BAB VI PENUTUP Penelitian ini menghasilkan informasi

advertisement
BAB VI
PENUTUP
Penelitian ini menghasilkan informasi yang dinilai memberikan manfaat
bagi para pengambil kebijakan khususnya pemerintah daerah Kabupaten Ngada,
satuan pendidikan pada tingkat SMA serta masyarakat pada umumnya. Informasi
berupa temuan ini sekaligus dapat dijadikan umpan balik untuk perbaikan
selanjutnya. Hal ini tidak lepas dari ketepatan pemilihan metode penelitian
kualitatif yang didukung penggunaan evaluasi model CIPP yang dikembangkan
oleh Stuflebeam. Model CIPP Stufflebeam dijadikan sebagai landasan dalam
kerangka pikir analisis sehingga model ini dapat memberikan gambaran yang
komprehensif tentang evaluasi kualitas pendidikan SMA di Kabupaten Ngada.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat informasi yang sekaligus dapat dijadikan
kesimpulan dan saran. Beberapa kesimpulan dan saran tersebut sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Evaluasi Kualitas
Pendidikan SMA Di Kabupaten Ngada (Perbandingan SMA Katolik Regina Pacis,
SMA Negeri 1 Bajawa dan SMA Swasta Kejora Riung) secara umum dapat dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa kualitas pendidikan SMA di Kabupaten
Ngada masih rendah. Kesimpulan ini berdasarkan hasil informasi yang ditemukan
di lapangan dari tiga sampel sekolah yang menjadi lokus penelitian ini sebagai
berikut:
1. Aspek Konteks (Context) menunjukkan bahwa pada sekolah yang menjadi
objek penelitian dilihat dari aspek:
192
a. Kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat: Secara umum
diperoleh gambaran bahwa tantangan kondisi geografis dan sosial
ekonomi masyarakat menjadi
kendala atau penghambat bagi sekolah
melaksanakan proses pembelajaran yang maksimal sesuai dengan tuntutan
Standar Nasional Pendidikan. Siswa sering terlambat masuk sekolah karena
jarak tempuh yang jauh, kebutuhan pendidikan anak sulit terpenuhi karena
kondisi ekonomi orang tua yang mayoritas petani. Hal ini
berpengaruh
terhadap proses pembelajaran di sekolah untuk, sehingga sulit untuk mencapai
standar atau target yang ditetapkan oleh sekolah.
b. Partisipasi/Dukungan Masyarakat terhadap Program Pendidikan:
Secara umum diperoleh gambaran bahwa dukungan dan partisipasi
masyarakat/orang tua dalam program pendidikan belum semuanya baik.
Pengawasan orang tua terhadap anak dalam belajar sangat kurang bahkan
tidak ada karena tempat tinggal yang berbeda sehingga orang tua tidak
dapat memantau anak secara langsung dalam belajar. Dukungan dan
partisipasi orang tua yang tinggi terjadi hanya di SMA Regina Pacais. Ini
terjadi karena ada upaya dari pihak sekolah untuk mengadakan pertemuan
orang tua secara rutin setiap semester untuk melaporkan hasil belajar
siswa. Dukungan yang kurang dari orang tua menjadi kendala atau
penghambat bagi sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
maksimal karena semangat belajar anak yang rendah, absensi yang tinggi,
dan anak jarang mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru di
sekolah.
193
2. Aspek Masukan (Input) menunjukkan bahwa pada sekolah yang menjadi
objek penelitian dilihat dari aspek:
a. Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan: secara umum diperoleh
gambaran bahwa:
Standar tenaga pendidik. Dari aspek ini semua sekolah yang diteliti
belum
memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Sekolah yang
berakreditasi A, kompetensi kepala sekolah belum memenuhi persyaratan
minimal dan ada guru yang belum memenuhi
kompetensi yang
dipersyaratkan. Sedangkan pada sekolah yang berakreditasi B tidak semua
guru yang memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan dan pada sekolah
yang berakreditasi C mengalami kekurangan tenaga pendidik, ada guru
yang mengajar tidak sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki.
Standar tenaga kependidikan secara umum diperoleh gambaran bahwa
standar tenaga kependidikan khususnya BK belum memenuhi Standar
Nasional Pendidikan. Sekolah yang berakreditasi A dan B kekurangan
tenaga BK. Pada sekolah yang berakreditasi A, satu orang tenaga BK tidak
memenuhi persyaratan minimal seorang BK yang sesuai dengan SNP.
