BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon Fax. E-mail Website : +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi) : +62 21 3452489 : [email protected] : http://www.bi.go.id LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA LAPORAN KEBIJAKAN MONETER TRIWULAN III-2008 Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Dewan Gubernur Boediono Gubernur Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur S. Budi Rochadi Deputi Gubernur Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur Budi Mulya Deputi Gubernur i LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA ii LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Frameworks) Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Strategi Kebijakan Moneter Prinsip Dasar Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan. Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang. Sasaran Inflasi Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%. Instrumen dan Operasi Moneter BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu. Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities). Proses Perumusan Kebijakan BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Transparansi Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Koordinasi dengan Pemerintah Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan. iii LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA iv LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA Daftar Isi Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 Daftar Isi 1. Tinjauan Umum ........................................................................... 1 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ..................................... 5 Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 5 Neraca Pembayaran Indonesia ........................................................ 12 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 ...... 14 Inflasi ............................................................................................. 14 Nilai Tukar Rupiah .......................................................................... 16 Kebijakan Moneter ........................................................................ 18 4. Perekonomian Indonesia ke Depan ........................................... 24 Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................ 25 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 26 Prakiraan Inflasi ............................................................................. 30 Faktor Risiko .................................................................................. 31 5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 ........................... 33 vii LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 viii Daftar Isi Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Tekanan inflasi di Indonesia pada triwulan III-2008 masih tinggi. Hal ini terutama berasal dari tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, kuatnya permintaan domestik, serta dampak imported inflation terkait dengan potensi pelemahan nilai tukar rupiah sebagai akibat dari krisis keuangan di AS. Menyikapi perkembangan tersebut, pada dataran kebijakan, Dewan Gubernur Bank Indonesia memandang perlu untuk mengendalikan tekanan inflasi guna mencapai sasaran inflasi dalam jangka menengah dan menjaga kestabilan ekonomi pada umumnya. Triwulan III-2008 diwarnai oleh problematika yang terjadi di pasar keuangan global serta dampaknya pada perekonomian Indonesia. Perlambatan ekonomi dunia, saat ini telah dirasakan di beberapa negara industri maju, dan mulai merambat pada negara emerging markets termasuk Indonesia. Gejolak yang terjadi di pasar global, tidak dapat dihindari terasa mengalir dan menyebar pada ekonomi Indonesia. Terlepas dari masih kuatnya fundamental ekonomi Indonesia, sentimen negatif yang ditimbulkan dari krisis telah mendorong pelarian modal asing keluar. Hal ini memberi tekanan pada bursa saham dan nilai tukar Rupiah. Indeks harga saham mencatat penurunan tajam dan nilai tukar rupiah melemah. Kedua hal tersebut berujung pada sebuah gambaran pesimis tentang prospek perekonomian domestik. Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah terus menerus melakukan koordinasi kebijakan serta senantiasa memonitor perkembangan perekonomian dari waktu ke waktu. Dalam kondisi yang masih diselimuti berbagai permasalahan tersebut, inflasi dan stabilitas ekonomi tetap menjadi fokus utama Bank Indonesia. Upaya untuk menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan risiko ketidakstabilan di pasar uang secara umum terus menerus dilakukan. Untuk mengendalikan inflasi, Bank Indonesia mengambil kebijakan pengetatan moneter dengan menaikkan BI Rate sebesar 75 bps selama triwulan III-2008 serta mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia. Kenaikan BI Rate telah diikuti dengan peningkatan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hingga Agustus 2008, suku bunga deposito telah meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan BI Rate yang dikuti oleh peningkatan suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI), sementara Kredit Konsumsi (KK) tercatat relatif stabil. Perkembangan yang dicermati Bank Indonesia adalah kondisi likuiditas pasar uang di beberapa bank yang mengalami keketatan likuiditas. Keketatan ini dipengaruhi oleh ketidakmerataan likuiditas di antara bank mengingat secara total kondisi likuiditas perbankan masih memadai. Selain itu, tingginya ekspansi kredit perbankan yang tidak disertai dengan pertambahan penghimpunan dana masyarakat yang memadai telah menyebabkan beberapa bank mengalami keketatan likuiditas. Perilaku berjaga-jaga perbankan dalam menghadapi peningkatan permintaan uang kartal menjelang hari raya keagamaan dan masih rendahnya ekspansi rekening 1 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 pemerintah semakin menambah ketatnya kondisi likuiditas perbankan. Namun, keketatan likuiditas tersebut diperkirakan lebih bersifat temporer. Keketatan kondisi likuiditas ini diperkirakan akan berkurang setelah berakhirnya periode lebaran yang ditandai dengan kembalinya uang kartal ke sistem perbankan dan cenderung ekspansinya rekening pemerintah di triwulan IV-2008. Guna mengatasi permasalahan ketatnya kondisi likuiditas tersebut, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya diantaranya melalui penyempurnaan pelaksanaan operasi moneter. Di tengah gejolak keuangan global dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, perekonomian Indonesia pada triwulan III-2008 masih mencatat pertumbuhan yang tinggi. PDB triwulan III-2008 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,3% (yoy), setelah mencatat pertumbuhan sebesar 6,4% (yoy) pada triwulan II-2008. Kegiatan konsumsi rumah tangga diperkirakan menjadi motor pertumbuhan tersebut. Masih tingginya pertumbuhan konsumsi tersebut ditopang oleh masih kuatnya daya beli dan meningkatnya sumber pembiayaan konsumsi. Komponen permintaan domestik lainnya, yaitu investasi, juga menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, terutama pada investasi nonbangunan. Namun, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia berimbas pada melemahnya pertumbuhan ekspor Indonesia walaupun masih dalam level yang tinggi. Sementara itu, impor diperkirakan tumbuh tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik dan kebutuhan ekspor. Perkembangan ekonomi global kemudian memberi tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2008. Ekspor tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan impor. Impor yang masih tumbuh tinggi terkait dengan kuatnya permintaan domestik, disamping adanya kenaikan harga. Melambatnya perekonomian di negara maju, disertai penurunan harga komoditas dunia, akan menurunkan kinerja ekspor Indonesia. Namun, penurunan tersebut diperkirakan tidak terlalu dalam mengingat jenis produk ekspor Indonesia adalah ekspor berbasis sumberdaya alam yang kurang sensitif terhadap perlambatan ekonomi negara maju. Selain itu, peranan perdagangan intraregional di wilayah Asia Pasifik, khususnya China dan India yang meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini mampu mencegah ekspor turun lebih tajam. Berkaitan dengan impor dapat dikemukakan bahwa berdasarkan komposisinya, kenaikan impor yang terjadi terutama berupa bahan baku dan barang modal. Hal tersebut pada gilirannya akan mendorong tumbuhnya aktivitas dan kapasitas produksi di dalam negeri yang akan berdampak positif pada perekonomian dalam jangka menengah panjang. Kegiatan impor terutama dilakukan oleh sektor industri (khususnya oleh subsektor industri kimia, subsektor logam dasar, besi dan baja, serta subsektor alat angkutan, mesin dan peralatan), serta sektor pengangkutan dan komunikasi, yang secara umum memiliki keterkaitan cukup besar dengan proses produksi di industri lainnya (backward & forward linkage). Di sisi neraca modal dan portofolio, sentimen negatif yang dipicu gejolak di pasar keuangan global telah mendorong aliran keluar modal asing. Investasi portofolio mencatat terjadinya aliran keluar modal asing (net outflow). Guna memenuhi 2 Tinjauan Umum kebutuhan akan impor yang meningkat, pelaku ekonomi domestik melakukan penarikan aset yang ditempatkan di luar negeri dan sebagian dibiayai dari utang luar negeri, sebagaimana diindikasikan oleh komponen other investment yang mencatat aliran dana masuk ( net inflow). Pada ujungnya, sejalan dengan perkembangan tersebut cadangan devisa tercatat sebesar USD57,1 miliar atau setara dengan 4,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Terjadinya aliran keluar modal asing memberi tekanan pada nilai tukar rupiah selama triwulan III-2008. Meskipun demikian, Bank Indonesia senantiasa mengawal perkembangan nilai tukar melalui kebijakan stabilisasi di pasar valas guna mengurangi tekanan dan volatilitas rupiah. Dengan upaya tersebut, rupiah dalam triwulan III-2008 secara rata-rata masih menguat dibandingkan periode sebelumnya. Nilai tukar rupiah secara rata-rata triwulanan terapresiasi 0,47% dari Rp9.259 per USD menjadi Rp9.216 per USD. Tekanan depresiatif mulai terjadi di penghujung triwulan III-2008 seiring dengan perkembangan ekonomi global yang memengaruhi perilaku pemilik modal asing. Risk aversion, atau sikap menghindari risiko dari para pelaku pasar, telah menyebabkan tekanan pada rupiah. Adanya tekanan terhadap nilai tukar juga dialami oleh mata uang regional yang melemah akibat sebaran dampak gejolak eksternal. Di sisi lain, Rupiah, masih memiliki imbal hasil investasi yang menarik, tercermin dari tingginya spread suku bunga antara asing dan domestik. Hal ini pada gilirannya mampu mengurangi tekanan arus keluar dana asing dari instrumen rupiah lebih lanjut. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir laporan (September 2008) ditutup pada level 1832 atau melemah 21,9% dibandingkan dengan akhir triwulan II-2008. Buruknya kinerja IHSG selama triwulan III-2008 lebih disebabkan oleh pengaruh memburuknya kondisi pasar keuangan global seiring dengan berlanjutnya kebangkrutan beberapa institusi keuangan internasional. Ke depan, di tengah gejolak yang menyelimuti perekonomian global, pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih tinggi di kisaran 6,2-6,4% pada tahun 2008 dan sedikit melemah pada tahun 2009. Masih tingginya pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh tingginya permintaan domestik. Tingginya permintaan domestik selain ditopang oleh ketersediaan pembiayaan, juga didukung oleh masih kuatnya daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih cukup kuat. Sementara itu, pertumbuhan investasi terutama didorong oleh investasi nonbangunan. Di sisi eksternal, tingginya pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku, diperkirakan akan menambah daya gerak perekonomian Indonesia ke depan. Optimisme tersebut didasarkan pada impor barang modal dan bahan baku yang dilakukan oleh sektor-sektor industri yang mempunyai daya ganda (multiplier effect) yang cukup besar terhadap perekonomian. Di lain pihak, pertumbuhan ekspor barang dan jasa diperkirakan melambat seiring dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas internasional. Sementara itu, tekanan inflasi dalam beberapa bulan ke depan diperkirakan masih tinggi. Laju inflasi IHK tahun 2008 diprakirakan akan berada pada kisaran 11,5%-12,5% (yoy). Sementara itu, 3 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 dalam tahun 2009 tekanan inflasi diperkirakan akan mereda mulai pertengahan tahun sejalan dengan respon kebijakan moneter yang ditempuh saat ini serta menurunnya imported inflation terkait dengan penurunan tren harga komoditas internasional. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 diprakirakan akan berada pada kisaran 6,5%-7,5% (yoy). Perekonomian Indonesia ke depan juga masih dihadapkan pada berbagai risiko. Risiko terutama berasal dari perkembangan perekonomian dunia, khususnya keberlanjutan dari krisis finansial global. Pertumbuhan ekonomi dapat menjadi bias menurun akibat krisis tersebut yang juga menurunkan kinerja NPI sejalan dengan potensi penurunan harga-harga harga-harga komoditas internasional. Dalam tataran kebijakan ke depan, Bank Indonesia akan memfokuskan perhatian pada upaya untuk mengurangi risiko inflasi tanpa mengganggu arah peningkatan pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap melaksanakan kebijakan moneter yang terukur dan hati-hati dengan tetap menjaga momentum perkembangan perekonomian. Keputusan Dewan Gubernur BI pada Oktober 2008 untuk menaikkan kembali BI Rate sebesar 25 bps menjadi 9,5% terutama didasari oleh pertimbangan tersebut. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, kebijakan Bank Indonesia tersebut juga diharapkan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan domestik. Selain itu, kebijakan tersebut akan tetap diikuti oleh pemanfaatan piranti moneter lain secara optimal, untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar rupiah serta menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang. Bank Indonesia akan terus menerus mencermati dan memonitor perkembangan ekonomi global dan akan segera melakukan penyesuaian kebijakan apabila diperlukan dalam tujuan menjaga kestabilan ekonomi makro dan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang. 4 Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Di tengah ketidakpastian perkembangan ekonomi global, perekonomian Indonesia pada triwulan III-2008 diprakirakan masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih tingginya pertumbuhan tersebut ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan masih relatif tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini didukung oleh daya beli masyarakat yang relatif stabil dan keyakinan konsumen yang lebih optimis. Sementara itu, pertumbuhan ekspor diprakirakan sedikit tertahan akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi berbagai negara maju. Sejalan dengan perlambatan ekspor, pertumbuhan investasi juga diprakirakan akan sedikit melambat. Namun demikian, perlambatan tersebut diperkirakan tidak akan terlalu signifikan mengingat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat serta optimisme pengusaha terhadap kondisi perekonomian ke depan yang relatif membaik. Di sisi lain, laju pertumbuhan impor diprakirakan akan sedikit tertahan akibat melambatnya pertumbuhan ekspor dan investasi. Dari sisi penawaran, beberapa sektor utama penopang perekonomian diprakirakan tumbuh relatif stabil kecuali sektor pertanian yang tumbuh melambat. Namun, perlambatan di sektor pertanian tersebut dapat diimbangi oleh pertumbuhan di sektor non tradables seperti sektor pengangkutan dan telekomunikasi, perdagangan dan jasa yang masih tumbuh tinggi serta sektor pertambangan yang kembali tumbuh positif. Berdasarkan asesmen tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan III-2008 diprakirakan akan tumbuh mencapai 6,3% (yoy). PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2008 diprakirakan masih tetap tinggi sejalan dengan tingginya realisasi % y-o-y pada triwulan sebelumnya. Meskipun perkembangan beberapa 7,0 indikator mengindikasikan akan terjadi perlambatan 6,5 pertumbuhan, namun perlambatan tersebut diprakirakan tidak akan terlalu signifikan. Berdasarkan perkembangan tersebut, PDB 6,0 pada triwulan III-2008 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,3% 5,5 (yoy) (Grafik 2.1). 5,0 4,5 I II III 2005 IV I II III 2006 IV I II III 2007 IV I II III* 2008 Permintaan Agregat Dari sisi permintaan, pertumbuhan PDB triwulan III-2008 yang Grafik 2.1 diprakirakan tetap tinggi didukung oleh masih kuatnya Pertumbuhan PDB permintaan domestik, khususnya konsumsi (Tabel 2.1). Relatif stabilnya daya beli masyarakat, membaiknya keyakinan 5 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 konsumen serta faktor musiman berupa hari raya keagamaan menjadi pendorong bagi tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan ekspor pada triwulan sebelumnya diprakirakan akan sedikit tertahan pada triwulan III-2008 seiring dengan perlambatan perekonomian global serta turunnya harga minyak dan komoditas lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, laju pertumbuhan investasi dan impor diperkirakan juga akan sedikit tertahan. % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan 2005 Komponen Total Konsumsi 2006 I II III IV 2005 I II III IV 2006 2007 I II III IV 2007 2008 I II III* 5,0 2,0 2,6 5,5 6,7 4,3 3,8 5,6 2,8 3,5 3,9 4,6 4,6 5,3 5,1 4,9 5,6 4,9 Konsumsi Swasta 3,4 3,8 4,4 4,2 4,0 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 4,7 4,7 5,1 5,6 5,0 5,7 5,3 5,1 Konsumsi Pemerintah -9,6 -6,7 14,7 24,9 6,6 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 4,7 2,2 4,5 Total Investasi 14,9 16,7 10,4 2,7 10,9 1,4 0,9 0,8 6,8 2,5 7,0 6,9 10,4 12,1 9,2 15,4 12,8 12,0 Permintaan Domestik 5,0 5,9 6,7 5,7 5,8 3,2 4,4 2,3 4,3 3,5 5,2 5,2 6,6 6,8 6,0 8,0 6,9 6,8 Ekspor Barang dan Jasa 22,0 17,6 12,3 15,6 16,6 11,8 11,4 8,3 6,6 9,4 8,1 9,8 6,9 7,3 8,0 15,5 16,1 15,8 Impor Barang dan Jasa 22,2 23,6 17,7 8,9 17,8 4,8 9,3 10,9 9,2 8,6 8,5 6,5 7,0 13,6 8,9 17,8 16,7 16,0 PDB 6,0 5,9 5,8 5,1 5,7 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 * Angka Proyeksi Bank Indonesia Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh relatif tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya, sebagaimana diindikasikan oleh indikator penuntun konsumsi rumah tangga (Grafik 2.2). Pada triwulan III-2008 pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan mencapai 5,1% (yoy) yang didorong oleh relatif stabilnya daya beli masyarakat serta membaiknya keyakinan konsumen. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh meningkatnya pembiayaan konsumsi, baik yang berasal dari perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Konsumsi barang tahan lama (durable goods) seperti produk elektronik dan kendaraan bermotor masih tumbuh tinggi. Pertumbuhan impor barang konsumsi juga masih berada pada tingkat yang tinggi pada awal gPDBKonsRT2 (Reference Series) and Cli1 101 101.50 triwulan III-2008. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank 100 101.00 Indonesia menunjukkan peningkatan keyakinan konsumen 100 100.50 (Grafik 2.3). Meningkatnya keyakinan konsumen terutama 100 100.00 100 99.50 100 99.00 99 gPDBKonsRT2 99 ketersediaan lapangan kerja. Hal tersebut mengindikasikan 98.50 masyarakat mulai mampu mengatasi dampak kenaikan harga 98.00 BBM, meskipun dibayang-bayangi adanya penurunan sumber Impor Barang Konsumsi, M1 Riil, CPI 99 disebabkan oleh meningkatnya ekspektasi penghasilan dan CLI 97.50 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 pendapatan. Kondisi yang relatif stabil juga ditunjukkan oleh pertumbuhan indeks penjualan eceran. Relatif stabilnya Grafik 2.2 pertumbuhan indeks tersebut terutama ditopang oleh Indikator Penuntun Konsumsi Swasta meningkatnya penjualan riil kelompok perlengkapan rumah tangga serta kelompok pakaian dan perlengkapannya. 6 Perkembangan Makroekonomi Terkini Investasi pada triwulan III-2008 diprakirakan akan tumbuh lebih Indeks 120 rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sejalan dengan arah indikator penuntun investasi (Grafik 2.4). Meskipun optimis 110 demikian, perlambatan tersebut diperkirakan tidak akan terlalu 100 signifikan mengingat daya beli masyarakat yang relatif stabil dan 90 membaiknya optimisme pengusaha terhadap kondisi perekonomian ke depan. Keyakinan tersebut diperkuat dengan 80 Ekspektasi Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Keyakinan konsumen pesimis 70 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2005 2006 2007 2008 Grafik 2.3 perkembangan beberapa indikator dini investasi seperti impor barang modal dan pertumbuhan kredit investasi yang relatif masih tinggi (Grafik 2.5). Dengan perkembangan tersebut, investasi pada triwulan III-2008 diprakirakan tumbuh mencapai 12% (yoy). Indeks Keyakinan Konsumen √ Survei Konsumen BI Dari sisi komponennya, pertumbuhan investasi pada triwulan III-2008 didukung oleh pertumbuhan investasi nonbangunan yang cukup tinggi (Grafik 2.6). 2.6) Hal ini terindikasi dari pertumbuhan indeks produksi industri mesin dalam negeri yang PMTB2 (Reference Series) and Cli1 mulai meningkat serta pertumbuhan impor barang modal yang 102 PMTB2 CLI 102 tinggi. Sementara itu, indikator terkait investasi bangunan yaitu 101 pertumbuhan konsumsi semen menunjukkan sedikit penurunan. 101 Di sisi lain, minat kegiatan investasi pelaku usaha terlihat masih 100 tinggi tinggi. Menurut Survei BPS, indeks tendensi bisnis pengusaha 100 menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada 99 peningkatan order barang input dan order dalam serta luar negeri IPI, Sales Commercial Car, IPI Machinery and Equipment, Cement Consumption 99 I II III IV I 2002 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2003 2004 2005 2006 II III IV I 2007 II III IV 2008 pada triwulan III-2008 (Grafik 2.7). Hasil Survei Keyakinan Dunia Usaha (SKDU) juga memberikan indikasi peningkatan jumlah Grafik 2.4 pelaku usaha yang berminat untuk berinvestasi pada semester Indikator Penuntun Investasi II-2008. Kendati demikian, masih terdapat beberapa faktor yang dianggap menjadi kendala investasi antara lain suku bunga, perijinan dan akses kredit ke bank. Ekspor pada triwulan III-2008 diprakirakan akan tetap tumbuh (%) (%) 25,0 20,0 15,0 20,0 10,0 15,0 5,0 0,0 10,0 -5,0 5,0 tinggi namun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Melemahnya pertumbuhan ekspor tidak terlepas dari dampak perlambatan ekonomi dunia dan turunnya harga komoditas internasional, terutama komoditas pertanian dan pertambangan. Permintaan ekspor dari pasar negara berkembang seperti China dan India yang pada triwulan -10,0 0,0 -15,0 -5,0 -20,0 gPMTB (yoy) Kirril_sa_cam (mtm) Kiriil (yoy) -10,0 -25,0 1 3 5 7 9 11 1 2005 3 5 7 9 11 1 2006 3 5 7 9 11 1 2007 3 5 7 9 2008 sebelumnya mampu menjadi salah satu kontributor pertumbuhan ekspor Indonesia, berangsur melemah akibat dari penurunan pertumbuhan ekonomi negara maju. Meskipun demikian, nilai ekspor Indonesia secara kumulatif pada periode bulan Januari √ Grafik 2.5 Agustus 2008 tercatat tetap tinggi mencapai USD95,45 miliar Pertumbuhan Riil Kredit Investasi atau meningkat 29,87% (yoy) dibandingkan dengan periode 7 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 yang sama pada tahun 2007. Dengan demikian, ekspor pada (%,yoy) (%,yoy) 18 50 Bangunan Non Bangunan PMTB (rhs) 40 30 triwulan III-2008 diperkirakan masih akan tumbuh mencapai 16 15,8% (yoy), terutama ditopang oleh komoditas primer berupa 14 hasil pertanian dan pertambangan (Grafik 2.8). 12 20 10 Impor diperkirakan akan tumbuh sedikit lebih rendah pada 8 triwulan III-2008 seiring dengan penurunan kinerja ekspor dan 6 investasi (Grafik 2.9). Meskipun demikian, penurunan -10 4 pertumbuhan impor diperkirakan tidak akan terlalu dalam sejalan -20 2 10 0 -30 0 I II III 2005 IV I II III 2006* IV I II III IV 2007** I II III 2008*** dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif masih kuat serta optimisme pengusaha terhadap kondisi perekonomian ke depan yang membaik. Pada triwulan III-2008, pertumbuhan Grafik 2.6 Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan impor diprakirakan akan mencapai 16,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari kelompok barang, penopang pertumbuhan impor terutama berasal dari kelompok bahan baku dan barang modal. Sementara Indeks itu, berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan BPS, nilai impor Indeks 140 130 120 nasional secara kumulatif pada periode Januari - Agustus 2008 130 mencapai USD89,83 miliar atau meningkat 91,19% (yoy) 120 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2007. 