PUISI GHAZAL ZAMAN ABASSIYAH

advertisement
PUISI GHAZAL ZAMAN ABASSIYAH
Jurnal Ilmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas (0906534640)
Menyetujui,
Pembimbing Akademik,
Drs. Juhdi Syarif M.Hum
NIP. 195405201984031002
PROGRAM STUDI ARAB
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas
NPM
: 090653640
Program Studi
: Sastra Arab
Fakultas
: Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis Karya
: Makalah Non Ilmiah
demi pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan kepada Universitas Indonesia Hak
Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti-free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
Puisi Ghazal Zaman Abassiah
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 28 Februari 2013
Yang menyatakan
(Diajeng G.F.P)
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
Puisi Ghazal Zaman Abbasiah
Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas
Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Puisi Arab telah ada sejak zaman Jahilliyah hingga zaman Modern. Tema-tema puisi berkembang dari
zaman ke zaman dan berubah makna seiring dengan berkembangnya zaman itu. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan puisi Ghazal zaman Abassiah dengan
puisi-puisi di zaman Jahilliah, Permulaan Islam, dan Umayyah, juga untuk medeskripsikan hal-hal apa saja yang
membuat perubahan makna tema puisi dari zaman ke zaman. Pengumpulan data dengan menggunakan metode
studi pustaka. Metode studi pustaka digunakan dengan mengumpulkan data secara kualitatif yang kemudian data
tersebut dikelompokkan kepada data primer dan sekunder. Hasilnya ditemukan bahwa perubahan makna yang
terjadi dalam tema puisi dari zaman ke zaman disebabkan karna ada nya faktor lingkungan masyarakat juga
sistem kepemerintahan/ kepemimpinannya.
Kata Kunci
: Abassiyah; Jahilliyah; Islam; Modern; Puisi Ghazal; Umayah.
Ghazal Poetry of Abbasid Era
Abstract
Arabic poetry has been around since Jahilliyah era to Modern era. The themes of poetry evolved over
time and changing the meaning along with the development of that era. This research is a qualitative descriptive
study aimed to describe what distinguishes poetry Ghazal Abassiah era with poetry at age Jahilliah, onset of
Islam and the Umayyad, also for description the things what makes Ghazal theme changed meaning over time.
Fetching data has commenced and using literature method. Literature method used was a qualitative data
collection and then the data is grouped to the primary and secondary data. The results found it changes that occur
in the meaning of poetry themes over time due to environmental factors, especially the system of governance /
leadership.
Key Word
: Abassiyah; Ghazal Poetry; Jahilliyah; Islam; Modern.
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
A. Pendahuluan
Pada zaman kekuasaan Abassiyah telah
terjadi perkembangan dan perubahan yang cukup
besar dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.
Peristiwa yang secara tidak langsung berdampak
pula pada perkembangan puisinya. Salah satunya
adalah Puisi Ghazal yang merupakan tema puisi
yang populer pada zaman Abassiah ini pun
mendapatkan dampak dari perkembanganperkembangan yang terjadi pada masa ini.
Puisi Ghazal merupakan puisi yang
bertemakan wanita. Puisi ini menggambarkan
keindahan wanita dari bagian-bagian tubuh
wanita, seperti rambut, mata, leher ataupun
parasnya. Puisi Ghazal sudah ada dari zaman
Jahilliyah, permulaan Islam, hingga modern. Puisi
ini terus berkembang dari tahun ke tahun, hingga
memiliki perubahan gaya bahasa dan maknanya.
Perkembangan puisi ghazal pada zaman
Abassiyah disebabkan para petinggi negara
ataupun bangsawan memberikan upah yang tinggi
kepada para penyair apabila mereka membuat
puisi Ghazal. Hal ini menjadi salah satu faktor
yang membuat para penyair secara tidak langsung
masuk kedalam kehidupan yang mewah dan
seringkali berfoya-foya dengan kaum wanita.
Pada zaman ini banyak sekali wanita cantik
dan menarik yang telah dilatih untuk bernyanyi
dan menari agar dapat dipertunjukkan di tempat
hiburan atau kedai-kedai arak/ minuman keras,
seringkali menunjukkan gairah seks si penyair
kepada sang wanita dalam puisi ini. Walaupun
banyak juga puisi-puisi Ghazal yang masih sopan
dan tidak terlalu bebas akan tetapi puisi seperti ini
tidak terlalu menonjol.(Khalid. 1997:50)
Sehubungan dengan puisi ghazal di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai berkembangnya puisi Ghazal pada
zaman Abbasiah. Penulis juga tertarik untuk
meneliti puisi Ghazal di zaman lain, untuk
mengetahui apakah terdapat perkembangan puisi
Ghazal dari zaman ke zaman, sesuai dengan
perkembangan sosial, agama dan lingkungannya.
B.Rumusan Masalah
Setelah memaparkan latar belakang diatas,
muncul beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1.
Tema-tema puisi Ghazal seperti apa
yang berkembang pada zaman
Abassiah.
2.
Apa perbedaan puisi-puisi zaman
Abbasiah dengan puisi-puisi zaman
Jahilliyah, permulaan Islam dan
Umayyah.
C.Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki tujuan
sebagain berikut:
1.
2.
Menjelaskan
tema-tema
puisi
Ghazal seperti apa yang berkembang
pada zaman Abassiyah
Menjelaskan seperti apa perbedaan
antara puisi-puisi pada zaman
Abbasiah dengan puisi puisi pada
zaman Jahilliyah, permulaan Islam
dan Umayyah.
D.Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan penulis
dengan cara penelitian pustaka. Penulis membaca,
mencari dan mengumpulkan sumber-sumber
literatur terbaik yang terdapat pada buku-buku
dan jurnal yang terkait. Penulis membandingkan
puisi Ghazal zaman Abassiyah dengan puisi
Ghazal zaman Jahilliyah, pernulaan Islam dan
Umayyah.
