BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a. Pengertian persalinan Persalinan normal merupakan suatu proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan yang cukup, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala, keseimbangan diameter kepala bayi dan panggul ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri. Hampir sebagian besar persalinan merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan persalinan patologik (Saifuddin, 2010). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup umur kehamilannya dan dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan ibu sendiri (Manuaba, 2010). b. Jenis persalinan Persalinan berdasarkan umur kehamilan yaitu: 1) Abortus : pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, berat janin <500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Fadlun, 2012). 2) Partus Immaturus : partus dari hasil konsepsi pada kehamilan dibawah 28 minggu dengan berat janin kurang dari 1000 gram 6 7 3) Partus Prematurus : kelahiran hidup bayi dengan berat antara 1000 gram sampai 2500 gram sebelum usia 37 minggu 4) Partus Maturus atau Aterm : persalinan pada kehamilan 37-42 minggu, berat janin diatas 2500 gram. 5) Partus Postmaturus atau Postterm : persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari hari perkiraan lahir (Saifuddin, 2014) Bentuk-bentuk persalinan menurut Manuaba (2010) yaitu: 1) Persalinan spontan : bila proses persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. 2) Persalinan buatan : bila proses persalinan dibantu oleh tenaga dari luar 3) Persalinan anjuran (partus presipitatus) c. Proses Terjadinya Persalinan Peningkatan kadar prostaglandin, oksitosin, dan progesteron diduga berperan dalam permulaan awitan persalinan. Kadarnya meningkat secara progresif dan mencapai puncak saat pelahiran kepala dan setelah pelepasan plasenta (Medforth, 2011). Menurut Manuaba (2008) sebab terjadinya proses persalinan belum diketahui secara pasti, sehingga timbul beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya his yaitu: 1) Hormon estrogen meningkatkan sensivitas otot rahim, sehingga memudahkan penerimaan rangsangan dari luar misal rangsangan oksitosin, prostaglandin, dan rangsangan mekanis. 8 2) Progesteron menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin, rangsangan mekanis dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi. d. Tanda-tanda persalinan Menurut Sofian (2012), tanda dan gejala persalinan antara lain: 1) Rasa sakit karena his datang lebih kuat, sering dan teratur. 2) Keluarnya lendir bercampur darah (blood show) karena robekan-robekan kecil pada serviks. 3) Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya. 4) Pada pemeriksaan dalam didapati serviks mendatar dan pembukaan telah ada. e. Mekanisme persalinan Beberapa faktor yang berperan didalam sebuah proses persalinan menurut Sondakh (2013) meliputi : 1) Power (Kekuatan) Kekuatan atau tenaga yang mendorong janin keluar. Kekuatan tersebut meliputi kontraksi dan tenaga meneran. 2) Passenger (Penumpang) Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala janin, 9 presentasi, letak, sikap dan posisi janin, sedangkan yang perlu diperhatikan pada plasenta adalah letak, besar, dan luasnya. 3) Passage (Jalan lahir) Jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari jalan keras adalah ukuran dan bentuk tulang panggul, sedangkan pada jalan lahir lunak adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina dan introitus vagina. f. Tahap-tahap Persalinan Menurut Sulistyawati (2010) persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu : 1) Kala I (Kala pembukaan) Kala pembukaan berlangsung antara pembukaan 0-10 cm. dalam Proses ini terdapat 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi akan lebih kuat dan sering selama fase aktif. Lamanya kala 1 pada primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar 8 jam. 2) Kala II (Kala pengeluaran bayi) Kala II ini dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. Kala II biasanya akan berlangsung selama 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada tahap ini kontraksi akan semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik. 10 3) Kala III (Kala pelepasan plasenta) Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Proses ini berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Tanda- tanda terlepasnya plasenta yaitu uterus menjadi berbentuk bulat, tali pusat bertambah panjang, terjadi semburan darah secara tiba-tiba. 4) Kala IV (Kala pengawasan) Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum. Pada kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan yang paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Penanganan persalinan tergantung dari jenis persalinan dan kondisi ibu. Untuk persalinan normal, dilakukan penanganan sesuai dengan standar asuhan persalinan normal (Varney, 2007). Apabila terdapat komplikasi, maka diperlukan tindakan persalinan sesuai dengan kondisi kehamilan. Persalinan dengan kehamilan postterm dan persalinan lama merupakan indikasi untuk dilakukannya persalinan anjuran karena menuntut kelahiran yang lebih cepat (Cunningham, 2014). Kelahiran dengan umur kehamilan yang masih kurang seperti abortus dan partus prematurus diusahakan untuk dipertahankan apabila keadaan janin masih memungkinkan untuk dipertahankan (Saifuddin, 2014). 11 2. Kehamilan Postterm a. Pengertian Kehamilan postterm atau disebut juga serotinus, kehamilan lewat waktu, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturitas merupakan kehamilan dengan umur kehamilan selama 294 hari (42 minggu) atau lebih. Umur kehamilan ini dapat dihitung dari hari pertama haid terakhir menggunakan rumus neagle dengan siklus rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2010). Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melampaui umur 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinannya. Nama lain kehamilan lewat waktu yaitu kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, postterm pregnancy (Manuaba, 2010). Istilah lebih bulan, memanjang, lewat waktu (postdates) dan postmatur sering dipakai bergantian secara bebas untuk mendeskripsikan kehamilan yang telah melebihi durasi yang dianggap diatas batas normal (Cunningham, 2012). b. Etiologi Menurut Prawirohardjo (2010) penyebab pasti kehamilan postterm sampai saat ini belum diketahui. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori yang diajukan yaitu sebagai berikut : 12 1) Penurunan progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin (Prawirohardjo, 2010). Apabila kadar progesteron, tidak cepat turun walaupun kehamilan sudah memasuki cukup bulan maka kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Nugroho, 2012). 2) Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisi ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu penyebab (Prawirohardjo, 2010). 3) Dalam teori kortisol untuk dimulainya persalinan adalah janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin (Prawirohardjo, 2010). 4) Dalam kasus insufisiensi plasenta/adrenal janin, hormon prekusor yaitu isoandrosteron sulfat dikeluarkan dalam cukup tinggi konversi menjadi estradiol dan secara langsung estriol di plasenta, contoh klinik mengenai defisiensi prekusor estrogen adalah anencefalus (Nugroho, 2012). 13 5) Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm (Prawirohardjo, 2010). c. Patofisiologi Serviks yang akan mengalami persalinan normal secara bertahap akan melunak, menipis, mudah berdilatasi, dan bergerak ke arah anterior mendekati waktu persalinan. Serviks pada wanita multipara lebih cepat matang dibandingkan nulipara, dan pemahaman mengenai paritas penting dalam menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemeriksaan serviks pada kehamilan lanjut (Varney, 2007). Kehamilan lewat waktu yang disebabkan karena faktor hormonal, kurangnya produksi oksitosin akan menghambat kontraksi otot uterus secara alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons serviks untuk menipis dan membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada kecenderungan untuk persalinan pervaginam (Varney, 2007). 