110 110 100 100 90 90 Operasi Keuangan Pemerintah Keuangan Pemerintah pada triwulan III-2008 (Juli-Agustus) kembali mencatat surplus anggaran anggaran. Pada triwulan III-2008 (Juli- 80 80 I* II* III* IV* I* 2004 ITB II* III* IV* I* 2005 Order dr DN II* III* IV* I* 2006 Order dr LN II* III* IV* I* II* III* 2007 2008 Order Brg. Input Harga Jual Riil (Rhs) Agustus) surplus anggaran mencapai Rp20 triliun (0,5% dari PDB), sedangkan periode yang sama tahun lalu telah mencatat Grafik 2.7 defisit anggaran sebesar 0,1% dari PDB. Dengan perkembangan Sentimen Bisnis - BPS tersebut, realisasi operasi keuangan Pemerintah selama delapan bulan pertama tahun 2008 mencatat surplus sebesar Rp81,8 triliun atau 1,8% dari PDB, jauh lebih besar dari surplus periode yang sama tahun 2007 senilai Rp14 triliun (0,1% dari PDB). (%) (%) 25 gEkspor (yoy) rhs ekspor_pertanian ekspor industri ekspor_mineral 130 sisi penerimaan yang lebih baik dibandingkan dengan periode 20 100 15 70 Besarnya surplus tersebut dipengaruhi oleh perkembangan di yang sama tahun lalu. Hingga triwulan III-2008, total Pendapatan Negara dan Hibah telah mencapai 67,9% dari target APBNP 2008, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2007 40 10 10 5 -20 sebesar 57,9% dari APBNP 2007. Peningkatan pada penerimaan negara terutama bersumber dari penerimaan pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam migas, Bagian 0 -50 I II III 2004 IV I II III 2005 IV I II III 2006 IV I II III 2007 IV I II III 2008 Grafik 2.8 Pertumbuhan Ekspor Menurut Sektor Laba BUMN dan PNBP Lainnya. Dari sisi pengeluaran, realisasi Belanja Negara baru mencapai 53,2% dari APBNP 2008, relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 8 Perkembangan Makroekonomi Terkini sebelumnya sebesar 51,5% dari APBNP 2007. Penyerapan pdb_imp (Reference Series) and Cli1 102 100,8 pdb_imp 102 100,6 CLI Belanja Negara selama triwulan III-2008 masih didominasi oleh pembayaran transfer berupa Subsidi yaitu senilai Rp52,1 triliun, diantaranya merupakan subsidi BBM senilai Rp31,3 triliun. 101 100,4 101 100,2 Sedangkan pos-pos belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yaitu 100 100,0 belanja Pegawai, belanja Barang dan Belanja Modal belum 100 99,8 mengalami peningkatan yang signifikan. Di sisi daerah, Transfer 99,6 ke Daerah pada triwulan laporan lebih rendah dari periode sama 99,4 tahun lalu terutama bersumber dari DBH, DAK dan DOKP. 99,2 Ditambah dengan perubahan pola pembayaran DAU, secara 99 99 98 Industrial Production Index, Volume Listrik Industri, Produksi Kendaraan, IP Industri Pengolahan Japan, IP Kertas dan Produk dari Kertas, IP Pakaian dan Perlengkapannya, PSI Korea, Rp to USD, Rp to JPY, Kredit Kons Riil, M1 Riil I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 keseluruhan tahun Transfer ke Daerah hanya mencapai 55,2% dari target APBNP 2008, lebih rendah dari periode sama di tahun Grafik 2.9 2007 sebesar 61,2% dari APBNP 2007. Indikator Penuntun Impor Dari sisi pembiayaan, kondisi pasar keuangan yang kurang kondusif menjadi kendala bagi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) (SBN). Meningkatnya yield SUN, seiring dengan bergejolaknya pasar keuangan global dan ketatnya likuiditas sejak pertengahan periode laporan, berdampak pada rendahnya realisasi penerbitan SBN. Secara keseluruhan tahun, penerbitan SBN (neto) baru mencapai 87% dari target APBNP 20081 . Pertumbuhan konsumsi dan investasi Pemerintah selama triwulan III-2008 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2008. Perkembangan belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah yang telah mencapai 65,5% dari proyeksi selama bulan Juli - Agustus mengindikasikan proyeksi konsumsi Pemerintah pada triwulan III-2008 dapat tercapai. Sebaliknya, rendahnya Belanja Modal yang baru mencapai 53% dari proyeksi mengindikasikan realisasi investasi Pemerintah pada triwulan III-2008 akan lebih rendah dari proyeksi walaupun realisasi Transfer ke Daerah diperkirakan masih akan sejalan dengan proyeksi. Namun demikian, secara keseluruhan realisasi investasi Pemerintah pada triwulan III-2008 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2008. Penawaran Agregat Searah dengan perkembangan di sisi permintaan, perekonomian triwulan III-2008 pada sisi penawaran diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Sebagian besar sektor perekonomian diperkirakan tetap tumbuh tinggi (Tabel 2.2). Sektor-sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh relatif stabil sebesar 4,0% (yoy) dan 7,8% (yoy). Namun demikian, sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh melambat menjadi sebesar 2,1% (yoy) seiring dengan berlalunya musim panen. Sementara itu, sektor-sektor lainnya seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, 1 2 Berdasarkan cash proceed yang masuk ke rekening Pemerintah di Bank Indonesia. APBNP 2008 defisit 2,1% dari PDB. 9 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor bangunan diperkirakan masih akan tumbuh tinggi sebesar 19,5% (yoy), 11,0% (yoy), 8,1% (yoy). Perkiraan pertumbuhan sektoral tersebut didukung oleh berbagai indikator sektoral yang secara umum menunjukkan perbaikan seperti penggunaan kapasitas produksi berdasarkan Survei Produksi Bank Indonesia dan indeks produksi mesin dan perlengkapannya. Hasil Survei Tendensi Bisnis yang dilakukan oleh BPS juga menunjukkan adanya sentimen positif ekspektasi pelaku bisnis hingga triwulan III-2008, yang bersumber dari peningkatan order dari dalam dan luar negeri, serta order barang input. Sementara itu, kapasitas utilisasi Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Dilihat dari distribusinya, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pertanian masih memiliki pangsa yang dominan. Sedangkan berdasar kontribusinya terhadap pertumbuhan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan merupakan penyumbang utama pertumbuhan PDB. Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh relatif stabil pada triwulan III2008 sebesar 4,0% (yoy). Peningkatan permintaan yang terkait dengan faktor musiman yaitu hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2008 diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan terutama pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta subsektor industri tekstil. Selain itu, beberapa indikator dini sektor industri seperti Indeks Produksi Industri Pengolahan yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan pergerakan yang stabil. Kondisi yang sama juga tercermin dari produksi mobil yang relatif stabil. Sementara itu, Indeks Produksi dan Kapasitas Produksi Terpakai hasil Survei Produksi Bank Indonesia mengalami kecenderungan yang meningkat. Peningkatan juga ditunjukkan oleh laporan keuangan beberapa perusahaan di sektor industri, dimana pertumbuhan penjualan juga diikuti oleh pertambahan inventory. Sementara itu dari sisi pembiayaan, kredit sektor industri masih menunjukkan peningkatan. Sejalan dengan indikator dini lainnya, tingginya kredit perbankan % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran Sektor I II III IV Pertanian 6,6 1,6 2,6 2,6 Pertambangan & Penggalian 2,3 3,6 1,1 0,0 Industri Pengolahan 3,0 3,6 5,9 Listrik, Gas & Air Bersih 5,1 4,5 Bangunan 7,7 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,9 Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa 2006 2007 IV 2007 2008 I II III 3,4 -1,7 4,7 7,6 3,1 3,5 1,7 6,2 3,2 1,0 -2,1 2,0 5,8 4,6 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,2 4,1 4,0 5,8 7,7 5,8 8,2 10,2 11,3 11,8 10,4 12,6 11,2 11,0 8,5 8,5 8,6 8,3 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 7,9 8,0 8,1 5,9 7,9 7,0 6,4 9,2 7,6 7,9 9,1 8,5 7,1 7,9 7,8 12,0 13,8 14,5 17,0 14,4 13,0 12,7 14,1 17,4 14,4 20,3 19,6 19,5 5,6 5,2 4,5 6,5 5,5 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,2 8,7 8,5 Jasa-jasa 5,8 6,0 6,7 6,2 6,2 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,6 6,5 7,3 PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 * Angka Proyeksi Bank Indonesia 10 2006 I II III* 6,1 4,6 2,1 -1,9 -0,9 1,0 Perkembangan Makroekonomi Terkini pada sektor industri hingga pertengahan triwulan III-2008 mengkonfirmasi pertumbuhan di sektor industri. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan masih tumbuh tinggi pada triwulan III-2008 sebesar 7,8% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, terutama menjelang hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2008 menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selain itu, beberapa indikator dini sektor perdagangan, hotel, dan restoran turut mengkonfirmasi tingginya pertumbuhan di sektor ini. Indeks Penjualan Eceran Bank Indonesia sampai dengan awal triwulan III-2008 tumbuh relatif stabil. Hal yang sama juga terlihat pada perkembangan penjualan dan inventori perusahaan di sektor perdagangan yang cenderung meningkat sampai dengan triwulan II-2008. Indikator subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di Jakarta dan Bali hingga akhir triwulan II-2008 tumbuh relatif stabil. Di samping itu, dari sisi pembiayaan, kredit perbankan pada sektor perdagangan masih tumbuh tinggi hingga pertengahan triwulan III-2008. Sektor pertanian pada triwulan III-2008 diperkirakan akan tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 2,1% (yoy). Lebih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian antara lain disebabkan oleh berlalunya musim panen padi. Selain itu, terjadinya perlambatan di subsektor perkebunan akibat menurunnya permintaan ekspor turut mengkonfirmasi penurunan kinerja di sektor pertanian. Meskipun demikian, perkembangan di subsektor tanaman bahan makanan masih stabil sebagaimana ditunjukkan oleh angka produksi padi (ARAM II - 2008) BPS yang relatif stabil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di samping itu, penjualan dan inventori sektor pertanian masih tumbuh tinggi sampai dengan triwulan II2008. Dari sisi pembiayaan, indikasi perlambatan sektor pertanian juga tercermin pada penyaluran kredit sektor pertanian yang mengalami penurunan pada pertengahan triwulan III-2008. Meskipun belum sepenuhnya tercermin oleh indikator dini subsektor pertambangan, sektor pertambangan pada triwulan III-2008 diperkirakan akan tumbuh positif menjadi 1,0% (yoy). Hal ini didukung oleh ekspor batubara, ekspor bijih, kerak, dan abu logam, serta ekspor alumunium yang diindikasikan meningkat. Sementara itu, perkembangan penjualan dan inventory sektor pertambangan masih menunjukkan tren yang menurun. Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada sektor pertambangan mengalami penurunan. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III-2008 diperkirakan masih akan tumbuh tinggi, sebesar 19,5% (yoy). Masih tingginya pertumbuhan sektor ini terutama bersumber dari subsektor komunikasi yang tercermin pada indikator pelanggan seluler hingga triwulan II-2008 yang masih menunjukkan tren peningkatan. Sementara itu, subsektor pengangkutan juga diindikasikan meningkat seperti tercemin pada pertumbuhan penumpang kereta api yang meningkat. Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit sektor pengangkutan dan komunikasi masih tumbuh dalam tren yang meningkat. Tingginya pertumbuhan kredit pada sektor 11 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 ini terutama terjadi pada subsektor telekomunikasi sejalan dengan prospeknya yang baik karena memiliki pasar yang masih sangat besar. Sektor bangunan pada triwulan III-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi, sebesar 8,1% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator seperti pertumbuhan pembangunan properti komersial. Sementara itu dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit properti dan kredit konstruksi menunjukkan pertumbuhan yang stabil, bahkan berada di atas rata-rata tahun 2007. NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Pertumbuhan ekonomi yang masih kuat dan mulai menurunnya harga komoditas pasar dunia mendorong penyesuaian kinerja NPI khususnya transaksi berjalan berjalan. Transaksi berjalan mulai mengalami defisit sejalan dengan masih kuatnya impor. Tingginya impor, terutama terjadi pada impor barang modal dan bahan baku untuk keperluan investasi dan proses produksi. Sementara itu, transaksi modal dan keuangan mengalami tekanan berkaitan dengan adanya penyesuaian minat investor asing merespon gejolak di pasar finansial global. Sejalan dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa tercatat sebesar USD57,1 miliar atau setara dengan 4,2 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah. Secara tahunan, indikator kerentanan eksternal terus menunjukkan perbaikan sejalan dengan tetap positifnya kinerja ekspor dan terjaganya indikator utang luar negeri. Kondisi keseimbangan eksternal masih kondusif mendorong kinerja perekonomian. Transaksi Berjalan Neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2008 diperkirakan mengalami tekanan sebagai akibat akselerasi pertumbuhan impor yang melebihi pertumbuhan ekspor ekspor. Tingginya pertumbuhan impor selain sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat juga didorong oleh inflasi mitra dagang yang masih tinggi. Pertumbuhan impor tertinggi terjadi pada impor barang modal dan bahan baku untuk keperluan investasi dan proses produksi. Di sisi lain, kendati diperkirakan mengalami perlambatan, kinerja ekspor relatif masih positif. Ekspor Indonesia ke beberapa negara maju masih menunjukkan kenaikan, mengingat karakteristik komoditas ekspor Indonesia yang berbasis SDA dan hasil industri low end technology relatif kurang sensitif terhadap perubahan pendapatan negara maju. Melambatnya perkiraan pertumbuhan ekspor utamanya dipicu oleh penurunan tren harga komoditas internasional. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2008, nilai ekspor nonmigas tercatat sebesar USD72,9 miliar atau tumbuh 19,3% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu. Tingginya pertumbuhan ekspor didukung oleh pertumbuhan ekspor kelompok barang pertanian dan industri masing-masing tumbuh 37,5% dan 22,8%. Sementara pertumbuhan nilai ekspor komoditas pertambangan cenderung melambat dan hanya tumbuh 0,8% dari periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut dipicu oleh turunnya ekspor batubara terkait dengan pemenuhan kebutuhan dalam 12 Perkembangan Makroekonomi Terkini negeri serta mulai turunnya harga komoditas logam di pasar internasional. Di sisi lain, impor nonmigas periode Januari-Agustus 2008, tercatat sebesar USD67,5 miliar atau tumbuh 42,6% (yoy) dengan pertumbuhan tahunan kelompok komoditas barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal masing-masing sebesar 29,9%; 41,6%; dan 55,6%. Pertumbuhan impor nonmigas diperkirakan akan berdampak positif bagi perekonomian domestik mengingat sejak awal tahun 2006 tren positif pertumbuhan impor terindikasi sejalan dengan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Di sektor migas, neraca perdagangan ditopang oleh kinerja ekspor gas. Selama Januari-Juli 2008, nilai ekspor minyak dan gas masing-masing tercatat sebesar USD10,4 miliar dan USD10,1 miliar atau masing-masing tumbuh 64,0% dan 58,2% dari periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain, lonjakan harga mendorong nilai impor minyak selama Januari-Juli 2008 tumbuh cukup tinggi (72,7% yoy), sehingga neraca perdagangan minyak Indonesia periode Jan-Juli 2008 mencatat defisit USD6,2 miliar. Namun demikian, dukungan dari solidnya ekspor gas menjadikan sektor migas tetap mencatat surplus USD3,9 miliar. Neraca Modal dan Finansial Transaksi modal dan finansial pada triwulan III-2008 diperkirakan masih tetap surplus surplus. Sumber utama surplus transaksi modal dan finansial diperkirakan berasal dari penarikan aset korporasi yang ditempatkan di luar negeri serta pencairan ULN swasta sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan impor. Di samping itu, kondisi makro ekonomi domestik yang masih relatif stabil di tengah gejolak pasar finansial global serta imbal hasil yang tinggi masih cukup kondusif dalam mendukung aliran dana asing di pasar SUN. Meskipun demikian, adanya penyesuaian minat investor asing serta fenomena flight to quality akibat gejolak di pasar finansial global mengakibatkan tekanan di sisi transaksi modal dan keuangan. Cadangan Devisa Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut diatas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan III-2008 mencapai USD57,1 miliar atau setara dengan 4,2 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah. 13 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 Perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan III-2008 diwarnai oleh berbagai gejolak eksternal dan internal. Tekanan inflasi di triwulan III-2008 masih tinggi yang disebabkan oleh kuatnya permintaan domestik dan tingginya ekspektasi inflasi. Secara tahunan, inflasi IHK tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2008. Inflasi IHK triwulan III-2008 tercatat mencapai 2,88% (qtq) atau 12,14% (yoy). Meskipun secara tahunan (yoy) inflasi IHK mengalami peningkatan, namun secara triwulanan (qtq) inflasi IHK cenderung kembali pada pola normalnya. Sementara itu, rata-rata nilai tukar Rupiah selama triwulan III-2008 menguat 0,47% dari Rp9.259/USD menjadi Rp9.216/USD dengan intensitas tekanan depresiasi yang meningkat pada akhir periode laporan. Kondisi makroekonomi yang tetap terjaga, masih menariknya imbal hasil investasi rupiah dan tingginya spread suku bunga antara domestik dan luar negeri mampu menjadi penahan laju outflow dana asing dari instrumen rupiah, serta menahan pelemahan rupiah yang lebih dalam. Untuk menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 75 bps hingga menjadi 9,25% pada akhir triwulan III2008. Kebijakan ini didukung oleh serangkaian upaya untuk menjaga stabilitas rupiah dan berbagai langkah penguatan di sisi operasi pengendalian moneter. INFLASI Sepanjang triwulan III-2008, laju inflasi bulanan cenderung meningkat terutama disebabkan oleh menguatnya permintaan domestik serta faktor musiman hari raya keagamaan (Idul Fitri). Secara tahunan, laju inflasi IHK pada akhir triwulan III-2008 mencapai 12,14% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,03% (yoy) (Grafik 3.1). Pada September 2008, inflasi bulanan mencapai 0,97% (mtm). Berdasarkan kelompok pengeluarannya, perkembangan inflasi pada triwulan III-2008 terutama disumbang %, mtm %, yoy 22 5 MtM oleh kelompok bahan makanan; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok makanan jadi, minuman, YoY (RHS) 17 4 12 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2006 2007 2008 Laju inflasi IHK disebabkan oleh faktor nonfundamental berupa 7 meningkatnya tekanan inflasi volatile food dan administered 2 prices1 , serta faktor fundamental berupa inflasi inti yang terdiri dari ekspektasi inflasi, tekanan sisi permintaan, dan output gap. -3 Tekanan dari volatile food sejalan dengan masih tingginya harga 2 1 rokok, dan tembakau (Grafik 3.2). komoditas pangan internasional serta pola musiman puasa dan Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi IHK 14 1 Penghitungan aggregasi inflasi (inti, volatile food, dan administered prices) dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan pendekatan subkelompok Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 lebaran. Inflasi administered prices yang mengalami peningkatan terkait dengan masih berlanjutnya kelangkaan komoditas energi Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,92 di berbagai daerah turut mendorong peningkatan laju IHK Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 3,77 Kesehatan triwulan III-2008. Sementara itu, tekanan inflasi yang berasal 1,64 Sandang dari faktor fundamental seperti tercermin pada perkembangan Sumbangan (m-t-m) Inflasi (m-t-m) 0,77 Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar laju inflasi inti juga masih tinggi. Faktor utama yang memengaruhi 3,58 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau perkembangan laju inflasi tersebut adalah masih tingginya ekspektasi inflasi dan imported inflation, serta menguatnya 2,62 Bahan Makanan permintaan agregat. 4,75 0 1 2 3 4 5 Grafik 3.2 6 % Inflasi volatile food triwulan III-2008 mengalami peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan. Peningkatan inflasi volatile Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok Barang dan Jasa Triwulan III-2008 (y-o-y) food tersebut terkait dengan masih tingginya harga pangan internasional dan meningkatnya permintaan seiring pola musiman puasa dan lebaran. Beberapa komoditas pada kelompok ini yang mencatat inflasi sepanjang triwulan III-2008 adalah telur ayam dan daging ayam ras. Khusus untuk harga daging ayam ras dan telur ayam ras, peningkatannya lebih disebabkan oleh faktor kenaikan harga jagung dan kedelai di pasar internasional sebagai bahan baku pakan ternak domestik. Di sisi lain, perkembangan harga beberapa komoditas volatile food lainnya seperti minyak goreng, beras, dan bumbu-bumbuan dapat mengurangi lonjakan tekanan inflasi. Penurunan harga CPO internasional yang sejalan dengan drastisnya penurunan harga minyak mentah dunia hingga level di bawah USD100/barel, mendorong produsen menahan kenaikan harga minyak goreng domestik. Selain itu, meskipun panen raya telah berakhir, harga beras relatif stabil, terkait dengan terjaganya stok beras Bulog yang siap untuk melakukan operasi pasar apabila kenaikan harga diluar batas yang wajar. Perkembangan yang positif juga ditunjukkan pada kelompok bumbu-bumbuan (bawang merah, cabe merah, dan tomat sayur) yang mengalami deflasi sehubungan dengan masih tercukupinya pasokan. Inflasi administered prices secara bulanan selama triwulan III-2008 menunjukkan kecenderungan yang meningkat namun secara triwulanan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2008 II-2008. Kenaikan inflasi administered prices tersebut lebih disebabkan oleh kenaikan pada harga elpiji dan minyak tanah akibat kelangkaan. Kurang mulusnya program konversi akibat terhambatnya pasokan elpiji serta minyak tanah dari Pertamina dimanfaatkan oleh beberapa pihak dengan menjual elpiji dan minyak tanah di atas harga resmi. Selain minyak tanah dan elpiji, komoditas rokok kretek dan rokok kretek filter juga mengalami peningkatan meskipun dampaknya minimal. Meskipun cenderung mengalami peningkatan, namun secara triwulanan (qtq) inflasi administered prices pada triwulan laporan jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terkait dengan dampak kenaikan harga BBM yang telah selesai. Inflasi inti pada triwulan III-2008 masih tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan inflasi inti pada triwulan laporan adalah tingginya tekanan faktor 15 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 eksternal yang berupa peningkatan inflasi negara mitra dagang %,yoy %,yoy 23 5 (Grafik 3.3) dan tingginya harga komoditas pangan global. Sementara itu, perkembangan ekspektasi masyarakat secara 18 3,89 Depresiasi/Apresiasi Rp/USD(Skala kiri) 4 umum selama triwulan III-2008 masih tinggi (Grafik 3.4). Selain 13 12,14 3 8 masyarakat juga masih terpengaruh oleh kenaikan harga BBM IHK (Skala Kiri) 3 0,45 2 -2 1 -7 dipengaruhi oleh tingginya tekanan eksternal, ekspektasi pada triwulan yang lalu. Dari sisi interaksi sisi permintaan dan penawaran, tekanan inflasi dari kesenjangan output diperkirakan masih negatif seiring dengan masih responsifnya sisi penawaran Inflasi Negara Mitra Dagang (skala kanan) -12 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 2004 2005 2006 2007 2008 terhadap meningkatnya permintaan. Meski demikian, tekanan dari sisi permintaan yang terus meningkat masih harus Grafik 3.3 diwaspadai. Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang Dilihat berdasarkan penyumbangnya, kenaikan harga kelompok barang makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga memberikan sumbangan terbesar pada inflasi inti inti. Hal itu sejalan dengan pola %, yoy musiman lebaran terkait meningkatnya permintaan. Di sisi lain, 11,0 2008 10,5 penurunan harga emas perhiasan sehubungan dengan 2009 10,0 penurunan harga emas dunia yang telah mencapai titik terendah 9,5 yaitu sebesar USD779/ounce mampu meredam inflasi inti. 