PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI BURSA EFEK INDONESIA Indriana Kurniati Indriana@yahoo,com ABSTRACT Income smoothing is an action to increase or decrease profit resulted by a firm in order that its profit looks to be stabile or not to be fluctuated. The purpose of this research is to find out the effect of the measurement of firm, profitability, financial leverage, dividend payout ratio, and industrial sector toward the practice of profit instrument in firm registered in Indonesian stock exchange. Observation is done for 5 years, namely from the year 2004 to 2008. Sample used in this research was totaled 173 firms, all of them classified more to the group of firm which did not or make average profit using Eckel Index. The result of this research showed that the measurement of firm, net profit margin, and dividend payout ratio did not influence the practice of income smoothing. While return on equity, financial leverage, and industrial sector were influenced the practice of income smoothing. Keywords: income smoothing, eckel index, profitability. PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumberdaya pemilik. Laporan keuangan sendiri merupakan suatu pencerminan dari kondisi keuangan suatu perusahaan, karena di dalam laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 pihak, yaitu pihak internal dan pihak eksternal, dimana pihakpihak tersebut terdiri dari: pemerintah, manajemen, pemegang saham, kreditor, supplier, karyawan perusahaan, konsumen, dan masyarakat umum lainnya. Dari pihakpihak tersebut, manajemen merupakan pihak yang berkewajiban dalam membuat laporan keuangan, karena mereka berada di dalam perusahaan, dan merupakan pengelola aktiva secara langsung. Sedangkan pemegang saham sebagai penanam modal dalam perusahaan, kreditor sebagai pihak yang memberikan pinjaman ke perusahaan, dan pemerintah sebagai pihak yang memiliki kepentingan dalam kaitannya untuk memperoleh dana pembangunan dalam bentuk pajak. Diantara pihak-pihak tersebut, terdapat pertentangan kepentingan antara pihak internal, dengan pihak eksternal yang dapat mendorong timbulnya konflik yang merugikan bagi pihak yang bertentangan tersebut. Secara umum, semua bagian dari laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan merupakan keseluruhan laporan keuangan yang disajikan. Menurut Ball, Brown, Ohlson, dan Shroff dalam Jin dan Machfoedz (1998), dari seluruh 65 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 laporan keuangan tersebut, laporan laba rugi merupakan laporan yang paling banyak diperhatikan, karena di dalam laporan laba rugi terdapat informasi laba, dimana biasanya laba dijadikan tolok ukur kualitas suatu perusahaan. Sebagaimana disebutkan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1, bahwa informasi laba pada umumnya menjadi perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggung jawaban manajemen, dan informasi laba membantu pemilik atau pihak lain yang berkepentingan dalam menaksir kekuatan laba suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu terdapat kecenderungan manajer ingin membuat laporan keuangan menjadi lebih baik. Terutama bagi manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut. Usaha manajemen dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam mencapai target yang telah ditetapkan, kadangkala mendorong manajemen melakukan dysfunctional behaviour atau sering disebut perilaku tidak semestinya, dimana manajemen akan cenderung untuk memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Banyak perusahaan yang percaya bahwa harga saham mereka akan meningkat bila laba yang mereka dapatkan meningkat secara konstan setiap tahunnya. Akibatnya perusahaan tersebut akan memilih prosedur akuntansi yang menghasilkan laba tertentu untuk memenuhi target yang dikehendaki. Pemilik juga berusaha mendorong pihak manajemen untuk memaksimalkan kemampuan mereka dalam mencapai target yang ditetapkan, dalam usaha membuat entitas tampak bagus dan mapan secara finansial. Praktek inilah yang dikenal dengan nama manajemen laba. Salah satu pola manajamen laba adalah perataan laba. Perataan laba dilakukan agar laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan tidak terlalu berfluktuasi. Usaha untuk mengurangi fluktuasi laba dilakukan agar laba yang dihasilkan pada suatu periode tidak jauh berbeda dengan 66 laba yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Oleh karena itu perataan laba dilakukan dengan penggunaan teknikteknik tertentu untuk memperbesar maupun memperkecil jumlah laba, namun dalam mengurangi tingkat fluktuasi laba ini juga harus dipertimbangkan tingkat pertumbuhan normal. Praktek perataan laba telah dikenal sebagai praktek yang logis dan rasional. Dalam penelitiannya, Beidleman dalam Assih dan Gudono (2000) percaya bahwa manajemen meratakan laba untuk menciptakan laba yang stabil. Sedangkan Barnea, Ronen, dan Sadan dalam Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa perataan laba dilakukan oleh para manajer untuk mengurangi fluktuasi dari laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk meramalkan arus kas di masa datang. Salno dan Baridwan (2000), melakukan penelitian mengenai analisis perataan penghasilan: faktor-faktor yang mempengaruhi dan kaitannya dengan kinerja saham perusahaan publik di Indonesia. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa besaran perusahaan, net profit margin, kelompok usaha, dan winner/losser stocks tidak mempengaruhi praktek perataan laba. Juniarti dan Corolina (2005), melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Penelitian Juniarti dan Carolina ini memperoleh kesimpulan bahwa profitabilitas mempengaruhi praktek perataan laba. Kustiani dan Ekawati (2006) melakukan penelitian mengenai analisis perataan laba dan faktorfaktor yang mempengaruhi, dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ukuran perusahaan, net profit margin, leverage, dan sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Budiasih (2008), melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi praktek perataan laba, dari penelitian tersebut didapatkan hasil ukuran perusahaan, profitabilitas, dan PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) dividend payout ratio berpengaruh terhadap praktek perataan laba. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggung jawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu 1) Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. 2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut dysfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan. Perataan Laba Perataan laba adalah teknik rekayasa laba untuk membuat laba yang dilaporkan tidak bergejolak. Perataan laba didefinisikan oleh Beidlement dalam Jin dan Machfoedz (1998) sebagai suatu pengurangan dengan sengaja atas fluktuasi laba yang dilaporkan agar berada pada tingkat yang dianggap normal bagi perusahan. Sedangkan menurut Assih, dkk dalam Budiasih (2007), perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Rivard, dkk dalam Juniarti dan Corolina (2005) mendefinisikan perataan laba sebagai sebuah praktek dengan menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk mengurangi fluktuasi laba bersih selama beberapa periode waktu. Menurut Fudenberg dan Tirole dalam Suharli (2005), perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau 67 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Menurut Eckel dalam Salno dan Baridwan (2000) definisi perataan laba tidak dapat dipisahkan dari tipe perataan laba. Penjelasan tipe perataan laba dapat memperjelas kerangka ide dan definisi operasional perataan laba yang diperkenalkan. Aliran perataan laba yang alami atau laba rata secara natural secara sederhana mempunyai implikasi bahwa sifat proses perolehan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Tipe perataan laba terjadi begitu saja secara alami tanpa intervensi pihak manapun. Berbeda dengan perataan laba yang secara alami, perataan laba yang disengaja atau perataan laba oleh manajer mengandung intervensi manajemen. Ada dua jenis perataan laba yang disengaja, yaitu perataan laba riil dan perataan laba artifisial. Dascher dan Malcom dalam Tjong, dkk (2005) membagi perataan laba menjadi dua, yaitu (1) real smoothing, dan (2) artificial smoothing. Real smoothing adalah perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya dengan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas kebijakan operasi dan waktunya. Adapun artificial smoothing atau sering juga disebut dengan accounting smoothing adalah perataan laba melalui prosedur akuntansi yang diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain. Menurut Suharli (2005), di dalam prakteknya, dua jenis perataan laba tersebut seringkali tidak dapat dibedakan. Suatu perusahaan secara bersamaan memutuskan besarnya transaksi dan sekaligus bagaimana cara melaporkannya, sehingga untuk satu tahun tertentu mungkin tidak dapat dibedakan apakah jumlah biaya riset dan pengembangan yang dilaporkan berbeda dari periode yang lainnya. Berdasarkan uraian di atas, jadi perataan laba adalah tindakan menaikkan atau menurunkan laba yang dihasilkan oleh 68 perusahaan dan dilakukan oleh manajer agar laba perusahaan tampak stabil atau tidak bergejolak. Menurut Hepworth dalam Jin dan Machfoedz (1998), tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu. Beberapa motivasi seorang manajer melakukan praktek perataan laba. Pertama, aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para investor karena laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan dividen