BAB III - Pemerintah Provinsi Jawa Barat

advertisement
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
BAB III
TINJAUAN EKONOMI REGIONAL
MENURUT PENGGUNAAN
P
embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi
selalu dijadikan salah satu target rencana strategi pembangunan
suatu wilayah. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi
suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatan kesejahteraan mayarakat.
Proses pembangunan ekonomi jangka panjang biasanya akan membawa
dampak perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Dari sisi produksi perubahan
struktur ekonomi umumnya terjadi dari wilayah berbasis sektor pertanian menjadi
wilayah berbasis sektor industri, yang tergambar dari tingginya peran industri
manufaktur, sedangkan dari sisi permintaan perubahan struktur ekonomi terjadi
terutama didorong oleh peningkatan pendapatan yang terefleksi dalam
perubahan konsumsinya.
Dari sisi permintaan, ada tiga komponen utama yang membentuk PDRB
penggunaan Provinsi Jawa Barat, yaitu Pengeluaran Konsumsi ( pengeluaran
28
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
konsumsi
Grafik 1.
Tiga kom ponen Utam a
PDRB Menurut Penggunaan
Provinsi Jaw a Barat Tahun 2004 - 2006
Rumah
Tangga,
pengeluaran Konsumsi lembaga
non
profit
dan
pengeluaran
Konsumsi pemerintah), Investasi
(PMTB + Inventori) dan Ekspor
Netto (selisih antara ekspor dan
impor).
350.000,00
Dinamika tiga komponen
utama
300.000,00
PDRB
Provinsi
penggunaan
Jawa
Barat
pada
250.000,00
Milyar Rupiah
periode 2004 – 2006 menunjukan
pergerakan
200.000,00
yang
meningkat
(Grafik 1.).
150.000,00
Komponen
konsumsi
meningkat dari 227,17 milyar
100.000,00
rupiah pada tahun 2004 menjadi
50.000,00
0,00
340,91 milyar rupiah pada tahun
2006 yang diukur atas dasar
2004
2005
2006
1. Konsumsi adh berlaku
227.171,65
287.222,83
340.916,61
2. Investasi adh berlaku
59.563,31
76.669,14
90.844,54
3. Ekspor netto adh berlaku
25.478,73
26.000,03
40.551,23
harga berlaku.
Investasi
Inventori)
atas
berlaku
juga
(PMTB
dasar
+
harga
mengalami
peningkatan dari 59,563 milyar
29
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
rupiah pada tahun 2004 menjadi 90,844 milyar rupiah pada tahun 2006.
Peningkatan masih mengandung unsur Statistical Discrepancy yang terdapat
pada sektor dan komponen lainnya. Sedangkan komponen ekspor netto
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 25,478 milyar rupiah
pada tahun 2004 menjadi 40,551 milyar rupiah pada tahun 2006 yang diukur
atas dasar harga berlaku.
Dengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana
nilai PDRB merupakan nilai seluruh pengeluaran akhir dikurangi nilai total
impor, maka dapat diterjemahkan bahwa semua barang dan jasa yang dibeli
suatu wilayah berasal dari produk wilayah itu sendiri (PDRB) dan dari produk luar
wilayah (impor). Oleh karena itu persentase impor terhadap total pembelian
barang dan jasa dapat dijadikan indikator ketergantungan akan barang dan jasa
suatu wilayah.
Persentase impor Provinsi Jawa Barat terhadap pengeluaran akhir
menunjukan penurunan yang cukup berarti, yaitu dari 34,33 persen (tahun 2004),
31,95 persen (tahun 2005) dan pada tahun 2006 menjadi 27,93 persen, ini
menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat mulai mengurangi penggunaan
barang impor
pada seluruh pengeluaran akhirnya, dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa total seluruh pembelian barang dan jasa di Provinsi Jawa Barat
selama periode tahun 2004 – 2006 memiliki proporsi barang/jasa impor yang
makin menurun. (Tabel 1).
30
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
Tabel 1. Persentase Impor terhadap Total Nilai Pengeluaran
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006
Tahun
Uraian
(1)
2004
2005
2006
(2)
(3)
(4)
1. PDRB adh Berlaku
(milyar rupiah)
304,458.45
389,268.65
473,556.76
2. Impor (milyar rupiah)
159,165.31
182,750.71
183,546.03
463,623.76
572,019.36
657,102.79
34.33
31.95
27.93
3. Total Nilai Pengeluaran
(Milyar rupiah)
Persentase Impor terhadap total
pengeluaran (persen)
Dilihat dari distribusi atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 tiap
komponen menunjukan bahwa komponen konsumsi yang meliputi konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga non profit
merupakan pengguna terbesar dari PDRB Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar
72,18 persen, diikuti oleh komponen Investasi sebesar 19,23 persen dan ekspor
netto sebesar 8,59 persen. (Grafik 2.)