E.Hasil Penelitian
Lintasan Puisi Ghazal dalam Sejarah
Puisi Arab pertama kali muncul pada
zaman Jahilliyah. Pada zaman kemunculannya ini
Puisi mendapat posisi yang tinggi di hati
masyarakatnya. Pada zaman Jahilliyah pula lah
Puisi bertema Ghazal ini muncul. Puisi Ghazal
merupakan puisi yang menggambarkan wanita,
Puisi ini telah muncul sejak zaman Jahiliyah, akan
tetapi banyak perbedaan dan perkembangan yang
terjadi dalam karya puisi Ghazal ini seiring
dengan berkembangnya zaman juga lingkungan
yang mempengaruhi.
Puisi zaman Jahilliyah
Zaman Jahiliyah merupakan zaman
sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW.
Zaman ini merupakan zaman yang sangat kacau.
Orang-orang menyekutukan Allah dan terjadi
kebobrokan moral yang sangat besar. Kebobrokan
yang terjadi adalah bayi perempuan yang baru
lahir dikubur hidup-hidup, perzinaan semakin
merajalela, berhaji tanpa menggunakan pakaian
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
sedikitpun, orang-orang mengagungkan para
penyair dan mereka dijadikan sebagai pemimpin.
Zaman Jahilliyah merupakan zaman
munculnya puisi Arab. Puisi pada Zaman
Jahilliyah mempunyai kedudukan yang tinggi di
hati masyarakatnya, bahkan orang-orang yang
pandai berpuisi sering dibangga-banggakan dan
dianggap mempunyai pengetahuan supernatural
(sesuatu yang tidak dapat diterangkan dengan akal
sehat) seperti yang disebut berikut :
“puisi pada Zaman Jahilliyah
mempunyai kedudukan yang tinggi dan
pengaruh yang kuat, sehingga setiap
suku akan merasa bangga jika lahir
seorang penyair dalam sukunya. Mereka
akan mengadakan pesta besar-besaran.
Penyair tidak saja dianggap sebagai juru
bicara dalam suku, yang dapat membuat
sukunya hidup dalam keadaan damai dan
sejahtera atau dapat membuat sukunya
menang dalam peperangan, tapi juga
dianggap
sebagai
orang
yang
mempunyai pengetahuan supernatural,
sehingga dapat berdialog dengan jin atau
ssetan, sehingga dapat membebaskan
sukunya dari gangguan kedua makhluk
halus
tersebut.”
(Sutiasumarga,
Kesusasteraan Arab,2000:14)
Puisi Arab yang paling terkenal pada
Zaman Jahilliyah adalah puisi-puisi al-Mualla’qat
(yang digantungkan). Disebut al-Mualla’qat,
karena puisi puisi itu digantungkan di dinding
Ka’bah. Pada Zaman Jahilliyah menggantung
sesuatu di dinding Ka’bah bukanlah hal yang
asing. Setiap kali ketika ada urusan ataupun hal
yang penting, pasti digantung di dinding Ka’bah,
misalnya ketika terjadi konflik antara Nabi
Muhammad SAW dan Suku Qurays. Suku Qurays
sepakat untuk tidak berhubungan dengan Bani
Hasyim. Mereka tidak akan kawin dan melakukan
jual beli dengan Bani Hasyim. Kesepakatan itu
ditulis dan digantung di dinding Ka’bah.
(Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:16)
Adapun tema-tema yang terdapat pada
zaman Jailliyah adalah:
1. Al-Hamasat :Tema puisi ini adalah tema
yang
mengagung-agungankan
kepkepahlawanan seseorang.
2. Al-Fakhr
:Tema puisi ini tidak berbeda
jauh dengan tema Hamasat akan tetapi tema
ini membangga-banggakan kelebihan yang
dimiliki oleh penyair atau sukunya.
3. Al-Madah
:Tema yang berisi puji-pujian
kepada
seseorang,
akhlak
mulianya,
perilakunya
yang
terpuji
ataupun
keberaniannya. Pada zaman Jahilliyah tema
4.
5.
6.
7.
8.
puisi ini seringkali dibuat dengan memuji
seseorang agar mendampatkan hadiah. Jika
kata-kata dalam pujiannya bagus dan indah
maka bagus pula hadiah yang akan ia
dapatkan.
Ar-Ritsa
:Tema
puisi
yang
mengungkapkan rasa putus asa, kesedihan dan
kepedihan seseorang.
Al-Hija’
:Tema
yang
menunjukkan
tentang rasa amarahnya atau kebenciannya
terhadapa seorang penyair ataupun terhadap
suku lain. Masyarakat pada zaman Jahilliyah
memiliki rasa kesukuan yang tinggi sehingga
tema puisi ini memiliki pengaruh yang kuat
dalam masyarakatnya.
Al-Wasfu
:Tema yang mendeskripsikan
tentang keadaan alam yang ada disekitar
penyair dan juga mendeskripsikan minumminuman keras dan juga tempat-tempat judi.
Al-I’tidzar
:Tema puisi yang menyatakan
permintaan maaf agar dapat diampuni. Puisi
ini sama susahnya dengan puisi Madah akan
tetapi jika Madah dibuat untuk mendapatkan
imbalan, I’tidzar dibuat untuk mendapatkan
ampunan. Penyair harus dapat merangkai katakata yang indah agar permohonan maafnya
dikabulkan.
