Zaman Abassiah Puisi Ghazal pada Puisi pada zaman Abassiyah memang mendapat posisi lebih di hati masyarakatnya, pada zaman ini puisi mencapai puncak keemasannya. Keemasan dalam zaman ini juga tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi terdapat beberapa faktor, menurut Osman Haji Khalid dalam bukunya yang berjudul Kesusasteraan Arab menulis faktor faktor tersebut, yaitu: 1. Puisi menjadi satu kemahiran yang dituntut, dipelajari, dan dikuasai, dan bukan lagi merupakan suatu bakat yang diwarisi atau bakat yang dianugerahkan oleh Allah kepada seseorang. Pada zaman ini para penyair saling bersaing untuk menduduki tempat yang tinggi dalam bidang puisi, karena akan menjamin kehidupan mewah yang menjadi idaman mereka. 2. Perubahan terhadap ciri kerajaan daripada kerajaan Arab yang berlatar belakang kehidupan masyarakat Badawi ; yang sederhana kepada cirri-ciri kehidupan Kerajaan Parsi daripada pertemuan tamadun Arab dengan tamadun Parsi. Sehingga masyarakat Abbasiah mulai merubah corak Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. hidup mereka kepada cirri-ciri kehidupan mewah. Minat dan perhatian utama telah ditunjukan oleh para khalifah dan pembesar-pembesar kerajaan terhadap puisi. Mereka juga menghargai para penyair yang cakap dengan menganugerahkan hadiah-hadiah. Adanya inisiatif dari para khalifah dan pembesar negara untuk menganjurkan majelismajelis deklamasi puisi di istana-istana mereka. Selain itu puisi juga digunakan masyarakat pada umumnya untuk menyalurkan aspirasi mereka kepada khalifah apabila tidak ada jalan lain untuk menyalurkannya. Bermunculan penyair-penyair muda dan di antara mereka ada yang terdiri dari keturunan Parsi dan Romawi yang menguasai bahasa Arab dan mampu menghasilkan puisi-puisi yang standing dengan penyair Arab sendiri. Terdapat suasana baru dan gambaran yang indah dari keadaan alam sekitar dan juga hasil dari kemajuan dan pertemuan dengan tamadun asing seperti tamadun Parsi, Romawi, dan Hindu. Adanya perkembangan nyanyian yang cukup juga mempengaruhi perkembangan puisi pada zaman itu. Hal ini dikarenakan nyanyian memerlukan puisi yang indah dengan ungkapan yang lunak dan enak didengar. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang pesat pada zaman ini juga mendorong beberapa penulis untuk menuangkan ilmu pengetahuan mereka melalui media puisi dengan tujuan agar ilmu pengetahuan mudah diingat dan disenangi. Adanya anugerah dan pemberian yang lumayan banyak dari para khalifah dan para pembesar kerajaan kepada para penyair yang dapat mempesonakan dan memikat hati mereka dengan puisi-puisi yang mempesonakan. Walaupun pada zaman ini puisi memang unggul dalam perkembangannya, akan tetapi perkembangan puisi pada zaman ini tidak menjadi sastra Arab yang klasik karena adanya perkembangan budaya lain yang masuk ke Arab pada zaman itu, seperti yang ditulis dalam sebuah buku yang mengatakan bahwa semangat kesalehan yang dikembangkan oleh pemerintahan Abassiyah, pengaruh budaya dan keagamaan asing yang berasal dari negara lain, terutama dari Persia (Hitti, hlm 508) F.Kesimpulan Puisi Ghazal merupakan puisi yang bertemakan wanita. Puisi ini menggambarkan keindahan wanita dari bagian-bagian tubuh wanita, seperti rambut, mata, leher ataupun parasnya. Puisi Ghazal sudah ada dari zaman Jahilliyah, Islam, hingga modern. Puisi ini terus berkembang dari tahun ke tahun, dari zaman ke zaman, hingga memiliki perubahan gaya bahasa dan maknanya yang cukup terlihat. Pada zaman Jahilliyah yaitu zaman dimana munculnya puisi Ghazal untuk pertama kali, puisi Ghazal ini bertemakan tentang wanita. Pada puisi ini menggambarkan seorang wanita dari parasnya yang cantik, rambut, tubuh, mata dan bagian lain yang mencerminkan keindahan dari wanita tersebut. Sedangkan Setelah munculnya Islam dengan fondasi agama yang kuat, puisi Ghazal pun tetap diciptakan oleh para penyair, akan tetapi dikemas dengan gambaran yang berbeda. Puisi Ghazal zaman Islam tetap menggambarkan wanita, tetapi melihat wanita dari akhlaknya yang mulia juga dari segi keimanan kepada Tuhan dan kekuatan agamanya, bukan dari bagian tubuh atau parasnya. Pada zaman Umayyah puisi dilatarbelakangi oleh masalah sosial politik, mazhab dan sekte, masalah identitas kebangsaan. Faktor-faktor di atas berpengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa dan sastra yang membuat puisi di zaman ini tidak berkembang dibandinkan dengan zaman-zaman yang lain. Berbeda dengan Puisi pada zaman Abassiyah yang saaat itu memang mendapat posisi lebih di hati masyarakatnya, pada zaman ini puisi mencapai puncak keemasannya. Keemasan dalam zaman ini juga tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi terdapat beberapa faktor, di antaranya pada zaman Abassiyah disebabkan para petinggi negara ataupun bangsawan yang memberikan upah yang tinggi kepada para penyair apabila mereka membuat puisi Ghazal. G.Daftar Pustaka Abidin, Haji Zainal, Abdul Qadir. 1987. Muzakkirah fi Tarikh al-Adab al-Araby. Kuala lumpur: Dewan Pustaka dan Bahasa Haji Khalid, Osman.1997.Kesusasteraan Arab.Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. K.Hitti, Phillip. 2008. History of the Arabs. Terjemah: R. Cecep Lukman Yasin. Jakarta: Serambi. Lesmana, Maman. 2010. Kritik Sastra Arab dan Islam. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013 Sutisumarga, Males 2000. Kesusasteraan Arab Asal Mula dan Perkembangannya. Jakarta: Zikrul Hakim. Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press. Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013