Dampak keterbukaan perdagangan terhadap

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor
Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi
tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi
modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi
yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat
pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full
utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output
ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih
banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit,
dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang
memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan
tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi.
Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan
modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen.
Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return
to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta
adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal
produktivity) dari tiap-tiap inputnya.
Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut:
Qt = Tt Kta Ltb ...........................................................................................(2.1)
keterangan: Q adalah tingkat produksi; T adalah tingkat teknologi; K adalah
jumlah stok barang modal; L adalah jumlah tenaga kerja; a adalah pertambahan
output yang diciptakan oleh penambahan satu unit modal; b adalah pertambahan
output yang diciptakan oleh penambahan satu unit tenaga kerja; serta t
menunjukkan tahun tertentu. Asumsi CRTS menyatakan bahwa a + b =1, artinya
nilai a dan b merupakan batas produksi dari masing-masing produksi tersebut
(Arsyad, 2010).
2.2 Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori
oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model
pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen
(berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan
jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik
(physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain
itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increaing
return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran
eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad,
2010).
Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori
pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium
dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori
ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita
antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik,
kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses
pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik
pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.
2.2.1 Model Romer
Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock)
merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian.
Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin
meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus
ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan
dalam perekonomian.
Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara.
Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya
perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu
pengetahuan; (ii) adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme
limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang
konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh
tanpa batas.
Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:
; (0 <
< 1) dan (0 <  < 1) .....................................(2.2)
keterangan: Yi adalah output produksi perusahaan i; Ki adalah stok modal; Li
adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu. Stok
pengetahuan diasumsikan memiliki efek menyebar yang positif pada produksi di
setiap perusahaan (Capello, 2007).
2.2.2 Model Lucas
Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal,
yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi.
Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut:
Yt = AKt (utHtLt) 1- Htϕ ..........................................................................(2.3)
keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi
mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K
adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah
rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal
manusia.
Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan
meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan
(learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini:
ht = Ht  (1-ut) .........................................................................................(2.3)
keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu;
H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan  adalah
kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat
pengetahuan yang diperoleh.
Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses
produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan
(steady state), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan
pertumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil
(parameter ϕ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai
skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter )
yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007).
2.3 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan
antarnegara
atau
lebih dikenal
dengan
perdagangan
internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang
yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling
percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli
antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebabsebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi
sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),
sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.
Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan
dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.
Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat
dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776
dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore,
1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah
negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas
(memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain
dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing
melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.
Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative
advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka
kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua
belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam
memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih
kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki
kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif.
Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factorproportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan
proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam
penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema HecksherOhlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor
komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor
komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan
mahal di negara tersebut.
Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan
harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari
teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem)
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya
penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di
antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan
internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen,
demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan
produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan (Salvatore, 1997).
Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas
regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu:
efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena
diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut
ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila
kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan
sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000).
Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan
bebas (free trade agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara
anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan adanya kreasi
perdagangan, sebuah negara anggota FTA akan memperoleh barang-barang yang
diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu,
kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA.
Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk
yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang
lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara nonFTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota FTA.
Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari negaranegara non-FTA ke negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan
dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan sumbersumber pasokan yang efisien.
2.4 Faktor-Faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi
Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh
sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan
kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat
global. Berdasarkan teori pertumbuhan dan penelitian-penelitian sebelumnya
seperti Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) terdapat beberapa faktor
yang mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan di
era persaingan global, yaitu adanya penanaman modal asing (PMA), kesiapan
sektor finansial (sistem keuangan), stabilitas perekonomian dan harga,
infrastruktur publik, kualitas modal manusia, kemajuan teknologi, dan
ketenagakerjaan.
2.4.1 Penanaman Modal Asing
Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi
jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terusmenerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995)
pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam
perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari
pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan
agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja;
(ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kepastian
memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan
(iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi
sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita
masyarakat.
Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model)
merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak
diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006).
Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang
dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi
memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment
multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang
akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga
berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat
investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan
kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat
dipertahankan.
Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara
berkembang, adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan
kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap) sehingga solusi
yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar
negeri. Menutut Jhingan (2008) penanaman modal asing (PMA) berarti
perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan
pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu
perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan
yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara
penerima.
Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat
ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang;
(ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing
mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan
ditanamkan kembali untuk pengembangan, modernisasi atau pembangunan
industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan
meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang.