Al-Ghazal
:Tema yang membicarakan
tentang wanita, seperti menggambarkan
tentang wajahnya, matanya, tubuhnya dan
sebagainya. Pada tema ini juga ada yang
mengungkapkan tentang kerinduan dan
perasaan penyair kepada seorang wanita selain
itu juga rasa kesedihan dan rasa sakit hatinya
atau ke sengsaraannya terhadap seorang
wanita
dan
ada
juga
puisi
yang
menggambarkan
kecantikan
wanitanya
ataupun kegagalannya dalam bercinta. Kadang
terdapat Ghazal yang menjauhkan diri dari
hal-hal yang buruk, akan tetapi terdapat juga
karya-karya Ghazal yang hina dan jauh dari
akhlak
yang
mulia.
(Sutiasumarga,
Kesusasteraan Arab,2000:16)
Puisi zaman Permulaan Islam
Zaman permulaan Islam adalah zaman
ditandai dengan Nabi Muhammad SAW menjadi
Rasul (pada umurnya yang ke-40). Islam mulai
menunjukkan kebesarannya. Dalam agama Islam,
kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan
yang baik dan meninggalkan pekerjaan yang
buruk. Hal ini juga tertulis dalam al-Qur’an surat
al-Mu’min ayat 40 yang berbunyi
ْ‫َم ْن َع ِم َل َسيِّئَةً فَال يُجْ زى إِالَّ ِم ْثلَها َو َم ْنن َع ِمن َل نالِحا ً ِم ْنن ََََن أ وَو‬
ٰ ُ ‫وُ ْنثى َو هُ َو ُم ْؤ ِمنٌ فَأ‬
َ ِ‫ولئ‬
‫ك يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّنةَ يُ ْ ََُُنونَ فيهنا َِ َْيْن ِ ِب نا أ‬
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
Artinya:
“ Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka
dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding
dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa
mengerjakan yang saleh laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman,
maka mereka akan masuk surga, mereka diberi
rezki di dalamnya tanpa hisab”.
Pada surat al-Mu’min ayat 40 ini sangat
tetrlihat bahwa agama Islam tidak mengajarkan
untuk melakukan kejahatan, melainkan kita
diperintahkan untukbanyak melakukan kebaikan.
Allah telah menjanjikan surga tanpa hisab bagi
orang-orang yang beriman dan melakukan banyak
kebaikan.
Nabi Muhammad sendiri bukan seorang penyair.
Walaupun setiap kata yang diucapkannya sangat
indah, Nabi Muhammad bukan merupakan
seorang penyair. Hal ini telah dijelaskan dalam alQur’an surat Yasin ayat 69 yang berbunyi:
96
‫المبنين (ين‬
‫)وما علّمناه الشع ينبْى لن إن هنو ّإال ََن وُن ون‬
Artinya:
“ Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya
(Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak
baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah
pelajaran dan kitab yang memberi penerangan”.
Perkembangan puisi pada zaman
permulaan Islam diiringi juga oleh perkembangan
agama Islam itu sendiri yang menjadikan puisi
puisi yang bermunculan pada zaman ini masih
dalam lingkaran agama. Tema-tema puisi yang
berkembang pada zaman Islam sama dengan yang
tema-tema puisi yang berkembang pada zaman
Jahilliyah yaitu
1. Al-Washf
: Tema ini masih bertemakan
tentang gambaran, akan tetapi tidak lagi
menggambarkan tentang minuman keras,
perjudian,
dan
tempat-tempat
minum,
melainkan menggambarkan sesuatu yang tidak
diharamkan oleh agama.
2. Al-Fakhr
:Tema puisi ini tidak lagi
digunakan untuk membangga-banggakan diri
atau sukunya.
3. Al-Madah
:Merupakan tema puji-pujian
yang tidak berlebihan, apa adanya, dan dibuat
atas dasar kemauan bukan untuk mencari
imbalan atau keuntungan.
4. Al-hija’
:Bukan mengenai cemoohan
yang jelek dan yang dapat menimbulkan
permusuhan dalam masyarakat.
5. Al-Ghazal
:Tema ini tetap menggambarkan
tentang wanita akan tetapi medeskripsikannya
bukan dari segi keburukannya, melainkan dari
segi akhlahnya, perilaku mulianya dan
keimanannya kepada Tuhan YME.
6. Ar-Ritsa
: Pada zaman Jahiliyyah tema
al-Ritsa ini berisi tentang ratapan akan
cintanya dan kehidupannya. Akan tetapi pada
zaman permulaan Islam temanya berubah
menjadi ratapan terhadap para syuhada yang
wafat dalam perjuangan menyebarkan agama
Islam.
Pada zaman ini muncul pula tema-tema baru,
yaitu tema tentang dakwah Islam. Tema-tema
tersebut adalah agama Islam, kaum muslimin,
Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan
khalifah,kemuliaan akhlak, mendorong untuk
berjihat, dan penggambaran tentang alat-alat
perang.
Puisi zaman Umayyah
Puisi pada zaman ini dilatarbelakangi
oleh masalah sosial politik, mazhab dan sektesekte, masalah identitas kebangsaan. Faktorfaktor di atas berpengaruh kuat terhadap
perkembangan bahasa dan sastra :
Berikut
ini
adalah
faktor-faktor
yang
berpengaruh terhadap perkembangan sastra pada
zaman Bani Umayyah:
1)
Sistem Pemerintahan
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam
di masa Khulafa’ al-Rasyidun yang berazaskan
‘musyawarah’ untuk segala bentuk problem umat,
termasuk diantaranya adalah masalah suksesi,
sistem pemerintahan yang diletakkan oleh
Mu’awiyah berasaskan monarki absolut. Suksesi
atas dasar musyawarah diganti dengan ‘putra
mahkota’ yang akan melanjutkan kekuasaan
berikutnya. Sistem ini diyakini lebih aman
daripada sistem musyawarah karena akan
menghindarkan
perbedaan
pendapat
dan
meminimalisir kecenderungan perpecahan. Akan
tetapi, fakta menunjukkan bukti sebaliknya.