Sedangkan pada sekolah yang berakreditasi B juga mengalami kekurangan
tenaga administrasi (tata usaha), sedangkan pada sekolah yang
berakreditasi C tidak memiliki tenaga BK. Aspek ini jika dilihat dari
ketiga sekolah belum sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Pendidikan.
194
b. Sarana dan Prasarana: secara umum diperoleh gambaran bahwa standar
sarana prasarana sekolah di 3 SMA yang diteliti di Kabupaten Ngada
belum semua sekolah sesuai dengan indikator minimal SNP. Dari sekolah
SMA yang diteliti, bangunan sekolah dan perlengakapan meja dan kursi
untuk pembelajaran secara fisik semuanya baik. Namun hanya sekolah
yang berakreditasi A yang memiliki laboratorium yang lengkap, sarana
dan prasarana serta media pembelajaran yang memadai, sedangkan pada
sekolah yang berakreditasi B dan C belum memiliki sarana prasarana
yang baik. Sekolah yang berakreditasi C hanya memiliki laboratorium IPA
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sarana dan
prasarana sekolah SMA yang ada belumsemua sesuai dengan standar
sarana dan prasarana yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan
c. Standar Pengelolaan
Pemenuhan indikator kinerja minimal standar pengelolaan adalah
terpenuhnya standar pengelolaan seperti yang tertera dalam standar
nasional pendidikan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, capaian
indikator minimal pengelolaan pada satuan pendidikan dalam pemenuhan
standar nasional pendidikan belum semuanya sesuai dengan standar. Pada
sekolah yang berakreditasi A, pelaksanaan standar pengelolaan sudah
berjalan dengan baik namun pada sekolah yang berakreditasi B dan C
masih diperlukan
perbaikan karena belum sesuai dengan SNP.
Berdasarkan pembahasan tersebut, sekolah sebagai satuan pendidikan
195
belum semua memenuhi standar pengelolaan seperti yang diterapkan
dalam SNP.
d. Standar Pembiayaan
Pemenuhan indikator kinerja minimal pembiayaan adalah terpenuhinya
standar
pembiayaan
sesuai
dengan
standa
nasional
pendidikan.
Berdasarkan keterangan di atas didapatkan informasi bahwa dana yang
didapat oleh sekolah tidak hanya dipakai untuk satu kepentingan saja,
tetapi juga disalurkan untuk kegiatan kesiswaan, transportasi, penambahan
sarana prasarana sekolah, pembinaan guru, dll. Dari rangkuman informasi
yang didapatkan
diketahui bahwa dalam pengelolaan pembiayaan
khususnya menyangkut keuangan ada sekolah yang sudah mengelolanya
dengan baik yaitu sekolah yang berakreditasi A, namun pada sekolah
yang lain pengelolaan pembiayaan dalam pelaksanakan masih kurang
transparan. Kondisi pembiayaan di SMA yang ada di Kabupaten Ngada
belum semua sekolah mampu / cukup membiayai operasional sekolah
terlebih di sekolah yang siswanya sedikityaitu sekolah yang berakreditasi
C. Menurut hasil pembahasan tersebut, Sekolah yang berakreditasi A,
sudah memenuhi standar pembiayaan seperti yang ditetapkan dalam SNP
namun pada sekolah yang berakreditasi B dan C belum memenuhi standar
pembiayaan seperti yang ditetapkan dan standar kinerja minimal dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
3. Aspek Proses (Process) menunjukkan bahwa pada sekolah yang menjadi
objek penelitian dilihat dari aspek:
196
a. Standar Isi (Kurikulum)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah sudah
berusaha memenuhi indikator kinerja minimal pada standar isi seperti yang ada
dalam Standar Nasional Pendidikan namun belum semua sekolah– sekolah
memenuhi standar kinerja minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sekolah berusaha memenuhi standar yang sudah digariskan dalam SNP untuk
mencapai tujuan pendidikan. Salah satu unsur pada standar isi adalah
kurikulum. Sekolah melaksanakan kurikulum sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai indikator kinerja minimal. KTSP
ini secara garis besar berisi visi, misi dan tujuan dari satuan pendidikan serta
strategi yang mencerminkan pencapaian tujuan pendidikan. Hanya SMA
Regina Pacis yang memenuhi SNP sesuai dengan standar isi. Kegiatan
ekstrakurikuler juga dilaksanakan dengan baik, sedangkan di kedua sekolah
yang lain pelaksanaannya belum maksimal. Berdasarkan pembahasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa sekolah belum semua memenuhi indikator kinerja
minimal pada standar isi yang sesuai dengan SNP.
