Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Keagenan
Jensen dan meckling (1976:306) telah mengembangkan suatu teori yang
disebut teori agensi. Teori ini antara lain berpendapat bahwa siapapun yang
menimbulkan biaya pengawasan pasti merupakan tanggungan pemegang saham.
Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi
pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan.
Pemicu konflik tersebut antara lain adalah dalam hal pembuatan keputusan yang
berkaitan dengan pencarian dana dan bagaimana dana tersebut diinvestasikan
(Van Horne, 1998:482).
Konsep agency theory merupakan hubungan atau kontrak antara prinsipal
dengan agen. Yang dimaksud prinsipal adalah pemegang saham dan yang
dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Prinsipal
mempekerjakan agen untuk melakukan tugas dari kepentingan prinsipal, termasuk
pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen,
sebagaimana yang dikatakan oleh Jensen dan meckling (1976:309) :
“we define an agency relationship as a contract under which one or more persons
(the principal engage another person (the agent) toperform some service on their
behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.
13
14
Scott (2006:239)
menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak
kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan
kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kedua jenis kontrak
tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba, sehingga dikatakan bahwa
agency theory mempunyai implikasi terhadap akuntansi. Kontrak kerja yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrak kerja antara manajemen dengan
pemegang saham. Manajemen (agent) dan pemegang saham (principal) ingin
memaksimumkan kemakmurannya masing-masing dengan informasi yang
dimiliki. Pada satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak dibanding
prinsipal disisi lain karena manajemen yang mengelola perusahaan secara
langsung, hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (information
asymmetry).
Agar pihak manajemen bertindak sejalan dengan kepentingan pemilik
perusahaan, dapat dilakukan upaya sebagaimana yang dikemukakan oleh Jensen
dan Meckling (1976:323) bahwa pemilik dapat menjamin pihak manajemen akan
membuat keputusan yang optimal hanya jika diberikan insentif yang cukup
memadai. Insentif bisa berupa opsi saham, bonus, mobil yang besarnya sangat
tergantung pada seberapa dekat keputusan yang diambil pihak manajemen dan
pemilik. Disamping itu dapat juga dilakukan monitoring, dengan mengaudit
laporan keuangan perusahaan secara periodik, penunjukan komisaris independen
dan sebagainya. Implikasi dari berbagai upaya untuk mengurangi konflik
keagenan tersebut adalah timbulnya biaya keagenan (Sudana, 2011:11).
15
2.1.2
Biaya Agensi
Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer
dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antar pemegang saham,
kreditur dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency
relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan
memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia
mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah
penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya
keagenan atau agency cost (Hendriksen, 2011:221).
Masalah keagenan ini akan menimbulkan agency cost, yaitu biaya yang
meliputi biaya pengawasan (monitoring), biaya ikatan (bonding), biaya sisa
(residual loss). Untuk mengurangi agency cost terdapat beberapa alternatif yaitu
pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. Menurut
Jensen dan Meckling (1976:325) penambahan kepemilikan manajerial memiliki
keuntungan untuk mensejajarkan kepentingan manajer dan pemilik saham. Kedua
dengan menggunakan kebijakan hutang. Easterbrook (1984:653) menyatakan
bahwa pemegang saham akan melakukan monitoring terhadap manajemen.
Namun bila biaya monitoring tersebut tinggi maka mereka akan menggunakan
pihak ketiga yaitu debtholder. Debtholder yang sudah menanamkan dananya
diperusahaan dengan sendirinya akan melakukan pengawasan akan penggunaan
dana tersebut. Ketiga melalui peningkatan dividend payout ratio bahwa
pembayaran dividen akan menjadi alat monitoring sekaligus bonding (Crutchley
dan Hansen, 1989:38). Dengan demikian dividen dapat berfungsi untuk
16
mengontrol perilaku manajer. Adanya perbedaaan proporsi saham yang dimiliki
oleh investor luar dapat mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan.