Grafik 2.
Distribusi PDRB Menurut Kom ponen Penggunaan
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006
4 . Ek sp or ne t t o
2 . I nv e st a si
8.59%
19 . 2 3 %
1. K onsu m si
7 2 . 18 %
31
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
Provinsi Jawa Barat yang memiliki penduduk sampai dengan 40 juta,
merupakan pangsa pasar yang sangat baik yang dapat memacu perkembangan
ekonomi dengan syarat pendapatan dan daya beli masyarakatnya juga terus
meningkat, sehingga permintaan terhadap konsumsi juga akan meningkat.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2006 mencapai
6,01 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi selama periode 2004–2006.
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tampaknya dipacu oleh pergerakan
selisih ekspor dan impor (ekspor netto), yaitu sebesar 39,83 persen. Perubahan
ekspor netto atas dasar harga konstan tahun 2000 bergerak dari 14.257,92
milyar rupiah pada tahun 2004, 16.741,96 milyar rupiah pada tahun 2005
menjadi 23.410,10 milyar rupiah pada tahun 2006, dengan nilai tersebut ekspor
netto yang pada tahun 2004 sempat terdepresiasi sebesar – 29,12 persen pada
tahun 2005 meningkat sebesar 17,42 persen dan pada tahun 2006 lajunya
meningkat lagi sebesar 39,83 persen. Hal ini berarti pemasukan dari ekspor jauh
lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk impor, akan tetapi ini belum
menunjukan kinerja komponen ekspor sebenarnya (Grafik 3.).
Pergerakan yang berlawanan diperlihatkan oleh pergerakan Investasi
yang pada tahun 2006 menunjukan laju yang melemah yaitu dari diatas 9 persen
pada tahun 2004 dan 2005 menjadi hanya sekitar 2,74 persen pada tahun 2006,
dengan pergerakan atas dasar harga konstan tahun 2000 dari 44.443 milyar
rupiah pada tahun 2004 menjadi 51.963 milyar rupiah pada tahun 2006.
Penurunan ini tampaknya berkaitan turunnya realisasi penanaman modal
nasional, karena menurut laporan BKPM dari nilai realisasi investasi nasional
32
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
pada tahun 2006 ternyata investasi di Provinsi Jawa Barat merupakan investasi
terbesar
dibandingkan
dengan
provinsi
lainnya.
Kenyataan
ini
hanya
menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat memiliki daya tarik yang kuat bagi
para investor.
Grafik 3.
Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Komponen PDRB
Penggunaan Provinsi Jawa Barat Tahun 2004- 2006
40
30
20
Persen
10
0
-10
-20
-30
3.1.
2004
2005
2006
LPE Jawa Barat
4,77
5,62
6,01
Konsumsi
3,58
6,41
7,87
Net Ekpor
-29,12
17,42
39,83
Investasi
9,76
13,81
2,74
Pengeluaran Konsumsi RumahTangga
K
onsumsi
Rumah
Tangga
sering
kali
dijadikan
barometer
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Peningkatan konsumsi dan
perubahan proporsi pola konsumsi dari makanan menuju non
makanan dijadikan indikator peningkatan pendapatan, kemampuan daya beli
33
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
yang pada akhirnya dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara teoritis peningkatan konsumsi rumah tangga dipacu oleh
pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh karena
itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menjadi mutlak bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Peningkatan permintaan atau konsumsi merupakan pangsa pasar yang
dapat menggerakan roda perekonomian berjalan lebih cepat dan akan
menggerakan sektor-sektor usaha untuk memenuhi permintaan tersebut.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama PDRB
penggunaan. Berdasarkan PDRB dari sisi permintaan atau PDRB penggunaan
atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006 terlihat
peningkatan dari 200,793 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi 303,297 milyar
rupiah pada tahun 2006. Kontribusi komponen ini terhadap perekonomian Jawa
Barat pada tahun 2006 sebesar 64,05 persen, lebih rendah bila dibandingkan
kontribusi tahun sebelumnya yang mencapai 66,28 persen. Fluktuasi konsumsi
rumah tangga ini terpengaruh oleh tingkat harga (inflasi) dan pendapatan rumah
tangga.