b. Standar Proses Pembelajaran
Berkaitan dengan standar proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh
SMA, indikator kinerja minimal pada SNP dapat dikatakan sudah
terpenuhi sesuai standar, artinya bahwa proses pembelajaran sudah
dipatuhi oleh sekolah sesuai SNP. Dari berbagai
indikator di atas
berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sekolah-sekolah
yang ada di teliti sudah berusaha memenuhi standar
proses yang
197
ditetapkan. Guru membuat RPP dan mengajar sesuai dengan rencana
persiapan pembelajaran yang sudah disiapkan. Diakui
ada masalah /
kendala pada proses pembelajaran di dalam kelas berkaitan dengan
motivasi belajar siswa yang kurang, dan metode mengajar guru yang
masih konvensional. Guru kurang kreatif dalam penyampaian materi
pembelajaran. Proses pembelajaran di semua sekolah yang diteliti belum
menggunakan media IT. Ada sarana computer dan LCD namun guru
belum bisa menggunakan alat tersebut. Berdasarkan pembahasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa sekolah belum sepenuhnya
memenuhi
indikator kinerja minimal pada standar proses sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan.
c. Standar Penilaian Hasil Pembelajaran
Berdasarkan hasil wawancara di atas pada dasarnya, model penilaian di
sekolah adalah tetap mengacu pada rambu-rambu yang dikeluarkan oleh
Standar Nasional Pendidikan. Namun ada indikasi bahwa pemberian nilai
kepada siswa itu tidak obyektif oleh karena rasa belas kasihan jika anak
tersebut tidak naik kelas atau tidak lulus, seperti yang terungkap; “pake
ne’e ate, kuza ne’e tuka” (memberi penilaian yang tidak obyektif).
Sekolah memang dituntut untuk mengembangkan penilaian yang bersifat
memperkaya, memperluas dan mencapai standar penilaian yang berlaku di
dunia pendidikan namun harus tetap obyektif sehingga tidak merugikan
peserta didik dan merusak citra pendidikan itu sendiri. Dari hasil
wawancara dengan beberapa warga sekolah, baik kepala sekolah, wakil
198
kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, di dapatkan
kesimpulan bahwa proses penilaian yang diselenggarakan di sekolah
terlebih pada ujian sekolah belum sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
4. Aspek Produk (Product) menunjukkan bahwa pada sekolah yang menjadi
objek penelitian dilihat dari aspek: Standar Kompetensi Lulusan:Sekolah
dalam menyelenggarakan pendidikan harus memenuhi indikator minimal
standar kompetensi lulusan tersebut. Dari semua sekolah SMA yang diteliti
kompetensi lulusan dilihat dari perolehan nilai ujian nasional yang di capai
oleh siswa belum semuanya memperoleh nilai yang baik, para peserta didik
belum mampu bersaing ketika mengikuti SMPTN.Kompetensi lulusan di 3
SMA yang diteliti di Kabupaten Ngada belum sepenuhnya sesuai dengan
indikator minimal SNP. Hal ini berarti bahwa sekolah SMA di Kabupaten
Ngada belum mampu mencapai kompetensi lulusan yang tinggi yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu menghasilkan peserta didik yang
berkualitas,yang
menghasilkan
siswa
yang
mempunyai
kemampuan
menghadapi masyarakat dan lingkungan sekitarnya yaitu lulusan yang
memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu bersaing dengan
siswa di luar sekolah serta menjadi pelopor pembaruan dan perubahan
sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang
dihadapinya, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
199
Hambatan dalam pencapaian mutu pendidikan yang tinggi antara
lain:
Proses evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks
karena melibatkan banyak aktor dengan berbagai kepentingan mereka
masing-masing. Persoalan demi persoalan akan banyak muncul atau
diperparah jika kebijakan itu tidak dirumuskan dengan jelas. Begitu pula
dengan keberhasilan dalam sebuah proses pembelajaran di sekolah
membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak seperti pihak pemerintah,
orang tua wali murid, para siswa, para guru dan tenaga kependidikan di
sekolah. Tanpa kerjasama yang baik maka sebuah proses belajar di
sekolah tidak dapat mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan tentang faktor-faktor yang menghambat untuk mencapai
mutu pendidikan yang tinggi dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa
dalam pengimplementasiannya masih dijumpai beberapa kendala atau
hambatan dalam rangka mewujudkan atau mencapai mutu pendidikan
yang tinggi tersebut.