2.2
Pengertian Pengaruh
Definisi pengaruh secara estimologi, kata pengaruh menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008:581) adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(barang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan
seseorang”
Dengan demikian pengaruh adalah sesuatu keadaan dimana dampak yang
ditimbulkan dapat berpengaruh terhadap pihak lain, sehingga secara otomatis
kegiatan yang dilakukan dapat langsung berubah tetapi keadaan yang sebenarnya
tetap sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pengaruh jika dikaitkan dengan
judul maka suatu daya yang ada atau timbul dari Profitabilitas dan Leverage yang
membentuk Kebijakan Dividen.
2.3
Rasio Keuangan
Mengadakan analisa hubungan dari beberapa pos dalam suatu laporan
keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterprestasikan kondisi
keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Dengan menggunakan laporan yang
diperbandingkan, termasuk data tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam
jumlah rupiah, presentase serta trendnya penganalisa dan menginterprestasikan
posisi keuangan suatu perusahaan.
17
2.3.1 Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen
keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi-kondisi keuangan suatu
perusahaan pada setiap periode tertentu ataupun hasil-hasil usaha dari suatu
perusahaan pada setiap periode tertentu dengan jalan membandingkan dua
variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca
maupun laporan laba rugi (Irawati, 2006:22).
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis rasio
keuangan merupakan suatu teknik dalam manajemen keuangan yaitu dengan
membandingkan dua buah variabel yang dapat
diambil dari neraca ataupun
laporan laba rugi. Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja
manajemen dalam suatu periode. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat
dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan agar kinerja manajemen
dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan.
2.3.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:70) pengelompokan rasio keuangan
menurut tujuan terbagi menjadi enam jenis yaitu :
1.
Rasio Likuditas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
2.
Rasio Leverage yaitu rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan
dibiayai oleh hutang.
18
3.
Rasio Aktivitas yaitu rasio yang dimaksud untuk mengukur tingkat
efektivitas pemanfaatan sumber daya perusahaan.
4.
Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang menunjukan ukuran tingkat
efektivitas manajemen seperti ditunjukan oleh laba yang dihasilkan
dari penjualaan, pendapatan dan investasi.
5.
Rasio
Pertumbuhan
perusahaan
dalam
yaitu
yang
menggambarkan
mempertahankan
posisi
kemampuan
ekonomi
ditengah
pertumbuhan ekonomi dan sektor usaha.
6.
Rasio Penilaian yaitu rasio yang memberikan ukuran kemampuan
manajemen dalam menciptakan nilai pasar usaha diatas biaya
investasi.
7.
Rasio Produktivitas yaitu rasio yang menunjukan tingkat produktivitas
dari unit atau kegiatan yang dimulai.
8.
Rasio Sovabilitas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau
kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi.
Dari berbagai macam rasio diatas dapat diketahui bahwa kinerja
perusahaan dapat dilihat dari berbagai macam rasio sesuai dengan kebutuhannya.
19
2.3.3 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan akan memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan aktiva,
penjualan, laba, maupun dengan modalnya sendiri (Fakhrudin, 2008:154). Rasio
ini sangat penting untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan laba, baik yang berasal dari kegiatan operasional maupun kegiatan
non operasional. Profitabilitas mengukur fokus pada laba perusahaan. Tentu saja,
perusahaan besar diharapkan menghasilkan lebih banyak laba daripada
perusahaan kecil. Sutrisno (2012:222) keuntungan merupakan hasil dari
kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur
seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin
besar tingkat keuntungan menunjukan semakin baik manajemen dalam mengelola
perusahaan. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator yakni :
1.
Profit Margin
Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. Rumus yang bisa
digunakan adalah sebagai berikut :
Gross Profit Margin =
Profit Margin =
Net Profit Margin =
20
2.
Return on Assets
Return on Assets (ROA) juga sering disebut rentabilitas ekonomis merupakan
ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba dihasilkan adalah
laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.
Return on Assets (ROA) =
3.
Return on Equity
Return on Equty ini sering disebut dengan rate on return on Net Worth yaitu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal
sendiri yang dimiliki, sehinga ROE ini ada yang menyebut sebagai
rentabilitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih
setelah dipotong pajak atau EAT. Dengan demikian rumus yang digunakan
adalah :
Return on Equty (ROE) =
4.
Return on Investment
Return on Investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi yang
dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba
bersih setelah pajak atau EAT.