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 NILAI TUKAR RUPIAH 6,5 Meski mendapat tekanan depresiasi di akhir periode laporan, 6,0 5,5 rata-rata nilai tukar rupiah selama triwulan III-08 masih tercatat 5,0 1 2 3 4 5 6 7 2007 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 7 8 9 menguat menguat. Rata-rata nilai tukar pada triwulan-III 2008 terapresiasi Grafik 3.4 0,47% dari Rp9.259 pada triwulan II-2008 menjadi Rp9.216 per Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast USD (Grafik 3.5). Tingginya tekanan depresiasi terhadap rupiah pada akhir triwulan laporan menyebabkan rupiah ditutup melemah 1,76% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari Rp9.220 per USD pada akhir triwulan II-2008 menjadi Rp9.385 per USD pada akhir triwulan III-2008. Sementara itu pergerakan 10000 Kurs Harian nilai tukar selama triwulan III-2008 cenderung berfluktuasi sejalan Rata-rata Triwulanan dengan meningkatnya tekanan rupiah di akhir periode laporan. 9700 Volatilitas rupiah pada triwulan III-2008 tercatat lebih tinggi yaitu 9400 9385 9.216 0,61% (Grafik 3.6). 8800 Meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, intensifikasi 8500 krisis sektor keuangan di AS serta persepsi terhadap prospek 2 15 31 16 29 14 27 10 26 8 26 9 22 7 20 5 19 1 18 1 16 30 12 Jan Feb Mar Mei Jun Ags Sep Nov Des Feb Mar Mei Jun Ags Sep Nov Des Feb Mar Mei Jun Jul Sep 2006 2007 2008 Grafik 3.5 Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah 16 sebesar 1,11 %, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9100 neraca pembayaran memengaruhi perkembangan rupiah selama triwulan III-2008 III-2008. Perlambatan ekonomi global dan penguatan dolar mendorong turunnya harga komoditas internasional, termasuk diantaranya komoditas andalan ekspor Indonesia. Hal Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 tersebut menimbulkan persepsi memburuknya prospek neraca Kurs, Rp/USD Volatilitas, % 10.000 7,0 Kurs Harian Volatilitas Rata-rata Volatilitas Triwulanan 9385 6,0 5,0 4,0 1,11 1,42 0,61 1,51 3,0 2,0 8.500 8.000 Sementara itu, semakin dalamnya krisis di sektor keuangan AS memicu terjadinya capital flight dari asset negara berkembang 9.500 9.000 pembayaran Indonesia khususnya pada neraca transaksi berjalan. 2 13 27 8 19 31 11 23 4 15 26 9 21 2 13 24 5 17 28 10 21 2 14 25 Jan Feb Mar Mei Jun Jul Sep Okt Des Jan Feb Apr Mei Jul Ags Sep Nov Des Jan Mar Apr Jun Jul Ags 2006 2007 2008 sejalan dengan tingginya risk aversion investor asing. Tingginya kekhawatiran tersebut berdampak pada pembalikan dana asing dari asset negara regional sehingga menyebabkan mata uang regional mengalami tekanan depresiasi. Meskipun tekanan 1,0 depresiasi rupiah cukup besar, dalam skala regional, rupiah relatif - lebih stabil dibandingkan nilai tukar negara kawasan regional. Faktor ekonomi domestik yang masih kondusif ditambah dengan Grafik 3.6 stance kebijakan moneter ketat dan stabilisasi di pasar valas oleh Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Bank Indonesia mampu menahan tekanan depresiasi rupiah yang lebih besar. Dari sisi risiko, perkembangan di sisi eksternal pada akhir triwulan III-2008 mendorong terjadinya peningkatan faktor risiko. Global % 9,50 re-pricing of risk akibat risiko pelemahan ekonomi global dan 8,50 krisis sektor keuangan AS menurunkan risk appetite terhadap 7,50 asset emerging market. Hal ini tercermin pada meningkatnya Yield Global Bond Indonesia yield spread antara global bond Indonesia dan UST-Note dari 6,50 514 bps Spread 5,50 370 bps pada triwulan II-2008 menjadi 411 bps pada akhir triwulan III-2008 (Grafik 3.7). Indikator risiko lainnya 4,50 Yield UST-Note mengindikasikan hal serupa sebagaimana ditunjukkan oleh 3,50 spread EMBIG (Emerging Market Bond Index Global) yang 2,50 Mar Apr Mei Jun Jul Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Ags Sep 2007 2008 kembali meningkat dan premi swap yang masih berada pada level tinggi di akhir periode laporan (Grafik 3.8). Grafik 3.7 Yield Spread antara Global Bond RI dan UST-Note Stance kebijakan Bank Indonesia yang cenderung ketat di tengah kecenderungan penurunan suku bunga khususnya di negara maju menjadikan spread imbal hasil rupiah semakin lebar. Hal tersebut menjadi salah satu daya tarik berinvestasi dalam aset % rupiah. Imbal hasil investasi rupiah yang diindikasikan oleh selisih 9,0 8,0 Premi 1 M Premi 6 M Premi 3 M Premi 12 M suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri dan selisih yield obligasi 7,0 pemerintah ( domestic currency ) dengan yield UST-Note 6,0 menunjukkan peningkatan dan merupakan yang tertinggi 5,0 4,0 dibandingkan dengan negara-negara regional (Grafik 3.9). Selisih 3,0 suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri (Uncovered Interest Parity) 2,0 1,0 meningkat dari 6,38% pada akhir triwulan II-2008 menjadi 0,0 7,05% pada triwulan laporan dan tertinggi dibanding negara -1,0 -2,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep 2007 2008 Sumber : Reuters (diolah) kawasan. Apabila imbal hasil tersebut juga mempertimbangkan faktor risiko2 , selisih suku bunga Dalam Negeri-Luar Negeri Grafik 3.8 Premi Swap Berbagai Tenor 2 Dalam hal ini indikator risiko yang digunakan adalah yield spread antara obligasi valas Pemerintah Indonesia dengan UST-Notes 17 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 (Covered Interest Parity) menjadi 3,27% pada triwulan ini atau masih yang tertinggi dibandingkan negara kawasan. Sementara 12 10 Indonesia Malaysia Filipina Thailand Singapore itu, indikator imbal hasil lainnya, selisih yield SUN dengan UST8,982 8 Note juga masih lebih menarik dibandingkan negara kawasan. 6 4 3,778 Meningkatnya risiko eksternal terkait meluasnya dampak perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian kondisi sektor 2 0,795 0,923 -0,669 0 keuangan AS mendorong investor asing menarik dananya dari SBI, meskipun pada SUN dan saham masih meningkat meningkat. Namun -2 terjaganya kepercayaan asing terhadap pengelolaan kebijakan -4 Jan Mar Mei Jul 2006 Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul 2007 Sep makro dan tingginya imbal hasil SUN masuknya mendorong arus 2008 Grafik 3.9 modal ke SUN. Kepemilikan asing pada instrumen SUN Perbandingan Imbal Hasil Beberapa Negara meningkat Rp10,13 triliun (USD1,11 miliar) menjadikan posisinya mencapai Rp104,23 triliun (USD11,15 miliar), sehingga total posisi penempatan asing di SBI dan SUN tercatat sebesar Rp124,6 triliun (USD13,33 miliar). Di pasar saham, investor asing masih mencatatkan net beli selama triwulan III-2008, sebesar Rp2,16 US$ Juta IDR/USD 5000 Excess Supply 9500 triliun (USD230,35 juta). Dengan perkembangan tersebut, selama 9400 triwulan III-2008 aliran modal asing tercatat mengalami net 9300 outflow sebesar USD1,9 miliar. 3000 9200 1000 -1000 9100 Permintaan valas dalam negeri masih didominasi oleh permintaan 9000 valas korporasi korporasi. Meningkatnya impor mendorong terjadinya 8900 peningkatan permintaan valas korporasi khususnya BUMN (Grafik 8800 -3000 8700 Excess Demand 8600 -5000 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep 2007 2008 Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN Kurs - rhs 3.10). Secara rata-rata, permintaan valas korporasi pada triwulan laporan sedikit lebih tinggi mencapai sekitar USD354 juta per hari, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai sekitar USD329 juta per hari. Grafik 3.10 Permintaan dan Penawaran Valas KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Sepanjang triwulan III-2008, Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 75 bps hingga menjadi 9,25% pada akhir triwulan III-2008 III-2008. Kebijakan tersebut dilakukan guna menjaga dan mengamankan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah dengan mencermati berbagai perkembangan serta mempertimbangkan kondisi ekonomi makro secara keseluruhan dan stabilitas sistem keuangan. Level BI Rate tersebut kemudian dicerminkan pada perkembangan suku bunga PUAB O/N. Mencermati perkembangan pasar keuangan global yang terjadi beberapa waktu belakangan ini dan untuk menjaga kecukupan likuiditas di industri perbankan dengan tetap menjaga efektifitas kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi, pada 16 September 2008, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan O/N Repo Rate dari semula BI Rate plus 300 bps menjadi BI Rate plus 100 bps, dan menyesuaikan FASBI Rate dari semula BI Rate minus 200 bps menjadi BI Rate minus 18 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 100 bps. Dengan demikian koridor suku bunga O/N akan menjadi simetris dengan BI Rate + 100 bps. Selain itu, efektif sejak 23 September 2008, Bank Indonesia memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu fine tune operation (FTO) dari 1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan. Perpanjangan jangka waktu FTO ini dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi manajemen likuiditas, yang merupakan bagian dari Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilakukan Bank Indonesia.ΩManajemen likuiditas di pasar uang antar bankΩyang lebih fleksibel akan meningkatkan efektivitas langkah Bank Indonesia dalam menjaga tetap berfungsinya pasar uang dengan baik. Dengan demikian stabilitas suku bunga dan kelancaran aliran likuiditas di pasar uang antar bank tetap terjaga dalam hal terjadi peningkatan ketidakpastian, sebagaimana yang terjadi di pasar uang global dalam beberapa waktu terakhir ini. Pada triwulan III, BI Rate telah ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai jalur jalur. Di pasar uang, suku bunga pasar uang berbagai tenor bergerak mengikuti arah BI Rate dan persepsinya ke depan. Sementara itu, transmisi BI Rate ke suku bunga perbankan, baik deposito maupun kredit, semakin menguat. Namun, peningkatan BI Rate tersebut belum ditransmisikan pada pertumbuhan simpanan dan kredit. Pertumbuhan simpanan masih mengalami perlambatan sedangkan pertumbuhan kredit tetap meningkat. Di pasar saham saham, performa IHSG sangat dipengaruhi oleh imbas dari naiknya risiko global sehingga mengalami koreksi sebesar 21,9%. Di pasar SUN, gejolak global berdampak pada naiknya yield SUN untuk tenor jangka pendek. Yield SUN jangka pendek pada triwulan III-2008 masih mengalami kenaikan. Sementara itu, di pasar reksadana reksadana, NAB reksadana cenderung melemah sejalan dengan kinerja underlying asset-nya. Dari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dilakukan melalui penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati serta upaya stabilisasi nilai tukar yang ditempuh secara konsisten untuk mencegah volatilitas yang berlebihan dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, penguatan strategi komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan prudensial dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang pengelolaan kebijakan tersebut. Suku Bunga Selama triwulan III 2008, kenaikan BI Rate sebesar 75 bps sehingga menjadi 9,25% pada akhir September 2008 dicerminkan pada suku bunga PUAB O/N yang bergerak stabil disekitar BI Rate Rate. Sementara itu, suku bunga PUAB O/N tenor > 30 hari berada pada level 11,13% sejalan dengan kuatnya persepsi keketatan likuiditas perbankan dan imbas kondisi global. Dalam kondisi tersebut, Bank Indonesia merespon melalui operasi pasar terbuka yang lebih intensif melalui instrumen FTO, penyesuaian penyerapan likuiditas pada lelang SBI, serta penyesuaian koridor suku bunga. 19 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 Kenaikan BI Rate diikuti dengan peningkatan suku bunga deposito deposito. Sampai dengan dua bulan pertama triwulan III-2008, kenaikan BI Rate terutama ditransmisikan pada naiknya rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito 1 dan 3 bulan (Tabel 3.1). Berbeda dengan historisnya, kenaikan suku bunga deposito tenor pendek tersebut lebih tinggi dari kenaikan BI Rate. Hal itu mengindikasikan kuatnya upaya perbankan mendongkrak pendanaan (funding), sejalan dengan masih kuatnya akselerasi pertumbuhan kredit seperti tampak pada terus naiknya LDR perbankan. Dengan perkembangan tersebut maka kenaikan BI Rate sejak Mei 2008 tampaknya semakin kuat direspon, terutama pada kelompok Bank Asing dan Campuran, sedangkan kelompok BPD baru mulai melakukan penyesuaian suku bunga pada bulan Juli. Sementara itu dengan memanfaatkan data counter rate terdapat indikasi bahwa pada September peningkatan suku bunga deposito terus berlanjut, bahkan untuk seluruh tenor. Tabel 3.