Faktor-faktor yang menghambat untuk mencapai mutu pendidikan
yang tinggi secara keseluruhan terdapat dalam context, input, process dan
product seperti yang telah dijelaskan dan dipaparkan di atas namun ada
faktor penghambat yang lain yang turut mempengaruhi pencapaian mutu
pendidikan yang tinggi yaitu kompetensi lulusan yang berkualitas yang
memiliki kemampuan untuk dapat hidup dan berkompetisi dengan dunia
luar. Dari hasil analisis data dan wawancara di lapangan dapat disajikan
200
beberapa kesimpulan dari faktor yang menghambat dalam meningkatkan
mutu pendidikan antara lain:
a. Intervensi dari Kepala Daerah (Bupati)
dengan memberikan catatan
kepada kepala dinas agar guru A tidak jadi dipindahkan. Hal ini yang
menyebabkan ada sekolah yang mengalami kekurangan tenaga pendidik
seperti yang terjadi pada SMA Swasta Kejora Riung yang sampai saat ini
tidak mempunyai guru kimia.
b. Minat belajar guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
rendah. Pada SMA Katolik Regins Pacis sarana dan prasarana memadai
sedangkan pada SMA Negeri 1 dan SMA Swasta Kejora Riung sarana dan
prasarana belum memadai. Hal ini terjadi karena kekurangan dana untuk
mengadakan sarana dan prasarana untuk media pembelajaran. Namun dari
ketiga sekolah tersebut memiliki hambatan yang sama yaitu minat belajar
para guru yang rendah sehingga mereka kurang mampu menggunakan atau
mengoperasikan komputer dalam proses pembelajaran.
c. Jumlah siswa yang tidak merata di setiap sekolah. Ada sekolah yang
memiliki murid yang sangat banyak dan ada sekolah yang siswanya sangat
sedikit seperti pada sekolah SMA Negeri 1 Bajawa dengan SMA Swasta
Kejora Riung. SMA Negeri 1 Bajawa memiliki murid yang sangat banyak
yaitu 1088 siswa dan SMA Swasta Kejora Riung siswanya sangat sedikit
yaitu berjumlah 188 siswa saja. Pada SMA Negeri 1 memiliki 30 rombel,
dan kenyataannya sekolah ini mengalami kekurangan ruangan kelas untuk
menampung siswa yang banyak tersebut, sehingga pihak sekolah
201
mengambil kebijakan untuk mengadakan proses pembelajaran pagi dan
sore. Kebijakan ini membawa dampak pada hal yang lain yaitu kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah ini tidak berjalan. Sedangkan pada SMA Swasta
Kejora Riung mengalami kekurangan murid sehingga mengalami
kekurangan dana untuk opersional sekolah dan untuk mengadakan sarana
dan prasarana di sekolah. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat
dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan pada satuan pendidikan di tingkat SMA
yaitu pada SMA Regina Pacis Bajawa, SMA Negeri 1 Bajawa dan SMA Swasta
Kejora Riung, dan faktor-faktor yang menghambat dalam mencapai mutu
pendidikan yang tinggi, ada beberapa saran dalam rangka perbaikan. Adapun
saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk Pemerintah Daerah
a. Mengalokasikan dana untuk meningkatkan sarana dan prasarana
pembelajaran secara khusus untuk sekolah yang berakreditasi B dan C.
Sarana dan prasarana yang baik akan membantu dan mendukung satuan
pendidikan dalam mencapai tujuan (PP No. 19 Tahun 2005 pasal 42).
b. Mengalokasikan dana untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas
tenaga pendidik (guru) agar memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
menunjang proses pembelajaran dengan melakukan pertemuan MGMP
secara rutin, melakukan pelatihan atau kursus komputer untuk para guru.
202
Peran guru professional dan tenaga kependidikan sangat penting karena
mempengaruhi prestasi belajar siswa (Taylor:2012).
c. Merekrut tenaga administrasi dan tenaga BK yang kurang di semua
sekolah agar dapat memperlancar proses pembelajaran di sekolah dan
masalah
peserta
didik
dapat
diatasi
dengan
maksimal.