Sistem ini justru membangkitkan kemarahan
pihak-pihak lain seperti kaum Qurais dan
sebagainya. Sehingga munculah fanatisme
golongan yang didukung oleh para penyair
maupun orator. Implikasinya, muncul puisi-puisi
pujian yang mendukung seseorang dan muncul
pula puisi-puisi politik.
2) Munculnya primordialisme
Pada masa ini muncul fanatisme golongan
yang memuji kelebihan golongan tertentu, seperti
golongan Adnaniyah dan Qahtaniyah. Kedua
kelompok ini terlibat dalam pertikaian sepanjang
masa pemerintahan Bani Umayyah. Fanatisme
golongan telah menghidupkan kembali tradisi
jahiliyah yang sangat identik dengan persatuan
kelompok dengan puisi-puisi ‘fakhr’nya, yang
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
dilantunkan di pasar- pasar sastra, sehingga
mereka membuat suq al-marbad di Basra dan suq
al-Kinasah di Kufah.
Bersamaan dangan fanatisme golongan,
muncul pula fanatisme kebangsaan (arab
oriented). Daerah-daerah taklukan yang berbahasa
non-Arab, seperti Irak dengan bahasanya Persia,
Damaskus dengan bahasa Romawi, dan Mesir
dengan bahasa Qibti dipaksa untuk memakai
bahasa Arab dalam berbagai keperluan
administrasi kenegaraan. Belum merasa cukup
dengan usaha ini, orang-orang Umayyah
mengirim putra-putranya untuk dididik di
pedalaman Badui untuk mendapatkan cita rasa
bahasa Arab yang murni. Mereka memotivasi
perkembangan sastra dengan menghormati para
penyair. Tentu saja hal ini berpengaruh besar bagi
perkembangan bahasa puisi khususnya.
3) Hedonisme
Setelah kuatnya konstruksi negara secara
internal, dinasti Umayyah melakukan ekspansi ke
wilayah-wilayah sekitar untuk menyebarkan
Islam. Seiring dengan kemakmuran yang tercipta
akibat hasil harta rampasan dan pajak, banyak
orang terutama pejabat, yang menduplikasi
peradaban negara taklukan dan masuk ke dalam
budaya baru, yaitu hedonisme. Istana-istana diisi
oleh para penyanyi, seperti Quraid, Jamilah, dan
Salamah. Para pejabat tidak segan memberikan
hadiah yang diambil dari Bait al-Mal untuk
keperluan membayar pujian yang didedikasikan
pada mereka.
4) Partai Politik dan Sekte Agama
Munculnya partai-partai politik pada masa
ini dipicu oleh peristiwa arbitrase yang dilakukan
dalam perang Siffin dan berlanjut dengan
peristiwa-peristiwa lain. Zainal Abidin mencatat
empat partai yang eksis pada masa ini. 1) Partai
Umawy, 2) Partai Aly, 3) Partai Khowarij, dan 4)
Partai Zubair (mereka adalah pengikut Abdullah
ibn Zubair yang keluar dari pemerintahan
umayyah pada masa Yazid ibn Mu’awiyah dan
mendirikan khalifah sendiri, akan tetapi partai ini
paling pendek umurnya, dengan terbunuhnya
Abdullah pada masa Abdul Malik ibn Marwan.
Sementara di bidang agama juga terjadi
perpecahan yang dikenal dengan aliran ilmu
kalam, yaitu Qodariyah, Jabbariyah, Mu’tazilah
dan sebagainya. Baik partai politik maupun aliran
keagamaan yang tumbuh pada masa ini memiliki
para penyair dan orator yang membela keyakinan
mereka dan membalas serangan para pesaingnya.
Tidak pelak lagi, Damaskus sebagai pusat
pemerintahan dan para pejabat menjadi basis bagi
pertumbuhan sastra yang berorientasi politis.
Hubungan khalifah dan pejabat dengan para
penyair bersifat simbiosis mutualisme. Khalifah
berusaha mendekatkan para penyair dengannya
untuk meminta bantuan mereka menyerang dan
bertahan dari serangan musuh. Sementara para
penyair mendapatkan kehormatan dengan
menemani khalifah dalam setiap majelis dan
memperoleh kesenangan. Damaskus, telah
menjadi tempat favorite bagi para penyair pujian.
Sementara di Irak, kecenderungan puisi
politik, fanatisme kesukuan dan mazhab lebih
mendominasi. Hal ini disebabkan oleh banyak
peperangan dan fitnah. Lalu muncul puisi-puisi
satiris dan politis yang dibawakan oleh para
penyair di al marbad Basrah dan al Kinasah
Kufah dan di masjid-masjid di kedua kota itu
sebagaimana mereka berkumpul di pasar Ukkaz
pada masa Jahiliyah.
Sementara di kawasan Hijaz, berkembang
juga puisi politik dan fanatisme golongan
sebagaimana di Syam dan Irak, hanya saja juga
masih terdapat puisi dengan jenis al-ghazal atau
percintaan. Berkembangnya puisi politik di
kawasan ini disebabkan ketakutan Mu’awiyah dan
khalifah sesudahnya terhadap daya destruktif dan
ancaman
orang-orang
Quraisy
terhadap
pemerintahannya. Taktik politik Mu’awiyah
adalah menyibukkan mereka dengan pemberian
harta, meracuni dengan kultur foya-foya agar
mereka lupa dan tidak berfikir untuk melakukan
kudeta. Lalu, lagu, santai, foya-foya, dan
mengagumi keindahan menjadi alat politik yang
jitu untuk menidurkan suku Quraisy dari
keterjagaan politik.
Di sisi yang lain, penduduk Hijaz melihat ini
sebagai peluang untuk lebih menikmati hidup.