Return on Investment (ROI) =
21
5.
Earning Per Share
Kadang-kadang pemilik juga menginginkan data mengenai keuntungan yang
diperoleh untuk setiap lembar sahamnya. Earning per share atau laba per
lembar saham merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran
adalah laba dibagi pemilik atau EAT.
Earning per share (EPS) =
2.3.4 Rasio Leverage
Irawati (2006:42) rasio leverage menunjukan seberapa besar kebutuhan
dana perusahaan dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Apabila perusahan
tidak menggunakan leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam
operasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri, sehingga risiko perusahaan
menjadi kecil. Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar
jumlah pinjaman yang digunakan, sehingga risiko keuangan yang dihadapi
perusahaan semakin besar.
Menurut Sutrisno (2012:217) ada lima rasio leverage yang bisa
dimanfaatkan oleh perusahaan yakni sebagai berikut :
1.
Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio total hutang dengan total aktiva yang biasa disebut rasio hutang (Debt
Ratio) mengukur presentase besarnya dana berasal dari hutang. Yang
dimaksud dengan hutang adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan
baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih
22
menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi
semakin baik. Untuk mengukur besarnya debt ratio bisa dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Debt Ratio =
2.
Debt to Equty Ratio
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) merupakan
imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding
dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaiknya besarnya hutang tidak boleh
melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Untuk
pendekataan konservatif besarnya hutang maksimal sama dengan modal
sendiri, artinya debt to equity maksimal 100%. Untuk menghitung debt to
equity bisa menggunakan rumus sebagai berikut :
Debt to Equity Ratio =
3.
Time Interest Earned Ratio
Time Interest earned ratio yang sering disebut sebagai coverage ratio
merupakan rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga.
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya
berupa bunga dengan laba yang diperolehnya atau mengukur berapa kali
besarnya laba bisa menutup beban bunganya. Rumus yang digunakan adalah
23
Time Interest earned ratio =
4.
Fixed Charge Coverage Ratio
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya
termasuk pembayaran dividen saham preferen, bunga, angsuran pinjaman dan
sewa. Karena mungkin saja perusahaan menggunakan aktiva tetap dengan
cara leasing, sehingga harus membayar angsuran tertentu. Untuk menghitung
rasio ini bisa menggunakan rumus :
Fixed Charge Coverage Ratio =
5.
Debt Service Ratio
Debt service ratio ini merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. Rumus yang digunakan
sebagai berikut :
Debt Service Ratio
=
24
2.4
Kebijakan Dividen
2.4.1 Pengertian Kebijakan Dividen
Wetson dan Copeland (2000:253) mendefinisikan kebijakan dividen
sebagai :
“Keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan (earning)
yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan bagian yang akan
diadakan di perusahaan”
Sartono (2001:281) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai :
“Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen atau ditahan dalam retained earnings
guna membiayai investasi dimasa yang akan datang”
Dari kedua definisi diatas, dapat kita lihat bahwa kebijakan dividen
dipengaruhi dua kepentingan yang saling bertolak belakang, yaitu kepentingan
pemegang saham dengan dividennya dan kepentingan perusahaan untuk
melakukan reinvestasi dengan menahan laba.
Dari sisi pemegang saham, dividen merupakan salah satu motivator untuk
menanamkan dana dipasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang
berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Selain itu juga pemegang saham
juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen
yang dibagikan. Sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat
penting, karena jika perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen
maka akan mengurangi laba yang ditahan perusahaan dan selanjutnya mengurangi
total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan
25
memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan
dana intern akan semakin besar.
2.4.2 Teori Kebijakan Dividen
Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen menurut
Brigham dan Houston (2010:198) terdapat lima teori kebijakan diantaranya adalah
1. Teori “Dividen Tidak Relevan”
Nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout
Ratio (DPR), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko
perusahaan. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang
“lemah”, seperti :
1) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan.
2) Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi.
3) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend
payout ratio (DPR).
4) Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang
kesempatan investasi dimasa yang akan datang.
5) Distribusi pendapatan diantara dividend dan laba ditahan tidak
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor.