14 Dibawah ini adalah bagan patofisiologi kehamilan postterm menurut Varney (2007), dimana tidak terjadinya his karena pengaruh hormon progesteron yang tidak menurun diakhir kehamilan. Kehamilan Aterm (normal) Postterm (patologis) Progesteron turun, oksitosin naik Progesteron tidak turun, oksitosin tidak naik Terjadi kontraksi uterus Penipisan dan pembukaan serviks Tidak ada kontraksi uterus Tidak ada penipisan dan pembukaan Persalinan pervaginam Tidak ada tanda-tanda persalinan Gambar 2.1 Bagan Patofisiologi Kehamilan Postterm Sumber : Varney (2007) d. Faktor predisposisi Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kehamilan postterm antara lain : 1) Cacat bawaan (an encefalus), 2) Defisiensi Sulfatase plasenta, 15 3) Pemakaian obat yang berpengaruh pula sebagai tokolitik anti prostaglandin (albutamol, progestin, asam mefenamat dsb) 4) Tidak diketahui penyebabnya (Nugroho, 2012). e. Faktor risiko Faktor risiko yang diketahui untuk kehamilan postterm adalah ibu dengan kehamilan postterm sebelumnya, dan apabila ibu melahirkan anak perempuan maka anak perempuannya tersebut memiliki risiko dua hingga tiga kali lipat untuk mengalami kehamilan postterm. Nulliparitas dan ibu dengan indeks masa tubuh ≥25 sebelum kehamilan juga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kehamilan postterm (Cunningham, 2012). f. Keluhan subjektif Keluhan subjektif yang biasa muncul pada ibu bersalin dengan kehamilan postterm yaitu rasa cemas karena kehamilannya telah melampaui taksiran perkiraan lahir (Prawirohardjo, 2014). Gerakan janin yang dirasakan semakin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali (Manuaba, 2010). g. Tanda Klinis Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut: 1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif. 16 2) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler. 3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali. 4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop leannec (Prawirohardjo, 2014). h. Diagnosis Sering seorang tenaga medis kesulitan untuk menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ditegakkan bukan berdasarkan kondisi kehamilan, melainkan umur kehamilan. Diperkirakan sebesar 22% kasus kehamilan postterm tidak dapat ditegakkan secara pasti (Prawirohardjo, 2014). Prognosis kehamilan postterm tidak seberapa sulit apabila siklus haid teratur dan haid pertama haid terakhir diketahui pasti. Untuk menilai apakah kehamilan matur atau tidak. Pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Nugroho (2012), antara lain : 1) Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil air ketuban berkurang. 2) Pemeriksaan rontgenologik : dengan pemeriksaan ini pada janin matur dapat ditemukan pusat osifikosi pada os cuboid, bagian distal femur dan bagian proksimal tibia, diameter biparental kepala 9.8 cm lebih. Keberatan pemeriksaan ini mungkin adalah pengaruh tidak baik sinar rontgen terhadap janin. 17 3) Pemeriksaan dengan USG : dengan pemeriksaan ini diameter biparental kepala janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya. 4) Pemeriksaan sitologik liquoramnion amnioskopi dan periksa pHnya dibawah 7.20 dianggap sebagai tanda gawat janin. 5) Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan infusiensi plasenta dinilai berbeda-beda. i. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang apabila dana dan sarana memenuhi menurut Nugroho (2012) antara lain : 1) Sitologi vagina yaitu dengan indeks kariopiknotik meningkat (> 20 %). 2) Foto rontgen untuk melihat inti penulangan terutama pada os cubiod, proximal tibia dan bagian distal femur 3) USG yaitu menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin. 4) Kardiotokografi yaitu menilai kesejahteraan janin dengan Non Stress test (NTS) relaktif atau tidak, maupun Contraction Stress Test (CTS) negatif atau positif. 