yang stabil pula sebagaimana yang diinginkan para investor. Kedua, penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana melalui periode beberapa metode tertentu, manajemen dapat mengurangi kewajiban perusahaan secara keseluruhan. Ketiga, perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer dan pekerja karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat enimbulkan permintaan upah yang lebih tinggi bagi para karyawan. Keempat, aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindarkan serta rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi. Jadi secara umum motivasi dari perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan dimata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan terse-but memiliki risiko yang rendah. Di samping itu memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. Pengembangan Hipotesis Ukuran Perusahaan dan Praktek Perataan Laba Nasser dan Herlina dalam Juniarti dan Corolina (2005) menyebutkan bahwa PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) perusahaan yang memiliki aktiva besar yang kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar umumnya akan mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti para analis, investor, maupun pemerintah. Untuk itu perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikkan laba yang drastis akan menyebabkan pertambahan pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis, akan menyebabkan kesan atau nilai perusahaan menjadi kurang baik. Oleh karena itu perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan perataan laba. Michelson dalam Kustiani dan Ekawati (2006) menemukan bukti empiris bahwa perusahaan-perusahaan besar cenderung berperilaku perata. Moes dalam Budiasih (2007) menemukan bukti bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan besar lebih disukai oleh investor maupun masyarakat umum, jadi perusahaan besar akan cenderung melakukan praktek perataan laba, agar perusahaan bisa tampak lebih baik. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktek perataan laba Profitabilitas Laba dan Praktek Perataan Profitabilitas dapat dijadikan patokan oleh investor maupun kreditor dalam menilai sehat tidaknya perusahaan. Profitabilitas perusahaan juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola aset maupun ekuitas yang dimiliki. Profitabilitas juga diduga mem-pengaruhi perataan laba, karena profita-bilitas secara langsung terkait dengan objek perataan laba. Net profit margin merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih setelah pajak pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini dapat diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya di perusahaan pada periode tertentu. Net profit margin ini diduga juga mempengaruhi perataan laba, karena secara logis margin ini terkait langsung dengan obyek perataan laba. Pemilihan net profit margin sebagai variabel independen juga didukung oleh hasil penelitian Archibald, Chusing, Dascher dan Malcom, Bornea, Ronen dan Sadan, Battie, dkk dalam Kustiani dan Ekawati (2006) yang menginvestigasi penggunaan berbagai instrumen laporan keuangan, seperti metode depresiasi, dan perubahan kebijakan akuntansi untuk meratakan penghasilan. Secara logis, net profit margin dapat merefleksikan motivasi manajer untuk meratakan laba. Net profit margin merupakan laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan dalam satu periode, oleh karena itu semakin tinggi rasio net profit margin menggambarkan kondisi perusahaan yang semakin baik. Net profit margin mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Perusahaan yang net profit marginnya tinggi cenderung melakukan perataan laba karena perusahaan yang memiliki net profit margin tinggi lebih diminati oleh investor untuk menjual maupun membeli saham perusahaan tersebut. Untuk itu perusahaan yang memiliki net profit margin tinggi cenderung melakukan praktek perataan laba. Selain net profit margin, return on equity atau sering disebut ROE juga merupakan rasio profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan total ekuitas. Semakin tinggi ROE suatu perusahaan, maka investor semakin menyukai perusahaan tersebut, karena 69 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 ROE menggambarkan berapa banyak laba yang investor dapatkan dari setiap rupiah uang yang ia tanamkan. ROE = 1 menggambarkan bahwa setiap rupiah yang investor tanamkan di dalam perusahaan, maka investor akan mendapatkan Rp 1 laba. Oleh karena itu, semakin tinggi ROE, maka semakin mendorong manajer untuk melakukan praktek perataan laba. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha2: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktek perataan laba Financial Leverage Perataan Laba dan Praktek Menurut Sartono dalam Budiasih (2007) financial leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor, sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktek perataan laba. She Jin dan Machfoedz (1998), Assih dan Gudono (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi praktek perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di BEJ, hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa financial leverage berpengaruh positif terhadap praktek perataan laba. Semakin tinggi rasio financial leverage menggambarkan semakin banyak pembiayaanpembiayaan yang dibayari oleh hutang. Hal ini merupakan kondisi yang kurang sehat, dan menyebabkan investor menjadi enggan untuk berinvestasi, maka semakin tinggi rasio financial leverage semakin tinggi pula dorongan manajer melakukan praktek perataan laba. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha3 : Financial leverage berpengaruh positif terhadap praktek perataan laba 70 Dividend Payout Ratio dan Perataan Laba Praktek Menurut Sartono dalam Budiasih (2007) semakin besar dividend payout ratio menggambarkan semakin banyak laba yang dihasilkan oleh perusahaan, begitu pula untuk sebaliknya. Selain itu investor lebih menyenangi perusahaanperusahaan yang memberikan dividend yang besar. Oleh karena itu, semakin besar dividend payout ratio semakin mendorong manajer untuk melakukan praktek perataan laba, karena perusahaan yang memberikan dividend payout ratio yang besar akan lebih diminati oleh investor. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha4 : Dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap praktek perataan laba Sektor Industri dan Praktek Perataan Laba Hasil penelitian Ashari et al dalam Juniarti dan Corolina (2005) membuktikan bahwa sektor industri merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Ronen dan Sadan serta Belkaoui dan Picur dalam Kustiani dan Ekawati (2006) menyimpulkan bahwa perusahaan dalam industri yang berbeda akan meratakan laba mereka pada tingkatan yang berbeda. Sorotan publik atas suatu sektor industri dan peraturan pemerintah yang cukup mengikat, dapat dijadikan sasaran perataan laba. Penelitian ini menguji apakah sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba, dengan menggunakan variabel dummy. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha5 : Sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) METODA PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yaitu data akuntansi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan teknik penarikan sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive judgement sampling yaitu sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang telah ditentukan. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dengan beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. 2) perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Pengumpulan data tersebut diperoleh dari www.idx.co.id, dan Indonesian Capital Market Directory. Periodisasi data penelitian mencakup data tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Jumlah sampel yang telah diseleksi diklasifikasikan ke dalam kelompok perata dan bukan perata menggunakan indeks Eckel, karena Indeks Eckel merupakan alat pengklasifikasian yang tepat untuk memisahkan perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba. Berdasarkan indeks Eckel, perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan perata laba bila CV ΔS lebih besar dari CV ΔI, karena CV ΔI yang kecil menggambarkan bahwa laba telah diratakan.. Apabila perusahaan melakukan praktek perataan laba, maka akan diberi status 1, sedangkan apabila perusahaan tidak melakukan praktek perataan laba, maka akan diberi status 0. Adapun untuk menghitung indeks Eckel dapat menggunakan rumus sebagai berikut : Indeks Eckel = CV ΔS > CV ΔI Dimana CV ΔS dan CV ΔI dapat dihitung sebagai berikut : ΔS = St – St-1 St-1 CV ΔS = ∑ (∆S − ∆S )2 n −1 : ∆S ΔI = It – It-1 It-1 CV ΔI = ∑ (∆I − ∆I )2 n −1 : ∆I Keterangan : CV ΔS = Koefisien variasi untuk perubahan penjualan ΔS = Perubahan penjualan dalam satu periode ΔS = Rata-rata perubahan penjualan CV ΔI = Koefisien variasi untuk perubahan laba = Perubahan laba dalam satu ΔI periode ΔI = Rata-rata perubahan laba n = Jumlah tahun Ukuran Perusahaan. Ukuran perusahaan menentukan besar kecilnya skala suatu perusahaan. Ukuran perusahaan diukur menggunakan rata-rata total aktiva selama 5 tahun yaitu rata-rata total aktiva dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Ukuran Total aktiva tahun 2004sampai tahun 2008 Perusahaan = 5 Profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola laba bersih, dan mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola ekuitas yang dimiliki. Dalam 71 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 penelitian ini rasio profitabilitas