2.4.2 Sektor Finansial
Secara umum, sektor keuangan memiliki enam fungsi utama dalam suatu
perekonomian, yaitu: (i) menyediakan jasa pembayaran; (ii) menghubungkan
penabung dengan investor; (iii) menghasilkan dan menyebarkan informasi; (iv)
mengalokasikan pinjaman secara efisien; (v) memberikan perlindungan terhadap
risiko penentuan harga, pengumpulan dan perdagangan, serta (vi) meningkatkan
likuiditas aset (Todaro dan Smith, 2006). Sektor keuangan mencakup perbankan
dan non-perbankan yaitu terdiri dari bank umum, bank devisa, bank perkreditan
rakyat (BPR), koperasi simpan pinjam, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya.
Pembangunan sektor keuangan akan menghasilkan suatu pertumbuhan
ekonomi, di antaranya melalui pengalokasian dana ke sektor-sektor produktif
secara efisien dan pemberian kredit domestik untuk pengembangan usaha kepada
industri-industri lokal, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). Inovasi
teknologi dan inovasi di sektor keuangan, keduanya akan mendorong laju
pertumbuhan ekonomi dan merupakan syarat bagi berlangsungnya revolusi
industri. Sebagai contoh adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak hanya
memerlukan teknologi dan investasi yang besar, tapi perlu juga dukungan sektor
perbankan dan asuransi.
Perekonomian membutuhkan pasar keuangan yang canggih dalam rangka
penyediaan modal untuk kegiatan investasi sektor swasta, baik berupa pinjaman
dari sektor perbankan, modal ventura, maupun produk keuangan lainnya. Sektor
keuangan yang efisien juga memastikan bahwa inovator dengan ide-ide yang baik
memiliki dukungan permodalan untuk mengubah ide-ide menjadi produk
komersial dan jasa yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka
memenuhi semua fungsi-fungsi tersebut sektor perbankan harus dapat dipercaya
dan transparan.
2.4.3 Tingkat Inflasi
Inflasi adalah gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam
perekonomian secara terus-menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah
perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blanchard, 2004). Pengertian umum
mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu:
1.
Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu
tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat.
2.
Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari
waktu ke waktu mengalami peningkatan.
3.
Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya
harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu
atau beberapa komoditas saja.
Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi
menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand
pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push
inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang
terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat
secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara
implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan
kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut
sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial. Tipe kedua, penyebabnya
adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan
hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak
diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran.
Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga.
Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indek harga konsumen (IHK),
indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari
penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa
alternatif tersebut, biasanya digunakan indek harga konsumen karena secara
umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat
konsumen.
2.4.4 Infrastruktur
Infrastruktur merupakan sarana dan prasarana publik yang dapat digunakan
sebagai fasilitas pendukung dalam suatu kegiatan perekonomian, meliputi sarana
jalan, pelabuhan, bandar udara, kelistrikan, jaringan telepon, dan sebagainya.
Keberadaan infrastruktur sangat membantu kelancaran roda perekonomian, di
antaranya melalui penghematan pada biaya produksi, transportasi, dan
telekomunikasi sehingga output yang dihasilkan dan kemudian didistribusikan
menjadi lebih banyak dan beragam.
Perluasan
jaringan
dan
perbaikan
infrastruktur
akan
mendorong
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transportasi
yang lancar merupakan prasyarat untuk menghubungkan masyarakat ke fasilitas
pendidikan, kesehatan, pasar, industri, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya.
Pasokan listrik yang cukup dan bebas dari gangguan mendukung pencapaian
proses produksi yang lebih efisien dan ekonomis. Jaringan telekomunikasi yang
solid dan luas memungkinkan arus informasi dapat menyebar dengan cepat
sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan karena semua
informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh.
Menurut teori pertumbuhan export base dan growth-poles bahwa kapasitas
ekspor, sistem produksi yang kompetitif, serta kemampuan wilayah dalam
menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa
infrastruktur yang sudah terbangun. Kondisi infrastruktur yang baik merupakan
faktor penarik bagi hadirnya perusahaan baru ke suatu wilayah dan menjadi
sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang sudah
beroperasi di wilayah tersebut. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan
produktivitas
dari
faktor-faktor
produksi,
sedangkan
kemudahan
dalam
mengakses infrastruktur publik akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan
pengeluaran perusahaan sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada
pembangunan di tingkat lokal (Cappelo, 2007).
2.4.5 Modal Manusia
Beberapa ekonom telah mengembangkan suatu teori pembangunan yang
didasarkan pada kapasitas produksi tenaga manusia dalam proses pembangunan,
yang kemudian dikenal dengan istilah Investment in Human Capital (Hidayat,
2003). Teori ini mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan instrumen
terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi.