Dengan jumlah penduduk sekitar 40 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi
yang mencapai 6,01 persen pada tahun 2006, maka provinsi Jawa Barat menjadi
wilayah pangsa pasar yang menarik. Apakah peningkatan jumlah konsumsi
rumah
tangga
dan
peningkatan
jumlah
penduduk
Jawa
Barat
dapat
menggerakan roda perekonomian di Jawa Barat, itu sangat tergantung dari
barang yang dikonsumsi penduduk apakah berasal dari produk lokal ataukah
34
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
dari produk impor, hal ini memerlukan kajian dan penelitian khusus yang lebih
mendalam.
Bila dilihat dari pembentuknya komponen konsumsi rumah tangga dapat
dikelompokan menjadi dua, konsumsi makanan dan konsumsi non makanan.
Konsumsi Rumah Tangga merupakan total penjumlahan dari seluruh konsumsi
masyarakat di suatu wilayah, jika dibagi dengan jumlah penduduk akan
merupakan konsumsi rata – rata perkapita. Konsumsi Rumah Tangga tahun
2006 terjadi peningkatan sebesar 4.56 persen. Jika ada pertambahan penduduk
yang miskin bisa dipastikan bahwa penduduk yang lebih kaya juga meningkat.
Walaupun
konsumsi
makanan
masih menunjukan peran yang dominan,
akan tetapi terjadi pergerakan penurunan
kontribusi konsumsi makanan dari tahun
2004 – 2006 terhadap total konsumsi
rumah tangga, yaitu dari 55.00 persen
Grafik 4.
Distribusi Konsum si Makanan dan
Non Makanan terhadap Konsum si
Rum ah Tangga Provinsi Jaw a Barat
Tahun 2004 - 2006
100%
90%
80%
70%
60%
pada tahun 2004 menjadi 54.85 persen
pada tahun 2006, sedangkan konsumsi
50%
40%
30%
non makanan perannya menguat dari
45.00 persen pada tahun 2004 menjadi
45.15 persen pada tahun 2006. Secara
20%
10%
0%
2004
Makanan
teori
pergerakan
ini
2005
2006
Non Makanan
menunjukan
perubahan pola konsumsi yang menggambarkan peningkatan kesejahteraan,
yaitu dari pemenuhan kebutuhan untuk makanan menunju pemenuhan
35
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
kebutuhan di luar makanan (grafikl 4.). Dengan laju sebesar 4.56 persen
konsumsi rumah tangga mempunyai andil 2.98 persen terhadap Laju
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat yang mencapai 6.01 persen. Konsumsi
Rumah tangga memberikan andil terbesar terhadap LPE.
Arah pola konsumsi tersebut dalam menggambarkan kesejahteraan perlu
kajian yang lebih mendalam, mengingat saat ini banyak sekali kemudahan
masyarakat untuk mengakses dunia perbankan untuk keperluan konsumsi non
makanan, secara kasat mata konsumsi rumah tangga melaui jalur pinjaman
makin menguat.
Kemudahan rumah tangga untuk mendapatkan barang-barang konsumsi,
seperti kendaraan bermotor, barang-barang elektronik atau barang keperluan
rumah tangga lainnya melalui kredit perbankan, lembaga keuangan lainnya atau
bahkan melalui pinjaman perorangan atau arisan tampaknya menjadi trend saat
ini.
Secara ekonomi kegiatan semacam ini akan meningkatkan gerak roda
perekonomian, dengan berbagai kemudahan tersebut masyarakat dipacu untuk
meningkatkan konsumsi rumah tangganya, akan tetapi dilihat dari segi
pemanfaatan oleh rumah tangga belum tentu barang-barang yang dibeli akan
menjadi alat penggerak ekonomi rumah tangga. Bila penggunaan barang yang
didapat dengan mudah ini menjadi alat peningkatan ekonomi rumah tangga
maka dampak dari hal tersebut akan menghidupkan kekuatan “grass root“
dalam
meningkatan
pendapatannya,
pembangunan ekonomi yang pesat.
36
bahkan
akan
menggerakan
roda
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
3.2.
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit
P
engertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga
nirlaba yang independen dan tidak terpengaruh oleh institusi
pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non
Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai organisasi
swasta yang pada umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan
kemiskinan, mengangkat dan menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin
atau pihak yang terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau
melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Pada umumnya lembaga ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah
dan berbagai lembaga donor internasional. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dikembangkan
oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak
perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan
komponen-komponen penyusun PDRB yang lain.