2. Teori ”The Bird in the Hand”
Tingkat keuntungan yang diisyaratkan akan naik apabila pembagian dividen
dikurangi karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada
kenaikan nilai modal (capital gain ) yang akan dihasilkan dari laba ditahan.
26
Tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen
mereka diperusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama, oleh sebab
itu tingkat risiko pendapatan mereka dimasa yang akan datang bukannya
ditentukan oleh dividend payout ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh tingkat
resiko investasi baru.
3. Teori Perbedaan Pajak
Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap
keuntungan dividend dan capital gain, maka para investor lebih menyukai
capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.
4. Teori “Signaling Hypothesis”
Suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan
suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan
suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. Sebaliknya suatu
penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai
suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit dimasa mendatang.
Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan suatu penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap
dividen.
5. Teori “Clientele Effect”
Menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi
yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang
membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio
(DPR) yang tinggi, sebaliknya kelompok investor yang tidak begitu
27
membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian
besar laba bersihnya.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut
Setyawan
(2002:321)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kebijakan dividen adalah :
1.
Faktor Internal
Faktor
Internal
adalah
faktor
dari
dalam
perusahaan
yang
mempengaruhi kebijakan pembagian dividen, misalnya : likuditas
perusahaan, tingkat laba dan kemampuan untuk memimpin dana.
2.
Faktor Eksternal
Faktor Eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar
perusahaan misalnya : pajak, akses ke pasar modal dan peraturan yang
berlaku sesuai dengan peraturan Bapepam LK.
Gitosudarmo dan Basri (2002:227) dividend payout ratio (DPR) adalah
perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan
dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend payout
ratio akan menguntungkan pemegang investor tetapi dari pihak perusahaan akan
memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi
sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang
saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat.
28
Menurut Sudana (2011:170) selain pertimbangan pengaruh dividend
payout rasio terhadap harga saham, faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan
manajemen dalam menentukan dividend payout rasio adalah :
1.
Dana yang dibutuhkan perusahaan
Apabila dimasa yang akan datang perusahaan berencana melakukan investasi
yang membutuhkan dana besar, maka perusahaan dapat memperolehnya
melalui penyisihan laba ditahan. Semakin besar kebutuhan dana dimasa yang
akan datang, semakin besar pula bagian laba yang ditahan diperusahan atau
semakin kecil dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham.
2.
Likuditas
Dividen dapat dibayarkan dalam bentuk dividen tunai atau dividen saham.
Perusahaan hanya mampu membayar dividen tunai jika tingkat likuiditas
(cash ratio) yang dimilki perusahaan mencukupi. Semakin tinggi tingkat
likuiditas perusahaan, semakin besar dividen tunai yang mampu dibayar
perusahaan kepada pemegang saham dan sebaliknya.
3.
Kemampuan perusahaan untuk meminjam
Salah satu sumber dana perusahaan adalah berasal dari pinjaman. Perusahaan
dimungkinkan untuk membayar dividen yang besar, karena perubahan masih
memiliki peluang atau kemampuan untuk memperoleh dana dari pinjaman
guna memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan perusahaan. Hal ini
dimungkinkan karena leverage keuangan perusahaan masih rendah dan
perusahaan masih dipercaya oleh para kreditor. Dengan demikian, semakin
29
besar kemampuan perusahaan untuk meminjam semakin besar dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham.
4.
Nilai informasi dividen
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa harga pasar saham perusahaan
meningkat ketika perusahaan mengumumkan kenaikan dividen dan harga
pasar saham perusahaan turun ketika perusahaan mengumumkan penurunan
dividen. Salah satu alasan dari reaksi pasar tehadap informasi pengumuman
dividen tersebut adalah karena pemegang saham lebih menyukai pendapatan
sekarang, sehingga dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham.
Selain itu, dividen yang meningkat dianggap memberikan sinyal bahwa
kondisi keuangan perusahaan baik dan sebaliknya dividen turun memberikan
sinyal kondisi keuangan perusahaan yang memburuk. Perubahan harga saham
yang mengikuti sinyal dividen disebut information content effect.
5.