Tenaga
kependidikan sangat penting karena mempengaruhi prestasi belajar siswa
(Taylor:2012).
d.
Melakukan perbaikan dari sisi pemerintah dengan membuat Peraturan
Daerah yang mengatur tentang tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
sehingga bupati tidak melakukan intervensi dalam hal perpindahan guru
karena hal ini dapat menyebabkan beberapa sekolah kekurangan guru dan
dapat menghambat proses pembelajaran di sekolah. Tindakan demikian
merupakan tindakan penyalagunaan wewenang yang melanggar hukum
“geen bevoegdheis zonder verantwoordelikjkheid”. (Minarno:2009).
e. Perlunya
peningkatan
peran
pengawasan
kepada
sekolah
untuk
memperbaiki proses pembelajaran dan melakukan evaluasi secara berkala.
Evaluasi memiliki fungsi yaitu untuk mengetahui derajat pencapaian
tujuan dan sasaran kebijakan. (Subarsono: 2012).
f. Membuat regulasi terkait dengan sistem seleksi siswa baru supaya ada
pemerataan siswa di SMA yang ada di Kabupaten Ngada sehingga siswa
tidak menumpuk di salah satu sekolah. Evaluasi diperlukan untuk
mengukur dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun
dampak negatif. (Subarsono: 2012).
203
2. Untuk sekolah
a.
Sekolah hendaknya meningkatkan upaya-upaya pengembangan kapasitas
guru melalui pelatihan dan lokakarya terlebih pengembangan kapasitas
guru dalam hal penggunaan IT agar guru mampu melakukan inovasi serta
kreatif dalam proses pembelajaran sehingga penyampaian materi
pembelajaran kepada siswa di dalam kelas lebih menarik seperti yang
telah dilakukan oleh SMA Katolik Regina Pacis. Peran guru professional
dan tenaga kependidikan sangat penting karena mempengaruhi prestasi
belajar siswa (Taylor:2012). Partisipasi guru mendorong partisipasi siswa
(Bachenheimer:2011).
b.
Sekolah bekerjasama dengan pemerintah, komite dan orang tua
melakukan terobosan sekolah berasrama untuk mengatasi masalah siswa
yang datang dari pedesaan dan kecamatan yang jauh, agar belajar siswa
dapat lebih dikontrol dan terpantau. Hubungan, komunikasi yang baik
antara guru dan siswa, penanganan masalah siswa yang intensif adalah
faktor kunci keberhasilan siswa (Roybal:2011).
c.
Melaksanakan garis pedoman standar isi (kurikulum) seperti yang
ditetapkan oleh SNP termasuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler
untuk mengembangkan bakat dan minat siswa seperti yang telah
dilakukan oleh SMA Regina Pacis Bajawa. Standar isi adalah ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, bahan kajian, mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran (PP No. 19 Tahun 2005).
204
d.
Melakukan penilaian kepada peserta didik secara obyektif sesuai dengan
standar penilaian yang berlaku agar tidak merugikan peserta didik dan
merusak citra pendidikan itu sendiri. Standar penilaian pendidikan adalah
SNP yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik. Proses pembelajaran, pelaksanaan,
penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien (PP No.19 Tahun
2005 pasal 63).
e.
Meningkatkan kerjasama antara sekolah dan orang orang tua dalam
menangani permasalahan dan belajar siswa seperti yang dilakukan oleh
SMA Regina Pacis Bajawa dengan melakukan pertemuan orang tua
murid secara rutin setiap akhir semester dan pada awal tahun pelajaran.
Hubungan, komunikasi yang baik antara guru dan siswa, penanganan
masalah siswa yang intensif adalah faktor kunci keberhasilan siswa
(Roybal:2011).
3. Untuk Masyarakat/orang tua siswa
Masyarakat
hendaknya
ikut
berpartisipasi
dalam
mensukseskan
penyelenggaraan proses pendidikan di sekolah, dengan terlibat aktif dalam
pertemuan orang tua murid yang diadakan di sekolah, meningkatkan
pengawasan belajar terhadap anak dan emberi motivasi belajar agar anak rajin
mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Hubungan, komunikasi yang
baik antara guru dan siswa, penanganan masalah siswa yang intensif adalah
faktor kunci keberhasilan siswa (Roybal:2011).
205
Download