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%) Triwulan III-2007 Jul Ags Sep Triwulan IV-2007 Okt Nov Des Triwulan I-2008 Jan Feb Mar Triwulan II-2008 Apr Mei Jun Triwulan III-2008 Jul Ags Sep BI Rate 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 8,00 8,0 8,00 8,25 8,50 8,75 9,00 9,25 Penjaminan Deposito 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 8,00 8,25 8,25 8,25 8,75 8,75 Dep 1 bulan (Weighted Average) 7,26 7,16 7,13 7,16 7,18 7,19 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 n.a Dep 1 bulan (Counter Rate) 7,36 7,20 7,15 7,15 7,13 7,09 6,97 6,9 6,84 6,85 6,84 7,01 7,18 7,42 7,74 Base Lending Rate 13,62 13,42 13,31 13,21 13,13 13,12 13,14 12,92 12,83 12,75 12,77 12,80 12,95 13,21 13,26 Kredit Modal Kerja (KMK) 13,71 13,66 13,31 13,16 13,16 13,00 12,99 12,96 12,88 12,93 12,92 12,99 13,14 13,42 n.a Kredit Investasi (KI) 13,82 13,75 13,45 13,28 13,19 13,01 12,81 12,71 12,59 12,47 12,36 12,51 12,61 12,86 n.a Kredit Konsumsi (KK) 16,68 16,7 16,47 16,33 16,39 16,13 16,04 15,96 15,83 15,74 15,67 15,71 15,73 15,78 n.a Kenaikan BI Rate juga semakin ditransmisikan ke suku bunga kredit kredit. Sampai dengan dua bulan pertama triwulan III-2008, kenaikan BI Rate telah ditransmisikan pada naiknya rata-rata tertimbang (weighted average) seluruh suku bunga kredit. Kenaikan terbesar terjadi pada suku bunga kredit modal kerja diikuti oleh suku bunga kredit investasi dan kredit konsumsi. Dengan perkembangan tersebut, transmisi kenaikan BI Rate sejak Mei 2008, terutama terlihat pada kelompok Bank Asing dan Campuran, sedangkan kelompok BPD kembali menjadi kelompok bank yang paling lambat merespon kenaikan BI Rate. Dana, Kredit, dan Uang Beredar Kenaikan BI Rate belum mempengaruhi pertumbuhan dana dana. Sampai dengan dua bulan pertama triwulan III-2008, kenaikan BI Rate belum terlihat pada pertumbuhan DPK. Pada Agustus 2008, DPK tumbuh sebesar 9,7% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 14,6% (yoy) (Grafik 3.11). Perlambatan tersebut dikontribusi oleh hampir seluruh komponen, terkecuali simpanan berjangka. Perlambatan pada komponen giro terjadi pada institusi terkait Pemerintah. Sementara itu, lambatnya 20 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 perkembangan tabungan khususnya milik perorangan diindikasi (%, y-o-y) Suku Bunga Kredit dan Depo (%) 18 terkait dengan semakin menariknya bunga deposito dan kebutuhan transaksi masyarakat dalam bentuk uang kartal. 33 16 30 27 14 24 21 Naiknya pertumbuhan deposito pada Agustus terjadi pada hampir seluruh pelaku, dengan kenaikan paling tajam pada 12 perorangan dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). 10 Kenaikan BI Rate justru diikuti dengan pertumbuhan kredit yang 8 masih akseleratif akseleratif. Efek tunda kebijakan moneter masih 6 berlangsung di pasar kredit, sebagaimana tampak pada 18 15 12 9 Total DPK Total Kredit rKredit (rata-rata) rDepo (rata-rata) 6 Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags 2005 2006 2007 2008 pertumbuhan tahunan kredit pada Agustus 2008 yang mencapai 32,5% (yoy), sedikit naik dari bulan sebelumnya sebesar 32,3% Grafik 3.11 (yoy) (Grafik 3.11). Berdasarkan penggunaannya, kenaikan Perkembangan Dana vs Kredit pertumbuhan tahunan kredit pada bulan laporan masih terjadi pada kredit modal kerja, diikuti konsumsi dan investasi. Dari sisi debitur, pertumbuhan kredit dikontribusi oleh kelompok BUMS dan institusi terkait Pemerintah. %, y-o-y Likuiditas perekonomian tumbuh melambat dan mulai lebih 30 27 24 21 18 M1 Riil rendah dari historisnya historisnya. Pada bulan Agustus 2008, M1 dan M2 Currency Riil M2 Riil tumbuh masing-masing 12,5% (yoy) dan 12,6% (yoy), melambat 15 12 9 6 3 0 (3) (6) (9) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh masing-masing sebesar 22,4% (yoy) dan 17,1% (yoy). Dengan perkembangan tersebut maka rata-rata pertumbuhan M1 dan M2 menjadi masingmasing sebesar 13,9% (yoy) dan 13,3% (yoy), juga lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Sementara itu secara riil3 , pada (12) 1357911357911357911357911357911357911357911357911357 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Agustus 2008 pertumbuhan M1 dan M2 menjadi masing-masing Grafik 3.12 sebesar 0,7% (yoy) dan 0,8% (yoy) semakin menurun seiring Pertumbuhan Riil M1 dan M2 dengan meningkatnya inflasi (Grafik 3.12). Dengan perkembangan tersebut likuiditas perekonomian baik secara nominal maupun riil telah tumbuh lebih rendah dari rata-rata historisnya dalam 7 tahun terakhir (2000 - 2006), terkecuali untuk M2 nominal. Pasar Keuangan Kinerja pasar saham pada triwulan III-2008 masih dibayangi oleh risiko global global. Upaya injeksi likuiditas oleh otoritas kebijakan AS hanya mampu mengangkat kinerja bursa global secara temporer dan belum cukup menghilangkan sepenuhnya kekhawatiran pelaku pasar global terhadap kejatuhan pasar keuangan yang lebih dalam. Hal tersebut di tengah minimnya sentimen dalam negeri mengakibatkan IHSG ditutup pada level 1.832 pada akhir triwulan III-2008 atau melemah 21,9% dibanding posisi triwulan II-2008 (Grafik 3.13). 3 Dihitung terhadap inflasi aktual. 21 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 IHSG juga dihadapkan pada beberapa risiko domestik domestik. 3.000 Diantaranya adalah peningkatan risiko IHSG terhadap 2.800 pergerakan harga komoditas terkait beberapa hal, yaitu besarnya 2.600 kapitalisasi sektor pertambangan dan agrobisnis serta 2.400 keterkaitan sektor di luar pertambangan dan agrobisnis yang 2.200 memiliki eksposur risiko terhadap perkembangan harga 2.000 1.800 komoditas. Selain itu, saham berbasis komoditas juga 1.600 1.400 merupakan saham yang tergolong paling aktif diperdagangkan 1.200 dan memiliki kecenderungan spekulasi dalam jumlah besar. Di 1.000 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei 2006 Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul 2007 Sep 2008 lain pihak, pergerakan IHSG yang terkadang berlawanan dengan arah pasar global memberikan indikasi adanya perilaku Hit and Grafik 3.13 Run pelaku asing. IHSG Kurang kondusifnya kondisi di pasar saham justru dimanfaatkan oleh asing untuk mengakumulasi saham-saham murah murah. Walaupun dengan intensi yang makin terbatas, investor asing masih terus melakukan pembelian secara selektif terhadap 2.900 Ags 08- Sept 08 (-19,87%), Des 07-Ags 08 (-21,12%) 2.700 Net Beli Asing (Rp, Miliar) IHSG 2.500 3.000 saham-saham di IHSG. Net beli asing pada triwulan III-2008 2.500 tercatat sebesar Rp2,2 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan 2.000 II-2008 dengan net beli sebesar Rp4,8 triliun (Grafik 3.14). 1.500 Penurunan tersebut searah dengan perdagangan saham yang 1.000 turun dari Rp5,7 triliun pada triwulan II-2008 menjadi Rp3,8 triliun 500 pada triwulan III-2008. Kondisi pada triwulan III-2008, juga - ditandai dengan perpindahan portfolio asing ke saham sektor 2.300 2.100 1.900 1.700 (500) 1.500 Des Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Apr Mei Mei Jun Jun Jun Jul Jul Ags Ags Sep 2007 2008 (1.000) keuangan yang mengalami koreksi lebih kecil. Kondisi tersebut tidak terlepas dari naiknya risiko saham berbasis komoditas. Grafik 3.14 Di pasar SUN, kinerja SUN yang sempat membaik pada Juli 2008 Net Beli Asing Saham kembali mengalami tekanan sejak Agustus 2008 2008. Hal ini sebagai imbas dari naiknya risiko domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, kenaikan yield SUN pada akhir triwulan III-2008 diantaranya didorong oleh likuiditas perbankan yang Vol(Rp t) dipersepsikan ketat, penyesuaian yield SUN terhadap inflasi dan Frek 10,0 500 Avg Vol tambahan pasokan SBN domestik yang cukup besar. Sementara Avg Frek 8,0 400 6,0 300 4,0 200 2,0 100 dari sisi eksternal, kenaikan risiko global berpotensi menyebabkan terjadinya «flight to quality» dengan menghindari emerging market. Hal tersebut menyebabkan rata-rata bulanan yield SUN kembali mengalami kenaikan 87bps meski masih lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II-2008. Sementara Data per 29 Sep 2008 0,0 0 itu, secara triwulanan rata-rata yield SUN pada triwulan III-2008 masih mengalami penurunan sebesar 27bps. Sejalan dengan Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep 2005 2006 2007 2008 kondisi global pelaku pasar cenderung berhati-hati dalam Grafik 3.15 aktivitas perdagangan sebagaimana tercermin pada rata-rata Aktivitas Perdagangan SUN (Rata-rata) harian nilai perdagangan SUN yang mengalami penurunan (Grafik 3.15). 22 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 Ditengah kinerja SUN yang belum membaik, kepercayaan investor asing pada SUN masih relatif tinggi tinggi. Kepercayaan asing dilandasi oleh masih relatif terjaganya beberapa faktor diantaranya risiko fiskal yang lebih minimal sebagai dampak dari harga BBM yang lebih terkendali dibanding 2005, sejalan dengan tren penurunan harga minyak. Selain itu, imbal hasil SUN yang masih relatif tinggi juga merupakan pendorong bagi naiknya posisi asing. Dengan perkembangan tersebut, asing membukukan net beli sebesar Rp6,29 triliun terutama untuk pembelian SUN tenor jangka panjang. NAB reksadana mengalami koreksi koreksi. Hal tersebut bersumber dari menurunnya kinerja underlying asset reksadana, yaitu saham dan SUN, serta terjadinya net redemption pada reksadana pendapatan tetap, campuran, pasar uang, indeks dan ETF pendapatan tetap. Namun demikian, dampak gejolak pasar keuangan global dan domestik tersebut masih relatif minimal jika dibanding kondisi penurunan NAB reksadana pada 2005. Hal tersebut ditopang oleh peningkatan peran investor institusi (Dana Pensiun dan Asuransi) di reksadana yang memiliki horizon jangka panjang dan diversifikasi produk sehingga pasar reksadana relatif terjaga dibanding kondisi 2005. 23 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 4. Perekonomian Indonesia ke Depan Perekonomian Indonesia tahun 2008 diprakirakan masih dapat tumbuh tinggi di kisaran 6,2-6,4%. Faktor pendorong utama adalah ekspor - yang mencatat kinerja yang tinggi selama semester pertama didorong oleh meningkatnya harga komoditas serta tetap tingginya pertumbuhan ekonomi negara berkembang - dan konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat. Dampak kenaikan harga BBM terhadap konsumsi swasta ternyata tidak sedalam prakiraan semula. Pertumbuhan investasi diprakirakan mengalami peningkatan terutama didorong oleh investasi nonbangunan seiring dengan kuatnya pertumbuhan konsumsi swasta dan ekspor. Dari sisi penawaran, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari prakiraan semula seiring dengan konsumsi swasta yang lebih kuat. Untuk tahun 2009, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh lebih rendah. Perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa sejalan dengan kondisi eksternal yang kurang kondusif. Sementara itu, sisi permintaan domestik tetap kuat. Konsumsi swasta diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 yang didorong oleh berlangsungnya kegiatan Pemilu, inflasi yang menurun, serta kebijakan pemerintah di bidang pajak penghasilan. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tetap dimotori oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan ekonomi berpotensi mencapai kisaran bawah proyeksi jika kondisi perekonomian AS menjadi semakin buruk dari yang diprakirakan. Dari sisi harga, inflasi tahun 2008 diprakirakan mencapai 11,5-12,5% (y-o-y) (y-o-y), dengan faktor pendorong berasal dari inflasi inti dan inflasi administered prices. Tekanan inflasi diprakirakan menurun pada Triwulan IV-2008. Menurunnya tekanan inflasi terkait dengan tingginya pengadaan beras Bulog yang diharapkan dapat membawa inflasi volatile food lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya. Dalam upaya mengendalikan inflasi, Bank Indonesia tetap melakukan optimalisasi penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia. Selanjutnya di tahun 2009, inflasi IHK diprakirakan menurun berkisar 6,5-7,5% (y-o-y) dengan pendorong utama masih tetap berasal dari inflasi inti dan administered prices. Menurunnya inflasi antara lain sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan moneter serta imported inflation yang menurun. Lebih rendahnya tekanan inflasi tersebut antara lain juga terkait dengan kebijakan Pemerintah yang diprakirakan akan cenderung melakukan stabilisasi harga terkait pelaksanaan Pemilu. Tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal sedangkan tekanan inflasi dari sisi administered prices diprakirakan masih akan tinggi karena program konversi minyak tanah ke LPG. Sementara itu dari sisi inflasi inti, tekanan inflasi dari sisi permintaan yang cukup besar sejak 2008 diprakirakan masih berlanjut di 2009. 