BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Dividen Secara umum dividen merupakan pembagian hasil yang berupa keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan kepada pemegang saham preferen dan saham biasa sesuai dengan kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan. Dividen menurut Bambang Riyanto (2001:265) merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau "equity investors". Pembagian dividen ada dua bentuk yaitu dalam bentuk tunai (cash dividend) dan dalam bentuk saham (stock dividend). Menurut Sunariyah (2003:118) dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham bisa berupa dua jenis yaitu : 1) Dividen tunai (cash dividend) Dividen tunai adalah dividen yang dibayarkan oleh emiten kepada pemegang saham secara tunai untuk setiap lembarnya. 2) Dividen saham (stock dividend) Dividen saham adalah pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan saham-saham yang dimiliki. Sedangkan menurut Zaki Baridwan (1996 : 435) deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham bisa berupa : 1) Cash devidend Cash devidend adalah dividen dalam bentuk kas (uang tunai). Artinya dividen yang dibayarkan oleh emiten kepada pemegang saham secara tunai untuk setiap lembarnya. 2) Property devidend Property devidend disebut sebagai dividen barang yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas yang bisa berbentuk surat-surat berharga yang diterbitkan perusahaan lain, barang-barang persediaan, atau aktiva-aktiva lainnya. 3) Scrip devidend Biasa dibagikan bila laba perusahaan mencukupi untuk pembagian dividen, tetapi saldo kas tidak mencukupi. Scrip dividen dapat dimiliki oleh para pemegang saham sampai kemudian tiba saatnya dibayar oleh perusahaan tetapi dapat dijual kepada pihak lain. 4) Liquidating devidend Merupakan pembayaran kembali sebagiandari hak-hak pemegang saham, yaitu pembayaran kembali modal yang disetor atau ditanam. Pembagian dividen dalam bentuk ini biasanya ada yang berasal dari laba ditahan sehingga harus diperlakukan berbeda dengan deviden yang berasal laba ditahan. 5) Stock devidend Merupakan pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah yang sebanding dengan saham yang dimiliki. 2.1.2. Pengertian Kebijakan Dividen Menurut Agus Sartono (2001:281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Kebijakan dividen berpengaruh terhadap aliran dana, struktur finansial, likuiditas perusahaan dan perilaku investor. Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan dividen antara lain : 1) Kebutuhan dana perusahaan Kebutuhan dana bagi perusahaan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. 2) Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan membayar dividen. 3) Kemampuan meminjam Posisi likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk meminjam dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. 4) Keadaan pemegang saham Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan dapat mempertahankan bagian pembayaran dividen yang rendah. 5) Stabilitas dividen Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas di sini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan. 2.1.3 Kontroversi Dividen Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004:298), berbagai pendapat tentang dividen bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-besarmya. Pendapat ini menyatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Pendapat tersebut mempunyai kelemahan dalam hal peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar apabila laba yang dieproleh tidak meningkat. 2) Pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber eksternal. Jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak pilihan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal atau keputusan dividen adalah tidak relevan. 3) Pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya justru membagikan dividen sekecil mungkin. Pendapat bahwa dividen tidak relevan mendasarkan diri atas pemikiran bahwa membagikan dividen dan menggantinya dengan menerbitkan saham baru mempunyai dampak yang sama terhadap kekayaan pemegang saham (lama). Namun sayangnya pendapat tersebut mengabaikan adanya biaya emisi (flotation cost). Apabila perusahaan menerbitkan saham baru, maka perusahaan akan menanggung berbagai biaya seperti fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham dan sebagainya. Kelompok ini cenderung menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah. 2.1.4. Dividend Payout Ratio (DPR) Menurut Bambang Riyanto (2001:26) dividend payout ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Besar kecilnya dividen tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh dan proporsi laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen atau dividend payout ratio. Secara matematis dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (dividen per lembar saham) dangan earning per share (keuntungan per lembar saham). 2.1.5. Kinerja Keuangan. Kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut (keputusam Menteri Keuangan No. 740/KMK.00/1989). Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat diukur dan dinilai dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu: rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. Analisis juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan prestasi suatu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungan selama periode tertentu (Agus Sartono (2001 : 121). Sedangkan menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004:70) aspek-aspek yang dinilai dalam melakukan analisis keuangan antara lain yakni aspek leverage, aspek likuiditas, aspek profitabilitas atau efisiensi, dan rasiorasio nilai pasar. Menurut M. Fakhruddin dan M. Sopian Hadianto (2001 : 58) dari suatu laporan keuangan dapat dilakukan suatu analisis yang disebut dengan analisis laporan keuangan. Salah satu teknik dari laporan keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio dapat dibagi dalam lima macam yaitu: rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio saham. Menurut Harahap (2002) adapun jenis rasio keuangan yang sering sekali digunakan adalah: 1) Rasio likuiditas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. 