Kontribusi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1
persen dari nilai PDRB. Penurunan proporsi dari tahun 2004 – 2006 terus terjadi.
Tahun 2004 sekitar 0,71 persen, tahun 2005 dengan nilai 0,46 persen, di tahun
2006 bahkan hanya 0,44 persen (Tabel 2.). Mengingat peran lembaga ini lebih
banyak orientasi pada pelayanan masyarakat dan dibiayai pemerintah maka
dapat diasumsikan bahwa peran komponen ini masih stagnan, tampaknya
pemerintah belum mengoptimalkan peran komponen ini untuk membantu dalam
37
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
pelayanan masyarakat atau lembaga-lembaga non profit ini belum dapat
menunjukan kinerja yang baik. Dengan prediksi bahwa lembaga non profit ini
belum dapat bekerja dengan optimal maka pengaliran dana untuk pelayanan
masyarakat masih bersifat langsung dari pemerintah pada masyarakat tidak
melalui lembaga non profit, bisa terlihat bahwa program pemerintah untuk
bantuan pelayanan masih langsung dari pemerintah kepada masyarakat
penerima manfaat seperti Bantuan Langsung Tunai.
Tabel 2. Persentase Konsumsi Lembaga Non Profit Terhadap
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Barat
Tahun 2004 – 2006
Tahun
Uraian
(1)
1. PDRB adh Berlaku
(milyar rupiah)
2. Pengeluaran Konsumsi LNP
(Milyar rupiah)
Persentase Pengeluaran Konsumsi
LNP terhadap PDRB (persen)
2004
2005
2006
(2)
(3)
(4)
304,458.45
389,268.65
473,556.76
2,148.10
1,783.63
2,104.10
0.71
0.46
0.44
Nilai komponen ini pada Tahun 2006 sebesar 2,104,milyar rupiah lebih
besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya bernilai 1,783 milyar
rupiah, akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2004 yang
memiliki nilai sebesar 2,148 milyar.
Laju pertumbuhan komponen ini periode 2004 – 2006 sangat berfluktuatif.
Pada tahun 2004 komponen ini melaju sangat tinggi yaitu sebesar 30,77 persen,
akan tetapi pada tahun 2005 terdepresiasi menjadi – 24,23 persen, sedangkan
pada tahun 2006 mengalami peningkatan penguatan sebesar 4,77 persen.
38
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
Fluktuasi ini banyak terkait dengan besaran sumbangan dan bantuan baik dari
pemerintah ataupun lembaga dalam dan luar negeri.
Lonjakan pada tahun 2004 diperkirakan karena adanya kegiatan Pemilu
dimana Parpol dan LSM banyak terlibat didalamnya, sedangkan peningkatan
pada tahun 2006 dimungkinkan juga karena banyaknya kegiatan pilkada pada
tahun 2006 di Jawa Barat, disamping juga sebagai akibat peningkatan aktivitas
lembaga non profit ini dalam menyalurkan bantuan pada daerah yang terkena
bencana alam.
3.3.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
P
engeluaran
konsumsi
Pemerintah
meliputi
konsumsi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat
meliputi seluruh instansi negara, baik yang ada di pusat
maupun kantor wilayah (vertikal) nya di daerah. Sedangkan Pemerintah Daerah
meliputi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintahan
Desa beserta perangkat dinasnya di masing-masing tingkat pemerintahan
tersebut.
Pengeluaran
konsumsi
Pemerintah
tingkat
provinsi
mencakup
konsumsi Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, ditambah dengan
konsumsi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat yang merupakan bagian
dari konsumsi Pemerintah Provinsi.
Dana konsumsi pemerintah bersumber dari pajak yang diambil dari
masyarakat, yang berarti peningkatannya berkaitan dengan kemampuan
39
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
masyarakat membayar pajak.
Dalam teori ekonomi tingkat pajak akan mempengaruhi mutiplier regional.
Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan multiplier regional, akan tetapi pajak
pada akhirnya akan menjadi pengeluaran pemerintah yang tentunya akan
meningkatkan pendapatan regional.
Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah membutuhkan
anggaran yang digunakan untuk keperluan belanja rutin pegawai dan keperluan
pembiayaan pembangunan. Besar kecilnya pengeluaran konsumsi Pemerintah
dipengaruhi oleh komponen belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal
serta belanja pemerintah lainnya. Peran yang dimiliki oleh pemerintah ini
digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak
dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah ini
merupakan salah satu komponen penting dari PDRB.
Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak tahun 2004
hingga tahun 2005 merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan
pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk
meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan
perekonomian.
Selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 pengeluaran
pemerintah secara nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya
sesuai dengan peningkatan pada APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi
Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 7 sampai dengan 8 persen.
Pada tahun 2004 dengan pengeluaran sebesar 24,229 milyar rupiah memberikan
40
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
kontribusi 7,96 persen terhadap total PDRB, pada tahun 2005 dengan nilai
27,419 milyar rupiah mencapai 7,04 persen. Sedangkan pada tahun 2006
dengan nilai 35,514 milyar rupiah kontribusinya mencapai 7,50 persen (Tabel 3.).
Tabel 3. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Terhadap
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluarah Total
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006
Tahun
Uraian
2004
2005
2006
(2)
(3)
(4)
(1)
1. PDRB adh Berlaku
(milyar rupiah)
304,458.45
389,268.65
473,556.76
24,229.78
27,419.14
35,514.67
7.96
7.04
7.50
2. Konsumsi Pemerintah
(Milyar rupiah)
Persentase Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah terhadap PDRB
(persen)
Pola proporsi pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2004 –
2006
terhadap
PDRB
menunjukan
kesamaan,
tampaknya
pembiayaan
pemerintah relatif setabil proporsinya.
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2006
mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 17,25 persen.
Peningkatan ini merupakan peningkatan tertinggi selama peride tahun 2004 2006, pada tahun 2004 konsumsi pemerintah memiliki laju sebesar 7,03 persen
dan pada tahun 2005 sebesar 5,28 persen. Peningkatan pengeluaran konsumsi
pemerintah tampaknya diarahkan pada hal-hal yang bersifat pelayanan secara
langsung pada masyarakat baik untuk pelayanan pendidikan ataupun kesehatan
khususnya pada kelompok miskin, guna meningkatkan daya beli masyarakat
yang memang secara periodik “ gencar“ dilakukan pemerintah sejak pemerintah
41
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
mencanangkan pengurangan subsidi BBM, khusus di Jawa Barat peningkatan
lebih banyak diarahkan pada program akselerasi pencapaian IPM 80 tahun 2010
dengan berbagai kegiatan ekonomi rakyat, berupa peningkatan bantuan modal
bergulir.
3.4.
.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
P
ara pakar ekonomi sependapat bahwa untuk mendorong roda
perekonomian salah satu mesin penggeraknya adalah investasi.
Dalam konteks PDRB Penggunaan, investasi dikenal sebagai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditambah dengan inventory. PMTB
menggambarkan adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal
pada tahun tertentu. PMTB disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih
terkandung unsur penyusutan, atau nilai barang modal sebelum diperhitungkan
nilai penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan barang modal untuk
digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets).
Sumber dana investasi dapat berasal dari tabungan domestik atau
pinjaman luar negeri yang meningkatkan tingkat tabungan suatu daerah.
Perkembangan lembaga keuangan juga mempengaruhi tingkat tabungan karena
berhubungan dengan kemungkinan investor asing untuk melakukan investasi.
Bagi wilayah yang memiliki tingkat tabungan domestik tidak memadai
untuk menjalankan negara sekaligus berinvestasi, maka alternatif yang dilakukan
umumnya adalah melalui pinjaman luar negeri atau mengundang investor untuk
42
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
berinvestasi.
Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital
Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif
akibat adanya investasi. Dengan ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan
modal yang secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu
daerah pada tahun tertentu.
Jawa Barat yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia memadai, ditambah dengan kemudahan akses dan ketersediaan
berbagai prasarana tentu menjadi daya tarik tersediri bagi para investor,
Berdasarkan laporan BKPM pada tahun 2006 disebutkan bahwa Jawa Barat
merupakan provinsi tertinggi dalam realisasi investasi dibandingkan Provinsi lain.
Untuk melihat perkembangan investasi, khususnya pembentukan barang modal
tetap bruto dapat dilihat dari PDRB penggunaan. Dilihat dari Institusi pelaku
PMTB terbagi empat yaitu : Swasta, rumah tangga, BUMN dan BUMD dan
Pemerintah.
Dengan
demikian
selain
para
investor
swata,
pemerintah
diharapkan dapat memperbesar porsi pengeluarannya untuk barang modal.
Belanja pemerintah dalam bentuk barang modal ( terutama Infrastruktur) menjadi
stimulus yang mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan
ekonomi.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga harga konstan 2000 provinsi Jawa Barat pada tahun 2006
masih mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, untuk PMTB atas
dasar harga berlaku bergerak dari 63,646,174 juta rupiah menjadi 75,641,574,
43
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
sedangkan untuk harga konstan bergerak dari 42,337,806 juta rupiah menjadi
44,229,376 juta rupiah.