Setelah Gerakan Dakwah Islam melemah di
kawasan ini dan diikuti dengan lemahnnya
pengawasan pemerintah karena pusat pemeritahan
berpindah ke Damaskus, banyak pemuda Makkah
dan Madinah yang cenderung berfoya-foya
sehingga meluaslah jenis puisi ghazal. (Haji
Zainal Abidin, Abdul Qadir,1987)
Tema-tema puisi pada zaman Umayyah ini
memilik banyak kesamaan dengan zaman
Jahilliyah dan zaman permulaan Islam. Tema
tema ini adalah :
1. Al Hija‟: Tema ini berperan untuk
mengobarkan fitnah diantara sekte yang
berkembang di masyarakat. Penyair yang
sering menggunakan tema hija‟ adalah
Jarir, al-Farazdaq, dan ar-Ra‟i anNumayri. Tema al-hija‟ juga dikenal
dengan nama satire atau ejekan, tema
puisi ini banyak digunakan untuk
menjelek-jelekan,
menghina
pihak
lawan.
2. Al-Madah: Tema madah merupakan
puisi yang berisi tema akan memuji
seseorang atau sesuatu. Tema al-Madah
ini merupakan tema yang populer pada
masa Bani Umayyah, hal ini dikarenakan
para penyair berlomba-lomba memuji-
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
3.
4.
5.
6.
muji penguasa agar mendapatkan
imbalan.
Al-Ghazal: Tema ghazal merupakan
puisi yang bertema perasaan cinta. Tema
ini muncul karena pengaruh kehidupan
yang serba mewah di zaman Bani
Umayyah. Pada zaman Bani Umayyah,
tema ini dibagi menjadi dua yaitu,
ghazal ‟udzri dan maksuuf. Ghazal
‟udzri adalah tema puisi yang
menggambarkan perasaan seseorang
dengan kekasihnya dengan lembut, tema
ini merupakan perkembangan ghazal
dari masa permulaan Islam. Penyair yang
menulis tema ghazal ‟udzri adalah
Kutsair ibn Abdul Rahman al-Khazaniy.
Sedangkan ghazal maksuuf adalah
ghazal yang menggambarkan tubuh
wanita berserta keindahannya hingga
vulgar. Penyair ghazal maksuuf adalah
Umar ibn Abdullah ibn Rabiah alMakhzumi.
Al-Wasfu: Tema wasfu merupakan tema
yang mendeskripsikan sesuatu. Al-Wasfu
berkembang karena adanya perubahan
ekonomi yang lebih baik, maka deskripsi
tentang kehidupan pun menjadi berbeda.
Al-Siyasat (Politik): Tema siyasat adalah
tema yang baru muncul pada zaman Bani
Umayyah. Al-siyasat adalah tema yang
memuji atau mencela penguasa/partai
lain dan merupakan sarana untuk
berkomunikasi antara para penguasa.
Tema ini muncul karena banyaknya
partai-partai
politik
yang
saling
memfitnah dan berselisih.
An-Naqa‟idh (Polemik): An-naqa‟idh
juga merupakan tema yang baru muncul
di masa Bani Umayyah. Tema ini
mengobarkan permusuhan di antara para
penyair, namun tema ini tidak dapat
dilepaskan dari tema fakhr dan hija‟.
Biasanya fakhr digunakan untuk memuji
penyair itu sendiri dan hija‟ untuk
mengejek lawannya. Polemik yang
terkenal adalah polemik antara Jarir dan
al-Akhtal atau Jarir dan al-Farazdaq.
Tema ini jika dilihat dari isinya tidak
bagus dan menyesatkan. Unsur madh,
fakhr, hija‟ dan ghazal yang terdapat
dibelakangnya hanyalah bohong belaka.
Namun, jika dilihat dari segi sastranya,
sangat bermanfaat, karena kata-katanya
kuat,
maknanya
banyak,
dan
penggambaran
yang
indah.
(Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,
2000: 38)
Puisi Ghazal Zaman Abassiah
Puisi dengan tema Ghazal pada zaman
ini cukup populer di semua kalangan pada zaman
Abassiyah dari pemerintah hinggan rakyat
jelatanya. Hal ini didukung oleh lingkungan pada
zaman Abassiyah yang suka berfoya-foya:
“Puisi ini terkenal dengan tema kehidupan
mewah yang mana mendoromg para penyair
untuk hidup berfoya-foya. Disamping itu
terdapat banyak “jariah” (hamba wanita)
yang cantik untuk hiburan para pengunjung
tempat-tempat hiburan. Oleh karenanya
banyak menyebarnya puisi ghazal yang
berbentuk tidak sopan dan menonjolkan
cirri-ciri seks dalam puisi-puisi ghazal”
(Khalid, 1997,hlm.50).
Penyair dan bentuk Puisi Ghazal Zaman
Abassiah
Dari penelitian ini, saya akan mengambil
beberapa contoh puisi dengan tema Ghazal yang
ada pada zaman Abassiah yaitu, Basysyar bin
Burd bin Yarjukh, Ia dilahirkan di kota Basrah
pada tahun 91 H, bersamaan tahun 710 M. Ia
adalah penyair yang sempat hidup dalam dua
zaman yaitu pada zaman Umayyah dan Abassiah,
akan tetapi ia masyhur pada zaman Abassiah.
Basysyar memiliki kehilangan penglihatan sejak
kecil (Khalid,1997:90).
Basysyar bukanlah merupakan keturunan
Arab murni, pamannya Yarjukh adalah keturunan
Parsi. Walaupun Basysyar bukan keturunan Arab
akan tetapi ia sangat mahir berbahasa Arab.