5) Amniostropi yaitu warna air ketuban. j. Prognosis Mortalitas perinatal meningkat setelah usia 42 minggu. Kehamilan postterm berkaitan dengan kondisi yang disebut dengan pascamaturitas, namun tidak pada semua kasus. Makrosomia yaitu berat lahir bayi >4000 18 gram juga terjadi pada 10% kehamilan lebih bulan, dengan 1% bayi memiliki berat 4500 gram atau lebih sehingga mempengaruhi prognosis kehamilan dengan menyebabkan disproposi sefalopelvik atau distosia bahu. Distress janin dan sindrom aspirasi mekonium cenderung mempersulit prognosis kehamilan postterm (Fraser, 2009). Menurut Prawirohardjo (2010) ada ibu bersalin dengan kehamilan postterm dapat mengalami komplikasi, antara lain : 1) Komplikasi pada ibu Morbilitas dan mortalitas pada ibu : dapat meningkatkan sebagian akibat dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan distosia persalinan, partus lama, meningkatkan tindakan obstertrik dan persalinan traumatis/perdarahan post partum akibat bayi besar. Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. 2) Komplikasi pada janin a) Kelainan pertumbuhan janin (1) Berat janin Jika terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka akan terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata- 19 rata pertumbuhan janin mendatar dan nampak adanya penurunan setelah 42 minggu. (2) Sindrom post maturitas Dapat dikendalikan pada neonatus dengan ditemukan beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak paha dan genetalia luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. b) Komplikasi perinatal Kematian perinatal menunjukan angka peningkatan setelah kehamilan 42 minggu atau lebih sebagian besar terjadi intrapartum, umumnya disebabkan oleh : (1) Insufisiensi plasenta akibatnya pertumbuhan janin terhambat (2) Oligohidramnion ; terjadi kompresi tali pusat (3) Keluar mekonium yang kental, berakibat terjadinya aspirasi mekonium pada janin. k. Penanganan persalinan dengan kehamilan postterm Menurut Manuaba (2010), kehamilan postterm dapat membahayakan janin karena sensitif terhadap rangsangan kontraksi yang menimbulkan 20 asfiksia sampai kematian dalam rahim. Dalam melakukan pengawasan hamil dapat diperkirakan bahwa kehamilan lewat waktu dengan: 1) Anamnesa. a) Kehamilan belum lahir setelah melewati waktu 42 minggu b) Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali. Hasil anamnesa penderita perlu diperhatikan sebagai dasar permulaan. 2) Hasil pemeriksaan klinik a) Berat badan ibu mendatar atau menurun b) Gerak janin menurun (normal janin bergerak dalam 24 jam 10 kali). 3) Hasil pemeriksaan diagnostik Pada pemeriksaan diagnostik menurut Manuaba (2010), terdapat dua pemeriksaan, yaitu : a) Pemeriksaan USG Hasil USG pada kehamilan postterm dapat dilihat : (1) Gerakan janin berkurang (2) Air ketuban berkurang < 500 cc (oligohidramnion) (3) terjadi insufisiensi plasenta b) Amnioskopi 21 Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33% asfiksia. 4) Tatalaksana persalinan Penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan kehamilan lewat bulan menurut Nugroho (2012) yaitu: a) Setelah usia kehamilan melebihi 40 minggu yang perlu diperhatikan adalah monitoring janin sebaik-baiknya meliputi djj serta gerakan janin. b) Apabila tidak terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. c) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, apabila sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi. d) Ibu harus dirawat di rumah sakit apabila: (1) Terdapat hipertensi, preeklamsia (2) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas (3) Kehamilan lebih dari 40-42 minggu e) Tindakan operasi sectio caesaria dapat dipertimbangkan pada kasus insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan lama, gawat janin, 22 primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia, hipertensi menahun, infertilitas, kesalahan letak janin. Menurut Manuaba (2010) tatalaksana pada ibu bersalin dengan kehamilan postterm memerlukan pertolongan induksi persalinan atau persalinan anjuran. Pengawasan saat persalinan induksi sangat penting karena setiap saat dapat terancam gawat janin. Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung dan membuktikan keseimbangan antara kepala janin dan jalan lahir. Beberapa penilaian telah ditetapkan agar persalinan anjuran berhasil melalui skor bishop : Tabel 2.1 Sistem Penilaian Bishop Nilai Komponen Dilatasi (cm) Penipisan (%) Stasiun/penurunan kepala Konsistensi Posisi Sumber: Varney (2007) 0 1 2 3 0 0-30 -3 1-2 40-50 -2 3-4 60-70 -1/0 >5 >80 +1/+2 Keras Posterior Sedang Tengah Lunak Anterior Pada nilai total bishop yang rendah (<5), sebaiknya dilakukan sectio caesaria karena induksi persalinan tidak akan berhasil dan akan menambah keadaan gawat janin dalam rahim. 23 Menurut Saifuddin (2010) penatalaksanaan kehamilan postterm diawali dari umur kehamilan 41 minggu. Bila dipastikan umur kehamilan mencapai 41 minggu, pengelolaan tergantung dari derajat kematangan serviks. a) Bila serviks sudah matang (skor bishop >5) dilakukan induksi persalinan. Namun apabila terdapat janin besar lakukan tindakan sectio caesaria. b) Pada serviks yang belum matang (skor bishop <5) maka diperlukan pengkajian janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri. c) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri dengan persalinan anjuran. Untuk Pengelolaan intrapartum dapat dilakukan dengan: a) Pasien tidur miring ke sebelah kiri b) Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin c) Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal d) Perhatikan jalannya persalinan e) Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi 24 3. Stimulasi Persalinan a. Pengertian Stimulasi persalinan merupakan upaya untuk menimbulkan kontraksi uterus yang adekuat dengan melakukan induksi persalinan (Fraser, 2009). b. Indikasi Beberapa indikasi menurut Chris Tanto (2014) yaitu : 1) Usia kehamilan ≥41 minggu 2) Ketuban pecah dini sebelum persalinan dan cukup bulan (≥37 minggu) 3) Penyakit pada ibu, seperti diabetes, hipertensi, penyakit ginjal/jantung, autoimun (LES) 4) Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan : preeklamsia/eklamsia, perdarahan antepartum pada usia gestasi sudah cukup dan solusio plasenta 5) Kehamilan lembar 6) Fetus IUGR, oligohidramnion, IUFD 7) Keinginan ibu c. Kontraindikasi Kontraindikasi menurut Chris Tanto (2014) sebagai berikut : 1) Plasenta previa totalis, vasa previa 2) Posisi letak lintang 3) Prolaps tali pusat 4) Riwayat operasi sectio cesaria 25 5) Infeksi genetalia aktif d. Persyaratan Menurut Oxorn (2010), persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut. 1) Presentasi Presentasi harus kepala. Induksi persalinan tidak boleh dilakukan bila ada letak lintang, presentasi majemuk dan sikap ekstensi pada janin, dan hampir tidak boleh dilakukan kalau bayinya presentasi bokong. 2) Stadium kehamilan Semakin kehamilannya mendekati masa aterm, semakin mudah pelaksanaan induksi. 3) Stasiun Kepala janin harus sudah masuk panggul. Semakin rendah kepala bayi, semakin mudah dan semakin aman prosedur tersebut. 4) Kematangan serviks Serviks harus sudah mendatar, panjangnya kurang dari 1,3 cm (0,5 inci), lunak, bisa dilebarkan dan sudah membuka untuk dimasuki sedikitnya satu jari tangan dan sebaiknya dua jari tangan. Cincin ostium internum tidak boleh kaku. Keadaan yang lebih menguntungkan adalah bilamana serviks berada dalam garis pusat jalan lahir atau di sebelah 26 anteriornya. Kalau serviks di sebelah posterior, kondisi untuk induksi kurang menguntungkan. 5) Paritas Induksi pada multipara jauh lebih mudah dan lebih aman dari pada primigravida, angka keberhasilan meningkat bersama-sama paritas. 