yang akan digunakan adalah net profit margin, dan return on equity. Net profit margin merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih setelah pajak pada tingkat penjualan tertentu. sering melakukan perataan laba. Dalam penelitian ini akan dilakukan variabel dummy, dimana sektor yang banyak melakukan perataan laba akan diberi status 1, sedangkan sektor yang diduga tidak sering melakukan perataan laba akan diberi status 0. Net Profit Margin = Laba Bersih Total Penjualan Untuk menentukan pengaruh ukuran perusahaan, profiabilitas, financial leverage, devidend payout ratio, dan sektor industri terhadap perataan laba digunakan regresi logit, karena memiliki variabel dependen yang menggunakan data dummy, dimana Indeks Eckel sebagai variabel dependen dan ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, devidend payout ratio, dan sektor industri sebagai variabel independen. Model regresi logistik: Return on equity merupakan rasio profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan total ekuitas. Return On Equity = Laba Bersih Total Ekuitas Financial Leverage. Financial leverage merupakan rasio yang dapat menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasi perusahaan. Dalam penelitian kali ini rasio financial leverage akan diwakili oleh debt to total assets. Debt To Total Assets = Total Utang Total Aktiva Dividend Payout Ratio. Dividend payout ratio merupakan rasio besarnya dividend yang diberikan kepada pemegang saham. Dividend payout ratio diukur dengan membandingkan antara dividend per share dengan earning per share. Dividend Payout Ratio = ( Dividend Per Share : Earning Per Share ) x 100% Sektor Industri. Sektor industri merupakan jenis usaha yang dikerjakan oleh suatu perusahaan. Sektor industri akan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok industri yang diduga sering melakukan praktek perataan laba, serta kelompok industri yang diduga tidak 72 Model Empiris Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e Keterangan : Y : Indeks Eckel β : Konstanta X1 : Ukuran Perusahaan X2 : Profitabilitas X3 : Financial Leverage X4 : Dividend Payout Ratio X5 : Sektor Industri e : Error Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan dua metode statistik yaitu statistik deskriptif dan statistik inference. Model statistik yang pertama adalah statistik deskriptif, seperti menghitung rata-rata total aktiva, menghitung net profit margin, return on equity, debt to total asset, dan dividend payout ratio. HASIL PENELITIAN Setelah diseleksi dengan metode purposive sampling, maka dalam peneliti- PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) an ini diperoleh sampel sebanyak 173 perusahaan. Selanjutnya seluruh sampel diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam kelompok perusahaan perata laba, dan kelompok bukan perata laba dengan menggunakan Indeks Eckel. Kelompok perusahaan perata laba diberi status 1, sedangkan kelompok bukan perata laba Keterangan Jumlah Tabel 1 Keterangan Sampel Total Sampel Melakukan Perataan Laba 173 94 Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan regresi logistik yang dilakukan serempak untuk semua variabel independen. Selanjutnya, diketahui bahwa total aktiva untuk mengukur ukuran perusahaan, net profit margin, dan financial leverage memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini menggambarkan bahwa H0 diterima, yang artinya ukuran perusahaan, net profit No 1 2 3 4 5 6 diberi status 0. Dari 173 perusahaan yang berhasil dijadikan sampel, terdapat 94 perusahaan yang melakukan perataan laba atau 54,34% dari total sampel, dan terdapat 79 perusahaan yang tidak melakukan perataan laba atau 45,66% dari total sampel. Tidak Melakukan Perataan Laba 79 margin, dan financial leverage tidak mempengaruhi praktek perataan laba. Sedangkan return on equity, dividend payout ratio, dan sektor industri memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menggambarkan bahwa H0 ditolak, atau Ha diterima, yang artinya return on equity, dividend payout ratio, dan sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Tabel 2 Rangkuman Hasil Pengujian Variabel Signifikan Keterangan Ukuran Perusahaan 0,156 Sig>0,05 Net Profit Margin 0,318 Sig>0,05 Return On Equity 0,023 Sig<0,05 Financial Leverage 0,237 Sig>0,05 Dividend Payout Ratio 0,002 Sig<0,05 Sektor Industri 0,00 Sig<0,05 Dengan koefisien variabel (B) total aktiva = 0, maka variabel total aktiva untuk mengukur ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap praktek perataan laba. Koefisien variabel (B) net profit margin, return on equity, dan dividend payout ratio bernilai minus, maka hal ini menggambarkan bahwa variabel H0 Diterima Diterima Ditolak Diterima Ditolak Ditolak tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap praktek