Pengendalian perusahaan
jika perusahaan membayar dividen yang besar, kemungkinan perusahaan
memperoleh dana dengan menjual saham baru untuk membiayai peluang
investasi yang dinilai menguntungkan. Dalam kondisi demikian kendali
pemegang saham lama atas perusahaan kemungkinan akan berkurang, jika
pemegang saham lama tidak berjanji untuk membeli tambahan saham baru
yang diterbitkan perusahaan. Pemegang saham mungkin lebih suka
membayar dividen yang rendah dan membiayai kebutuhan dana untuk
investasi dengan laba ditahan, sehingga tidak menurunkan kendali pemegang
saham atas perusahaan.
30
6.
Pembatasan yang diatur dalam perjanjian pinjaman dengan pihak kreditor
Ketika perusahaan memperoleh pinjaman dari pihak kreditor, perjanjian
pinjaman disertai dengan persyaratan-persyaratan tertentu. salah satu bentuk
persyaratan diantaranya adalah pembatasan pembayaran dividen yang tidak
boleh melampui jumlah tertentu yang disepakati. Tujuannya adalah
melindungi kepentingan pihak kreditor, yaitu kelancaran pelunasan pokok
pinjaman dan bunganya.
7.
Inflasi
Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin turun daya beli mata uang. Hal ini
berarti perusahaan harus mampu menyediakan dana yang lebih untuk
membiayai operasi maupun investasi perusahaan pada masa yang akan
datang. Apabila peluang untuk mendapatkan dana yang berasal dari luar
perusahaan terbatas, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut
adalah melalui sumber dana internal, yaitu laba ditahan. Dengan demikian,
jika inflasi meningkat, dividen yang dibyarkan akan berkurang dan
sebaliknya.
2.4.4 Jenis-jenis Dividen
Menurut Husnan (2004:395) dividen dapat dibedakan menjadi lima jenis
yaitu :
1.
Cash Dividend
Cash Dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai.
Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham dan
31
lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen yang
lain. Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang berbentuk
tunai atau kas.
2.
Property Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk assets
selain kas, baik berupa peralatan, real estate, atau investasi tergantung dari
keputusan dewan direksi.
3.
Scrip Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan
dengan cara menerbitkan surat wesel khusus kepada para pemegang saham
yang akan dibayarkan pada waktu yang akan ditambah dengan bunga tertentu.
4.
Liquiditing Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang didasarkan
kepada modal disetor (paid capital) bukan didasarkan kepada laba ditahan.
Jenis ini jarang digunakan, biasanya dibayar ketika perusahaan menurunkan
kegiatan operasinya secara permanen atau mengakhiri segala urusanya.
5.
Stock Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk saham
atau stock. Hal ini dimaksudkan untuk mengkapitalisasikan pendapatan
perusahaan sehingga tidak ada assets yang diberikan.
32
2.4.5 Penetapan Tanggal Dividen
Penetapan tanggal merupakan hal yang penting dan relevan dalam
hubunganya dengan dividen. Adapun rincian tanggal-tanggal yang perlu
diperhatikan dalam pembayaran dividen menurut Sugiono (2009:175) adalah
sebagai berikut :
1.
Tanggal Pengumuman (Declaration Date)
Declaration date adalah tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan
pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. Dengan ditentukannya
tanggal tersebut, perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan
pembayaran.
2.
Tanggal Pencatatan (Recording Date)
Recording date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya pemegang
saham berhak mendapatkan dividen.
3.
Ex-Dividend Date
Ex-Dividend date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dividen lepas
dari pemegang saham. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari kerja
sebelum tanggal pencatatan pemegang saham.
4.
Cum Dividend Date
Cum dividend date adalah tanggal yang menunjukan batas akhir bagi para
investor yang membeli saham akan menerima pembagian dividen.
5.
Payment Date
Payment date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perusahaan
membayar dividen.
33
2.4.6 Kebijakan Pemberian Dividen
Menurut Sutrisno (2012:268) ada beberapa bentuk pemberian dividen
secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh pemegang saham. Bentuk
kebijakan dividen tersebut adalah :
1.
Kebijakan pemberian dividen stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan
secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang
diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk
beberapa tahun dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan
peningkatanya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk
selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian
dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa
alasan yakni (1) Bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil
dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil, (2) Bisa
memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai
prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) Akan menarik investor yang
memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu
dibayarkan.