Tabel 4. Persentase PMTB terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006
Tahun
Uraian
(1)
2004
2005
2006
(2)
(3)
(4)
1. PDRB adh Berlaku
(milyar rupiah)
304,458.45
389,268.65
473,556.76
2. Total Pengeluaran (PDRB +
Impor) (milyar rupiah)
463,623.76
572,019.36
657,102.79
49,749.37
63,646.17
75,641.57
16.34
16.35
15.97
10.73
11.13
11.51
4. PMTB
(Milyar rupiah)
Persentase PMTB terhadap total
PDRB (persen)
Persentase PMTB terhadap total
Pengeluaran akhir(persen)
Dilihat dari proporsinya terhadap penggunaan PDRB pada tahun 2006
sebesar 15,97 persen lebih rendah dibandingkan proporsi pada tahun 2004 dan
2005 yang berada di atas 16 persen. Kondisi perekonomian tahun 2004 diyakini
banyak para ahli merupakan tahun yang sangat baik, secara internasional,
nasional dan juga imbasnya pada Jawa Barat, hal ini juga berimbas pada besar
investasi yang ditanamkan. Bila kita lihat proporsi penggunaan PMTB terhadap
seluruh pengeluaran (PDRB + impor), maka terlihat bahwa dari tahun 2004 –
2006 proporsi PMTB terlihat pola yang terbalik, yaitu proporsi untuk PMTB dari
tahun 2004 – 2006 menunjukan peningkatan, dari 10,73 pada tahun 2004
menjadi 11,13 pada tahun 2005 dan menguat menjadi 11,51 pada tahun 2006.
Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa barang modal yang bergerak dari impor
44
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
makin tinggi di Jawa Barat walaupun diperlukan penelitian yang lebih lanjut
(Tabel.4).
Laju pertumbuhan PMTB atas dasar harga konstan pada tahun 2006
sebesar 4.47 persen atau melemah dibandingkan tahun sebelumnya yang
melaju 11,97 persen. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada
tahun pada tahun 2006 meningkat sebesar 6,01 persen lebih tinggi
dibandingakan dengan tahun 2004 dan 2005 (grafik 5.), seolah-olah PMTB tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, perlu dipahami bahwa terkadang PMTB
yang terbentuk belum tentu langsung meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
karena ada kalanya PMTB yang dibentuk bersifat investasi jangka panjang yang
baru terlihat hasilnya pada tahun-tahun berikutnya, seperti investasi dalam
bentuk sarana dan prasarana,
juga investasi pada sektor-sektor yang
membutuhkan waktu dari satu tahun untuk dapat memulai berproduksinya.
Menurut berbagai pendapat asosiasi pengusaha investasi yang terjadi pada
tahun 2006, sangat sedikit yang menyalur pada sektor industri, tampaknya para
investor masih dalam posisi menunggu keluarnya rancangan undang-undang
penanaman modal yang tengah digodok pemerintah bersama DPR.
45
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
5.
62
6.
01
11
.9
7
4.
10
.3
3
15
77
Grafik 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PMTB Provinsi
Jawa Barat Tahun 2004 - 2006
4.
47
10
5
0
2004
2005
Laju PMTB atas dasar Harga konstan 2000
2006
LPE
Mengingat pentingnya PMTB dalam menggerakan perekonomian, juga
dapat memberi dampak peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja,
maka kinerja PMT B ini harus dapat dipertahankan terus dan berkesinambungan.
Secara teori ekonomi terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan rujukan dalam
meningkatkan kinerja PMTB atau investasi secara umum. Beberapa pendapat
tersebut adalah :
1. Mengusahakan sarana dan prasarana perhubungan yang baik dan lancar,
serta perbaikan arus komunikasi dan penyebar luasan informasi potensi
wilayah.
2. Mengusahakan masuknya dana investasi dari pemerintah pusat atau luar
negeri sebanyak-banyaknya, termasuk investasi swata dalam dan luar
negeri, dengan cara menawarkan program-program yang bisa dibiayai
atau menarik untuk dibiayai.
3. Memantau kebutuhan wilayah lain atau luar negeri untuk melihat potensi
wilayah yang dapat dikembangkan untuk memberikan penawaran.