6) Maturitas janin Umumnya semakin kehamilan mendekati 40 minggu, semakin baik hasilnya bagi janin. Kalau kehamilan harus diakhiri sebelum aterm, pengujian maturitas janin harus dilakukan untuk menetapkan sejauh mungkin apakah janin akan dapat hidup di luar kandungan. e. Metode Salah satu metode yang paling mudah dan umum dilakukan adalah metode kimiawi dengan drip oksitosin. Menurut Manuaba (2010), metode drip oksitosin dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Sebaiknya dilakukan pada malam harinya ibu masuk rumah sakit 2) Dapat diberikan laksan/ enema 3) Dipasang infus dekstros 5% atau ringer laktat dengan 5 unit oksitosin. 4) Tetesan pertama antara 8 – 12 tetes per menit dengan perhitungan setiap tetesan mengandung 0,0005 unit sehingga dengan pemberian 12 tetes/menit terdapat oksitosin sebanyak 0,006 unit/menit. 27 5) Setiap 15 menit dilakukan penilaian, jika tidak terdapat his yang adekuat, jumlah tetesan ditambah 4 tetes, sampai maksimal mencapai 40 tetes per menit atau 0,02 unit oksitosin/menit. 6) Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian 500 cc dekstros 5%. 7) Jika sebelum tetesan ke-40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang adekuat, tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan berlangsung. 8) Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin maksimal setiap menit adalah sekitar 30-40 mIU atau tetesan sebanyak 40 tetes per menit dengan oksitosin sebanyak 10 IU. Komplikasi yang dapat terjadi pada induksi persalinan dengan oksitosin menurut Hanretty (2014) antara lain adalah sebagai berikut : 1) Aktifitas uterus yang buruk yaitu uterus yang tidak terkoordinasi sehingga menyebabkan proses persalinan yang sulit. 2) Pola laju denyut jantung janin yang abnormal Pemberian oksitosin yang terlalu lama akan menyebabkan hipoksia njanin akibat dari rangsangan pada uterus yang berlebihan. Sehingga perlu monitoring djj secara kontinu. 3) Ruptur uterus 4) Intoksikasi air 28 Intoksikasi air dapat terjadi karena oksitosin dosis tinggi diberikan dalam cairan yang tidak mengandung elektrolit dalam waktu lama. B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Penerapan Tujuh Langkah Varney Ketujuh langkah ini mewakili seluruh lingkup kerja yang bersifat perencanaan mandiri dan terdiri dari : a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Data dasar secara lengkap pada persalinan dengan kehamilan postterm ada 2 tipe yaitu : 1) Data Subjektif a) Identitas pasien Berdasarkan hasil analisis, faktor demografi maternal seperti tingkat sosial ekonomi dan usia tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian kehamilan postterm (Cunningham, 2012). b) Anamnesa (1) Alasan utama pada waktu masuk Pada kasus bersalin dengan kehamilan postterm, ibu mengeluh cemas karena kehamilannya sudah melewati hari perkiraan lahir, sehingga takut terjadi sesuatu pada bayinya (Manuaba, 2008). Gerakan janin yang dirasakan ibu juga jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit (Nugroho, 2012). 29 (2) Riwayat Menstruasi Wanita yang siklus menstruasinya lebih panjang atau ovulasinya terlambat dapat melahirkan sesudah tanggal yang diperkirakan (Oxorn, 2010) (3) Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu Insiden kehamilan postterm meningkat dari 10% menjadi 27% apabila kelahiran pertamanya mengalami kehamilan postterm. Angka kejadian ini akan meningkat menjadi 39% apabila mengalami dua kali kehamilan postterm berturut-turut. (Cunningham, 2012). (4) Riwayat kehamilan sekarang HPHT berfungsi untuk menentukan umur kehamilan, dari data ini dapat ditegakkan diagnosa kehamilan postterm apabila HPHT diketahui secara pasti, namun tidak jarang ibu lupa kapan hari pertama haid terakhirnya (Prawirohardjo, 2014). Dari HPHT kita dapat mengetahui hari perkiraan lahir. Perhitungan hari perkiraan lahir dapat dilakukan dengan tanggal HPHT ditambah 7, bulan dikurang 3, tahun ditambah 1. Pada kehamilan postterm kehamilan akan berlangsung melebihi hari perkiraan lahir yaitu kehamilan akan berlangsung hingga 42 minggu atau lebih (Varney, 2007). 