2.
Kebijakan dividen yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada
pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan
yang stabil.
34
3.
Kebijakan dividen dengan ratio yang konstan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin
besar dividen yang dibayarkan, dengan demikian pula sebaliknya bila laba
kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering
disebut Dividend Payout Ratio (DPR).
4.
Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan
jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian
ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan mencapai jumlah
tertentu.
2.4.7 Dividend Payout Ratio (DPR)
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009) No.2 :
“Dividen yang dibayarkan dapat diklasifikasikan sebagai arus kas
pendanaan karena merupakan biaya perolehan sumber daya keuangan.
Sebagai alternatif, dividen yang dibayarkan dapat diklasifikasikan sebagai
komponen arus kas dari aktivitas operasi dengan maksud membantu
pengguna”.
35
Besarnya bagian laba yang dibagikan pada pemegang saham disebut
Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) adalah presentase
dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash
dividend (Baridwan 2004:444).
Secara sistematis Dividend Payout Ratio (DPR) dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Dividend Payout Ratio (DPR) =
Rasio ini merupakan perbandingan antara dividen dan laba bersih yang
sering disebut sebagai dividend payout ratio (DPR). Karena kelebihan laba bersih
diatas dividen itu menjadi laba ditahan. Maka keputusan mengenai DPR inclustive
keputusan mengenai laba ditahan atau retention ratio decisions. Sepintas, para
pemegang saham akan merasa senang apabila dari laba bersih yang dibagikan
sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar,
berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan menggunakan
laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of capital yang paling kecil
dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian, keputusan
dividen akan mengacu pada suatu kebijakan dividen (dividend policy) yang
optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimalkan nilai
perusahaan.
36
2.5
Kerangka Pemikiran
Kebijakan dividen pada hakekatnya adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa
datang. Perusahaan harus bisa membuat sebuah kebijakan yang optimal.
Kebijakan yang diambil harus bisa memenuhi keinginan kedua belah pihak
dimana perusahaan tetap bisa memenuhi kebutuhan dana, sedangkan pihak
investasi memperoleh apa yang diinginkan, sehingga investor tidak mengalihkan
investasinya ke perusahaan lain (Sartono, 2001:281).
Menurut Martono dan Harjito (2003:253) kebijakan dividen merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan.
Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba diperoleh
perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi
dimasa yang akan datang. Rasio pembayaraan dividen (dividend payout ratio)
menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba ditahan
sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukan presentase laba perusahaan
yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas.
Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan
dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek piutang
dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara
pembayaraan laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan.
37
2.5.1 Pengaruh Profitabilitas dan Leverage terhadap Kebijakan Dividen
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh
perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan
kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi
seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang
memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih
besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan
semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham
dan Houston, 2006:156). Disamping tingkat keuntungan, para pemegang saham
dan calon pemegang saham juga berkepentingan dengan tingkat leverage sebagai
faktor lain dalam penilaian kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap
distribusi income pada masa-masa yang akan datang dan dalam hal pembagian
dividen kepada pemegang saham (Syamsuddin, 2007:135).
2.5.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen
Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan
yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio profitabilitas ini menunjukan kombinasi
efek dari likuiditas, manajemen aktiva dan utang pada hasil-hasil operasi
(Brigham dan Houston, 2006:161). Menurut Muslich (2000:224) profitabilitas
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Analisis ini diperlukan suatu ukuran perbandingan untuk menentukan peformance
perusahaan. Cara yang lazim digunakan adalah membandingkan rasio-rasio
tersebut dengan rasio yang sama dari perusahaan yang sejenis.
38
Ketika perusahaan mendeklarasikan dividen atau memutuskan untuk
membeli kembali saham, manajemen menyadari bahwa investor akan berpikir
keputusan itu menyediakan informasi
tentang profitabilitas perusahaan.
Perusahaan yang melaporkan laba yang bagus dan membayar dividen yang besar
memegang janji mereka. Investor tidak dapat membaca pikiran para manajer,
tetapi mereka belajar dari tindakan para manajer. Karena itu manajer tahu bahwa
ketika dividen naik, investor akan menjadi yakin arus kas dan laba perusahaan.