Kemampuannya berbahasa Arab didukung oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah ia di didik
dan dibesarkan di kalangan suku Arab Bani Uqayl
yang terkenal dengan keunggulan bahasanya. Ia
telah menciptakan puisi sejak ia masih kecil, saat
umurnya telah mencapai Baligh, Ia merupakan
seorang penyair yang ditakuti karena karyanya
sering kali berisi tentang kecaman kepada orangorang yang tidak ia sukai (Khalid, 1997:92)
Kecacatan dan latar belakang yang
dimiliki oleh Basysyar membuat ia menjadi
seorang yang tertekan jiwanya, sikapnya, dan
kepribadiannya. Ia adalah seorang yang kurang
sopan dan seorang yang jauh dari agama. Ia sering
kali mengganggu wanita, terutama melalui puisi
Ghazalnya. Ia merasa tidak akan ada satu pun
orang yang tega melukainya karena dia adalah
seorang buta. Basysyar juga terkenal dengan sikap
Syu’ubiyah, yaitu sikap anti dengan bangsa Arab
dan merendahkan mereka dan ia juga memiliki
sifat Zandaqah dan Ateis yaitu penganut agama
Parsi dan menolak prinsip ajaran Islam. Tema-
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
tema puisi yang sering di ciptakan oleh Basysyar
antara lain ialah tema pujian, kecaman dan
Ghazal.
Tema Ghazal adalah tema yang paling
populer dan diminati oleh Basysyar, hal ini
tidaklah
mengherankan,
disebabkan
oleh
pribadinya yan g longgar terhadap agama dan
kekagumannya pada wanita. Puisi Ghazal yang
diciptakan oleh Basysyar ada beberapa diantarnya
yang sopan, tetapi tidak sedikit juga puisinya
ramai dibicarakan orang-orang disebabkan terlalu
bebas dan terbuka. Berikut ini adalah puisi Ghazal
yang diciptakan oleh Basysyar (Khalid,1997:100101):
‫( لم يطل ليلى و لكن لم ونم و نفى عنى الك ى طيف ولم‬1)
‫خ جت َالصوت عن ال و نعم‬
‫وننى يا عبد من لحم‬
‫لو توَأت علي ال نهدم‬
‫( واَا ُلت لها جودى لنا‬2)
‫( نف ى يا عبد عنى و اعلمى‬3)
‫( ان فى َ دى ج ما نابال‬4)
Puisi di atas mempunyai arti sebagai berikut :
(1) Malam tidaklah panjang, namun aku tidak
dapat
tidur,
rasa
kantukku hilang
disebabkan
adanya
bayangan
yang
menjelma.
(2) Bila aku bisikkan padanya untuk menyambut
cintaku, dia berdiam diri tidak mengiyakan
dan tidak pula menolak.
(3) Lapangkan perasaanku oh Abdah, sadarilah
bahwa aku ini insan yang punya daging dan
darah.
(4) Dibawah pakaianku terdapat rangka yang
kurus, kalau kau berada diatasnya, robohlah
ia.
Setelah membaca puisi di atas, saya
berargumen bahwa puisi dengan tema Ghazal
yang dibuat oleh Basysyar ini termasuk kedalam
puisi ciptaannya yang bersifat terbuka. Hal ini
dapat dilihat pada kalimat terakhirnya yang
terdapat kata-kata yang tidak sopan yaitu “kalau
kau berada di atasnya”. Akan tetapi tidak semua
puisi pada zaman Abassiah merupakan puisi yang
tidak sopan, beberapa penyair masih menciptakan
puisi Ghazal di dalam pondasi agama, ia membuat
puisi dengan tema Ghazal disebabkan oleh rasa
cintanya terhadap seorang wanita, tidak
dilandaskan oleh hawa nafsu. Saya juga akan
memberikan contoh puisi Ghazal pada zaman
Abassiah yang bersifat sopan.
Contoh puisi Ghazal selanjutnya saya
ambil dari seorang penyair yang bernama alBuhturi. Nama sebenarnya ialah al-Walid bin
Ubaydillah bin Yahya bin Ubayd bin Syimat bin
Jabir, kadang sering dikenal dengan sebutan “Abu
al-Hasan” atau terkadang “Abu Ubadah”. Ia
dilahirkan pada tahun 206 H di suatu tempat
bernama “Manbaj”. Manbaj adalah tempat yang
indah dan memiliki banyak kekayaan alam, akan
tetapi al-Buhturi tidak memiliki semua itu, ia
adalah seorang yang miskin.
Saat beranjak dewasa ia sudah
menguasai
puisi.
Ia
pun
mengembara
meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari
uang. Ia kemudian mengunjungi negeri Syam,
yang berdekatan dengan Mesir dan Ira. Ia pun
sempat berkunjung ke Parsi.
Kehidupan
al-Buhturi
mencapai
keunggulannya saat dia menjadi pendamping alFath bin Khaqan, menteri Khalifah alMutawakkal dan sejak saat itu ia selalu menjadi
penyair dan penghibur Khalifah al-Mutawakkal.
Pada akhirnya al-Buhturi kembali ke Manbaj
karena Khalifah yang didampinginya dibunuh,
dan dia hanya sering berkunjung ke Baghdad
untuk memberikan puisi pujian pada menteri
menteri yang pernah ia dampingi. Ia meninggal
dunia pada tahun 284 H.