30 (5) Riwayat keluarga berencana Salah satu kriteria untuk menegakkan diagnosa kehamilan postterm adalah ibu tidak meminum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir (Prawirohardjo, 2014). Penggunaan kontrasepsi oral dapat mempengaruhi siklus menstruasi (Fraser, 2009). Wanita yang siklus menstruasinya lebih panjang atau ovulasinya terlambat dapat melahirkan sesudah tanggal yang diperkirakan (Oxorn, 2010). (6) Penggunaan obat-obatan, jamu/ rokok Pemakaian obat yang berpengaruh sebagai tokolitik anti prostaglandin seperti albutamol, progestin, asam mefenamat dan sebagainya, diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm (Nugroho, 2012). c) Pemeriksaan fisik 1) Status generalis Salah satu penatalaksanaan kehamilan postterm yaitu dengan melakukan persalinan anjuran. Sebelum dilakukan pengakhiran kehamilan dengan persalinan induksi, perlu diperhatikan keadaan umum ibu harus baik (Manuaba, 2010). 31 2) Pemeriksaan khusus obstetri (lokalis) a) Inspeksi Salah satu kasus yang dapat terjadi pada kehamilan postterm yaitu makrosomia, dengan demikian perut ibu akan terlihat lebih besar seiring dengan perkembangan janin (Manuaba, 2008). Namun tidak jarang juga pertumbuhan janin akan penurun apabila terjadi gangguan fungsi plasenta (Prawirohardjo, 2014). b) Palpasi Pada ibu hamil dengan kehamilan postterm tidak dirasakan adanya his atau kontraksi karena tidak adanya rangsangan hormon oksitosin yang dapat menyebabkan uterus berkontraksi (Nugroho, 2012). c) Auskultasi Janin berpotensi mengalami fetal distress akibat dari kehamilan postterm. Salah satu ciri janin mengalami fetal distress apabila djj <120x/menit atau lebih dari 160x/menit (Prawirohardjo, 2014). 3) Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan diagnostik menurut Manuaba (2010), terdapat dua pemeriksaan, yaitu : a) Pemeriksaan USG 32 Hasil USG pada kehamilan postterm dapat dilihat : (1) Gerakan janin berkurang (2) Air ketuban berkurang <500 cc (oligohidramnion) (3) terjadi insufisiensi plasenta b) Amnioskopi Apabila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33% asfiksia. b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Diagnosa kebidanan ibu bersalin dengan kehamilan postterm: Ny. X GxPyAz hamil x minggu, janin tunggal, hidup intrauterin, letak janin memanjang, punggung kanan/kiri, presentasi kepala, bagian terbawah masuk x bagian, dalam persalinan dengan kehamilan postterm.. Pada ibu hamil dengan kehamilan postterm tidak dirasakan adanya his atau kontraksi karena tidak adanya rangsangan hormon oksitosin yang dapat menyebabkan uterus berkontraksi. Gerakan janin yang dirasakan ibu juga jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit atau dengan kardiotokografi >10 kali/20 menit (Nugroho, 2012). Janin berpotensi mengalami fetal distress akibat dari kehamilan postterm. Salah satu ciri janin mengalami fetal distress apabila djj <120x/menit atau lebih dari 160x/menit (Prawirohardjo, 2014). 33 Masalah yang mungkin timbul pada persalinan dengan kehamilan postterm adalah rasa cemas yang dirasakan ibu karena kehamilan yang berlangsung melebihi perkiraan kelahiran (Prawirohardjo, 2014). Kebutuhan untuk menghadapi rasa cemas yang dihadapi ibu bersalin dengan postterm adalah dengan cara memberikan dukungan sosial utnuk menghasilkan kepercayaan diri yang lebih besar, penurunan kecemasan, penurunan ketakutan dan perasaan positif terhadap kehamilannya (Medforth, 2011). c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganan Pada kasus ibu bersalin dengan kehamilan postterm diagnosa potensialnya yaitu: partus lama, perdarahan postpartum pada ibu dan distosia, sedangkan untuk janin adalah fetal distress, IUFD dan asfiksia (Manuaba, 2008). Antisipasi penangan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan observasi kemajuan persalinan, his, DJJ dan gerak janin (Sofian, 2012). d. Langkah IV : Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Seorang bidan dapat menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera terhadap persalinan dengan kehamilan postterm dengan melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam melakukan pengakhiran kehamilan dengan tindakan terapi (induksi) dan mempercepat persalinan 34 dengan sectio caesarea apabila induksi gagal, terjadi gawat janin, atau partus lama (Sofian, 2012). e. Langkah V : Perencanaan Asuhan Yang Menyeluruh Perencanaan asuhan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan kehamilan postterm antara lain: 1) Lakukan pengawasan kehamilan postterm dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik 2) Lakukan monitoring janin sebaik-baiknya dengan memantau djj secara seksama, serta gerakan janin 3) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks menggunakan skor bishop 4) Lakukan pengkajian janin lebih lanjut apabila skor bishop <5 dan kehamilan tidak diakhiri 5) Lakukan persalinan anjuran dengan kolaborasi bersama dokter Sp.OG jika serviks sudah matang dan skor bishop >5 6) Pertimbangkan sectio caesaria pada kasus insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan lama, gawat janin, primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia, hipertensi menahun, infertilitas dan kesalahan letak janin. 7) Anjurkan pasien untuk miring kekiri 8) Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin 9) Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal 35 10) Lakukan observasi terhadap jalannya persalinan 11) Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi Manuaba (2010) ; Nugroho (2012); Saifuddin (2014) f. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh dari langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Sehingga masalah yang ada dapat teratasi dan tidak ada komplikasi (Varney, 2007) g. Langkah VII: Evaluasi Hasil evaluasi yang diharapkan pada persalinan dengan kehamilan postterm adalah terjadinya kontraksi pada otot rahim sehingga proses persalinan berlangsung dan berjalan dengan baik sehingga keselamatan ibu dan anak tercapai (Manuaba, 2010). 2. Follow Up/Catatan Perkembangan Kondisi Klien Tujuh langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment dan Plan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan kemajuan keadaan pasien atau klien. sebagai perkembangan catatan 36 S : Subjektif Dengan diberikannya dukungan sosial kepada ibu diharapkan rasa cemas ibu sudah menurun, ibu lebih percaya diri, dan ketakutan ibu telah hilang karena bayinya lahir dengan selamat (Medforth, 2011) O : Objektif Yang perlu diobservasi saat persalinan anjuran dilakukan meliputi keadaan umum ibu, his yang meliputi interval, frekuensi, lama, dan intensitas. Setelah dilakukan persalinan anjuran diharapkan kontraksi timbul secara teratur dan terjadi pembukaan serviks sehingga persalinan pervaginam dapat berlangsung. Denyut jantung janin harus diawasi secara ketat saat proses persalinan sehingga gawat janin dapat dihindari (Manuaba, 2010). A : Assesment Diagnosa kebidanan pada persalinan dengan kehamilan postterm adalah Ny.X GxPxAx umur x tahun, hamil x minggu, janin tunggal, hidup intrauterin, letak janin memanjang, punggung kanan/kiri, presentasi kepala, bagian terbawah masuk x bagian, dalam persalinan dengan kehamilan postterm. Ibu dengan kehamilan postterm berpotensial mengalami partus lama, dan perdarahan postpartum, sedangkan janin dapat mengalami fetal distress, asfiksia dan IUFD (Manuaba, 2010). Antisipasi penanganannya yaitu dengan melakukan observasi kemajuan persalinan, his, pengawasan ketat DJJ, gerak janin (Sofian, 2012). 37 P : Plan Pemantauan yang baik terhadap ibu dan keadaan janin perlu dilakukan agar persalinan berjalan dengan baik. Pengawasan kemajuan persalinan harus dilakukan dengan seksama. Segera setelah bayi lahir bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemi, hipovolemia, hipotermi dan polisitemi (Prawirohadjo, 2014).