46
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
Pentingnya menarik investor untuk menanamkan modal baik berupa
investasi untuk kegiatan baru atau perluasan dari usaha yang telah ada karena
dapat berdampak pada penambahan lapangan kerja, peningkatan pendapatan
dan menggerkan roda perekonomian secara umum. Hal yang perlu mendapat
perhatian tentunya adalah investasi diarahkan pada basis ekonomi yang banyak
menggunakan komponen lokal dengan daya saing yang tinggi serta dapat
bersinergi dengan usaha yang telah terbentuk.
Kendala yang menghambat masuknya para investor baik berupa stabilitas
sosial, peraturan-peraturan dan jaminan penanaman modal harus mendapat
perhatian dan kemudahan tanpa mengorbankan kualitas sumber daya alam dan
usaha tingkat bawah yang telah ada dan berkembang.
3.5.
Ekspor dan Impor
S
eperti dijelaskan sebelumnya, bahwa ekspor netto Provinsi Jawa
Barat pada Tahun 2005 dan 2006 menunjukan lonjakan yang sangat
tinggi, Komoditas non migas seperti barang-barang dari karet, besi
dan baja serta kendaraan bermotor untuk jalan raya diperkirakan sebagai
pendorong utama peningkatan ekspor netto Jawa Barat pada tahun 2006.
Bila kita kaji lebih dalam dari unsur pembentuk ekspor netto, sebenarnya
kinerja ekspor Jawa Barat mengalami penurunan sebesar -5,01 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi penurunan yang lebih besar terjadi
pada unsur impor yaitu sebesar -10,76 persen sehingga ekspor netto melonjak
47
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
tinggi, sehingga seolah-olah memperlihatkan kinerja ekspor Provinsi Jawa Barat
tahun 2006 meningkat pesat (Grafik 6.).
Grafik 6.
Pertumbuhan Konsumsi, Ekspor dan Impor
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006
20
10
ekspor
0
-10
impor
2004
2005
2006
Konsumsi
-20
Nilai impor ke provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2005,
Apakah penurunan impor ini
berarti konsumsi rumah tangga, lembaga nirlaba dan pemerintah untuk
memenuhi kebutuhannya menggunakan produk lokal ? Mungkin saja, karena
bila dibandingkan dengan laju konsumsi ternyata konsumsi mengalami
peningkatan jadi bisa diasumsikan konsumsi barang lokal makin meningkat
sedangkan konsumsi barang impor menurun, bila kita kaitkan dengan penjelasan
sebelumnya yaitu meihat keterkaitan atara seluruh pengeluaran ternyata sejalan
dengan prediksi tersebut. Meskipun berbeda dengan pemakaian barang modal
terhadap barang impor yang diindikasikan ada penguatan.
48
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
Grafik 7
Distribuisi Komponen Ekspor dan Impor
Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 dan 2006
ekspor
antar
daerah
27%
ekspor
Jasa
6%
ekspor
Jasa
5%
Tahun 2005
ekspor
antar
daerah
30%
ekspor
antar
negara
65%
ekspor
antar
negara
67%
impor
Jasa
14%
Tahun 2006
Tahun 2005
im por
Jasa
15%
impor
antar
negara
48%
impor
antar
daerah
38%
Tahun 2006
im por
antar
negara
43%
im por
antar
daerah
42%
Bila kita lihat kontribusi ekspor dan impor menurut asal dan tujuan
wilayahnya pada tahun 2005 dan 2006, tampaknya mulai terjadi pergeseran
struktur dimana tujuan ekspor dari provinsi Jawa Barat ke wilayah lain di
Indonesia mengalami penguatan sedangkan ekspor ke luar negara mengalami
penurunan, secara nasional mungkin hal ini cukup baik karena kebutuhan
daerah lain dipenuhi dari hasil Jawa Barat, (Grafik.7)
Dilihat dari sisi impor pola yang sama terjadi, Nilai impor Jawa Barat dari
wilayah lain di Indonesia menguat sedangkan impor dari luar negara menurun,
apakah hal ini menunjukan tanda-tanda pengurangan ketergantungan Jawa
Barat terhadap produk impor luar negeri ? Barang – barang impor yang
49
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok lewat importir di Jakarta kemudian disebar
ke seluruh Indonesia termasuk Jawa Barat dianggap sebagai impor antar
daerah.
Bila diasumsikan bahwa semua produk ekspor merupakan hasil produk
regional Jawa Barat, maka dari distribusi ekpor ke luar negeri dibandingkan total
PDRB dapat memberikan gambaran tentang orientasi ekspor produk provinsi
Jawa Barat.