2) Rasio solvabilitas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi. 3) Rasio rentabilitas/profitabilitas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya. 4) Rasio Leverage, rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang perusahaanterhadap modal maupun asset. 5) Rasio Aktivitas, rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian atau kegiatan lainnya. 6) Rasio Pertumbuhan, rasio yang menggambarkan persentasi kenaikan penjualan tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik. 7) Penilaian Pasar, rasio ini merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar modal. 8) Rasio Produktivitas, rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai. Banyaknya penelitian mengenai aplikasi analisa rasio keuangan dalam praktik bisnis serta pengkajian-pengkajian dan studi yang telah dilakukan mengantarkan kepada pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang paling penting dalam praktek bisnis dan ekonomi. Bahkan pernah terdapat kecenderungan untuk menggunakan rasio keuangan tunggal seperti Price Earning Ratio (Suryaputri dan Astuti, 2003). Akan tetapi tidak semua peneliti beranggapan sama, Gilman sebagaimana dikutip dari Bambang Riyanto (2002) menolak penggunaan rasio keuangan sebagai indikator yang sangat penting dengan mengajukan beberapa alasan yaitu: 1) Perubahan rasio keuangan sebenarnya merupakan angka yang tidak dapat diinterprestasikan karena pembilang dan penyebutnya bervariasi. 2) Pengukuran rasio keuangan yang bersifat artifisial. 3) Rasio keuangan mengalihkan perhatian analis dari pandangan terhadap perusahaan secara komprehensif. 4) Keandalan rasio keuangan sebagai indikator sangat bervariasi diantara setiap rasio. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terdapat keragaman pendapat mengenai analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi, mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan indikator paling penting hingga yang beranggapan minimalis terhadap rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, praktek bisnis yang nyata masih mengaplikasikan analisa rasio keuangan ini sebagai salah satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu bersifat sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis (Bambang, 2002) Dalam penelitian ini, digunakan beberapa variabel yang diambil dari rasiorasio keuangan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1) Debt to Equity Ratio (DER) Menurut M. Fakhrudin dan M. Sopian Hadianto (2001 : 61) debt to equity ratio merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk menunjukkan suatu perusahaan dapat dikatakan solvable atau tidak. Suatu perusahaan dikatakan tidak solvable apabila total hutangnya lebih besar dari total asetnya. Debt to equity ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang dengan jumlah modal sendiri. Debt to equity ratio (DER) menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang (Bambang Riyanto, 1998 : 333). Semakin tinggi debt to equity ratio (DER) maka akan menunjukkan semakin besarnya modal pinjaman yang digunakan untuk pembiayaan aktiva perusahaan. Para pemilik dan pemegang saham juga lebih menyukai rasio hutang yang rendah, sebab rasio hutang yang menurun akan meningkatkan besarnya dividen yang akan dibagikan. Bambang Riyanto (2001:333) debt to equity ratio merupakan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Debt to equity ratio berbanding terbalik dengan dividen payout ratio. Semakin tinggi debt to equity ratio yang dimiliki perusahaan maka semakin rendah deviden yang dibagikan sebagai cash deviden. Debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Debt to Equity Ratio = Total Hutang x100% ...………………..…….(2) Total Modal Sendiri 2) Growth (tingkat pertumbuhan perusahaan) Setiap perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Ini dipengaruhi oleh kebijakan dari masing-masing perusahaan. Growth mempengaruhi besarnya dividen yang akan diberikan kepada pemegang saham. Apabila perusahaan sedang berada dalam tingkat pertumbuhan, maka akan dibutuhkan semakin banyak dana untuk mengembangkan perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan mengurangi laba yang dibagikan sebagai dividen. Tingkat pertumbuhan (Growth) dapat diukur melalui perubahan total aktiva perusahaan yang menunjukkan perbandingan antara total aktiva tahun ini dikurangi total aktiva tahun sebelumnya dengan total aktiva tahun sebelumnya. Growth = Total Aktiva T ahun t Total Aktiva T ahun t-1 x100 % …………………(3) Total Aktiva T ahun t-1 3) Total Assets Turnover (TAT) Menurut Suad Husnan (2004 : 74) total assets turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva. Total assets turnover mengukur seberapa banyak penjualan bisa diciptakan dari setiap aktiva yang dimiliki. Rasio aktivitas menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan, dengan kata lain rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal. Rasio aktivitas pada pokoknya mencakup hubungan perputaran (turnover) dan menggambarkan dalam berbagai bentuk jumlah modal relatif untuk mendukung volume transaksi perusahaan. Rasio yang paling umum digunakan adalah yang menghubungkan penjualan bersih terhadap aktiva kotor atau penjualan bersih terhadap aktiva bersih (Erich A. Helfert, 1996 : 78). Rasio aktivitas menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue (Bambang Riyanto, 1998 : 234). Dengan kata lain, total assets turnover menunjukkan bagaimana efektivitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba. Total assets turnover dirumuskan sebagai berikut: Total Assets Turnover = Penjualan x 100%..............................................