Karena kebijakan pembayaran dividen yang tinggi mahal bagi perusahaan yang
tidak mempunyai kas untuk mendukungnya, peningkatan dividen menandakan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan
kas
yang
cukup
guna
mempertahankan pembayaraan dividen (Brealey et al, 2007:44).
Menurut Irawati (2006:59) salah satu rumusan yang digunakan dalam
profitability ratio adalah Return on Assets (ROA) yaitu kemampuan suatu
perusahaan (aktiva perusahaan) dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya
untuk menghasilkan laba operasi perusahaan (EBIT) atau perbandingan laba usaha
dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba
dan dinyatakan dalam persentase. Return on Assets sering kali disebut sebagai
Rentabilitas ekonomi (RE) atau Earning power.
39
2.5.3
Pengaruh Leverage terhadap Kebijakan Dividen
Rasio leverage menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan
dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Apabila perusahaan tidak menggunakan
leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam beroperasi
sepenuhnya menggunakannya modal sendiri, sehingga risiko perusahaan kecil.
Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah pinjaman
yang digunakan, sehingga risiko keuangan yang dihadapi perusahaan semakin
besar (Irawati, 2006:42). Menurut Brealey et al
(2007:10) ketika sebuah
perusahaan meminjam uang, perusahaan berjanji melakukan sederet pembayaraan
bunga dan kemudian mengembalikan jumlah uang yang dipinjamnya. Jika laba
naik, pemegang utang terus menerus menerima pembayaran bunga tetap saja, jadi
semua keuntungan menjadi milik pemegang saham. Karena utang meningkat
pengembalian bagi pemegang saham dalam masa-masa baik dan menguranginya
pada masa-masa buruk, utang tersebut dikatakan menciptakan leverage keuangan.
Rasio leverage mengukur seberapa besar leverage keuangan yang ditanggung
perusahaan.
Menurut Brigham dan Houston (2010:107) semakin besar leverage
perusahaan maka cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah dengan
tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan secara eksternal.
Sehingga semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal
suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan.
40
Menurut Irawati (2006:44) ukuran rasio leverage
dihitung dengan
menggunakan rumus salah satunya Total Debt To Total Equity Ratio (DER)
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur pertimbangan antara kewajiban
yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti
modal sendiri yang digunakan semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya
atau kewajibannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat
dilihat dalam gambar 1.1 sebagai berikut :
Rasio Keuangan
Leverage
Profitabilitas
Debt to Equity
Return on
Ratio
Assets
(DER)
(ROA)
Dividend Payout Ratio
(DPR)
Gambar 2.1
Gambar Kerangka Pemikiran
41
2.6
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dalam penelitian ini penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari profitabilitas dan
leverage terhadap kebijakan dividen.
Hipotesis2
H2 : Terdapat pengaruh positif secara parsial dari profitabilitas terhadap kebijakan
dividen.
Hipotesis3
H3 : Terdapat pengaruh negatif secara parsial dari leverage terhadap kebijakan
dividen.
42
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
dan Tahun
Penelitian
1 Michell Suharli
(2006)
2 Rizal Ahmad
(2009)
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Studi Empiris
Mengenai Pengaruh
Profitabilitas, Leverage
dan Harga Saham
Terhadap Jumlah
Dividen.
3 variabel bebas
(Variabel X) :
Profitabilitas
(ROE) sebagai
X1, Leverage
(DER) sebagai X2
dan Harga Saham
(stock) sebagai
X3.
Penelitian
menyimpulkan bahwa
kebijakan jumlah
pembagian dividen
dividen perusahaan
dipengaruhi oleh
profitabilitas dan harga
saham perusahaan.
Profitabilitas dan
harga saham memiliki
pengaruh signifikan
dan berhubungan
searah dengan jumlah
dividen yang
dibayarkan.
Sedangkan leverage
perusahaan tidak
mempengaruhi
besarnya jumlah
dividen yang
dibayarkan.