24 Perekonomian Indonesia ke Depan ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional Pertumbuhan ekonomi dunia untuk keseluruhan 2008 diprakirakan melambat. Melambatnya perekonomian dunia terutama dipengaruhi oleh dampak bergejolaknya pasar keuangan global. Faktor utama penyebabnya adalah krisis perumahan Amerika Serikat (AS) yang menciptakan kerugian dan bangkrutnya lembaga keuangan serta perbankan di dunia, yang selanjutnya merambat menjadi krisis likuiditas di sebagian besar pasar antar bank di dunia. Dampak dari ketatnya likuiditas di pasar keuangan bertambah dengan semakin ketatnya standar penyaluran kredit. Perkembangan ini menyebabkan turunnya aliran kredit oleh perbankan sehingga semakin memberatkan daya beli rumah tangga. Konsumsi rumah tangga juga semakin tertekan sebagai dampak jatuhnya harga aset rumah tangga itu sendiri. Sebagai imbasnya, sektor industri menurunkan produksi dan penyerapan tenaga kerja sebagai respons melambatnya permintaan dari rumah tangga. Masih suramnya prospek ekonomi di negara maju tercermin dari surveisurvei kepercayaan baik konsumen dan produsen yang masih dalam tren menurun. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008 diprakirakan sebesar 3,9% (Tabel 4.1). Namun demikian, mengingat dampak krisis pasar finansial yang cukup besar yang masih terjadi selama Triwulan III-2008, prakiraan PDB dunia 2008 tersebut cenderung bias kebawah. Di sisi lain, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia mendorong harga komoditas dunia - baik nonmigas maupun migas - cenderung turun. Selama Januari-Agustus 2008 perkembangan harga komoditas nonmingas masih tumbuh 51,3% (y-o-y). Namun, perkembangan terakhir secara bulanan telah menunjukkan tren yang mulai menurun. Harga komoditas nonmigas untuk keseluruhan 2008 diprakirakan Tabel 4.1 tumbuh pada kisaran 15% (y-o-y). Demikian juga, Proyeksi PDB Dunia harga minyak dunia diprakirakan akan cenderung 2006 2007 turun. Perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai Proyeksi 2008 2009 faktor, baik fundamental maupun nonfundamental. PDB Dunia 5,1 5,0 3,9 3,0 Faktor fundamental antara lain bersumber dari Negara-negara Maju 3,0 2,6 1,5 0,5 menurunnya permintaan minyak dunia khususnya Amerika Serikat 2,8 2,0 1,6 0,1 Kawasan Euro 2,8 2,6 1,3 0,2 Jepang 2,4 2,1 0,7 0,5 pertumbuhan ekonomi domestik, serta adanya Negara Maju Lainnya 4,5 4,7 3,1 2,5 penurunan konsumsi dari negara-negara Asia 7,9 8,0 6,9 6,1 Afrika 6,1 6,3 5,9 6,0 dilakukan oleh negara-negara tersebut. Sementara Eropa Timur dan Tengah 6,7 5,7 4,5 3,4 itu, faktor nonfundamental meliputi penguatan Negara Persemakmuran 8,2 8,6 7,2 5,7 Negara Berkembang dari negara maju dan China sejalan melambatnya pascakenaikan harga minyak jual eceran yang 9,9 10,0 8,4 7,7 dolar, faktor cuaca seperti badai Ike dan Gustav yang China 11,6 11,9 9,7 9,3 ternyata tidak menimbulkan dampak yang signifikan India 9,8 9,3 7,9 6,9 Negara Timur Tengah 5,7 5,9 6,4 5,9 terhadap penyulingan minyak di AS, serta Amerika Latin 5,5 5,6 4,6 3,2 Negara Berkembang Asia Sumber: IMF, WEO Oktober 2008 meredanya isu geopolitis yang mampu menekan harga minyak turun. 25 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 Skenario Kebijakan Fiskal Sebagaimana pola historisnya, operasi keuangan Pemerintah tahun 2008 diprakirakan akan mencapai puncaknya pada triwulan terakhir. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan konsumsi maupun investasi Pemerintah diprakirakan juga akan mencapai level tertinggi di periode tersebut. Untuk keseluruhan tahun, defisit diprakirakan sebesar 1,7% dari PDB, di bawah defisit APBNP 2008 sebesar 2,1% dari PDB. Penurunan proyeksi defisit tersebut terutama karena pengaruh harga minyak yang lebih rendah dari asumsi APBN 2008 dan realisasi penerimaan pajak yang diprakirakan melebihi target. Dengan defisit tersebut, fiscal impulse untuk tahun 2008 diindikasikan masih bersifat ekspansif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan didukung oleh terjaganya prospek kesinambungan fiskal. Di sisi pembiayaan, berkurangnya defisit menyebabkan menurunnya kebutuhan penerbitan SBN/SBSN. Rencana penerbitan SBSN diharapkan dapat mendukung pencapaian target karena kondisi pasar SBN dalam negeri yang masih kurang kondusif. Pada 2009, defisit APBN diprakirakan hanya mencapai 1,4% dari PDB, juga di bawah rencana Pemerintah sebesar 1,7% dari PDB. Lebih rendahnya defisit disebabkan oleh prakiraan harga minyak yang lebih rendah dibandingkan asumsi Pemerintah serta penyerapan beberapa belanja pemerintah pusat yang cenderung di bawah target. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan sekitar 6,2-6,4% pada 2008. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja ekspor - karena mencatat pertumbuhan yang signifikan pada Semester I-2008 - yang diprakirakan memberi kontribusi lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi konsumsi swasta dan investasi. Kinerja ekspor pada Semester I-2008, didorong oleh kenaikan harga komoditas nonmigas dan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Sementara itu, konsumsi swasta diprakirakan tumbuh tinggi seiring dengan dampak kenaikan harga BBM terhadap konsumsi swasta yang tidak sedalam prakiraan semula. Selain hal tersebut, rangkaian proses Pemilu yang telah dimulai pada pertengahan 2008 juga akan memberi multiplier effect ke konsumsi swasta untuk tumbuh meningkat pada triwulan terakhir 2008. Selanjutnya pada 2009, pertumbuhan ekonomi diprakirakan lebih rendah dari 2008 didorong oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekspor karena perkembangan harga komoditas nonmigas yang melambat serta menurunnya permintaan berkaitan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Dari sisi domestik, konsumsi swasta akan kembali menjadi motor pertumbuhan seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan berlanjutnya multiplier effect kegiatan Pemilu. Faktor lainnya yang diprakirakan memberi dampak positif terhadap konsumsi swasta adalah penurunan Pendapatan Tidak Kena Pajak, pengurangan tarif pajak bagi UMKM, Wajib Pajak Pribadi dan Badan, serta pajak deviden, dan peningkatan gaji PNS/TNI/ POLRI. Kuatnya konsumsi swasta akan mendorong investasi untuk tetap tumbuh 26 Perekonomian Indonesia ke Depan tinggi pada 2009, walaupun sedikit menurun dibanding tahun 2008 karena melambatnya pertumbuhan ekspor. Prospek Permintaan Agregat Konsumsi rumah tangga tahun 2008 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,3-5,5% 5,3-5,5%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2007. Pertumbuhan konsumsi swasta yang lebih tinggi ini didorong oleh beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang lebih tinggi dari prakiraan memberikan income effect lebih tinggi ke konsumsi swasta. Kedua, tingkat suku bunga yang relatif rendah mendorong peningkatan kredit konsumsi. Ketiga, pengaruh kenaikan harga BBM pada Mei 2008 terhadap perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta ternyata tidak sedalam prakiraan semula. Dampak kenaikan harga BBM pada Mei 2008 terhadap perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta berbeda dibanding saat kenaikan harga BBM Oktober 2005 (lihat LKM Triwulan II-2008). Masih kuatnya konsumsi swasta antara lain didukung oleh beberapa indikator. Pada triwulan III-2008, penyaluran kredit konsumsi masih menunjukkan tren yang meningkat. Pada Agustus 2008, kredit konsumsi tumbuh sebesar 35%. Indikator lainnya adalah penjualan mobil yang mencatat pertumbuhan sebesar 49% (y-o-y) pada bulan Juli-Agustus 2008. Konsumsi Pemerintah pada 2008 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,9-6,1% 5,9-6,1%. Prakiraan tersebut lebih rendah dari prakiraan sebelumnya pada LKM Triwulan II2008. Lebih rendahnya konsumsi Pemerintah disebabkan oleh penurunan konsumsi pemerintah pusat karena Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang lebih besar dari prakiraan. Selain itu, terjadi penurunan pada konsumsi pemerintah daerah karena diberlakukannya semacam batas pada asumsi harga minyak yang menjadi dasar perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) ke Pemda. Investasi pada 2008 diprakirakan tumbuh mencapai 12,9-13,1% 12,9-13,1%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2007 maupun proyeksi sebelumnya. Dari sisi pelaku, % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen Total Konsumsi 2006 2007 I II III IV 2006 I II III IV 2007 2008 I II III* 2008* 3,8 5,6 2,8 3,5 3,9 4,6 4,6 5,3 5,1 4,9 5,6 4,9 5,0 5,3 - 5,5 Konsumsi Swasta 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 4,7 4,7 5,1 5,6 5,0 5,7 5,3 5,1 5,2 - 5,4 Konsumsi Pemerintah 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 3,7 3,8 6,5 2,0 3,9 4,7 2,2 4,5 5,9 - 6,1 1,4 0,9 0,8 6,8 2,5 7,0 6,9 10,4 12,1 9,2 15,4 12,8 12,0 12,9 - 13,1 Total Investasi Permintaan Domestik 3,2 4,4 2,3 4,3 3,5 5,2 5,2 6,6 6,8 6,0 8,0 6,9 6,8 7,2 - 7,4 Ekspor Barang dan Jasa 11,8 11,4 8,3 6,6 9,4 8,1 9,8 6,9 7,3 8,0 15,5 16,1 15,8 14,3 - 14,5 Impor Barang dan Jasa 4,8 9,3 10,9 9,2 8,6 8,5 6,5 7,0 13,6 8,9 17,8 16,7 16,0 16,4 - 16,6 PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2 - 6,4 * Angka Proyeksi Bank Indonesia 27 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 pertumbuhan investasi didorong oleh investasi swasta. Dari sisi jenisnya, kinerja investasi terutama didorong oleh investasi nonbangunan. Pertumbuhan konsumsi swasta yang kuat akan mendorong pertumbuhan investasi nonbangunan. Perkembangan ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator yang menunjukkan kecenderungan pertumbuhan investasi yang tumbuh cukup tinggi. Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) yang tinggi dan impor barang modal yang tumbuh signifikan merupakan indikator prospek investasi ke depan. Indikator prospek investasi lainnya adalah pertumbuhan kredit investasi yang hingga Agustus 2008 telah mencapai 30%. Dari sisi eksternal, ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh mencapai 14,314,5% pada 2008, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007. Kinerja ekspor yang menggembirakan tersebut didorong oleh perkembangan harga komoditas internasional yang tinggi pada Semester I-2008 dan upaya diversifikasi negara tujuan ekspor Indonesia ke negara-negara berkembang, khususnya di Asia. Komoditas ekspor yang tumbuh tinggi diprakirakan berbasis komoditas primer. Sisi pasokan barang ekspor kelompok tersebut diprakirakan tetap terjaga mengingat investasi di sektor primer cukup tinggi. Sementara itu, impor barang dan jasa pada 2008 diprakirakan tumbuh sekitar 16,4-16,6%. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 maupun prakiraan terdahulu. Kenaikan impor tersebut sejalan dengan kenaikan pertumbuhan permintaan domestik dan ekspor. Prospek Penawaran Agregat Pertumbuhan sisi sektoral pada 2008 diprakirakan tetap didorong oleh tiga sektor utama, yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan. Sektor pengangkutan dan komunikasi masih mampu tumbuh relatif tinggi. Pertumbuhan tinggi di sektor tersebut terutama disumbang oleh subsektor komunikasi. Perkembangan teknologi subsektor komunikasi mendorong sektor tersebut mampu melayani jasa komunikasi % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Tabel 4.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Sektor 2007 I II III IV Pertanian 6,6 1,6 2,6 2,6 Pertambangan & Penggalian 2,3 3,6 1,1 0,0 2006 IV 2007 I II III 3,4 -1,7 4,7 7,6 3,1 3,5 1,7 6,2 3,2 1,0 -2,1 2,0 2008 I 2008* II III* 6,1 4,6 2,1 3,7 - 3,9 -1,9 -0,9 1,0 (-0,2) - (-0,4) Industri Pengolahan 3,0 3,6 5,9 5,8 4,6 5,2 5,1 4,5 3,8 4,7 4,2 4,1 4,0 4,0 - 4,2 Listrik, Gas & Air Bersih 5,1 4,5 5,8 7,7 5,8 8,2 10,2 11,3 11,8 10,4 12,6 11,2 11,0 11,1 - 11,3 Bangunan 7,7 8,5 8,5 8,6 8,3 8,4 7,7 8,3 9,9 8,6 7,9 8,0 8,1 7,9 - 8,1 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,9 5,9 7,9 7,0 6,4 9,2 7,6 7,9 9,1 8,5 7,1 7,9 7,8 7,5 - 7,7 Pengangkutan & Komunikasi 12,0 13,8 14,5 17,0 14,4 13,0 12,7 14,1 17,4 14,4 20,3 19,6 19,5 19,3 - 19,5 Keuangan, Persewaan & Jasa 5,6 5,2 4,5 6,5 5,5 8,1 7,6 7,6 8,6 8,0 8,2 8,7 8,5 8,0 - 8,2 Jasa-jasa 5,8 6,0 6,7 6,2 6,2 7,0 7,0 5,2 7,2 6,6 5,6 6,5 7,3 6,3 - 6,5 PDB 5,1 5,0 5,9 6,0 5,5 6,1 6,4 6,5 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2 - 6,4 * Angka Proyeksi Bank Indonesia 28 2006 Perekonomian Indonesia ke Depan yang murah sehingga terjangkau masyarakat luas. Dengan tingkat konsumsi masyarakat yang relatif masih kuat, daya serap pasar subsektor komunikasi relatif tinggi. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor industri pengolahan mendapat dorongan dari daya beli masyarakat yang diprakirakan tetap kuat. Selanjutnya pada 2009 2009, kenaikan daya beli masyarakat akan mendorong kenaikan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Namun demikian, jika kondisi perekonomian AS semakin buruk dari prakiraan, perekonomian berpotensi tumbuh di kisaran bawah proyeksi. Sektor industri pengolahan, yang merupakan sektor dengan pangsa terbesar dalam perekonomian, pada 2008 diprakirakan tumbuh berkisar 4,0-4,2%. Pertumbuhan sektor industri, terutama industri nonmigas, diprakirakan disumbang oleh subsektor alat angkut, mesin dan peralatannya, serta subsektor makanan dan minuman. Sementara itu, perluasan pasar industri alat angkut penghasil kapal laut, relatif tingginya permintaan dari industri otomotif dan turunannya, serta alat berat seperti traktor, antara lain menjadi penyebab meningkatnya produksi subsektor industri alat angkut, mesin dan peralatannya. Kegiatan dalam rangka persiapan Pemilu diprakirakan akan mendorong aktivitas subsektor industri makanan dan minuman, kertas dan barang cetakan, serta tekstil, barang kulit dan alas kaki. Meningkatnya pertumbuhan subsektor industri makanan dan minuman tersebut dikonfirmasi oleh pertumbuhan impor bahan baku untuk industri makanan dan minuman yang cenderung meningkat. Sektor perdagangan, hotel dan restoran diprakirakan tumbuh sekitar 7,6-7,8% pada tahun 2008. Membaiknya daya beli masyarakat memberikan dorongan positif terhadap kinerja di sektor-sektor penghasil barang. Hal tersebut pada gilirannya berdampak pada peningkatan aktivitas perdagangan besar dan eceran. Kegiatan ini akan semakin meningkat manakala kegiatan terkait Pemilu mulai dilakukan. Meningkatnya aktivitas bisnis masyarakat akan mendorong nilai tambah subsektor hotel dan restoran. Sektor pertanian diprakirakan tumbuh mencapai 3,7-3,9% pada 2008. Di sektor pertanian, peran subsektor tanaman bahan makanan - khususnya padi - sangat besar. Angka Ramalan II-BPS memprakirakan adanya peningkatan baik dari produksi, luas panen maupun produktivitas. Kebijakan Pemerintah untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2009 menjadi pendorong penting pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut Pemerintah berencana untuk meningkatkan dana subsidi pupuk dan benih cukup signifikan. Sementara itu, produksi subsektor tanaman perkebunan diprakirakan tetap tinggi terutama didukung oleh produksi perkembunan kelapa sawit. Saat ini usia tanaman kelapa sawit pada umumnya memasuki masa produksi yang optimal. Meskipun harga CPO di pasar internasional mulai menurun mengikuti harga minyak mentah, namun dengan peningkatan kuantitas diharapkan kinerja subsektor perkebunan dapat bertahan. 29 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tetap tumbuh tinggi berkisar 19,3-19,5% pada 2008 2008. Sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh relatif tinggi terutama didorong oleh kinerja subsektor komunikasi. Daya beli yang memadai didukung oleh layanan selular yang makin luas dan murah. Meskipun tumbuh tetap tinggi, namun tren pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi berpotensi melambat. Hal tersebut terjadi karena persaingan di industri selular semakin ketat seiring dengan meningkatnya pelaku bisnis di sektor tersebut. Dengan semakin banyak pelaku bisnis di sektor tersebut, margin yang dinikmati setiap pelaku bisnis lambat laun menurun. Pertumbuhan sektor bangunan diprakirakan menurun pada 2008, mencapai 7,98,1%. Pertumbuhan yang lebih rendah ini terutama disebabkan realisasi pembangunan infrastruktur yang belum signifikan. Pembangunan berbagai infrastruktur diprakirakan tumbuh melambat dipicu oleh kenaikan harga material yang cukup tinggi dan tidak diprakirakan sebelumnya. Dengan perkembangan harga material bangunan yang meningkat, margin keuntungan kontraktor kian menipis, bahkan mulai banyak yang merugi. Untuk pembangunan jalan tol, hambatan yang utama adalah pembebasan lahan yang memakan waktu cukup lama. Kinerja sektor keuangan pada tahun 2008 diprakirakan tumbuh sebesar 8,0-8,2% 8,0-8,2%. Saat ini perbankan menghadapi likuiditas yang ketat. Untuk dapat menarik dana pihak ketiga, bank-bank berlomba-lomba menaikkan suku bunga simpanannya, yang akhirnya memperkecil selisih antara bunga pinjaman dan simpanan. Dengan kondisi likuiditas yang ketat, perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya, sehingga ekspansi perbankan menjadi terbatas. PRAKIRAAN INFLASI Prospek inflasi 2008 diprakirakan berada pada kisaran 11,5-12,5% (y-o-y). Dari komponennya, inflasi pada 2008 terutama dipengaruhi oleh inflasi inti dan administered. Tingginya inflasi inti dan administered pada 2008 terutama disebabkan oleh tingginya harga makanan dan energi yang diikuti kenaikan harga BBM domestik. Pada akhir tahun 2008, tekanan inflasi diprakirakan masih tinggi, walaupun cenderung menurun. Tekanan inflasi di Triwulan IV -yang pada umumnya didorong terutama oleh inflasi bahan makanan seiring dengan berlangsungnya masa tanam pada tahun ini diprakirakan lebih rendah. Hal tersebut didukung oleh tingginya pengadaan beras oleh Bulog. Selain itu, kecenderungan penurunan harga-harga komoditas internasional yang diikuti oleh turunnya inflasi di negara-negara mitra dagang diprakirakan akan berdampak positif terhadap turunnya inflasi domestik. Selanjutnya untuk 2009, inflasi diprakirakan menurun mencapai kisaran 6,5%7,5%. Pendorong utama inflasi masih tetap berasal dari inflasi inti dan administered. Dari sisi inflasi inti, tekanan inflasi dari sisi permintaan yang cukup besar dari 2008 diprakirakan masih berlanjut di 2009, terkait proses penyiapan Pemilu. Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan masih akan tinggi, terkait konversi minyak tanah ke LPG dan kemungkinan kenaikan barang administered lainnya setelah 30 Perekonomian Indonesia ke Depan dibentuknya pemerintahan baru. Di tahun 2009, tekanan inflasi dari sisi volatile food diprakirakan minimal antara lain didorong oleh baiknya pengadaan beras oleh Bulog. Dari sisi komponen pembentuk inflasi, ekspektasi inflasi diprakirakan cenderung menurun meskipun masih cukup tinggi. Membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat terutama sejalan dengan kecenderungan inflasi yang cenderung menurun. Membaiknya ekspektasi inflasi tersebut terutama terjadi pada konsumen dan pedagang. Dari sisi interaksi permintaan dan penawaran, terdapat indikasi peningkatan permintaan walaupun dampaknya terhadap inflasi ditengarai masih relatif minimal. Namun demikian, tingginya pertumbuhan investasi sejak Q3-2007 diharapkan dapat merespon peningkatan permintaan sehingga dampaknya terhadap inflasi diprakirakan minimal. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan akan mereda. Meredanya tekanan inflasi dari sisi eksternal dipicu oleh turunnya harga minyak dan harga komoditas lainnya. Penurunan harga-harga komoditas internasional tersebut berakibat pada lebih rendahnya tekanan inflasi di negara-negara mitra dagang yang pada gilirannya diprakirakan akan mengurangi tekanan inflasi di dalam negeri melalui harga-harga barang impor. Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan masih akan tinggi. Tingginya inflasi administered terutama terkait program konversi minyak tanah ke LPG yang masih akan berlanjut sampai 2009. Di luar hal tersebut, pemerintah diprakirakan tidak akan meningkatkan harga barang-barang administered sampai dengan terbentuknya pemerintah baru pada Triwulan III-2009. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi volatile food diprakirakan minimal. Pengadaan beras Bulog yang sampai dengan bulan September 2008 telah mencapai 2,3 juta ton diprakirakan akan membawa inflasi volatile food ke tingkat yang lebih rendah dibandingkan historisnya. Sampai dengan akhir tahun 2008, pengadaan beras Bulog ditargetkan sebesar 2,8-3,0 juta ton. Pengadaan beras tersebut merupakan yang tertinggi selama sejarah pengadaan beras oleh Bulog. Selain itu, kecenderungan penurunan harga minyak dan komoditas lainnya juga akan berdampak positif terhadap terkendalinya inflasi volatile food. Di tahun 2009, tingginya produksi bahan makanan di dalam negeri diharapkan dapat berlanjut sejalan dengan program peningkatan produktivitas pertanian melalui pemberian benih hibrida, pupuk bersubsidi, dan perbaikan infrastruktur pertanian. FAKTOR RISIKO Pertumbuhan ekonomi dibayangi oleh faktor risiko eksternal. Risiko terbesar berasal dari kondisi perekonomian AS jika berbagai kebijakan yang ditempuh oleh otoritas fiskal dan moneter tidak efektif untuk memperbaiki krisis finansial di negara tersebut. Penurunan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih dalam akan merembet ke penurunan pertumbuhan ekonomi negara kawasan Euro dan selanjutnya ke 31 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2008 pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Jika pertumbuhan ekonomi dunia menjadi lebih rendah, dampaknya akan menurunkan pertumbuhan volume perdagangan dunia. Sebagai konsekuensinya, pertumbuhan ekspor barang dan jasa dapat terpukul. Dari sisi inflasi, faktor risiko berasal dari komponen administered seperti harga BBM BBM, dimana dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pemerintah provinsi diberi kewenangan menetapkan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) antara 0-10%. RUU tersebut juga mengatur mengenai pajak rokok dan pajak parkir yang juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan inflasi. Masih besarnya subsidi BBM, Tarif Dasar Listrik, dan LPG juga berpotensi meningkatkan harga jual untuk komoditas-komoditas tersebut sehingga akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan tekanan inflasi ke depan. 32 Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2008 Perekonomian Indonesia pada triwulan III-2008 diprakirakan tetap mencatat pertumbuhan yang tinggi sebesar 6,3% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2008, sampai dengan selesainya kegiatan Pemilu tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan masih tetap baik. Hal tersebut terutama ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran Pemerintah yang tinggi. Dari sisi harga, tekanan inflasi tahun 2008 terutama bersumber dari dampak kenaikan harga BBM dan peningkatan harga komoditas internasional. Namun demikian, Bank Indonesia juga melihat adanya peningkatan tekanan pada sisi permintaan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kredit dan uang beredar yang tinggi sampai dengan triwulan III-2008. Di samping itu, Bank Indonesia juga mencermati perkembangan yang terjadi di pasar keuangan dunia, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat dan dampaknya pada kinerja perekonomian domestik. Fokus Bank Indonesia adalah mengurangi tekanan inflasi dalam perekonomian ke depan yang diperkirakan berasal dari masih tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, permintaan domestik, serta mempertimbangkan dampak imported inflation yang terkait degan potensi dari pelemahan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan Oktober 2008 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 9,50%. Dalam upaya pengendalian inflasi, Bank Indonesia akan melakukan pengoptimalan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia. Selain itu, Kebijakan stabilisasi rupiah diarahkan pada upaya mengurangi gejolak nilai tukar yang terlalu tajam. Tekanan terhadap rupiah yang terjadi saat ini dipandang masih sejalan dengan perkembangan yang terjadi pada mata uang regional. Dengan kebijakan yang ditempuh, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada 2008 akan berada pada kisaran 11,5-12,5% dan pada 2009 akan berada pada kisaran 6,5%7,5%. Menghadapi terjadinya krisis keuangan di AS, secara umum momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga. Selain itu, ketahanan serta kestabilan sistem keuangan Indonesia diprakirakan masih dapat bertahan dengan baik. Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah untuk mencermati perkembangan yang terjadi dan mengambil langkah yang diperlukan. 33