(4) Total Aktiva 4) Price Earning Ratio (PER) menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Price earning ratio adalah perbandingan antara harga saham dengan laba per lembar saham. Dalam hubungannya dengan kebijakan dividen, price earning ratio mempunyai hubungan yang positif. Dimana semakin tinggi tingkat price earning ratio yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham. PER dihitung dengan rumus: Price Earning Ratio = Harga Saham 100 % ……….................(5) Laba Per Lembar Saham 5) Return On Equity (ROE) Return On Equity merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Return On Equity merupakan perbandingan laba bersih setelah pajak dengan equitas yang dimiliki perusahaan dan dinyatakan dalam persentase. Semakin tinggi laba yang dihasilkan perusahaan maka semakin besar dividen yang akan dibagikan sebagai cash dividend. Dengan demikian terdapat hubungan yang positif antara return on equity dengan dividend payout ratio. Return On Equity (ROE) = Laba Setelah Pajak x100 % ………….………(6) Total Modal Sendiri 2.1.6. Hubungan Kinerja Keuangan Terhadap Deviden Payout Ratio Dividend payout ratio merupakan rasio pembayaran dividen yang mencerminkan kebijakan perusahaan sehubungan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan yang mana keuntungan ini nantinya akan dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan perusahaan dalam bentuk dividen tunai (cash dividend). Variabel-variabel keuangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu debt to equity ratio, growth, total asset turnover, earning per share dan return on equity. Debt to equity ratio (DER) menurut Bambang Riyanto (2001:333) merupakan perbandingan total hutang dengan modal sendiri atau bagian dari setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Semakin tinggi debt to equity ratio maka semakin besar jumlah hutang yang dimiliki oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan mereka. Semakin tinggi hutang yang dimiliki oleh perusahaan, maka akan semakin menambah beban pembayaran bunga atas hutang yang dimiliki. Dengan meningkatnya bunga, risiko usaha akan menjadi semakin tinggi, sehingga akan mcmberikan dampak pada permintaan saham yang rendah sehingga dividen yang akan dibayarkan pun akan semakin kecil. Dengan kata lain debt to equity ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividend payout ratio. Pertumbuhan perusahaan (growth) adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dari tahun ke tahun. Growth mempengaruhi besarnya dividen yang akan diberikan kepada pemegang saham. Apabila perusahaan sedang berada dalam tingkat pertumbuhan, maka akan dibutuhkan semakin banyak dana untuk mengembangkan perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan mengurangi laba yang dibagikan sebagai dividen. Oleh karena itu, semakin tinggi pertumbuhan perusahaan (growth) semakin mungkin perusahaan untuk menahan labanya dan tidak membagikannya sebagai dividen. Dengan demikian, growth mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pembagian dividen Total assets turnover merupakan salah satu rasio aktivitas. Rasio ini menunjukkan berapa kali total aktiva berputar bila diukur dari penjualan. Semakin besar total assets turnover maka semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan tersebut untuk menghasilkan penjualan. Sehingga semakin tinggi tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset maka laba yang diperoleh akan meningkat, hal tersebut akan mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Dengan demikian total assets turnover mempunyai hubungan yang postif dengan dividend payout ratio. Price Earning Ratio (PER) menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Price earning ratio adalah perbandingan antara harga saham dengan laba per lembar saham. Dalam hubungannya dengan kebijakan dividen, price earning ratio mempunyai hubungan yang positif. Dimana semakin tinggi tingkat price earning ratio yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen lepada pemegang saham. Return on equity merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Return on equity merupakan perbandingan laba bersih setelah pajak dengan equitas yang dimiliki perusahaan dan dinyatakan dalam persentase. Semakin tinggi tingkat. Return on equity maka semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi laba yang diperoleh maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividennya kepada investor. Dengan kata lain, semakin tinggi return on equity yang dihasilkan perusahaan maka semakin tinggi dividen yang dibagikan perusahaan. Dengan demikian terdapat hubungan yang positif antara return on equity dengan dividend payout ratio. Brigham ( 1996: 437) menyatakan bahwa perubahan besarnya dividen yang dibagikan terdapat dua akibat yang saling berlawanan. Apabila seluruh laba dibayarkan sebagai dividen maka kepentingan cadangan terabaikan, sebaliknya bila laba ditahan semua maka kepentingan pemegang saham terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Menurut Houtson dan Brigham ( 1997), kebijakan dividen optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga dapat memaksimumkan laba. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang menjadi pedoman penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Kade Diana Yanti (2005) dengan judul “ Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Indeks LQ45 di Bursa Efek Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dan parsial pada periode 2000-2003. Dengan variabel bebas yang terdiri dari cash ratio, debt to equity ratio, growth, total assets turnover, return on equity, dan variabel terikat yaitu devidend payout ratio. Dengan menggunakan analisis regresi linear berganda diperoleh hasil bahwa cash ratio dan growth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio, sementara faktor lainnya yaitu debt to equity ratio, total assets turnover dan return on equity secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap devidend payout ratio. Secara simultan (serempak) semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel penelitian, obyek penelitian dan periode penelitian. Dimana penelitian sebelumnya menggunakan obyek penelitian perusahaan LQ45 di BEJ dengan periode penelitian 2000-2003. Sedangkan penelitian ini menggunakan obyek penelitian perusahaan-perusahaan Manufaktur di BEI dengan periode penelitian 2003-2005. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Agung Adri Wismaya (2005) dengan judul “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2003. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah cash ratio, debt to equity ratio, return on equity, total assets turnover dan earning per share secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap dividen payout ratio pada perusahaan manufaktur di BEJ periode 2001-2003. Dari hasil penelitian ini dengan mnggunakan analisis regresi linear berganda dan dibantu dengan program SPSS komputer diperoleh bahwa secara simultan semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Sedangkan secara parsial cash ratio dan earning per share berpengaruh paling dominan terhadap dividend payout ratio. Sedangkan variabel yang lain berpengaruh tidak signifikan terhadap dividend payout ratio. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas yang digunakan dimana penelitian ini menggunakan variabel bebas seperti debt to equity ratio, growth, total assets turnover, price earning ratio dan return on equity sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan cash ratio, debt to equity ratio, return on equity, total assets turnover dan earning per share. Yang membedakan adalah variabel price earning ratio dengan growth sebagai salah satu variabel bebasnya. Selain itu perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah periode penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan periode penelitian 2003-2005, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan periode penelitian 2001-2003. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Alfred Adam (2004) yang meneliti dengan judul “Factor-factor yang mempengaruhi kebijakan dividen tunai pada Perusahaan Asuransi di BEJ periode 1999-2003 ”. Pokok permasalahan yang diteliti adalah current ratio, laverage ratio, return on equity, dan earning per share. Adapun variabel terikatnya dividend per share. Dari hasil penelitian menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS 13.0 diketahui bahwa semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan Asuransi di BEJ periode 1999-2003. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah obyek penelitian, dimana penelitian sebelumnya menggunakan perusahaan Asuransi sebagai obyek penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan perusahaan Manufaktur sebagai obyek penelitian. Dan pada penelitian sebelumnya menggunakan periode penelitian 1999-2003, sedangkan penelitian ini menggunakan periode penelitian 2003-2005. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sudarsi yang berjudul Analisis faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cash position (CP), Probability (PR), Growth Potential (GP), Firm Size (ukuran perusahaan) dan Debt To Equity Ratio (DER). Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel debt to equity ratio dan firm size tidak dapat dipakai karena tidak memenuhi asumsi klasik multikolinieritas dan harus dikeluarkan dari model analisis. Dengan demikian dalam analisis ini hanya dibahas pengaruh variabel posisi kas dan potensi pertumbuhan terhadap dividend payout ratio secara simultan maupun secara parsial. Dan diperoleh hasil bahwa variabel bebas yang terdiri dari posisi kas, profitabilitas, fotensi pertumbuhan, tidak memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap dividend payout ratio. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas dan objek penelitian yang digunakan. Dimana dalam penelitian sebelumnya memakai industri perbankan sedangkan penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai obyek penelitian. 5) Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti, Susana and Achyani, Fatchan (2006) yang berjudul “Analisis Pengaruh Investasi, Liquiditas, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividend Payout Ratio: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”. Dari penelitian ini diperoleh hasil dengan analisis regresi linear berganda bahwa semua variabel berpengaruh tidak signifikan terhadap dividend payout ratio. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur dengan analisis linear berganda. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas dan periode penelitian yang digunakan. 2.3 Hipotesis 1) Debt to equity ratio, growth, total asset turnover, price earning ratio dan return on equity secara simultan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun 2003-2005. 2) Debt to equity ratio, growth, total asset turnover, price earning ratio dan return on equity secara parsial berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio perusahaan mmanufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun 2003-2005.