Pertumbuhan dan pembangunan mensyaratkan dua hal, yaitu adanya pemanfaatan
teknologi tinggi secara efisien dan tersedianya modal manusia yang dapat
memanfaatkan teknologi tersebut. Kualitas modal manusia ditandai dengan
banyaknya penguasaan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan oleh
seseorang. Oleh karenanya kualitas modal manusia dapat diketahui dari tingkat
pendidikan masyarakat seperti rata-rata lama sekolah, tingkat buta huruf,
banyaknya siswa yang terdaftar di sekolah lanjutan, dan jumlah mahasiswa
perguruan tinggi.
Beberapa studi empiris tentang fenomena pertumbuhan ekonomi di berbagai
negara terlihat bahwa tidak hanya modal fisik yang mampu menstimulasi
pertumbuhan, namun modal manusia telah terbukti menjadi motor penggerak
perekonomian sebagaimana terjadi di negara-negara maju. Pepatah lama dalam
dunia bisnis menyebutkan bahwa “assets make things possible, and peoples make
things happen”. Oleh karena itu, pengembangan modal manusia mesti dilakukan
untuk menjamin pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, di antaranya melalui jalur
pendidikan serta kursus-kursus keterampilan dan kewirausahaan.
2.4.6 Kemajuan Teknologi
Pada dasarnya setiap kemajuan teknologi memiliki kecenderungan untuk
mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses
produksi pada tingkat output berapapun. Penggunaan teknologi akan mendorong
peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Hicks dalam
Salvatore (1997), kemajuan teknologi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe
utama yaitu: (i) kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja
(labor-saving technical progress); (ii) kemajuan teknologi yang menghemat
modal (capital-saving technical progress); dan (iii) kemajuan teknologi yang
bersifat netral (neutral technical progress).
Kemajuan di bidang teknologi membutuhkan lingkungan yang kondusif
untuk kegiatan yang inovatif, didukung oleh pemerintah dan sektor swasta.
Investasi yang cukup dan berkelanjutan mutlak dibutuhkan dalam kegiatan riset
dan pengembangan (research and development, R&D). Pemberian insentif dan
perlindungan atas kekayaan intelektual kepada peneliti, inovator, dan lembagalembaga penelitian ilmiah juga perlu diprioritaskan. Selain itu, perlu adanya
koordinasi dan kolaborasi yang luas antara universitas dan industri untuk lebih
menjamin keefektifan dalam penerapannya (link and match).
Krugman (1979) membangun model perdagangan internasional yang
menguatkan
argumen
bahwa
kemajuan
teknologi
dan
inovasi
mampu
meningkatkan keunggulan perusahaan dalam persaingan di kancah internasional.
Peningkatan keunggulan tersebut merupakan akibat dari kemampuan perusahaan
dalam menciptakan produk-produk baru melalui proses inovasi dan diversifikasi
produk, selain karena peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses
produksi. Penelitian Andersson dan Ejermo (2006) menyimpulkan bahwa
perbedaan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja
berpengaruh pada penguatan keunggulan komparatif suatu negara, akan tetapi
berpengaruh pula pada keunggulan kompetitifnya. Peningkatan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kemampuannya dalam
mengadopsi teknologi-teknologi baru dan kegiatan inovasi dalam produksi barang
dan jasa.
2.4.7 Ketenagakerjaan
Pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan
modal yang didapatkan melalui tabungan dan investasi, tetapi dipengaruhi pula
oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta penggunaan teknologi
(Todaro dan Smith, 2006). Efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja
memegang peran penting untuk memastikan bahwa para pekerja telah
dialokasikan untuk penggunaan yang paling efisien dalam perekonomian, dan
diberikan insentif sesuai dengan prestasi dalam pekerjaannya. Pasar tenaga kerja
karena itu harus memiliki fleksibilitas yang menjamin pekerja dapat berpindah
dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan biaya rendah,
serta memungkinkan fluktuasi upah tanpa banyak gangguan sosial.
Keterlibatan penduduk yang luas di berbagai aktivitas ekonomi memiliki
manfaat ganda bagi perekonomian, yaitu berguna untuk menambah kapasitas
produksi sehingga menghasilkan jumlah output yang lebih banyak dan berguna
untuk mengurangi beban tanggungan ekonomi yang ada di masyarakat. Dengan
demikian, peningkatan jumlah pekerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
.
2.5 Penelitian Terdahulu
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan selalu menjadi topik yang
menarik bagi peneliti dan pengambil kebijakan. Pertumbuhan ekonomi merupakan
hasil dari kuantitas dan kualitas sumber daya alam (SDA), sumber daya modal,
sumber daya manusia (SDM), dan kemajuan teknologi yang mendorong kenaikan
produktivitas. Sementara itu, pembangunan merupakan proses suatu negara dalam
meningkatkan standar hidup bagi penduduknya. Grossman dan Helman (1992)
merupakan orang pertama yang mengembangkan model pertumbuhan endogen
dalam perekonomian terbuka. Menurut keduanya, keterbukaan suatu negara dalam
perdagangan sebaiknya memusatkan diri pada perubahan teknologi, yang
karenanya akan menyebabkan suatu pertumbuhan serta mengarahkan kepada
perbaikan standar hidup dan kualitas kehidupan bagi penduduknya. Mereka telah
membuktikan bahwa terbukanya perdagangan sebagai akibat adanya integrasi
ekonomi akan diikuti oleh terjadinya transmisi pengetahuan sehingga akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat di
dalamnya.