Penelitian
menyimpulkan bahwa
variabel Profitabilitas
dan Likuditas Dengan
hasil ini menyatakan
tidak ada pengaruh
yang signifikan
terhadap kebijakan
deviden dan Variabel
Investment
Opportunity Set
berpenguh secara
signifikan
terhadap kebijakan
deviden.
Pengaruh Profitability
dan Investment
Opportunity Set
Terhadap
Kebijakan Dividen
Tunai dengan
Likuiditas Sebagai
Variabel Penguat.
1 Variabel tidak
bebas (Y) :
Tingkat
pengembalian
investasi berupa
dividen kepada
investor yang
diproksikan oleh
Dividend Payout
Ratio (DPR).
2 Variabel
Independen
(Variabel X) :
Profitability
(ROI) sebagai X1,
Investment
Opportunity Set
(IOS) sebagai X2
1 Variabel
Dependen(Y) :
Dividen.
43
3 Anggie Noor
Rachmad dan
Dul Muid
(2013)
Pengaruh Struktur
Kepemilikan ,
Leverage dan Return
On Asset (ROA)
Terhadap Kebijakan
Dividen.
3 Variabel
independen (X):
Struktur
Kepemilikan
INST
(Kepemilikan
saham
institutional),
MAN
(Kepemilikan
saham
manajerial), PUB
(Kepemilikan
saham Publik)
sebagai X1,
Leverage Debt to
Asset Ratio
(DAR) sebagai X2
dan Return on
Assets (ROA)
sebagai X3.
1 Variabel terikat
atau variabel
dependen (Y) :
Kebijakan
Dividen Dividend
payout ratio
(DPR).
disimpulkan bahwa:
1. Hasil uji hipotesi
yang pertama
menunjukan bahwa
kepemilikan saham
manajerial
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kebijakan
dividen.
2. Hasil uji hipotesis
yang kedua
menunjukan bahwa
kepemilikan saham
institusional tidak
memiliki pengaruh
secara signifikan
terhadap kebijakan
dividen.
3. Hasil uji hipotesis
yang ketiga
menunjukan bahwa
kepemilikan saham
publik tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kebijakan dividen.
4. Hasil uji hipotesis
yang keempat
menujukan bahwa
leverage memiliki
pengaruh negatif
secara signifikan
terhadap kebijakan
dividen.
5. Hasil uji hipotesis
yang kelima
menunjukan bahwa
Return On Assets
(ROA) berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
kebijakan dividen.
6. Berdasarkan hasil
pengujian regresi
liniear berganda,
44
4 Indah
Sulistiyowati,
Ratna Anggraini
dan Tri Hesti
Utaminingtyas
(2010)
Pengaruh
Profitabilitas, leverage
dan Growth Terhadap
Kebijakan Dividen
Dengan Good
Corporate Governance
sebagai Variabel
Intervening.
Variabel
Independen (X):
Profitabilitas
peneliti
menggunakan
return on assets
(ROA) X1,
Leverage peneliti
menggunakan
Debt to Equity
ratio (DER) X2,
Growth dengan
menggunakan
proksi Total
Assets Growth
X3.
Variabel
Dependen (Y) :
Kebijakan
Dividen Dividend
Payout Ratio
(DPR).
1 Variabel
Intervening
dengan penerapan
Good Corporate
Governance.
1 Variabel
Kontrol yang
menduga
berpengaruh
terhadap Good
Corporate
Governance dan
kebijkan dividen
variabel control
ukuran perusahaan
berpengaruh
terhadap kebijakan
dividen.
Hasil analisis
menunjukan bahwa
dengan analisis regresi
berganda tidak satupun
variabel independen
dan variabel control
yang secara statistik
berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
Begitu pula dengan
pengujian path
analysis yang
menyatakan bahwa
profitabilitas, leverage
dan Growth tidak
mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan
dividen dengan Good
Corporate
Governance sebagai
variabel intervening.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan
bahwa hipotesis dalam
penelitian ini tidak
terbukti secara teori
yang telah ada.
Dimana secara
keseluruhan variabel
yang digunakan tidak
memiliki pengaruh
terhadap kebijakan
dividen maupun
penerapan Corporate
Governance diduga
dikarenakan usia
perusahaan dan jenis
industri yang beraneka
ragam dalam sampel
yang digunakan.
Download