Al-Buhturi
banyak
menciptakan
sebagian besar puisinya bertemakan Ghazal. Ia
termasuk penyair Ghazal terbaik yang membuat
puisi Ghazal yang bersih dan sopan, akan tetapi
kata-katanya masih dalam dan menyentuh. Ia
menggambarkan kejelitaan kekasihnya akan tetapi
dengan rasa cinta yang murni, tanpa hasrat hawa
nafsu. Berikut contoh puisi Ghazal al-Buhturi
kepadan kekasihnya Alwah binti Zur’ah alHalabiyyah, sebagai berikut :
‫( خيال يعت ينى فى المنام‬1)
‫ل ك ى الحظ فاتنة القوام‬
‫و َلبال لقاَلى الم تهم‬
‫( لعلوة انها شجن لنف‬2)
‫( اَا سف ت رويت الظ ف َحتا و نار الح ن‬3)
‫ساطعة الض ام‬
‫( تظن الب ق معت ض اَا ما جال عن تخ ها‬4)
‫الح ن ساطعة اَت ام‬
‫( لقد غادرت فى ُلبى ساُاما َما فى مقلتيك‬5)
‫من ال هام‬
‫( وََ نيك ب ن الورد لما وتى ولذيذ مش و المدام‬6)
‫َنا الهج ان عاما‬
‫(لئن ُل التوا ل وو تمادى‬7)
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
‫اليك وَورة لك فى اَتتام‬
‫( فكم من نظ ة لى من َعيد‬8)
Arti dalam puisi puisi tersebut adalah :
(1) Suatu imajinasi menjelma dalam mimpiku,
memikat mata menawan hati
(2) Untuk Alwah penghibur hatiku, dan
mengguncang kalbuku yang merindukannya
kebudayaan Arab dengan kebudayaan asing yang
meresap pada masyarakatnya. Penyair Ghazal
lelaki ini antara lain adalah Hammad ‘Ajrad,
Walibah bin al-Hubab, Abu Nawas, Husayn bin
Dahhak dan lain lainnya. Berikut adalah salah
satu contoh puisi Ghazal lelaki yang diciptakan
oleh Abu Nawas (Khalid,1997:60):
‫ وتالال البهاء في عارضيك‬.‫( جال ماء الشبا في خديكا‬1(
(3) Jika ia mengungkapkan tubuhnya kau akan
lihat perawakan yang menarik dan kecantikan
yang membara menyinar
‫ فؤادى فصار رهنا لديكا‬. ‫( ورمى ط فك المكحل َال ح‬2)
(4) Kau akan menyangka pancaran kilat bila ia
tersenyum menampakkan baris giginya
‫ حياتى وميتتى في والدلل يديك‬.‫( يا بديع الجمال و الحسن‬4)
(5) Engkau meninggalkan luka di hatiku dengan
panahan kerlingan matamu
(6) Engkau mengingatkanku akan kecantikan
bunga mawar bila mengembang dan
meminum arak yang menggiurkan
(7) Walaupun kita kurang berhubungan dan di
pisahkan tahun demi tahun
(8) Tetapi aku sering mengintai melihatmu dari
jauh dan seringkali aku mengunjungimu
secara senyap-senyap. (Sutiasumarga,
Kesusasteraan Arab, 2000)
Puisi al-Buhturi di atas dapat memberi
gambaran bahwa pada zaman Abassiah masih
terdapat penyair yang membuat tema Ghazal
dengan sopan dan tidak berlebihan. Al-Buhturi
membuat puisi ini murni ia cinta kepada Alwah
dan merindukannya. Tidak ada kata-kata dalam
puisinya yang bersifat tidak sopan dan berlebihan,
walaupun terdapat kalimat dalam puisinya yang
menggambarkan kekasihnya bagai sebuah arak
yang memabukkan, tetapi ia hanya bermaksud
untuk menggambarkan betapa dalam cinta dan
kerinduannya terhadap kekasihnya sehingga
penyair tak sadar bak meminum arak yang
memabukkan.
Tema Ghazal yang telah ada sejak zaman
Jahilliyah hingga zaman Umayyah ini terus
berkembang sesuai dari waktu ke waktu sesuai
dengan keadaan masyarakatnya pada saat itu.
Pada zaman Abbasiah pun bentuk Ghazal yang
memuja wanita karena rasa cinta ataupun karena
kecantikan wanita pujaannya telah banyak
berkembang, akan tetapi pada zaman ini pun
muncul tema Ghazal yang baru yaitu Ghazal
Lelaki. Seperti yang dikatakan oleh Osman Haji
Khalid
dalam
bukunya
yang
berjudul
Kesusasteraan Arab mengatakan hal ini dapat
muncul karena adanya ketipisan agama jatuhnya
moral masyarakat pada zaman Abbasiah. Hal ini
juga disebabkan adanya pertemuan antara
‫ ل ت اشكو هواك اال اليكا‬.‫ب‬
‫( ونا م تهت َحبك‬3)
Puisi di atas mempunyai arti sebagai berikut :
1. Kesegaran remaja terpancar di pipimu, dan
wajahmu indah berseri-seri.
2. Panahan kerlingan matamu yang hitam telah
menusuk hatiku dan aku menjadi tawananmu.
3. Aku hanyut dalam cintaku padamu, hanya
engkau tempat curahan hatiku.
4. Oh, si dia yang rupawan dan penuh
kemanjaan, percatalah hidup dan matiku
dalam genggaman tanganmu.(Khalid,1997:61)
Perkembangan Tema
Zaman Abassiah
Puisi Ghazal pada
Puisi pada zaman Abassiyah memang
mendapat posisi lebih di hati masyarakatnya, pada
zaman ini puisi mencapai puncak keemasannya.
Keemasan dalam zaman ini juga tidak datang
dengan sendirinya, akan tetapi terdapat beberapa
faktor, menurut Osman Haji Khalid dalam
bukunya yang berjudul Kesusasteraan Arab
menulis faktor faktor tersebut, yaitu:
1. Puisi menjadi satu kemahiran yang dituntut,
dipelajari, dan dikuasai, dan bukan lagi
merupakan suatu bakat yang diwarisi atau
bakat yang dianugerahkan oleh Allah kepada
seseorang. Pada zaman ini para penyair saling
bersaing untuk menduduki tempat yang tinggi
dalam bidang puisi, karena akan menjamin
kehidupan mewah yang menjadi idaman
mereka.