Frankel dan Romer (1999) selanjutnya memeriksa keterkaitan antara
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel instrumental
berupa komponen geografis suatu negara, untuk mengukur pengaruhnya pada
pendapatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perdagangan memiliki
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mana distimulasi oleh
investasi fisik dan investasi pada modal manusia. Hasil ini diperkuat oleh
penelitian Wacziarg dan Welch (2003) serta Raff (2004). Wacziarg dan Welch
(2003) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan kenaikan
investasi asing (PMA) dan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah dilakukan
kontrol pada variabel-variabel penentu pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian Raff
(2004) memperlihatkan bahwa integrasi ekonomi melalui penurunan tarif akan
mengarah kepada aliran PMA yang lebih besar dan terjadinya perbaikan
kesejahteraan.
Kendati demikian, dari penelitian Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al.
(2009) diketahui bahwa dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan perbaikan-perbaikan yang
dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain sebagai pendukungnya. Chen
dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan
dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan di negara-negara Afrika bagian selatan (The Southern African
Development Community, SADC), yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan
dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak
keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila
disertai oleh perbaikan-perbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial,
kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas
perekonomian dan harga. Perbaikan-perbaikan tersebut akan menjadikan
keterbukaan perdagangan dapat berlangsung efektif sehingga meningkatkan
efisiensi pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan
teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional.
Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang
terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam. Sebagaimana
penelitian oleh Miankhel et al. (2009) tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan
pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap
pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia
dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico dan Chile di Amerika Latin. Hasil
penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan
ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang
pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-variabel lainnya,
yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan
yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA
memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor (PMAEksporPDB) di Chile dan
PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung (PMAPDB) di Mexico.
Ekspor memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam
jangka panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan
hubungan kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan
sebaliknya keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.
2.6 Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir
sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Bermula dari isu globalisasi ekonomi yang
semakin nyata dewasa ini menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin
luas dari setiap negara di dunia, khususnya keterbukaan dalam perdagangan
internasional. Keterbukaan perdagangan memberikan keuntungan bagi semua
negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya berupa pembukaan akses pasar
yang lebih luas serta pencapaian efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi.
Kendati demikian, persaingan di tingkat global selama ini cenderung
dikuasai oleh negara-negara maju yakni didorong oleh keunggulannya dalam
penguasaan sumber daya modal, teknologi, dan informasi dibandingkan dengan
negara-negara yang sedang berkembang atau masih terbelakang. Oleh karena itu,
berbagai perjanjian bilateral dan regional semakin marak dilakukan di berbagai
belahan dunia yakni untuk meningkatkan kesiapan bagi negara anggotanya,
termasuk kerjasama regional ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3
bertujuan untuk mewujudkan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia,
selain Uni Eropa dan NAFTA.
Pengurangan berbagai hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif
maupun non-tarif, dilakukan untuk mendukung kelancaran arus barang dan jasa
antarnegara, serta meningkatkan integrasi ekonomi di tingkat kawasan. Berbagai
faktor yang mendukung kinerja perdagangan perlu terus digali dan dikembangkan
dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi di
tiap-tiap negara. Kondisi ini akan meningkatkan keunggulan komparatif dan
kompetitif dalam persaingan di tingkat global. Dengan demikian, diharapkan
dampak positif keterbukaan perdagangan bagi perekonomian di negara-negara
ASEAN+3
menjadi
lebih
maksimal,
di
antaranya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
melalui
pencapaian
Globalisasi Ekonomi
Dominasi Perdagangan oleh Negara-negara Maju
Kerjasama Regional ASEAN+3
Peningkatan Volume Perdagangan
di Negara-negara ASEAN+3
Faktor Pendukung:
-
Investasi Asing
Kesiapan Finansial
Infrastruktur
Stabilitas Inflasi
Tingkat Pendidikan
Kemajuan Teknologi
Jumlah Pekerja
Pertumbuhan Ekonomi
Implikasi Kebijakan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
2.7 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Keterbukaan perdagangan memilki dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3.
2. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan
bertambah besar ketika diikuti oleh peningkatan pada investasi asing (PMA),
kesiapan finansial, infrastruktur, tingkat pendidikan, kemajuan teknologi, dan
jumlah pekerja.
3. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
berkurang apabila disertai oleh kenaikan inflasi.
Download