perataan laba. Sedangkan koefisien variabel (B) rata-rata financial leverage, dan sektor industri bernilai positif, hal ini menggambarkan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh positif terhadap praktek perataan laba. 73 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 Tabel 3 Rangkuman Hasil Koefisien Variabel No Variabel B 1 Ukuran Perusahaan 0.000 2 Net Profit Margin -0.799 3 Return On Equity -0.653 4 Financial Leverage 0.939 5 Dividend Payout Ratio -3093 6 Sektor Industri 1434 Menurut Gracenawati dalam Juniarti, dan Corolina (2005), koefisien determinasi (R2) merupakan modifikasi dari Cox & Snell R Square yang menghasilkan nilai antara 0 sampai 1. R2 dengan model Nagelkerke merupakan model yang paling banyak digunakan sebagai dasar interpretasi. Tabel 4 Hasil R Square (R2) Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 0.300 0.401 Dari tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa nilai Nagelkerke R2 atas variabel independen adalah sebesar 0,401 atau 40,1%. Nilai tersebut mengartikan bahwa 40,1% variasi dari perataan laba dapat dijelaskan dari variabel independen ukuran perusahaan, net profit margin, return on equity, financial leverage, dividend payout ratio, dan sektor industri. Sedangkan sisanya sebesar 59,9% dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain. PEMBAHASAN Hasil Penelitian menunjukkan ukuran perusahaan bukanlah faktor penentu perusahaan akan melakukan praktek perataan laba atau tidak, hal ini disebabkan karena kebanyakan orang kurang memper-hatikan besar kecilnya suatu perusahaan. Penilaian masyarakat luas atas suatu perusahaan biasanya berdasarkan kinerja dari perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini didukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Assih dan Gudono (2000), Salno dan Baridwan (2000), Juniarti dan Corolina (2005). 74 Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa net profit margin tidak mempengaruhi dilakukannya praktek perataan laba. Pernyataan yang menyatakan bahwa semakin besar laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan pada tingkat penjualan tertentu, lebih disukai oleh investor dan masyarakat umum, sehingga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan perusahaan praktek perataan laba kurang tepat, karena besarnya laba bersih suatu perusahaan kurang dapat menggambarkan kondisi perusahaan tersebut semakin baik, misalnya laba yang tinngi dapat juga disebabkan oleh adanya praktek perataan laba. Selain itu belum tentu investor lebih menyukai perusahaan yang memiliki resiko rendah (laba stabil), sebagai contoh, investor ada beberapa tipe, yaitu investor yang menyukai resiko, investor yang tidak menyukai resiko, dan ada juga investor yang tidak terlalu melihat resiko. Oleh karena itu tidak semua perusahaan yang memiliki laba bersih tinggi akan melakukan perataan laba agar lebih diperhatikan oleh investor, karena kadangkala, investor lebih menyukai perusahaan yang memiliki laba tidak PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) stabil. Hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Assih dan Gudono (2000), Salno dan Baridwan (2000) Penelitian ini memberikan hasil bahwa return on equity berpengaruh negatif terhadap praktek perataan laba. Laba bersih yang didapatkan dari total ekuitas, sangat diperhatikan oleh banyak pihak, terutama pihak-pihak yang ingin menanamkan investasi di perusahaan tersebut. Return on equity merupakan rasio profitabilitas yang dapat menggambarkan besarnya keuntungan yang akan didapatkan oleh investor, dari setiap rupiah uang yang ditanamkan, oleh karena itu sesuai dengan tujuan orang berinvestasi, yaitu untuk mendapatkan laba sebesarbesarnya, maka perusahaan yang memiliki return on equity semakin rendah, akan semakin terdorong untuk melakukan praktek perataan laba, agar perusahaan tersebut tampak memiliki return on equity yang tinggi, sehingga dapat menjadi perusahaan yang banyak diminati oleh investor. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kustiani dan Ekawati (2006), serta Budiasih (2008) Variabel financial leverage dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Sama halnya dengan net profit margin, tipe investor berbeda-beda, ada yang suka dengan resiko, tidak menyukai resiko, dan ada juga investor yang tidak terlalu melihat resiko. Oleh karena itu, financial leverage yang menggambarkan tingkat resiko perusahaan tidak menjadi faktor yang mempengaruhi praktek perataan laba dapat diterima. Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Budiasih. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktek perataan laba. Selain laba yang didapatkan dari perusahaan, investor juga sangat tertarik dengan adanya pembagian dividend dari suatu perusahaan, karena dividend yang besar dapat menambah pendapatan atau keuntungan yang akan didapatkan oleh investor. Namun hasil penelitian ini menyatakan bahwa dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktek perataan laba, jadi semakin kecil dividend payout ratio, perusahaan akan semakin terdorong untuk melakukan praktek perataan laba, agar kualitas perusahaan dapat tampak lebih baik. Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Budiasih. Sorotan publik atas suatu sektor industri dan peraturan pemerintah yang cukup mengikat, dapat dijadikan sasaran perataan laba. Penelitian ini memberikan hasil bahwa sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Setiap sektor industri pasti memiliki hambatan dan kemudahan tersendiri dalam menghasilkan laba, dan memajukan usahanya. Selain itu perhatian dari masyarakat umum pada setiap sektor industri pasti juga berbeda tergantung dari tujuan, dan kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu sektor industri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi praktek perataan laba, karena sektor industri yang berbeda akan memiliki dorongan untuk melakukan praktek perataan laba yang berbeda pula. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ronen dan Sadan dalam Jin dan Machfoedz (1998), Kustiani dan Ekawati (2006). KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji lima faktor yang dapat mendorong praktek perataan laba yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, finacial leverage, dividend payout ratio, dan sektor industri. Pemisahan antara perusahaan yang melakukan praktek perataan laba dan 75 JRAK, Volume 7, No.1, Februari 2011 yang tidak melakukan praktek perataan laba dilakukan dengan menggunakan index Eckel untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, kecuali perusahaan yang bergerak dalam sektor keuangan. Berdasarkan analisa multivariate (regresi logistik) yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktek perataan laba, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Kedua, profitabilitas tidak dapat disimpulkan sebagai satu kesatuan, dimana rasio profitabilitas berpengaruh terhadap praktek perataan laba, atau tidak. Ketiga, rasio profitabilitas terdiri dari beberapa rasio yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, seperti net profit margin, return on equity, dan lain-lain. Net profit margin tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Sementara itu, return on equity berpengaruh negatif terhadap praktek perataan laba. Ketiga, financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Keempat, dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktek perataan laba. Kelima, sektor industri berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Berdasarkan kesimpulan maka saransaran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1) Untuk penelitian berikutnya dilakukan pengujian terhadap faktor-faktor pendorong praktek perataan laba selain ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dividend payout ratio, dan sektor industri. 2) Pengelompokkan perusahaan sebagai perata laba dan bukan perata laba menggunakan metode selain Indeks Eckel, misalnya model Michelson. 3) Dalam melakukan penelitian, periode yang dianalisis sebaiknya lebih lama, agar hasil penelitian dapat lebih baik. DAFTAR REFERENSI Assih, P. dan Gudono, M. 2000. “Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1):35-53. Budiasih, I. 2008. ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktek Perataan Laba”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Jensen, M.C. dan Meckling, W. H. 1976. “Theory of the Firm: Managerial behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, 3:305-360. Jin, L. S. dan Machfoedz, M. 1998. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 1(2):174-191. Juniarti, dan Corolina. 2005. “Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) pada PerusahaanPerusahaan Go Public”. Jurnal Akutansi dan Keuangan, 7 (2):148162. Kustiani, D. dan Ekawati, E. 2006. “Analisis Perataan Laba dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi: Studi Empiris pada Perusahaan di Indonesia”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesi, 2 (1):53-66. Salno, H. M. dan Baridwan, Z. 2000. “Analisis Perataan Penghasilan (Income Smoothing): FaktorFaktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya dengan Kinerja Saham 76 PRAKTEK PERATAAN LABA: STUDI EMPIRIS DI…………………..……………..………………………………...(Indriana Kurniati) Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1):17-34. Suharli, M. 2005. “Earnings Management: Konsep, Penelitian, dan Implikasi terhadap Praktek Akuntansi”. Balance, 2 (2):39-58. Tjong, A., Sulistiawan, D. dan Feliana, Y.K. 2005. Studi Pengaruh Income Smoothing Terhadap Resiko Saham. Akuntansi dan Teknologi Informasi, 4 (2): 123-139. 77