Tabel 5. Persentase ekpor terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 – 2006
Tahun
Uraian
(1)
2004
2005
2006
(2)
(3)
(4)
1. PDRB adh Berlaku
(milyar rupiah)
304,458.45
389,268.65
473,556.76
2. Ekpor antar negara
(milyar rupiah)
118,740.17
140,259.44
145,878.46
54,409.42
56,069.97
66,181.34
39.00
36.03
30.80
17.87
14.40
13.98
4. Ekspor antar Wilayah
(Milyar rupiah)
Persentase ekspor antar negara
terhadap total PDRB (persen)
Persentase ekspor antar daerah
terhadap total PDRB (persen)
Dari tabel 5. terlihat bahwa Nilai tambah yang terjadi di Jawa Barat dari
hasil produksi regionalnya dari tahun 2004 – 2006, menunjukan penurunan
proporsi baik pada unsur ekspor antar negara maupun ekspor antar daerah, hal
ini menggambarkan bahwa konsumsi lokal Jawa Barat makin kuat menggunakan
produk hasil lokal Jawa Barat.
Penurunan proporsi penggunaan untuk ekspor antar negara dari tahun
2004 – 2006 bergerak dari 39,00 persen pada tahun 2004 menjadi 30,80 persen
50
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
pada tahun 2006 , sedangkan penggunaan untuk ekspor antar daerah bergerak
dari 17,87 persen pada tahun 2004 menjadi 13,98 persen.
Guna dapat meningkatkan pola ekspor yang dapat meningkatkan
pendapatan daerah secara berkesinambungan maka perlu kiranya pemerintah
membuat kebijakan umum dan rencana strategis kedepan. Berdasarkan
beberapa teori ekonomi ada beberapa kebijakan umum yang dapat dilakukan
guna dapat mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan,
khususnya untuk pemenuhan kebutuhan wilayah secara Regional dan Nasional
dapat dikemukan beberapa pola kebijakan sebagai berikut :
1. Mendorong usaha dan mengarahkan pada sektor basis orientasi ekspor,
khususnya meningkatkan mutu agar dapat bersaing dengan produk luar
negeri, dengan memanfaatkan UKM yang diarahkan untuk berorientasi
ekspor.
2. Mendorong
masyarakat
untuk
mengkonsumsi
produk
lokal
dan
mendorong industri untuk lebih banyak memakai komponen atau bahan
baku lokal, serta mendorong pembangunan industri berorientasi ekspor
dan industri substitusi impor.
3. Menentukan sektor dan komoditi basis yang diperkirakan bisa tumbuh
cepat dan orientasi ekspor secara berksinambungan dan besar-besaran,
serta dapat bersinergi dengan sektor lain dan mendorong sektor lain juga
turut tumbuh.
51
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
3.6.
B
1.
Kesimpulan
eberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian di atas selama
periode tahun 2004 – 2006 adalah sebagai berikut:
PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2004 – 2006 menurut
Penggunaan menunjukan peningkatan.
2.
Laju pertumbuhan Ekonomi pada tahun 2006 sebesar 6,01
persen merupakan laju pertumbuhan yang tertinggi selama
pasca krisis di Indonesia.
3.
Konsumsi Rumah Tangga dari tahun ke tahun menunjukan
peningkatan, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk
dan peningkatan pendapatan masyarakat.
4.
Lebih dari 70 persen Nilai PDRB provinsi Jawa Barat Tahun
2006 digunakan untuk konsumsi, baik untuk konsumsi rumah
tangga, konsumsi lembaga non profit maupun pengeluaran
konsumsi pemerintah.
5.
Pertumbuhan Ekspor netto yang tinggi pada tahun 2006
ternyata tidak didukung pertumbuhan ekspor akan tetapi karena
penurunan impor yang lebih tinggi dari penurunan ekspor.
6.
Proporsi unsur impor dalam total pengeluaran selama periode
2004 – 2006 menunjukan penurunan, artinya pembelian barang
dan Jasa di Provinsi Jawa Barat mulai mengarah pada
52
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2004-2006
pembelian hasil produk regionalnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa di Jawa Barat mengalami laju
pertumbuhan ekonomi yang selalu positif pada periode tahun 2004-2006. Hal ini
menunjukkan adanya kinerja ekonomi yang positif, hal tersebut diharapkan
bukan hanya sekedar data saja melainkan dengan indikator-indikator lainnya
yang ada pada komponen-komponen dalam PDRB dapat menjadi early warning
bagi pemerintah daerah setempat sehingga dapat merencanakan kebijakan
pembangunan ekonomi selanjutnya.
53
Download