2. Perubahan terhadap ciri kerajaan daripada
kerajaan Arab yang berlatar belakang
kehidupan masyarakat Badawi ; yang
sederhana
kepada
cirri-ciri
kehidupan
Kerajaan Parsi daripada pertemuan tamadun
Arab dengan tamadun Parsi. Sehingga
masyarakat Abbasiah mulai merubah corak
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
hidup mereka kepada cirri-ciri kehidupan
mewah.
Minat dan perhatian utama telah ditunjukan
oleh para khalifah dan pembesar-pembesar
kerajaan terhadap puisi. Mereka juga
menghargai para penyair yang cakap dengan
menganugerahkan hadiah-hadiah.
Adanya inisiatif dari para khalifah dan
pembesar negara untuk menganjurkan majelismajelis deklamasi puisi di istana-istana
mereka. Selain itu puisi juga digunakan
masyarakat
pada
umumnya
untuk
menyalurkan aspirasi mereka kepada khalifah
apabila tidak ada jalan lain untuk
menyalurkannya.
Bermunculan penyair-penyair muda dan di
antara mereka ada yang terdiri dari keturunan
Parsi dan Romawi yang menguasai bahasa
Arab dan mampu menghasilkan puisi-puisi
yang standing dengan penyair Arab sendiri.
Terdapat suasana baru dan gambaran yang
indah dari keadaan alam sekitar dan juga hasil
dari kemajuan dan pertemuan dengan tamadun
asing seperti tamadun Parsi, Romawi, dan
Hindu.
Adanya perkembangan nyanyian yang cukup
juga mempengaruhi perkembangan puisi pada
zaman itu. Hal ini dikarenakan nyanyian
memerlukan puisi yang indah dengan
ungkapan yang lunak dan enak didengar.
Berkembangnya ilmu pengetahuan yang pesat
pada zaman ini juga mendorong beberapa
penulis untuk menuangkan ilmu pengetahuan
mereka melalui media puisi dengan tujuan
agar ilmu pengetahuan mudah diingat dan
disenangi.
Adanya anugerah dan pemberian yang
lumayan banyak dari para khalifah dan para
pembesar kerajaan kepada para penyair yang
dapat mempesonakan dan memikat hati
mereka
dengan
puisi-puisi
yang
mempesonakan.
Walaupun pada zaman ini puisi memang
unggul dalam perkembangannya, akan tetapi
perkembangan puisi pada zaman ini tidak menjadi
sastra Arab yang klasik karena adanya
perkembangan budaya lain yang masuk ke Arab
pada zaman itu, seperti yang ditulis dalam sebuah
buku yang mengatakan bahwa semangat
kesalehan yang dikembangkan oleh pemerintahan
Abassiyah, pengaruh budaya dan keagamaan
asing yang berasal dari negara lain, terutama dari
Persia (Hitti, hlm 508)
F.Kesimpulan
Puisi Ghazal merupakan puisi yang
bertemakan wanita. Puisi ini menggambarkan
keindahan wanita dari bagian-bagian tubuh
wanita, seperti rambut, mata, leher ataupun
parasnya. Puisi Ghazal sudah ada dari zaman
Jahilliyah, Islam, hingga modern. Puisi ini terus
berkembang dari tahun ke tahun, dari zaman ke
zaman, hingga memiliki perubahan gaya bahasa
dan maknanya yang cukup terlihat.
Pada zaman Jahilliyah yaitu zaman
dimana munculnya puisi Ghazal untuk pertama
kali, puisi Ghazal ini bertemakan tentang wanita.
Pada puisi ini menggambarkan seorang wanita
dari parasnya yang cantik, rambut, tubuh, mata
dan bagian lain yang mencerminkan keindahan
dari wanita tersebut. Sedangkan
Setelah
munculnya Islam dengan fondasi agama yang
kuat, puisi Ghazal pun tetap diciptakan oleh para
penyair, akan tetapi dikemas dengan gambaran
yang berbeda. Puisi Ghazal zaman Islam tetap
menggambarkan wanita, tetapi melihat wanita
dari akhlaknya yang mulia juga dari segi
keimanan kepada Tuhan dan kekuatan agamanya,
bukan dari bagian tubuh atau parasnya.
Pada
zaman
Umayyah
puisi
dilatarbelakangi oleh masalah sosial politik,
mazhab dan sekte, masalah identitas kebangsaan.
Faktor-faktor di atas berpengaruh kuat terhadap
perkembangan bahasa dan sastra yang membuat
puisi di zaman ini tidak berkembang dibandinkan
dengan zaman-zaman yang lain. Berbeda dengan
Puisi pada zaman Abassiyah yang saaat itu
memang mendapat posisi lebih di hati
masyarakatnya, pada zaman ini puisi mencapai
puncak keemasannya. Keemasan dalam zaman ini
juga tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi
terdapat beberapa faktor, di antaranya pada zaman
Abassiyah disebabkan para petinggi negara
ataupun bangsawan yang memberikan upah yang
tinggi kepada para penyair apabila mereka
membuat puisi Ghazal.
G.Daftar Pustaka
Abidin, Haji Zainal, Abdul Qadir. 1987.
Muzakkirah fi Tarikh al-Adab al-Araby.
Kuala lumpur: Dewan Pustaka dan Bahasa
Haji
Khalid,
Osman.1997.Kesusasteraan
Arab.Selangor: Percetakan Dewan Bahasa
dan Pustaka.
K.Hitti, Phillip. 2008. History of the Arabs.
Terjemah: R. Cecep Lukman Yasin.
Jakarta: Serambi.
Lesmana, Maman. 2010. Kritik Sastra Arab dan
Islam. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia.
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
Sutisumarga, Males 2000. Kesusasteraan Arab
Asal Mula dan Perkembangannya. Jakarta:
Zikrul Hakim.
Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2008.
Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang:
UIN Malang Press.
Puisi Ghazal ..., Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas, FIB UI, 2013
Download